Anda di halaman 1dari 6

PERMASALAHAN LAHAN GAMBUT DI INDONESIA

oleh: Bennartho Denys Rapoho


SMA NEGERI 1 SUMBER

Indonesia adalah negara yang memiliki sejuta kekayaan alam yang


tersebar dari sabang sampai merauke. Kekayaan alam tersebut terdiri dari agraris
dan maritim. Dalam kekayaan maritim, Indonesia memiliki lautan sangat luas
serta terdapat sumber daya laut yang melimpah di dalammya. Sedangkan
kekayaan agraris di Indonesia meliputi sektor pertanian, perikanan air tawar,
peternakan, dan perkebunan. Sektor pertanian menjadi andalan bagi Indonesia
dalam memanfaatkan kekayaan agraris. Tetapi masalah yang sering timbul dalam
sektor pertanian masih sulit untuk diatasi. Masalah tersebut tentang pemanfaatan
lahan gambut di Indonesia.
Tidak jarang realita harus kontra dengan harapan yang telah dirumuskan.
Hingga saat ini pemanfaatan lahan gambut di Indonesia masih menuai pro dan
kontra dari berbagai pihak, walaupun pemanfaatannya belum dapat memberikan
hasil maksimal. Maka dari itu, perlu ditegaskan kembali tentang arti
sesungguhnya dari kata “pemanfaatan” dalam permasalahan lahan gambut di
Indonesia.
Membiarkan lahan gambut untuk habitat flora atau fauna merupakan salah
satu pemanfaatan lahan gambut yang bijaksana. Pernyataan ini telah disepakati
dalam salah satu seminar di luar negeri yang bernama “Wise Use of peatland”.
Pernyataan tersebut bukan tanpa alasan karena telah dipertegas kembali pada “
international symposium and workshop and National Seminar on restoration and
wise use of tropical peatland yang diselenggarakan di Palangkaraya, Kalimantan
Tengah. Oleh karena itu para ilmuwan maupun penentu kebijakan harus
mengubah konsepsi bahwa pemanfaatan lahan gambut harus dilakukan dengan
membuka lahan baru hingga penanaman komoditi tertentu saja. Pembukaan lahan
baru dapat mengubah fungsi asli dari wilayah gambut itu sendiri. Berdasarkan
fakta, hal ini dapat mengancam ekosistem termasuk merugikan bagi masyarakat di
sekitarnya. Seperti halnya proyek PLG di Kalimantan tengah yang ditargetkan
akan menjadi sentral penghasil beras terbesar, justru mengancam ekosistem di
sekitarnya. Proyek PLG di Kalimantan tengah ini sekarang menjadi penghasil
asap. Keinginan pihak tertentu atau kepentingan politik sudah seharusnya
dijauhkan dari permasalahan ini. Karena masalah asap yang telah timbul di
Kalimantan tengah tidak dapat dipolitisir seperti halnya para pejabat. Tidak
masalah jika gambut dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, tetapi perlu dilakukan
pengelolahan secara baik dan benar serta tanggung jawab. Selain itu penanaman
komoditi tanaman harus sesuai dengan jenis lahan gambut itu sendiri. Artinya kita
perlu cermat dalam mengelolanya.
Menurut seorang peneliti bernama Hardjowigeno, Gambut terbentuk dari
sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum.
Timbunan bertambah karena proses dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerob
dan kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan rendahnya tingkat
perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah yang disebabkan oleh proses
deposisi dan transportasi, berbeda denga proses pedogenik.
Lahan gambut dapat dimanfaatkan untuk tanaman pangan jika gambut
dangkal atau kurang dari 100 cm. Fakta ini sesuai dengan arahan Departemen
Pertanian (BB Litbang SDLP, 2008). Dasar pertimbangannya adalah gambut
dangkal memiliki tingkat kesuburan relatif tinggi dan memiliki risiko lingkungan
lebih rendah dibandingkan gambut dalam. Tanaman pangan yang dapat
beradaptasi antara lain padi, jagung, kedelai, ubi kayu, kacang panjang dan
berbagai jenis sayuran lainnya. Sedangkan lahan gambut dengan kedalaman
antara 1,4 - 2 m dapat ditanami kelapa sawit. Tetapi lahan gambut dalam dinilai
lebih sulit dalam pengelolaannya daripada lahan gambut dangkal. Dalam
