Anda di halaman 1dari 21

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAPORAN INDIVIDU PRAKTIKUM

Analisa kualitatif temulawak dan kunyit

OLEH :

NAMA : PUTU GRIASTA ASRAMA


NIM : N11115066
KELOMPOK : 1 (SATU)
GOLONGAN : SELASA SIANG
ASISTEN : FITRI RUSTAM

MAKASSAR

2016
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Kunyit dan temulawak merupakan tanaman asli Indonesia yang bagi


sebagian orang terlihat sama, sehingga tak sedikit orang yang keliru
membedakan keduanya. Kunyit dan temulawak banyak digunakan untuk
membuat minuman ataupun dicampur pada makanan. Selain sebagai
pemberi rasa dan warna, ternyata rimpang dari kunyit dan temulawak
sering digunakan masyarakat Indonesia sebagai penjaga kebugaran
badan. Rimpang temulawak dan rimpang kunyit berperan dalam menjaga
kebugaran tubuh karena berhubungan langsung dengan efek herba
meniran sebagai peningkat daya tahan 3 tubuh, efek rimpang kunyit
sebagai pelancar pencernaan dan pereda nyeri dan efek rimpang
temulawak sebagai penyegar (1).
Kunyit dikenal dengan beberapa nama daerah antara lain Kunyit
(Jawa),Kunyet (Sumatera),Kunyik(NusaTenggara),Kuni(Sulawesi)danKulin
(Maluku). Kunyit merupakan tumbuhan daerah subtropis sampai tropisdan
tumbuh subur di dataran rendah antara 90 meter sampai dengan 2000
meter di ataspermukaan laut. Tinggi tanaman kunyit sekitar 70 cm. Batang
tanaman ini semudan basah. Pelepah daunnya membentuk batang
dengan helaian daun berbentukbulat telur. Rimpangnya memiliki
banyakcabang dengan kulit luarnya berwarnajingga kecoklatan. Buah
daging rimpang kunyit berwarna merah jingga kekuningkuningan.
Temulawak merupakan tanaman obat asli Indonesia yang berasal
daridaerah Jawa, Bali dan Maluku .Curcuma berasal dari bahasa
Arab,kurkum, yang berarti kuning, sedangkan xanthorrhizaberasal dari
bahasa Yunani,xantos yang berarti kuning dan rhiza yang berarti akar.
Temulawak telahdigunakan oleh nenek moyang bangsa Indonesiasebagai
komponen makanan,tujuan pengobatan, dan sebagai penambah
energy(1)
Percobaan Analisa Kualitatif unyit dan Temulawak ini dilakukan untuk
menguji dan melihat bagaimana bentuk mikroskopis dari serbuk kunyit dan
temulawak dan membuktikan kebenaran analisa dengan metode
kromatografi lapis tipis (KLT).

I.2 MAKSUD DAN TUJUAN PERCOBAAN


 Untuk mngetahui perbedaan kunyit dan temulawak secara
organoreptis
 Untuk mengamati bentuk-bentuk amilum dan sel-sel
penyusun pada serbuk kunyit dan temulawak
 Untuk mengetahui perbedaan kunyit dat temulawak melalui
metode KTL
 Mengetahui prinsip sinar UV pada KLT

I.3 PRINSIP PERCOBAAN

Mengidentifikasi sampel dengan menggunakan metode


organoreptis. Sampel yang belum diketahui namanya tersebut diterka
dengan mengidentifikasi warna, aroma dan rasanya.

