Anda di halaman 1dari 67

PROSEDUR IDENTIFIKASI DAN LAYANAN

PENDIDIKAN BAGI ANAK DENGAN DISABILITAS


DAN KEBUTUHAN BELAJAR KHUSUS LAINNYA
Petunjuk Praktis bagi Guru untuk Mengenali Gangguan
Perkembangan dan Belajar pada Siswa

Ignatius Dharta Ranu Wijaya

Prosedur identifikasi dan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, dilengkapi dengan indikator dan
cheklist untuk membantu para guru dalam rangka pelaksanaan kebijakan inklusi bagi anak berkebutuhan khusus
disekolah dasar. Melalui pengamatan terhadap setiap gejala yang ada, jika guru menemukan siswa yang
memiliki tanda-tanda mirip atau sama dengan gejala-gejala tertulis dalam checklist yang ada dalam buku
panduan ini, dengan mudah mereka dapat menandainya, dan jika secara kualitatif memenuhi standar minimal
yang ditetapkan, maka anak tersebut dapat dikategorikan sebagai anak dengan disabilitas dan kebutuhan belajar
khusus lainnya. Klarifikasi kasus dan tindak lanjut kemudian direncanakan untuk dapat diimplementasikan bagi
anak-anak yang membutuhkan layanan pendidikan khusus.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

SAMBUTAN

Latar Belakang

Tujuan

Pengertian Anak Penyandang Disabilitas dan Anak Berkebutuhan Khusus

Pengertian dan Jenis Disabilitas serta Kebutuhan Belajar Khusus pada Anak

- Anak dengan ketunanetraan (hambatan penglihatan)


- Anak dengan ketunarunguan (hambatan pendengaran)
- Anak dengan ketunagrahitaan (hambatan intelegensi)
- Anak dengan ketunadaksaan (hambatan motorik)
- Anak berbakat dan cerdas istimewa (keberbakatan dan kecerdasan istimewa)
- Anak dengan lamban belajar (potensi intelektual sedikit di bawah rata-rata dan di atas
hambatan intelegensi)
- Anak dengan kesulitan belajar spesifik (hambatan tugas-tugas akademik khusus,
seperti kemampuan membaca, menulis dan atau berhitung/matematika)
- Anak dengan gangguan komunikasi (mengalami gangguan komunikasi, kelainan
suara, artikulasi/pengucapan, atau kelancaran bicara)
- Anak dengan ketunalarasan (hambatan emosi dan perilaku)
- Anak dengan autisme

Peran Orang Tua dalam Identifikasi dan Rencana Pemenuhan Kebutuhan Belajar
Anak

Langkah Awal Mendapatkan Bantuan

Identifikasi dan Asesmen

- Penjaringan (screening)
- Pengalihtanganan (referral)
- Klasifikasi
- Rencana Pembelajaran
- Pemantauan Kemajuan Belajar

Alat Identifikasi dan Asesmen

- Riwayat Perkembangan Anak


- Data Orang Tua Anak
- Checklist Profil disablitas
- Tes dan Asesmen

Pelaksanaan Identifikasi
- Sasaran
- Pelaksana
- Langkah

Tindak Lanjut Kegiatan Identifikasi

- Perencanaan Pembelajaran dan pengorganisasian siswa


- Pelaksanaan Pembelajaran
- Penilaian Kemajuan Belajar dan Evaluasi

LAMPIRAN

- Lampiran 1: Contoh Daftar Pertanyaan Bagi Orangtua Siswa


- Lampiran 2: Contoh Daftar Riwayat Hidup Siswa
- Lampiran 3: Contoh Alat Identifikasi
- Lampiran 4: Contoh Asesmen Perkembangan
- Lampiran 5: Contoh Asesmen Pre Akademis dan Akademis
- Lampiran 6: Contoh Formulir Observasi di Kelas
- Lampiran 7: Contoh Rencana Pembelajaran Individual (RPI)
- Lampiran 8: Artikel Komitmen dan Kompetensi dalam Penanganan Masalah
Pendidikan bagi Anak Dengan Disabilitas dan Kebutuhan Belajar
Khusus Lainnya di Indonesia
KATA PENGANTAR

Kebutuhan menemukan dan mengenali kelainan maupun gangguan perkembangan peserta di


sekolah menjadi kebutuhan yang mendesak bagi para guru di sekolah. Apalagi pendidikan
saat ini semakin terbuka dan inklusif. Semua anak tanpa terkecuali hampir semua telah
mendapatkan akses pendidikan, khususnya di sekolah dasar. Namun demikian, perlu
ditegaskan bahwa buku ini tidak diperuntukkan untuk menggantikan mendiagnosa atau
bahkan kemudian mengambil peran ahli lain, seperti dokter, psikolog, dsb. Buku prosedur ini
secara kontekstual mengambil pendekatan pendidikan sehingga diagnosa bukan hal yang
utama karena rencana intervensi yang didasarkan pada asesmen guru menjadi dasar
utamanya.

Semoga buku prosedur ini bermanfaat!

Ignatius Dharta Ranu Wijaya


I. LATAR BELAKANG
Dalam rangka implementasi kebijakan inklusi, para guru yang ada di sekolah perlu dibekali
dengan berbagai pengetahuan tentang anak dengan disabilitas dan kebutuhan belajar khusus
lainnya. Mengetahui siapa yang disebut anak dengan disabilitas serta karakteristiknya dapat
dilakukan oleh para guru melalui identifikasi terhadap siswa-siswa yang ada di kelas mereka.
Dengan identifikasi yang tepat, mereka dapat mengupayakan bantuan pelayanan yang sesuai
untuk mendukung dan menuntaskan hak pendidikan anak.

Pendidikan sebagai hak untuk semua anak telah tercantum dalam berbagai instrumen
internasional mulai dari Deklarasi Universal 1948. Instrumen-instrumen selanjutnya
menunjukkan bahwa kelompok-kelompok tertentu, termasuk anak penyandang cacat dan
anak berkebutuhan khusus lainnya, sangat rentan untuk dipinggirkan. Hak untuk memperoleh
pendidikan dan tidak didiskriminasikan telah disorot dalam instrumen-instrumen yang lebih
rinci seperti deklarasi Jomtien dan Konvensi PBB tentang Hak Anak. Namun, hak atas
pendidikan tidak secara otomatis mengimplikasikan inklusi. Hak atas Pendidikan Inklusif
yang paling jelas telah dinyatakan dalam Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi yang
menekankan bahwa sekolah membutuhkan perubahan dan penyesuaian. Pentingnya
penggalangan sumber-sumber yang tepat untuk inklusi dinyatakan dalam Peraturan Standar
PBB. Implementasi instrumen-instrumen PBB tersebut telah dievaluasi oleh sejumlah LSM
internasional yang menyatakan bahwa Pendidikan untuk Semua belum terlaksana dan tidak
akan terlaksana kecuali adanya partisipasi di tingkat akar rumput dan adanya alokasi sumber-
sumber secara nyata.

Ada persoalan faktual yang dihadapi sekolah ketika mereka menerapkan pendidikan inklusif.
Para guru di sekolah umum tidak banyak yang mempunyai keterampilan untuk membuat
adaptasi dalam proses pembelajaran di sekolah dengan melibatkan berbagai karakteristik
perkembangan dan kebutuhan belajar siswa yang beragam. Hingga saat ini tidak ada model
pembelajaran yang baku bagi sekolah-sekolah dasar penyelenggara pendidikan inklusif
padahal. guru wajib melakukan adaptasi dalam metodologi pengajarannya. Pengadaptasian
dalam proses pengajaran dan pembelajaran ini memberikan peluang yang sama kepada semua
murid baik yang pintar maupun siswa berkebutuhan khusus. Tidak terbatas pada adaptasi
metodologi pengajaran dan penilaian saja guru perlu melakukan adaptasi-adaptasi terhadap
area-area perkembangan lainnya, seperti emosi sosial, fisik dan tingkah laku. Semua akan
memberikan iklim pembelajaran yang lebih adil, tepat, dan dapat melibatkan semua siswa
termasuk di dalamnya siswa berkebutuhan belajar khusus.

Secara mendasar, siswa dengan kebutuhan belajar yang khusus perlu dikenali dan
diidentifikasi dari kelompok siswa pada umumnya karena mereka memerlukan pendekatan
dan strategi yang berbeda. Pendekatan-pendekatan dan strategi pengajaran maupun
pembelajaran tersebut dapat beragam bentuknya; treatment yang bersifat medis, latihan-
latihan therapetik, maupun program pendidikan khusus yang semuanya bertujuan untuk
membantu meningkatkan fungsionalitas siswa tersebut dalam kehidupannya di masyarakat.
Dalam rangka mengidentifikasi atau menemukan siswa berkebutuhan khusus, diperlukan
pengetahuan tentang berbagai bentuk hambatan perkembangan dan belajar serta tingkat
keparahan yang dialami oleh siswa. Bentuknya mungkin dapat disebabkan oleh adanya
kecacatan fisik, hambatan mental dan intelektual, gangguan sosial dan emosional. Di luar
bentuk-bentuk hambatan pertumbuhan dan perkembangan tersebut dapat juga ditemukan
siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Masing-masing memiliki
gejala-gejala dan tanda serta ciri yang berbeda. Gejala serta tanda-tanda itu dapat digunakan
oleh guru untuk menandai dalam rangka identifikasi keberadaan siswa dengan kebutuhan
belajar khusus.

Buku identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang disertai instrument identifikasi ini
disusun untuk membantu guru dalam rangka identifikasi dan asesmen kebutuhan belajar
siswa sehingga dapat direkomendasikan strategi pembelajaran yang tepat bagi siswa yang
membutuhkannya. Instrumen ini berupa daftar peryataan yang berisi gejala-gejala yang
tampak pada anak untuk setiap jenis hambatan atau gangguan perkembangan dan belajarnya.
Melalui observasi yang mendalam guru akan dapat menemukan siswa yang memiliki tanda-
tanda mirip atau sama dengan gejala-gejala tertulis dalam instrumen ini. Guru kemudian
dapat mengenali siswa tersebut dan bila secara kualitatif memenuhi standar minimal yang
ditetapkan, maka siswa tersebut dapat dikategorikan sebagai ABK. Secara sederhana,
istrumen ini dapat membantu para guru untuk menyimpulkan apakah seorang siswa tergolong
ABK atau bukan. Istrumen ini bersifat sederhana dan terbatas pada kemampuan para guru
melihat gejala-gejala fisik yang ditunjukkan siwa. Untuk mendiagnosis secara akurat dan
sesungguh selalu dibutuhkan tenaga profesional yang berwenang untuk itu, seperti dokter
tumbuh kembang anak, psikolog, orthopedagog, dan sebagainya. Namun ketika di sekolah
tidak tersedia tenaga-tenaga profesional tersebut di atas, maka dengan menggunakan
instrumen ini secara cermat dan hati-hati sudah cukup bagi para guru untuk menetapkan
seorang siswa memerlukan layanan pendidikan khusus atau tidak di sekolahnya.

Alat identifikasi ini dapat digunakan oleh guru dan edukator lainnya serta orang di
lingkungan anak yang memberikan pengasuhan pada anak (caregivers) untuk menjaring
kelompok anak usia pra-sekolah dan usia sekolah dasar, baik yang sudah bersekolah maupun
yang belum bersekolah atau yang sudah drop-out.

II. TUJUAN PENULISAN

Setelah selesai membaca buku identifikasi anak dengan disabilitas ini, diharapkan pembaca
(terutama para guru di sekolah dasar) mampu mengidentifikasi apakah seorang siswa
tergolong menyadang disabilitas dan berkebutuhan khusus lainnya atau bukan, sehingga guru
bersama orang tua dapat merencanakan tindak lanjut yang sesuai bagi kebutuhan
perkembangan mereka.

III. ANAK DENGAN DISABILITAS DAN ANAK BERKEBUTUHAN


KHUSUS (ABK)

Individu dengan disabilitas adalah kelompok yang heterogen. Mereka mungkin dapat
memiliki kecacatan secara fisik, hambatan intelektual maupun hambatan mental lainnya.
Disabilitas dapat dialami sejak lahir dan mungkin juga dialami sewaktu bersekolah atau pada
masa tertentu sewaktu mengalami kecelakaan tertentu. Kondisi-kondisi tersebut dapat
memiliki dampak pada kemampuan mereka untuk mengambil bagian dalam masyarakat
sehingga mereka membutuhkan dukungan dan bantuan. Individu dengan disabilitas atau
dalam bahasa sehari-hari disebut sebagai orang cacat, sering dianggap sebagai warga
masyarakat yang tidak produktif, tidak mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya
sehingga hak-haknya pun diabaikan.
Indonesia telah mempunyai UU RI No. 4 tahun 1977 tentang Penyandang Cacat, namun
sampai saat ini implementasinya masih dianggap lemah, UU ini dipandang kurang
memberdayakan subyek hukumnya. Istilah “penyandang cacat” yang digunakan dianggap
menstigmatisasi karena kata “penyandang” menggambarkan seseorang yang memakai label
kecacatan itu pada keseluruhan pribadinya. Dalam buku ini kemudian istilah penyandang
cacat digantikan dengan ‘disabilitas’ sebagai sebuah konsep yang menjelaskan hasil dari
interaksi antara individu-individu yang mempunyai keterbatasan fisik atau mental/intelektual
dengan sikap dan lingkungan yang menjadi penghambat kemampuan mereka berpartisipasi di
masyarakat secara penuh, sama dengan orang-orang pada umumnya. Sementara Anak dengan
Kebutuhan Khusus menjelaskan perlunya pendekatan dan strategi belajar yang berbeda sesuai
dengan hambatan dan kebutuhan perkembangan anak sendiri. Kedua istilah tersebut, baik
anak dengan disabilitas dan anak berkebutuhan khusus kemudian digunakan secara konsisten
untuk menjelaskan adanya kemajemukan dari hambatan-hambatan perkembangan dan
kebutuhan belajar anak. Istilah ABK ini sebenarnya merujuk pada anak yang membutuhkan
pendidikan khusus atau dalam bahasa inggris disebut Children with Sepecial Educationally
Need (Children with SEN).

