Anda di halaman 1dari 20

PENDAHULUAN

Palsi serebral merupakan terminologi yang digunakan untuk menunjukkan


adanya gangguan fungsi motorik akibat lesi non-progresif (statik) pada awal proses
perkembangan otak. Palsi serebral dapat disebabkan oleh faktor genetika, metabolik,
iskemik, infeksi, serta etiologi “didapat” lainnya. Pada awalnya palsi serebral disebut
sebagai static encephalopathy, namun terminologi ini kurang tepat mengingat
gambaran neurologis cerebral palsy biasanya berubah seiring dengan waktu. Palsi
serebral biasanya berhubungan dengan gangguan bicara, penglihatan, serta
intelektual. Meskipun demikian, cerebral palsy merupakan gangguan secara selektif
terhadap sistem motorik otak. Banyak anak dan dewasa dengan palsi serebral
memiliki kemampuan intelektual yang baik dan menempuh pendidikan tinggi tanpa
adanya tanda disfungsi kemampuan kognitif.1,2,3

Meskipun metode dan peralatan medis untuk perawatan neonatus telah


berkembang secara signifikan, insidensi palsi serebral tidak mengalami perubahan
dalam lebih dari 4 dekade terakhir. Prevalensi palsi serebral di negara-negara maju
adalah 2-2.5 kasus per 1000 kelahiran hidup, dimana bayi prematur merupakan
kelompok prevalensi tertinggi. Pada negara berkembang, prevalensi palsi serebral
tidak begitu jelas diketahui, namun diperkirakan antara 2-2.5 kasus per 1000
kelahiran hidup. Semua kelompok ras memiliki potensi yang sama terkena palsi
serebral. Status sosioekonomi yang rendah serta jenis kelamin laki-laki merupakan
risiko tinggi kejadian cerebral palsy.1,2,3

Prevalensi palsi serebral berkisar antara 1.5 hingga 2.5 per 1000 kelahiran
hidup dengan variabilitas yang kecil bahkan hampir tidak ada pada negara-negara
barat. Studi yang dilaksanakan oleh The Collaborative Perinatal Project dengan
melibatkan 45.000 anak yang dimonitor sejak intra-uterus hingga usia 7 tahun
menunjukkan bahwa sebagian besar anak dengan cerebral palsy tidak berhubungan

1
dengan proses persalinan dan kelahiran. Pada 80% kasus cerebral palsy ditemukan
adanya hubungan faktor antenatal yang menyebabkan terjadinya abnormalitas
perkembangan otak. Kurang dari 10% anak dengan asfiksia intrapartum yang
mengalami cerebral palsy. Infeksi intra-uterus (chorioamnitis, inflamasi membran
plasenta, inflamasi tali pusat, cairan amnion berbau busuk, sepsis maternal, suhu
tubuh > 38℃ saat persalinan, infeksi saluran kemih) diketahui berhubungan secara
signifikan dengan peningkatan risiko cerebral palsy pada bayi dengan berat lahir
normal. Peningkatan kadar sitokin merupakan salah satu indikator bayi baru lahir
dengan prognosis akan menderita cerebral palsy.1,2,3

2
KASUS

1. Identitas penderita
 Nama : An. A
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Tgl.Lahir/Usia : 17 Maret 2015/ 3 tahun 2 bulan
 Agama : Islam
 Kebangsaan : Indonesia
 Suku : Poso
 Nama Ibu : Ny. R Umur 27 tahun
 Nama Ayah : Tn. S Umur 31 tahun
 Pekerjaan Ibu : Wiraswasta
 Pekerjaan Ayah : Wiraswasta
 Pendidikan Ibu : SMA
 Pendidikan Ayah : SMA
 Alamat : Jln. Mesjid Raya
 Diagnosis : Cerebral Palsy
 Tanggal masuk : 08 Mei 2018

2. ANAMNESIS

Keluhan utama : Tidak bisa duduk, berdiri dan berjalan.

