Anda di halaman 1dari 57

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan diuraikan konsep yang mendasari penelitian ini antara lain: 1) Konsep Massage swedish, 2) Konsep Nyeri,
3) Konsep Gout Arthritis , 4) Konsep Menopause, 5) Kerangka Teori, 6) Kerangka Konsep.

2.1 Konsep Massage Swedish

2.1.1 Pengertian Massage Swedish

Swedish adalah pijatan tradisional khas Eropa kuno yang telah umum dipraktekkan juga di banyak Negara. Teknik pijat
ini di populerkan oleh seorang berkebangsaan Swedia, Peter Henri Ling, pada Tahun 1812. Setelah itu teknik ini merambah
masuk ke Amerika Serikat kini popular dimana-mana, termasuk Indonesia. Pemijatan ini hamper sama dengan pijat tradisional,
pijat ini dilakukan mulai dari kaki menuju ke arah jantung dan mengurangi rasa nyeri (Bagaskoro, 2011).

Massage Swedish adalah manipulasi dari jaringan tubuh dengan tehnik khusus untuk mempersingkat waktu untuk
pemulihan dari ketegangan otot (kelelahan), meningkatkan sirkulasi darah tanpa meningkatkan kerja jantung dengan
menggunakan suatu sistem tekanan panjang dan halus yang membuat suatu pengalaman atau rasa yang sangat rileks atau santai
(Ken gray, 2009).

2.1.2 Tehnik Massage Swedish


Tehmik massage Swedish ada 6 macam, menurut (Bagaskoro, 2011). Antara lain :

1. Effleurage (stroking) adalah gerakan mengurut menggunakan telapak tangan dan jari-jari, terutama ibu jari. Urutan
memanjang ini biasanya dilakukan mengikuti bentuk tubuh dan mengarah ke jantung. Urutan jenis ini memberikan efek
menenangkan.
2. Petrissage (kneading) merupakan gerakan seperti meremas adonan di area yang di pijat menggunakan telapak tangan dan
jari jemari. Remasan dalam seni pijat ini sangat membantu untuk mengurangi ketegangan otot dan sangat merilekskan rasa
nyeri.
3. Friction (rubbing) yaitu gerakan memutar dengan tekanan menggunakan tangan, ibu jari maupun jari-jari lainnya. Putaran
kecil yang dilakukan pada area kulit dan otot-otot yang tegang akan meredakan kelelahan dan stress otot akibat aktivitas
sehari-hari.
4. Vibration merupakan gerakan menggetarkan tubuh dengan tangan.
5. Percussion (tapotement) adalah gerakan mengetuk dengan cepat yang dilakukan dengan lembut dan ritmis. Gerakan ini
mampu meningkatkan vitalitas dan menambah semangat.
6. Fingertips brushing adalah tekanan lembut menggunakan ujung-ujung jari tangan yang menenangkan sistem seraf dan
sekaligus menstimulasi otot setelah dipijat.

Menurut (Sri Wahyuni, 2014). Pada dasarnya tehnik massage yang digunakan dapat di kelompokkan menjadi 3 kelompok,
yaitu :

1. Stroking manipulations.
Terdiri dari tehnik effleurage dan stroking
a. Effleurage (menggosok), yaitu gerakan ringan berirama yang di lakukan pada seluruh permukaan tubuh. Effleurage
menggunakan seluruh permukaan telapak tangan dan jari-jari untuk menggosok daerah tubuh tertentu. Efek yang
ditimbulkan adalah dapat memperlancar aliran darah balik ke vena maupun limfatik, membantu pertukaran cairan pada
jaringan, membantu pembuangan sampah hasil metabolism dan mengurangi ketegangan otot dan nyeri.
b. Stroking (mengurut) yaitu manipulasi dengan menggunakan ujung-ujung jari. Terutama tiga jari tengah, atau hanya ibu
jari, pelaksanaannya seperti manipulasi effleurage. Tehnik ini dapat meningkatkan sensory analgesia.
2. Pressure or petrissage manipulations.
Tehnik ini terdiri dari tehnik picking up, wringing, rolling dan shaking (kneading).
a. Shaking atau kneading (menggoncang) dilakukan dengan seluruh permukaan telapak tangan dan jari-jari, dua tangan
bersama-sama atau satu tangan saja pada otot yang lebar dan tebal dengan digoncangkan. Tehnik ini dapat menstimulasi
aliran darah vena dan limfatik, meningkatkan gerakan jaringan fibrus, mengeluarkan sampah hasil metabolisme dan
membantu jaringan lunak agar siap melakukan latihan (exercise).
b. Picking up dengan melakukan penekanan pada jaringan selanjutnya jaringan diangkat, diperas dan kemudian
dilepaskan. Tehnik ini memberikan efek yang sama dengan tehnik shaking (kneading) dan biasanya digunakan setelah
melakukan tehnik effleurage dan kneading. Tehnik ini juga baik digunakan untuk mobilisasi jaringan lunak.
c. Wringing, pada tehnik ini dilakukan penekanan pada jaringan dengan cara satu tangan menekan kearah fisiotherapist
dan tangan lainnya menekan kea rah samping. Efek yang diberikan sama dengan tehnik kneading.
d. Rolling, tehnik ini dapat dilakukan menggunakan seluruh jari-jari tangan. Terdapat 2 tipe tehnik Rolling yaitu skin
rolling dan muscle rolling. Tujuan dari tehnik ini untuk melonggarkan atau memisahkan kembali lengketan-lengketan
yang terjadi antara kulit dengan jaringan- jaringan dibawahnya.
3. Percussive or tapotement manipulations.
Tehnik ini meliputi : tehnik hacking, clapping, beating, pounding and vibration. Tehnik ini secara spesifik lebih banyak
digunakan untuk kegiatan olahraga.
a. Hacking, manipulasi ini dilakukan dengan cara lengan diabdusikan dengan siku yang dibengkokkan. Tehnik ini
bertujuan untuk mestimulasi aliran darah local dan menstimulasi otot.
b. Clapping, dilakukan dengan cara tangan dibuat melengkung tetapi tidak rapat dan daerah yang diterapi hanya terkena
telapak tangan dan jari-jari, sedangkan pergelangan tangan melakukan gerakan fleksi dan ektensi.
c. Beating, merupakan salah satu bentuk dari tehnik tapotement dengan menggunakan kepalan tangan untuk memukul
area terapi secara ringan.
d. Pounding, dilakukan dengan cara tangan menggenggam ringan dan ibu jari hanya menempel pada jari yang lain.

2.1.3 Manfaat Massage Swedish

Manfaat utama untuk pijat yaitu untuk merelaksasikan otot-otot yang kaku, pergerakan sendi dan postur tubuh,
memperlancarkan sirkulasi darah dan getah bening,serta menyeimbangkan sistem syaraf. Pijat ini bermanfaat tidak hanya untuk
secara fisik, tetapi juga bermanfaat untuk secara psikologis. Pijat ini juga dapat membantu untuk mengembalikan tubuh ini
menjadi bugar dan segar (Aslani, ).
Menurut (Best, 2008). Manfaat massage Swedish yang dapat dilakukan pada tubuh yaitu berupa : peningkatan aliran darah,
aliran limfatik, stimulasi sistem saraf, meningkatkan aliran laik vena, dan dapat menghilangkan rasa sakit nyeri yaitu dengan
cara meningkatkan ambang rasa sakit, oleh untuk merangsang peningkatan produksi hormone endorphin. Ada juga proses
fisiologis dari massage Swedish yang lain yaitu :

1. Membantu untuk mengurangi pembengkakan pada fase yang kronis lewat mekanisme peningkatan aliran darah yang
melalui limfe.
2. Mengurangi rasa nyeri melalui mekanisme penghambat rangsangan nyeri (gate control) serta meningkatkan hormone
mophin endogen.
3. Meningkatkan relaksasi otot sehingga dapat mengurangi ketegangan atau yang mengalami kram pada otot.
4. Berpotensi untuk mengurangi waktu pemulihan dengan berjalan dalam meningkatkan supply oksigen yang dapat
meningkatkan eliminasi sisa metabolisme tubuh yang dapat terjadi karena peningkatan aliran darah.

2.1.4 Prinsip Massage Swedish

Prinsip untuk massage Swedish ini dilakukan pemijatan pada jaringan lunak yang dapat untuk memperlancarkan aliran darah,
dapat mengurangi rasa nyeri, dapat memulihkan tubuh yang kelelahan dan daapat merelaksasikan otot-otot yang tegangan
sehingga tubuh menjadi bugar dan merasakan rileks pada tubuh (Rahmi Primadiati, 2002).
2.2 Konsep Nyeri

2.2.1 Pengertian Nyeri

The International Association For The Study Of Pain (1979), mendefinisikan nyeri sebagai suatu pengalaman sensori
subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang bersifat aktual atau
potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan (Prasetyo, 2010).

Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang diseabkan oleh stimulus tertentu.Nyeri
bersifat subjektif dan sangat ersifat individual.stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik dan atau mental,
sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringa actual atau pada fungsi ego seorang individu (Mahon 1994, dikutip oleh potter
& perry,2009).

Nyeri adalah fenomena yang sulit dipahami,kompleks, dan bersifat misteri yang memengaruhi seseorang serta
eksistensinya diketahui bila seseorang mengalaminya. (McCaffery,1979, dikutip oleh ana zakiyah 2015).

Internasional Association forbthe study of pain (IASP),1979 Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang
tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan actual atau potensial atau digambarkan dalam ragam yang
menyangkut kerusakan atau sesuatu yang digambarkan dengan terjadinya keruskan (Dikutip oleh ana zakiyah, 2015).

Nyeri sendi adalah masalah bagi pasien dalam semua kelompok usia yang menyerang persendian seseorang
(Stanley,2007). Nyeri sendi adalah suatu peradangan sendi yang ditandai dengan pembengkakan sendi, warna kemerahan,
panas, nyeri dan terjadinya gangguan gerak. Pada keadaan ini lansia sangat terganggu, apabila lebih dari satu sendi yang
terserang (Handono, 2013).

2.2.2 Klasifikasi nyeri

Secara Kualitatif nyeri dibagi menjadi dua jenis yaitu nyeri fisiologis dan patologis.Perbedaan utama antara kedua jenis nyeri
ini adalah nyeri fisiologis sensor normal berfungsi sebagai alat proteksi tubuh. Sementara nyeri patologis merupakan sensor
abnormal yang dirasakan oleh seseorang yang dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya adalah trauma dan infeksi bakteri
ataupun virus.Nyeri patologis merupakan sensasi yang timbul sebagai konsekuensi dari adanya kerusakan jaringan atau akibat
adanya kerusakan syaraf.