Secara umum, diperkirakan ada 200 juta anak atau 10% dari populasi anak di dunia1 yang
mengalami disabilitas atau berkebutuhan khusus lainnya. Dilaporkan bahwa populasi anak
yang mengalami disabilitas dan berkebutuhan khusus, berbeda secara signifikan dengan
populasi di negara lainnya. Jumlah yang mendekati standar minimum disepakati para ahli
bahwa 2,5% dari seluruh anak berusia 0 – 14 tahun ditemukan mengalami disabilitas dari
taraf yang sedang hingga taraf sensoris yang berat, gangguan fisik dan intelektual, dan
sebagai tambahan 8% anak-anak dalam usia yang sama dapat diduga mengalami kesulitan
belajar dan persoalan perilaku. 2

Total populasi penyandang disabilitas di Indonesia ada sekitar 1,48 juta, dimana 21,42% nya
berusia 5-18 tahun. Namun, hanya 25% atau 79,061 dari usia tersebut terdaftar di sekolah
khusus (Sensus Nasional, 2004). Laporan negara mengenai pendidikan (2004), menyebutkan
bahwa dari seluruh siswa berkebutuhan khusus yang tercatat, terdiri dari 45% mengalami
hambatan pendengaran, hambatan penglihatan 30%, 13% hambatan intelektual ringan, 3%
hambatan intelektual sedang, 3% mengalami ‘kecacatan’ fisik yang moderat, tuna ganda 3%,
2% mengalami persoalan perilaku dan 1% mengalami hambatan perkembangan yang ringan.
Saat ini diperkirakan antara 3 – 7 persen atau sekitar 5,5 – 10,5 juta anak usia di bawah 18
tahun mengalami disabilitas atau masuk kategori Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Pada
tahun 2012, prevalensi anak dengan disabilitas mencapai 10 anak dari 100 anak. Data
tersebut menunjukkan bahwa 10% populasi anak-anak di Indonesia mengalami disabilitas
dan mereka perlu mendapatkan perhatian serta pelayanan bagi kebutuhan perkembangan dan
belajar mereka.

Untuk mengenali apakah seorang anak tergolong anak dengan disabilitas atau bukan, maka
perlu terlebih dahulu dirumuskan pengertian anak dengan kebutuhan khusus, karakteristik
(ciri-ciri) anak dengan disabilitas, baru kemudian dirumuskan hal-hal yang berkaitan dengan
identifikasi.

1
United Nations (2012). Factsheet on persons with disabilities CBM (2012:3)
Inclusion Made Easy – A Quick Program Guide to Disability and Development.
2
UNICEF (2007) Promoting the Rights of Children with Disabilities.
A. Pengertian Anak dengan disabilitas dan kebutuhan khusus lainnya

Anak dengan disabilitas dan kebutuhan khusus lainnya adalah anak yang secara signifikan
(bermakna) mengalami kelainan/penyimpangan (fisik, mental-intelektual, sosial, emosional,
dan perilaku) dalam proses pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak
lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Dengan
demikian, meskipun seorang anak mengalami kelainan/ penyimpangan tertentu, tetapi
kelainan/penyimpangan tersebut tidak signifikan sehingga mereka tidak memerlukan
pelayanan pendidikan khusus, anak tersebut bukan termasuk anak dengan disabilitas dan
kebutuhan khusus lainnya.

Berdasarkan hasil studi selama pelaksanaan Program Manajemen Berbasis Sekolah dan
Inklusi (2012 – 2013) yang dilakukan oleh Plan Indonesia di 30 sekolah target yang ada di
Kabupaten Grobogan, data sekolah menunjukkan adanya 10 jenis disabilitas atau kebutuhan
belajar khusus lainnya yang dapat dijumpai di sekolah-sekolah tersebut. Meskipun ada
bermacam-macam jenis anak dengan disabilitas dan kebutuhan khusus lainnya, untuk
keperluan praktis dalam membantu guru melakukan identifikasi dan asesmen, maka dalam
buku ini anak dengan disabilitas dan kebutuhan khusus lainnya dikelompokkan menjadi 10
jenis saja. Masing-masing jenis disabilitas dan kebutuhan khusus kemudian dijelaskan secara
singkat sebagai berikut:

1. Anak dengan Ketunanetraan atau anak yang mengalami hambatan penglihatan

Umumnya untuk mendefinisikan tunanetra digunakan kartu Snellen dalam pemeriksaan klinis
tentang ketajaman penglihatan dalam suatu kondisi tertentu. Seorang anak dikatakan
tunanetra apabila menggunakan kemampuan perabaan dan pendengaran sebagai saluran
utama dalam belajar (Levy, S.E., 1996). Mereka mungkin mempunyai sedikit persepsi
cahaya atau bentuk atau sama sekali tidak dapat melihat (kebutaan menyeluruh). Seorang
anak dikatakan ‘kurang lihat’ atau low vison apabila ketunanetraannya berhubungan dengan
kemampuannya dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

Nakata (2003) mengemukakan bahwa yang dimaksud degan tunanetra adalah mereka yang
mempunyai kombinasi ketajaman penglihatan hampir kurang dari 0.3 (60/200) atau mereka
yang mempunyai tingkat kelainan fungsi penglihatan yang lainnya lebih tinggi, yaitu mereka
yang tidak mungkin atau kesulitan secara signifikan untuk membaca tulisan atau ilustrasi
awas meskipun dengan mempergunakan alat bantu kaca pembesar.

Anak dengan ketunanetraan menurut pedoman pendidikan inklusif dari Direktorat Pendidikan
Luar Biasa (2006) adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatannya, berupa
kebutaan menyeluruh atau sebagian, dan walaupun telah diberi pertolongan dengan alat-alat
bantu khusus masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

2. Anak dengan Ketunarunguan atau anak yang mengalami hambatan pendengaran

Tunarungu adalah istilah umum yang dipergunakan untuk menggambarkan semua tingkat dan
jenis kehilangan pendengaran dan ketulian. Seorang anak dikatakan tunarungu apabila tidak
mampu menerima suara bicara dan jika perkembangan bahasanya sendiri terganggu. Anak
yang masih dapat mendengar suara dan masih dapat mempergunakan sisa pendengarannya
disebut kurang dengar atau hard of hearing. Dalam buku panduan pendidikan inklusif yang
dikeluarkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa (2006) menyebutkan bahwa
tunarungu adalah kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga tidak atau
kurang mampu berkomunikasi secara verbal dan walaupun telah diberikan pertolongan
dengan alat bantu dengar masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

American Speech-Laguage-Hearing Association (ASLHA, 2002) mendefinisikan


ketunarunguan sebagai orang yang memiliki kemampuan mendengar di kedua telinganya
hampir di atas 60 desibel, yaitu mereka yang tidak mungkin atau kesulitan secara signifikan
untuk memahami suara bicara normal meskipun dengan mempergunakan alat bantu dengar
atau alat-alat lainnya. Ketajaman pendengaran tersebut diukur dengan menggunakan
audiometer.

3. Anak dengan ketunagrahitaan atau anak dengan hambatan intelegensi

Anak dengan ketunagrahitaan (retardasi mental) adalah anak yang secara nyata mengalami
hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental jauh di bawah rata-rata sedemikian
rupa sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi maupun sosial,
dan karenanya memerlukan layanan pendidikan khusus (Direktorat PLB, 2006). Amerika
Serikat masih mempergunakan istilah mental retardation atau retardasi mental yang
didefinisikan sebagai kelainan yang ditandai dengan adanya keterbatasan yang siginifikan
dalam aspek fungsi intelektual dan perilaku adaptif yang diekspresikan dalam bentuk
konseptual, sosial, dan praktik keterampilan adaptif (AAMD, 2002). Definisi tersebut berlaku
bagi anak yang ketunagrahitaannya terjadi sebelum usia 18 tahun.

4. Anak dengan ketunadaksaan atau anak dengan hambatan motorik

Direktorat PLB (2006) mendefinisikan anak dengan ketunadaksaan sebagai anak yang
mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada alat gerak (tulang, sendi, otot) sedemikian
rupa sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Individual with Disabilities
Education Act (IDEA) yang dipergunakan di Amerika Serikat menyebutkan ketunadaksaan
sebagai orthopedic impairments atau kelainan ortopedi yang disebabkan oleh beberapa hal,
seperti; anomali congenital (bentuk telapak kaki yang tidak sempurna, hilangnya anggota
tubuh, dsb.), penyakit (polio, penyakit tulang, dsb.) dan kelainan yang disebabkan kasus-
kasus lain (cerebral palsy, luka akibat kecelakaan yang menyebabkan kelumpuhan, dan
amputasi). Beberapa dari kelainan tersebut terkadang tidak mempengaruhi kemampuan
intelektual dan tingkat intelegensi individu yang mengalaminya (dalam Bigge, 1991).

5. Anak dengan keberbakatan dan kecerdasan istimewa

Direktorat PLB (2006) mendefinisikan anak berbakat adalah anak yang memiliki potensi
kecerdasan (inteligensi), kreativitas, dan tanggungjawab terhadap tugas (task commitment) di
atas anak-anak seusianya (anak normal), sehingga untuk mewujudkan potensinya menjadi
prestasi nyata, memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

6. Anak lamban belajar atau anak dengan potensi intelektual sedikit di bawah rata-rata
dan di atas hambatan intelegensi
Anak yang lamban belajar didefinisikan oleh Direktorat PLB (2006) sebagai anak yang
memiliki potensi intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita.
Dalam beberapa hal mengalami hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon rangsangan
dan adaptasi sosial, tetapi masih jauh lebih baik dibanding dengan yang tunagrahita, lebih
lamban dibanding dengan yang normal, mereka butuh waktu yang lebih lama dan berulang-
ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non akademik, dan
karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

7. Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik atau anak dengan hambatan tugas-
tugas akademik khusus, seperti membaca, menulis, dan atau berhitung/matematika

Kesulitan belajar merupakan istilah yang dipergunakan pada siswa yang mempunyai
kesulitan tidak dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar akibat kelainan sensoris,
ketidakberuntungan atau ketidak cukupan budaya atau bahasa (Bauer, Keefe and Shea, 2001).
Hambatan ini ditandai dengan adanya perbedaan antara kemampuan dan prestasi akademik.
Beberapa siswa dengan kesulitan belajar mungkin juga menunjukkan permasalahan dalam
keterampilan sosial dan kesulitan dalam keterampilan motorik atau fisik.

Dalam pedoman pendidikan inklusif dari Direktorat Pendidikan Luar Biasa (2006) disebutkan
bahwa anak yang berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang secara nyata mengalami
kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus (terutama dalam hal kemampuan membaca,
menulis dan berhitung atau matematika), diduga disebabkan karena faktor disfungsi
neugologis, bukan disebabkan karena faktor inteligensi (inteligensinya normal bahkan ada
yang di atas normal), sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak berkesulitan
belajar spesifik dapat berupa kesulitan belajar membaca (disleksia), kesulitan belajar menulis
(disgrafia), atau kesulitan belajar berhitung (diskalkulia), sedangkan mata pelajaran lain
mereka tidak mengalami kesulitan yang signifikan (berarti).

8. Anak yang mengalami hambatan komunikasi

The American Speech-Laguage-Hearing Association (ASLHA, 2002) mendefinisikan


hambatan komunikasi sebagai adanya kelainan yang ditunjukkan melalui ketidakmampuan
menerima, menyampaikan, memproses, dan memahami konsep-konsep atau simbol-simbol
verbal, nonverbal, dan gambar. Hambatan komunikasi ini dapat muncul dengan jelas pada
proses mendengar, berbahas, dan atau berbicara. Definisi lain dari IDEA mengenai anak-anak
dengan hambatan bahasa dan bicara adalah apabila anak tersebut menunjukkan kesulitan
komunikasi seperti; gagap, kelainan artikulasi, kelainan bahasa atau kelainan suara yang
secara nyata berpengaruh terhadap kinerja pendidikan mereka.

Menurut Direktorat PLB (2006), anak yang mengalami gangguan komunikasi adalah anak
yang mengalami kelainan suara, artikulasi (pengucapan), atau kelancaran bicara, yang
mengakibatkan terjadi penyimpangan bentuk bahasa, isi bahasa, atau fungsi bahasa, sehingga
memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak yang mengalami gangguan komunikasi ini
tidak selalu disebabkan karena faktor ketunarunguan.

