Bapak Zai
Bapak Zai
1. Faktor subyektif
Faktor Subyektif yang sangat kuat, bahkan dikatakan sbagai faktor utama dan faktor
penentu yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah hasil pendalaman KHA. Dahlan
terhadap Al Qur'an dalam menelaah, membahas dan meneliti dan mengkaji kandungan isinya.
Sikap KHA. Dahlan seperti ini sesungguhnya dalam rangka melaksanakan firman Allah
sebagaimana yang tersimpul dalam dalam surat An-Nisa ayat 82 dan surat MUhammad ayat
24 yaitu melakukan taddabur atau memperhatikan dan mencermati dengan penuh ketelitian
terhadap apa yang tersirat dalam ayat. Sikap seperti ini pulalah yang dilakukan KHA. Dahlan
ketika menatap surat Ali Imran ayat 104 :
"Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah yang munkar, merekalah orang-
orang yang beruntung ".
Memahami seruan diatas, KHA. Dahlan tergerak hatinya untuk membangan sebuah
perkumpulan, organisasi atau persyarikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmad
pada melaksanakan misi dakwah Islam amar Makruf Nahi Munkar di tengah masyarakat kita.
2. Faktor Obyektif
Ada beberapa sebab yang bersifat objektif yang melatarbelakangi berdirinya
Muhammadiyah, yang sebagian dapat dikelompokkan dalam faktor internal, yaitu faktor-
faktor penyebab yang muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat Islam Indonesia, dan
sebagiannya dapat dimasukkan ke dalam faktor eksternal, yaitu faktor-faktor penyebab yang
ada di luar tubuh masyarakat Islam Indonesia.
Faktor obyektif yang bersifat internal
a. Ketidakmurnian amalan Islam akibat tidak dijadikannya Al-Quran dan as-Sunnah sebagai
satu-satunya rujukan oleh sebagian besar umat Islam Indonesia
b. Lembaga pendidikan yang dimiliki umat Islam belum mampu menyiapkan generasi yang
siap mengemban misi selaku ”Khalifah Allah di atas bumi”
Faktor obyektif yang bersifat eksternal
a. Semakin meningkatnya Gerakan Kristenisasi di tengah-tengah masyarakat Indonesia
b. Penetrasi Bangsa-bangsa Eropa, terutama Bangsa Belanda ke Indonesia
c. Pengaruh dari Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam.
3. Sejarah Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah
1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal
dengan K.H.AAhmad Dahlan .
Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai
pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan
penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak
mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh
karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya
sebagai Khatib dan para pedagang.
Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat
sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung
ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman
bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut
maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada diseluruh
pelosok tanah air.
Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada laki-laki, beliau juga memberi
pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum pengajian yang disebut "Sidratul Muntaha".
Pada siang hari pelajaran untuk anak-anak laki-laki dan perempuan. Pada malam hari untuk
anak-anak yang telah dewasa.
KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat itu
masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin
Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang Muhammadiyah
hingga tahun 1934.Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi Konggres Tahunan
pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti
saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.
Jakarta:
Gedung Dakwah Muhammadiyah,
Jl. Menteng Raya No.62 Jakarta 10340 Telp. +62
21 3903021 Fax. +62 21 3903024
Website: www.muhammadiyah.or.id
Email : pp_muhammadiyah@yahoo.com
Jaringan Muhammadiyah
1. Pimmpinan Wilayah (PWM) : 33 Wilayah (Propinsi)
2. Pimpinan Daerah (PDM) : 417 Daerah (Kabupaten/Kota)
3. Pimpinan Cabang (PCM) : 3.221 Cabang (Kecamatan)
4. Pimpinan Ranting (PRM) : 8.107 Ranting (Desa/Kelurahan)
Majelis-Majelis 1.