1. Klasifikasi nyeri berdasarkan durasi


Nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan durasinya dibedakan menjadi nyeri akut dan nyeri kronis :
a. Nyeri akut
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam kurun waktu yang singkat, biasanya kurang dari 6 bulan. Nyeri akut yang
tidak diatasi secara adekuat mempunyai efek yang membahayakan di luar ketidaknyamanan yang disebabkannya karena
dapat mempengaruhi sistem pulmonary, kardiovaskuler, gastrointestinal, endokrin, dan imonulogik (Potter & Perry,
2005).
b. Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri yang berlangsung selama lebih dari 6 bulan. Nyeri kronik berlangsung di luar waktu
penyembuhan yang diperkirakan, karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang
diarahkan pada penyebabnya. Jadi nyeri ini biasanya dikaitkan dengan kerusakan jaringan (Guyton & Hall, 2008). Nyeri
kronik mengakibatkan supresi pada fungsi sistem imun yang dapat meningkatkan pertumbuhan tumor, depresi, dan
ketidakmampuan.
Perbandingan karakteristik nyeri akut dan nyeri kronis
Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis

Tujuan / Memperingatkan adanya Tidak Ada


Keuntungan cedera atau masalah
Awitan Mendadak Terus Menerus atau
Intermiten

Intensitas Ringan sampai berat Ringan sampai berat

Durasi Durasi singkat (Dari Durasi lama (6 bulan


beberapa detik sampai 6 atau lebih)
bulan )
Respon  Konsistensi dengan Tidak terdapat respon
Otonom respon stress simpatis otonom
 Frekuensi jantung
meningkat
 Volume sekuncup
meningkat
 Tekanan darah
meningkat
 Dilatasi pupil
meningkat
 Motilitas
gastrointestinal
menurun
 Aliran saliva menurun
(Mulut Kering)
Komponen Ansietas  Depresi
psikologis  Mudah marah
 Menarik diri dan
minat dunia luar
 Menarik diri dari
persahabatan
Respon jenis  Tidur terganggu
lain  Libido menurun
 Nafsu makan
menurun
Contoh Nyeri bedah, Trauma Nyeri kanker , atritis,
neuralgia trigeminal

2. Klasifikasi Nyeri berdasarkan Asal


Berdasarkan sumbernya, nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri nosiseptif dan neuropatik (Potter & Perry, 2005).
a. Nyeri nosiseptif
Nyeri Nosiseptif merupakan nyeri yang diakibatkan oleh aktivasi atau sensitisasi nosiseptor perifer yang merupakan
reseptor khusus yang mengantarkan stimulus noxius. Nyeri nosiseptif perifer dapat terjadi karena adanya stimulus yang
mengenai kulit,tulang,sendi,otot,jaringan ikat dan lain-lain. Nosiseptif berasal dari kata “noxsious/harmful nature” dan
dalam hal ini ujung saraf nosiseptif, menerima informasi tentang stimulus yang mampu merusak jaringan. Nyeri
nosiseptif bersiifat tajam, dan berdenyut (Potter & Perry, 2005).
b. Nyeri neuropatik
Nyeri neuropatik mengarah pada disfungsi di luar sel saraf. Nyeri neuropatik terasa seperti terbakar kesemutan dan
hipersensitif terhadap sentuhan atau dingin. Nyeri spesifik terdiri atas beberapa macam, antara lain nyeri somatik, nyeri
yang umumnya bersumber dari kulit dan jaringan di bawah kulit (superficial) pada otot dan tulang. Macam lainnya adalah
nyeri menjalar (referred pain) yaitu nyeri yang dirasakan di bagian tubuh yang jauh letaknya dari jaringan yang
menyebabkan rasa nyeri, biasanya dari cidera organ visceral. Sedangkan nyeri visceral adalah nyeri yang berasal dari
bermacam-macam organ viscera dalam abdomen dan dada (Guyton & Hall, 2008).
3. Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Lokasi
Klasifikasi nyeri berdasarkan lokasinya menurut potter perry 2006, dibedakan menjadi :
a. Superficial atau Kutaneus
Nyeri superficial adalah nyeri yang disebabkan stimulasi kulit. karakteristik dari nyeri berlangsung sebentar dan
terlokalisasi.Nyeri biasanya terasa sebagai sensasi yang tajam
b. Viseral dalam
Nyeri visceral adalah nyeri yang terjadi akibat stimulasi organ-organ internal. Karakteristik nyeri bersifat difus dan dapat
menyebar ke beberapa arah. Durasinya bervariasi tetapi biasanya berlangsung lebih lama dari nyeri superficial. Pada nyeri
ini juga menimbulkan rasa tidak menyenangkan dan berkaitan dengan mual dan gejala-gejala otonom.
c. Nyeri Alih (Referred Pain)
Nyeri alih merupakan fenomena umum dalam nyeri visceral karena banyak organ yangntidak memiliki reseptor nyeri.
Jalan masuk neuron sensori dari organ yang terkena kedalam segmen medulla spinalis sebagai neuron dari tempat asal
nyeri dirasakan, persepsi nyeri pada daerah yang tidak terkena. Karakteristik nyeri dapat terasa dibagian tubuh yang
terpisah dari sumber nyeri dan dapat terasa dengan berbagai karakteristik.

2.2.3 Fisiologi Nyeri


Saat terjadinya stimulus yang menimbulkan kerusakan jaringan hingga pengalaman emosional dan psikologis yang
menyebabkan nyeri, terdapat rangkaian peristiwa elektrik dan kimiawi yang kompleks, yaitu transduksi, transrmisi, modulasi
dan persepsi. Transduksi adalah proses dimana stimulus noksius diubah menjadi aktivitas elektrik pada ujung saraf sensorik
(reseptor) terkait. Proses berikutnya, yaitu transmisi, dalam proses ini terlibat tiga komponen saraf yaitu saraf sensorik perifer
yang meneruskan impuls ke medulla spinalis, kemudian jaringan saraf yang meneruskan impuls yang menuju ke atas
(ascendens), dari medulla spinalis ke batang otak dan thalamus. Yang terakhir hubungan timbal balik antara thalamus dan
cortex. Proses ketiga adalah modulasi yaitu aktivitas saraf yang bertujuan mengontrol transmisi nyeri. Suatu senyawa tertentu
telah diternukan di sistem saraf pusat yang secara selektif menghambat transmisi nyeri di medulla spinalis. Senyawa ini
diaktifkan jika terjadi relaksasi atau obat analgetika seperti morfin (Dewanto, 2003).

Proses terakhir adalah persepsi, proses impuls nyeri yang ditransmisikan hingga menimbulkan perasaan subyektif dari
nyeri sama sekali belum jelas. Bahkan struktur otak yang menimbulkan persepsi tersebut juga tidak jelas. Sangat disayangkan
karena nyeri secara mendasar merupakan pengalaman subyektif yang dialami seseorang sehingga sangat sulit untuk
memahaminya (Dewanto, 2003). Nyeri diawali sebagai pesan yang diterima oleh saraf-saraf perifer. Zat kimia (substansi P,
bradikinin, prostaglandin) dilepaskan, kemudian menstimulasi saraf perifer, membantu mengantarkan pesan nyeri dari daerah
yang terluka ke otak. Sinyal nyeri dari daerah yang terluka berjalan sebagai impuls elektrokimia di sepanjang nervus ke bagian
dorsal spinal cord (daerah pada spinal yang menerima sinyal dari seluruh tubuh). Pesan kemudian dihantarkan ke thalamus,
pusat sensoris di otak di mana sensasi seperti panas, dingin, nyeri, dan sentuhan pertama kali dipersepsikan. Pesan lalu
dihantarkan ke cortex, di mana intensitas dan lokasi nyeri dipersepsikan. Penyembuhan nyeri dimulai sebagai tanda dari otak
kemudian turun ke spinal cord. Di bagian dorsal, zat kimia seperti endorphin dilepaskan untuk mcngurangi nyeri di dacrah yang
terluka (Potter & Perry, 2005).

Di dalam spinal cord, ada gerbang yang dapat terbuka atau tertutup. Saat gerbang terbuka, impuls nyeri lewat dan
dikirim ke otak. Gerbang juga bisa ditutup. Stimulasi saraf sensoris dengan cara menggaruk atau mengelus secara lembut di
dekat daerah nyeri dapat menutup gerbang sehingga mencegah transmisi impuls nyeri. Impuls dari pusat juga dapat menutup
gerbang, misalnya motivasi dari individu yang bersemangat ingin sembuh dapat mengurangi dampak atau beratnya nyeri yang
dirasakan (Potter & Perry, 2005).

Kozier, dkk. (2009) mengatakan bahwa nyeri akan menyebabkan respon tubuh meliputi aspek pisiologis dan psikologis,
merangsang respon otonom (simpatis dan parasimpatis respon simpatis akibat nyeri seperti peningkatan tekanan darah,
peningkatan denyut nadi, peningkatan pernapasan, meningkatkan tegangan otot, dilatasi pupil, wajah pucat, diaphoresis,
sedangkan respon parasimpatis seperti nyeri dalam, berat , berakibat tekanan darah turun nadi turun, mual dan muntah,
kelemahan, kelelahan, dan pucat.

Pada kasus nyeri yang parah dan serangan yang mendadak merupakan ancaman yang mempengaruhi manusia sebagai
sistem terbuka untuk beradaptasi dari stressor yang mengancam dan menganggap keseimbangan. Hipotalamus merespon
terhadap stimulus nyeri dari reseptor perifer atau korteks cerebral melalui sistem hipotalamus pituitary dan adrenal dengan
mekanisme medula adrenal hipofise untuk menekan fungsi yang tidak penting bagi kehidupan sehingga menyebabkan
hilangnya situasi menegangkan dan mekanisme kortek adrenal hopfise untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit dan menyediakan energi kondisi emergency untuk mempercepat penyembuhan. Apabila mekanisme ini tidak berhasil
mengatasi stressor (nyeri) dapat menimbulkan respon stress seperti turunnya sistem imun pada peradangan dan menghambat
penyembuhan dan kalau makin parah dapat terjadi syok ataupun perilaku yang meladaptif (Potter & Perry, 2005).

2.2.4 Mekanisme Nyeri

Suatu rangkaian proses elektrofidiologis terjadi antara kerusakan jaringan sebagai sumber rangsang nyeri sampai dirasakan
sebagai nyeri yang secara kolektif disebut nosiseptif. Terdapat empat proses yang terjadi pada suatu nosiseptif yaitu sebagai
berikut :

1. Proses Transduksi
Proses transduksi (transduction) merupakan proses dimana suatu stimuli nyeri (noxious stimuli) diubah menjadi suatu
aktivitas listrik yang akan diterima ujung-ujung syaraf (nerve ending).stimuli ini dapat berupa stimuli fisik(tekanan) suhu
(panas) atau kimia (subtansi nyeri).

2. Proses Transmisi
Transmisi (Transmission) merupakan fase dimana stimulus dipindahkan dari saraf perifer melalui medulla spinalis
(spinal cord) menuju ke otak.

3. Proses Modulasi
Proses modulasi (modulation) adalah proses dari mekanisme nyeri dimana terjadi interaksi antata sistem analgesic
endogen yang dihasilkan oleh tubuh kita dengan input nyeri yang masuk kedalam kornu posterior medulla spinalis. jadi,
proses ini merupakan proses desenden yang dikontrol oleh otak. Sistem analgesic endogen ini meliputi enkefalin, endorphin,
serotonin, dan nonadrenalin. memiliki efek dapat menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis. kornu
posterior dapat diibaratkan sebagai pintu yang dapat tertutup atau terbuka yang dipengaruhi oleh sistem analgesic endogen
tersebut. proses medulasi ini juga mempengaruhi subjectivitas dan derajat nyeri yang dirasakan seseorang.

