Anda di halaman 1dari 18

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kesehatan Kerja dan Keselamatan Kerja

Menurut Mangkunegara (2005), keselamatan kerja menunjukkan


kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan, kerusakan atau kerugian di
tempat kerja. Resiko keselamatan merupakan aspek-aspek dari lingkungan
kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, ketakutan, terpotong, luka memar,
keseleo, patah tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan, dan pendengaran.
Semua itu dihubungkan dengan perlengkapan perusahaan atau lingkungan
fisik, dan mencakup tugas-tugas kerja yang membutuhkan pemeliharaan serta
pelatihan. Sedangkan kesehatan kerja menunjukkan pada kondisi yang bebas
dari gangguan fisik, mental, emosi, atau rasa sakit yang disebabkan oleh
lingkungan kerja.

Menurut Rivai (2004) keselamatan dan kesehatan kerja menunjuk


kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang
diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan. Jika
sebuah perusahaan melaksanakan tindakan-tindakan kesehatan dan
keselamatan kerja yang efektif, maka lebih sedikit pekerja yang menderita
cedera atau penyakit jangka pendek maupun panjang sebagai akibat dari
pekerjaan mereka di perusahaan tersebut.
Kondisi fisiologis-fisikal meliputi penyakit-penyakit dan kecelakaan
kerja seperti kehilangan nyawa atau anggota badan, cedera yang diakibatkan
gerakan berulang-ulang, sakit punggung, sindrom carpal tunnel, penyakit-
penyakit kardiovaskular, berbagai jenis kanker seperti kanker paru-paru dan
leukimia.
2.1.1 Tujuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Menurut Mangkunegara (2001), tujuan kesehatan dan
keselamatan kerja diantaranya sebagai berikut:
1. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan
kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
2. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
7

3. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan


gizi pegawai.
4. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-
baiknya dan seefektif mungkin.
5. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
lingkungan atau kondisi kerja.
6. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian, dan partisipasi kerja.
7. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.
Menurut Rivai (2004), tujuan keselamatan kerja meliputi:
1. Meningkatnya produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja
yang hilang.
2. Meningkatnya efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih
berkomitmen.
3. Menurunnya biaya-biaya kesehatan dan asuransi.
4. Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih
rendah karena menurunnya pengajuan klaim.
5. Fleksibilitas dan adaptibilitas yang lebih besar sebagai akibat dari
meningkatnya partisipasi dan rasa kepemilikan.
6. Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatnya
citra perusahaan.
2.1.2 Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Menurut J.B Miner, mengatasi masalah K3 dapat dilakukan
dengan cara Safety Psychology dan Industrial Clinical Psychology.
Safety Psychology lebih menitikberatkan usaha mencegah kecelakaan
itu terjadi, dengan meneliti kenapa dan bagaimana kecelakaan bisa
terjadi. Industrial Clinical Psychology menitiberatkan pada kinerja
karyawan yang menurun, sebab-sebab penurunan dan bagaimana
mengatasinya.
Faktor-faktor dari dua cara tersebut adalah sebagai berikut:
1. Safety Psychology terdiri dari enam faktor, yaitu:
a. Laporan dan Statistik Kecelakaan
8

