IND-PUU-7-2012-Permen LH 26 TH 2012 DAK PDF
IND-PUU-7-2012-Permen LH 26 TH 2012 DAK PDF
1
Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4851);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 86, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3853);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang
Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
267, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4068);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4161);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang
Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4575);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata
Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2006 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4663);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 06 Tahun 2008 tentang
Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4815);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis
Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 188, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5347);
16. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara yang
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Nomor 91 Tahun 2011 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 141);
2
17. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta
Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I
Kementerian Negara yang telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor
142);
18. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah;
19. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 19
Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Lingkungan Hidup Daerah Provinsi dan Daerah
Kabupaten/Kota;
20. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 06
Tahun 2009 tentang Laboratorium Lingkungan;
21. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16
Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Lingkungan Hidup sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 18
Tahun 2012 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2012 Nomor 1067);
22. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13
Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce,
Reuse, dan Recycle Melalui Bank Sampah (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 804);
23. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.07/2012
tentang Pedoman Umum dan Alokasi Dana Alokasi
Khusus Tahun Anggaran 2013;
24. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11
Tahun 2010 tentang Rencana Strategis Kementerian
Lingkungan Hidup 2010-2014 sebagimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 10 Tahun 2011 (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 730);
MEMUTUSKAN:
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Dana Alokasi Khusus Bidang Lingkungan Hidup, yang
selanjutnya disebut DAK Bidang LH adalah dana yang
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan
untuk membantu mendanai kegiatan pemantauan
kualitas lingkungan hidup, pengendalian pencemaran
lingkungan hidup, perlindungan fungsi lingkungan hidup,
dan dalam rangka mendukung upaya adaptasi dan
3
mitigasi perubahan iklim yang merupakan urusan daerah
dan sesuai dengan prioritas nasional.
2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang
selanjutnya disebut APBN adalah Rencana Keuangan
Tahunan Pemerintahan Negara yang disetujui Dewan
Perwakilan Rakyat.
3. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang
selanjutnya disebut APBD adalah rencana keuangan
tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui
bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
4. Kepala Instansi Lingkungan Hidup Daerah adalah instansi
yang bertanggung jawab dalam urusan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup daerah.
5. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
Pasal 2
DAK Bidang LH bertujuan meningkatkan penyelenggaraan,
tanggung jawab, peran pemerintah kabupaten/kota dalam:
a. melaksanakan standar pelayanan minimal bidang
lingkungan hidup daerah kabupaten/kota; dan
b. mendukung upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Pasal 3
DAK Bidang LH mempunyai sasaran untuk melengkapi sarana
dan prasarana fisik perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup di kabupaten/kota.
Pasal 4
Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi:
a. kegiatan DAK Bidang LH;
b. anggaran DAK Bidang LH;
c. pembinaan; dan
d. pelaporan.
Pasal 5
Penyelenggaraan, tanggung jawab, dan peran pemerintah
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
meliputi peningkatan:
a. kinerja pemerintah kabupaten/kota dalam perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup secara berkelanjutan;
b. kemandirian pemerintah kabupaten/kota dalam
melakukan upaya perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup;
c. dukungan kepada bupati/walikota dalam:
1. menetapkan kelas air pada sungai prioritas di
wilayahnya;
2. menurunkan beban pencemaran pada air, udara, dan
tanah;
4
3. menetapkan kebijakan pengurangan volume sampah;
4. menambah luas ruang terbuka hijau yang berfungsi
sebagai paru-paru kota;
5. pemulihan fungsi sungai dan danau;
6. menyusun Status Lingkungan Hidup Daerah; dan
7. menunjang program unggulan antara lain:
a) Adiwiyata;
b) Adipura;
c) Bank Sampah;
d) Menuju Indonesia Hijau;
e) Langit Biru.
Pasal 6
(1) Kegiatan DAK Bidang LH meliputi:
a. pengadaan sarana dan prasarana pemantauan dan
pengawasan kualitas lingkungan hidup;
b. pengadaan sarana dan prasarana pengendalian
pencemaran lingkungan hidup;
c. pengadaan sarana dan prasarana dalam rangka
adaptasi dan mitigasi perubahan iklim; dan
d. pengadaan sarana dan prasarana perlindungan fungsi
lingkungan hidup.
(2) Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara terbatas dan bersyarat.