4. Persepsi
Hasil dari sebuah proses interaksi yang kompleks dan unik yang dimulai dari proses transduksi dan transmisi pada
gilirannya menghasilkan suatu perasaan subjektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri. Pada saat pasien menjadi sadar akan
nyeri maka akan terjadi reaksi kompleks. Faktor-faktor psikologis dan kognitif akan bereaksi dengan factor-faktor
neurofiiologis dalam mempersepsikan nyeri. Meihart dan MacCaffery (1983) menjelaskan tiga sistem interaksi persepsi
nyeri sebagai sensori deskriminatif, motivasi afektif dan kognitif evaluasi. Persepsi menyadarkan pasien dan mengartikan
nyeri sehingga pasien dapat bereaksi atau berespon (Tymbi, 2009;Carol&Taylor, 2011).

2.2.5 Mitos Berkaitan Dengan Nyeri

Dikarenakan nyeri bersifat subjektif (tergantung masing-masing individu) dan tidak dapat diukur secara objektif oleh orang lain
baik melalui tes laboratorium maupun dengan diagnosis, sering nyeri disalahpersepsikan atau salah dalam memahami.

Beberapa anggapan yang salah berkaitan dengan nyeri :

Persepsi salah tentang nyeri Fakta

Perawat adalah orang yang paling Nyeri adalah sesuatu yang sangat
mengerti tentang nyeri yang subjektif, hanya klienlah orang yang
dirasakan klien paling tau tentang kualitas dan
tingkat nyeri yang dirasakan.

Apabila nyeri diabaikan, makna Nyeri adalah suatu pengalaman yang


nyeri itupun akan hilang nyatayang memerlukn perawatan
dan tindakan medis yang sesuai

Klien tidak perlu untuk mengambi Mengontrol nyeri adalah hal yang
suatu tindakan untuk membebaskan sagat perlu bagi klien untuk
nyerinya sampai nyeri yang ia mengembalikan fungsi dan
rasakan tidak tertahankan lagi meningkatkan kenyamanan

Klien yang mendapatkan pengobatan Ketergantungan tidak akan terjadi


nyeri akan mengalami apabila penggunaan analgesic sesuai
ketergantungaan obat dengan aturan dan monitor yang
tepat

Klien yang mengalami kerusakan Persepsi nyeri pada masing-masing


jarinagan yang parah akan individu adalah subjective, luas
mengalami nyeri yang berat, kerusakan jaringan bukan
sebaliknya klien yang mengalami merupakan suatu hal yang
kerusakan jaringan yang minimal proposional yang menentukan
akan merasakan nyeri yang ringan tingkat keparahan nyeri yang
pula \ dirasakan klien

Klien meminta pengobatan nyeri Beberapa klien enggan untuk


hanya ketika membutuhkan saja meminta pengobatan terhadap nyeri
yang mereka rasakan karena takut
efek samping pengobatan , tidak
mau menganggu atau merepotkan
perawat, atau mempunyai norma
budaya tertentu berkaitan dengan
pengobatan

Mitos atau anggapan yang salah berkaitan dengan nyeri.

2.2.6 Faktor yang mempengaruhi reaksi terhadap nyeri

Reaksi fisik seseorang terhadap nyeri meliputi perubahan neurologis yang spesifik dan sering dapat diperkirakan. Reaksi pasien
terhadap nyeri dibentuk oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi mencakup umur, sosial budaya, status emosional,
pengalaman nyeri masa Lalu, sumber nyeri dan dasar pengetahuan pasien. Kemampuan untuk mentoleransi nyeri dapat
rnenurun dengan pengulangan episode nyeri, kelemahan, marah, cemas dan gangguan tidur. Toleransi nyeri dapat ditingkatkan
dengan obat-obatan, alkohol, hipnotis, kehangatan, distraksi dan praktek spiritual (Le Mone & Burke,2008).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi reaksi nyeri tersebut antara lain:

a. Pengalaman Nyeri Masa Lalu


Semakin sering individu mengalami nyeri , makin takut pula individu tersebut terhadap peristiwa menyakitkan yang
akan diakibatkan oleh nyeri tersebut. Individu ini mungkin akan lebih sedikit mentoleransi nyeri; akibatnya, ia ingin
nyerinya segera reda dan sebelum nyeri tersebut menjadi lebih parah. Individu dengan pengalaman nyeri berulang dapat
mengetahui ketakutan peningkatan nyeri dan pengobatannva tidak adekuat (Potter & Perry, 2005).
b. Kecemasan
Ditinjau dari aspek fisiologis, kecemasan yang berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap
nyeri. Secara klinik, kecemasan pasien menyebabkan menurunnya kadar serotonin. Serotonin merupakan neurotransmitter
yang memiliki andil dalam memodulasi nyeri pada susunan saraf pusat. Hal inilah yang mengakibatkan peningkatan sensasi
nyeri (Le Mone & Burke, 2008).
c. Umur
Umumnya para lansia menganggap nyeri sebagai komponen alamiah dari proses penuaan dan dapat diabaikan atau tidak
ditangani oleh petugas kesehatan. Di lain pihak, normalnya kondisi nycri hebat pada dewasa muda dapat dirasakan sebagai
keluhan ringan pada dewasa tua. Orang dewasa tua mengalami perubahan neurofisiologi dan mungkin mengalami penurunan
persepsi sensori stimulus serta peningkatan ambang nyeri. Selain itu, proses penyakit kronis yang lebih umum terjadi pada
dewasa tua seperti penyakit gangguan, kardiovaskuler atau diabetes mellitus dapat mengganggu transmisi impuls saraf
normal (Le Mone & Burke, 2008).
Cara lansia bereaksi terhadap nyeri dapat berbeda dengan cara bereaksi orang yang lebih muda. Karena individu lansia
mempunyai metabolisme yang lebih lambat dan rasio lemak tubuh terhadap massa otot lebih besar dibanding individu
berusia lebih muda, oleh karenanya analgesik dosis kecil mungkin cukup untuk menghilangkan nyeri pada lansia. Persepsi
nyeri pada lansia mungkin berkurang sebagai akibat dari perubahan patologis berkaitan dengan beberapa penyakitnya
(misalnya diabetes), akan tetapi pada individu lansia yang sehat persepsi nyeri mungkin tidak berubah (Le Mone & Burke,
2008).

Diperkirakan lebih dari 85% dewasa tua mempunyai sedikitnya satu masalah kesehatan kronis yang dapat menyebabkan
nyeri. Lansia cenderung mengabaikan lama sebelum melaporkannya atau mencari perawatan kesehatan karena sebagian dari
mereka menganggap nyeri menjadi bagian dari penuaan normal. Sebagian lansia lainnya tidak mencari perawatan kesehatan
karena mereka takut nyeri tersebut menandakan penyakit yang serius. Penilaian tentang nyeri dan ketepatan pengobatan
harus didasarkan pada laporan nyeri pasien dan pereda ketimbang didasarkan pada usia (Potter & Perry, 2005).

d. Jenis Kelamin
Karakteristik jenis kelamin dan hubungannya dengan sifat keterpaparan dan tingkat kerentanan memegang peranan
tersendiri. Berbagai penyakit tertentu ternyata erat hubungannya dengan jenis kelatnin, dengan berbagai sifat tertentu. Penyakit
yang hanya dijumpai pada jenis kelamin tertentu, terutama yang berhubungan erat dengan alat reproduksi atau yang secara
genetik berperan dalam perbedaan jenis kelamin (Le Mone & Burke , 2008).
Di beberapa kebudayaan menyebutkan bahwa anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan seorang
anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama. Toleransi nyeri dipengaruhi oleh factor-faktor biokimia dan
merupakan hal yang unik pada setiap individu tanpa memperhatikan jenis kelamin. Meskipun penelitian tidak menemukan
perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam mengekspresikan nyerinya, pengobatan ditemukan lebih sedikit pada
perempuan. Perempuan lebih suka mengkomunikasikan rasa sakitnya, sedangkan laki-laki menerima analgesic opioid lebih
sering sebagai pengobatan untuk nyeri (Potter & Perry, 2005).
e. Sosial Budaya
Mengenali nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki seseorang dan memahami mengapa nilai-nilai ini berbeda dari nilai-nilai
kebudayaan lainnya dapat membantu untuk menghindari mengevaluasi perilaku pasien berdasarkan pada harapan dan nilai
budaya seseorang. Perawat yang mengetahui perbedaan budaya akan mempunyai pemahaman yang lebih besar tentang nyeri
pasien dan akan lebih akurat dalam rnengkaji nyeri dan reaksi perilaku terhadap nyeri juga efektif dalarn menghilangkan nyeri
pasien (Potter & Perry, 2005).
f. Nilai Agama
Pada beberapa agama, individu menganggap nyeri dan penderitaan sebagai cara untuk membersihkan dosa. Pemahaman
ini membantu individu menghadapi nyeri dan menjadikan sebagai sumber kekuatan. Pasien dengan kepercayaan ini mungkin
menolak analgetik dan metode penyembuhan lainnya; karena akan mengurangi persembahan mereka (Potter & Perry, 2005).

g. Lingkungan dan Dukungan Orang Terdekat


Lingkungan dan kehadiran dukungan keluarga juga dapat mempengaruhi nyeri seseorang. Pada beberapa pasien yang
mengalami nyeri seringkali bergantung pada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan,
perlindungan. Walaupun nyeri tetap terasa, tetapi kehadiran orang yang dicintainya akan dapat meminimalkan rasa kecemasan
dan ketakutan. Apabila keluarga atau teman tidak ada seringkali membuat nyeri pasien tersebut semakin tertekan. Pada anak-
anak yang mengalami nyeri kehadiran orang tua sangat penting (Potter & Perry, 2005).

2.2.7 Pengukuran Intensitas Nyeri

Nyeri dinilai berdasarkan tingkah laku manusia, yang secara kultur mempengaruhi, sehingga latar belakang mempengaruhi
ekspresi dan pemahaman terhadap nyeri. Nyeri merupakan respon fisiologis terhadap kerusakan jaringan dan juga
mempengaruhi respon emosional dan tingkah laku berdasarkan pengalaman nyeri seseorang dimasa lalu dan persepsi terhadap
nyeri. Definisi nyeri sendiri dalam asuhan keperawatan adalah ketika seseorang merasakan nyeri dan menyatakannya. Perhatian
harus diberikan kepada pasien yang tidak mampu berkomunikasi secara verbal. Persepsi dan interpretasi terhadap input
nosiseptif, respon emosional terhadap persepsi (misal, depresi, takut, cemas, dan menderita), dan tingkah laku sebagai respon
terhadap emosi dan persepsi yang menuntun observer untuk yakin bahwa seseorang sedang merasakan nyeri (misal,
mengeluhkan nyeri, meringis). Persepsi nyeri kelihatannya sama pada berbagai suku akan tetapi batas ambang nyeri berbeda
antara suku atau ras. Penilaian skala nyeri dapat dibagi atas pasien yang memiliki kemampuan verbal dan dapat melaporkan
sendiri rasa sakitnya (self reported) dan pasien dengan ketidakmampuan verbal baik karena terganggu kognitifnya, dalam
keadaan tersedasi, ataupun berada dalam mesin ventilator.