Laporan dan statistik kecelakaan sangat penting dalam program


kesehatan dan keselamatan kerja (K3). Dengan adanya laporan
dan statistic kecelakaan yang terjadi di tempat kerja, perusahaan
akan memiliki gambaran mengenai potensi terjadinya
kecelakaan dan cara mengantisipasinya.
b. Pelatihan Keselamatan
Merupakan salah satu program K3 yang diperlukan karyawan
sebagai pengetahuan tentang keselamatan kerja. Pelatihan
keselamatan yang dilakukan perusahaan kepada karyawannya
diharapkan dapat mengurangi atau mencegah terjadinya
kecelakaan kerja.
c. Publikasi Keselamatan Kerja
Publikasi keselamatan kerja adalah hal-hal yang berhubungan
dengan pemberian informasi dan pesan-pesan terkait
keselamatan kerja karyawan, melalui berbagai macam cara
diantaranya lewat spanduk, pamflet, gambar, poster, dan
selebaran yang berguna untuk mengurangi tindakan-tindakan
yang membahayakan saat bekerja. Publikasi keselamatan kerja
juga dapat memberikan pemahaman kepada karyawan mengenai
pentingnya K3.
d. Kontrol Lingkungan Kerja
Kontrol lingkungan kerja adalah pemeriksaan/pengendalian
yang berhubungan dengan kondisi lingkungan kerja yang
bertujuan untuk melindungi karyawan dari bahaya kecelakaan
kerja yang mungkin terjadi dan menciptakan lingkungan kerja
yang nyaman dan aman. Perusahaan harus dapat melindungi
karyawannya dari kemungkinan kecelakaan kerja. Oleh karena
itu, perusahaan harus menyediakan peralatan pengaman dan
peralatan pelindung diri untuk karyawannya.
e. Pengawasan dan Disiplin
Pengawasan dan disiplin adalah melakukan kontrol terhadap
lingkungan kerja dan perilaku kerja karyawan. Pengawasan
9

dilakukan dengan maksud untuk menjaga setiap mesin dan


peralatan selalu dalam kondisi stabil dan siap untuk digunakan.
f. Peningkatan Kesadaran K3
Peningkatan kesadaran K3 merupakan usaha perusahaan dalam
mensukseskan program K3. Adanya komitmen yang kuat dan
perhatian yang besar dari manajemen perusahaan membuat
karyawan sadar terhadap pentingnya kesehatan dan keselamatan
saat bekerja.
2. Industrial Clinical Psychology terdiri dari dua faktor, yaitu:
a. Konseling
Konseling atau pemimbingan dilakukan untuk meningkatkan
kembali semangat kerja dari karyawan. Disebabkan penurunan
kinerja karyawan dari suatu permasalahan yang dihadapi.
b. Employee Assistance Program
Karyawan yang memiliki masalah akan dibimbing secara
intensif oleh supervisor yang ditunjuk. Hal ini digunakan untuk
menangani bermacam-macam masalah karyawan terutama yang
berhubungan dengan kinerja karyawan.
2.1.3 Sistem Manajemen K3
Sistem manajemen K3 secara keseluruhan mencakup struktur
organisasi, kegiatan perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan,
prosedur, proses, dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi
pengembangan penerapan dan pencapaian pengkajian dan
pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka
pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja. Berguna
untuk tercapainya lingkungan tempat kerja yang aman, efisien, dan
produktif. Dapat dilihat pada Gambar 3 Bagan sistem model
manajemen K3 LK (Santoso, 2004).
10

Peningkatan
berkelanjutan
Komitmen
dan
kebijaksanaan

Peningkatan
ulang dan
peningkatan Perencanaan
manajemen

Pengukuran Pelaksanaan

Gambar 3. Sistem Model Manajemen K3 LK (Santoso,2004)


2.1.4 Manfaat K3
Menurut Arep dan Tanjung (2004), mengungkapkan manfaat K3
adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Ekonomis
a. Berkurangnya kecelakaan dan sakit karena kerja.
b. Mencegah hilangnya investasi fisik dan investasi sumber daya
manusia.
c. Meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja yang nyaman dan
aman, serta motivasi kerja yang meningkat.
2. Manfaat Psikologis
a. Meningkatkan kepuasan kerja.
b. Kepuasan kerja tersebut akan meningkatkan motivasi kerja dan
selanjutnya akan meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja.
c. Perusahaan akan merasa bangga bahwa telah ikut serta dalam
melaksanakan program pemerintah dan ikut serta dalam
pembangunan nasional dan citra baik perusahaan akan
meningkat.
11

