Anda di halaman 1dari 6

GAGASAN PENDIDIKAN UNTUK INDONESIA MENURUT PERSPEKTIF

FILSAFAT CINA KUNO

A. Pendahuluan
”Tuntutlah Ilmu sampai ke negeri Cina” begitulah bunyi salah satu sabda Nabi
SAW. Jauh sebelum ajaran Islam diturunkan oleh Allah SWT, bangsa Cina telah
mencapai peradaban yang maju. Pada masa itu masyarakat Negeri Tirai Bambu (julukan
Negeri Cina) sudah menguasai beragam ilmu pengetahuan dan peradaban.
Cina merupakan sebuah bangsa yang memiliki sejarah yang panjang karena
peradabannya. Tidak heran jika Cina dikenal sebagai bangsa yang berumur tua karena
terdapat catatan sejarah yang panjang dibaliknya. Budaya Cina sangat melekat kuat
pada masyarakatnya bahkan dapat memberikan pengaruh kepada bangsa lain. Salah satu
budaya yang membuat Cina dapat diingat oleh sejarah adalah menulis. Dengan menulis
bangsa Cina dapat membuat budaya yang dimiliki semakin kuat dari generasi ke
generasi bahkan sampai sekarang. Ajaran-ajaran nenek moyang dari bangsa Cina dapat
dengan mudah dipelajari oleh bangsa Cina yang sekarang melalui literasi.
B. Isi
Pendidikan sangat dianggap penting di Cina. Bahkan pada kastanisasi Cina kuno,
kaum shih (pelajar) menempati posisi tertinggi. Alasan kaum shih berada pada kasta
paling tinggi karena kaum shih tidak hanya bekerja untuk dirinya sendiri tetapi banyak
berkontribusi untuk kemajuan bangsa. Kaum shih mempelajari ajaran-ajaran pokok
mengenai budaya atau etika bangsa cina lalu berdasarkan kemampuan intelektualnya
mereka menginterpretasikannya. Tidak heran jika terdapat banyak aliran pada ajaran
mengenai filsafat di Cina. Meskipun terdapat keberagaman bukan berarti menimbulkan
perpecahan justru dengan keberagaman tersebut pada akhirnya dapat dicapai suatu
keharmonian yang disebut dengan Yin-Yang.
Masyarakat Cina yang menganggap pendidikan sejalan dengan filsafat, bahkan
menjadi alat bagi filsafat, yang mengutamakan etika (Muhammad Said dan Junimar
Affan, 1987: 119). Dengan anggapan ini, pendidikan di Cina kembali mengikuti
popularitas aliran filsafat Kung Fu Tze di dalam masyarakat Cina. Aliran filsafat Kung
Fu Tze yang dianut oleh masyarakat Cina kuno mengajarkan mengenai etika dan moral
dalam pendidikan.
Dalam meyampaikan ajaran-ajarannya, Kung Fu Tze senantiasa menekankan nilai
moral yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian ia bukan sekedar penyiar ajaran
melainkan juga menciptakan sesuatu yang baru. Ia selalu menganjurkan agar manusia
berpikir sendiri. Ia bersedia membantu dan mengajar tentang bagaimana cara berpikir
tetapi jawabannya harus ditemukan sendiri (Dawson, 1999). Ajaran Kung Fu Tze
tersebut dapat menimbulkan kemandirian kepada para muridnya agar tidak terbatasi
pikirannya hanya dengan ilmu-ilmu yang telah ada. Selain tidak membatasi dalam
berpikir, para murid diharapkan dapat berkreasi dan berinovasi untuk menciptakan
sesuatu yang baru sesuai dengan perkembangan zaman.
Karakteristik pemikiran filsafat Cina yang mempertimbangkan nilai kemanusiaan
juga diterapkan pada sistem pendidikannya. Meskipun terdapat banyak aliran filsafat
Cina yang membahas mengenai kodrat manusia tetapi terdapat kesamaan yaitu sikap
kemanusiaan yang selalu dijunjung tinggi. Pada ajaran Kung Fu Tze, atas dasar
kemanusiaan, setiap orang berhak untuk memperoleh pendidikan yang layak. Pada
Zaman itu, Kung Fu Tze memperbolehkan semua kaum untuk mendapatkan ilmu tanpa
memandang status sosialnya.