Pengamatan perbedaan kunyi dan temulawak dengan metode


KLT. sampel belum diketahui mana yang kunyit dan yang temulawak.
Diberi kode A dan B. kemudian sampel yang berbentuk serbuk
tersebut dilarutkan dengan etanol, disaring, kemudian ditotolkan pada
lempeng dan lempeng tersebut dimasukkan ke dalam chamber yang
telah dijenuhkan sebelumnya. Didaptkan hasil bahwa sampel A
memiliki 3 noda dan sampe B memiliki 2 noda.
Pengamatan bentuk amilum kunyi dan temulawak dengan metode
mikroskopik. Sampel kunyi dan temulawak yang berupa serbuk,
masing masing diletakkan di atas object glass dan ditetesi kloralhidrat,
kemudian difiksasi lalu ditetesi fluoroglusin, kemudian diamati di
bawah mikroskop. Dari hasil mikroskopik dapat dilihat bentuk amilum
dan sel parenkim dari sampel

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. MORFOLOGI SAMPEL

Tanaman kunyit (Curcuma domestica Val) adalah tanaman


berumur panjang dengan daun besar berbentuk elips, 3-8 buah,
panjang sampai 85 cm, lebar sampai 25 cm, pangkal daun
meruncing, berwarna hijau seragam. Batang semu berwarna hijau
atau agak keunguan, tinggi sampai 1,60 meter. Perbungaan muncul
langsung dari rimpang, terletak di tengah-tengah batang, ibu
tangkai bunga berambut kasar dan rapat, saat kering tebalnya 2-5
mm, panjang 16-40 cm, daun kelopak berambut berbentuk lanset
panjang 4-8 cm, lebar 2-3,5 cm, yang paling bawah berwarna hijau,
berbentuk bulat telur, makin ke atas makin menyempit dan
memanjang, warna putih atau putih keunguan, bagian ujung
berbelah-belah, warna putih atau merah jambu (Sudarsono dkk.,
1996).

Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) merupakan terna


tahunan (perennial) yang tumbuh berumpun, berbatang basah yang
merupakan batang semu yang terdiri atas gabungan beberapa
pangkal daun yang terpadu. Tinggi tumbuhan temulawak sekitar 2
m. daun berbentuk memanjang sampai lanset, panjang daun 50-55
cm dan lebarnya sekitar 15 cm, warna daun hijau tua dengan garis
coklat keunguan. Tiap tumbuhan mempunyai 2 helai daun.
Tumbuhan temulawak mempunyai ukuran rimpang yang besar dan
bercabang-cabang. Rimpang induk berbentuk bulat atau bulat telur
dan disampingnya terbentuk 3-4 rimpang cabang yang memanjang.
Warna kulit rimpang coklat kemerahan atau kuning tua, sedangkan
warna daging rimpang kuning jingga atau jingga kecoklatan.
Perbungaan lateral yang keluar dari rimpangnya, dalam rangkaian
bentuk bulir dengan tangkai yang ramping. Bunga mempunyai daun
pelindung yang banyak dan berukuran besar, berbentuk bulat telur
sungsang yang warnanya beraneka ragam (2)

KLASIFIKASI TANAMAN

a. Kunyit

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi :Angiospermae


Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma domestica Val. (3).

b. Temulawak

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma xanthorriza Roxb. (4).

II.2. PERBEDAAN DAN PERSAMAAN TEMULAWAK SAN KUNYIT

a. Makroskopik

Secara kasat mata, temulawak memiliki bentuk yang hamper sama


dengan kunyit. Warna dasar kunyit dan temulawak ialah kuning orange.
Akan tetapi, perbedaan dari segi warna, kunyit memiliki warna orange
yang lebih pekat daripada temulawak yang memiliki warna kuning orange
yang lebih cerah. Dari segi ukuran, temulawak memiliki ukuran yang lebih
besar daripada kunyit.

b. Mikroskopik

Kunyit memiliki satu lapis sel, pipih berbentuk piligonal, dinding sel
menggabus rambut penutup berbentuk kerucut lurus atau agak bengkak
panjang 250cm, sampai 890mm dinding tebal. Satu lapis sel, pipih
berbentuk piligonal, dinding sel menggabus rambut penutup berbentuk
kerucut lurus atau agak bengkak panjang 250cm, sampai 890mm dinding
tebal.
Temulawak memiliki Epidermis bergabus dan terdapat sedikit
rambut yang berbentuk kerucut bersel satu, hipedermis agak menggabus,
kortek silinder dan sel parenkimatik terdiri dari sel parenkimberisi butir pati.

c. Senyawa Kimia
Daging buah (rimpang) temulawak mempunyai beberapa kandungan
senyawa kimia antara lain berupa fellandrean dan turmerol atau yang
sering disebut minyak menguap. Kemudian minyak atsiri, kamfer,
glukosida, foluymetik karbinol. Dan kurkumin yang terdapat pada rimpang
tumbuhan ini bermanfaat sebagai acnevulgaris, disamping sebagai anti
inflamasi (anti radang) dan anti hepototoksik (anti keracunan empedu).