2.1.5 Perlindungan Pengendalian K3


Menurut Rivai (2004) perlindungan terhadap kesehatan dan
keselamatan kerja. Perlindungan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Berhubungan dengan Masalah Keuangan
Perlindungan yang berhubungan dengan masalah keuangan
dilakukan melalui pemberian berbagai santunan dalam bentuk
santunan jaminan sosial (social security), kompensasi ketiadaan
pekerjaan (unemployment compensation), biaya medis (medical
coverage), dan kompensasi pekerja (worker’s compensation)
2. Perlindungan yang berhubungan dengan Keamanan Fisik
Karyawan
Memberikan perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan
pekerja, pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-undangan
yang mengharuskan perusahaan untuk memberikan fasilitas yang
memadai demi menjamin keamanan kerja serta memberikan
jaminan finansial apabila karyawan mengalami kecelakaan kerja.
Karyawan memiliki hak untuk menuntut perusahaan agar
menyediakan fasilitas kerja yang memadai agar keselamatan fisik
dan mental karyawan terlindungi dari jenis kecelakaan yang
dilakukan pekerja.
Menurut Santoso (2004), pengendalian kesehatan dan
keselamatan kerja (K3) dapat dilakukan dengan berbagai cara,
diantaranya:
1. Upaya-upaya pengendalian
a. Proses isolasi
b. Pemasangan lokal exhauster
c. Ventilasi umum
d. Pemakaian alat pelindung diri
e. Penggadaan fasilitas saniter
f. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja dan secara berkala
dilakukan.
12

g. Penyelenggaraan latihan/penyuluhan kepada semua karyawan


dan pengusaha.
h. Kontrol administrasi
2. Hirarki pengendalian
a. Eliminasi
b. Substitusi
c. Pengendalian rekayasa
d. Pengendalian administratif
e. Alat pelindung diri
3. Masalah umum alat pelindung diri (APD)
a. Tidak semua alat pelindung diri melalui pengujian laboratoris,
sehingga tidak diketahui derajat perlindungannya.
b. Tidak nyaman dan kadang-kadang membuat pemakai sulit
bekerja.
c. Alat pelindung diri (APD) dapat menciptakan masalah baru.
d. Perlindungan yang diberikan alat pelindung diri (APD) sulit
untuk dimonitor.
e. Kewajiban pemeliharaan alat pelindung diri (APD) dialihkan dari
pihak manajemn ke pekerja.
f. Efektivitas alat pelindung diri (APD) sering tergantung “GOOD
FIT” pada pekerja.
g. Kepercayaan pada alat pelindung diri (APD) akan menghambat
pengembangan kontrol teknologi yang baru.
4. Masalah pemakaian alat pelindung diri (APD)
a. Pekerja tidak mau memakai dengan alasan
1) Tidak sadar/tidak mengerti
2) Panas
3) Sesak
4) Tidak enak dipakai
5) Tidak enak dipandang
6) Berat
7) Mengganggu pekerjaan
13

8) Tidak sesuai dengan bahaya yang ada


9) Tidak ada sangsi
10) Atasan juga tidak memakai
b. Tidak disediakan oleh perusahaan
1) Ketidakmengertian
2) Pura-pura tidak mengerti
3) Alasan bahaya
4) Dianggap sia-sia (karena pekerja tidak mau memakai)
c. Pengadaan oleh perusahaan
1) Tidak sesuai dengan bahaya yang ada
2) Asal beli (terutama memilih yang murah)
2.1.6 Landasan Hukum K3
Menurut Sugeng (2005). Hukum kesehatan dan keselamatan
kerja (K3) di Indonesia telah banyak diterbitkan baik dalam bentuk
Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri, dan Surat
Edaran, antara lain:
1. Undang-undang Ketenagakerjaan No. 13/2003
2. Undang-undang Keselamatan Kerja No. 1/1997
3. Undang-undang tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja No. 3/1992
4. UUD 1945 pasal 27 ayat 1 dan 2.
5. Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Jaminan Sosial
Tenaga Kerja No. 14/1993.
6. Keputusan Presiden, Penyakit yang timbul Karena Hubungsn Kerja
No.22/1993.
7. Peraturan Menteri Perburuhan tentang Syarat Kesehatan,
Kebersihan, serta Penerangan dalam Tempat Kerja No. 7/1964.
8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Pemeriksaan Kesehatan
Tenaga Kerja dalam penyelenggaraan Keselamatan Kerja No.
2/1980.
9. Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Pelayanan Kesehatan
Kerja No. 3/1982.
14