9. Anak dengan ketunalarasan atau anak dengan hambatan emosi dan perilaku

Newcomer (2003) menyebutkan bahwa tidak ada definisi yang diterima secara universal
tentang ketunalarasan atau hambatan emosi dan perilaku. Adanya keanekaragaman atau
definisi dan istilah merupakan perpaduan dari ciri yang beraneka ragam dari definisi umum
mengenai perilaku yang ‘normal’. Bauer dan Shea (2001) menyebutkan bahwa emotional or
behavioral disorder merupakan ketidakmampuan yang ditandai oleh adanya respon perilaku
dan emosional dalam program sekolah yang berbeda usia, budaya, atau norma-norma yang
sesuai sehingga respon tersebut berpengaruh terhadap pendidikan, termasuk akademis, sosial,
vokasional, dan keterampilan personal.

Anak dengan ketunalarasan adalah anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri
dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan
kelompok usia maupun masyarakat pada umumnya, sehingga merugikan dirinya maupun
orang lain, dan karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus demi kesejahteraan
dirinya maupun lingkungannya (Direktorat PLB, 2006).

10. Anak yang mengalami gangguan autisme.


Asosiasi Psikiater Amerika Serikat dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder, fourth edition, text revision, mengklasifikasikan autism sebagai jenis kelainan
perkembangan perpasif atau perpasive developmental disorder (PDD) atau istilah yang
digunakan untuk menyebutkan adanya hambatan perkembangan anak yang berat dan perpasif
pada beberapa area perkembangan; interaksi sosial yang timbale balik, kemampuan
komunikasi, atau adanya perilaku, minat, dan aktivitas yang stereotip. Subkategori dari PDD
selain autism adalah Asperger Snydrome dan Perpasive Developmental Disorder Not
Otherwise Specified (PDD-NOS).

Definisi Autisme yang dikeluarkan oleh Direktorat PLB tahun 2006 mengacu kepada definisi
yang diberikan oleh Baron-Cohen (1993), yaitu suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir
ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau
komunikasi yang normal. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk
dalam dunia repetitif, aktivitas dan minat yang obsesif Anak-anak autis dan spektrumnya
memiliki kesulitan memahami konsekuensi-konsekuensi dari setiap perilaku mereka,
sehingga hukuman cenderung membuat persoalan perilaku berkembang semakin kompleks
bagi anak sendiri, orang tua, maupun para guru.

Kesepuluh klasifikasi di atas diharapkan dapat menjadi pedoman dasar dalam pelaksanaan
pendidikan inklusif di sekolah dasar. Namun demikian, karena sifatnya yang heterogen, para
guru di sekolah dapat menemukan jenis-jenis yang berbeda di luar 10 klasifikasi yang telah
disebutkan di atas. Oleh sebab itu guru bersama orang tua siswa dapat bekerjasama dengan
pihak lain yang relevan untuk menanganinya. Kasus-kasus tersebut mungkin diantaranya
adalah anak korban HIV dan AIDS, anak korban narkoba, anak yang memiliki penyakit
kronis, dan lain-lain.

IV. PERAN ORANG TUA DALAM IDENTIFIKASI DAN RENCANA PEMENUHAN


KEBUTUHAN PERKEMBANGAN DAN BELAJAR SISWA

Jika orang tua memilih untuk memasukkan anaknya yang berkebutuhan khusus ke sekolah,
maka mereka perlu mempertimbangkan beberapa area perkembangan yang perlu
direncanakan. Untuk mengetahui lebih banyak perkembangan anak dan bagaimana ia belajar,
para guru umumnya akan melihat beberapa area berikut:

1. Kemampuan sosial atau perilaku anak yang ditunjukkan melalui perkembangan:


a. kemampuan bergaul terbatas, lebih mudah bergaul dengan orang dewasa dari
pada dengan teman sebaya semakin besar kemampuan bergaul semakin luas
dan bervariasi dengan orang dari berbagai usia
b. minat bergaul terbatas, semakin besar semakin luas minat anak untuk bergaul
c. ketergantungan kepada orang dewasa, semakin besar semakin mandiri
d. sibuk sendiri, egosentris, walaupun bersama teman-teman
semakin besar semakin mampu bergaul dengan teman sebaya, mulai dapat
mengikuti aturan permainan, aturan sosial
e. belajar bersikap sportif melalui permainan, berusaha untuk menang, bersedia
menerima kekalahan, bekerja sama dalam kelompok

2. Kemampuan berkomunikasi:
a. semakin besar anak, semakin mampu memahami bahasa verbal dan non
verbal, ekspresi wajah
b. semakin besar anak mampu memahami makna dari setiap pengalamannya
bersama dengan orang lain

3. Kemampuan kognitif
a. kemampuan berpikir konkret, lebih mudah mengerti melalui pengalaman
nyata semakin besar makin mampu berpikir abstrak memahami kata-kata,
lambang
b. pola berpikir kaku, sama rata, belum dapat membedakan peran semakin besar
pola berpikir semakin fleksibel, terdiferensiasi, dapat membedakan peran
c. daya ingat kuat, meniru perbuatan dan perkataan walaupun belum mengerti
semakin besar kemampuan berpikir, nalar, menemukan sebab akibat semakin
berkembang

4. Kemampuan sensoris dan fisiknya


a. kemampuan motorik terbatas, kemampuan motorik besar sudah berfungsi,
semakin besar kemampuan motorik halus semakin berkembang
b. pengembangan terjadi melalui kegiatan bermain, olah raga, musik, tari,
menggambar dan lain-lain

Diagnosa dari seorang dokter mengenai suatu kondisi tertentu atau suatu kecacatan mungkin
tidak memberikan cukup informasi dalam merencanakan kebutuhan perkembangan dan
pendidikan individual seorang anak. Tidak pernah ada dua anak yang memiliki kesamaan
persis, baik dalam kebutuhan perkembangan maupun belajarnya. Anak yang telah
diidentifikasikan dengan diagnosa yang sama seringkali memiliki kemampuan dan kebutuhan
belajar yang berbeda dan memerlukan dukungan yang berbeda pula. Sebagai contoh, dua
anak yang didiagnosa sebagai anak lamban belajar dapat memiliki kebutuhan belajar yang
sangat berbeda. Seorang anak mungkin dapat menunjukkan keberfungsiannya dengan baik
ketika belajar di kelas sementara anak lain mungkin memiliki hambatan belajar yang berat
sehingga dan strategi pembelajaran yang bebeda dan kebutuhan adaptasi kurikulum yang
diberikan bagi mereka pun akan berbeda.

V. LANGKAH AWAL UNTUK MENDAPATKAN BANTUAN

Jika orang tua merasa bahwa anaknya memiliki suatu jenis disabilitas atau hambatan dalam
belajar, langkah pertama adalah berbicara dengan guru kelas untuk mengidentifikasikan
kebutuhan belajar anak yang bersangkutan. Guru kemudian dapat:

1. mengajak anak berkomunikasi


2. melakukan pengamatan selama kegiatan belajar mengajar di kelas
3. menganalisa hasil pekerjaan anak di kelas
4. melakukan asemen kemampun belajar anak, misalnya dalam berhitung, membaca, dan
kemampuan akdemis lainnya

Orang tua sesungguhnya juga dapat mengumpulkan informasi yang dapat berguna dalam
proses asesmen yang dilakukan guru. Informasi yang dapat diberikan orang tua dapat berupa
catatan medis dan observasi sehari-hari orang tua di rumah.

Setelah melakukan tahapan menentukan kebutuhan belajar anak, guru dengan berkonsultasi
dengan orang tua dapat menentukan suatu sistem rujukan kepada seorang spesialis tertentu
untuk melakukan asesmen lanjutan yang diperlukan. Kesediaan tertulis dari orang tua sangat
direkomendasikan sebelum sekolah melakukan rujukan kepada dokter maupun ahli lainnya.
Setiap bidang di sekolah mempunyai prosedur asesmen yang berbeda sehingga orang tua
wajib berbicara dengan guru kelas atau kepala sekolah mengenai perbedaan prosedur
asesmen yang akan menentukan jenis asesmen yang akan dilaksanakan, tempat
pelaksanaannya dan berapa lama asesmen akan dilaksanakan.

Identifikasi dini dan intervensi dini bagi anak berkebutuhan khusus seringkali membawa
perubahan yang baik pada penyesuaian dan performa belajar anak di sekolah. Melalui
asesmen dapat ditentukan kebutuhan individual dalam belajar. Beberapa anak mungkin
menunjukkan kesulitan untuk belajar dalam kegiatan tertentu dan mungkin memerlukan
bantuan di waktu tertentu. Namun demikian, banyak hambatan perkembangan dan belajar
yang bersifat sepanjang hidup. Kebutuhan perkembangan dan belajar anak juga akan berubah
sesuai dengan lingkungan dan strategi pembelajaran yang dikembangkannya. Berbagai faktor
dapat berpengaruh pada kebutuhan pendidikan anak dan sekolah kemudian perlu melakukan
pertemuan secara rutin untuk mengidentifikasikan dan mendiskusikan faktor-faktor yang
berpengaruh tersebut dan menyesuaikannya dengan kebutuhan anak.

Setelah orang tua memberikan surat persetujuannya kepada sekolah maka proses rujukan
dapat dilakukan baik kepada guru pendidikan khusus maupun kepada dokter ahli sehingga
rencana asesmen dapat dibuat.

VI. BAGAIMANA IDENTIFIKASI DAN ASESMEN DILAKSANAKAN?

Beberapa ahli dapat terlibat di dalam proses identifikasi dan asesmen, ahli tersebut dapat
meliputi dokter syaraf anak, guru pendidikan khusus, orthopedagog, terapis wicara, psikolog,
terapis okupasi dan lain-lainnya. Banyak cara bagi orang tua untuk dapat terlibat proses
asesmennya. Para profesional yang berbeda tersebut memiliki kompetensi untuk melakukan
asesmen dalam area-area perkembangan yang berbeda. Sebagai contoh, seorang psikolog
akan melakukan pengukuran dalam kemampuan dan potensi kognitif anak. Guru pendidikan
khusus dan orthopedag dapat meneliti kemampuan dan cara anak belajar. Orang tua wajib
berbicara dengan guru kelas untuk mengetahui siapa saja yang akan melakukan asesmen dan
apa saja yang akan di ukur.

Berbagai instrumen asesmen dapat digunakan untuk menentukan kemampuan kognitif, sosial,
emosional, komunikasi, dan perkembangan perilaku serta kebutuhan anak. Beberapa
instrument asesmen akan menyertakan orang tua maupun guru untuk memastikan adanya
informasi yang akurat dan menggambarkan kondisi anak yang sesungguhnya. Asesmen
umumnya dilakukan dengan beberapa pertimbangan berikut ini:
a. mengetahui apakah anak menunjukkan adanya kebutuhan belajar yang khusus
b. mengidentifikasikan apa yang dapat dilakukan anak saat ini, kemampuannya, dan
kebutuhan belajarnya
c. mengetahui apakah kebutuhan belajar yang khusus tersebut berpengaruh pada
kemampuan anak untuk belajar dan menjalankan fungsinya di sekolah
d. mengidentifikasikan program dan layanan yang tepat dan dapat memenuhi kebutuhan
individual anak untuk bisa berkembang

Perkembangan anak mungkin saja diukur dalam satu area maupun berbagai kombinasi dari
area-area perkembangan anak, semunya tergantung pada kebutuhan belajar yang ditunjukkan
anak. Setelah seluruh hasil identifikasi dan asesmen didapatkan, pihak sekolah akan
menghubungi dan mengatur pertemuan dengan seluruh staf yang terlibat dalam proses
identifikasi dan asesmen untuk menjelaskan, mendiskusikan, dan menyusun rekomendasi
sebagai hasil dari seluruh kegiatan tersebut. Laporan tertulis dari sekolah akan diberikan
kepada orang tua orang, guru kelas anak, dan semua orang yang membantu proses pendidikan
anak.

Bila orang tua ingin mengetahui berapa lama asesmen akan dilakukan sebaiknya hal ini
didiskusikan dengan guru kelas anak atau dengan kepala sekolah. Sekolah bekerja dengan
staf yang akan mengidentifikasikan layanan dan dukungan yang diperlukan anak. Staf klinis
yang bertugas di sekolah akan mengevaluasi hasil yang diberikan dan kemudian
memprioritaskan untuk terlibat dan membantu mengakomodasikan kebutuhan perkembangan
anak. Untuk mengetahui batasan waktu yang ditentukan dalam proses asesmen, orang tua
dapat membicarakannya dengan guru kelas anak.

Untuk memulai suatu asesmen, pertama harus dirancang pertanyaan-pertanyaan yang di


dasarkan pada hasil belajar yang akan dicari. Langkah awal dalam merancang asemen yang
baik adalah menganalisa kondisi belajar di kelas dengan mendefinisikan target-target, tujuan-
tujuan, dan kemudian menentukan hasil dari representasi belajar yang telah didefinisikan,
misalnya: memahami konsep-konsep, menganalisa data, melakukan sintesa, dsb.

Jenis-jenis pertanyaan dan tes yang dapat digunakan. Komponen ini menjelaskan kelebihan
dan kekurangan dari berbagai jenis item soal yang akan membantu guru mendapatkan hasil
belajar yang diinginkan dari para siswa. Saran-saran dalam membangun soal-soal pilihan,
benar-salah, juga disediakan dalam makalah ini.

Menentukan hasil asesmen dengan menggunakan grafik atau dengan memberikan nilai mutu
pada siswa. Komponen ini akan membantu guru membedakan antara norma kompetisi dalam
ujian dan kriteria tercapai atau tidaknya materi yang disampaikan guru sehingga guru mampu
mengetahui tujuan asesmen yang dilakukannya secara tepat.