: Majelis Tarjih dan Tadjid
2. Majelis Tabligh
3. Majelis Pendidikan Tinggi (MPT)
4. Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU)
5. Majelis Pendidikan Kader (MPK)
6. Majelis Pustaka dan Informasi (MPI)
7. Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK)
8. Majelis Lingkungan Hidup (MLH)
9. Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM)
10. Majelis Pelayanan Sosial (MPS)
11. Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (MH-
HAM)
D. ORGANISASI MUHAMMADIYAH
1. Jaringan Kelembagaan Muhammadiyah:
§ Pimpinan Pusat
§ Pimpinaan Wilayah
§ Pimpinaan Daerah
§ Pimpinan Cabang
§ Pimpinan Ranting
§ Jama'ah Muhammadiyah
§ Lembaga
§ Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting
§ Lembaga Pembina dan Pengawasan Keuangan
§ Lembaga Penelitian dan Pengembangan
§ Lembaga Penanganan Bencana
§ Lembaga Zakat Infaq dan Shodaqqoh
§ Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik
§ Lembaga Seni Budaya dan Olahraga
§ Lembaga Hubungan dan Kerjasama International
3. Organisasi Otonom
§ Aisyiyah
§ Pemuda Muhammadiyah
§ Nasyiyatul Aisyiyah
§ Ikatan Pelajar Muhammadiyah
§ Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
§ Hizbul Wathan
§ Tapak Suci
9. Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia
Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan
Negara Republik Indonesia yang berdasar pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,
untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu negara yang adil dan makmur dan diridhoi
Allah SWT:
F. K.H. Ahmad Dahlan sebagai tokoh Pendiri Muhammadiyah; Pemikiran serta ita-cita
Perjuangan dan Ajarannya
Ahmad Dahlan adalah seorang yang sangat hati-hati dalam kehidupan sehari-harinya.
Ada sebuah nasehat yang ditulisnya dalam bahasa Arab untuk dirinya sendiri:
“Wahai Dahlan, sungguh di depanmu ada bahaya besar dan peristiwa-peristiwa yang akan
mengejutkan engkau, yang pasti harus engkau lewati. Mungkin engkau mampu melewatinya
dengan selamat, tetapi mungkin juga engkau akan binasa karenanya. Wahai Dahlan, coba
engkau bayangkan seolah-olah engkau berada seorang diri bersama Allah, sedangkan engkau
menghadapi kematian, pengadilan, hisab, surga, dan neraka. Dan dari sekalian yang engkau
hadapi itu, renungkanlah yang terdekat kepadamu, dan tinggalkanlah lainnya (diterjemahkan
oleh Djarnawi Hadikusumo).
Dari pesan itu tersirat sebuah semangat dan keyakinan yang besar tentang kehidupan
akhirat. Dan untuk mencapai kehidupan akhirat yang baik, maka Dahlan berpikir bahwa setiap
orang harus mencari bekal untuk kehidupan akhirat itu dengan memperbanyak ibadah, amal
saleh, menyiarkan dan membela agama Allah, serta memimpin ummat ke jalan yang benar dan
membimbing mereka pada amal dan perjuangan menegakkan kalimah Allah. Dengan
demikian, untuk mencari bekal mencapai kehidupan akhirat yang baik harus mempunyai
kesadaran kolektif, artinya bahwa upaya-upaya tersebut harus diserukan (dakwah) kepada
seluruh ummat manusia melalui upaya-upaya yang sistematis dan kolektif.
Kesadaran seperti itulah yang menyebabkan Dahlan sangat merasakan kemunduran ummat
Islam di tanah air. Hal ini merisaukan hatinya. Ia merasa bertanggung jawab untuk
membangunkan, menggerakkan dan memajukan mereka. Dahlan sadar bahwa kewajiban itu
tidak mungkin dilaksanakan seorang diri, tetapi harus dilaksanakan oleh beberapa orang yang
diatur secara seksama. Kerjasama antara beberapa orang itu tidak mungkin tanpa organisasi.
Untuk membangun upaya dakwah (seruan kepada ummat manusia) tersebut, Dahlan gigih
membina angkatan muda untuk turut bersama-sama melaksanakan upaya dakwah tersebut, dan
juga untuk meneruskan dan melangsungkan cita-citanya membangun dan memajukan bangsa
ini dengan membangkitkan kesadaran akan ketertindasan dan ketertinggalan ummat Islam di
Indonesia.
Strategi yang dipilihnya untuk mempercepat dan memperluas gagasannya tentang gerakan
dakwah Muhammadiyah ialah dengan mendidik para calon pamongpraja (calon pejabat) yang
belajar di OSVIA Magelang dan para calon guru yang belajar di Kweekschool Jetis
Yogyakarta, karena ia sendiri diizinkan oleh pemerintah kolonial untuk mengajarkan agama
Islam di kedua sekolah tersebut.