(3) Kabupaten/kota dalam memilih kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus mempertimbangkan:
a. pencapaian indikator kinerja utama Kementerian
Lingkungan Hidup;
b. prioritas penanganan masalah lingkungan hidup yang
dihadapi;
c. kondisi lingkungan hidup setempat;
d. keberlanjutan dan kesinambungan kegiatan;
e. kesesuaian dengan perencanaan daerah;
f. jumlah alokasi anggaran; dan
g. ketersediaan sumber daya manusia.
Pasal 7
(1) Pengadaan sarana dan prasarana pemantauan dan
pengawasan kualitas lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a meliputi
pengadaan:
a. peralatan laboratorium permanen untuk uji kualitas
air, udara emisi sumber bergerak, udara emisi sumber
tidak bergerak, udara ambient, dan tanah;
b. peralatan portable untuk uji kualitas air, udara emisi,
dan tanah; dan
c. kendaraan operasional roda empat untuk pemantauan
dan pengawasan lingkungan.
5
(2) Pengadaan sarana dan prasarana pengendalian
pencemaran lingkungan hidup sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b meliputi:
a. sarana dan prasarana pengolahan air limbah untuk:
1. Instalasi Pengolah Air Limbah usaha kecil dan
menengah (IPAL UKM);
2. Instalasi Pengolah Air Limbah komunal (IPAL
Komunal);
3. Instalasi Pengolah Air Limbah komunal (IPAL
Puskesmas);
4. Pengolah sampah dengan prinsip 3 R;
b. sarana dan prasarana pengelolaan sampah dengan
prinsip 3R (reuse, recycle, recovery) di tempat
penampungan sampah sementara, fasilitas umum, dan
fasilitas sosial, serta sekolah-sekolah.
(3) Pengadaan sarana dan prasarana dalam rangka adaptasi
dan mitigasi perubahan iklim sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c meliputi:
a. pembuatan Taman Kehati/Taman Hijau/Hutan Kota
b. penanaman mangrove dan vegetasi pantai;
c. pembuatan model pemulihan kerusakan ekosistem
terumbu karang berbasis masyarakat;
d. pengadaan unit pengolah limbah organik menjadi
biogas.
(4) Pengadaan sarana dan prasarana perlindungan fungsi
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf d meliputi:
a. sumur resapan;
b. lubang resapan biopori;
c. embung (kolam tampungan air);
d. penanaman pohon di sekitar mata air, sempadan
sungai dan danau;
e. pengolah gulma (tanaman pengganggu), dan
pembuatan media tanam (bitumen);
f. penangkap endapan (sediment trap) vegetatif; dan
g. pencegah longsor ramah lingkungan.
Pasal 8
Kegiatan DAK Bidang LH sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 dilaksanakan sesuai Lampiran I yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 9
Dana DAK Bidang LH dilarang untuk membiayai:
a. biaya administrasi proyek;
b. biaya penyiapan proyek fisik;
c. biaya penelitian;
d. biaya pelatihan;
e. honor;
f. biaya perjalanan pegawai daerah; dan
g. lain-lain biaya umum sejenis yang meliputi:
6
1. biaya pengambilan sampel untuk pemantauan kualitas
air, udara, dan tanah;
2. biaya pengambilan data sampah; dan
3. biaya untuk penyusunan laporan.
Pasal 10
Kabupaten/kota wajib mengalokasikan:
a. dana pendamping paling sedikit 10% (sepuluh perseratus)
yang berasal dari APBD kabupaten/kota; dan
b. dana penunjang, untuk menunjang pelaksanaan kegiatan
DAK Bidang LH diwilayahnya.
Pasal 11
(1) Kepala Pusat Pengelolaan Ekoregion melaksanakan
pengawasan dan evaluasi terhadap pembinaan dan
pemantauan yang dilaksanakan oleh provinsi dalam
bentuk:
a. pedoman dan standar;
b. pemberian rekomendasi;
c. rapat kerja teknis; dan
d. bimbingan teknis.
(2) Menteri melimpahkan pelaksanaan pembinaan dan
pengawasan kepada gubernur melalui mekanisme
pemanfaatan dana dekonsentrasi bidang lingkungan hidup
tahun anggaran 2013.
(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan oleh gubernur dalam bentuk:
a. koordinasi perencanaan pemanfaatan;
b. usulan rekomendasi pengadaan kepada Pusat
Pengelolaan Ekoregion;
c. pembinaan teknis;
d. pemantauan dan evaluasi.