pemanfaatan lahan gambut juga tidak boleh melanggar Keputusan Presiden No.
32/1990 yang berisi tentang larangan menanam atau mengolah lahan gambut
dengan kedalaman lebih dari 3 m. Karena lahan tersebut diperuntukan untuk
kawasan konservasi.
Budidaya tanaman pangan di lahan gambut harus menerapkan teknologi
pengelolaan air, yang disesuaikan dengan karakteristik gambut dan jenis tanaman.
Pembuatan saluran drainase mikro sedalam 10-50 cm diperlukan untuk
pertumbuhan berbagai jenis tanaman pangan pada lahan gambut. Tanaman padi
sawah pada lahan gambut hanya memerlukan parit sedalam 10-30 cm. Fungsi
drainase adalah untuk membuang kelebihan air, menciptakan keadaan tidak jenuh
untuk pernapasan akar tanaman, dan mencuci sebagian asam-asam organik.
Semakin pendek interval atau jarak antar parit drainase maka hasil tanaman
semakin tinggi. Walaupun dampak negatif dari drainase akan membuat semakin
cepat laju subsiden dan dekomposisi gambut. Selain itu perlu adanya pengelolaan
kesuburan tanah. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar tanaman pangan dapat
memberikan hasil maksimal. Tanah gambut bereaksi masam. Dengan demikian
diperlukan upaya ameliorasi untuk meningkatkan pH sehingga memperbaiki
media perakaran tanaman. Kapur, tanah mineral, pupuk kandang dan abu sisa
pembakaran dapat diberikan sebagai bahan amelioran untuk meningkatkan pH
dan basa-basa tanah. Dalam pengelolaan lahan gambut juga diperlukan strategi
untuk meningkatkan kesuburan tanahnya. Karena keterbatasan kemampuan untuk
mendapat pupuk dan bahan amelioran, maka untuk meningkatkan kesuburan
tanah petani membakar seresah tanaman dan sebagian lapisan gambut kering
sebelum bertanam. Praktek ini dapat ditemukan di kalangan petani yang menanam
sayuran dan tanaman pangan secara tradisional di berbagai tempat seperti
Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan dan Jambi. Dengan cara
ini petani mendapatkan amelioran berupa abu yang dapat memperbaiki
produktivitas gambut. Namun, abu hasil pembakaran mudah hanyut dan
efektifitasnya terhadap peningkatan kesuburan tanah tidak berlangsung lama. Lagi
pula cara ini sangat berbahaya karena dapat memicu kebakaran hutan dan lahan
yang lebih luas, mempercepat subsiden, meningkatkan emisi CO2 dan
mendatangkan bahaya asap yang menganggu kesehatan serta menganggu lalu
lintas. Untuk menghindari kebakaran, maka pembakaran serasah harus dilakukan
secara terkendali di satu tempat khusus berupa lubang yang dilapisi dengan tanah
mineral sehingga api tidak sampai membakar gambut. Cara ini diterapkan dengan
baik di lahan gambut di Pontianak, Kalimantan Barat. Bila pembakaran serasah
harus dilakukan langsung di lapangan, maka harus dipastikan bahwa gambut di
bawahnya jenuh air supaya gambut tidak terbakar. Dalam jangka panjang
pembakaran serasah dan gambut perlu dicegah untuk menjaga keberlangsungan
pertanian di lahan gambut. Untuk itu diperlukan bimbingan cara bertani tanpa
bakar dan pemberian bantuan amelioran serta pupuk bagi petani oleh pemerintah
setempat.
Selain dapat dimanfaatkan sebagi lahan untuk pertanian, gambut juga
dapat dimanfaatkan sebagai wilayah konservasi. Aspek legal mengenai konservasi
lahan gambut diatur dalam keputusan presiden No. 32 tahun 1990 tentang
kawasan lindung. Perlindungan terhadap kawasan gambut dimaksudkan untuk
mengendalikan hidrologi wilayah, yang berfungsi sebagai penyimpan air dan
pencegah banjir, serta melindungi ekosistem yang khas di kawasan yang
bersangkutan. Konservasi lahan gambut juga dimaksudkan untuk meminimalkan
teremisinya karbon tersimpan yang jumlahnya sangat besar. Konservasi kawasan
gambut sangat penting karena hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi
penyusutan luasan gambut di beberapa tempat di Indonesia. Di kawasan delta
pula petak pada tahun 1952 masih tercatat sekitar 51.360 ha lahan gambut. Pada
