Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
dari pembangunan nasional. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar terwujud derajat kesehatan yang optimal.
Angka kematian ibu merupakan salah satu indikasi yang menentukan
derajat kesehatan suatu bangsa. Di Indonesia masalah ibu dan anak merupakan
prioritas dalam upaya peningkatan status kesehatan masyarakat, sesuai dengan
target MDG’s 2015 (Millenium Development Gold), Angka Kematian Ibu
menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup.
Data organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2007, memperkirakan
bahwa setiap tahun sejumlah 500 orang perempuan meninggal dunia akibat
komplikasi kehamilan, persalian dan nifas, fakta ini mendekati terjadinya 1
kematian setiap menit dan diperkirakan 99% kematian tersebut terjadi di Negara-
negara berkembang yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100.000 kelahiran
bayi hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di Sembilan Negara maju
dan 51 negara persemakmuran.
Menurut SDKI Angka Kematian Ibu pada tahun 2007 mencapai 228 per
100.000 kelahiran hidup. Jumlah ini mengalami penurunan signifikan
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya jumlah kematian ibu mencapai 307 per
100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu masih terbilang tinggi bila di
bandingkan dengan Negara-negara lainnya yaitu Brunei Darussalam dan
Singapura masing-masing 13 dan 14 per 100.000 kelahiran hidup.
Pada tahun 2009, AKI di Jawa Barat adalah 258 per 100.000 kelahiran
hidup. Menurun dibandingkan dengan tahun 2008 yang mencapai 583 per 100.000
kelahiran. Berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia kabupaten Garut pada
Tahun 2009 Angka Kematian Ibu mencapai 219 per 100.000 kelahiran hidup.
Upaya kesehatan reproduksi salah satunya adalah menurunkan angka
kesakitan dan kematian ibu hamil dan bersalin. Adapun penyebab langsung dari
kematian ibu di Indonesia adalah trias klasik yaitu perdarahan, infeksi, toksemia

1
gravidarum. Perdarahan sebanyak 30% dari total kasus kematian, eklamsi
(keracunan kehamilan) 25%, infeksi 12%. Salah satu dari ketiga ketiga faktor
tersebut adalah perdarahan, perdarahan dapat terjadi pada saat kehamilan,
persalinan dan masa nifas. Perdarahan yang terjadi pada kehamilan, bisa terjadi
pada awal kehamilan maupun kehamilan lanjut, dengan besar angka kejadiannya
3% pada kehamilan lanjut dan 5% pada awal kehamilan. Perdarahan yang terjadi
pada awal kehamilan meliputi abortus, mola hidatidosa dan kehamilan ektopik.
Pada kehamilan lanjut antara lain meliputi Solutio Plasenta dan Plasenta Previa.
Dari kasus perdarahan diatas ternyata didapatkan besar kasus paling tinggi adalah
perdarahan pada awal kehamilan yang dari salah satu perdarahan awal kehamilan
tersebut terdapat kehamilan molahidatidosa.
Molahidatidosa adalah Tumor jinak dari trofoblast dan merupakan
kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi
dan edematous, janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar
dan edematous itu hidup dan tumbuh terus menerus, sehingga gambaran yang
diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. Penyebab pasti terjadinya
kehamilan Mola hidatidosa belum diketahui pasti, namun ada beberapa faktor
yang memengaruhinya yaitu faktor ovum, imunoselektif trofoblast, usia, keadaan
sosio-ekonomi yang rendah, paritas tinggi, defisiensi protein, infeksi virus dan
faktor kromosom yang jelas, dan riwayat kehamilan mola sebelumnya. Jenis pada
molahidatidosa yaitu Molahidatidosa Komplet (MHK) dan Molahidatidosa Parsial
(MHP). Angka kematian yang diakibatkan oleh kehamilan Molahidatidosa
berkisar antara 2,2% - 5,7%.
Pada kehamilan Molahidatidosa jika tidak dilakukan penanganan secara
komprehensif maka masalah kompleks dapat timbul sebagai akibat adanya
kehamilan dengan Molahidatidosa yaitu TTG (Tumor Trofoblast Gestasional)
dimana TTG ini terbagi menjadi 2 macam yaitu: Choriocarcinoma non Villosum
dan Choriocarcinoma Villosum yang bersifat hematogen dan dapat bermetastase
ke vagina, paru-paru, ginjal, hati bahkan sampai ke otak. Dengan presentasi
kejadian tersebut adalah 18-20% keganasan.
Penatalaksanaan pada Molahidatidosa ada tiga tahap yaitu perbaikan
keadaan umum ibu, pengeluaran jaringan mola dengan cara Kuretase atau