Riwayat penyakit sekarang


Pasien anak laki-laki dibawa orang tuanya datang ke poloklinik tumbuh
kembang anak RSUD UNDATA Palu dengan tujuan datang kontrol anaknya pasca
rawat inap dengan anaknya belum bisa tengkurap, merangkak, duduk, berdiri,

3
berjalan, dan belum bisa bicara di umurnya sekarang. Keluhan ini dirasakan sejak
beberapa tahun lalu setelah anaknya dirawat di RSUD Undata Palu dengan keluhan
kejang beberapa tahun yang lalu kemudian diikuti panas. Kejang dialami selama > 15
menit dan kejang berulang dalam waktu ± 8 jam. Diantara bangkitan kejang pasien
tidak sadar. Pasien juga mengalami batuk beringus beberapa hari sebelum masuk
rumah sakit. Pasien tidak mengalami muntah. Nafsu makan menurun sejak
mengalami batuk.

Riwayat penyakit sebelumnya


Pasien pernah mengalami kejang pada usia 2 bulan, 4 bulan, dan 9 bulan.

Riwayat penyakit keluarga


Tidak ada keluarga yang mengalami ataupun memiliki riwayat kejang-kejang

Riwayat social-ekonomi
Pasien merupakan keluarga menengah ke bawah..

Riwayat Persalinan
Riwayat kehamilan ibu G1P1A0 dengan riwayat ANC yang rutin. Ibu tidak
sakit selama hamil. Pasien lahir di RS Anutapura Palu, cukup bulan, lahir melalui
sectio cessaria atas indikasi partus lama dengan berat badan lahir 2800 gram serta
pajang badan 45 cm. saat lahir bayi tidak menangis.

Kepandaian Bayi
Bayi belum bisa bicara, belum mampu untuk menegakkan kepala, belum
mampu untuk tengkurap, duduk, berdiri dan berjalan.

4
Anamnesis makanan
Pasien minum ASI sampai usia 6 bulan selanjutnya ditambah dengan susu
formula dan makan sun sampai sekarang.

Riwayat imunisasi
Imunisasi dasar lengkap

3. PEMERIKSAAN FISIK

 Keadaan Umum : Sakit Berat


 Kesadaran : Apatis
 Berat Badan : 11,5 Kg
 Panjang Badan : 90 cm

Tanda vital
 Denyut Nadi : 100 kali/menit
 Suhu : 36,8oC
 Respirasi : 28 kali/menit
 Kulit : Sianosis (-), icterus (-), eritema/petekie (-), turgor
kembali cepat.
 Kepala : Lingkar Kepala 42 cm kesan mikrocephali,
conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), tonsil sulit dinilai, pengeluaran
air liur berlebihan, gerakan bola mata tidak terkontrol.
 Leher : Pembesaran Kelenjar getah bening (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)

Thorax
Paru-paru

5
 Inspeksi : Simetris bilateral(+), retraksi (-) subcostal, massa (-),
cicatrix (-)
 Palpasi : Vokal Fremitus (+/+) Kesan normal, massa (-), nyeri
tekan (-)
 Perkusi : Sonor (+) di seluruh lapang paru
 Auskultasi : Vesicular (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC IV linea midclavicula
sinistra
 Perkusi : Cardiomegaly (-)
 Auskultasi : Bunyi Jantung I/II murni reguler, murmur (-), gallop
(-)

Abdomen
 Inspeksi : Bentuk datar, distensi (-), massa (-), cicatrix (-)
 Auskultasi : Peristaltik (+) Kesan normal
 Perkusi : Tympani (-)
 Palpasi : Organomegali (-), Nyeri tekan (-)

Genitalia : Dalam Batas Normal

Anggota gerak : Ekstremitas akral hangat, edema (-), Quadriplegia (+)

Punggung : Skoliosis (-), lordosis (-), kyphosis (-)

Otot-otot : Hipetonus, spastik

6
Reflex : rooting sucking (+), Babinski (+), moro (+), palmar
grasp (+), plantar grasp (+).

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Darah Rutin : (-)
Radiologi : (-)
EKG : (-)