1. Pasien dapat berkomunikasi


a. Numerical Rating Scale (NRS)

Skala ini sudah biasa dipergunakan dan telah divalidasi. Berat ringannya rasa sakit atau nyeri dibuat menjadi
terukur dengan mengobyektifkan pendapat subyektif nyeri. Skala numerik dari 0 hingga 10, di bawah ini, nol (0)
merupakan keadaan tanpa atau bebas nyeri, sedangkan sepuluh (10), suatu nyeri yang sangat hebat.

Gambar 2.1 Skala NRS

b. Visual Descriptif Scale (VDS)

Terdapat skala sejenis yang merupakan garis lurus, tanpa angka. Bisa bebas mengekspresikan nyeri, arah kiri
menuju tidak sakit, arah kanan sakit tak tertahankan, dengan tengah kira-kira nyeri yang sedang. Pasien diminta
menunjukkan posisi nyeri pada garis antara kedua nilai ekstrem. Bila anda menunjuk tengah garis, menunjukkan nyeri
yang moderate/sedang.

Tidak ada rasa nyeri Sangat nyeri

Gambar 2.2 Skala VDS

c. Visual Analogue Scale (VAS)


Cara lain untuk menilai intensitas nyeri yaitu dengan menggunakan Visual Analog Scale (VAS). 34 Skala berupa
suatu garis lurus yang panjangnya biasaya 10 cm (atau 100 mm), dengan penggambaran verbal pada masing-masing
ujungnya, seperti angka 0 (tanpa nyeri) sampai angka 10 (nyeri terberat). Nilai VAS 0 - <4 = nyeri ringan, 4 - <7 = nyeri
sedang dan 7-10 = nyeri berat.

Gambar 2.3 Skala VAS

2. Pasien tidak dapat berkomunikasi

a. Skala FLACC (Faces,Legs,Activity,Cry,dan Consolability)

Skala ini merupakan skala perilaku yang telah dicoba pada anak usia 3-7 tahun. Setiap kategori
(Faces,Legs,Activity,Cry,dan Consolability) diberi nilai 0-2 dan dijumlahkan untuk mendapatkan total 0-10.

Tabel 2.2 Skala FLACC


b. Skala Wajah Wong Baker

Skala nyeri enam wajah dengan ekspresi yang berbeda, menampilkan wajah bahagia hingga wajah sedih,
digunakan untuk mengekspresikan rasa nyeri. Skala ini biasanya dipergunakan mulai anak usia 3 (tiga) tahun.
Gambar 2.4 Skala Wong Baker

Penelitian tentang reliabilitas Wong-Baker pernah dilakukan pada komunitas anak berkulit hitam usia 3-18 tahun dengan
jumlah sampel 100 orang, menunjukkan bahwa Wong-Baker memiliki reliabilitas cukup baik namun belum memuaskan dengan
nilai inter-rater reliability (ICC=0,67).

2.2.8 Penatalaksanaan Nyeri

1. Farmakologi
Manajemen farmakologi yang dilakukan adalah pemberian analgesik atau obat penghilang rasa sakit (Blacks &
Hawks, 2009).
Penatalaksanaan farmakalogi adalah pemberian obat-obatan untuk mengurangi nyeri. Obat-obatan yang diberikan dapat
digolongkan kedalam:
a. Analgesik opioid (narkotik)
Analgesik opioid terdiri dari turunan opium, seperti morfin dan kodein. Opioid meredakan nyeri dan memberi rasa
euforia lebih besar dengan mengikat reseptor opiat dan mengaktivasi endogen (muncul dari penyebab di dalam tubuh)
penekan nyeri dalam susunan saraf pusat. Perubahan alam perasaan dan sikap serta perasaan sejahtera membuat individu
lebih nyaman meskipun nyeri tetap dirasakan (Kozier, et al., 2010).
Opioid adalah obat yang aman dan efektif. Obat-obatan ini bekerja dengan cara meningkatkan sensitivitas dan durasi
yang lebih lama dalam menurunkan nyeri yang dialami seseorang (Closs, 1994 dalam Brigss, 2002).
b. Obat-obatan anti-inflamasi nonopioid/nonsteroid (non steroid antiinflamation drugs/NSAID)
Non opioid mencakup asetaminofen dan obat anti inflamasi non steroid (NSAID) seperti ibuprofen. NSAID memiliki
efek anti inflamasi, analgesik, dan antipiretik, sementara asetaminofen hanya memiliki efek analgesik dan antipiretik.
Obat-obatan ini meredakan nyeri dengan bekerja pada ujung saraf tepi di tempat cedera dan menurunkan tingkat mediator
inflamasi serta mengganggu produksi prostaglandin di tempat cedera (Kozier, et al., 2010).
Non opioid dan NSAID memiliki peran yang berguna dalam manajemen nyeri, khususnya pada kondisi-kondisi
gangguan muskuloskletetal. Obat-obatan yang biasanya digunakan diantaranya adalah ibuprofen, naproxen dan
diclofenac (Closs, 1994 dalam Brigss, 2002).
c. Analgesik penyerta
Analgesik penyerta adalah sebuah obat yang bukan dibuat untuk penggunaan analgesik tetapi terbukti mengurangi
nyeri kronik dan kadang kala nyeri akut, selain kerja utamanya. Misalnya, sedatif ringan atau penenang dapat membantu
mengurangi ansietas, stres dan ketegangan sehingga pasien dapat tidur dengan baik di malam hari. Antidepresan
digunakan untuk mengatasi gangguan depresi atau gangguan alam perasaan yang mendasari tetapi dapat juga
meningkatkan strategi nyeri yang lain. Antikonvulsan, biasanya diresepkan untuk mengatasi kejang, dapat berguna dalam
mengendalikan neuropati yang menyakitkan (Kozier, et al., 2010).
2. Non farmakologi
Blacks dan Hawks (2009) penatalaksanaan nyeri secara non farmakologi dapat dilakukan dengan cara terapi fisik
(meliputi stimulasi kulit, pijatan, kompres hangat dan dingin, TENS, akupunktur dan akupresur) serta kognitif dan
biobehavioral terapi (meliputi latihan nafas dalam, relaksasi progresif, rhytmic breathing, terapi musik, bimbingan
imaginasi, biofeedback, distraksi, sentuhan terapeutik, meditasi, hipnosis, humor dan magnet).

2.3 Konsep Gout Arthritis

2.3.1 Pengertian Gout Arthritis

Gout Arthritis adalah asam urat yang terbentuknya dari pemecahan zat kimia purin yang diturunkan dari bahan genetika
sel. Secara normal asam urat dikeluarkan melalui urine. Kalau ada kelebihan asam urat yang diproduksi, dapat menumpuk dan
membentuk Kristal-kristal kecil di sendi dan tempat lain. Kalau Kristal ini masuk ke dalam ruang sendi, maka akan terjadilah
radang, bengkak, dan nyeri yang parah pada bagian sendinya (Charlish, 2010).

Asam urat adalah penyakit yang menyerang persendian pada tubuh. Asam urat umumnya menyerang sendi seperti jari
tangan, tumit, jari kaki, siku, lutut, dan pergelangan tangan. Asam urat ini sungguh sangat menyakitkan, dan juga asam urat
bisa membuat bagian-bagian tubuh yang terserang akan mengalami pembengkakan dan peradangan sendi. Sehingga rasa sakit
dan nyeri yang di alami oleh penderita semakin bertambah (Mumpuni, 2016).
Asam urat ini biasanya dialami oleh seorang pria berusia 40 tahun ke atas, dan pada seorang wanita rentang mengalami
asam urat pada wanita menopause karena hormon estrogennya menurun. Namun, dalam kondisi yang tidak normal yang tidak
bisa menjaga pola hidup dan pola makan yang sehat, asam urat bisa menyerang siapapun itu tanpa memperdulikan usia muda
ataupun tua (Mumpuni, 2016).

2.3.2 Peran Gout Arthritis

Dalam kadar yang normal, asam urat berperan sebagai antioksidan penting dalam plasma. Sekitar 60% radikal bebas
yang ada dalam serum manusia ‘dibersihkan’ oleh asam urat. Asam urat bersifat larut dalam darah sehingga mampu menangkap
radikal bebas superoksida, gugus hidroksil, oksigen tunggal, dan melakukan chelasi terhadap logam transisi yang bersifat
merusak keutuhan sel.

Peran penting asam urat lenyap saat kadar asam urat berada di atas ambang batas normal. Jika kadarnya tinggi, asam
urat justru berubah menjadi radikal bebas yang akan merusak keutuhan sel. Kerusakan sel justru dapat terjadi akibat
hiperusemia. Sebuah studi klinis pada wanita menentukan bahwa kadar asam urat diatas 5,5 mg/dL akan mengawali terjadinya
disfungsi endotel. Kerusakan endotel dan sel lain akan semakin parah dan berlangsung cepat sejalan dengan peningkatan kadar
asam urat (Lingga, 2012).

2.3.3 Penyebab Gout Arthritis

Ada 3 faktor penyebab asam urat, menurut (Misnadiarly, 2007).


1. Produksi asam urat di dalam tubuh meningkat
Ini terjadi karena tubuh memproduksi asam urat secara berlebihan. Sebagai penyebabnya adalah :
a. Produksi asam urat di dalam tubuh atau endogen sangat berlebihan karena adanya gangguan metabolism purin bawaan
dan dimana perempuan tertentu pembawa gen ini biasanya tanpa gejala (asimptomatik).
b. Produksi asam urat berlebihan karena ada kelainan herediter/bawaan yang sifat atau gen/keturunan, lainnya yaitu
karena sering aktivitas yang berlebihan enzim fosforbosil pirofosfat sintetase (PRPP-sintetase) meningkat, dan juga
asimptomatik seperti diatas.
c. Kadar asam urat tinggi karena kelebihan mengkonsumsi makanan yang berkadar purin tinggi seperti daging, jeroan,
kepiting, kerang, keju, kacang tanah, bayam, buncis, kembang kol. Jika tidak bisa menjaga pola makan atau tidak bisa
menghindari pola makan seperti di atas akan mengakibatkan metabolisme makanan-makanan tersebut menjadi
meningkat dan akan mengalami asam urat.
d. Penyakit seperti leukemia (kanker, sel darah putih), penyakit seperti sel mudah pecahnya sel darah merah (hemolysis),
serta pengobatan kanker (kemoterapi, radioterapi).
2. Pembuangan asam urat sangat berkurang
Hal ini terjadi jika ketidakmampuan ginjal untuk mengeluarkan asam urat yang berlebihan dari dalam tubuh. Sementara
pengeluarannya melalui usus mungkin juga akan berkurang. Keadaan ini juga dapat timbul sebagai akibat dari :
1. Minum obat tertentu seeprti pirazinamid (obat anti TBC), obat diuretic/HCT, dan salisilat.
2. Sedang dalam keadaan yang kelaparan seperti (puasa, diet yang terlalu ketat dan ketosis). Pada kondisi seperti itu akan
mengalami kekurangan kalori tubuh yang dipenuhi akan membakar lemak dalam tubuh. Zat keton yang terbentuk dari
pembakaran lemak akan mengalami penghambatan keluarnya asam urat yang melalui ginjal.
3. Melakukan olahraga yang berat ataupun melalukan aktivitas yang terlalu berat.
4. Kadar kalsium dalam darah meningkat akibat penyakit hiperparatiroid, mungkin juga hipertiroid, dan sarkoidisis.
5. Hipertensi
6. Gagal ginjal
7. Keracunan timah
3. Produksi asam urat berlebihan, pembuangannya terganggu
Terjadinya produksi asam urat berlebihan ini di sebabkan oleh :
1. Gabungan produksi purin endogen akan mengalami peningkatan.
2. Asupan ata makanan purin yang tinggi dan disertai asam urat melalui ginjal yang berkurang.