2
Histerektomi, dan pemeriksaan tindak lanjut yaitu follow up selama 12 bulan,
dengan mengukur kadar β-HCG dan mencegah kehamilan selama 1 tahun. Tindak
lanjut serta penatalaksanaan saat ini berpusat pada pengukuran serial kadar β-
HCG serum untuk mendeteksi Tumor Trofoblast Persisten.
Penyakit ini, baik dalam bentuk jinak atau ganas, banyak ditemukan di
Negara Asia, sedangkan di Negara bagian Barat lebih jarang. Angka di Indonesia
umumnya berupa angka Rumah Sakit yaitu RSCM, untuk Mola Hidatidosa
berkisar 1:50 sampai 1:141 kehamilan. Angka ini jauh lebih tinggi disbanding
Negara-negara barat dimana insidennya berkisar 1:1000 sampai 1:2500 kehamilan
untuk kejadian Molahidatidosa.
Sedangkan frekuensi kejadian Molahidatidosa di RSU dr. Slamet Garut
tahun 2009 sebanyak 37 kasus dari jumlah kehamilan sebanyak 1730 dan
ditemukan angka untuk Molahidatidosa 1:47 kehamilan pada tahun 2009.

1.2 Tujuan
2.1.1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran umum tentang asuhan kebidanan yang
komprehensif terhadap pasien mola hidatidosa

2.1.2. Tujuan Khusus


1. Mampu melakukan pengkajian dan menentukan diagnose kebidanan pada kasus
mola hidatidosa.
2. Mampu menyusun rencana asuhan sesuai kebutuhan pasien.
3. Mengetahui apa itu mola hodatidosa

1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi penulis
Dengan mengetahui bagaimana Asuhan Kebidanan ini, diharapkan
dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis dalam penatalaksanaan klien
dengan kehamilan Mola hidatidosa.

3
1.3.2 Bagi Institusi
Dengan penyusunan makalah ini diharapkan agar menjadi bahan
masukan, informasi, maupun untuk pengembangan materi perkuliahan bagi
mahasiswa dan menambah bahan perpustakaan di STIKes Widya Dharma
Husada, Pmulang-TangSel.

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Mola Hidatidosa
Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh
berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan
sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil
anggur atau mata ikan.
Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus
korialis langka, vaskularisasi dan edematous, janin biasanya meninggal akan
tetapi vilus-vilus yang membesar dan edematous itu hidup dan tumbuh terus,
gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus sebuah anggur.
Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh vili
korialisnya mengalami perubahan hidrofobik.
Molahidatidosa merupakan kehamilan yang secara genetik tidak normal
yang muncul dalam bentuk kelainan perkembangan plasenta.
Molahidatidosa adalah penyakit yang berasal dari kelainan pertumbuhan
trofoblas plasenta atau calon placenta dan disertai dengan degenerasi kistik vili
dan perubahan hidropik. Hamil anggur atau molahidatidosa adalah kehamilan
abnormal berupa tumor jinak yang terjadi sebagai akibat kegagalan pembentukan
“bakal janin“ sehingga terbentuk jaringan permukaan membran (vili-vili) mirip
gerombolan buah anggur.
Sedangkan menurut beberapa ahli pengertian mola hidatidosa adalah sebagai
berikut :
 Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh
berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak
cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut
juga hamil anggur atau mata ikan. (Mochtar, Rustam, dkk, 1998 : 23).
 Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus
korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan
tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus,

5
gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro,
Hanifa, dkk, 2002 : 339).
 Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi
sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio
mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan
sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary,
1995 : 104).
 Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal di mana hampir seluruh villi
kariolisnya mengalami perubahan hidrofobik. (Mansjoer, Arif, dkk, 2001 :
265).
 Mola hidatidosa adalah kelainan villi chorialis yang terdiri dari berbagai
tingkat proliferasi tropoblast dan edema stroma villi. (Jack A. Pritchard, dkk,
1991 : 514).
 Mola hidatidosa adalah pembengkakan kistik, hidropik, daripada villi
choriales, sdisertai proliperasi hiperplastik dan anaplastik epitel chorion. Tidak
terbentuk fetus ( Soekojo, Saleh, 1973 : 325).
 Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi
sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio
mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan
sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary,
1995 : 104).