Pasal 12
(1) Kepala Instansi Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota wajib
menyusun dan menyampaikan:
a. laporan pelaksanaan kegiatan DAK Bidang LH; dan
b. laporan output dan outcome pelaksanaan kegiatan
DAK Bidang LH,
kepada Kepala Instansi Lingkungan Hidup Daerah
Provinsi.
(2) Kepala Instansi Lingkungan Hidup Daerah
Kabupaten/Kota harus menyusun Tim Pelaksana Kegiatan
DAK Bidang LH.
(3) Kepala Instansi Lingkungan Hidup Daerah Provinsi wajib
menyampaikan hasil rekapitulasi:
a. laporan pelaksanaan kegiatan DAK Bidang LH dari
Kabupaten/Kota penerima anggaran DAK Bidang LH
TA 2013; dan
7
b. laporan output dan outcome kegiatan DAK Bidang LH
dari Kabupaten/Kota penerima anggaran DAK Bidang
LH TA 2013,
kepada Pusat Pengelolaan Ekoregion di wilayah kerjanya.
(4) Pusat Pengelolaan Ekoregion menyampaikan hasil
rekapitulasi laporan pelaksanaan kegiatan DAK Bidang LH
dari provinsi di wilayah kerjanya sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) kepada Sekretaris Kementerian Lingkungan
Hidup;
(5) Hasil rekapitulasi laporan pelaksanaan kegiatan DAK
Bidang LH dari Pusat Pengelolaan Ekoregion menjadi
bahan evaluasi dan perencanaan DAK Bidang LH tahun
berikutnya.
(6) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)terdiri atas:
a. laporan triwulan kemajuan pelaksanaan kegiatan, dan
serapan anggaran DAK Bidang LH TA 2013;
b. laporan akhir capaian pelaksanaan kegiatan;
c. laporan output dan outcome pelaksanaan kegiatan; dan
d. laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD)
Kabupaten/Kota TA 2012.
Pasal 13
(1) Kepala Instansi Lingkungan Hidup provinsi wajib
menyusun Tim Pemantauan Kegiatan DAK Bidang LH
diwilayahnya.
(2) Kepala Institusi Lingkungan Hidup provinsi
menyampaikan laporan hasil pemantauan kegiatan DAK
Bidang LH diwilayahnya kepada Pusat Pengelolaan
Ekoregion dan Kementerian Lingkungan Hidup cq Biro
PKLN.
(3) Pusat Pengelolaan Ekoregion menyampaikan hasil
rekapitulasi laporan pelaksanaan kegiatan DAK Bidang LH
dari provinsi di wilayahnya kepada Sekretaris Kementerian
Lingkungan Hidup.
(4) Hasil rekapitulasi laporan pelaksanaan kegiatan DAK
Bidang LH sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi
bahan evaluasi dan perencanaan DAK Bidang LH tahun
berikutnya.
Pasal 14
Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (6) dan
Pasal 13 ayat (2) disusun sesuai dengan pedoman
penyusunan laporan DAK bidang LH sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 15
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2011
tentang Petunjuk Teknis Pemanfaatan Dana Alokasi Khusus
Bidang Lingkungan Hidup Tahun 2012 (berita Negara
8
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 90) dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 16
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 Desember 2012
ttd
BALTHASAR KAMBUAYA
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Januari 2013
ttd
AMIR SYAMSUDIN
9
LAMPIRAN I
PERATURAN MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 26 TAHUN 2012
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS PEMANFAATAN
DANA ALOKASI KHUSUSBIDANG
LINGKUNGAN HIDUP
TAHUN ANGGARAN 2013
I. PENDAHULUAN
A. pengadaan sarana dan prasarana untuk menguji kualitas air, udara dan tanah
pemantauan dan pengawasan sehingga dapat digunakan sebagai alat
kualitas lingkungan hidup pemantauan dan pengawasan kualitas
lingkungan hidup di kabupaten/kota
B. pengadaan sarana dan prasarana sebagai upaya pencegahan dan pengendaliaan
pengendalian pencemaran pencemaran lingkungan hidup untuk dapat
lingkungan hidup mengurangi beban pencemaran di
kabupaten/kota
C. pengadaan sarana dan prasarana sebagai upaya untuk mendukungmitigasi dan
dalam rangka adaptasidan mitigasi adaptasi perubahan iklim di kabupaten/kota
perubahan iklim
1
Untuk memilih dan menetapkan kegiatan-kegiatan tersebut perlu di
pertimbangkan dan gambaran tentang manfaat serta kesesuaian
penyelenggaraan kegiatan dengan kebutuhan dan kemampuan
kabupaten/kota dalam pelaksanaannya. Diharapkan pengadaan sarana
dan prasarana fisik perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang
dialokasikan tersebut dapat dilaksanakan dengan optimal dan
berkelanjutan.
