Anda di halaman 1dari 12

Latar Belakang berdirinya Muhammadiyah

1. Faktor subyektif
Faktor Subyektif yang sangat kuat, bahkan dikatakan sbagai faktor utama dan faktor
penentu yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah hasil pendalaman KHA. Dahlan
terhadap Al Qur'an dalam menelaah, membahas dan meneliti dan mengkaji kandungan isinya.
Sikap KHA. Dahlan seperti ini sesungguhnya dalam rangka melaksanakan firman Allah
sebagaimana yang tersimpul dalam dalam surat An-Nisa ayat 82 dan surat MUhammad ayat
24 yaitu melakukan taddabur atau memperhatikan dan mencermati dengan penuh ketelitian
terhadap apa yang tersirat dalam ayat. Sikap seperti ini pulalah yang dilakukan KHA. Dahlan
ketika menatap surat Ali Imran ayat 104 :
"Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah yang munkar, merekalah orang-
orang yang beruntung ".
Memahami seruan diatas, KHA. Dahlan tergerak hatinya untuk membangan sebuah
perkumpulan, organisasi atau persyarikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmad
pada melaksanakan misi dakwah Islam amar Makruf Nahi Munkar di tengah masyarakat kita.

2. Faktor Obyektif
Ada beberapa sebab yang bersifat objektif yang melatarbelakangi berdirinya
Muhammadiyah, yang sebagian dapat dikelompokkan dalam faktor internal, yaitu faktor-
faktor penyebab yang muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat Islam Indonesia, dan
sebagiannya dapat dimasukkan ke dalam faktor eksternal, yaitu faktor-faktor penyebab yang
ada di luar tubuh masyarakat Islam Indonesia.
Faktor obyektif yang bersifat internal
a. Ketidakmurnian amalan Islam akibat tidak dijadikannya Al-Quran dan as-Sunnah sebagai
satu-satunya rujukan oleh sebagian besar umat Islam Indonesia
b. Lembaga pendidikan yang dimiliki umat Islam belum mampu menyiapkan generasi yang
siap mengemban misi selaku ”Khalifah Allah di atas bumi”
Faktor obyektif yang bersifat eksternal
a. Semakin meningkatnya Gerakan Kristenisasi di tengah-tengah masyarakat Indonesia
b. Penetrasi Bangsa-bangsa Eropa, terutama Bangsa Belanda ke Indonesia
c. Pengaruh dari Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam.