2.2 Etiologi Mola Hidatidosa


Penyebab molahidatidosa belum diketahui secara pasti, namun ada faktor-faktor
penyebabnya adalah :
1. Faktor ovum
Pembuahan sel telur dimana intinya telah hilang atau tidak aktif lagi
oleh sebuah sel sperma.
2. Imunoselektif dari trofoblas
Perkembangan molahidatidosa diperkirakan disebabkan oleh kesalahan
respon imun ibu terhadap invasi oleh trofoblas. Akibatnya vili mengalami
distensi kaya nutrient. Pembuluh darah primitive di dalam vilus tidak

6
terbentuk dengan baik sehingga embrio ‘ kelaparan’, mati, dan diabsorpsi,
sedangkan trofoblas terus tumbuh dan pada keadaan tertentu mengadakan
invasi kejaringan ibu.
3. Usia
Faktor usia yang dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat terjadi
kehamilan mola. Prekuensi molahidatidosa pada kehamilan yang terjadi
pada awal atau akhir usia subur relatif tinggi. Namun tidak dapat
dipungkiri bahwa pada usia berapa pun dalam usia subur dapat terjadi
kehamilan mola.
4. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi meningkat. Hal ini
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan
janin, dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi
zat-zat gizi yang diperlukan tubuh kurang sehingga mengakibatkan
gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan janinnya.
5. Paritas tinggi
Pada ibu yang berparitas tinggi, cenderung beresiko terjadi kehamilan
molahidatidosa karena trauma kelahiran atau penyimpangan transmisi
secara genetik yang dapat diidentifikasikan dengan penggunaan
stimulandrulasi seperti klomifen atau menotropiris (pergonal). Namun juga
tidak dapat dipungkiri pada primipara pun dapat terjadi kehamilan
molahidatidosa.
6. Defisiensi protein
Protein adalah zat untuk membangun jaringan-jaringan bagian tubuh
sehubungan dengan pertumbuhan janin, pertumbuhan rahim dan buah dada
ibu, keperluan akan zat protein pada waktu hamil sangat meningkat
apabila kekurangan protein dalam makanan mengakibatkan pertumbuhan
pada janin tidak sempurna.
7. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil.
Masuk atau adanya mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu
menimbulkan penyakit ( desease ). Hal ini sangat tergantung dari jumlah

7
mikroba ( kuman atau virus ) yang termasuk virulensinya seta daya tahan
tubuh.
8. Riwayat kehamilan mola sebelumnya
Kekambuhan molahidatidosa dijumpai pada sekitar 1-2% kasus. Dalam
suatu kejadian terhadap 12 penelitian yang total mencangkup hampir 5000
Kelahiran, frekwensi mola adalah 1,3%. Dalam suatu ulasan tentang
molahidatidosa berulang tapi pasangan yang berbeda bisa disimpulkan
bahwa mungkin terdapat “ masalah oosit primer “.

2.3 Patofisiologi Mola Hidatidosa


Setelah ovum dibuahi,terjadi pembagian dari sel tersebut.Tidak lama
kemudian terbentuk biastokista yang mempunyai lumen dan dinding luar.Dinding
ini terjadi atas sel-sel ekstoderm yang kemudian menjadi tropoblash. Sebagian vili
berubah menjadi gelembung berisi cairan jernih,biasa tidak ada janin.Gelembung-
gelambung atau tesikel ukurannya bervariasi mulai dari yang mudah
dilihat,sampai beberapa sentimeter,bergantung dalam beberapa kelompok dari
tangkai yang tipis.Masa tersebut dapat tumbuh cukup besar sehingga memenuhi
cavum uteri.Pembesaran uterus sering tidak sesuai dan melebihi usia kehamilan.
Pada beberapa khusus, sebagian pertumbuhan dan perkembangan villi
korealis berjalan normal sehingga janin dapat tumbuh dan berkembang bahkan
sampai aterm.Keadaan ini disebut mola parsial. Ada beberapa kasus pertumbuhan
dan perkembangan villi korealis berjalan normal sehingga janin dapat tumbuh dan
berkembang.
a. Teori Missed Abortion
Mudigan mati pada kehamilan tiga sampai lima minggu,karena terjadi
gangguan peredaran darah,sehingga terjadi penemuan cairan dalam jaringan
masenkim dari villi dan akhirnya terbentuk gelembung-gelembung.
b. Teori Neoplasma dari park
Bahwa yang normal adalah sel trofoblast yang mempunyai fungsi
abnormal pula,dimana terjadi cairan yang berlebihan dalam villi sehingga
timbul gelembung,hal ini menyebabkan peredaran gangguan peredaran darah
dan kematian mudigan.