2.2. Kecelakaan

2.2.1 Faktor-faktor kecelakaan


Menurut Mangkuprawira dan Vitayala (2007). Faktor penyebab
terjadinya kecelakaan kerja dapat dilihat dari berbagai sudut. Bisa dari
sudut kebijakan pemerintah, kondisi pekerjaan, kondisi fisik, dan
mental karyawan, serta kondisi fasilitas yang disediakan.
1. Kebijakan Pemerintah
a. Undang-undang Ketenagakerjaan, khususnya yang menyangkut
tentang keselamatan dan kesehatan kerja karyawan belum ada.
b. Peraturan pemerintah tentang pelaksanaan keselamatan dan
kesehatan kerja karyawan belum ada.
c. Pengendalian dan tindakan hukum bagi perusahaan yang
mengabaikan undang-undang dan peraturan yang berlaku
keselamatan dan kesehatan kerja belum ada kalaupun sudah ada,
tetapi tidak diterapkan secara tegas.
2. Kondisi Pekerjaan
a. Standar kerja yang kurang tepat dan pelaksanaannya juga tidak
tepat.
b. Jenis pekerjaan fisik yang sangat berbahaya. Namun, di sisi lain,
fasilitas keselamatan kerja sangat kurang.
c. Kenyamanan kerja yang sangat kurang karena kurang tersedianya
unsur pendukung keselamatan dan kenyamanan kerja.
d. Tidak tersedianya prosedur manual petunjuk kerja.
e. Kurangnya kontrol, evaluasi, dan pemeliharaan tentang alat-alat
kerja secara rutin.
3. Kondisi Karyawan
a. Keterampilan karyawan mengenai kesehatan dan keselamatan
kerja (K3) yang rendah.
b. Kondisi kesehatan fisik karyawan yang tidak prima.
c. Kondisi kesehatan mental, seperti rendahnya motivasi tentang K3
serta tingginya derajat stres dan depresi.
d. Kecanduan merokok, minuman keras, dan narkoba.
15

4. Kondisi Fasilitas Perusahaan


a. Ketersediaan fasilitas yang kurang cukup (jumlah dan mutu)
b. Kondisi ruangan kerja yang kurang nyaman.
c. Tidak tersediannya fasilitas kesehatan dan klinik perusahaan
d. Tidak tersediannya fasilitas asuransi kecelakaan.
e. Kurangnya pelatihan dan sosialisasi tentang pentingnya
keselamatan kerja dikalangan karyawan..
2.2.2 Pencegahan Kecelakaan
Menurut Bennett NBS (1995) dalam Santoso (2004),
mengungkapkan bahwa teknik pencegahan kecelakaan harus didekati
dengan dua aspek, yaitu: aspek perangkat keras (peralatan,
perlengkapan, mesin, dan letak) dan aspek perangkat lunak ( manusia
dan segala unsur yang berkaitan).
Menurut Olishifski dalam Santoso (2004), bahwa aktivitas
pencegahan kecelakaan dalam keselamatan kerja profesional dapat
dilakukan dengan beberapa hal berikut:
1. Memperkecil (menekan) kejadian yang membahayakan dari mesin,
cara kerja, material, dan struktur perencanaan.
2. Memberikan alat pengaman agar tidak membahayakan sumber
daya yang ada dalam perusahaan tersebut.
3. Memberikan pendidikan (training) kepada tenaga kerja atau
karyawan tentang kecelakaan dan keselamatan kerja.
4. Memberikan alat pelindung diri tetentu terhadap tenaga kerja yang
berada pada area yang membahayakan.
Menurut Suma’mur dalam Santoso (2004), kecelakaan akibat
kerja dapat dicegah dengan 12 hal berikut ini:
1. Peraturan perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan
mengenai kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, konstruksi,
perawatan, dan pemeliharaan, pengawasan, pengujian,dan cara
kerja peralatan industri, serta P3K dan pemeriksaan kesehatan.
16