2.3.4 Gejala Gout Arthritis

Nyeri yang hebat dirasakan oleh penderita pada satau atau beberapa sendi. Sering sekali pada malam hari, nyeri semakin
memburuk dan tidak bisa menahan nyerinya. Sendi mengalami bangkak dan kulit diatasnya tampak merah atau keunguan,
kencang, licin, serta teraba hangat. Menyentuh kulit diatas sendi yang mengalami asam urat akan menimbulkan nyeri yang
sangat luar biasa. Penyakit ini yang sering mengenai sendi di pangkal ibu jari kaki yang akan menyebabkan suatu keadaan
tersebut podagra. Namun, penyakit ini juga sering sekali menyerang pergelangan kaki, lutut, pergelangan tangan dan siku.
Gejala lainnya dari asam urat akut yaitu demam sampai menggigil, perasaan tidak enak badan, dan denyut jantung yang sangat
cepat (Aqila smart, 2010).
Gejala penyakit asam urat dibedakan menjadi 3 tingkatan, menurut (Mumpuni, 2016).
1. Gejala awal
Pada saat gejala awal sering tidak disadari sebagai gejala asam urat. kibatnya, banyak penderita yang tahu-tahu sudah
mengalami asam urat akut atau kronis. Pada gelaja asam urat awal ini memang penderita mengalami serangan sendi hanya
selama beberapi hari saja. Tetapi mereka menyadari jika adanya rasa nyeri yang menyerang tapi mereka hanya
mengabaikannya. Peradangan sendi tersebut akan menghilang dengan sendirinya, sehingga penderita menganggap hanya
dirinya kecapaian. Penderita akan mengalami serangan pada sendi seperti yang di alami pertama kali sekitar 2-10 tahun.
2. Gejala menengah
Setelah mengalami serangan sendi yang terjadi pada gejala awal, penderita akan mengalami peradangan lagi yang
khas. Jarak antara serangan pertama dan serangan berikutnya akan mengalami sering dan jangka waktu yang tidak panjang.
Pada penderita yang mengalami penyakit asam urat penanganannya penderita harus bisa menjaga pola hidup dan pola
makan yang sehat biar penderita tidak mengalami asam urat yang sangat parah.
3. Gejala akut
Setelah mengalami gangguan dan gangguan menengah selama kurang lebih 10 tahun, penderita akan mendapatkan
benjolan-benjolan di sekitar sendi yang sering meradang. Benjolan ini di sebut dengan tofus, yaitu serbuk seperti bubuk
kapur yang merupakan kumpulan dari Kristal monosodium urat. Tofus akan bisa menyebabkan kerusakan pada sendi dan
tulang yang ada di sekitarnya. Apabila akan mengalami pada bagian kaki dan ukurannya besar, biasanya penderita tidak
akan bisa memakai sepatu lagi.

2.3.5 Jenis Gout Arthritis


Ada 3 jenis asam urat, menurut (Lingga, 2012).
1. Hiperusemia Primer
Hiperusemia primer tidak disebabkan penyakit lain, tetapi peningkatan asam urat serum itu secara murni. Hiperusemia
primer ini ada 2 faktor penyebabnya, yaitu kelinan enzim dan kelainan molekuler yang tidak jelas. Hiperusemia ini akan di
alami oleh penderita 99% meskipun penyebab pastinya tidak jelas. Namun, secara umum 80-90% ini disebabkan oleh
gangguan ekskresi asam urat dan 10-20% disebabkan oleh peningkatan asam urat.
2. Hiperusemia Sekunder
Hiperusemia sekunder ini masih dengan penyakit yang lain. Peningkatan kadar asam serum terjadi karena produksi
asam urat yang berlebihan karena gangguan metabolism purin. Jika terjadi gangguan metabolismepurin ini disebabkan oleh
defisiensi glucose phosphatase atau fructoce aldolase. Hiperesumia sekunder dapat juga disebabkan oleh infark miokard,
status epileptikus, penyakit hemolisis kronik, polisetemia, psoriasis, keganasan mieloproliferatif, dan limfoproriferatif yang
akan meningkatkan pemecahan ATP dan asam mukleat pada inti sel.
Sementara itu, peningkatan kadar asam urat serum yang kedua terjadi karena penurunan ekskresi asam urat. Turunnya
sekresi asam urat disebabkan oleh banyak hal. Di antaranya dehidrasi, penyakit ginjal kronis, diabetes insipidus, myodema,
hiperparatiroid, kebiasaan mengonsumsi alcohol, ketoasidosis, keracunan bilirubin, konsumsi obat dengan efek diuretic,
salisilat dosis rendah, obat tuberculosis (pirazinamid atau etambutol), dan siklosporin.
3. Hiperusemia Idiopatik
Hiperusemia idiopatik ini juga termasuk dalam kategori hiperusemia primer. Sekitar 90% hiperusemia primer
merupakan juga hiperusemia idiopatik. Namun, hiperusemia idiopatik memiliki sedikit perbedaan dibandingkan dengan
kedua jenis hiperusemia lainnya. Sebagian hiperusemia primer merupakan hiperusemia idiopatik, tetapi tidak semua
hiperusemia idiopatik merupakan hiperusemia primer. Pembagian ini juga di sepakati oleh para urolog dan rematolog.
Hiperusemia idiopatik dapat terjadi karena oleh penyebab primer yang tidak jelas, kelainan genetic, atau factor
fisiologi dan anatomi yang jelas. Karena itu, hiperusemia ini dinamakan idiopatik yang berarti tidak ada kejelasan untuk
mengetahui penyebabnya. Kelainan fisiologis dan anatomi merupakan factor resiko hiperusemia, tetapi tidak terdiagnosis.
Karena tidak menunjukkan gejala yang jelas, hiperusemia yang seperti demikian ini layak dikategorikan sebagai dengan
hiperusemia idiopatik. Karena itu, diperlukan pemeriksaan yang lebih akurat, misalnya dengan pemindaian menggunakan
x-ray untuk memastikan organ mana yang akan terindikasi sebagai dengan penyebab rusaknya keseimbangan asam urat
yang di dalam tubuh.

2.3.6 Tahap Perkembangan Gout Arthritis

Ada 3 macam stadium pada asam urat, menurut (Kertia, 2009).


1. Stadium Gout Asimptomatik
Kondisi ini menjadi saat kadar asam urat darah sudah melebihi kadar yang normal, tetapi belum menimbulkan gejala
penyakit yang sama sekali.
2. Stadium Gout Akut
Arthritis akut ditandai dengan radang sendi yang sangat akut dan timbul dengan gejala yang secara cepat dalam waktu
yang singkat. Biasanya, serangan yang terjadi pada saat penderita yang sedang tidur. Karena itu, ketika penderita bangun
biasanya tidak bisa langsung berjalan. Karena keluhan umum yang dirasakan oleh penderita adalah nyeri, bengkak,
kemerahan, demam, menggigil, dan badan terasa akan lelah. Selain itu, akan mengalami peningkatan laju endap darah pada
tubuh penderita. Jika dilakukan pemeriksaan radiologi, akan tampak pembengkakan di periartikuler.
Meskipun tampak parah, arthritis gout akut sering kali sembuh dengan sendiri tanpa diberikan terapi apapun. Pasalnya,
arthritis kelompok pertama ini merupakan serangan gout yang paling ringan. Bahkan dengan istirahat yang cukup, nyeri
yang dirasakan oleh penderita akan tampak sembuh dengan sendir. Nyeri sendi dapat pula diredakan dengan cara
menghangatkan bagian sendi yang nyeri dengan menggunakan obat gosok yang besifat analgesic atau untuk meredakannya
di dalam air dingin (es batu).
3. Stadium Gout Interkritikal
Stadium interkritikal ini merupakan tahap lanjutan dari arthritis gout akut. Stadium ini kadang sulit ditemukan karena
tidak muncul tanda-tanda radang akut meskipun ditemukan Kristal urat pada saat dilakukan aspirasi. Kristal urat tersebut
merupakan tanda lelah terjadi kerusakan sendi kea rah yang progresif. Stadium ini dapat terjadi selama beberapa tahun
hingga 10 tahun tanpa ada serangan akut.
4. Stadium Gout Kronik
Pada stadium ini ditemukan tofi pada poliartikuler, cupling telinga, MTP-1, olecranon, tendon Achilles, dan jari
tangan. Penderita gout kronis sering kali tidak mengalami nyeri, tetapi mudah mengalami inflamasi. Inflamasi tersebut
menyebabkan deformitas atau kerusakan progresif pada sendi. Selain perubahan bentuk sendi, muncul perasaan yang tidak
nyaman persisten disertai dengan serangan akut. Pada stadium ini juga dapat dipastikan untuk terdapat endapan MSU pada
tofi (Lingga, 2012).

2.3.7 Faktor Pemicu Gout Arthritis


Menurut (Smart, 2010). Factor pemicu yang akan menyebabkan asam urat yaitu, seperti :

1. Meminum-minuman yang beralkohol adalah salah satu factor pemicu yang akan terjadi peradangan pada sendi asam urat
atau gout arthritis. Jika terlalu banyak untuk minum-minuman yang beralkohol akan mengakibatkan hiperusemia. Karena
alcohol akan mempengaruhi proses pembuangan asam urat dari tubuh. Terutama alcohol yang banyak mengandung
guanosin yang akan dipecah menjadi asam urat meningkat.
2. Stres dan kelelahan fisik juga menjadi pemicu dalam serangan asam urat. Kelelahan fisik dapat disebabkan oleh olahraga
yang berlebihan. oleh karena itu, tubuh banyak mengeluarkan cairan dalam tubuh yang berbentuk keringat. Hal itu akan
mengakibatkan terjadinya dehidrasi dalam tubuh (tubuh akan mengalami kekurangan cairan) yang akan menyebabkan
banyak kerusakan jaringan dapat menyebabkan terjadinyan peningkatan produksi asam urat.
3. Diet yang secara berlebihan, misalnya menurunkan berat badan secara ekstrem dalam waktu yang singkat juga mampu
memicu seseorang terkena serangan gout. Pada saat seseorang menahan lapar, lemak dan sel-sel lain dibakar menjadi
sumber energy. Lemak dipecah menjadi asam organic yang mengurangi pengeluaran (ekskresi) asam urat dari tubuh
sehingga kadar asam urat dalam darah akan mengalami peningkatan.