8
 Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :
1) Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin.
Villi korion berubah menjadi massa vesikel dengan ukuran
bervariasi dari sulit terlihat sehingga diameter beberapa centimeter.
Histologinya memiliki karakteristik yaitu :
 Tidak ada pembuluh pada vili yang membengkak
 Prolifersi dari epitel trofoblas dengan bermacam-macam ukuran
 Tidak adanya janin atau amnion
Secara kasat mata jaringan mola hidatidosa komplit tampak seperti
seonggok buah anggur. Mola hidatidosa merupakan hasil pembuahan dari
sel telur ( Ovum ) yang kehilangan intinya atau intinya tidak aktif.
Fertilisasi terjadi oleh satu sperma yang mempunyai kromosom 23 X,yang
kemudian setelah masing masing kromosom membelah terbentuklah sel
dengan kromosom 46 XX,dengan demikian sebagian besar mola komplit
sifatnya androgenik , homozigot dan berjenis kelamin wanita.
Walaupun lebih jarang dapat pula fertilisasi terjadi oleh 2 sperma,
yang menghasilkan sel anak 46 XX atau 46 XY. Pada kedua kejadian di
atas konseptus adalah keturunan pathenogenome paternal yang seluruhnya
meru-pakan allograft. Jaringan mola komplita secara histologis tidak
menampakkan pertumbuhan villi dan pembuluh pembuluh darah; bahkan
terjadi pembentukan cisterna villosa, disertai hiperplasia baik dari sel
sel sinsisiotrofoblas maupun dari sel sel sitotrofoblas. Tidak tampak
embryo karena sudah mengalami kematian pada masa dini akibat tidak
terbentuknya sirkulasi plasenta.
Percobaan pada tikus yang secara immunologis defisien
menunjukkan bahwa berbeda dengan korio-karsinoma; mola hidatidosa
komplit dan mola invasiv sifatnya tidak ganas.Namun molahidatidosa
komplit mempunyai potensi yang lebih besar untuk berkembang menjadi
koriokarsinoma dibandingkan dengan kehamilan normal. Pernah
dilaporkan pula adanya kehamilan kembar yang salah satunya mola
komplit (46 XX) dan yang lain berupa janin yang normal (46 XY) . Janin
dapat mengalami abortus namun kadang kadang berkembang sampai

9
aterm.Bila ada kehamilan kembar yang salah satunya adalah mola penting
sekali untuk membedakannya apakah itu suatu mola komplit atau mola
parsial ; karena prognosis kearah terjadinya keganasan lebih kecil pada
mola parsial.
2) Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian
janin.
Masih tampak gelembung yang disertai janin atau bagian dari
janin. Umumnya janin masih hidup dalam bulan pertama. Tetapi ada juga
yang hidup sampai aterm. Pada pemeriksaan histopatologik tampak di
beberapa tempat villi yang edema dengan sel trofoblas yang tidak begitu
berproliferasi, sedangkan tempat lain masih banyak yang normal.
Pada suatu penelitian ditemukan bahwa gambaran karyotipi dari
mola parsialis bisa normal ,triploidi atau trisomi seringkali 69 ,XXX atau
69 XXY. Ditemukan juga adanya fetus dan pembengkakan pada villi yang
sifatnya tidak menyeluruh. Penelitian berikutnya secara sitogenetik
menunjukkan bahwa hiperplasia trofoblas`dan pembentukan sisterna pada
mola parsialis hanya ditemukan pada konseptus yang triploid.Secara
biokimiawi dan sitogenetik ditemukan adanya gen maternal pada mola
parsialis sehingga terjadinya adalah diandri (terdiri atas satu set
kromosom maternal dan dua set kromosom paternal). Gambaran
histologisd yang khas pada mola parsialis adalah adanya crinkling atau
scalloping dan ditemukannya stromal trophoblastic inclusion Hiperplasia
trofoblas umumnya terjadi pada sinsisiotrofoblas dan jarang terjadi pada
sitotrofo-blas.Walaupun ada janin , umumnya mengalami kematian pada
trimester pertama. Koriokarsinoma lebih jarang terjadi pasca mola
parsialis dibandingkan dengan pasca mola komplit.