2. Standardisasi yang ditetapkan secara resmi, setengah resmi, dan


tidak resmi mengenai misalnya syarat-syarat keselamatan sesuai
instruksi peralatan industri dan alat pelindung diri (APD).
3. Pengawasan, agar ketentuan Undang-Undang wajib dipatuhi.
4. Penelitian bersifat teknik, misalnya tentang bahan-bahan yang
berbahaya, pagar pengamanan, pengujian alat pelindung diri
(APD), pencegahan ledakan dan peralatan lainnya.
5. Riset medis, terutama meliputi efek fisiologis dan psikologis,
faktor lingkungan, dan teknologi, serta keadaan yang
mengakibatkan kecelakaan.
6. Penelitian psikologis, meliputi penelitian tentang pola-pola
kewajiban yang mengakibatkan kecelakaan.
7. Penelitian secara statistik, untuk menetapkan jenis-jenis kecelakaan
yang terjadi.
8. Pendidikan
9. Latihan-latihan
10. Asuransi, yaitu insetif finansial untuk meningkatkan pencegahan
kecelakaan.
11. Penggairahan, pendekatan lain supaya bersikap selamat.
12. Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan.

2.3. Kinerja

Menurut Rivai (2004), kinerja merupakan perilaku nyata yang


ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh
karyawan sesuai dengan peranannya dalam perusahaan. Kinerja karyawan
merupakan suatu hal yang sangat penting sebagai indikator dalam kemajuan
perusahaan dan upaya perusahaan untuk mencapai tujuannya.
Kinerja adalah implementasi dari rencana yang telah disusun dari awal
sebelum melakukan kegiatan. Implementasi kinerja dilakukan oleh
sumberdaya manusia yang memiliki kemampuan, kompetensi, motivasi, dan
kepentingan. Melihat sebuah organisasi menghargai dan memperlakukan
sumberdaya manusianya akan mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam
17

menjalankan tugas dan tanggung jawabnya pada suatu organisasi.


(Wibowo,2008)
2.3.1 Faktor-faktor Kinerja
Menurut Mangkuprawira (2009) faktor-faktor kinerja dapat
dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu unsur internal dan unsur eksternal.
1. Unsur Internal meliputi:
a. Tingkat Pendidikan
Pendidikan seseorang yang dimiliki sangat mempengaruhi
kinerja seseorang dalam menyelesaikan suatu tanggung jawab
dan tugas yang diberikan. Tingkat pendidikan dapat dilihat dari
penguasaan sikap, ilmu pengetahuan, dan keterampilan pada
tingkat tertentu. Semakin tinggi kecerdasan intelektualnya dapat
mempengaruhi dalam mencari alternatif penyelesaian masalah
dan keterampilan menganalisis.
b. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan yang dikuasai oleh pekerja sangat mendukung
dalam menunjang pekerjaannya. Pengetahuan yang ada meliputi
komunikasi, inisiatif, kreativitas, dan konflik. Semakin tinggi
tingkat pemahaman sesorang dapat mempengaruhi daya
inovasinya.
c. Tingkat Keterampilan
Keterampilan pekerja dapat terlihat dengan penguasaan
penerapan ilmu dan pengetahuan, serta teknologi yang
dipraktikkan dalam pekerjaannya.
d. Sikap Motivasi terhadap Kinerja
Sikap motivasi pekerja terhadap pekerjaannya, mempengaruhi
kinerja yang ingin dicapai. Apabila terdapat penghargaan yang
tinggi dapat mendorong seseorang untuk lebih giat melakukan
tugas dan meningkatkan kinerja di dalam perusahaan.
e. Tingkat Pengalaman Kerja
Pengalaman seseorang dapat memberikan pengaruh yang
berdampak positif, karena seseorang akan belajar dari
18