A. Riwayat Hidup K.H. Ahmad Dahlan


Ahmad Dahlan lahir di Kauman Yogyakarta pada tahun 1868 dan meninggal pada
tanggal 1923 M. Sewaktu kecil ia diberi nama Muhammad Darwis. Ia berasal dari keluarga
yang terkenal ‘alim dalam ilmu agama. Ayahnya bernama K.H. Abu Bakar, seorang imam dan
khatib masjid besar Kraton Yogyakarta. Sementara ibunya bernama Siti Aminah putri K.H.
Ibrahim yang pernah menjabat sebagai penghulu di Kraton Yogyakarta.[3]
Sejak kecil Ahmad Dahlan dididik oleh ayahnya K.H. Abu Bakar seorang imam dan khatib
masjid besar Kraton Yogyakarta. Menurut Ramayulis dan Samsul Nizar pendidikan dasarnya
dimulai dengan belajar membaca dan menulis, mengaji Al-Qur an dan kitab-kitab agama.
Kemudian, beliau juga belajar dengan K.H. Muhammad Saleh (ilmu Fiqh), K.H. Muhsin (ilmu
Nahwu), KH. R. Dahlan (ilmu falak), K.H. Mahfuz dan Syekh Khayyat Sattokh (ilmu hadis),
Syekh Amin dan Sayyid Bakri (qiraat al-Qur an) serta beberapa guru lainnya.
Selanjutnya Ramayulis dan Samsul Nizar mengungkapkan, setelah beberapa tahun belajar
dengan gurunya beliau berangkat ke tanah suci pada tahun 1890 dan bermukim di sana selama
setahun. Merasa tidak puas dengan kunjungannya itu, pada tahun 1903 ia berangkat kembali
dan menetap di sana selama dua tahun. Selama berada di Mekkah ini ia banyak bertemu dan
bermuzakarah dengan sejumlah ulama Indonesia yang bermukim disana, di antaranya Syekh
Muhammad Khatib Al-Minangakabawi, Kiyai Nawawi al-Banteni, Kiyai Mas Abdullah dan
Kiyai Fakih Kembang. Pada saat itu pula ia mulai berkenalan dengan ide-ide pembaharuan
yang dilakukan melalui penganalisaan kitab-kitab yang dikarang oleh refomer Islam seperti
Ibn Taimiyah, Ibn Qoyyim al-Jauziyah, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan lain sebagainya.
Melalui penganalisaan kitab-kitab yang dikarang oleh ulama reformer tersebut telah membuka
wawasan Dahlan tentang universalitas Islam. Ide-ide reinterpretasi Islam dengan gagasan
kembali kepada Al-Qur an dan Sunnah.
Ide pembaharuan yang berhembus di Timur Tengah sangat menggelitik hatinya, apalagi bila
melihat kondisi umat Islam di Indonesia yang sngat stagnan. Untuk itu, atas saran beberapa
orang murid dan anggota Budi Utomo, maka Dahlan merasa perlu merealisasikan ide-ide
pembaharuannya. Untuk itu, pada tanggal 18 November 1912 beliau mendirikan organisasi
Muhammadiyah di Yogyakarta. Di samping Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan juga
mendirikan organisasi wanita yaitu ’Aisyiyah pada tahun 1917. Organisasi ini merupakan
wadah untuk kegiatan perempuan dalam memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran
Islam secara murni dan konsekwen. Berdirinya organisasi ini diawali dengan sejumlah
pengajaran yang dilakukan oleh Ahmad Dahlan mengenai perintah agama. Kursus tersebut
diadakan dalam perkumpulan ”Sopo Tresno” pada tahun 1914. Perkumpulan inilah nanti yang
berganti nama dengan ’Aisyiyah.
Secara garis besar ada dua faktor yang mempengaruhi kelahiran Muhammadiyah, faktor
subjektif yaitu ingin melaksanakan hasil pemahaman K.H.Ahmad Dahlan terhadap frrman
Allah surat An-Nisa’ ayat 82 dan surat Muhammad ayat 24 serta surat Ali Imran ayat 104.
Faktor objektif yang bersifat internal dan eksternal. Faktor objektif internal yaitu kondisi
kehidupan masyarakat Indonesia antara lain; ketidakmurnian pengamalan Islam akibat tidak
dijadikan Al-Qur an dan as-Sunnah sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagian besar umat
Islam Indonesia. Kemudian, lembaga pendidikan yang dimiliki umat Islam belum mampu
menyiapkan generasi yang siap mengemban misi selaku Khalifah Allah di atas bumi. . Karena
itu, Muhammadiyah menitik beratkan gerakannya kepada sosial keagamaan dan pendidikan.
Adapun faktor objektif yang bersifat eksternal antara lain, semakin meningkatnya Gerakan
Kristenisasi di tengah-tengah masyarakat Indonesia, dan penetrasi bangsa-bangsa Eropah,
terutama bangsa Belanda ke Indonesia.
Di samping itu, politik kolonialis Belanda mempunyai kepentingan terhadap penyebaran
agama Kristen di Indonesia. Dengan program ini akan didapat nilai ganda yaitu di samping
bernilai keagamaan dalam arti telah dapat menyelamatkan domba-domba yang hilang, juga
bernilai politis, karena betapa eratnya hubungan agama (Kristen) dengan pemerintahan (Hindia
Belanda) setelah penduduk bumi putra masuk Kristen akan menjadi warga-warga yang loyal
lahir dan batin bagi pemerintah.
K.H. Sahlan Rosidi secara rinci menyebutkan faktor-faktor yang mendorong K.H.Ahmad
Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah, ialah: taklid yang begitu membudaya dalam
masyarakat Islam, khurafat dan syirik telah bercampur dengan akidah, sehingga kemurnian
akidah sudah tidak tampak lagi, bid’ah yang terdapat pada pengamalan ibadah, kejumudan
berfikir dan kebodohan umat, sistem pendidikan yang sudah tidak relevan, timbulnya kelas elit
intelek yang bersikap sinis terhadap Islam dan orang Islam, rasa rendah diri di kalangan umat
Islam, tidak ada program perjuangan umat Islam yang teratur dan terencana khususnya dalam
pelaksanaan dakwah Islam, tidak ada persatuan umat Islam, kemiskinan umat bila dibiarkan
akan membahayakan karena mudah dirongrong oleh golongan kafir yang kuat ekonominya,
politik kolonialisme Belanda yang menekan dan menghambat hidup dan kehidupan umat Islam
di Indonesia, politik kolonialisme Belanda menunjang kristenisasi di Indonesia. Berdasarkan
faktor-faktor tersebut, dan dorongan orang-orang Budi Utomo dan Syekh Ahmad Syurkati
K.H.Ahmad Dahlan dengan dibantu oleh murid-muridnya, mendirikan organisasi yang diberi
nama Muhammadiyah. Menurut catatan Alfian, ada sembilan orang tokoh pendiri
Muhammadiyah yaitu; K.H. Ahmad Dahlan, H. Abdullah Siradj, Raden Ketib Cendana Haji
Ahmad, Haji Abdurrahman, R. H. Sarkawi, H. Muhammad, R. H. Djaelani, H. Anis, dan H.
Muhammad Fakih.
Organisasi Muhammadiyah sampai tahun 1917 belum membuat pembagian kerja yang jelas.
Hal ini disebabkan wilayah kerjanya hanya Yogyakarta saja. Dalam kurun ini K.H. Ahmad
Dahlan sendiri aktif berdakwah, mengajar di sekolah Muhammadiyah dan memberikan
bimbingan kepada masyarakat seperti shalat dan bantuan kepada fakir miskin
Kemudian, pada tahun-tahun berikut, Muhammadiyah mengembangkan sayap operasi, bahkan
pada tahun 1921 telah meliputi seluruh Indonesia, Cabang utama dan pertama yang berdiri di
luar pulau Jawa adalah Minangkabau sekitar tahun 1923, Bengkulu, Banjarmasin dan Amuntai
sekitar tahun 1927 dan Aceh bersamaan dengan Makasar sekitar tahun 1929.
Dalam melaksanakan roda organisasi K.H. Ahmad Dahlan tidak bekerja sendirian, ia dibantu
oleh kawan-kawannya dari Kauman, seperti H. Sijak, H. Fakhruddin, H. Tamim, H. Syarkawi,
dan H. Abdul Gani. Sedangkan anggota Budi Utomo yang keras mendukung segera mendirikan
sekolah agama yang bersifat moderen adalah Mas Rasyidi dan R. Sosrosugondo. Kemudian,
setelah organisasi Muhammadiyah didirikan dan melaksanakan amal usahanya di bidang
pendidikan, dan sosial sampai tahun meninggalnya K.H. Ahmad Dahlan yaitu tanggal 23
Februari 1923.