5. DIAGNOSIS
Palsi Serebral
Epilepsi

6. TERAPI
Rehab Medik
Defakene 2x2,5 cth

7. Anjuran : CT Scan Kepala


Kontrol darah rutin
Foto Thorax
EEG
Terapi Operatif

7
DISKUSI KASUS

Palsi serebral adalah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang menetap dan
tidak progresif, meskipun gambaran klinisnya dapat berubah selama hidup; terjadi
pada usia dini dan merintangi perkembangan otak normal dengan menunjukkan
kelainan posisi dan pergerakan diserta kelainan neurologis berupa gangguan korteks
serebri, ganglia basalis dan serebelum.1,2
CP dapat diklasifikasikan berdasarkaan gejala dan tanda klinis neurologis. Hingga
saat ini CP diklasifikasikan berdasarkan kerusakan gerakan yang terjadi dan dibagi
dalam kategori yaitu:2,3
1. CP spastik
Merupakan bentuk CP terbanyak (70-80%), otot mengalami kekakuan dan
secara permanen akan menjadi kontraktur. Jika kedua tungkai mengalami
spastisitas, pada saat seseorang berjaan, kedua tungkai tampak beergerak kaku
dan lurus. Gambaran klinis ini membentuk karakteristik berupa ritme berjala
yang dikenal dengan gait gunting (scissors gait). Anak dengan spastik
hemiplegia dapat disertai tremor hemiparesis, dimana seseorang tidak dapat
mengendalikan gerakan pada tungkai pada satu sisi tubuh, jika tremor
memberat akan terjadi gangguan gerakan berat. CP spastik dibagi berdasarkan
julah ekstremitas yang terkena, yaitu:
a. Monoplegia. Bila hanya mengenai 1 ekstremitas saja, biasanya lengan.

8
b. Diplegia. Keempat ekstremitas terkena, tetapi kedua kaki lebih berat
daripada kedua lengan

c. Triplegia. Bila mengenai 3 ektremitas, yang paling banyak adalah


mengenai kedua lengan dan 1 kaki.

d. Quadriplegia. Keempat ektremitas terkena dengan derajat yang sama

e. Hemiplegia. Mengenai salah satu sisi dari tubuh dan lengan terkena lebih
berat.

2. CP Atetoid/diskinetik
Bentuk CP ini mempunyaii karakteristik gerakan menulis yang tidak
terkontrol dan perlahan. Gerakan abnormal ini mengenai tangan, kaki, lengan,
atau tungkai dan pada sebagian besar kasus, otot muka dan lidah,
menyebabkan anak tampak menyeringai dan selalu mengeluarkan air liur.
Gerakan sering meningkat selama periode peningkatan stress dan hilang pada

9
saat tidur. Penderita juga mengalami masalah koordinasi gerakan otot bicara
(disartria). CP atetoid terjadi pada 10-20% penderita CP.
3. CP Ataksid
Jarang dijumpai, mengenai keseimbangan dan persepsi dalam.
Penderita yang terkena sering menunjukkan koordinasi yang buruk, berjalan
tidak stabil dengan gaya berjalan terbuka lebar, meletakkan kedua kaki
dengan posis yang saling berjauhan, kesulitan dalam melakukan gerakan cepat
dan tepat, misalnya menulis atau mengancingkan bajuu. Mereka juga sering
mengalami tremor, dimulai dengan gerakan volunter misalnya mengambil
buku, menyebabkan gerakan seperti menggigil pada bagian tubuh yang baru
digunakan dan tampak memburuk sama dengan penderita saat akan menuju
objek yang dikehendaki. Bentuk ataksid ini mengenai 5-10% penderita CP.

4. CP campuran
Sering ditemukan pada seorang penderita mempunyai lebih dari satu
bentuk CP yng dijabarkan di atas. Bentuk campuran yang sering dijumpai
adalah spastik dan gerakan atetoid tetapi kombinasi lain juga mungkin
dijumpai.