Menganalisa seluruh item-item soal secara lengkap untuk menentukan akurasi dan efektifitas
suatu asesmen. Soal-soal yang digunakan untuk menganalisa akan membantu guru
memperbaiki dan mengembangkan asesmen menjadi lebih baik.

Memilih dan menggunakan berbagai jenis alat tes untuk meneliti performa kelas atau
kelompok. Teknologi dan media pembelajaran dapat memfasilitasi para guru dalam
melakukan asesmen melalui penggunaan berbagai alat/media yang dirancang sebagai suatu
tes.
VII. PENGERTIAN IDENTIFIKASI DAN ASESMEN

Istilah identifikasi secara harfiah dapat diartikan menemukan atau mengenali. Dalam
prosedur ini istilah identifikasi anak dengan kebutuhan khusus yang dimaksud adalah suatu
usaha seseorang (orang tua, pendidik, pembina, maupun tenaga relewan lainnya) untuk
mengetahui apakah seorang anak mengalami hambatan/gangguan (fisik, intelektual, sosial,
emosional dan tingkah laku) dalam pertumbuhan dan perkembangannya dibandingkan
dengan anak-anak lain seusianya.

Setelah dilakukan identifikasi, kondisi seseorang dapat diketahui, apakah


pertumbuhan/perkembangannya termasuk tipikal (normal) atau mengalami kelainan dan
penyimpangan. Bila mengalami hambatan/gangguan, dapat diketahui pula apakah anak
tergolong: (1) tunanetra; (2) tunarungu; (3) tunagrahita; (4) tunadaksa; (5) berbakat; (6)
lamban belajar; (7) kesulitan belajar; (8) gangguan komunikasi; (9) tunalaras; dan (10) autis.

Kegiatan identifikasi sifatnya masih sederhana dan tujuannya lebih ditekankan pada
menemukan (secara kasar) apakah seorang anak tergolong anak dengan kebutuhan khusus
atau bukan. Maka biasanya identifikasi dapat dilakukan oleh orang-orang yang dekat (sering
berhubungan/bergaul) dengan anak, seperti ibu, orang tuanya, pembina, pendidik, dan pihak-
pihak yang terkait dengannya. Sedangkan langkah berikutnya, yang sering disebut asesmen,
bila diperlukan dapat dilakukan oleh tenaga profesional, seperti dokter, psikolog, neurolog,
orthopedagog, therapis, dan lain-lain.

Sementara pengertian asesmen dapat dipahami sebagai suatu proses mendapatkan dan
mendiskusikan berbagai informasi dan sumber-sumber yang bertujuan membangun
pemahaman yang mendalam mengenai apa yang diketahui dan dipahami oleh siswa yang
telah teridentifikasi serta apa yang dapat dilakukan oleh mereka dengan pengetahuan yang
dimilikinya sebagai hasil dari pengalaman belajar mereka. Proses ini sesungguhnya bertujuan
meningkatkan komponen-komponen dalam pembelajaran. Asesmen digunakan untuk
menentukan apa yang diketahui dan dapat dilakukan oleh siswa dengan disabilitas maupun
siswa berkebutuhan khusus lainnya, sementara evaluasi digunakan untuk menentukan
kelayakan dan nilai suatu program atau latihan. Data dari asesmen berpengaruh pada
pengembangang pembelajaran, penempatan siswa, level, dan juga keputusan-keputusan yang
berkaitan dengan strategi pengajaran dan kurikulum (Herman & Knuth, 1991). Evaluasi
sering menggunakan data asesmen dengan sumber-sumber lain untuk membuat keputusan
mengenai perbaikan suatu program, adopsi suatu program, atau malah menolak suatu
program dan latihan tertentu bagi siswa disabilitas maupun berkebutuhan khusus lainnya.

Bila kita melakukan asesmen pada siswa di kelas, maka ada dua pertanyaan penting yang
harus diajukan oleh guru adalah:

1. Apa yang sudah dipelajari oleh siswa dan sebaik apa mereka mempelajarinya?
2. Sejauh mana pencapaian dan kesuksesan siswa dalam setiap proses belajarnya?

Melalui pertimbangan-pertimbangan tersebut, asesmen dalam konteks pendidikan inklusif


selalu berorientasi pada hasil belajar semua siswa termasuk siswa disabilitas maupun
berkebutuhan khusus lainnya di sekolah. Asesmen dapat terfokus pada siswa secara
individual, lingkungan belajar (kelas, kelompok siswa, kelompok-kelompok lainnya yang
teroganisir), institusi pendidikan, atau sistem pendidikan secara menyeluruh. Menurut
Academic Exchange Quarterly (2006), penelitian teoretis atau penelitian empirik lainnya
(termasuk studi kasus, portofolio siswa, ekploratosi, atau eksperimental) mengarahkan
asesmen pada penempatan dan persiapan siswa, motivasi dan gaya belajar, hasil belajar yang
dicapai siswa serta kepuasaan dalam konteks pendidikan adalah isu-isu yang menjadi dasar
dan standar dalam pengukurannya.

Tujuan akhir dalam suatu pelaksanaan asesmen di sekolah sangat bergantung pada kerangka
teori (theoretical framework) yang digunakan oleh para guru sebagai praktisi maupun
peneliti. Asumsi dan sistem kepercayaan yang melandasi, di antaranya adalah: perkembangan
kemampuan berpikir, originalitas pengetahuan dan proses pembelajaran.

Untuk memudahkan kita membedakan pengertian identifikasi dan asesmen di atas, maka
identifikasi dapat disebut dengan istilah penjaringan, sedangkan asesmen disebut dengan
istilah penyaringan.

A. Tujuan Identifikasi

Secara umum tujuan identifikasi adalah untuk menghimpun informasi apakah seorang anak
mengalami hambatan/gangguan (fisik, intelektual, sosial, emosional, dan/atau sensoris
neurologis) dalam pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain
seusianya (anak-anak tipikal), yang hasilnya akan dijadikan dasar untuk penyusunan program
pembelajaran sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya.

Dalam rangka pendidikan inklusif, kegiatan identifikasi anak dengan disabilitas dan
kebutuhan khusus lainnya dilakukan untuk lima keperluan, yaitu: (1) penjaringan (screening),
(2) pengalihtanganan (referral), (3) klasifikasi, (4) perencanaan pembelajaran, dan (5)
pemantauan kemajuan belajar. Berikut penjelasannya:

1. Penjaringan (screening)
Penjaringan dilakukan terhadap semua anak di setiap PU dengan alat identifikasi (contoh
dalam lampiran). Pada tahap ini identifikasi berfungsi menandai anak-anak mana yang
menunjukkan gejala-gejala tertentu, kemudian menyimpulkan anak-anak mana yang
mengalami hambatan/gangguan tertentu, sehingga tergolong anak dengan disabilitas atau
berkebutuhan khusus lainnya.

Dengan menggunakan Checklist Profil Disabilitas, orang tua maupun maupun guru yang
terkait dapat melakukan kegiatan ini secara baik dan hasilnya dapat digunakan untuk bahan
penanganan lebih lanjut.

2. Pengalihtanganan (referral)

Berdasarkan gejala-gejala yang ditemukan pada tahap penjaringan, selanjutnya siswa-siswa


dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Pertama, ada siswa yang tidak perlu dirujuk ke
ahli lain (tenaga profesional) dan dapat langsung ditangani sendiri oleh orang tua, Guru
Pendidikan Khusus (GPK), dan guru wali kelas dalam bentuk layanan pembelajaran yang
sesuai.
Kedua, ada siswa yang perlu dirujuk ke ahli lain terlebih dulu (referral) seperti psikolog,
dokter, orthopedagog (ahli PLB), dan/atau therapis, baru kemudian ditangani oleh guru di
sekolah.

Proses perujukan siswa didik oleh sekolah ke tenaga profesional lain untuk membantu
mengatasi masalah siswa yang bersangkutan disebut proses pengalihtanganan (referral). Jika
tenaga professional tersebut tidak tersedia dapat dimintakan bantuan ke tenaga lain yang ada
seperti tenaga medis yang ada di Puskesmas dan tenaga pendidik lainnya yang ada di Sekolah
Luar Biasa.

3. Klasifikasi

Pada tahap klasifikasi, kegiatan identifikasi bertujuan untuk menentukan apakah anak yang
telah dirujuk ke tenaga professional benar-benar memerlukan penanganan lebih lanjut atau
langsung dapat diberi pelayanan pendidikan inklusif. Apabila berdasar pemeriksaan tenaga
professional ditemukan masalah yang perlu penanganan lebih lanjut (misalnya pengobatan,
terapi, latihan-latihan khusus, dan sebagainya) maka sekolah melalui guru wali kelas atau
guru pendidikan khusus yang ada akan mengkomunikasikan kepada orang tua siswa yang
bersangkutan. Guru kelas dan duru pendidikan khusus di sekolah hanya akan membantu
siswa dalam hal pemberian pelayanan pendidikan sesuai dengan kondisi anak yang
bersangkutan.

Kegiatan klasifikasi ini memilah-milah mana siswa dengan disabilitas dan kebutuhan khusus
lainnya yang memerlukan penanganan lebih lanjut dan mana yang langsung dapat mengikuti
pelayanan pendidikan inklusif di sekolah-sekolah dasar umum.

4. Perencanaan pembelajaran

Pada tahap ini, kegiatan identifikasi bertujuan untuk keperluan penyusunan Rencana
Pembelajaran Individual atau RPI. Dasarnya adalah hasil dari klasifikasi. Setiap jenis dan
gradasi atau tingkat keparahan dari disabilitas yang dialami maupun kebutuhan belajar
khusus siswa yang memerlukan program pembelajaran yang berbeda satu sama lain. RPI
akan disusun bersama oleh Guru Kelas, Guru Pendidikan Khusus dan diajukan kepada orang
tua siswa melalui diskusi dan pembahasan bersama di sekolah.

5. Pemantauan kemajuan belajar

Kemajuan belajar perlu dipantau untuk mengetahui apakah program pembelajaran khusus
yang diberikan berhasil atau tidak. Apabila dalam kurun waktu tertentu anak tidak mengalami
kemajuan yang signifikan (berarti), maka perlu ditinjau lagi beberapa aspek yang berkaitan.
Misalnya apakah identifikasi yang dibuat tepat atau tidak, RPI yang disusun sesuai atau tidak,
strategi pembelajaran yang diberikan sesuai atau tidak, dan seterusnya. Sebaliknya, apabila
dengan program khusus yang diberikan, anak mengalami kemajuan yang cukup signifikan
maka program tersebut perlu diteruskan sambil memperbaiki/menyempurnakan kekurangan-
kekurangan yang ada.

Dengan lima tujuan khusus di atas, identifikasi perlu dilakukan secara terus menerus oleh
para guru di sekolah dan jika perlu dapat meminta bantuan dan/atau bekerja sama dengan
tenaga profesional terkait.
VIII. ISTRUMEN IDENTIFIKASI DAN ASESMEN

Secara sederhana ada beberapa aspek informasi yang perlu mendapatkan perhatian dalam
pelaksanaan identifikasi dan asesmen. Contoh alat identifikasi dan asesmen sederhana untuk
membantu guru dan orang tua dalam rangka menemukan dan mengenali anak yang
memerlukan layanan pendidikan khusus, akan dijelaskan di bawah ini.

1. Informasi Riwayat Perkembangan Siswa

Informasi riwayat perkembangan siswa adalah informasi mengenai keadaan siswa sejak di
dalam kandungan hingga tahun-tahun terakhir sebelum masuk menjadi siswa di sekolah.
Informasi ini penting sebab dengan mengetahui latar belakang perkembangan anak, mungkin
kita dapat menemukan sumber penyebab problema belajar yang dialaminya di sekolah.

Informasi mengenai perkembangan siswa sangat penting bagi guru untuk mempertimbangkan
kebijakan program pembelajaran yang akan diberikan kepada siswa. Informasi perkembangan
anak biasanya mencakup identitas siswa, riwayat masa kehamilan ibu dan kelahiran siswa,
perkembangan masa balita, perkembangan fisik, perkembangan sosial, dan perkembangan
pendidikan siswa yang bersangkutan.

Riwayat masa kehamilan dan kelahiran meliputi perkembangan masa ibu hamil, penyakit
yang dialami Ibu, usia di dalam kandungan, proses kelahiran, tempat kelahiran, penolong
persalinan, gangguan pada saat proses kelahiran, berat badan, panjang badan, dan tanda-tanda
kelainan sewaktu siswa dilahirkan.

Perkembangan masa balita sekurang-kurangnya mencakup informasi mengenai masa atau


lama menyusu pada ibu, usia akhir minum susu formula, kegiatan imunisasi, penimbangan,
kualitas dan kuantitas makanan pada masa balita, kesulitan makan yang dialami, dan
sebagainya.

Perkembangan fisik diperlukan terutama data mengenai kapan siswa mulai dapat merangkak,
berdiri, berjalan, naik sepeda roda tiga, naik sepeda roda dua, berbicara dengan kalimat
lengkap, kesulitan gerakan yang dialami, status gizinya sewaktu balita, dan riwayat
kesehatan.

Perkembangan sosial terutama berkaitan dengan hubungan siswa dengan saudara


sekandungnya, hubungan dengan teman, hubungan dengan orang tua dan guru, hobi siswa,
dan minat khusus. Perkembangan pendidikan meliputi informasi mengenai kapan siswa
masuk Taman Kanak-kanak (TK), berapa lama pendidikan di TK, kapan masuk SD, apa
kesulitan selama di TK, apa kesulitan selama di SD, apakah pernah tinggal kelas, pelayanan
khusus yang pernah diberikan, prestasi belajar tiap caturwulan atau semester, mata pelajaran
yang dirasa paling sulit, dan mata pelajaran yang paling disenanginya.