3. Sejarah Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah
1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal
dengan K.H.AAhmad Dahlan .
Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai
pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan
penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak
mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh
karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya
sebagai Khatib dan para pedagang.
Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat
sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung
ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman
bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut
maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada diseluruh
pelosok tanah air.
Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada laki-laki, beliau juga memberi
pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum pengajian yang disebut "Sidratul Muntaha".
Pada siang hari pelajaran untuk anak-anak laki-laki dan perempuan. Pada malam hari untuk
anak-anak yang telah dewasa.
KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat itu
masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin
Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang Muhammadiyah
hingga tahun 1934.Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi Konggres Tahunan
pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti
saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.

4. Profil Muhammadiyah dan Data Persyarikatan


Nama Organisasi : Muhammadiyah
Berdiri : 18 Nopember 1912 M
8 Dzulhijah 1330 H
Pendiri : K.H. Ahmad Dahlan
Ketua Umum (2010-2015) : Prof. Dr. H.M. Sirajuddin Syamsuddin, MA
Lokasi Awal Berdiri : Kampung Kauman, Yogyakarta
Alamat Kantor Pimpinan Pusat Muhammdiyah : Yogyakarta:
Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Jl. Cik Ditiro No. 23 Yogyakarta 55262 Telp. +62
274 553132 Fax.(+62 274 553137
Website: www.muhammadiyah.or.id
E-mail : pp_muhammadiyah@yahoo.com

Jakarta:
Gedung Dakwah Muhammadiyah,
Jl. Menteng Raya No.62 Jakarta 10340 Telp. +62
21 3903021 Fax. +62 21 3903024
Website: www.muhammadiyah.or.id
Email : pp_muhammadiyah@yahoo.com
Jaringan Muhammadiyah
1. Pimmpinan Wilayah (PWM) : 33 Wilayah (Propinsi)
2. Pimpinan Daerah (PDM) : 417 Daerah (Kabupaten/Kota)
3. Pimpinan Cabang (PCM) : 3.221 Cabang (Kecamatan)
4. Pimpinan Ranting (PRM) : 8.107 Ranting (Desa/Kelurahan)
Majelis-Majelis 1.
: Majelis Tarjih dan Tadjid
2. Majelis Tabligh
3. Majelis Pendidikan Tinggi (MPT)
4. Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU)
5. Majelis Pendidikan Kader (MPK)
6. Majelis Pustaka dan Informasi (MPI)
7. Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK)
8. Majelis Lingkungan Hidup (MLH)
9. Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM)
10. Majelis Pelayanan Sosial (MPS)
11. Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (MH-
HAM)

12. Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah


(Dikdasmen)
13. Majelis Wakaf dan Kehartabendaan (MWK)
Lembaga-Lembaga 1.
: Lembaga Amal Zakat Infaq dan Shodaqqoh
(LAZIS)
2. Lembaga Hubungan dan Kerjasama
International
3. Lembaga Pengawas Pengelolaan Keuangan
4. Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting
5. Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik
6. Lembaga Penanganan Bencana
7. Lembaga Seni Budaya dan Olahraga
Organisasi Otonom 1.
: Aisyiyah
2. Pemud Muhammadiyah
3. Nasyiyatul Aisyiyah
4. Ikatan Mahasiswa Muhamamdiyah
5. Ikatan Pelajar Muhammadiyah
6. Hizbul Wathan
7. Tapak Suci
Muktamar Muhammadiyah (1912 – 2010) :
Jumlah Ketua Umum (1912 – 2010) :

5. Data Amal Usaha Muhammadiyah


No Jenis Amal Usaha Jumlah
1 Sekolah Dasar (SD) 1.176
2 Madrasah Ibtidaiyah/Diniyah (MI/MD) 1.428
3 Sekolah Menengah Pertama (SMP) 1.188
4 Madrasah Tsanawiyah (MTs) 534
5 Sekolah Menengah Atas (SMA) 515
6 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 278
7 Madrasah Aliyah (MA) 172
8 Pondok Pesantren 67
9 Akademi 19
10 Politeknik 4
11 Sekolah Tinggi 88
12 Universitas 40
Jumlah total Perguruan tinggi Muhammadiyah 151
13 Perguruan Tinggi Aisyiyah 11
14 Rumah Sakit, Rumah Bersalin, BKIA, BP, dll 457
15 Panti Asuhan, Santunan, Asuhan Keluarga, dll. 318
16 Panti jompo * 54
17 Rehabilitasi Cacat * 82
18 TK Aisyiyah Bustanul Athfal * 2.289
19 Sekolah Luar Biasa (SLB) * 71
20 Masjid * 6.118
21 Musholla * 5.080
22 Tanah * 20.945.504 M²
6. Ciri Khas
Nama Organisasi : Muhammadiyah
Lambang Organisasi : Bentuk Lambang
Lambang persyarikatan berbentuk matahari yang
memancarkan duabelas sinar yang mengarah ke
segala penjuru dengan sinarnya yang putih bersih
bercahaya. Di tengah-tengah matahari terdapat
tulisan dengan huruf Arab : Muhammadiyah. Pada
lingkaran yang mengelilingi tulisan huruf Arab
berwujud kalimat syahadat tauhid : asyhadu anal
ila,ha illa Allah (saya bersaksi bahwasannya tidak
ada Tuhan kecuali Allah); di lingkaran sebelah atas
dan pada lingkaran bagian bawah tertulis kalimat
syahadat Rasul : wa asyhadu anna Muhammaddar
Rasulullah (dan aku bersaksi bahwa Muhammad
adalah utusan Allah). Seluruh Gambar matahari
dengan atributnya berwarna putih dan terletak di atas
warna dasar hijau daun.
Arti Lambang
Matahari merupakan titik pusat dalam tata surya dan
merupakan sumber kekuatan semua makhluk hidup
yang ada di bumi. Jika matahari menjadi kekuatan
cikal bakal biologis, Muhammadiyah diharapkan
dapat menjadi sumber kekuatan spiritual dengan
nilai-nilai Islam yang berintikan dua kalimat
syahadat.
Duabelas sinar matahari yang memancar ke seluruh
penjuru diibaratkan sebagai tekad dan semagat warga
Muhammadiyah dalam memperjuangkan Islam,
semangat yang pantang mundur dan pantang
menyerah seperti kaum Hawari (sahabat nabi Isa
yang berjumlah 12)
Warna Putih pada seluruh gambar matahari
melambangkan kesucian dan keikhlasan
Warna Hijau yang menjadi warna dasar
melambangkan kedamaian dan dan kesejahteraan.
Warna Organisasi : Hijau Daun
Lagu : Mars Sang Surya