Menurut (Mumpuni, 2016). Ada factor pemicu yang lain pada terjadinya asam urat yaitu, seperti :

Selain karena kondisi metabolisme yang didalam tubuh tidak normal akan menyebabkan asam urat naik. Penyakit ini juga dapat
dipicu oleh berbagai factor, sebagai berikut :

1. Makanan yang mengandung purin tinggi, seperti daging, durian, seafood, jeroan, dan lain sebagainya.
2. Obat-obatan kanker.
3. Penyakit batu ginjal dan gagal ginjal.
4. Penyakit liver.
5. Penyakit diabetes mellitus atau kencing manis.
6. Kegemukan.
7. Kelainan genetic.
8. Keracunan.
9. Penyakit kulit.
10. Kadar trigliserida yang tinggi.

Jadi, kalau penderita memiliki masalah-masalah tersebut ada baiknya mulai menjaga dirinya dengan mengikuti pola makan
yang sehat dan pola hidup sehat. Karena dengan bisa menjaga pola makan dan pola hidupnya jika mengalami masalah
kesehatan akan bisa mengatasi sendiri dengan baik dan hidup sehat.

2.3.8 Faktor Resiko Gout Arthritis

Ada 2 faktor resiko terjadinya asam urat yaitu, Menurut (Mumpuni, 2016).
1. Asam urat yang tinggi dalam darah akan mempercepat rusaknya organ-organ yang didalam tubuh, terutama pada organ
ginjal. Adanya asam urat yang tinggi akan menyebabkan saringan yang ada pada ginjal tersumbat. Inilah yang
menyebabkan terjadinya penyakit batu ginjal sampai pada masalah gagal ginjal. Pada saat awal sebelum mengalami
terjadinya permasalahan, sebenarnya mengonsumsi makanan dengan purin yang tinggi dapat dikurangi bahayanya dengan
mengonsumsi pula dengan air putih dalam jumlah yang banyak, sehingga membantu kerja ginjal untuk mengeluarkan purin
yang ada didalam tubuh.
2. Asam urat juga merupakan factor resiko untuk penyakit jantung koroner. Hal ini disebabkan oleh asam urat yang merusak
endotel (bagian dalam pembuluh darah). Oleh karena itu, mereka yang akan mengalami asam urat tinggi harus berusaha
keras untuk menurunkannya agar semua organ dalam tubuh bekerja dengan baik dan menghindari resiko penyakit lain yang
lebih berat pada dampak kematian yang secara mendadak. Jadi, meskipun kelihatan sepeleh, penyakit asam urat ini bisa
berubah menjadi penyakit yang membawa kematian. Penyebab dasarnya adalah dengan tidak bisa menjaga pola makan
yang sehat. Karena makanan yang harus dihindari oleh seorang penderita asam urat ini cenderung makanan yang enak dan
banyak hal yang disukai oleh semua orang. Jadi seseorang yang menderita asam urat akan makan enak yang tidak
terkontrol dan menjadikan penyakit ini membawa kematian.

2.3.9 Kadar Gout Arthritis Normal

Rata-rata kadar asam urat dalam darah dan serum tergantung dengan usia dan jenis kelamin. Asam urat tergolong nilai
yang normal bila : pria dibawah 7 mg/dl dan pada wanita dibawah 6 mg/dl. Sebelum pubertas sekitar 3,5 mg/dl. Jika setelah
pubertas, pada pria kadarnta meningkat secara bertahap dan dapat mencapai dengan 5,2 mg/dl. Pada perempuan kadar asam
urat biasanya tetap dengan nilai rendah (Misnadiarly, 2007).
Kadar asam urat dapat diukur dengan dua cara, Enzimatik dan Teknik biasa. Kadar asam urat normal menurut tes
Enzimatik maksimum 7 mg/dl. Sementara pada Teknik biasa, nilai normalnya maksimum 8 mg/dl. Kadar asam urat diatas
normal disebut hiperusemia. Kadar asam urat normal pada pria dan perempuan berbeda. Kadar asam urat normal pada pria
berkisar 3,5-7 mg/dl dan pada perempuan 2,6-6 mg/dl (Smart, 2010).

2.3.10 Komplikasi Gout Arthritis

Menurut (Smart, 2010). Komplikasi yang terjadi akibat diderita penyakit asam urat muncul berbagai permasalahan yaitu :
1. Nefropati Asam Urat
Peningkatan asam urat di dalam urin menyebabkan nefropati asam urat. Komplikasi asam urat ini terbagi ke dalam dua
bentuk, yaitu batu asam urat dan nefropati asam urat akut. Batu asam urat biasanya terjadi pada penderita yang memiliki
asam urat lebih tinggi dari 13 mg/dl. Pada kondisi ini pembuangan asam urat lebih dari 1.100 mg/dl. Factor yang memacu
timbulnya asam urat keasaman dan konsentrasi urin.
Nefropati asam urat akut terjadi pada individu yang mengalami gagal ginjal akut. Ini dapat disebabkan oleh adanya
timbunan Kristal asam urat di bagian tubulus ginjal dan saluran ureter. Kelainan ini dapat disebabkan oleh leukemia,
kanker di kelenjar limfa atau limfomayang dikenai kemoterapi. Ini juga dapat disebabkan oleh kurangnya ensim HGPRT.
Penyakit tersebut biasanya terjadi pada penderita yang memiliki kadar asam urat di atas 20 mg/dl. Selain itu, penderita
juga memiliki jumlah air seni sedikit dan memiliki kelianan lain seperti tidak adanya air seni yang dapat dikeluarkan
(anuria).
2. Nefropati Urat
Pada komplikasi ini, di temukan Kristal urat di dalam jaringan interstitial dalam ginjal. Biasanya penderita komplikasi
ini juga menderita tekanan darah tinggi. Selain itu, juga menderita kelianan seperti proteinuria disertai penurunan fungsi
ginjal. Kadar asam urat penderita biasanya lebih dari 13 mg/dl pada laki-laki atau lebih dari 10 mg/dl pada wanita.
3. Kondisi Rawan Asam Urat
Yang perlu diketahui adalah tidak semua orang dengan peningkatan asam urat akan menderita asam urat. Selama ini
penyakit rematik juga diidentikkan dengan asam urat. Namun, dalam kenyataannya tidak semua penyakit rematik
berkaitan dengan penyakit rematik berkaitan dengan peningkatan asam urat. Hanya saja pada kondisi tertentu memang
dapat memicu terjadinya penyakit asam urat.
2.3 Konsep Menopause

2.4.1 Pengertian Menopause

Menopause adalah suatu tingkatan dimana diri seorang yang tidak lagi memiliki siklus menstruasi yang secara normal.
Secara normal seseorang akan mengalami masa menopause antara usia 40 tahun sampai 50 tahun walaupun datangnya tidak
teratur. Pada saat seseorang menopause, seseorang pasti mengalami perubahan-perubahan pada organ tubuhnya yang
disebabkan lanjut usia. Usia dari hari ke hari,dari waktu ke waktu terus berjalan seiring dengan bertambahnya usia dan pada
saat itu juga fisik, hormone, dan semua dari organ tubuh akan mengalami perubahan (Lestary, 2010).

Menopause adalah berhentinya haid karena estrogen sangat rendah hingga memerlukan estrogen pengganti untuk
mengurangi perubahan psikologi geriatrik, mengurangi dekalsifikasi tulang, meningkatkan vitalis wanita. Pemberian terapi
estrogen memerlukan pengawasan ketat terhadap kemungkinan dosis berlebih estrogen pengganti (Manuaba, 2009).
Menopause adalah kondisi normal yang akan dialami oleh para wanita yang seiring bertambahnya usia. Istilah dari
menopause itu sendiri berarti wanita yang mengalami berhenti menstruasi dan merupakan tanda akhir dari periode produksinya.
Biasanya, para wanita mengalami menopause usia 50 tahun. Sedangkan, banyak pula yang mengalaminya di usia 40 tahun dan
hal itu dinamakan dengan menopause dini sehingga dianggap tidak normal. Tetapi ada yang mengalaminya di usia 60 tahun,
namun presentasenya amat kecil. Kebanyakan wanita perokok akan mengalami menopause dengan usia yang beberapa tahun
lebih muda. Ketika menopause sudah mendekat, siklus dapat terjadi dalam waktu-waktu yang tidak menentu dan bukan hal
yang aneh jika menstruasi tidak dating selama beberapa bulan. Pada usia 44 tahun, beberapa perubahan hormone yang
dikaitkan dengan pre-menopause mulai terjadi. Pada usia 44 tahun banyak wanita yang akan mengalami perubahan dalam
kepadatan tulanng dan pada usia 44 tahun banyak yang mengalami menstruasinya menjadi lebih sedikit atau lebih pendek
waktunya disbanding biasanya. Sekitar 80% wanita mulai mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur (Haryono, 2016).

2.4.2 Macam-macam Menopause

Menurut (Suparni, 2016) menopause dibedakn menjadi 5 macam yaitu :