II. TUJUAN
Pedoman ini disusun dengan tujuan untuk memberikan arahan teknis bagi
kabupaten/kota penerima DAK Bidang LH dalam melaksanakan kegiatan,
sesuai dengan lingkup kegiatan yang telah ditetapkan dalam Peraturan
2
Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Petunjuk Teknis Pemanfaatan
DAK Bidang LH 2013.
Tidak semua kegiatan yang ada pada pedoman ini harus dilaksanakan.
Kegiatan yang akandilaksanakan sesuai dengan pertimbangan pemilihan
kegiatan, seperti yang dijelaskan pada pasal 13, Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup tentang Petunjuk Teknis Pemanfaatan DAK Bidang LH
2013.
3
b. Peralatan sampling udara ambien.
Peralatan sampling udara ambien paling sedikit dapat
dipergunakan untuk mengambil sampel dari parameter: Sulfur
Dioksida (SO2), Nitrogen Dioksida (NO2), Ozon (O3), Timah Hitam
(Pb), Total Suspended Particulate (TSP), Particulate Matter dengan
ukuran kurang dari 10 mikron (PM10) dan Particulate Matter
dengan ukuran kurang 2,5 mikron (PM2,5). Pengadaan peralatan
sampling udara ambien sebaiknya dilengkapi dengan alat ukur
meteorologi yang dapat mengukur kecepatan angin, arah angin,
temperatur udara, kelembaban udara dan solar radiation (radiasi
sinar matahari). Peralatan sampling udara ambient diperlukan
untuk melengkapi peralatan pengujian di laboratorium yang
sudah tersedia sebelumnya.
Gambar 1
Contoh Peralatan portable untuk emisi kendaraan
Gas analyzer
4
Gambar 2
Contoh Peralatan portable untuk emisi kendaraan
Opacitymeter
Gambar 3.
Contoh alat ukur otomatis untuk pengujian
kadar gas emisi sumber tidak bergerak
5
Gambar 4.
Contoh Alat pengukur pH tanah
6
Gambar 5.
Contoh lay out IPAL UKM
7
Gambar 6.
Diagram alir pengolahan air limbah domestic
8
Gambar 7.
Contoh Lay Out Pengolahan Sampah Organik
9
Gambar 8.
Contoh Bangunan Unit Pengolah Sampah
Gambar 9.
Contoh Unit Transportasi Sampah
10
gas rumah kaca (GRK), dan sekaligus berfungsi sebagai paru-paru
kota, perlu dibuat Taman Kehati, Taman Hijau/Hutan Kota.
Pembuatan taman tersebut selain mendorong penurunan emisi
GRK, juga membantu pencadangan sumber daya alam hayati
(plasma nutfah) dalam rangka penyelamatan dari ancaman yang
tinggi terhadap kelestarian berbagai jenis tanaman lokal daerah.
1. Perencanaan
a. Penetapan Tapak
Lokasi Taman Kehati agar mengacu kepada master plan
Taman Kehati dari Propinsi apabila belum tersedia dapat
mengacu pada Kepmen 04 tahun 2012 tentang Taman
Kehati dengan luas minimal 3 ha di wilayah kota dan 10 ha
di wilayah kabupaten.
11
Unit Pengelola Taman Kehati dibentuk oleh Kepala Daerah
yang berfungsi untuk perencanaan dan pembangunan,
pemeliharaan, pengembangan dan pemantauan.
2. Pelaksanaan Pembangunan:
c. Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan dengan penyiraman secara
berkala, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit
dan penyulaman jika diperlukan. Pemeliharaan intensif
diperlukan selama 3 tahun berturut-turut.
d. Labeling Tanaman
Setiap pohon yang ditanam harus diberikan labeling untuk
mengidentifikasi jenis tanaman dan koordinatnya.
3. Pengembangan Pembangunan.
Fasilitas yang diperlukan dalam menunjang fungsi taman
kehati sebagai sarana pendidikan, penelitian, ekowisata antara
lain:
12
a. Posko pemantauan dan pemeliharaan
b. Jalan setapak yang menghubungkan antar blok spesies
Gambar 10.