10
2.4 Diferensial Diagnosis Mola Hidatidosa
Diagnosa banding dari kehamilan mola hidatidosa antara lain: kehamilan
ganda, hidramnion atau abortus, Kehamilan dengan mioma.
Pemeriksaan Diagnosis :
 Anamnesa / keluhan

a) terdapat gejala hamil muda


b) kadang kala ada tanda toxemia gravidarum
c) terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur warna merah tua
atau kecoklatan.
d) Pembesaran uterus tidak sesuai ( lebih besar ) dari usia kehamilan seharusnya.
e) Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan ( tidak selalu ada).
 Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi
a) Muka dan kadang – kadang badan kelihatan pucat kekuning – kuningan yang
disebut muka mola (mola face) atau muka terlihat pucat.
b) Bila gelembung mola keluar dapat dilihat jelas.
 Palpasi
c) Uterus membesar tidak seuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek.
d) Tidak teraba bagian – bagian janin dan ballotemen, juga gerakan janin.
e) Adanya fenomena harmonica: darah dan gelembung mola keluar dan fundus
uteri turun lalu naik karena terkumpulnya darah baru.
f) Adanya pembesaran kelenjar tiroid, menunjukan adanya komplikasi
tiroktoksikosis.
 Auskultasi
a) Tidak terdengar DJJ
b) Terdengar bising dan bunyi khas
 Periksa Dalam
Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian janin,
terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, seerta
evaluasi keadaan servik.

11
 Pemeriksaan penunjang
 Reaksi Kehamilan
Kadar HCG yang jauh lebih tinggi dari kehamilan biasa. Pada kehamilan
biasa kadar HCG darah paling tinggi 100.000 IU/L, sedangkan pada
molahidatidosa bisa mencapai 5.000.000 IU/L.
 Uji Sonde
Sonde dimasukan secara pelan – pelan dan hati – hati kedalam serviks
kanalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, kemungkinan mola.
 Foto Rontgen
Tidak terlihat tulang – tulang janin pada kehamilan 3 – 4 bulan.
 USG
Akan terlihat bayangan badai salju dan tidak terlihat janin, dan seperti
sarang tawon.

2.5 Penanganan Mola Hidatidosa


Karena molahidatidosa adalah suatu kehamilan patologi dan tidak jarang
disertai penyulit yang membahayakan jiwa, pada prinsipnya harus segera
dikeluarkan .Terapi molahidatidosa terdiri dari tiga tahap, yaitu :
 Perbaikan Keadaan Umum
Perbaikan keadaan umum pada pasien molahidatidosa, yaitu :
a) Koreksi dehidrasi.
b) Transfusi darah bila ada anemia (Hb 8 gr% atau kurang), juga untuk
memperbaiki syok.
c) Bila ada gejala preeklamsia dan hiperemesis gravidarum diobati sesuai
protocol penanganannya.
d) Bila ada gejala-gejala tirotoksikosis dikonsul ke bagian penyakit dalam.
 Pengeluaran jaringan mala dengan cara kuretase dan histerektomi
a) Kuretase (suction curetase)
1) Definisi
Kuret adalah pembersihan sisa-sisa jaringan yang ada dalam rahim .
2) Faktor Resiko
a. Usia ibu yang lanjut

12
b. Riwayat obstetri/ginekologi yang kurang baik .
c. Riwayat infertilitas
d. Adanya kelainan/penyakit yang menyertai kehamilan
e. Berbagai macam infeksi
f. Paparan dengan berbagai macam zat kimia
g. Trauma abdomen/pelvis pada trimester pertama
h. Kelainan kromosom
3) Teknik Pengeluaran Jaringan
Pengeluaran jaringan yaitu setelah serviks terbuka (primer maupun dengan
dilatasi), jaringan konsepsi dapat dikeluarkan secara manual, dilanjutkan dengan
kuretase.
a. Sondage, menentukan posisi ukuran uterus.
b. Masukan tang abortus sepanjang besar uterus, buka dan putar 900 untuk
melepaskan jaringan, kemudian tutup dan keluarkan jaringan tersebut.
c. Sisa abortus dikeluarkan dengan tumpul, gunakan sendok terbesar yang
bisa masuk.
d. Pastikan sisa konsepsi telah keluar semua, dengan eksplorasi jari
maupun kuret.
4) Risiko Yang Mungkin Terjadi
a. Perdarahan
b. Pengerokan yang terlalu dalam akan meninggalkan cerukan atau lubang
di dinding rahim.
c. Gangguan haid
d. Infeksi
5) Persiapan Sebelum Oprasi
a. Informed consend
b. Puasa
c. Cek darah, darah harus tersedia dan sudah dilakukan crossmatching.
6) Kuretase Pada Pasien Molahidatidosa
a. Dilakukan setelah pemeriksaan persiapan selesai (pemeriksaan darah
rutin, kadar beta Hcg dan foto toraks) keculai bila jaringan mola sudah
keluar sepontan .