pengalaman yang pernah dialami untuk melakukan sesuatu


kearah yang lebih baik dalam kinerjanya.
2. Unsur Eksternal meliputi:
a. Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga yang kondusif dan memberikan hal yang
positif terhadap pekerjaan sangat mempengaruhi dan mendorong
kinerja karyawan untuk bekerja sebaik mungkin supaya
menghasilkan output yang memuaskan.
b. Lingkungan Sosial Budaya
Aspek kedisiplinan sosial yang tinggi, tanggung jawab sosial,
dan sistem nilai tentang pekerjaannya mendorong karyawan
untuk berperan aktif untuk meningkatkan kinerjanya.
c. Lingkungan Ekonomi
Lingkungan ekonomi dapat terlihat dari laju pertumbuhan
ekonomi, pengangguran, derajat kemiskinan, penguasaan aset
produksi, dan pendapatan perkapita.
d. Lingkungan Belajar
Lingkungan belajar dapat terlihat dalam perilaku masyarakat
yang menghargai pentingnya pendidikan dan pelatihan.
Lingkungan belajar dapat terlihat dari ketersediaan infrastruktur
penunjang proses belajar, mutu belajar, dan metode
pembelajaran.
e. Lingkungan Kerja Termasuk Budaya Kerja
Lingkungan kerja tempat dimana seorang bekerja. Suasana kerja
dicirikan oleh aspek-aspek budaya produktif, kepemimpinan,
hubungan karyawan dengan sesama rekan dan atasan yang
seimbang, manajemen kinerja, manajemen pendidikan dan
pelatihan, manajemen karier, dan manajemen kompensasi.
f. Teknologi
Teknologi dibedakan menjadi dua, yaitu teknologi lunak dan
teknologi keras. Teknologi lunak meliputi metode, teknik, dan
19

prosedur kerja. Sedangkan teknologi keras meliputi mesin-mesin


atau alat-alat produksi.
2.3.2 Penilaian Kinerja
Menurut Rivai (2004), penilaian kinerja adalah suatu sistem
formal dan terstruktur yang digunakan untuk mengukur, menilai dan
mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku
dan hasil, termasuk tingkat ketidakhadiran. Pada saat bersamaan
karyawan memerlukan umpan balik atas hasil kerja mereka sebagai
panduan bagi perilaku mereka di masa yang akan datang. Pekerja juga
ingin mendapatkan hal positif atas berbagai hal yang telah mereka
lakukan dengan baik selama melakukan pekerjaan.
Menurut Hasibuan (2008), kriteria atau unsur-unsur yang dinilai
dalam penilaian kinerja karyawan meliputi beberapa hal, yaitu:
1. Kesetiaan: penyelia mengukur kesetiaan karyawan terhadap
pekerjaannya, jabatan dan organisasinya. Dapat terlihat dari seorang
pekerja yang dihadapkan pada kondisi dan situasi yang sulit yang
berhubungan dengan masa depannya.
2. Kejujuran: penyelia menilai kejujuran karyawan dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sejalan atau tidak
dengan kenyataan.
3. Prestasi kerja: penyelia melihat hasil kerja karyawan dari kualitas
dan kuantitasnya dalam uraian pekerjaannya.
4. Kedisiplinan: penyelia melihat kedisiplinan karyawan dalam
mematuhi paratuaran yang telah dibuat oleh perusahaan dan
melakukan pekerjaan sesuai dengan instruksi dan standar prosedur
yang menjadi tanggung jawab pekerja.
5. Kreativitas: penyelia melihat kemampuan karyawan dalam
mengembangkan kreativitasnya dalam penyelesaian pekerjaannya.
6. Kerjasama: penyelia menilai kesediaan karyawan berpartisipasi dan
bekerjasama dengan karyawan lainnya secara vertikal dan horizontal
baik diluar maupun didalam pekerjaan sehingga pekerjaan akan
semakin baik.
20