Kandungan kimia dan manfaat kandungan zat-zat kimia yang terdapat


dalam rimpang kunyit adalah sebagai berikut :

a. zat warna kurkuminoid yang merupakan suatu senyawa


diarilheptanoid 3-4% yang terdiri dari Curcumin, dihidrokurkumin,
desmetoksikurkumin dan bisdesmetoksikurkumin.

b. Minyak atsiri 2-5% yang terdiri dari seskuiterpen dan turunan


fenilpropana turmeron (aril-turmeron, alpha turmeron dan beta turmeron),
kurlon kurkumol, atlanton, bisabolen, seskuifellandren, zingiberin, aril
kurkumen, humulen.
c. Arabinosa, fruktosa, glukosa, pati, tanin dan dammar

d. Mineral yaitu magnesium besi, mangan, kalsium, natrium,


kalium, timbal, seng, kobalt, aluminium dan bismuth (5).

II.3. KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

a. Pengertian

Kromatografi lapis tipis adalah salah satu contoh kromatografi planar.


Fase diamnya (Stationary Phase) berbentuk lapisan tipis yang melekat
pada gelas/kaca, plastik, aluminium. Sedangkan fase geraknya (Mobile
Phase) berupa cairan atau campuran cairan, biasanya pelarut organi dan
kadangkadang juga air. Fase diam yang berupa lapisan tipis ini dapat
dibuat dengan membentangkan /meratakan fase diam (adsorbent=
penjerap= sorbent) diatas plat/lempeng kaca plastik ataupun aluminium.
Teknik kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Egon Stahl
dengan menghamparkan penyerap pada lempeng gelas, sehingga
merupakan lapisan tipis. KLT merupakan kromatografi serapan, tetapi
dapat juga merupakan kromatografi partisi karena bahan penyerap telah
dilapisi air dari udara. Sistem ini segera popular karena memberikan
banyak keuntungan, misalnya peralatan yang diperlukan sedikit, murah,
sederhana, waktu, analisis cepat dan daya pisah cukup baik. (Sudjadi,
1986)

b. Prinsip Kerja
Prinsip kerjanya memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran
antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Teknik ini biasanya
menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan fase geraknya
disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Larutan atau
campuran larutan yang digunakan dinamakan eluen, Semakin dekat
kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel akan semakin
terbawa oleh fase gerak tersebut.

II.4. PRINSIP PENAMPAKAN NODA PADA SINAR UV


a. Pada UV 254 nm

Pada UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel


akan tampak berwarna gelap.Penampakan noda pada lampu UV 254 nm
adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator
fluoresensi yang terdapat pada lempeng. Fluoresensi cahaya yang
tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen
tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke
tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula
sambil melepaskan energi.

b. Pada UV 366 nm

Pada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan


berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah
karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor
yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi
cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh
komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi
dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan
semula sambil melepaskan energi. Sehingga noda yang tampak pada
lampu UV 366 terlihat terang karena silika gel yang digunakan tidak
berfluororesensi pada sinar UV 366 nm.
BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan yang Digunakan

III.1.1 Alat

Alat yang digunakan dalam percobaan ini ialah botol


semprot, cawan porselen, chamber dan penutupnya, dek glass dan object
glass, kaca arloji, kamera, mangkuk kaca, mikroskop, pinset, pipet kapiler,
vial