CP juga dapat diklasifikasikan berdasarkan estimasi derajat beratnya penyakit


dan kemampuan penderiita untuk melakukan aktivitas normal.
Klasifikasi Perkembangan motoric Gejala Penyakit penyerta
Minimal Normal, hanya terganggu secara - Kelainan tonus sementara - Gangguan
kualitatif - Reflex primitive menetap komunikasi
terlalu lama - Gangguan belajar
- Kelainan postur ringan spesifik
- Gangguan gerak
motoriikk kasar dan
halus, misalnya clumpsy
Ringan Berjalan umur 24 bulan - Beberapa kelainan pada
pemeriksaan neurologiis
- Perkembangan reflex
primitive abnormal

10
- Respon postural
terganggu
- Gangguan motoric,
misalnya tremor
- Gangguan koordinasi
Sedang Berjalan umur 3 tahun, kadang Berbagai kelainan neurologis Retardasi mental
memerlukan bracing Reflex primitif menetap dan Gangguan belajar dan
Tidak perlu alat khusus kuat komunikasi
Respon postural terlambat Kejang
Berat Tidak bisa berjjalann, atau Gejala neurologis dominan
berjalan dengan alat bantu Reflex primitive menetap
Kadang perlu opeerasi Respon postural tidak
muncul

Pada pasien ini cerebral palsy yang dialami adalah CP bentuk campuran
dimana pada pasien ditemukan adanya CP spastik tipe monoplegia dan CP Atetoid
karena memperlihatkan wajah menyeringai dengan mengeluarkan banyak air liur.

Penyakit lain yang berhubungan dengan Cerebral Palsy


Banyak penderita CP juga menderita penyakit lain. Kelainan yang
mempengaruhi otak dan menyebabkan gangguan fungsi motorik dapat menyebabkan
kejang dan mempengaruhi perkembangan intelektual seseorang, atensi terhadap
dunia luar, aktivitaas dan perilaku, dan penglihatan serta pendengaran. Penyakit-
penyakit yang berhubungan dengan CP adalah :3,4
1. Gangguan mental
Sepertiga anak CP memiliki gangguan intelektual ringan, sepertiga dengan
gangguan sedang hingga berat dan sepertiga lainnya normal. Gangguan mental
sering dijumpai pada anak dengan klinis spastik quadriplegia.
2. Kejang atau epilepsy
Setengah dari seluruh anak CP menderita kejang. Selama kejang, aktivitas
elektrik dengan pola normal dan teraturdiotak mengalami gangguan karena
letupan listrik yang tidak terkontrol. Pada penderita CP dan epilepsy, gangguan

11
tersebut akan tersebar ke seluruh otak dan menyebabkan gejala pada seluruh
tubuh, seperti kejang tonik-klonik atau mungkin hanya pada stu bagian otak dan
menyebabkan gejala kejang parsial. Kejang tonik klonik secara umum
menyebabkan penderita menjerit dan diikuti dengan hilangnya kesadaran,
twitching kedua tungkai dan lengan, gerakan tubuh konvulsi dan hilangnya
control kandung kemih. Kejang parsial diklasifikasikan menjadi simpleks atau
kompleks. Pada tipe simpleks, penderita menunjukkan gejala yang terlokalisir
misalnya kejang otot, gerakan mengunyah, mati rasa atau rasa gatal. Pada tipe
kompleks, penderita dapat mengalami halusinasi, berjalan sempoyongan,
gerakan otomatisasi dan tanpa tujuan, atau menglami gangguan kesadaran atau
mengalami kebingungan.
3. Gangguan pertumbuhan
Sindroma gagal tumbuh sering terjadi pada CP derajat sedang hingga berat,
terutama tipe quadriparesis. Gagal tumbuh secara umum adalah istillah untuk
mendeskripsikan anak-anak yag terhambat pertumbuhan dan perkembangannya
walaupun cukup mendapat asupan makanan . pada bayi-bayi, terhambatnya laju
pertumbuhan terlihat dari kenaikan berat badan yang sangat kecil; pada anak
kecil, dapat tampak terlalu pendek.
4. Gangguan pengihatan dan pendengaran
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refleks.
Pada keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak. Hampir 25% pasien palsi
serebral menderita kelainan mata. Gangguan pendengaran terdapat pada 5-10%
anak dengan palsi serebral. Gangguan berupa kelainan neurogen terutama
persepsi nada tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata.
pada pasien ini kemungkinan memiliki penyakit lain yang berhubungan dengan
cerebral palsi yang dialami. Karena pasien datang dengan kejang dan juga
memiliki riwayat kejang sewaktu usia 2 hari, 4 bulan dan 9 bulan tanpa disertai
adanya demam. Kejang yang dialaminya lebih dari 15 menit dan bersifat tonik
klonik.