7. Kepimpinan: penyelia melihat bahwa pekerja mampu untuk


memimpin, mempunyai kewibawaan yang kuat, dan dapat
mempengaruhi pekerja lainnya.
8. Tanggung jawab: penyelia melihat dan mampu menilai kesediaan
karyawan dalam mempertanggungjawabkan hasil pekerjaannya,
sarana dan prasarana yang digunakan, serta perilaku pekerjaannya.
9. Ketelitian: penyelia melihat kemampuan karyawan dapat menilai
karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya, kehati-hatian dalam
bekerja, dan langkah-langkah dalam bekerja.
Menurut Siagian (2008), berpendapat sistem penilaian prestasi
kerja adalah suatu pendekatan dalam melakukan penilaian prestasi kerja
para pekerja dimana terdapat berbagai faktor,yaitu:
1. Kriteria penilaian adalah manusia yang disamping memiliki
kemampuan tertentu juga tidak luput dari berbagai kelemahan dan
kekurangan.
2. Penilaian yang dilakuakn pada serangkaian tolok ukur tertentu yang
realistik, berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta kriteria
yang ditetapkan dan diterapkan secara obyektif.
3. Hasil penilaian yang dilakukan secara berkala itu terdokumentasikan
dengan rapi dan arsip kepegawaian setiap orang sehingga tidak ada
informasi yang hilang, baik yang sifatnya menguntungkan maupun
merugikan pekerja.
4. Hasil penilaian prestasi kerja setiap orang menjadi bahan yang selalu
dipertimbangkan dalam setiap keputusan yang diambil mengenai
mutasi pegawai, baik dalam arti promosi, pengambilalihan tugas, alih
wilayah, maupun pemberhentian tidak atas permintaan sendiri.
Selain itu masih menurut Siagian (2008), pentingnya penilaian
prestasi kerja yang baik sangat bermanfaat untuk berbagai kepentingan,
seperti:
1. Mendorong peningkatan prestasi kerja. Dengan mengetahui hasil
prestasi kerja, ketiga pihak yang terlibat dapat mengambil berbagai
21

langkah yang diperlukan agar prestasi kerja pegawai lebih


meningkat.
2. Bahan pengambilan keputusan dalam pemberian imbalan.
3. Kepentingan mutasi pegawai.
4. Berguna untuk menyusun program pendidikan dan pelatihan, baik
yang dimasksudkan untuk mengatasi berbagai kekurangan dan
kelemahan maupun untuk mengembangkan potensi karyawan yang
ternyata belum sepenuhnya digali dan terungkap melalui penilaian
prestasi kerja.
5. Membantu para pegawai menentukan rancana kariernya dan dengan
bantuan bagian kepegawaian menyusun program pengembangan
karier yang paling tepat, dalam arti sesuai dengan kebutuhan para
pegawai dan kepentingan organisasi
2.3.3 Jenis-jenis penilaian kinerja
Menurut Rivai (2004), jenis-jenis penilaian kinerja
dikelompokkan menjadi 6 kategori yaitu:
1. Penilaian hanya oleh atasan
2. Penilaian oleh kelompok lini: atasan dan atasannya lagi bersama-
sama membahas kinerja dari bawahannya yang dinilai.
3. Penilaian oleh kelompok staf: atasan meminta satu atau lebih
individu untuk bermusyawarah dengannya, dan atasan langsung yang
membuat keputusan akhir.
4. Penilaian melalui keputusan komite, sama seperti pada pola
sebelumnya kecuali bahwa manajer yang bertanggung jawab tidak
lagi mengambil keputusan akhir, dan hasilnya didasarkan pada
pilihan mayoritas.
5. Penilaian berdasarkan peninjauan lapangan: sama seperti pada
kelompok staf, namun melibatkan wakil dari pimpinan
pengembangan atau departemen SDM yang bertindak sebagai
peninjau yang independen.
6. Penilaian oleh bawahan dan sejawat.
22

2.4. Teori Pengaruh K3 Terhadap Kinerja Karyawan

Menurut Mangkuprawira dan Vitayala (2007), kesehatan dan


keselamatan kerja karyawan sangat berperan dalam mempengaruhi kinerja di
perusahaan. Apabila kesehatan kerja terganggu dapat mengganggu mutu dan
produktivitas kerja.
Menurut Rivai (2004), karyawan memiliki hak untuk menuntut
perusahaan agar menyediakan fasilitas kerja yang memadai agar keselamatan
fisik dan mental mereka terlindungi dan dapat meningkatkan kinerja dari
pekerjaan yang dilakukan. Selain itu juga jika perusahaan dapat menurunkan
tingkat dan beratnya kecelakaan kerja, penyakit, dan hal-hal yang berkaitan
dengan stress mampu meningkatkan kualitas kehidupan kerja para
pekerjanya, maka perusahaan akan semakin efektif dan berdampak pada
kinerja baik untuk perusahaan dan karyawan.