Dengan mendidik para calon pamongpraja tersebut diharapkan akan dengan segera
memperluas gagasannya tersebut, karena mereka akan menjadi orang yang mempunyai
pengaruh luas di tengah masyarakat. Demikian juga dengan mendidik para calon guru yang
diharapkan akan segera mempercepat proses transformasi ide tentang gerakan dakwah
Muhammadiyah, karena mereka akan mempunyai murid yang banyak. Oleh karena itu, Dahlan
juga mendirikan sekolah guru yang kemudian dikenal dengan Madrasah Mu’allimin
(Kweekschool Muhammadiyah) dan Madrasah Mu’allimat (Kweekschool Putri
Muhammadiyah). Dahlan mengajarkan agama Islam dan tidak lupa menyebarkan cita-cita
pembaharuannya.
Di samping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah,
ia juga tidak lupa akan tugasnya sebagai pribadi yang mempunyai tanggung jawab pada
keluarganya. Di samping itu, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup
berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi entrepreneurship yang cukup
menggejala di masyarakat.
Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan
cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat,
sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam’iyatul Khair, Budi
Utomo, Syarikat Islam, dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad Saw.
Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik
dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan
datang bertubi-tubi kepadanya. Ia dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi
agama Islam. Ada yang menuduhnya kiai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda
yang Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan ada pula orang yang hendak
membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar. Keteguhan
hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaharuan Islam di tanah air bisa
mengatasi semua rintangan tersebut.
Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah
Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun
1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya
berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah
Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan
organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatannya dibatasi.
Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari, Imogiri
dan lain-lain tempat telah berdiri Cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan
dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka K.H. Ahmad
Dahlan menyiasatinya dengan menganjurkan agar Cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta
memakai nama lain, misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Al-Munir di Makassar, dan di Garut
dengan nama Ahmadiyah. Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh
Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari Cabang Muhammadiyah.
Di dalam kota Yogyakarta sendiri, Ahmad Dahlan menganjurkan adanya jama’ah dan
perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam. Perkumpulan-
perkumpulan dan Jamaah-jamaah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yang di
antaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul
Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta’awanu alal birri,
Ta’ruf bima kanu wal-Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi (Kutojo dan
Safwan, 1991: 33).
Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan
mengadakan tabligh ke berbagai kota, di samping juga melalui relasi-relasi dagang yang
dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di
berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya
untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin
berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Ahmad
Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan
cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh
pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.
Dalam bulan Oktober 1922, Ahmad Dahlan memimpin delegasi Muhammadiyah dalam
kongres Al-Islam di Cirebon. Kongres ini diselenggarakan oleh Sarikat Islam (SI) guna
mencari aksi baru untuk konsolidasi persatuan ummat Islam. Dalam kongres tersebut,
Muhammadiyah dan Al-Irsyad (perkumpulan golongan Arab yang berhaluan maju di bawah
pimpinan Syeikh Ahmad Syurkati) terlibat perdebatan yang tajam dengan kaum Islam ortodoks
dari Surabaya dan Kudus. Muhammadiyah dipersalahkan menyerang aliran yang telah mapan
(tradisionalis-konservatif) dan dianggap membangun mazhab baru di luar mazhab empat yang
telah ada dan mapan.
Muhammadiyah juga dituduh hendak mengadakan tafsir Qur’an baru, yang menurut kaum
ortodoks-tradisional merupakan perbuatan terlarang. Menanggapi serangan tersebut, Ahmad
Dahlan menjawabnya dengan argumentasi: “Muhammadiyah berusaha bercita-cita
mengangkat agama Islam dari keadaan terbekelakang. Banyak penganut Islam yang
menjunjung tinggi tafsir para ulama dari pada Qur’an dan Hadis. Umat Islam harus kembali
kepada Qur’an dan Hadis. Harus mempelajari langsung dari sumbernya, dan tidak hanya
melalui kitab-kitab tafsir”.
Sebagai seorang demokrat dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah,
Dahlan memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan
pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah
Muhammadiyah, telah diselenggarakan duabelas kali pertemuan anggota (sekali dalam
setahun), yang saat itu dipakai istilah Algemeene Vergadering (persidangan umum).
Atas jasa-jasa K.H. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa ini melalui
pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya
sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961. Dasar-dasar
penetapan itu ialah sebagai berikut :
1. K.H. Ahmad Dahlan telah memelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya
sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat.
2. Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan ajaran Islam
yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi
masyarakat dan ummat, dengan dasar iman dan Islam.
3. Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan
yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam.
4. Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori
kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan dan berfungsi sosial, setingkat
dengan kaum pria.