Contoh Gambar Taman Kehati
13
Gambar 11.
Contoh Gambar Taman Hijau
Keterangan gambar :
Taman Kota di Kota Surabaya dan Kota Yogyakartayang dapat dimanfaatkan
masyarakat sebagai tempat untuk sosialisasi dan rekreasi (disamping fungsi utamanya
untuk menyerap karbon, fungsi hidrologis dan fungsi sosial)
Gambar 12.
Contoh Gambar Hutan Kota
14
nucifera) atau Cemara Laut (Casuarina equisetifolia) dengan vegetasi
mangrove adalah adanya suplai air tawar. Jika ada pasokan air
tawar maka mangrove merupakan pilihan yang tepat. Selanjutnya
ditentukan jenis-jenis mangrove yang paling cocok disesuaikan
dengan keadaan substrat (kombinasi antara pasir dan lumpur).
15
Gambar 13
Model Contoh Transplantasi Terumbu karang dan Terumbu Karang
Buatan:
Contoh model Terumbu karang buatan dan Transplantasinya pada media kongkrit, KLH’12
16
Gambar 14.
Contoh Desain Biodigiser untuk eceng gondok
Gambar 15.
Contoh Rencana Desain Biodigiser untuk Kotoran Sapi
17
Gambar 16.
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Biogas
Gambar 17.
Prinsip Kerja Teknologi Biogas
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Biogas
18
Gambar 18.
Teknis IPAL Biogas Industri Tahu
19
Berikut ini merupakan persyaratan air limbah untuk pembentukan
biogas:
a. semua limbah organik, dgn kandungan: (protein, lemak,
karbohidrat) seperti: limbah peternakan, industri tahu-tempe,
rumah potong hewan, dan limbah domestik;
b. suhu: 15 ° - 35 ° Celcius;
c. waktu pembusukan 25 - 30 hari;
d. C/N ratio 1:20 - 1:40;
e. kondisi tempat anaerob.
Gambar 19.
Teknis Biodigester Ternak Sapi
Kapasitas 4 m3 dengan bahan ferro semen
Gambar 20.
Teknis Biodigester Ternak Sapi Kapasitas 4 m3 dengan bahan Fiber
20
D. Pengadaan Sarana Dan Prasarana Perlindungan Fungsi Lingkungan
Hidup
b. Persyaratan lokasi:
1) sumur resapan dangkal harus berada pada lahan yang datar,
tidak berada pada lahan yang berlerang, curam, atau labil;
2) sumur resapan dangkal dijauhkan dari tempat penimbunan
sampah, jauh dari septic tank (minimal 10 meter diukur dari
tepi) dan berjarak minimum 1 meter dari pondasi bangunan;
3) lokasi sumur resapan yang akan dibuat supaya dicatat
koordinat geografisnya yang meliputi: lintang dan bujur,
ketinggian lokasi (dpl). Dengan menggunakan Global
Positioning System (GPS) atau dengan ekstrapolasi peta
topografi yang tersedia. Data koordinat sumur resapan ini
selanjutnya diperlukan untuk menyusun sistem basis data
pengelolaan lahan dan air sekaligus memantau kinerja
pelaksanaan kegiatan yang telah berjalan.
21
4) saluran air hujan yang masuk ke dalam sumur resapan
dapat menggunakan pipa berdiameter 6 inchi;
5) jarak bak kontrol dengan sumur resapan dangkal kurang
lebih 50 centimeter;
6) kedalaman sumur resapan dangkal sekitar antara 2–10
meter diatas air tanah dangkal (sesuai dengan kedalaman air
tanahnya);
7) kontruksi bangunan pada dinding sumur resapan dangkal
dapat menggunakan batako, bata merah dengan komposisi
ada sela-sela /pori-pori dengan bahan yang kasar (pecahan
bata merah, kerikil yang berongga);
8) bagian dasar sumur resapan dangkal diisi dengan pecahan
batu, ijuk serta arang yang disusun secara berongga;
9) bak kontrol dan sumur resapan dangkal dibersihkan setiap
musim kemarau dan musim penghujan dengan mengangkat
bahan pengendap (arang aktif, pasir, kerikil dan ijuk).
Gambar 21.
Desain Konstruksi Sumur Resapan Dangkal
Injuk
Koral
Pasir
Arang Aktif
2-10 m
tergantun
g Jenis
dan
Lapisan
Tanah
22
Gambar 22.