2.5. Hasil Penelitian Terdahulu

Mahardika (2005) melakukan penelitian tentang Pengaruh


Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan di PT PLN
(persero) Unit Bisnis Strategis Penyaluran dan Pusat Pengatur Beban (UBS
P3B) Region Jawa Timur dan Bali. Analisis data menggunakan analisis
regresi berganda dan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa program K3
mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja karyawan, sehingga
penerapan program K3 yang baik akan meningkatkan kinerja karyawan.
Riestiany (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis
Pengaruh Efektivitas Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3) Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Pada Plant
11 PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Analisis data yang digunakan
yaitu analisis regresi berganda. PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Telah
menerapkan SMK3 berdasarkan standar OHSAS 18001 dan Permeneker No.
05/MEN/1996. Penerapan SMK3 tersebut, telah terorganisir dengan baik
sehingga telah mendapat penghargaan Golden Flag dari PT Sucifindo
(auditor eksternal) selama tiga kali pada tahun 2000,2003, dan 2006. Tingkat
keseringan kecelakaan (Injured Frequency Rate-IFR) dan Tingkat keparahan
23

kecelakaan (Injured Saverity Rate-ISR) dari P-11 cenderung menurun hingga


tahun 2007 sejak pertama kali beroperasi tahun 2000 dan telah mencapai zero
accident pada tahun 2006 dan 2007. Berdasarkan persepsi karyawan,
pelaksanaan SMK3 di P-11 telah berjalan dengan baik dan efektif
mengurangi angka kecelakaan kerja terutama dengan penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD). Selain itu, karyawan P-11 sangat merasakan manfaat
yang besar dari pemeriksaan kesehatan rutin yang diadakan oleh PT ITP,
Tbk. Tingkat keseringan kecelakaan (Injured Frequency Rate-IFR) dan
Tingkat keparahan kecelakaan (Injured Saverity Rate-ISR) mempengaruhi
produktivitas kerja karyawan, namun IFR lebih signifikan mempengaruhi
tingkat produktivitas kerja karyawan dibandingkan ISR. Semakin kecil IFR
dan ISR maka semakin tinggi tingkat produktivitas kerja karyawan PT ITP.
Noegroho (2009) melakukan penelitian dengan judul Analisis
Hubungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Karyawan Terhadap
Kinerja Karyawan (Studi Kasus PT XYZ Bagian Pressing). Analisis data
yang digunakan untuk penelitian ini menggunakan analisis deskriptif.
Hubungan antara keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dengan kinerja
karyawan adalah positif, sangat nyata dan berkorelasi substansial (agak kuat).
Faktor K3 memiliki hubungan yang positif, sangat nyata, dan berkorelasi
substansial (agak kuat) dengan kinerja karyawan kecuali kontrol lingkungan
kerja yang memiliki hubungan yang rendah terhadap kinerja karyawan.
Ropiah (2010) dengan judul penelitian Persepsi Karyawan Tentang
Hubungan Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan
Motivasi Kepuasan Kerja Karyawan (Studi Kasus PT Korma Jaya Utama,
Jakarta Selatan).Penelitian ini menggunakan analisis korelasi Rank
Spearman.Pelaksanaan program K3 di Divisi Produksi PT KJU sudah baik.
Hal ini ditunjukkan dengan kualitas pelaksanaan pelatihan keselamatan yang
sudah efektif, tingginya kontrol lingkungan kerja yaitu dengan adanya
laporan sanitasi yang digunakan sebagai evaluasi terhadap pelaksanaan
program K3 di perusahaan, serta inspeksi dan disiplin yang dilaksanakan
secara rutin dan adanya peningkatan kesadaran K3 oleh karyawan.

Anda mungkin juga menyukai