12
Patofisiologi
Penyebab dari cerebral palsy dapat dibagi dalam 3 bagian, yaitu pranatal,
perinatal, dan pascanatal2,3
1. Pranatal
Infeksi terjadi dalam masa kandungan, menyebabkan kelainan pada janin,
misalnya oleh lues, toxoplasma, rubela dan penyakit inkuli sitomegalik.
Anoksia dalam kandungan, terkena radiasi sinar-X dan keracunan
kehamilan dapat menimbulkan palsi serebral. Kelainan yang mencolok
biasanya gangguan pergerakan dan retardasi mental.
2. Perinatal
a. Anoksia/hipoksia
Hal ini terdapat pada keadaan presentasi bayi abnormal, disporposi
sefalo-pelvik, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus
menggunakan bantuan instrumen tertentu dan lahir dengan bedah
sesar.
b. Perdarahan otak
Perdarahan dan anoksia dapat bersama-sama, sehingga sukar
membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak,
mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah sehingga terjadi
anoksia. Perdarahan dapat terjadi di ruang subarakhnoid akan
menyebabkan penyumbatan CSS sehingga mengakibatkan
hidrosefalus. Perdarahan di ruang subdural dapat menekan korteks
serebri sehingga timbul kelumpuhan spastik
c. Prematuritas
Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita perdarahan
otak lebih banyak dibandingkan bayi cukup bulan, karena pembuluh

13
darah, enzim, faktor pembekuan darah dan lain-lain masih belum
sempurna.

d. Ikterus
Ikterus pada masa neonatal dapat menyebabkan kerusakan jaringan
otak yang kekal akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya
pada kelainan inkompatibilitas golongan darah.
e. Meningitis purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat
pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa palsi serebral
3. Pascanatal
Setiap kerusakan pada jaringan otak yang mengganggu perkembangan
dapat menyebabkan palsi serebral. Misalnya pada trauma kapitis,
meningitis, ensefalitis dan luka parut pada otak pasca bedah.

Penyebab cerebral palsy yang terjadi pada pasien ini kemungkinan berasal
dari Perinatal karena pasien lahir melalui sectio cessaria atas indikasi partus lama
sehingga kemungkinan telah terjadi gawat janin. sehingga kemungkinan telah terjadi
hipoksia maupun anoksia pada pasien ini.

Diagnosis
Tanda awal CP biasanya tampak pada usia < 3 tahun, dan orangtua sering
mencurigai ketika kemampuan perkembangan motorik tidak normal. Bayi dengan CP
sering mengalami keterlambatan perkembangan, misalnya tengkurap, duduk,
merangkak, tersenyum atau berjalan. Sebagian mengalami abnormalitas tonus otot.
Penurunan tonus otot/hipotonia; bayi tampak lemah dan lemas, kadang floppy.
Peningkatan tonus otot/hypertonia, bayi tampak kaku. Pada sebagian kasus, bayi pada
periode awal tampak hipotonia dan selanjutnya berkembang menjadi hipertonia

14
setelah 2-3 bulan pertama. Anak-anak CP mungkin menunjukkan postur abnormal
pada satu sisi tubuh.3,4