Desain Sistem peresapan pada Saluran Air Hujan (Tampak Samping)
Gambar 23.
Desain Tutup dan Buis Beton Sistem peresapan pada Saluran Air Hujan
23
Gambar 24.
Desain Sistem peresapan pada Saluran Air Hujan (tampak atas).
Gambar 25.
Desain Bak Kontrol Sistem peresapan pada Saluran Air Hujan.
Keterangan:
Gambar 23 memperlihatkan desain yang unik pada buis beton yang ditanam pada bak/
sumur peresapan. Bentuk/tipe sistem peresapan ini sengaja didesain agar air yang
masuk ke dalam sumur dapat segera diresapkan ke dalam tanah. Sehingga laju
infiltrasi tanah menjadi lebih besar, selain itu desain ini juga memperhatikan kekuatan
rancang bangun sistem peresapan itu sendiri.
25
Gambar 26.
Pembuatan lubang resapan dengan bor tanah atau Lubang Biopori
Membuat lubang
dengan bor tanah
26
Gambar 27.
Kolam penampung air hujan (embung) dan drainase ramah lingkungan pada
pemukiman dan areal pertanian/perkebunan
Gambar 28.
Kolam konservasi air hujan di areal pertanian
27
pakar/ahli) dapat menggunakan tanaman lainnya dari luar daerah.
Umur dan besar bibit tanaman disesuaikan kondisi setempat.
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
a) lokasi penanaman dapat berada di luar dan dalam kawasan
hutan, dan harus berada di sekitar sumber atau mata air;
b) mudah terjangkau untuk akses pemeliharaan;
c) lahan untuk lokasi penanaman bukan milik perseorangan atau
sejenisnya untuk memudahkan dalam pengendalian;
d) koordinasi dengan instansi terkait.
Mata Air
Jarak Tanam Pohon (3x3 meter, atau 4x4 meter, atau 5x5 meter)
28
dikomposkan harus dilakukan dengan baik terutama dengan
besarnya nisbah Karbon – Nitrogen (C/N), karena nisbah C/N akan
menentukan kecepatan/laju pengomposan.
Bahan organik yang mempunyai nisbah C/N yang tinggi memerlukan
waktu pengomposan yang cukup lama. Persyaratan agar terjadi
pengomposan yang optimal adalah nisbah C/N antara 30 s/d 50.
Dalam penuntun praktis ini bahan baku organik yang digunakan
adalah Eceng Gondok, jerami dan kotoran ternak. Selain itu
digunakan bahan lain yaitu EM4 untuk pasokan mikroorganisme.
29
Pencacahan dapat dilakukan misalnya dengan mesin pemotong
rumput gajah, mesin penggiling, atau modifikasi keduanya. Pada
umumnya mesin pencacah memiliki 3 bagian yaitu:
a) motor penggerak (mesin diesel berkekuatan 8 PK, 10 PK dan
seterusnya tergantung jumlah dan kapasitas penggilingan);
b) bagian pencacah/penggiling yang terdiri dari leher/as roda,
dan komponen yang bergerak yaitu pisau-pisau;
c) bagian transmisi berupa sabuk (karet) yang dipasang dengan
ketegangan tertentu, tidak terlalu kendor maupun terlalu
kencang. Ada pula yang berupa gigi atau batang kaku.
b c
a d e
Keterangan: (a) mesin pencacah, (b) mesin pencacah, (c) pisau-pisau
pencacah, (d) proses pencacahan, (e) hasil pencacahan (Dok: HM, 2006).
3) Bak pengomposan
Agar mendapatkan hasil pupuk organik yang baik, bak
pengomposan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) memiliki kapasitas volume, dan lingkungan yang diinginkan;
b) terletak di tempat yang memungkinkan diterimanya sinar
matahari sehingga tercapai suhu pengomposan yang
diperlukan, dan tertutup dari curah hujan;
c) bak pengomposan dapat berupa lubang yang digali di tanah,
bak dari kayu atau bambu, bekas drum, bak dinding beton,
ataupun bak pengomposan plastik yang telah dijual di
pasaran.
30
Gambar 32.
Contoh (a) bak pengomposan dari bambu, dengan satu sisi yang dapat dibuka/ tutup dan (b)
Contoh desain bak pengomposan dari beton, dengan sekat kayu yang dapat dibuka/tutup.
(a) (b)
Gambar 33.
Berbagai macam teknologi penghalus dan
pengayak pupuk organik yang matang.