tahun 1972 kawasan gambut di daerah tersebut menyusut menjadi 26.400 ha dan
selanjutnya pada tahun 1992 menyusut lagi menjadi 9.600 ha (Sarwani dan
Widjaja-Adhi, 1994). Hal ini menunjukkkan bahwa laju kerusakan gambut
berjalan sangat cepat. Selain hilangnya fungsi hidrologis lahan gambut, ada
bahaya lain bila tanah mineral di bawah lapisan gambut adalah tanah mineral
berpirit. Saat ini sebagian besar dari bekas kawasan gambut tersebut menjadi
lahan sulfat masam aktual terlantar dan menjadi sumber pencemaran lingkungan
perairan di daerah sekitarnya.
Menurut widjaja-adhi (1997) wilayah ekosistem lahan gambut dapat
dibagi menjadi dua kawasan, yaitu: kawasan non-budidaya dan kawasan
budidaya. Kawasan non-bududaya terdiri dari jalur hijau sepanjang pantai dan
tanggul sungai. Sedangkan, kawasan budidaya terdiri dari area tampul hujan yang
luasnya minimal sepertiga dari seluruh kawasan. Area tampung hujan ini harus
menjadi kawasan konservasi. Karena berfungsi sebagai penyimpan air yang bisa
mensuplai air bagi wilayah di sekitarnya, terutama pada musim kemarau, baik
untuk air minum maupun usaha tani. Pada musim hujan kawasan ini berfungsi
sebagai penampung air yang berlebihan sehingga mengurangi resiko banjir di
kawasan sekitarnya. Hal ini terbukti karena gambut memiliki daya menampung
air sangat besar yaitu sampai 13 kali bobot keringnya. Perlindungan terhadap
kawasan tampung hujan akan menjamin kawasan sekitarnya menjadi lebih
produktif.
Ada beberapa pendekatan yang dapat ditempuh dalam rangka konservasi
lahan gambut:
1) menanggulangi kebakaran hutan dan lahan gambut,
Kebakaran lahan gambut yang sering terjadi di Indonesia banyak
disebabkan oleh kesengajaan manusia itu sendiri. Atau ketika musim
kemarau tiba maka pepohonan yang kering biasanya akan terbakar dengan
sendirinya. Sebaiknya pemerintah melakukan kebijakan dengan cara
membuat peraturan tentang larangan membakar lahan gambut di area
terbuka.
2) penanaman kembali pohon-pohonan,
Pemerintah daerah dan juga masyarakat perlu melakukan reboisasi
atau penanaman kembali tanaman asli pada lahan gambut yang telah
dimanfaatkan .
3) pengaturan tinggi muka air tanah,
Perlu dilakukan pengaturan terhadap muka tinggi air tanah. Karena
jika muka air tanah terlalu tinggi maka pada musm penghujan lahan
gambut aka rawan banjir. Sedangkan jika muka air tanah terlalu rendah
akan berdampak buruk bagi gambut pada musim kemarau.
4) memanfaatkan lahan semak belukar yang terlantar,
Masyarakat maupun pemerintah seharusnya dapat memanfaatkan
lahan semak belukar yang tidak produktif menjadi produktif dengan
penanaman komodti tertentu yang cocok bagi wilayah tersebut.
5) penguatan peraturan perundang-undangan dan pengawasan
penggunaan dan pengelolaan lahan gambut, dan
Pemerintah perlu memberlakukan peraturan perundang-undangan
yang mengatur tentang penggunaan dan pengelolaan lahan gambut.
Sehingga para pelaku mendapat batasan-batasan tertentu tentang
pengelolaan lahan gambut di Indonesia.
6) pemberian insentif dalam konservasi gambut.
Pemerintah perlu memberikan dana kepada pengelola gambut agar
wilayah tersebut dapat dijadikan wilayah konservasi sesuai dengan
peraturan undang-undang yang berlaku. Karena biasanya faktor dana
sering menjadi alasan bagi para pengelola untuk merealisasikan hal
tersebut.
Permasalahan lahan gambut seharusnya dapat diatasi dengan mudah jika
pihak pengelola dan pemerintah dapat bekerja sama. Pihak pengelola perlu
mengkoordinasikan berbagai permasalahan lahan gambut kepada pemerintah.
Pemerintah juga harus responsif dalam menanggapi permasalahan ini.
Permasalahn lahan gambut sering timbul akibat pengelola yang menentukan
kebijakannya sendiri tanpa mempertimbangkan dampak lingkungannya. Sehingga
permasalahan lahan gambut menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat
sekitar.

Anda mungkin juga menyukai