Pada zaman Cina kuno tidak hanya ajaran Kung Fu Tze saja yang memiliki
pengaruh pada bidang pendidikan. Meng Tze juga memiliki pendapat bahwa tujuan
pendidikan adalah mengembangkan minat dan bakat serta mengembalikan kodrat
manusia yang buruk menjadi baik. Menurut Meng Tze, faktor lingkungan sangat
penting bagi keberhasilan suatu pendidikan. Tidak hanya menjadi faktor keberhasilan
tetapi lingkungan juga dapat mengubah kodrat manusia yang awalnya baik menjadi
buruk.
Lingkungan yang baik dapat menciptakan manusia yang baik. Etika manusia yang
baik menurut Meng Tze yang pertama adalah Yen yang berarti perikemanusiaan, Yi
yang berarti perikeadilan, Li yang berarti sopan santun, dan Chen yang berarti
menerima kebenaran serta menolak kesalahan. Ajaran Meng Tze mengenai etika
manusia yang baik juga diterapkan pada proses pendidikan di Cina sehingga dapat
menghasilkan manusia yang berakhlak mulia tidak hanya berintelektual.
Ajaran filsafat Cina Kuno yang lebih menekankan pada etika dan moral sangat
sesuai dengan keadaan zaman pada masa itu. Ketika peradaban bangsa Cina yang sering
diwarnai oleh perebutan kekuasaan yang diakhiri dengan pertumpahan darah membuat
para filosof Cina kuno berpikir untuk mencerdaskan bangsa melalui pendidikan etika
dan moral selain pendidikan keahlian. Ajaran filsafat Cina kuno dapat direalisasikan
sesuai dengan perkembangan zaman. Di Indonesia yang sekarang ini sering terjadi
berbagai kasus yang menunjukkan mulai hilangnya nilai-nilai kemanusiaan, filsafat
Cina kuno dapat dijadikan sebagai salah satu contoh konkret dalam mengatasi masalah
tersebut.
Selain ajaran Kung Fu Tze dan Meng Tze yang merupakan aliran Ju ‘Jia, terdapat
aliran lain seperti Mo ‘Jia, Tao te ‘Jia, Fa ‘Jia dan Ming ‘Jia. Pada aliran Mo ‘Jia, ada
seorang filsuf yang bernama Mo Tzu. Ajaran Mo Tzu bertolak belakang dengan ajaran
Kung Fu Tze tetapi memiliki persamaan diantara keduanya yaitu kebenaran. Hanya saja
yang membuatnya berbeda adalah interpretasi dari keduanya yang memandang
kebenaran dari sudut pandang yang berbeda. Menurut Mo Tzu kebenaran yang
sebenarnya dapat dicapai oleh Chien ai yaitu cinta yang universal. Menurutnya cinta
adalah solusi untuk sebuah perdamaian. Jika kita korelasikan ajaran Mo Tzu mengenai
cinta dengan permasalahan nasional seperti intoleransi maka ajaran ini dapat menjawab
persoalan tersebut. Dengan mengenalkan arti cinta yang universal melalui pendidikan
maka akan terwujudnya suatu perdamaian yang akan berlaku sekarang hingga
selamanya.
Aliran Fa ‘jia yang terkenal dengan tokohnya yang bernama Wei Yang mengatakan
bahwa kodrat manusia adalah buruk. Upaya yang dilakukannya untuk mengendalikan
kodrat asal dari manusia adalah dengan menerapkan sistem hukum yang kuat. Sehingga
manusia dapat dikendalikan perbuatannya agar tidak melakukan sesuatu yang buruk.