7. Ciri Perjuangan Muhammadiyah


Dengan melihat sejarah pertumbuhan dan perkembangan persyarikatan Muhammadiyah
sejak kelahirannya, memperhatikan faktor-faktor yang melatarbelakangi berdirinya, aspirasi,
motif, dan cita-citanya serta amal usaha dan gerakannya, nyata sekali bahwa didalammya
terdapat ciri-ciri khusus yang menjadi identitas dari hakikat atau jati diri Persyarikatan
Muhammadiyah. Secara jelas dapat diamati dengan mudah oleh siapapun yang secara sepintas
mau memperhatikan ciri-ciri perjuangan Muhammdiyah itu adalah sebagai berikut:
1. Muhammadiyah adalah gerakan Islam
2. Muhammadiyah adalah gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar
3. Muhammadiyah adalah gerakan tajdid

A. Muhammdiyah sebagai Gerakan Islam


Telah diuraikan dalam bab terdahulu bahwa Persyarikatan Muhammadiyah dibangun
oleh KH Ahmad Dahlan sebagi hasil kongkrit dari telaah dan pendalaman (tadabbur) terhadap
Alquranul Karim. Faktor inilah yang sebenarnya paling utama yang mendorong berdirinya
Muhammadiyah, sedang faktor-faktor lainnya dapat dikatakan sebagai faktor penunjang atau
faktor perangsang semata. Dengan ketelitiannya yang sangat memadai pada setiap mengkaji
ayat-ayat Alquran, khususnya ketika menelaah surat Ali Imran, ayat:104, maka akhirnya
dilahirkan amalan kongkret, yaitu lahirnya Persyarikatan Muhammadiyah. Kajian serupa ini
telah dikembangkan sehingga dari hasil kajian ayat-ayat tersebut oleh KHR Hadjid dinamakan
“Ajaran KH Ahmad Dahlan dengan kelompok 17, kelompok ayat-ayat Alquran”, yang
didalammya tergambar secara jelas asal-usul ruh, jiwa, nafas, semangat Muhammadiyah dalam
pengabdiyannya kepada Allah SWT.
Dari latar belakang berdirinya Muhammadiyah seperti di atas jelaslah bahwa sesungguhnya
kelahiran Muhammadiyah itu tidak lain karena diilhami, dimotivasi, dan disemangati oleh
ajaran-ajaran Al-Qur’an karena itupula seluruh gerakannya tidak ada motif lain kecuali semata-
mata untuk merealisasikan prinsip-prinsip ajaran Islam. Segala yang dilakukan
Muhammadiyah, baik dalam bidang pendidikan dan pengajaran, kemasyarakatan,
kerumahtanggaan, perekonomian, dan sebagainya tidak dapat dilepaskan dari usaha untuk
mewujudkan dan melaksankan ajaran Islam. Tegasnya gerakan Muhammadiyah hendak
berusaha untuk menampilkan wajah Islam dalam wujud yang riil, kongkret, dan nyata, yang
dapat dihayati, dirasakan, dan dinikmati oleh umat sebagai rahmatan lil’alamin.

B. Muhammadiyah sebagai Gerakan Dakwah Islam


Ciri kedua dari gerakan Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan dakwah Islamiyah. Ciri yang
kedua ini muncul sejak dari kelahirannya dan tetap melekat tidak terpisahkan dalam jati diri
Muahammadiyah. Sebagaimana telah diuraikan dalam bab terdahulu bahwa faktor utama yang
mendorong berdirinya Persyarikatan Muhammadiyah berasal dari pendalaman KHA Dahlan
terdapat ayat-ayat Alquran Alkarim, terutama sekali surat Ali Imran, Ayat:104. Berdasarkan
Surat Ali Imran, ayat : 104 inilah Muhammadiyah meletakkan khittah atau strategi dasar
perjuangannya, yaitu dakwah (menyeru, mengajak) Islam, amar ma’ruf nahi munkar dengan
masyarakat sebagai medan juangnya. Gerakan Muhammadiyah berkiprah di tengah-tengah
masyarakat bangsa Indonesia dengan membangun berbagai ragam amal usaha yang benar-
benar dapat menyentuh hajat orang banyak seperti berbagai ragam lembaga pendidikan sejak
taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, membangun sekian banyak rumah sakit, panti-
panti asuhan dan sebagainya. Semua amal usaha Muhammadiyah seperti itu tidak lain
merupakan suatu manifestasi dakwah islamiyah. Semua amal usaha diadakan dengan niat dan
tujuan tunggal, yaitu untuk dijadikan sarana dan wahana dakwah Islamiyah.