2. Data Orang Siswa

Selain data mengenai sendiri, tidak kalah pentingnya adalah informasi mengenai keadaan
orang tua siswa yang bersangkutan. Dalam beberapa penelitian diketahui bahwa lingkungan
keluarga mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap keberhasilan belajar anak.
Lingkungan keluarga dapat meliputi pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, status sosial
ekonomi, sikap dan penerimaan orang tua terhadap anak, serta pola asuh yang diterapkan
keluarga terhadap anak.

Data orang tua siswa sekurang-kurangnya mencakup informasi mengenai identitas orang tua,
hubungan orang tua-anak, data sosial ekonomi orang tua, serta tanggungan dan tanggapan
orang tua/ keluarga terhadap anak. Identitas orang tua harus lengkap, tidak hanya identitas
ayah melainkan juga identitas ibu, misalnya umur, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan
pokok, pekerjaan sampingan, dan tempat tinggal.

Hubungan orang tua-anak menggambarkan sejauh mana intensitas komunikasi antara orang
tua dan anak. Misalnya apakah kedua orang tua satu rumah atau tidak, demikian juga dengan
anak. Apakah diasuh salah satu orang tua, pembantu, atau keluarga lain. Semua kondisi
tersebut mempunyai pengaruh terhadap hasil belajar anak.

Mengenai data keadaan sosial ekonomi diperlukan agar sekolah dapat memperhitungkan
kemampuan orang tua dalam pendidikan anaknya. Data sosial ekonomi dapat mencakup
informasi mengenai jabatan formal maupun non formal ayah dan ibu, serta besarnya
penghasilan rata-rata per bulan.

Sedangkan mengenai tanggapan orang tua yang perlu diungkapkan antara lain persepsi orang
tua terhadap anak, kesulitan yang dirasakan orang tua terhadap anak yang bersangkutan,
harapan orang tua dan bantuan yang diharapkan orang tua untuk anak yang bersangkutan.

3. Informasi Mengenai Profil Disabilitas / Kebutuhan Khusus Siswa

Informasi mengenai disabilitas / kebutuhan khusus siswa sangat penting, sebab dari beberapa
penelitian terbukti bahwa anak-anak yang prestasi belajarnya rendah cenderung memiliki
gangguan/kelainan penyerta. Survei yang pernah dilakukan pada tahun 1998 oleh Balitbang
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terhadap 696 siswa SD dari empat provinsi di
Indonesia yang rata-rata nilai buku rapor siswa kurang dari 6,0 (enam, nol), ditemukan bahwa
71,8% mengalami kesulitan menulis, 66,8% kesulitan membaca, 62,2% kesulitan berhitung
dan matematika, juga 33% mengalami gangguan emosi dan perilaku, 31% gangguan
komunikasi, 7,9% cacat / kelainan anggota tubuh, 6,6% gangguan gizi dan kesehatan, 6%
gangguan penglihatan, dan 2% gangguan pendengaran (Balitbang, 1998).

Tanda-tanda kelainan atau gangguan khusus pada anak (jika ada) perlu diketahui oleh orang
tua. Kadang-kadang adanya kelainan khusus pada diri siswa, secara langsung atau tidak
langsung, dapat menjadi salah satu faktor timbulnya persoalan belajar. Tentu saja hal ini
sangat bergantung pada berat ringannya kelainan yang dialami serta sikap penerimaan orang
tua terhadap kondisi anak mereka.

IX. PELAKSANAAN IDENTIFIKASI DAN ASESMEN

A. Sasaran Identifikasi dan Asesmen

Secara umum sasaran identifikasi dan asesmen siswa disabilitas dan kebutuhan khusus
lainnya adalah seluruh anak yang sudah terdaftar di sekolah maupun anak-anak usia sekolah
dasar yang belum bersekolah maupun anak-anak yang menjadi target group atau sasaran
dalam proyek-proyek khusus (grant). Sedangkan secara operasional, sasaran identifikasi anak
dengan kebutuhan khusus adalah:

1. Anak yang sudah bersekolah di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah;


2. Anak yang akan masuk ke Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah;
3. Anak yang belum/tidak bersekolah karena orangtuanya merasa anaknya tergolong
anak dengan kebutuhan khusus sedangkan lokasi SLB jauh dari tempat tinggalnya dan
SD terdekat belum/tidak mau menerimanya;
4. Anak yang drop-out dari Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah karena persoalan
akademis yang dihadapinya.

B. Petugas Identifikasi dan Asesmen

Untuk mengidentifikasi seorang anak apakah tergolong siswa disabilitas atau berkebutuhan
khusus lainnya atau bukan, dapat dilakukan oleh:
1. Guru Kelas
2. Guru Mata Pelajaran
3. Guru Pendidikan Khusus (GPK)
4. Orang tua anak

C. Pelaksanaan Identifikasi

Ada beberapa langkah dalam rangka pelaksanaan identifikasi dan asesmen anak
berkebutuhan khusus. Untuk identifikasi anak usia sekolah yang belum bersekolah atau drop
out sekolah, maka kepala sekolah bersama para guru perlu melakukan pendataan ke
masyarakat sekitar bekerjasama dengan Kepala Desa/Lurah, RT, RW setempat. Jika
pendataan tersebut ditemukan anak berkelainan, maka proses berikutnya dapat dilakukan
pembicaraan dengan orangtua, koordinator desa, pihak sekolah maupun perangkat desa
setempat untuk mendapatkan tindak lanjutnya.
Untuk anak-anak yang sudah masuk dan menjadi siswa pada sekolah tertentu, identifikasi
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menghimpun data tentang siswa


Pada tahap ini, pelaksana menghimpun data kondisi anak berdasar informasi yang di dapat
melalui Checklist Profil Disabilitas yang telah diisi oleh guru bersama orang tua. Formulir
Checklist Profil Disabilitas terlampir.

2. Mengklarifikasi data siswa


Pada tahap ini tujuannya adalah untuk menemukan siswa-siswa yang tergolong anak dengan
disabilitas dan kebutuhan khusus lainnya yang memerlukan pelayanan pendidikan khusus dan
inklusi. Buatlah daftar nama siswa yang diindikasikan berkelainan sesuai dengan ciri-ciri dan
standar nilai yang telah ditetapkan. Jika ada siswa yang memenuhi syarat untuk disebut atau
berindikasi kelainan sesuai dengan ketentuan tersebut, maka dimasukkan ke dalam daftar
nama-nama anak yang berindikasi kelainan sesuai dengan format khusus yang disediakan
seperti terlampir (lihat dalam alat identifikasi). Sedangkan untuk anak-anak yang tidak
menunjukkan gejala atau tanda-tanda berkelainan, tidak perlu dimasukkan ke dalam daftar
khusus tersebut.
3. Menganalisis data anak
Pada tahap ini, hasil klarifikasi harus ditindaklanjuti dengan analisa mendalam yang
dilakukan oleh guru kelas, guru pendidikan khusus, atau oleh tim pendidik lainnya sebelum
dilaporkan kepada Kepala Sekolah untuk mendapat rekomendasi dan saran-saran pemecahan
atau tindak lanjutnya.

4. Mengadakan pertemuan konsultasi internal bersama dengan seluruh staf di sekolah;


kepala sekolah, guru wali kelas, guru pendidikan khusus, guru mata pelajaran, dan
seluruh tim guru
Pada tahap ini, rekomendasi dan saran pemecahan atau tindak lanjut yang telah dibuat oleh
koordinator dilaporkan dan dibahas bersama seluruh stafnya untuk mendapat saran-saran dan
persetujuan untuk melaksanakan tindak lanjutnya.

5. Menyelenggarakan pertemuan kasus (case conference)


Pada tahap ini, tindak lanjut yang telah disetujui bersama dalam pertemuan internal seluruh
staf di sekolah tim dikoordinasikan oleh koordinator bersama orang tua anak setelah data
anak tersebut terhimpun dari edukator. Koordinator dapat melibatkan: (1) Inclusive
Education Specialist; (2) Koordinator Village; (3) Orang tua anak; (4) Tenaga professional
terkait, jika tersedia dan dimungkinkan; (5) Guru Sekolah atau Guru Pembimbing Khusus
(Guru PLB) jika tersedia dan memungkinkan.

Materi pertemuan kasus adalah membicarakan temuan hasil identifikasi untuk mendapatkan
tanggapan dan cara-cara pemecahan serta penanggulangan yang lebih baik lagi.

6. Menyusun laporan dan implementasi hasil pertemuan kasus


Pada tahap ini, tanggapan dan cara-cara pemecahan masalah dan penanggulangannya yang
telah dirumuskan, disusun dalm laporan hasil pertemuan kasus. Laporan hasil pertemuan
kasus ini akan dilaksanakan dan ditinjau kembali secara berkala setiap bulannya untuk
kemudian dilaporkan kembali pada orang tua. Perubahan-perubahan tindak lanjut dan
layanan pada anak berkebutuhan khusus dapat dilakukan setelah ditinjau kembali dan
disetujui baik oleh kepala sekolah maupun orang tua siswa.

VII. TINDAK LANJUT KEGIATAN IDENTIFIKASI


Sebagai tindak lanjut dari kegiatan identifikasi anak dengan disabilitas dan kebutuhan khusus
lainnya, maka dilakukan:

1. Perencaanaan pembelajaran dan pengorganisasian siswa


Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Menetapkan bidang-bidang atau aspek problema belajar yang akan ditangani: Apakah
seluruh mata pelajaran, sebagian mata pelajaran, atau hanya bagian tertentu dari suatu
mata pelajaran.
b. Menetapkan pendekatan pembelajaran yang akan dipilih termasuk rencana
pengorganisasian kasus anak, apakah bentuknya berupa pelajaran remedial,
penambahan latihan-latihan di dalam kelas atau luar kelas, pendekatan kooperatif,
atau kompetitif, dan lain- lain.
c. Menyusun program pembelajaran individual.

2. Pelaksanaan pembelajaran
Pada tahap ini pendidik dan pembina melaksanakan program pembelajaran serta
pengorganisasian anak berkebutuhan khusus dalam kelas umum sesuai dengan rancangan
yang telah disusun dan ditetapkan pada tahap sebelumnya. Sudah tentu pelaksanaan
pembelajaran harus senantiasa disesuaikan dengan perkembangan dan kemampuan anak,
tidak dapat dipaksakan sesuai dengan target yang akan dicapai oleh guru. Program tersebut
bersifat fleksibel.

3. Penilaian kemajuan belajar dan evaluasi


Untuk mengetahui keberhasilan ibu/orang tua dalam membantu mengatasi kesulitan belajar
anak, perlu dilakukan pemantauan secara terus menerus terhadap kemajuan dan/atau bahkan
kemunduran belajar anak. Jika anak mengalami kemajuan dalam belajar, pendekatan yang
dipilih guru perlu terus dimantapkan, tetapi jika tidak terdapat kemajuan, perlu diadakan
peninjauan kembali, baik mengenai isi dan pendekatan program, maupun motivasi anak yang
bersangkutan untuk memperbaiki kekurangan-kekurangannya. Dengan demikian diharapkan
pada akhirnya semua problema belajar anak, secara bertahap dapat diperbaiki sehingga anak
terhindar dari kemungkinan gagal di sekolah atau bahkan terputus pendidikannya.
Lampiran 1

Contoh Daftar Pertanyaan Bagi Orang Tua Siswa

A. Bagaiamana cara anak Bapak/Ibu berkomunikasi?


B. Kemampan berkomunikasi seperti apa yang diharapkan oleh orang tua pada anak mereka?
(misalnya: menggunakan satu kata, satu kalimat, memilih, merespon pertanyaan orang lain,
menulis, dsb.)
C. Bagaimana kemandirian anak dalam kehidupan sehari-harinya di rumah? (misal: berpakaian,
makan, mandi, dsb.)
D. Apakah anak menggunakan alat bantu tertentu untuk bergerak atau untuk berkomunikasi?
E. Perlengkapan atau alat bantu seperti apa yang digunakanan anak?
F. Bagaimana cara anak bersosialisasi dengan orang lain?
G. Kemampuan matimatik seperti apa yang diharapkan oleh orang tua agar dapat dipelajari
oleh anak? (misal: berhitung, menggunakan uang, mengerjakan soal bacaan, dsb.)
H. Hal apa saja yang dapat memotivasi anak untuk bisa melakukan sesuatu dengan baik? (misal:
makanan, buku cerita, mainan, computer, dsb.)
I. Apa saja kegiatan favorit anak di:
1. di rumah?
2. di luar rumah bersama dengan tetangga?
J. Kegiatan-kegiatan apa yang diharapkan orang tua untuk dapat dilakukan anak dimasa
depan?
K. Apa yang terpenting menurut orang tua untuk dipelajari anak pada tahun pertama mereka
di sekolah?
Lampiran 2
Contoh Daftar Riwayat Hidup Siswa

BIOGRAFI SISWA

I. IDENTITAS SISWA
Nama lengkap : _____________________________________________
Tanggal Lahir : __________________________ Usia: ________ tahun
Nama panggilan : _____________________________________________
Jenis Kelamin : _____________________________________________
Alamat : _____________________________________________
: _____________________________________________
Telepon : _____________________________________________
Agama : _____________________________________________

II. IDENTITAS ORANG TUA/KELUARGA


TANGGAL PEKERJAAN /
ALAMAT
NAMA LAHIR SEKOLAH

Bapak :

Ibu :

Anak :

1.