Pemeriksaan fisik
Dalam menegakkan diagnosis CP perlu melakukan pemeriksaan kemampuan
motorik bayi dan melihat kembali riwayat medis mulai dari riwayat kehamilan,
persalinan, dan kesehatan bayi. Perlu juga dilakukan pemeriksaan refleks dan
mengukur perkembangan lingkar kepala anak. Refleks adalah gerakan dimana tubuh
secara otomatisasi bereaksi sebagai respon terhadap stimulus spesifik. sebagai contoh,
jika bayi baru lahir menekuk kepalanya maka kaki akan bergerak ke atas kepala, dan
bayi secara otomatis akan membentangkan lengannya, yang dikenal dengan refleks
moro, yang tampak seperti gerakan akan memeluk. secara normal, refelks tersebut
akan menghilang pada usia 6 bulan, tetapi pada penderita CP , refelks tersebut akan
bertahan lebih lama. hal tersebut merupakan salah satu dari beberapa refleks yang
harus diperiksa. Perlu juga memeriksa penggunaan tangan, kecenderungan untuk
menggunakan tangan kanan atau kiri. jika dokter memegang obyek didepan dan pada
sisi dari bayi, bayi akan mengambil benda tersebut dengan tangan yang cenderung
dipakai, walupun obyek didekatkan pada tangan yang sebelahnya. sampai usia 12
bulan, bayi masih belum menunjukkan kecenderungan menggunakan tangan yang
dupilih. tetapi bayi dengan spastik hemiplegia, akan menunjukkan perkembangan
pemilihgan tangan lebih dini, sejak tangan pada sisi yang tidak terkena menjadi lebih
kuat dan banyak digunakan.2,3,4
Langkah selanjutnya dalam diagnosis CP adalah menyingkirkan penyakit lain
yang menyebabkan masalah pergerakan. yang terpenting, harus ditentukan bahwa
kondisi anak tidak bertambah buruk. walaupun gejala dapat berubah seiring waktu,
CP sesuai dengan definisinya tidak dapat menjadi progresif. jika anak secara
progresif kehilangan kemampuan motorik, ada kemungkinan terdapat masalah yang

15
berasal dari penyakit lain, misalnya penyakit gengetik, penyakit muskuler, kalinan
metabolik, tumor SSP.

Pada pasien ini ditemukan beberapa tanda dari cerebral palsi yaitu adanya
monoplegia, hipotonus, keadaan lemah, sering mengeluarkan air liur, refleks
fisiologis menurun khususnya pada refleks biceps dan triceps pada otot-otot di bagian
lengan kiri atas. lingkar kepala pasien berdasarkan umur dan berat badan juga tidak
sesuai dan memberi kesan mikrosefali.2,3,4

Pemeriksaan Neuroradiologik
Pemeriksaan khusus neuroradiologik untuk mencari kemungkinan penyebab
perlu dikerjakan, salah satu pemeriksaan adalah CT scan kepala, yang merupakan
pemeriksaan imagig untuk mengetahui struktur jaringan otak. CT scan dapat
menjabarkan area otak yang kurang berkembang, kista abnormal, atau kelainan
lainnya. dengan informasi dari CT scan, dokter dapat menentukan prognosis
penderita CP.2,3,4
MRI kepala, merupakan tekhnik imaging yang canggih, menghasilkan gambar
yang lebih baik dalam hal struktur atau area abnormal dengan lokasi dekat dengtan
tulang dibanding CT scan kepala. neuroimaging direkomendasikan dalam evaluasi
anak CP jika etiologi tidak dapat dilakukan.2,3,4
Pemeriksaan ketiga yang dapat menggambarkan masalah dalam jaringan otak
adalah USG kepala. USG dapat dgunakan pada bayi sebelum tulang kepala mengeras
dan UUB tertutup. walaupun hasilnya kurang akurat dibanding CT dan MRI, tehnik
tersebut dapat mendeteksi kista dan struktur otak, lebih murah dan tidak
membutuhkan periode lama pemeriksaannya.2,3,4