(a) (b)
(d) (e)
31
b. Perubahan fisik:
1) selama proses pengomposan terjadi perubahan fisik dan
kimia dari bahan yang dikomposkan. Perubahan
warnaterjadi di akhir pengomposan warna berubah
menyerupai warna tanah.
2) perubahan suhu.Perubahan suhu merupakan parameter
bagi tingkat kegiatan perombakan bahan organik oleh
mikroorganisme. Jika proses pengomposan terjadi dengan
baik, suhu akan naik pada awal pengomposan kemudian
turun. Pada akhir pengomposan suhu sedikit di atas suhu
udara.
3) penyusutan volume dan pengurangan bobot. Penyusutan
volume dan pengurangan bobot yang terjadi selama proses
pengomposan disebabkan adanya proses pencernaan oleh
mikroorganisme. Selama proses ini bahan organik
diuraikan menjadi unsur-unsur yang dapat diserap oleh
mikroorganisme tersebut.
4) perubahan bau (kompos yang sudah matang tidak berbau,
atau hampir berbau sama dengan tanah/humus).
5) perubahan struktur kompos (struktur kompos biasanya
lepas, tidak lengket dan tidak menggumpal).
d. Pengemasan:
Pengemasan pupuk organik biasanya dilakukan untuk
keperluan komersial,dan atau jika akan disimpan.
Pengemasan pupuk organik untuk keperluan komersial
dimaksudkan agar memudahkan bongkar muat, menjaga
kualitas pupuk, dan membuat tampilan pupuk lebih menarik.
Gambar 34.
Konsep penanganan bantaran sungai melalui sipil teknis penurapan
versus konsep eko-hidraulik
33
Gambar 35.
Penggunaan tebing turap versus konstruksi eko-hidraulik
34
35
LAMPIRAN II
PERATURAN MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
NOMOR 26 TAHUN 2012
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS PEMANFAATAN
DANA ALOKASI KHUSUS
BIDANG LINGKUNGAN HIDUP
TAHUN ANGGARAN 2013
A. PENDAHULUAN
Seluruh laporan di atas dapat disampaikan berupa soft file atau e-mail ke
alamat: peppapkln.daklh@yahoo.com
1
bersangkutan berakhir. Hasil rekapitulasi laporan triwulan kemajuan
pelaksanaan kegiatan dan serapan anggaran DAK Bidang LH TA 2013
kabupaten/kota se-provinsi wajib disampaikan kepada Pusat
Pengelolaan Ekoregion di wilayah kerjanya masing-masing,
selambatnya 3 (tiga) minggu setelah triwulan yang bersangkutan
berakhir.
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I. Pendahuluan
Menyajikan ringkasan seluruh isi laporan, antara lain tentang:
a. Kesesuaian perencanaan dengan pelaksanaan kegiatan dalam
triwulan bersangkutan
b. Ringkasan penjelasan realisasi anggaran (keuangan) dan kegiatan
(fisik) dalam triwulan bersangkutan
c. Ringkasan penjelasan kendala dan permasalahan yang dihadapi
dalam pelaksanaan kegiatan selama triwulan yang bersangkutan
d. Ringkasan tindak lanjut kedepan (triwulan selanjutnya)
Lampiran
Memuat antara lain:
- Informasi lainnya yang tidak dapat disampaikan dalam isi pokok
laporan, tetapi perlu untuk dilampirkan;
- Laporan-laporan lainnya terkait pelaksanaan DAK Bidang LH
2
Contoh tabel triwulanan
Laporan Triwulan : I/II/III/IV
Kabupaten/kota :
Provinsi :
PAGU DAK BIDANG LH :
DANA PENDAMPING (MIN 10%) :
PAGU REALISASI
NO KEGIATAN VOL KEUANGAN FISIK SISA ANGGARAN KETERANGAN
DAK BID LH (APBN)
Rp % %
.....................,................2013
Mengetahui,
3
Contoh tabel triwulanan
Laporan Triwulan : I/II/III/IV
Kabupaten/kota : DEPOK
Provinsi : JAWA BARAT
PAGU DAK BIDANG LH : 1,017,000,000
DANA PENDAMPING (MIN 10%) : 101,700,000
PAGU REALISASI