2.

3.

4.
Alasan memerlukan bantuan:
__________________________________________________________________
__________________________________________________________________

Siang hari anak tinggal di (lingkari yang sesuai) :


a. Rumah sendiri, yang mengasuh _____________________________________
b. Rumah Kakek/Nenek, yang mengasuh _______________________________
c. Tempat penitipan anak ____________________________________________

Pertolongan yang diharapkan dari sekolah?


- Menurut orang yang mengirim anak : ________________________________
_______________________________________________________________
- Menurut orang tua : ______________________________________________
_______________________________________________________________

Kapan problem anak mulai diketahui ? __________________________________


Kapan orang tua mulai kuatir ? ________________________________________
Siapa yang merekomendasikan kepada kami? ____________________________

Pemeriksaan oleh ahli / lembaga lain :


- Alamat : _______________________________________________________
- Tanggal pemeriksaan : ____________________________________________
- Menggunakan Psikotest : __________________________________________
- Siapa yang mengirim : ____________________________________________
- Hasil pemeriksaan : ______________________________________________

Usaha – usaha apa yang pernah dilakukan selama ini?


__________________________________________________________________
__________________________________________________________________

III. ANAMNESIS
A. Riwayat Kehamilan (lingkari yang sesuai)
1. Kesehatan Ibu pada Tri Semester I :
a. Sehat
b. Tidak sehat
Jelaskan secara singkat : _______________________________________
Sakit apa : ___________________________________________________
Obat yang diminum : __________________________________________

2. Kesehatan Ibu pada Tri Semester II


a. Sehat
b. Tidak sehat
Jelaskan secara singkat : _______________________________________
Sakit apa : ___________________________________________________
Obat yang diminum : __________________________________________

3. Kesehatan Ibu pada Tri Semester III


a. Sehat
b. Tidak sehat
Jelaskan secara singkat : _______________________________________
Sakit apa : ___________________________________________________
Obat yang diminum : __________________________________________

4. Permasalahan saat kehamilan :


a. Perlu banyak istirahat
b. Pendarahan
c. Pengobatan
d. Merokok
e. Alkohol
f. Lainnya _________________________________________________

B. Riwayat Kelahiran Anak (lingkari yang sesuai)


1. Waktu kelahiran :
a. Terlalu cepat
b. Normal
c. Terlambat

2. Proses kelahiran
a. Normal
b. Bermasalah :
- Diberi oxygen
- Inkubator
- Caesar
- Lainnya ________________________________________________

C. Makan
Anak minum dari botol sampai usia : _________________________________________
ASI sampai usia : ________________________________________________
Problem menyusu : ______________________________________________
Problem menelan : ______________________________________________
Perubahan dari minum botol ke makanan padat : ______________________
______________________________________________________________

D. Latar Belakang Medis


Pernah sakit parah ( ya / tidak)
Dirawat di rumah / rumah sakit : ___________________________________
Sebab : ________________________________________________________
Usia : __________________________________________________________
Berapa lama : ___________________________________________________
Pernah mengalami (lingkari yang sesuai) :
a. Kejang
b. Kehilangan kesadaran
c. Gegar otak
d. Infeksi telinga
e. Infeksi tenggorokan
f. Pendengaran
- Reaksi terhadap suara lembut : _________________________________
- Reaksi terhadap suara keras : ___________________________________
g. Penyimpangan mata
- Juling (strabismus)
- Memakai kaca mata
Ukuran : ______________________________________________
Sejak : ______________________________________________
h. Kecelakaan

Apakah ada saudara atau famili yang mengalami masalah serupa ( ya / tidak )

Dokter yang menangani (dulu / sekarang)? ____________________________


_______________________________________________________________

E. Riwayat Perkembangan Motorik Kasar


1. Mengangkat kepala Usia : ____________
2. Tengkurap Usia : ____________
3. Membalikkan badan Usia : ____________
4. Duduk Usia : ____________
5. Merangkak Usia : ____________
6. Berdiri Usia : ____________
7. Berjalan dengan berpegangan Usia : ____________
8. Berjalan sendiri Usia : ____________

F. Riwayat Perkembangan Motorik Halus


1. Menggenggam benda Usia : ____________
2. Menggapai benda yang diberikan Usia : ____________
3. Memindahkan benda dari tangan ke tangan lain Usia : ____________
4. Memungut benda kecil dengan kedua jari Usia : ____________
5. Mencoret di atas kertas Usia : ____________

G. Riwayat Perkembangan Bahasa


1. Bahasa Reseptif (pemahaman)
a. Menoleh bila dipanggil Usia : ______
b. Mengenali orang di sekitarnya Usia : ______
c. Menunjuk ke suatu benda bila mendengar instruksi Usia : ______
d. Lain-lain _________________________________________________

2. Bahasa Ekspresif (bicara)


a. Memanggil Papa/Bapa Usia : ______
b. Memanggil Mama/Ibu Usia : ______
c. Mengatakan yang diinginkan Usia : ______
- Bicara dapat dimengerti ( ya / tidak )
- Menggunakan 1-2 kata ( ya / tidak)
- Menggunakan lebih dari 3 kata ( ya / tidak )

Adakah permasalahan berkaitan dengan bahasa dan bicara anak?


Ya / Tidak
Jelaskan : ___________________________________________________

H. Riwayat Sekolah
Saat ini sekolah di : __________________________________ kelas : ______

Sekolah Usia masuk Nama Sekolah Keterangan


Play Group
TK
SD
Lainnya

Pernah tidak naik kelas? ( ya / tidak )


Pindah ke sekolah/sekolah khusus (ya / tidak ) sebutkan: _________________
Reaksi anak terhadap sekolah yang diikutinya : _________________________
Perasaan orang tua terhadap sekolah tersebut : ________________________

Permasalahan yang dialami anak di sekolah (lingkari yang sesuai):


a. Sosialisasi
b. Menulis
c. Matematika
d. Membaca
e. Lainnya : ___________________________________________________

Lateralisasi : Kiri / Kanan

I. Kemandirian (lingkari yang sesuai)


a. Melepas / memakai sepatu
b. Ritsluiting
c. Kancing
d. Cuci tangan / cuci kaki / mandi
e. Menggosok gigi
f. Makan
g. Buang Air Kecil
h. Buang Air Besar
i. Membantu di rumah
- Menata meja
- Menata tempat tidur
J. Bermain (lingkari yang sesuai)
a. Bermain sendiri / dengan orang lain
b. Bermain sensomotorik
c. Bermain konstruktif
d. Bermain fantasi
e. Bermain kompetitif

Orang tua sering bermain dengan anak? ( ya / tidak )


Jenis permainan : ________________________________________________
Frekuensi : ____________________________________________________

Terimakasih atas partisipasi serta kesedian Bapak / Ibu mengisi daftar riwayat hidup siswa,
semua informasi yang diberikan sangat berharga bagi sekolah dalam memulai proses
pendidikan bagi putra/putri Bapak / Ibu.
Lampiran 3
Contoh Alat Identifikasi

Tanggal Pendataan: _________________________________________


Nama Anak: ________________ / Tanggal Lahir: __________________
Nama Ibu: _________________________________________________
Alamat Tinggal: _____________________________________________

Status observer:
1. Guru
2. Guru Pendidikan Khusus (GPK)
3. Orang tua (Ibu atau Ayah)
4. Lainnya (sebutkan)___________________

Setiap anak dengan kebutuhan khusus memiliki karakteristik (ciri-ciri) tertentu yang berbeda antara
yang satu dengan yang lainnya. Untuk keperluan identifikasi, di bawah ini akan disebutkan ciri-ciri
yang menonjol dari masing-masing jenis anak dengan kebutuhan khusus. Tentukan penilaian anda
berdasarkan wawancara dan observasi yang anda lakukan. Nilai = 0 bila Tidak ditemukan dan Nilai =
1 bila Ya ditemukan ciri-cirinya pada anak.

Anak dengan ketunanetraan


1. Anak tidak mampu melihat
0. Tidak
1. Ya
2. Anak tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 meter
0. Tidak
1. Ya
3. Anak terlihat mengalami kerusakan pada bola matanya
0. Tidak
1. Ya
4. Anak sering terlihat meraba-raba sewaktu berjalan
0. Tidak
1. Ya
5. Anak sering tersandung atau menabrak benda di sekitarnya sewaktu berjalan
0. Tidak
1. Ya
6. Anak terlihat mengalami kesulitan mencari atau mengambil benda berukuran kecil di sekitarnya
0. Tidak
1. Ya
7. Bagian bola mata anak yang hitam berwarna keruh, bersisik, atau kering
0. Tidak
1. Ya
8. Terlihat ada peradangan pada kedua bola mata anak
0. Tidak
1. Ya
9. Terlihat mata anak bergoyang terus
0. Tidak
1. Ya

Nilai standar : 4 (di luar peryataan 1 dan 2), maksudnya, jika 1 dan 2 terpenuhi, maka tidak perlu
menghitung urutan berikutnya. Anak kemudian dapat dikatakan mengalami ketunanetraan atau
mengalami gangguan penglihatan.

Anak dengan ketunarunguan


1. Anak tidak mampu mendengar
0. Tidak
1. Ya
2. Anak mengalami keterlambatan bahasa
0. Tidak
1. Ya
3. Anak sering menggunakan isyarat untuk berkomunikasi
0. Tidak
1. Ya
4. Anak kurang atau tidak tanggap bila diajak bicara
0. Tidak
1. Ya
5. Kata yang diucapkan anak terdengar tidak jelas
0. Tidak
1. Ya
6. Kualitas suara anak terdengar monoton dan aneh
0. Tidak
1. Ya
7. Anak sering terlihat memiringkan kepala dalam usahanya untuk mendengar
0. Tidak
1. Ya
8. Anak sering terlihat memperhatikan wajah lawan bicaranya atau membaca bibir lawan
bicaranya
0. Tidak
1. Ya
9. Anak terlihat banyak memusatkan perhatian pada getaran
0. Tidak
1. Ya
10. Anak terlihat mengeluarkan cairan (nanah) dari telinganya
0. Tidak
1. Ya

Nilai Standar : 7 (di luarpernyataan 1), maksudnya jika 1 terpenuhi, maka berikutnya tidak perlu
dihitung
Anak dengan ketunadaksaan
1. Anggota gerak tubuh anak kaku, lemah, atau lumpuh
0. Tidak
1. Ya
2. Anak mengalami kesulitan dalam setiap gerakannya; tidak sempurna, tidak lentur, atau bahkan
tidak terkendali
0. Tidak
1. Ya
3. Terdapat bagian anggota tubuh anak yang tidak lengkap, tidak sempurna, atau lebih kecil dari
biasanya
0. Tidak
1. Ya
4. Ada ‘kecacatan’ pada alat gerak (tangan dan kaki) anak
0. Tidak
1. Ya
5. Jari tangan anak kaku dan tidak mampu menggenggam
0. Tidak
1. Ya
6. Anak mengalami kesulitan sewaktu berdiri, berjalan, duduk, dan terlihat adanya sikap tubuh
yang aneh
0. Tidak
1. Ya
7. Anak sering terlihat diam dengan mulut yang terbuka
0. Tidak
1. Ya

Nilai Standar : 5

Anak dengan keberbakatan dan kecerdasan istimewa


1. Anak mampu membaca pada usia dini (kurang dari 4 tahun)
0. Tidak
1. Ya
2. Anak terlihat mampu membaca lebih cepat dan lebih banyak dibandingkan anak lain yang
seusianya
0. Tidak
1. Ya
3. Anak menunjukan perbedaharaan kata yang luas
0. Tidak
1. Ya
4. Anak terlihat sering bertanya dan menunjukan rasa ingin tahu yang kuat
0. Tidak
1. Ya
5. Anak menunjukan minat yang luas bahkan terhadap permasalahan yang dihadapi oleh orang
dewasa
0. Tidak
1. Ya
6. Anak menunjukan inisiatif untuk mengerjakan segala sesuatunya sendirian
0. Tidak
1. Ya
7. Anak menunjukan keaslian (originalitas) dalam ungkapan verbal yang disampaikannya
0. Tidak
1. Ya
8. Anak mampu memberikan jawaban-jawaban yang baik bila ditanya pendapatnya
0. Tidak
1. Ya
9. Anak terlihat memiliki banyak gagasan dan ide dalam percakapan yang dilakukannya
0. Tidak
1. Ya
10. Anak menunjukan keluwesan dalam berpikir
0. Tidak
1. Ya
11. Anak tampak terbuka terhadap rangsangan (stimulus) yang ada di lingkungan sekitarnya
0. Tidak
1. Ya
12. Anak terlihat memiliki pengamatan yang tajam terhadap lingkungan sekitarnya
0. Tidak
1. Ya
13. Anak terlihat mampu berkonsentrasi untuk jangka waktu panjang, terutama dalam setiap
tugas atau bidang yang diminati
0. Tidak
1. Ya
14. Anak mampu berpikir kritis tidak hanya terhadap orang lain tetapi juga bagi dirinya sendiri
0. Tidak
1. Ya
15. Anak terlihat senang melakukan atau mencoba hal-hal baru
0. Tidak
1. Ya
16. Anak menunjukan daya abstraksi, konseptualisasi, dan sintesis yang tinggi
0. Tidak
1. Ya
17. Anak terlihat senang pada kegiatan intelektual dan pemecahan masalah (puzzle, teka-teki,
permainan kata, dsb)
0. Tidak
1. Ya
18. Anak cepat menangkap hubungan sebab-akibat dalam peristiwa yang dialami atau dilihatnya
0. Tidak
1. Ya
19. Perilaku anak terarah pada suatu tujuan tertentu
0. Tidak
1. Ya
20. Anak mempunyai banyak kesenangan dan hobi
0. Tidak
1. Ya
21. Anak mempunyai daya ingat yang kuat
0. Tidak
1. Ya
22. Anak terlihat tidak cepat puas dengan apa yang telah dikerjakannya
0. Tidak
1. Ya
23. Anak terlihat peka (sensitif) dan menggunakan intuisi dalam bertindak atau merespon sesuatu
0. Tidak
1. Ya
24. Anak menunjukan keinginan yang besar untuk bebas bergerak dan bertindak
0. Tidak
1. Ya