Tetapi perlu dijelaskan bahwa hukum hanya dapat mengendalikan manusia. Hukum
tidak dapat mengubah kodrat manusia. Ajaran Wei Yang mengenai hukum dapat
diperkenalkan kepada para murid. Tujuannya agar para murid dapat mengenali hukum
sejak dini. Selain itu para murid juga dapat mengkritisi kebijakan-kebijakan hukum
yang telah ada sehingga muncul generasi baru yang sadar akan hukum.
C. Penutup
Pendidikan adalah sesuatu yang sangat penting. Tujuan pendidikan adalah
menciptakan generasi bangsa yang unggul intelektual serta akhlaknya. Bangsa Cina
sejak zaman kuno sudah menganggap pendidikan adalah sesuatu yang penting. Karena
itu sekarang cina menjadi negara yang sangat maju.
Masyarakat Cina yang menganggap pendidikan sejalan dengan filsafat, bahkan
menjadi alat bagi filsafat, yang mengutamakan etika (Muhammad Said dan Junimar
Affan, 1987: 119). Dengan anggapan ini, pendidikan di Cina kembali mengikuti
popularitas aliran filsafat Kung Fu Tze di dalam masyarakat Cina. Selain aliran filsafat
Kung Fu Tze yang merupakan Ju ‘Jia, terdapat aliran filsafat lain seperti Mo ‘jia, Tao te
‘Jia, Yin-Yang, Fa ‘Jia dan Ming ‘Jia. Semua aliran filsafat cina tersebut ikut berperan
dalam mempelopori kemajuan pendidikan di Cina.
Aliran filsafat Ju ‘Jia mengajarkan agar manusia dapat berpikir secara kreatif dan
inovatif serta lebih kritis dalam mempelajari ilmu pengetahuan. Aliran filsafat Mo ‘Jia
lebih menekankan ajarannya pada rasa kemanusiaan dan persamaan derajat. Aliran
filsafat Mo’Jia mengutamakan cinta universal sebagai dasar persatuan. Sedangkan
aliran filsafat Fa ‘jia mengutamakan sistem hukum yang kuat sebagai pengendali kodrat
manusia yang buruk. Selain itu masih terdapat aliran filsafat cina kuno lain yang
memiliki peran besar dalam kemajuan pendidikan di Cina. Semua aliran filsafat itu jika
dikorelasikan satu sama lain maka akan terjadi keharmonian yang disebut dengan Yin-
Yang.
Pendidikan pada masa Cina Kuno dapat menjadi contoh konkret bagi bangsa
Indonesia untuk mengedepankan pendidikan disamping aspek-aspek lainnya.
Konsistensi sangat diperlukan seperti halnya bangsa Cina yang dapat menjaga
konsistensi itu hingga sekarang. Maksud dari petuah “tuntutlah ilmu sampai ke negeri
Cina.” adalah agar kita dapat mengambil contoh bangsa Cina dalam melaksanakan
pendidikan. Indonesia memiliki budaya yang beragam seperti halnya Cina, hanya saja
tinggal dibutuhkan usaha yang nyata untuk dapat mengembangkan karakter serta akhlak
bangsa menjadi lebih baik melalui pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Said dan Junimar Affan. 1987. Mendidik Dari Zaman ke Zaman. Bandung:
Jemmars.
Mukaddimah Labbaik edisi no.29, Rabi’ul Awal 1428 H/ Maret 2007
Raymond Dawson. 1999. Kong Hu Cu. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
Rochiati Wiriaatmadja. 2000. Diktat C Sejarah Asia Timur. Bandung: Jurusan
Pendidikan Sejarah, FPIPS,UPI.
SUMBER INTERNET
https://www.atdikbudbeijing.com/for-indonesian-students/beasiswa-china/profile-
pendidikan/243-sistem -pendidikan-china (diakses pada tanggal 7 Desember 2017 pada
pukul 19.35 WIB)
BIODATA DIRI
Nama : Bennartho Denys Rapoho
Subtema Esai : Pendidikan
Asal Universitas dan Jurusan : Universitas Gadjah Mada, Ilmu Filsafat
Email : denysbennartho@gmail.com
No HP : 089660734753

Anda mungkin juga menyukai