III.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini ialah aquades,


etanol, kloroform, serbuk sampel A dan B,

III.2 Cara Kerja

III.2.1 Pembuatan Eluen

1. Disiapkan alat dan bahan


2. Dimasukkan kloroform dan etanol dengan perbandingan
25:1 ke dalam erlemeyer
3. Dihomogenkan.

III.2.2 Pengamatan Mikroskopik

1 Disiapkan alat dan bahan


2 Diambil serbuk sampel menggunakan sendok tanduk
3 Diletakkan fragmen serbu sampel pada object glass
4 Ditetesi kloralhidrat
5 Difiksasi
6 Ditetesi fluoroglusin
7 Ditutup menggunakan dek glass
8 Diamati dibawah mikroskop
9 Dicatat dan difoto hasil mikroskopiknya.

III.2.3 Pengamatan metode KLT

1. Disiapkan alat dan bahan


2. Dicampurkan sampel dan baku dengan perbandingan 1:1
3. Dotolkan pada llempeng dengan menggunakan pipa kapiler
4. Dimasukkan ke dalam chamber yang telah dihomogenkan
5. Dielusi hingga muncul noda pada lempeng
6. Diamati di bawah lampu UV-254 dan UV-366
7. Dicatat hasil pengamatan

III.2.4 Pembuatan Larutan Uji

1. Disiapkan alat dan bahan


2. Ditimbang serbuk sampel sebanyak 1 gram
3. Dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml
4. Ditambah etanol sebanyak 10 ml
5. Diaduk

6. Disaring, larutan siap digunakan

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


IV.1 Hasil Pengamatan

Hasil yang didapatkan dari pengamatan mikroskopik adalah bentuk


amilum dan sel penyusun serbuk kunyit dan temulawak berbeda.

Hasil yang didapatkan dari pengamatan dengan metode KLT


adalah sampel A memiliki 3 bercak noda dan sampel B memiliki 2 bercak
noda pada lempeng.

IV.2 Gambar Pengamatan

IV.2.1 Pembuatan Larutan Uji

Laboratorium Farmakognosi Laboratorium Farmakognosi


Fakultas Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin Universitas Hasanuddin

KET : Pencampuran KET : Proses menghomogenkan


Laboratorium Farmakognosi Laboratorium Farmakognosi
Fakultas Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin Universitas Hasanuddin

KET : Alat dan bahan yang


KET : Larutan uji dipanaskan
digunakan
Laboratorium Farmakognosi Laboratorium Farmakognosi
Fakultas Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin Universitas Hasanuddin

KET : Proses pembuatan KET : Hasil larutan uji


IV.2.2 Pengamatan Mikroskopik

Laboratorium Farmakognosi Laboratorium Farmakognosi


Fakultas Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin Universitas Hasanuddin

KET : Serbuk ditebar pada object


KET : Diamati pada mikroskop
glass
Laboratorium Farmakognosi Laboratorium Farmakognosi
Fakultas Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin Universitas Hasanuddin

KET : Hasil pengamatan KET : Hasil pengamatan


IV.2.3 Pengamatan KLT

Laboratorium Farmakognosi Laboratorium Farmakognos


Fakultas Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin Universitas Hasanuddin

KET : Chamber dijenuhkan KET : Lempeng KLT


Laboratorium Farmakognosi Laboratorium Farmakognos
Fakultas Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin Universitas Hasanuddin

KET : 15 detik pertama KET : Semenit kemudian


Laboratorium Farmakognosi Laboratorium Farmakognosi
Fakultas Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin Universitas Hasanuddin

KET : UV-366 KET : UV-254

Laboratorium Farmakognosi Laboratorium Farmakognosi


Fakultas Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin Universitas Hasanuddin

KET : Sampel yang belum diketahui KET : Hasil pengamatan


4.3 Pembahasan

Pada praktikum ini, dilakukan pengamatan kuantitatif kunyit dan


temulawak menggunakan metode organoreptis, mikroskopis dan
kromatografi lapis tipis.