Nilai Standar : 18

Anak dengan ketunagrahitaan


1. Penampilan fisik anak tidak seimbang (kepala terlalu kecil atau besar)
0. Tidak
1. Ya
2. Anak tidak mampu mnegurus diri sendiri sesuai dengan tugas di usia perkembangannya
0. Tidak
1. Ya
3. Anak mengalami keterlambatan bicara dan perkembangan bahasanya
0. Tidak
1. Ya
4. Anak tampak tidak atau kurang perhatian terhadap lingkungan sekitarnya (pandangan kosong)
0. Tidak
1. Ya
5. Koordinasi gerakan anak sangat kurang atau gerakan anak sering tidak terkendali
0. Tidak
1. Ya
6. Anak tidak menyadari apa yang baru saja telah dilakukannya
0. Tidak
1. Ya
7. Anak tidak mampu menangkap hubungan sebab-akibat dari peristiwa atau kejadian yang
dialaminya
0. Tidak
1. Ya
8. Anak sering terlihat mengeluarkan cairan dari mulutnya (ngiler)
0. Tidak
1. Ya

Nilai standar: 8

Anak dengan kesulitan belajar

1. Anak menunjukan rata-rata prestasi belajar yang rendah (kurang dari 6 nilai akademisnya)
0. Tidak
1. Ya
2. Anak sering terlambat menyelesaikan tugas sekolahnya dibandingkan dengan anak yang seusia
0. Tidak
1. Ya
3. Anak mengalami kesulitan menangkap instruksi dari guru
0. Tidak
1. Ya
4. Anak menunjukan daya tangkap yang rendah terhadap pelajaran-pelajaran di sekolah
0. Tidak
1. Ya
6. Anak sering tidak mengerjakan PR
0. Tidak
1. Ya
7. Anak pernah tidak naik kelas
0. Tidak
1. Ya

Nilai standar: 7

Anak dengan hambatan belajar spesifik


Anak yang mengalami kesulitan belajar membaca
1. Anak menunjukan perkembangan kemampuan membaca yang terlambat di usia sekolahnya
0. Tidak
1. Ya
2. Anak tidak mampu membedakan bunyi-bunyi yang mirip ketika membaca (kelapa, kepala, bisa,
busa, dsb.)
0. Tidak
1. Ya
3. Sewaktu anak diminta membaca sering menunjukan berbagai kesalahan membaca
0. Tidak
1. Ya
4. Anak kurang mampu menceritakan kembali bacaan yang baru dibacanya
0. Tidak
1. Ya
5. Kemampuan anak memahami isi bacaan rendah
0. Tidak
1. Ya

Nilai standar: 5

Anak yang mengalami kesulitan belajar menulis


1. Hasil tulisan anak sulit terbaca oleh orang lain
0. Tidak
1. Ya
2. Hasil tulisan anak banyak ditemui kesalahan; huruf yang terbalik, huruf yang hilang, atau
penambahan huruf yang tidak perlu
0. Tidak
1. Ya
3. Anak sulit menulis tegak lurus bila diminta menulis dengan kertas kosong yang tidak bergaris
0. Tidak
1. Ya
4. Anak sering salah menulis huruf b dengan d, p dengan q, u dengan v, 2 dengan 5, 6 dengan 9,
dsb.
0. Tidak
1. Ya
5. Anak sering terlambat menyalin tulisan di papan tulis ketika belajar di sekolah
0. Tidak
1. Ya

Nilai standar: 5

Anak yang mengalami kesulitan belajar berhitung


1. Anak sulit membedakan tanda-tanda: +, -, x, :, >, <, =
0. Tidak
1. Ya
2. Anak sering salah membilang dengan urut
0. Tidak
1. Ya
3. Anak sering salah membedakan angka 9 dengan 6, 12 dengan 21, 2 dengan 5, 3 dengan 8, dsb.
0. Tidak
1. Ya
4. Anak sulit mengoperasikan hitungan atau bilangan (menambang, mengurang, mengkali, dan
membagi)
0. Tidak
1. Ya
5. Anak sulit membedakan bangu-bangun geometri
0. Tidak
1. Ya

Nilai standar: 5

Anak yang mengalami gangguan komunikasi


1. Anak sulit menangkap isi pembicaraan orang lain
0. Tidak
1. Ya
2. Anak tidak lancar bicara atau mengemukakan idenya
0. Tidak
1. Ya
3. Anak sering gugup atau gagap bila berbicara
0. Tidak
1. Ya
4. Anak terlihat menggunakan isyarat untuk mempermudah komunikasinya dengan orang lain
0. Tidak
1. Ya
5. Anak tidak fasih mengucapkan kata-kata tertentu (celat/cadel)
0. Tidak
1. Ya
6. Suara anak terdengar parau dan aneh
0. Tidak
1. Ya
7. Organ bicara anak tidak normal (misal: sumbing, dsb)
0. Tidak
1. Ya
8. Anak terlihat sering menyendiri dan jarang berbicara atau berkomunikasi dengan orang lain
(teman sebaya dan orang dewasa)
0. Tidak
1. Ya

Nilai standar: 6

Anak dengan ketunalarasan


1. Anak sering menolak melakukan pesan/perintah orang dewasa
0. Tidak
1. Ya
2. Anak bersikap membangkang dan tidak patuh terhadap aturan-aturan dan kebiasaan di rumah
atau di sekolah
0. Tidak
1. Ya
3. Anak mudah sekali marah atau emosi dengan hal-hal kecil yang terjadi di lingkungan sekitarnya
0. Tidak
1. Ya
4. Anak sering menunjukan tindakan agesif dengan memukul, menendang, mencubit orang lain
atau merusak benda-benda di dekatnya sewaktu keinginannya tidak terpenuhi
0. Tidak
1. Ya
5. Anak sering menggunakan kata-kata yang kasar dan ungkapan-ungkapan yang mengancam
orang lain
0. Tidak
1. Ya
6. Anak sering bertindak melanggar norma sosial, norma susila, atau norma hukum lainnya
0. Tidak
1. Ya
Nilai standar: 5

Anak dengan autisme


1. Anak tidak merespon ketika namanya dipanggil
0. Tidak
1. Ya
2. Anak tidak mampu menunjuk pada sesuatu benda yang diminatinya
0. Tidak
1. Ya
3. Anak tidak bisa bermain pura-pura, baik menggunakan boneka yang disuapi maupun
mendorong mobil mainan
0. Tidak
1. Ya
4. Anak terlihat tidak dapat melakukan kontak atau menghindari dan selalu menyendiri
0. Tidak
1. Ya
5. Anak kesulitan mengenali perasaan orang lain atau menyampaikan perasaannya sendiri
0. Tidak
1. Ya
6. Anak menunjukkan keterlambatan bicara dan bahasa pemahaman
0. Tidak
1. Ya
7. Anak sering mengulangi suara tertentu (babbling), kata-kata atau dialog tertentu dari apa yang
didengarnya (echolalia)
0. Tidak
1. Ya
8. Anak sering memberikan jawaban yang tidak relevan bila ditanya
0. Tidak
1. Ya
9. Anak mudah cemas dan frustrasi terhadap perubahan-perubahan kecil
0. Tidak
1. Ya
10. Anak menunjukkan perilaku obsesif pada hal-hal yang diminati
0. Tidak
1. Ya
11. Anak sering terlihat mengepak-kepakkan tangan, berputar, atau mengoyang-goyangkan
tubuhnya
0. Tidak
1. Ya
12. Anak menunjukkan respon yang unik terhadap suara, bau, rasa, penampilan, dan perasaan
0. Tidak
1. Ya

Nilai standar: 11

Catatan:
Contoh alat identifikasi di atas untuk membantu guru dalam rangka menemukan dan mengenali
anak yang memerlukan layanan pendidikan khusus. Jika ada anak yang memenuhi syarat untuk
disebut mengalami hambatan/gangguan sesuai dengan ketentuan yang ada, maka harus dilakukan
observasi dan asesmen mendalam.
Lampiran 4
Contoh Asesmen Perkembangan
1. Asesmen Persepsi Visual, Persepsi Auditif, Persepsi Kinestetik, Persepsi Taktil, Motorik
Kasar, dan Motorik Halus
a. Asesmen Persepsi Visual
Tidak
No Uraian Dapat Lainnya
Dapat

Dengan jarak 1 meter, dapat


membedakan bentuk bangun ruang

Dengan jarak 3 meter, pandangan dapat


mengikuti garis tegak lurus

Dengan jarak 1 meter, pandangan dapat


mengikuti garis mendatar

Merangkai gambar boneka yang


dipotong-potong

Menemukan perbedaan dengan 2


gambar yang serupa tapi tak sama

b. Asesmen Persepsi Auditori


Tidak
No Uraian Dapat Lainnya
Dapat

Dipanggil dari jarak +/- 3 meter

Mengikuti perintah

1. Ambil pinsilmu
2. Ambil pinsilmu dan tulislah
namamu di buku ini
3. Ambil pinsilmu, buatlah gambar
bola kemudian ambil spidol ini
lalu warnai gambar bolanya
Didiktekan kalimat

“Saya suka makan nasi goreng”

c. Asesmen Persepsi Kinestetik


Tidak
No Uraian Dapat Lainnya
Dapat

Dengan mata ditutup, dapat berjalan


lurus dalam jarak 2 meter

Dengan mata ditutup, dapat memasukan


bola ke dalam ember/keranjang yang ada
didekatnya

Dengan mata ditutup, dapat


membedakan arah kanan dan kiri

Dengan mata di tutup, dapat


menunjukan arah atas – bawah, tengah,
depan – belakang

d. Asesmen Persepsi Taktil


Tidak
No Uraian Dapat Lainnya
Dapat

Dengan mata tertutup, dapat


membedakan antara pinsil dan bolpoin

Dengan mata ditutup, dapat


membedakan benda dengan permukaan
kasar dan benda yang memiliki
permukaaan halus

Dengan mata ditutup, dapat


membedakan benda basah dan benda
kering

Dengan mata ditutup dapat


membedakan bentuk bangun ruang

e. Asesmen Motorik Kasar


No URAIAN YA TIDAK Lainnya

1. Berjalan dengan tegak hingga lima langkah

2. Berlari sejauh 10 meter

Melompat dengan dua kaki, dua kali


3.
lompatan di atas lantai yang rata

4. Berdiri di atas satu kaki selama lima detik

Meloncat dengan satu kaki, dua kali


5.
lompatan di atas lantai yang rata

Berjalan di atas papan sejajar sepanjang tiga


6.
meter

7. Berjalan zig-zag sejauh sepuluh langkah

8. Berjalan mundur sejauh lima langkah

Menendang bola dengan kaki terbaik (kiri


9.
atau kanan)

Memanjat tangga, minimal enam anak


10. tangga dengan menggunakan kaki secara
bergantian dan gerakan yang berirama
f. Asesmen Motorik Halus
No URAIAN YA TIDAK Lainnya

1. Meregangkan jari-jari tangan

2. Meremas-remas malam/plastisin

Membuat bentuk sederhana dari


3.
malam/plastisin

4. Menggerakan jari-jari tangan satu persatu

Membuka kepalan jari tangan satu


5.
persatu

Meronce dengan minimal sepuluh manic-


6.
manik

7. Menggunting kertas secara bebas

Menggunting sesuai pola (garis, bentuk,


8.
bidang tertntu)