13
b. Bila kanalis servikalis belum terbuka maka dilakukan pemasangan
laminaria stift (LS) dan dilakukan kuretase 24 jam kemudian .
c. Sebelum melakukan kuretase, sediakan darah 500 cc dan pasang infus
dengan tetesan infus oksitosin 10 IU dalam 500 cc dextrose 5 % .
d. Kuretase dilakukan 2 kali dengan interval waktu minimal 1 minggu .
e. Seluruh jaringan mola hasil kerokan dikirim ke labolatorium PA.
7) Teknik Suction Curetase
a. Dilatasi seviks kanalis dengan busi terbesar yang dapat di masukkan.
b. Pilihlah kanula yang paling besar dan dapat dimasukkan kedalam
kanalis servikalis.
c. Serviks dipegang dengan tenakulum
d. Menjelang dilakukan suction curetase, oksitosin disuntikkan ataun
secara drip sehingga suction akan selalu diikuti dengan makin kecilnya uterus
e. Tangan kiri diletakkan pada fundus uteri dengan tujuan untuk
mengikuti turunnya fundus uteri dan merasakan bahwa tidak teerjadi perforasi
karena kanula.
f. Setelah suction kuretase, ikuti dengan kuret tajam dan besar sehingga
dapat dijamin kebersihannya.
b) Histerektomi
1) Syarat melakukan histerektomi adalah:
a. Pertimbangan usia yang sudah lanjut, diatas usia 40 tahun dan usia anak
cukup.
b. Terjadi perdarahan banyak setelah kuretase untuk menyelamatkan jiwa
penderita
c. Resisten teerhadap obat kemoterapi.
d. Dugaan perforasi pada mola destruen
e. Sejak semula sudah tergolong penyakit trofoblas resiko tinggi
f. Dugaan sulitnya melakukan pengawasan ikutan
2) Histerektomi yang dilakukan dapat dilaksanakan:
a. Pada Mola hidatidosa in toto (in situ)
b. Segera setelah suction curetase berakhir
c. Pada koriokarsinoma dengan pertimbangan khusus

14
3) Tekhnik Operasi
Teknik operasi sampai saat ini belum dijumpai secara utuh diberbagai
pustaka. Oleh karena itu,kami menganjurkan teknik operasi sebagai berikut:
a. Jangan terlalu banyak melakukan manipulasi uterus sehingga dapat
mengurangi mestastase saat operasi berlangsung.
b. Lakukan langkah histerektomi dengan mencari dulu pembuluh darah
yang besar dipotong dan diikat sehingga tidak terlalu banyak
menimbulkan perdarahan.
c. Lakukan vaginal alcohol tampon padat sehingga tercecernya sel
trofoblas dari uterus segera mengalami denaturasi dan dapat
mengalami kemungkinan hidup untuk mestastase
d. Jika dapat dilakukan, serviks dijahit sehingga kanalis servikalis tertutup
dan mengurangi kemungkinan tercecernya sel trofoblas saat operasi
berlangsung.
e. Mestastase durante operationum, dapat dilindungi dengan kemoterapi
drip (belum umum diIndonesia) tetapi kami anjurkan dan evaluasi
hasilnya.
4) Filosofi Operasi Pada Histerektomi
a. Trauma yang terjadi haruslah minimal
b. Lindungi organ penting pelvis dari trauma, yaitu : ureter, pembuluh
darah dan Vesika urinaria .
c. Kurangi komplikasi operasi, infeksi, perdarahan, dan trauma organ
pelvis atau kenali secepatnya bila terjadi trauma untuk segera
melakukan rekontruksi
d. Hindari terjadinya prolapsus vaginal stump
e. Upayakan agar tidak terjadi komplikasi pascaoperasi
Operasi khususnya di Indonesia dengan KU rendah dan anemia,
tindakan operasi dengan hilangnya darah minimal sangat penting karena
darah adalah RED (Rare, Expensive, Dangerous).
Kami anjurkan agar saat melakukan operasi diberikan profilaksis
kemoterapi sehingga dapat memperkecil aktivitas sel-sel trofoblas ganas