Pemeriksaan Lain
Pada akhirnya, klinisi mungkin akan mempertimbangkan kondisi lain yang
berhubungan dengan CP, termasuk kejang, gangguan mental, dan visus atau masalah

16
berhubungan dengan CP, termasuk kejang, gangguan mental, dan visus atau maslah
pendengaran untuk menentukan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan.2,3,4
Jika dokter menduga adanya penyakit kejang, EEG harus dilakukan. EEG
dapat membantu klinisi untuk melihat aktivitas elektrik otak dimana akan
menunjukkan penyakit kejang. Pemeriksaan inteligensi harus dikerjakan untuk
menentukan derajat gangguan mental. kadangkala inteligensi anak sulit ditentukan
dengan sebenarnya karena keterbatasan pergerakan, sensasi atau bicara, sehingga
anak CP mengalami kesulitan melakukan tes dengan baik. 2,3,4

Penatalaksanaan
a. Terapi Fisik
Terapi fisik selalu dimulai pada usia tahun pertama kehidupan, segera setelah
diagnostik ditegakkan. program terapi fisik menggunakan gerakan spesifik
mempunyai tujuan utama yaitu mencegah kelemahan atau kemunduran fungsi otot
yang apabila berlanjut akan menyebabkan pengerutan otot (disuse atrophy) dan
yang kedua adalah menghindari kontraktur, di mana otot akan menjadi kaku yang
pada akhirnya akan menimbulkan posisi tubuh abnormal. 2,3,4
Kontraktur merupakan satu komplikasi yang sering terjadi. pada keadaan
normal, dengan panjang tulang yang masih tumbuh akanmenarik otot tubuh dan
tendon pada saat berjalan dan berlari serta untuk aktivitas sehari-hari. hal ini
memastikan bahwa otot akan berkembang dalam kecepatan yang sama. tetapi pada
anak dengan CP, spastisitas akan mencegah peregangan otot dan hal tersebut akan
menyebabkan otot tidak akan berkembang cukup pesat. 2,3,4

b. Terapi medikamentosa
Untuk penderita CP yang disertai dengan kejang, dapat diberikan anti kejang
yang terbukti efektif untuk mencegah terjadinya kejang berulang. pada psien ini
karena telah mengalami kejang berulang lebih dari 3 kali tanpa adanya demam
maka perlu diberikan terapi kejang rumatan selama 1 tahun. obat yang diberikan

17
adalah Asam valproat 15-40 mg/kg/hari dibagi 2-3 dosis. tetapi asam valproat
memiliki efek samping hepatotoksik sehingga perlu dilakukan pemeriksaan
SGOT/SGPT setiap 3 bulan. 2,3,4
Untuk terapi spastisitasnya bisa diberikan diazepam dengan dosis 0,12-0.8
mg/kgbb/hari peroral dibagi dalam 6-8 jam, dan tidak melebihi 10 mg/dosis. dapat
juga diberikan Baclofen yang bekerja dengan cara menutup penerimaan signal dari
medula spinalis yang akan menyebabkan kontraksi otot. selain itu daat juga
diberikan Dantrolene yang bekerja dengan mengintervensi proses kontraksi otot
sehingga otot tidak bekerja. 2,3,4
Obat-obatan ini akan menurunkan spastisitas hanya untuk periode singkat.

c. Terapi Bedah
Pembedahan sering direkomendasikan jika terjadi kontraktur berat dan
menyebabkan msalah pergerakan, pada pasien ini tidak perlu dilakukan
pembedahan karena pasien belum mengalami kontraktur otot. 2,3,4

18
19
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of pediatrics, Subcomittee on Seizures. 2011;127:389-94

2. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), 2013. Peningkatan Kualitas pelayanan

Kesehatan Anak tingkat Pelayanan Primer. Penerbit IDAI.

3. Adams R.C., Snyder P., Treatment For Cerebral Palsy: Making Choices of

intervention from an expanding menu of option. In Young Children. 2008; 10:1-

22

4. American Academy of Neurology. 2011. Evidence for diagnostik assesment for

children with CP

20

Anda mungkin juga menyukai