NO KEGIATAN VOL KEUANGAN FISIK SISA ANGGARAN KETERANGAN
DAK BID LH (APBN)
Rp % %
.....................,................2013
Mengetahui,
4
2. Laporan akhir capaian pelaksanaan kegiatan
5
Format laporan akhir capaian pelaksanaan kegiatan
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I. Pendahuluan
Menyajikan ringkasan seluruh isi laporan, antara lain tentang:
a. Latar belakang dan tujuan pelaksanaan DAK Bidang LH 2013
(keterkaitan pemanfaatan kegiatan dengan kebutuhan dan isu
LH di daerah)
b. Kesesuaian perencanaan kegiatan dengan capaian hasil
kegiatan
c. Ringkasan pelaksanaan kegiatan (serapan anggaran dan fisik
kegiatan)
d. Ringkasan penjelasan kendala dan permasalahan yang
dihadapi dalam pelaksanaan
e. Ringkasan tindak lanjut kedepan
Lampiran
Memuat, antara lain :
a. TabelSerapan Pelaksanaan DAK Bidang Lingkungan Hidup
Tahun 2012 (Triwulan I – IV);
b. Tabel Pemanfaatan DAK Bidang LH TA 2013
c. Informasi lainnya yang tidak dapat disampaikan dalam isi
pokok laporan, tetapi perlu untuk dilampirkan;
d. Laporan-laporan lainnya terkait pelaksanaan DAK Bidang LH
6
Contoh tabel triwulan
Laporan Triwulan : I/II/III/IV
Provinsi : DI YOGYAKARTA
PAGU DAK BIDANG LH : 4,551,090,000
PAGU REALISASI
NO KAB/KOTA VOL KEUANGAN FISIK SISA ANGGARAN KETERANGAN
DAK BID LH (APBN)
Rp % %
.....................,................2013
Mengetahui,
7
4. Laporan output dan outcome pelaksanaan kegiatan DAK Bidang LH
Kabupaten/Kota TA 2013 oleh Kabupaten/Kota
8
FORMAT PELAPORAN DAK
OUTPUT DAN OUTCOME KABUPATEN/KOTA
NO Anggaran Kegiatan Input Output Outcome IKU KLH penurunan Outcome IKU KLH
beban pencemaran kelembagaan dan
peningkatan kapasitas
1.
2.
3.
9
CONTOH PENGISIAN PELAPORAN DAK
OUTPUT & OUTCOME KABUPATEN/KOTA
1 Rp 500,000,000 Kendaraan Pemantau 500 kegiatan yang potensial 200 Industri terpantau dan 20 persen Ketaatan 200 10 orang petugas
mencemari lingkungan 20 kegiatan pertambangan Industri yang dipanttau pengawas ikut proses
yang wajib dipantau terhadap peraturan lingkungan pemantauan dari
dan 10 persen industri tambang kab/kota
2 Taman Hijau 5 ha 1 ha Taman rekreasi 5000 Liter Air resapan /tahun Dinas pertamanan ikut
memelihara taman
2 ha Taman kahati 10 Ton C02 terserap/tahun Dinas PU merawat
betonisasi di taman
COD
TSS
4 Alat Emisi Kendaraan Gas Analyzer 100 Kendaraan Disel Penurunan 50 % Emisi Disel
Opacitimeter 500 Kendaraan Bensin Penurunan 50 % Emisi bensin
5 Bio Gas 50 Unit @ 30 m3 500 m3 limbah peternakan GRK CH4 20 Ton dapat di 20 rumah mendapatkan
serap @ 450 watt
6 BANK SAMPAH 100 Tempat Sampah Sampah di daur ulang 10 % Volume Sampah Membantu Program
50000 M3 /Tahun Perkotaan Berkurang Adipuran Perkotaan
5 HA Unit Komposting Sampah dikomposting 5000 10 % Pengurangan Sampah di 10 Sekolah
M3/tahun TPA Menerapkan Program
3R disekolah meningkat
5 Unit Bentor Sampah Sampah diangkut 300 M3 2 MW Listrik Masyarakat mendapat
aliran listrik @ 450 W
3 Unit Armroll
20 kincir angin
7 KAMPUNG IKLIM 2 kampung iklim 2 mikro hydro
2 unit komposting
8 Program Adiwiyata 5 sekolah 100 Tempat Sampah 5 Ton sampah didaur ulang
2 UNIT KOMPOSTING 100o liter air setrserap
5 Taman hijau sekolah
4 solar cell
5 sumur resapan
100 bio pori
10
5. Laporan output dan outcome pelaksanaan kegiatan DAK Bidang LH
Kabupaten/Kota TA 2013 oleh Kabupaten/Kota
11