15
yang kebetulan dapat masuk kepembuluh darah atau tercecer pada vagina,
untuk tumbuh dan berkembang.
 Pemeriksaan tindak lanjut:
Tujuan utama tindakan lanjut adalah deteksi dini setiap perubahan yang
mengisyaratkan keganasan. Pemeriksaan tindak lanjut pada pasien molahidatidosa
meliputi:
a. Cegah kehamilan selama masa tindak lanjut, sekurang-kurangnya satu
tahun.
b. Ukur kadar β hCG setiap 2 minggu, walaupun sebagian menganjurkan
pemeriksaan setiap minggu, belum terbukti adanya manfaat yang
nyata.
c. Tunda terapi selama kadar serum tersebut terus berkurang. Kadar yang
meningkat atau mendatar mengisyaratkan perlunya evaluasi dan
biasanya terapi.
d. Setelah kadar normal yaitu setelah mencapai batas bawah pengukuran
pemeriksaan dilakukan setiap 6 bulan, lalu setiap 2 bulan untuk total 1
tahun.
e. Tindak lanjut dapat dihentikan dan kehamilan diijinkan setelah 1
tahun.
f. Karena itu, tindak lanjut serta penatalaksanaan saat ini berpusat pada
pengukuran serial kadar β hCG serum untuk mendeteksi tumor
trofoblas persisten.

16
BAB III
TINJAUAN KASUS

Tanggal Pengkajian : 17 April 2013


Jam : 14.00 WIB
I. DATA SUBJEKTIF
A. Identitas Istri/Suami
Nama : Ny. S Nama Suami : Tn. T
Umur : 21 tahun Umur : 30 tahun
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia Suku/Bangsa : Sunda/Indonesia
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SD Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Buruh
Alamat : Kp. Cikandang Rt. Alamat : Kp. Cikandang Rt.
02/Rw. 09 Desa 02/Rw. 09 Desa
Cikandang Cikandang
Kecamatan Cikajang Kecamatan Cikajang
Kabupaten Garut Kabupaten Garut
B. Alasan datang
Ibu datang ke RS. PELITA BUNDA rujukan dari Klinik WDH dengan
diagnosa perdarahan.

C. Keluhan Utama
Ibu mengaku hamil 4 minggu 2 hari, mengeluh keluar darah seperti ati
ayam dari jalan lahir, ada gelembung seperti telur ikan, darah membasahi 1
pembalut per hari, ibu mengaku mengalami perdarahan ± 10 hari.

D. Riwayat Haid
Ibu mengatakan pertama kali mendapatkan haid pada saat usia kehamilan
14 tahun, siklusnya teratur, lamanya 7 hari, banyaknya darah biasa dan tidak ada
keluhan nyeri haid.

17
E. Riwayat Kehamilan Sekarang
 Jumlah kehamilan: Ibu mengatakan ini kehamilannya yang pertama,
tidak pernah mengalami keguguran (G1P0A0)
 HPHT : 18 Februari 2016
 TP : 25 November 2016
 Pemeriksaan Kehamilan: Ibu mengatakan telah memeriksakan
kehamilannya 1 kali ke Bidan, 4 hari yang lalu.
 Keluhan selama hamil : Ibu mengatakan selama hamil sering pusing.

F. Riwayat Kesehatan/Penyakit yang di derita sekarang dan dulu


Ibu mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit jantung, penyakit paru-
paru, penyakit ginjal, penyakit liver, penyakit DM, penyakit tiroid, Epilepsi,
Hipertensi, Asma dan penyakit lainnya.

G. Riwayat Sosial Ekonomi


 Status Perkawinan: Ibu mengatakan ini pernikahannya yang
pertama, lama menikah 1 tahun. Usia ibu saat menikah 20 tahun dan
usia suami saat menikah 29 tahun.
 Riwayat KB: Ibu mengatakan tidak pernah menggunakan alat
kontrasepsi sebelumnnya.

II. DATA OBJEKTIF


A. Pemeriksaan Umum
 Keadaan Umum: Baik
 Kesadaran: Compos Mentis
 Tanda-tanda Vital:
TD: 110/60 mmHg, N: 88 x/menit,
R: 20 x/menit, S: 37 ºC

18
B. Pemeriksaan Fisik
 Kepala : Rambut bersih, tidak rontok, tidak ada ketombe, tidak ada
benjolan
 Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera putih.
 Muka : Simetris, bersih dan tidak ada oedema.
 Hidung : Bentuk simetris, tidak ada polip, tidak ada pengeluaran.
 Telinga : Bentuk simetris, tidak ada pengeluaran.
 Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tirod, tidak ada pembesaran
kelenjar getah bening.
 Dada : Bentuk simetris, jantung : bunyi jantung normal (reguler), paru-
paru : normal, tidak ditemukan adanya sesak nafas maupun whezing.
 Abdomen : Cembung dan lembek
 Ekstremitas
Atas: Tidak ada oedema
Bawah: Tidak ada oedem dan tidak ada varises
 Genetalia : Pemeriksaan dalam: Vulva dan Vagina tidak ada keluhan,
pembukaan tertutup.