1. Menopause premature (Dini)


Usia rata-rata wanita mencapai menopause alami atau berhentinya haid adalah 50 tahun. Meskipun demikian, sebagian
wanita telah mengalaminya dalam usia 40 tahun, sebagian lagi bahkan dalam usia masih sangat muda, yaitu 20 thingga 30
tahun. Bagi sebagian besar wanita diagnosa dini yang juga di kenal dengan istilah Premature Ovarium Failure (POF),
adalah pengalaman yang sangat tidak menyenangkan. Sebagian besar wanita muda yang didiagnosa dengan POF, bahkan
belum berkesempatan untuk melahirkan anak, menyadari bahwa kesempatan untuk memiliki anak dari uterus sendiri akan
hilang.
Pada menopause dini 75% wanita telah mengalami keluhan vasomotorik dan hamper 50% wanita telah terjadi
osteoporosis. Banyak sekali penyebab yang memungkinkan terjadinya menopause dini yaitu penggunaan obat-obat diet
yang bekerja sentral dapat meningkatkan kadar hormone prolactin. Kadar proklatin tinggi dapat menekan sekresi FSH dan
LH, shingga folikel tidak dapat tumbuh dengan sendirinya akan terjadi menopause . penyinaran terhadap kadua ovarium
atau pengaruh pemberian kemoterapi dapat juga menyebabkan menopause dini. Penyskit autoimun seperti miasternia,
lupus aritematosus, trombositopenia idiopatik, glomerulonephritis, arthritis rheumatoid, dan penyakit crohn dapat
menyebabkan terjadinya menopause dini.
2. Menopause Normal
Menopause yang alami dan umunya terjadi pada usia di akhir 40 tahun atau di awal usia 50 tahun. Menopause normal
ini yang paling banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan jumlah folikel yang mengalami atresia terus meningkat,
sampai suatu ketika tidak tersedia lagi folikel yang cukup. Produksi estrogen berkurang dan tidak terjadi haid lagi, yang
berakhir dengan terjadinya menopause.
3. Menopause Terlambat
Menopause yang terjadi apabila seorang wanita masih mendapat haid di atas usia 52 tahun. Ada beberapa factor yang
menyebabkan terjadinya menopause terlambat, di antaranya factor tersebut adalah konstitusional, fibromioma uteri dan
tumor ovarium yang menghasilkan estrogen. Salah satu factor yang memungkinkan seorang wanita apabila mengalami
keterlambatan menopause adalah memiliki kelebihan berat badan. Sebagian besar estrogen dibuat dalam endometrium,
akan tetapi sejumlah kecil estrogen juga dibuat di bagian tubuh yang lain, termasuk di sel-sel lemak. Apabila seorang
wanita mengalami obesitas maka wanita tersebut akan memiliki kadar estrogen yang lebih tinggi dalam seluruh masa
hidupnya.
4. Menopause Karena Operasi
Menopause ini terjadi akibat dilakukannya operasi atau pembedahan, misalnya operasi rahim (histerektomi) atau yang
seringkali disebut dengan istilah Total Abdominal Hysterectomy (TAH) maupun karena kedua indung telur diangkat
(oophorectomy bilateral yang seringkali disebut dengan Bilateral Salpingo Oophorectomy (BSO).
Bila uterus diangkat karena operasi tetapi indung telur di pertahankan, maka masa haid berhenti namun gejala
menopause lainnya biasanya tetap berlangsung ketika wanita tersebut mencapai usia menopause alami. Meski demikian,
ada sejumlah wanita yang menjalani operasi uterus dang mengalami gejala-gejala menopause dalam usia yang lebih muda.
5. Menopause Medis
Menopause ini terjadi akibat campur tangan medis yang meyebabkan berkurangnya atau berhentinya pelepasan
hormone oleh ovarium. Campur tangan ini bisa berupa pembedahan untuk mengangkat ovarium atau untuk mengurangi
aliran darah ke ovarium serta kemoterapi atau terapi penyinaran pada panggul untuk mengobati kanker. Histerektomi
menyebabkan berakhirnya siklus menstruasi, tetapi selama ovarium tetap ada hal tersebut tidak akan mempengaruhi kadar
hormone dan tidak meyebabkan menopause.
Wanita yang harus menjalani kemoterapi kerana menderita kanker, seringkali mengalami menopause sementara atau
permanen. Obat-obatan anti kanker dapat merusak indung telur yang mengurangi jumlah hormone yang diproduksi.
Akibatnya, selama menjalani kemoterapi, masa haid menjadi tidak teratur, bahkan berhanti sepenuhnya.
2.4.3 Perubahan Yang Terjadi Pada Masa Menopause

Ada 6 macam perubahan yang akan terjadi pada menopause, menurut (Manuaba, 2009).

1. Perubahan Fisik
Seseorang wanita akan mengalami perubahan fisik yang terjadi pada kulit. Lemak bawah kulit berkurang sehingga
kulit menjadi kendur. Kulit mudah terbakar sinar matahari dan akan menimbulkan pigmentasi dan menjadi hitam. Otot
bawah kulit wajah mengendur sehingga jatuh dan lembek. Kelenjar kulit kurang berfungsi, sehingga kulit menjadi kering
dan keriput. Perubahan metabolism tubuh ditandai dengan menurunnya pengeluaran hormone tiroksin dan insulin,
pembakaran, dan keperluan tubuh menjadi menurun. Untuk dapat menyesuaikan penurunan metabolisme dilakukan
perubahan pola makan dan disesuaikan dengan kebutuhan. Bila pola makan tetap bebas seperti usia 30 tahun, kelebihan
bahan nutrisi akan disimpan dalam bentuk lemak dan gula. Akibatnya akan terjadi kegemukan, deposit lemak terdapat pada
pantat, payudara, dan perut. Kelebihan gula (Makan-makanan yang mengandung banyak gula) dapat menyebabkan
gangguan metabolisme gula yang akan menjurus pada penyakit kencing manis (Diabetes mellitus).
2. Perubahan Pola Makan
Pola makan yang dianjurkan kearah makanan yang mengandung banyak serat. Juga terjadi perubahan pada kerja usus
halus dan besar. Menurunnya estrogen dapat menimbulkan perubahan kerja usus menjadi lambat. Kemampuan mereabsorpsi
sari makanan makin berkurang. Kerja usus halus dan besar yang lambat menimbulkan gangguan buang air besar berupa
obstipasi (sembelit).
3. Perubahan Sistem Jantung Dan Pembulu Darah
Karena terjadinya perubahan metabolisme, menurunnya estrogen, menurunnya pengeluaran hormone paratiroid.
Meningkatkan hormone FSH dan LH serta rendahnya estrogen dapat menimbulkan perubahan pembuluh darah. Melebarnya
pembuluh darah pada wajah, leher, dan tengkuk menimbulkan rasa panas yang disebut “hot flesus,” badan terasa panas.
Penimbunan kolesterol pada pembuluh darah menimbulkan penyakit jantung coroner.
4. Perubahan Genetalia
Perubahan yang terjadi pada alat genetalia meliputi liang sanggama terasa kering, lapisan sel liang sanggama menipis
yang menyebabkan mudah terjadi infeksi (infeksi kandung kencing, infeksi liang sanggama). Daerah sensitive makin sulit
untuk dirangsang. Saat hubungan seksual dapat terjadi nyeri (dyspareunia), dan sulit untuk mencapai orgasme. Lemahnya
peyangga alat kelamin bagian dalam menyebabkan terasa kurang enak sekitar liang sanggama, liang sanggama terasa turun
(menonjol) dalam bentuk tonjolan kandung kencing (sistokel), tonjolan dinding bagian belakang (rektokel), dan mulut rahim
terbuka. Kepuasan berkemih dan buang air besar semakin berkurang, seolah-olah masih terdapat sisa.
5. Perubahan Pada Tulang
Perubahan ini terjadi oleh karena kombinasi rendahnya hormon estrogen dan hormone paratiroid. Tulang mengalami
dekalsifikasi (pengapuran) artinya kalium menurun sehingga tulang keropos dan mudah terjadi patah tulang. Patah tulang
terutama terjadi pada persendian paha. Menghadapi perubahan turunnya hormonal, seorang wanita dapat menunjukkan
respons berupa mereka siap menghadapi perubahan sebagai proses alami atau mereka gelisah menghadapi perubahan
sehingga menimbulkan berbagai gejala psikologis dan gejala klinis, dan memerlukan perawatan dan pengobatan. Kendati
pun terdapat penurunan pengeluaran hormone, namun sebagian kecil estrogen dibentuk dengan jalan “aromatisasi” oleh sisa
kelenjar indung telur, kelenjar anak ginjal, dan jaringan lemak bawah kulit di daerah bokong.
6. Penurunan Hormon Estrogen
Setelah menopause jumlah estrogen dalam tubuh wanita ikut mengalami penurunan. Hormon estrogen berfungsi
dalam membantu pengeluaran asam urat melalui urine. Sejalan dengan pertambahan usia dan menopause yang dialaminya,
resiko penyakit asam urat pada wanita akan meningkat terkait penurunan produksi estrogen. Keberadaan estrogen sangat
penting untuk membantu pengaturan sekresi asam urat sehingga mampu melindungi wanita dan hiperurisemia (Lingga,
2012).

Menurut (Suparni, 2016) perubahan yang terjadi pada masa menopause diantaranya :

1. Uterus Atau Rahim


Pada masa produktif , uterus bagi wanita berfungsi sebagai tempat tumbuhnya janin didalam rahim pada saat hamil
dan memberi makanan pada janin melalui plasenta yang melekat pada dinding rahim. Saat menjelang menopause (45-55
tahun) terjadi perubahan fungsi uterus akibat menurunnya kadar estrogen dalam tubuh. Perubahan yang dialami yaitu uterus
mengecil disebabkan oleh menciutnya selaput lender rahim (atrofi endometrium) serta hilangnya cairan dan perubahan
bentuk jaringan ikat antar sel. Serabut otot rahim (myometrium) menebal, pembuluh darah myometrium menebal dan
menonjol.
2. Tuba Fallopi Atau Saluran Telur
Lipatan-lipatan tuba menjadi lebih pendek, menipis, dan mengerut serta endosalping menipis, mendatar, rambut getar
dalam tuba (silia) menghilang. Perubahan ini memengaruhi fungsi tuba fallopi untuk membawa sel telur yang dilepaskan
oleh indung telur ke rongga rahim sehingga tidak terjadi pembuahan.
3. Ovarium
Dalam fase pramenopause, siklus haid menjadi anovulasi (tidak mengeluarkan sel telur), folikel primer tidak dapat
matang secara baik dan kadar hormone gonadotropin juga meninggi. Fungsi ovarium semakin berkurang yaitu tidak dapat
memproduksi ovum atau sel telur. Keadaan ini mengakibatkan metabolisme dan proses pembentukan hormone di ovarium
menurun serta jaringan ikat semakin banyak. Ovarium menciut (atrofi), mengeras, tidak mengandung corpud luteum, dan
tunika albugenia menebal.
Ditemukan hyperplasia struma ovarium, setelah menopause akan berkurang dimana struma ovarium menjadi fibrotic.
Pada usia > 30 tahun, ovarium mulai mengecil dan jumlah kista fungsional bertambah, mencapai puncaknya usia 40-45
tahun. Meskipun fungsi ovarium berhenti, ovarium tetap sebagai organ endokrin karena setalah menopause, sel-sel hilus dan
sel-sel stromanya masih dapat memproduksi testosterone dan androstendion dalam jumlah besar dan memproduksi estradiol
dan progesteron dalam jumlah kecil. Pada wanita yang dilakukan oofarektomi bilateral terjadi penghentian produksi
androgen.
4. Serviks Atau Leher Rahim
Servik memiliki fungsi sebagai saluran tempat bersenggama. Saat menopause terjadi penurunan kadar estrogen yang
mengakibatkan serviks akan mengerut sampai terselubung oleh dinding vagina, kripta servikal menjadi atropik, kanalis
servikalis memendek, sehingga menyerupai ukuran serviks fundus saat masa adolesen atau anak-anak.
5. Vagina Atau Liang Sanggama
Vagina atau liang sanggama memiliki fungsi yang penting bagi wanita yaitu alat bersanggama, saluran keluar untuk
mengeluarkan darah pada saat haid dan secret dari dalam uterus serta jalan lahir bayi pada saat melahirkan. Fungsi ini
semakin menurun ketika menopause. Ini terjadi karena penipisan dinding vagina yang meyebabkan hilangnya lipatan-lipatan
vagina (rugea), berkurangnya pembuluh dara menurunnya alastisitas, secret vagina menjadi encer, indeks korio piknotik
menurun, dan potential Hydrogen (PH) vagina meningkat.
6. Vulva Atau Kemaluan
Jaringan vulva menipis karena berkurang dan hilangnya jaringan lemak serta jaringan elastic. Kulit menipis dan
pembuluh darah berkurang yang menyebabkan pengerutan lipatan vulsa. Sering timbul pruritis (rasa gatal), vulva yang
disebabkan atrofi, hilangnya secret kulit, dyspareunia (nyeri sanggama), mengerutnya introitus dan rambu pubis berkurang
ketebalannya.
7. Payudara (Glandula Mamae)
Payudara akan menyusut dan menjadi datar kecuali pada wanita yang gemuk, dimana payudara tetap besar dan
menggantung. Keadaan ini disebabkan oleh karena atrofi yang memengaruhi kelenjar payudara saja. Kelenjar pituari
anterior memengaruhi secara histoligik maupun fungsional, begitu pula kelenjar tyroid dan adreal menjadi keras dan
mengakibatkan bentuk tubuh serupa akromegali ringan. Lemak di bawah kulit (subcutan) diserap, lobules menciut, stroma
jaringan ikat fibrosa menebal, putting susu mengecil, kurang erektil, pigmentasi berkurang sehingga payudara mendatar dan
mengendor.