C. Muhammadiyah sebagi Gerakan Tajdid


Ciri ke tiga yang melekat pada Persyarikatan Muhammadiyah adalah sebagai Gerakan
Tajdid atau Gerakan Reformasi. Muhammadiyah sejak semula menempatkan diri sebagai salah
satu organisasi yang berkhidmat menyebarluaskan ajaran Agama Islam sebagaimana yang
tercantum dalam Alquran dan Assunah, sekaligus memebersihkan berbagai amalan umat yang
terang-trangan menyimpang dari ajaran Islam, baik berupa khurafat, syirik, maupun bid’ah
lewat gerakan dakwah. Muhammadiyah sebagai salah satu mata rantai dari gerakan tajdid yang
diawali oleh ulama besar Ibnu Taimiyah sudah barang tentu ada kesamaaan nafas, yaitu
memerangi secara total berbagai penyimpangan ajaran Islam seperti syirik, khurafat, bid’ah
dan tajdid, sbab semua itu merupakan benalu yang dapat merusak akidah dan ibadah seseorang.
Sifat Tajdid yang dikenakan pada gerakan Muhammadiyah sebenarnya tidak hanya
sebatas pengertian upaya memurnikan ajaran Islam dari berbagai kotoran yang menempel pada
tubuhnya, melainkan juga termasuk upaya Muhammadiyah melakukan berbagai pembaharuan
cara-cara pelaksanaan Islam dalam kehidupan bermasyarakat, semacam memperbaharui cara
penyelenggaraan pendidikan, cara penyantunan terhadap fakir miskin dan anak yatim, cara
pengelolaan zakat fitrah dan zakat harta benda, cara pengelolaan rumah sakit, pelaksanaan
sholat Id dan pelaksanaan kurba dan sebagainya.
Untuk membedakan antara keduanya maka tajdid dalam pengertian pemurnian dapat
disebut purifikasi (purification) dan tajdid dalam pembaharuan dapat disebut reformasi
(reformation). Dalam hubungan dengan salah satu ciri Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid,
maka Muhammadiyah dapat dinyatakan sebagai Gerakan Purifikasi dan Gerakan Reformasi.

D. ORGANISASI MUHAMMADIYAH
1. Jaringan Kelembagaan Muhammadiyah:
§ Pimpinan Pusat
§ Pimpinaan Wilayah
§ Pimpinaan Daerah
§ Pimpinan Cabang
§ Pimpinan Ranting
§ Jama'ah Muhammadiyah

2. Pembantu Pimpinan Persyarikatan


§ Majelis
§ Majelis Tarjih dan Tajdid
§ Majelis Tabligh
§ Majelis Pendidikan Tinggi
§ Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah
§ Majelis Pendidikan Kader
§ Majelis Pelayanan Sosial
§ Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan
§ Majelis Pemberdayaan Masyarakat
§ Majelis Pembina Kesehatan Umum
§ Majelis Pustaka dan Informasi
§ Majelis Lingkungan Hidup
§ Majelis Hukum Dan Hak Asasi Manusia
§ Majelis Wakaf dan Kehartabendaan

§ Lembaga
§ Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting
§ Lembaga Pembina dan Pengawasan Keuangan
§ Lembaga Penelitian dan Pengembangan
§ Lembaga Penanganan Bencana
§ Lembaga Zakat Infaq dan Shodaqqoh
§ Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik
§ Lembaga Seni Budaya dan Olahraga
§ Lembaga Hubungan dan Kerjasama International

3. Organisasi Otonom
§ Aisyiyah
§ Pemuda Muhammadiyah
§ Nasyiyatul Aisyiyah
§ Ikatan Pelajar Muhammadiyah
§ Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
§ Hizbul Wathan
§ Tapak Suci

E. Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah


1. Muhammadiyah adalah Gerakan Islam dan Dakwah Amar Ma'ruf Nahi Munkar, beraqidah
Islam dan bersumber pada Al-Qur'an dan Sunnah, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya
masyarakat utama, adil, makmur yang diridhai Allah SWT, untuk malaksanakan fungsi dan
misi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi.
2. Muhammdiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah Agama Allah yang diwahyukan kepada
Rasul-Nya, sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai kepada Nabi
penutup Muhammad SAW, sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang
masa, dan menjamin kesejahteraan hidup materil dan spritual, duniawi dan ukhrawi.
3. Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan:
a. Al-Qur'an: Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW;
b. Sunnah Rasul: Penjelasan dan palaksanaan ajaran-ajaran Al-Qur'an yang diberikan oleh Nabi
Muhammad SAW dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.
4. Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi bidang-
bidang:
a. 'Aqidah
5. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala
kemusyrikan, bid'ah dan khufarat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam.
a. Akhlak
6. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlak mulia dengan berpedoman kepada
ajaran-ajaran Al-Qur'an dan Sunnah rasul, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia
a. Ibadah
7. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW, tanpa
tambahan dan perubahan dari manusia.
a. Mu’amalah Duniawiyah
8. Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya mu'amalat duniawiyah (pengolahan dunia dan
pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran Agama serta menjadi semua kegiatan
dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah SWT.

9. Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia
Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan
Negara Republik Indonesia yang berdasar pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,
untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu negara yang adil dan makmur dan diridhoi
Allah SWT:

F. K.H. Ahmad Dahlan sebagai tokoh Pendiri Muhammadiyah; Pemikiran serta ita-cita
Perjuangan dan Ajarannya
Ahmad Dahlan adalah seorang yang sangat hati-hati dalam kehidupan sehari-harinya.
Ada sebuah nasehat yang ditulisnya dalam bahasa Arab untuk dirinya sendiri:
“Wahai Dahlan, sungguh di depanmu ada bahaya besar dan peristiwa-peristiwa yang akan
mengejutkan engkau, yang pasti harus engkau lewati. Mungkin engkau mampu melewatinya
dengan selamat, tetapi mungkin juga engkau akan binasa karenanya. Wahai Dahlan, coba
engkau bayangkan seolah-olah engkau berada seorang diri bersama Allah, sedangkan engkau
menghadapi kematian, pengadilan, hisab, surga, dan neraka. Dan dari sekalian yang engkau
hadapi itu, renungkanlah yang terdekat kepadamu, dan tinggalkanlah lainnya (diterjemahkan
oleh Djarnawi Hadikusumo).
Dari pesan itu tersirat sebuah semangat dan keyakinan yang besar tentang kehidupan
akhirat. Dan untuk mencapai kehidupan akhirat yang baik, maka Dahlan berpikir bahwa setiap
orang harus mencari bekal untuk kehidupan akhirat itu dengan memperbanyak ibadah, amal
saleh, menyiarkan dan membela agama Allah, serta memimpin ummat ke jalan yang benar dan
membimbing mereka pada amal dan perjuangan menegakkan kalimah Allah. Dengan
demikian, untuk mencari bekal mencapai kehidupan akhirat yang baik harus mempunyai
kesadaran kolektif, artinya bahwa upaya-upaya tersebut harus diserukan (dakwah) kepada
seluruh ummat manusia melalui upaya-upaya yang sistematis dan kolektif.
Kesadaran seperti itulah yang menyebabkan Dahlan sangat merasakan kemunduran ummat
Islam di tanah air. Hal ini merisaukan hatinya. Ia merasa bertanggung jawab untuk
membangunkan, menggerakkan dan memajukan mereka. Dahlan sadar bahwa kewajiban itu
tidak mungkin dilaksanakan seorang diri, tetapi harus dilaksanakan oleh beberapa orang yang
diatur secara seksama. Kerjasama antara beberapa orang itu tidak mungkin tanpa organisasi.
Untuk membangun upaya dakwah (seruan kepada ummat manusia) tersebut, Dahlan gigih
membina angkatan muda untuk turut bersama-sama melaksanakan upaya dakwah tersebut, dan
juga untuk meneruskan dan melangsungkan cita-citanya membangun dan memajukan bangsa
ini dengan membangkitkan kesadaran akan ketertindasan dan ketertinggalan ummat Islam di
Indonesia.
Strategi yang dipilihnya untuk mempercepat dan memperluas gagasannya tentang gerakan
dakwah Muhammadiyah ialah dengan mendidik para calon pamongpraja (calon pejabat) yang
belajar di OSVIA Magelang dan para calon guru yang belajar di Kweekschool Jetis
Yogyakarta, karena ia sendiri diizinkan oleh pemerintah kolonial untuk mengajarkan agama
Islam di kedua sekolah tersebut.
Dengan mendidik para calon pamongpraja tersebut diharapkan akan dengan segera
memperluas gagasannya tersebut, karena mereka akan menjadi orang yang mempunyai
pengaruh luas di tengah masyarakat. Demikian juga dengan mendidik para calon guru yang
diharapkan akan segera mempercepat proses transformasi ide tentang gerakan dakwah
Muhammadiyah, karena mereka akan mempunyai murid yang banyak. Oleh karena itu, Dahlan
juga mendirikan sekolah guru yang kemudian dikenal dengan Madrasah Mu’allimin
(Kweekschool Muhammadiyah) dan Madrasah Mu’allimat (Kweekschool Putri
Muhammadiyah). Dahlan mengajarkan agama Islam dan tidak lupa menyebarkan cita-cita
pembaharuannya.
Di samping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah,
ia juga tidak lupa akan tugasnya sebagai pribadi yang mempunyai tanggung jawab pada
keluarganya. Di samping itu, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup
berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi entrepreneurship yang cukup
menggejala di masyarakat.
Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan
cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat,
sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam’iyatul Khair, Budi
Utomo, Syarikat Islam, dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad Saw.
Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik
dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan
datang bertubi-tubi kepadanya. Ia dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi
agama Islam. Ada yang menuduhnya kiai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda
yang Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan ada pula orang yang hendak
membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar. Keteguhan
hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaharuan Islam di tanah air bisa
mengatasi semua rintangan tersebut.
Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah
Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun
1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya
berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah
Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan
organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatannya dibatasi.
Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari, Imogiri
dan lain-lain tempat telah berdiri Cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan
dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka K.H. Ahmad
Dahlan menyiasatinya dengan menganjurkan agar Cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta
memakai nama lain, misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Al-Munir di Makassar, dan di Garut
dengan nama Ahmadiyah. Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh
Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari Cabang Muhammadiyah.
Di dalam kota Yogyakarta sendiri, Ahmad Dahlan menganjurkan adanya jama’ah dan
perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam. Perkumpulan-
perkumpulan dan Jamaah-jamaah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yang di
antaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul
Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta’awanu alal birri,
Ta’ruf bima kanu wal-Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi (Kutojo dan
Safwan, 1991: 33).
Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan
mengadakan tabligh ke berbagai kota, di samping juga melalui relasi-relasi dagang yang
dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di
berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya
untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin
berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Ahmad
Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan
cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh
pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.
Dalam bulan Oktober 1922, Ahmad Dahlan memimpin delegasi Muhammadiyah dalam
kongres Al-Islam di Cirebon. Kongres ini diselenggarakan oleh Sarikat Islam (SI) guna
mencari aksi baru untuk konsolidasi persatuan ummat Islam. Dalam kongres tersebut,
Muhammadiyah dan Al-Irsyad (perkumpulan golongan Arab yang berhaluan maju di bawah
pimpinan Syeikh Ahmad Syurkati) terlibat perdebatan yang tajam dengan kaum Islam ortodoks
dari Surabaya dan Kudus. Muhammadiyah dipersalahkan menyerang aliran yang telah mapan
(tradisionalis-konservatif) dan dianggap membangun mazhab baru di luar mazhab empat yang
telah ada dan mapan.
Muhammadiyah juga dituduh hendak mengadakan tafsir Qur’an baru, yang menurut kaum
ortodoks-tradisional merupakan perbuatan terlarang. Menanggapi serangan tersebut, Ahmad
Dahlan menjawabnya dengan argumentasi: “Muhammadiyah berusaha bercita-cita
mengangkat agama Islam dari keadaan terbekelakang. Banyak penganut Islam yang
menjunjung tinggi tafsir para ulama dari pada Qur’an dan Hadis. Umat Islam harus kembali
kepada Qur’an dan Hadis. Harus mempelajari langsung dari sumbernya, dan tidak hanya
melalui kitab-kitab tafsir”.
Sebagai seorang demokrat dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah,
Dahlan memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan
pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah
Muhammadiyah, telah diselenggarakan duabelas kali pertemuan anggota (sekali dalam
setahun), yang saat itu dipakai istilah Algemeene Vergadering (persidangan umum).
Atas jasa-jasa K.H. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa ini melalui
pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya
sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961. Dasar-dasar
penetapan itu ialah sebagai berikut :
1. K.H. Ahmad Dahlan telah memelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya
sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat.
2. Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan ajaran Islam
yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi
masyarakat dan ummat, dengan dasar iman dan Islam.
3. Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan
yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam.
4. Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori
kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan dan berfungsi sosial, setingkat
dengan kaum pria.

Anda mungkin juga menyukai