III. ASESSMENT/DIAGNOSA
Ny. S, 21 Tahun, G2 P1A0 umur kehamilan 8 minggu 2 hari,
keadaan umum baik dengan Mola hidatidosa.

IV. PLANING
Melakukan asuhan sesuai dengan advis dokter, yaitu:
1) Melakukan persetujuan dengan ibu dan keluarga, bahwa akan dilakukan
pemeriksaan dan pengobatan kepada ibu. (ibu menyetujui dan bersedia
untuk dilakukan pemeriksaan dan pengobatan).
2) Memberitahu ibu dan keluarga bahwa ibu akan di rawat inap selama
beberapa hari demi kesembuhan ibu. (Ibu setuju untuk dilakukan rawat
inap)

19
3) Memberitahu ibu dan keluarga bahwa ibu akan dilakukan kuretase demi
keselamatan jiwa ibu. (Ibu dan keluarga menyetujui dengan tindakan
yang akan dilakukan)
4) Memasang infus RL.
5) Memantau tanda-tanda vital ibu.
6) Memantau perdarahan.
7) Melakukan pemeriksaan Lab (Hematologi)
a. Hasil: Hemoglobin = 12.6 gr/dl
b. Hematokrit = 37 %
c. Leukosit = 8.200/mm3
d. Trombosit = 335.000/mm3
e. Eritrosit = 4.23 juta/mm3

20
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Mola hidatidosa adalah suatu bentuk tumor jinak dari sel-sel trofoblas (yaitu
bagian dari tepi sel telur yang kelak terbentuk menjadi ari-ari janin) Hasil
pembuahan yang gagal tersebut lalu membentuk gelembung-gelembung
menyerupai buah anggur. Pertumbuhan gelembung semakin hari semakin banyak
bahkan bisa berkembang secara cepat.Hal ini yang membuat perut seorang ibu
hamil dengan Molahidatidosa tampak cepat besar.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar HCG (dengan
pemeriksaan GM titrasi) atau dapat dilihat dari hasil laboratorium beta sub unit
HGG pada ibu hamil tinggi. Pemeriksaan USG kandungan akan terlihat keadaan
kehamilan yang kosong tanpa ada janin dan tampak gambaran seperti badai salju
dalam bahasa medis di sebut ”Snow storm”.
Hamil anggur atau Molahidatidosa hanya dapat dialami oleh wanita yang
pernah melakukan hubungan suami istri. Jadi tidak benar bahwa hamil anggur
bisa terjadi begitu saja tanpa ada pertemuan sel sperma dan sel telur melalui
hubungan seksual.
Hingga sekarang faktor penyebab langsung kejadian hamil anggur ini masih
belum diketahui secara pasti. Seringkali ditemukan pada masyarakat dengan
kondisi sosial ekononi yang rendah, kurang gizi, ibu yang sering hamil dan
gangguan peredaran darah dalam rahim.
Tindakan kuretase menjadi pilihan untuk membersihkan rahim dari
gelembung-gelembung hamil anggur. Kuretase dilakukan dapat
berulang beberapa kali tergantung kondisi kehamilan Molahidatidosa. Dokter
akan memeriksa kadar hormon Hcg dalam tubuh ibu dan memastikan bahwa
sudah sungguh-sungguh bersih. Pada keadaan yang dianggap berbahaya bagi
kesehatan ibu dapat pula dilakukan tindakan pengangkatan rahim, namun
keputusan ini juga mempertimbangkan faktor umur ibu dan jumlah anak yang
sudah dimiliki. Tindakan terakhir ini sangat jarang dilakukan.

21
4.2 Saran
4.2.1 Untuk Klien
Diharapkan klien dengan kehamilan Molahidatidosa mendapatkan
perawatan dan penanganan yang komprehensif, serta melakukan follow up pasca
mola selama 12 bulan sesuai jadwal, supaya dapat mendeteksi sedini mungkin bila
terjadi keganasan sampai pasien benar-benar dikatakan sembuh atau sehat.
4.2.2 Untuk Sarana Kesehatan
Diharapkan sarana kesehatan untuk memberikan penanganan yang
lebih baik lagi, untuk meminimalkan kejadian kematian ibu akibat perdarahan
khususnya yang diakibatkan kehamilan Molahidatidosa dan kejadian keganasan
akibat Molahidatidosa.

22

Anda mungkin juga menyukai