2.4.4 Faktor Yang Mempengaruhi Menopause

Menurut (Haryono, 2016). Ada 7 macam factor yang mempengaruhi terjadinya menopause yaitu :

1. Usia Saat Haid Pertama Sekali


Semakin muda seorang mengalami haid pertama kali, semakin tua atau lama akan memasuki masa menopause, artinya
wanita yang mendapatkan menstruasi pada usia 16 atau 17 tahun akan mengalami menopause lebih dini, sedangkan wanita
yang haid lebih dini seringkali akan mengalami menopause sampai pada usianya mencapai 50 tahun.
2. Faktor Psikis
Wanita yang tidak menikah dan bekerja disuga mempengaruhi perkembangan psikis seorang wanita dan akan
mengalami menopause lebih muda, di bandingkan dengan seorang wanita yang menikah dan beekerja.
3. Jumlah Anak
Bahwa seorang wanita sering melahirkan, maka semakin tua akan memasuki menopause. Di karenakan kehamilan dan
persalinan akan memperlambat sistem kerja organ reproduksi wanita dan juga memperlambat penuaan tubuh.
4. Usia Melahirkan
Semakin tua seseorang melahirkan anak, semakin tua juga memasuki masa menopause. Karena terjadi kehamilah dan
persalinan akan memperlambat sistem kerja organ yang reproduksi. Bahkan memperlambat proses penuaan tubuh.
5. Pemakaian Kontrasepsi
Pemakaian kontrasepsi, khususnya kontrasepsi yang hormonal, pada wanita yang menggunakannya akan lebih lama
atau lebih tua memasuki usia menopause. Hal ini dapat terjadi jika cara kerja kontrasepsi yang menekankan fungsi indung
telur sehingga tidak memproduksi sel telur.
6. Sosial Ekonomi
Keadaan social ekonomi mempengaruhi factor fisik, kesehatan dan pendidikan. Apabila faktor diatas cukup baik, masa
akan mengurangi beban fisiologis, psikologis. Kesehatan akan faktor klimakterium sebagai faktor fisiologis.
7. Budaya Dan Lingkungan
Pengaruh budaya dan lingkungan sudah dibuktikan bahwa sangat mempengaruhi wanita untuk bisa atau tidak bisa
menyesuaikan dirinya dengan fase klimakterium dini.

2.4.5 Gejala Menopause

Menurut (Kesuma, 2009). Gejala yang muncul pada menopause yaitu :

Sejak usia 45-55 tahun, jam biologis wanita akan berhenti berdetik, menandakan berakhirnya masa subur dan
berkurangnya kadar hormone estrogen serta progesterone. Penurunan kadar hormone ini akan meyebabkan beberapa perubahan
pada tubuh. Gejala-gejala awal yang menandakan kurangnya kadar estrogen :

1. Wajah kemerahan
2. Keringat pada malam hari
3. Rasa sakit dan nyeri
4. Kekeringan di daerah vagina
5. Masalah kandung kemih
6. Hubungan seksual yang menimbulkan rasa nyeri
7. Kulit kering
8. Gangguan tidur
9. Emosi yang mudah berubah-rubah
10. Perdarahan menstrual yang tidak teratur

Gejala jangka panjang yang berhubungan dengan penurunan kadar estrogen adalah peningkatan resiko terkena
penyakit jantung, gout arthritis, dan osteoporosisi ata tulang rapuh. Jika ingin mengetahui kadar estrogen harus melakukan
pemeriksaan darah yang secara sederhana. Bila seorang wanita telah mengtahui penyebab timbulnya gejala-gejala tersebut,
seorang wanita harus bisa mengetahui caranya untuk mengatasi dengan sendirinya.

2.4.6 Fase Pada Menopause

Menurut (Suparni, 2016). Pada masa menopause dibagi menjadi 3 fase, yaitu :

1. Klimaterium (Pramenopause)
Periode klimaterium merupakan masa peralihan antara masa reproduksi dan masa senium. Biasanya masa ini disebut
juga dengan pra menopause, antara usia 40 tahun, ditandai dengan siklus haid yang tidak teratur, dengan pendarahan haid
yang memanjang dan relative banyak.
2. Menopause
Masa menopause yaitu saat haid terakhir atau berhentinya menstruasi. Menopause mulai pada umur yang berbeda
pada orang-orang yang berbeda juga. Umur yang umum adalah sekitar 50 tahun, meskipun sedikit wanita memulai
menopause pada umur 30 tahun, sementara itu wanita-wanita lain mulainya menopause tertunda sampai umur 50 tahun ini
disebabkan tubuh sudah kehabisan sel telur dan penurunan hormone estrogen. Proses semakin berkurangnya produksi
estrogen berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama. Tanggal dari haid terakhir di sebut sebagai menopause. Karena
haid tidak lagi teratur, maka wanita tersebut baru benar-benar yakin bahwa haidnya berhenti setidaknya selama satu tahun.
3. Senium
Masa senium adalah masa sesudah menopause atau bisa disebut dengan istilah pasca menopause. Kondisi ini dapat
diidentifikasi bila telah mengalami menopause 12 bulan sampai menuju ke senium dan umunya terjadi pada usia 50 tahun.
Pada periode pasca menopause, wanita telah mampu menyesuaikan dengan kondisinya, sehingga tidak mengalami gangguan
fisik antara usia 65 tahun. Beberapa wanita juga mengalami berbagai gejala karena perubahan keseimbangan hormone.
Bagian-bagian tubuh dapat mulai menua dengan jelas, tetapi kebanyakan wanita seharusnya tetap aktif secara fisik, mental,
dan seksual sesudah menopause seperti sebelumnya.

2.4.7 Upaya Mengatasi Menopause

Wanita mengatasi menopause dengan cara terapi penggantian hormon (TPH) yang bertujuan untuk mengganti hormone
yang mulai menghilang agar efek-efek menopause dapat diatasi dengan melakukan olahraga merupakan hal yang paling
penting, tidak saja untuk kesehatan pada umumnya. Tetapi juga dapat memperbaiki densitas atau kepadatan tulang yang bisa
untuk menghilangkan gejala-gejala menopause. Selain itu ada diet asia tradisional yang bisa memberikan untuk mengatasi
menopause, yaitu :

1. Mengandung kurang dari 20% kalori yang berasal dari lemak.


2. Membatasi untuk makan-makanan daging.
3. Kaya akan berbagai macam buah, sayur, serta kacang-kacangan.
4. Memasukan menu dari tahu atau olahan kedelai paling tidak sehari sekali.

Karena produk yang olahan kedelai mengandung fitoestogren, yang merupakan sebuah tipe hormone tanaman yang
diyakini bermanfaat bagi menopause. Namun demikian, keuntungan untuk mengatasi osteoporosisi dan efek kardiovaskular
akibat menopause masih belum terbukti (Kesuma, 2009).

Berdasarkan usia, sebaiknya pemeriksaan rutin dilakukan bila usia 30-35 tahun setiap dua tahun, 36-45 tahun setiap
tahun, dan di atas 45 tahun sebaiknya setiap 6 bulan dengan penekanan pada hal-hal tertentu saja. Bila tidak dijumpai keadaan
abnormal, dapat hidup seperti biasa sesuai dengan anjuran untuk menjadi vegetarian. Bila dijumpai kelainan maka pemeriksaan
akan berlanjut dengan mempergunakan alat canggih. Di samping itu masih terdapat sejumlah alat canggih, untuk melakukan
pemeriksaan spesifik atas dasar anjuran dokter dan keluarga (Manuaba, 2009).
Menopause
Gambar 2.1 : Kerangka Teori
2.4 Kerangka Teori Pengaruh Massage
Perubahan pada menopause : Swedish Terhadap
Penatalaksanaan
Penurunan Nyeri
a. Perubahan fisik Gout Arthiritis Pada
b. Perubahan pola makan Wanita Menopause
c. Perubahan sistem jantung dan Di Desa Pungging
Farmakologi Non Farmakologi pembuluh darah
d. Perubahan genetalia
e. Perubahan pada tulang
f. Penurunan hormone estrogen
a. Aspirin Massage Swedish
b. Ibu Profen Penurunan Cairan Sinovial
c. Dan lain
sebagainya Pergesekan antar sendi

Membantu untuk mengurangi rasa Etiologi :


nyeri, dan membantu untuk Pelepasan Proteoglikan
pembengkakan yang kronis dan Faktor Usia
dapat untuk meningkatkan Perjalanan Nyeri Obesitas
relaksasi otot
a. Transduksi Trauma
b. Transmisi
c. Modulasi Pekerjaan dan aktivitas
Memberikan pemijatan halus pada d. Persepsi sehari-hari
berbagai kelenjar-kelenjar pada tubuh Mekanisme Imunitas
sehingga menimbulkan keseimbangan
emosi dan ketenangan Faktor Metabolik
Faktor Genetik dan Faktor
Pemicu Lingkungan

Faktor Degeneratif
Nyeri Sendi

Skala Nyeri

a. Tidak Nyeri
b. Nyeri Ringan
c. Nyeri Sedang
d. Nyeri Berat
e. Nyeri Sangat Berat
2.5 Kerangka Konsep
Menopause
Etiologi :
Faktor Usia
Obesitas
Nyeri Sendi Massage Swedish
Trauma
Pekerjaan dan aktivitas
sehari-hari
Mekanisme Imunitas
Faktor Metabolik Skala Nyeri

Faktor Genetik dan Faktor


Pemicu Lingkungan

Faktor Degeneratif

Tidak Nyeri Nyeri Ringan Nyeri Sedang Nyeri Berat Nyeri Sangat Berat

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak diteliti

Gambar 2.2 : Kerangka Konsep Pengaruh Massage Swedish Terhadap

Penurunan Nyeri Terhadap Gout Arthritis Pada Wanita

Menopause di Desa Pungging.


2.6 Hipotesa

H1 : Ada Pengaruh Massage Swedish Pada Penurunan Nyeri Terhadap Wanita


Menopause di Desa Pungging.

Anda mungkin juga menyukai