Sampel yang tersedia dalam bentuk serbuk diberi kode 1 dan kode
2. Pada pengamatan organoreptis, sampel A memiliki bau yang khas dan
rasanya agak pedas sewaktu menyentuh lidah. Sedangkan sampel B,
dilihan dari warnanya lebih cerah daripada warna sampel A, dan baunya
tidak terlalu menusuk.

Pada pengamatan mikroskopik, terdapat beberapa hambatan,


antara lain sampel yang diamati todak terlalu terlihat pada mikroskop dan
beberapa mikroskop memiliki focus yang kurang baik sehingga
pengamatan mikroskopik berpindah dari satu mikroskop ke mikroskop
lainnya dan mengakibatkan ketidakefisiennya waktu yang digunakan.

Pada pengamatan menggunakan metode kromatografi lapis tipis,


mulanya chamber dijenihkan dengan memasukkan eluen ke dalam
chamber dam menutup rapa chamber selama kurang leih semenit.
Sementara menunggu, lempeng yang akan ditotolkan sampe diberi garis
batas, 1 cm di ujung satu dan 0,5 cm di ujung yang satu. Kemudian
sampel yang sudah dilarutkan tersebut di totolkan pada lempeng sesuai
dengan kode. Setelah itu, lempeng dimasukkan dengan cepat ke dalam
chamber yang telah dijenuhkan tadi, kemudian menunggu hingga cairan
meresap ke lempang sampai batas yang telah dibuat. Setelah terlihat
adanya noda dan telah sampai di batas, lempeng tersebut dikeluarkan
dari cahamber dan diletakkan di bawah lampu UV-254 dan UV-366.

Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, didapatkan bahwa


sampel dengan kode 1 merupakan kunyit dan sampel dengan kode 2
merupakan temulawak dilihat dari noda yang dihasilkan. Kunyit memiiki 3
noda dan temulawak memiliki 2 noda.
BAB V

PENUTUP

V.1 KESIMPULAN

 Sampe dengan kode 1 merupakan serbuk Kunyit


 Sampel dengan kode 2 merupakan serbuk Temulawak
 Sel penyusun kunyit berbada dengan temulawak
 Aroma kunyit lebih tajam daripada aroma temulawak

V.2 SARAN

 Secara keseluruhan praktikum analisa kualitatif kunyit dan


temulawak ini sudah baik. Kakak asisten memberi pengarahan
yang jelas dan cepat dimengerti oleh praktikan.
 Hambatan dalam praktikum kali ini ialah kurang siapnya bahan
yang akan digunakan saat prakrikum, dan mikroskop yang kurang
mendukung.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pramono, S.. 2011. Prioritas Penelitian Pendukung Program
Saintifikasi Jamu dari Hulu hingga Hilir, Seminar Nasional
Pokjanas TOI 41, 5-6 Oktober 2011. Malang
2. Sudarsono, Agus P, Didik G, dkk. 1996. Tumbuhan Obat.
Yogyakarta : UGM.
3. Becker, C. A., & Van den Brink, R. C. B.. 1968. Flora of Java
(Spermatophytes only) vol II. Groningan-The Netherlands.
Wolters-Noordhoff. N. V
4. Wijayakusuma, M. Hembing. 2007. Penyembuhan dengan
Temulawak. Jakarta: Sarana Pustaka Prima
5. Sudarsono, Agus P, Didik G, dkk. 1996. Tumbuhan Obat.
Yogyakarta : UGM.

LAMPIRAN:
Skema Kerja
 Pembuatan larutan uji

SAMPEL 1 GR

MASUKKAN KE DALAM
ERLENMEYER

+10 ML ETANOL

ADUK

SARING

 Analisis Mikroskopik

FRAGMEN
SERBUK

OBJECT GLASS

+KLORALHIDRAT

FIKSASI

+FLOROGLUSIN

AMATI
 Pengamatan KLT

SAMPEL
(LARUTAN)

TOTOLKAN
PADA LEMPENG

MASUKKAN DALAM
CHAMBER

LEMPENG
DIELUSI

AMATI DI BAWAH
LAMPU UV

Anda mungkin juga menyukai