9. Melipat jari-jari tangan satu persatu

Memegang pinsil dengan pegangan yang


10.
benar

11. Mewarnai gambar dengan pensil warna

12. Mencorat-coret di kertas dengan pensil

Membuat pola bentuk bangun ruang di


13.
atas kertas dengan pensil

Memasukan tali sepatu bila anak


14.
mengenakan sepatu bertali

Mengikatkan tali sepatu bila anak


15.
mengenakan sepatu bertali
g. Aktivitas Bina Diri

LAINNYA,
No KEMAMPUAN ANAK YA TIDAK
JELASKAN

A. CARA MAKAN DAN MINUM

1. Duduk rapi di meja makan

2. Memegang/mengambil piring

3. Memegang sendok

4. Memegang garpu

5. Menyendok nasi

6. Minum dengan gelas

7. Minum dengan cangkir

8. Minum dengan menggunakan sedotan

9. Menuangkan air dari teko atau sejenisnya

10. Menggunakan tissu/lap sesudah makan

B. CARA BERPAKAIAN

1. Memakai kaos

2. Melepaskan kaos

3. Memakai celana pendek

4. Melepaskan celana pendek

5. Memakai pakaian dalam

6. Melepaskan pakaian dalam

7. Memakai kemeja
8. Mengancingkan kemeja

9. Melepaskan kemeja

10. Memakai celana panjang

11. Mengancingkan dan menarik resleting celana

12. Memakai ikat pinggang

13. Memakai rok (untuk anak perempuan)

14. Melepaskan rok (untuk anak perempuan)

15. Memakai kaos kaki

16. Melepaskan kaos kaki

17. Memakai sepatu

18. Menalikan sepatu

19. Melepas sepatu

20. Memakai dasi

C. KESEHATAN DIRI

1. Membersihkan kotoran dari hidung

2. Membersihkan kotoran dari telinga

3. Mencuci tangan

4. Mencuci muka

5. Menggosok gigi

6. Mandi

7. Keramas

8. Menyisir rambut
9. Merias diri

10. Menggunting kuku

D. KEMAMPUAN KOMUNIKASI

1. Mengerti perintah sederhana

2. Mengungkapkan penolakkan dengan sikap

3. Mengutarakan penolakkan dengan kata-kata

4. Menunjukkan rasa senang dengan mimik


muka ceria

5. Tertawa jika ada hal yang lucu

6. Mengungkapkan sedih dengan wajah murung

7. Bermain sendiri, baik tanpa atau dengan alat


mainan

8. Bermain bersama anak lain

9. Bersalaman dengan orang lain

10. Mengoceh sendiri

11. Menyebutkan kata ‘Mama’ ‘Papa’

12. Mengutarakan keinginan dengan kata-kata,


misal: mau makan, mau minum

13. Mengutarakan penolakkan dengan kata-kata,


misal: tidak mau, tidak

14. Berbahasa lisan dengan kalimat sederhana,


misal: saya punya mainan

15. Berbahasa lisan kompleks, misal: mainan saya


dibeli ayah di luar kota
Lampiran 5
Contoh Asesmen Pre Akademis dan Akademis

Kemampuan Prasyarat

Kemampuan Klasifikasi

Berdasarkan Ukuran, Hubungkan dengan garis bangun ruang berikut sesuai dengan
ukurannya
Hubungkan dengan garis bangun ruang berikut ini sesuai dengan warnanya

Kelompokkan bangun ruang berikut ini sesuai dengan bentuknya


Kemampuan Seriasi
Arahkan anak untuk menunjukkan secara berurut bangun ruang berikut ini dari yang paling
besar sampai ke paling kecil, kemudian dari yang paling kecil sampai ke yang paling besar.
Perhatikan dan catat hasilnya.

Arahkan anak untuk melanjutkan mewarnai bagun ruang yang belum diwarnai berikut sesuai
urutan warna yang ada. Sediakan pinsil berwarna sesuai warnanya.

Kemampuan Konservasi
Apakah dua ekor katak jumlahnya sama dengan dua buah mobil

Jawaban anak

YA TIDAK
Jika 2 ekor katak ditambah dengan 1 ekor katak maka jumlah semuanya berapa?

Jawaban Anak:

2 ekor katak dan 1 ekor katak 1 ekor katak

2 ekor katak 3 ekor katak

Tidak tahu lainnya …....

Menurutmu, samakah ukuran antara kedua bentuk bangun ruang berikut

YA TIDAK YA TIDAK

Kemampuan Aritmatik
Bilangan
Sebutkan satu persatu angka-angka berikut ini
(lingkari angka yang tidak bisa disebutkan dengan benar oleh anak)

1 2 3 4 5 6 7 8 9

3 5 2 8 1 9 6 7 4

10 34 46 78 83 25 39 97 85

102 236 342 879 985 254 675 456 554


Lengkapilah urutan bilangan berikut ini
1 2 … 4 … 6 … 8 … …

1 3 5 … 9 11 … 15 … …

2 4 … 8 10 … 14 … … …

1 11 … 31 … 51 … 71 … 91

Penjumlahan
Penjumlahan ke samping
2+3=… 7+ 4 =… 10 + 12 = …

Penjumlahan ke bawah
4 15 23
5 11 143
  
.... ... ...

Pengurangan
Pengurangan ke samping
8 - 3 = … 13 - 7 = … 25 - 14 = …

Pengurangan ke bawah
9 18 230
4 11 150
  
... .... .......

Perkalian
Perkalian ke samping
5 x 6 = … 12 x 3 = …. 14 x 10 = …

Perkalian ke bawah
7 15 125
2 10 4 x
x x
... ... .........
Pembagian
Pembagian ke samping
4 : 2 =… 9 : 3 =… 24 : 4 = …

Pembagian ke Bawah
25 49 64
 ....   ...
5 7 2

Menulis Awal/Permulaan
Silahkan corat-coret sesuka hatimu dalam kotak kosong berikut ini

Catatan: amati cara anak ememgang pinsil, catat!

Warnai bentuk bangun ruang berikut ini


Tebalkan garis putus-putus berikut ini

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - ->>

Tebalkan huruf-huruf berikut ini:

Mengeja dan Menyalin


Salinlah kata-kata berikut ini pada kotak yang telah disediakan!

Ibu

Air

Laba

Sapi

Namun

Bermain
Berjalan

Tulislah namamu pada garis berikut ini

Salinlah tulisan berikut pada garis yang tersedia

Mama, Papa

Buatlah kalimat dari kata Bermain

Tulislah suatu cerita singkat yang kamu senangi


MEMBACA
A. Membaca Awal
1. Bacakan dengan perlahan huruf-huruf berikut ini

A, B, C D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N, O, P, Q, R, S, T, U, V, W, X, Y, Z
A, I, U, E, O
B, C, D, F, G, H, J, K, L, M, N, P, Q, R, S, T, V, W, X, Y, Z
A, G, J, D, L, O, Z, Y, Q, E, P, T, W, U, H, I, K, R, F, X, B, V, S, N, M

2. Carilah huruf pada kolom sebelah kanan yang sama dengan huruf yang ada pada kolom
sebelah kiri. (arahkan anak untuk melingkari huruf yang sama pada kolom sebelah kiri)

u m n o u n o c u h a u m n

n m n o u n o c u h a u m n

b p q b p q p d b p d b p d

d p q b p q p d b p d b p d

p p q b p q p d b p d b p d

q p q b p q p d b p d b p d

3. Bacalah dengan perlahan kata dalam kotak berikut ini!

a i r

b o l a
4. Bacalah kata berikut ini dengan perlahan dan jelas!

Ibu

Ubi

Bui

5. Bacalah kata berikut ini dengan perlahan dan jelas!

Nana

Nani

Nina

6. Bacalah kata berikut ini dengan perlahan!

Ma - ma
Pa - pa

7. Bacalah kata berikut ini dengan perlahan!

Bu - ku

Ma - kan
Ni - lai

8. Bacalah kata berikut ini dengan perlahan!

Ber – ma – in
Ke – ran - jang

Me – nya – nyi

Me – ngi – gau
B. Membaca Lanjut
1. Bacalah kalimat berikut ini dengan perlahan!
Makan roti
Pergi sekolah

2. Bacalah kalimat berikut ini dengan perlahan!


Saya pergi sekolah
Kucing dikejar Anjing
Adik Bermain Bola

3. Bacalah kalimat berikut ini dengan perlahan!


Kucing mengejar tikus di atas loteng
Budi memancing ikan di kolam
Polisi mengejar pencuri di jalan

4. Bacalah paragraf berikut


Saya, ibu, ayah, dan adik pergi berlibur ke kebun binatang. Di kebun binatang

banyak orang, mereka membawa bekal makanan dan minuman yang banyak. Setiap

hari minggu, kebun binatang banyak dikunjungi orang. Ada macam-macam hewan

di kebun binatang. Ada Gajah, Harimau, Monyet, Jerapah, Burung, Buaya, dan

jenis hewan yang lainnya. Kami semua senang sekali berlibur ke kebun binatang.

5. Lengkapilah kalimat berikut (sesuai paragraf di atas)

a. Saya, Ibu, Ayah, dan ……… pergi berlibur ke kebun binatang


b. Setiap hari minggu, ………… …………… banyak dikunjungi orang
c. Ada macam-macam hewan di kebun binatang. Ada …………,
……………, Monyet, ………………, Burung, ……………
Lampiran 6
Contoh Formulir Observasi di Kelas

Form observasi di kelas baik dalam kondisi belajar dan bermain bersama dengan peserta didik
lainnya menggunakan skala (1-5) seperti yang terlihat pada tabel di bawah.

Keterangan Skala 1-5:


1= tidak ditunjukkan
2= sangat jarang ditunjukkan
3= ditunjukkan cukup baik
4= ditunjukkan anak dengan baik
5= selalu dicapai secara konsisten

Aktivitas Di Kelas Skor Keterangan Tambahan

Mengikuti instruksi guru

Menyelesaikan tugas

Menyelesaikan tugas sesuai kemampuan


anak saat ini

Berpartispasi dalam kelompok

Duduk dengan tenang

Tetap di dalam ruang belajar selama


pelajaran

Mengikuti transisi dari satu aktivitas ke


aktivitas lainnya bersama-sama

Interaksi Sosial

Aktivitas Di Kelas Skor Keterangan Tambahan

Memulai percakapan dengan orang lain


atau anak sebaya

Memiliki inisiatif untuk bercakap-cakap


dengan orang lain

Berpartisipasi secara wajar ketika


bergabung dengan orang lain

Inisiatif untuk mengajak bermain

Inisiatif bermain secara kelompok

Mengenali penolakan dari orang lain dan


dapat merespon secara wajar

Merespon body language orang lain


secara wajar

Mengambil bagian dalam percakapan


Lampiran 7

Contoh Rencana Pembelajaran Individual ( RPI )


SD X DI BANDUNG

A. IDENTITAS SISWA

Nama :X

Tanggal Lahir : --

Jenis kelamin : --

Agama : --

Kelas : III SD

Bahasa Ibu : Bahasa Indonesia

Nama orang Tua : --

Pekerjaan : --

Alamat : --

Jenis Kelainan / Diagnosa : Autisme (low functioning)

Oleh Dr. _____________ Tanggal Diagnosa ______________

Hambatan : Keterampilan Komunikasi dan Interaksi baik verbal maupun non verbal, perilaku adaptif

B. PELAKSANAAN PPI
Tanggal rapat Tim : 11 Juli 2007

Tim PPI : Kepala Sekolah,Guru, Komite Sekolah, Orang Tua, Dokter,Psikolog, Pekerja sosial, Dinas Pendidikan

Tanggal Pelaksanaan PPI : 16 Juli 2007

Evaluasi PPI : 2 Desember 2007

C. KEMAMPUAN DAN KEBUTUHAN SISWA

1. Bahasa dan Komunikasi

- Tidak konsisten berbicara dengan kalimat sederhana.

- Tidak konsisten untuk menyampaikan keinginannya menggunakan kalimat sederhana yang baku atau menunjuk, mengambil sesuatu yang

diinginkannya.

- Tidak konsisten mengikuti / merespon perintah sederhana

- Tidak konsisten dalam merespon ketika diajak bicara

- Pola bermain menunjukkan tidak mampu berinisiatif menggabungkan diri dalam permaianan dengan orang lain dan kemampuan bermain imajinatifnya

tidak sesuai dengan tingkat perkembangannya

2. Perilaku adaptif

- Dapat mengikuti aturan main di kelas; berbaris ketika mau masuk kelas, duduk ketika mengerjakan tugas dan mau diarahkan guru

- Dapat pergi ke toilet sendiri ketika hendak buang air kecil (BAK), mampu mencuci tangan sendiri dan menghabiskan bekalnya sewaktu istirahat.
3. Kognitif

- Dapat membaca

- Dapat mengerjakan soal matematika penjumlahan satu digit

- Pada tugas-tugas yang menuntut rentang perhatian dan konsentrasi tinggi anak kurang kooperatif

4. Sosial Emosi

- Mampu berlaku wajar terhadap kontak fisik (tidak ketakutan)

- Tidak konsisten untuk mempertahankan kontak mata ketika bicara atau diajak bicara

- Tidak konsisten untuk mengkomunikasikan emosi melalui ekspresi wajah

- Reaksi terhadap kehadiran teman sebaya masih minim

- Kurang berinisiatif untuk berinteraksi dan memelihara pertemanan

- Minat sangat terbatas terhadap rutinitas kegiatan di sekolah (lebih suka menyendiri dan melakukan aktivitas bermain sendiri)

- Belum menunjukkan minat untuk berbagi kesenangan mengenai benda atau aktivitas

- Masih menunjukkkan perilaku impulsif bila melihat sesuatu yang diinginkan, misal dengan; merebut dan berteriak

5. Motorik

- Motorik halus keadaannya cukup berkembang : dapat menulis, mewarnai, memasang puzzle

- Gerakan motorik yang berulang-ulang seperti bertepuk-tepuk tangan dan menggeleng-gelengkan kepala akan meningkat jika merasa terganggu

sehingga perlu diarahkan kepada aktivitas yang fungsional/produktif

- Melakukan aktivitas yang sama secara berulang-ulang misalnya mencoret-coret dikertas sehingga perlu diarahkan minatnya pada yang lain
- Gerakan fisik kaku dan terbatas

6. Kesehatan

- Tidak ada alat bantu medis yang digunakan anak saat ini

- Mengkonsumsi vitamin atas anjuran dokter

D MODIFIKASI LINGKUNGAN DAN SUMBER BELAJAR

- Lingkungan dan sumber belajar diciptakan agar anak terlibat aktif dalam kelompok, alat-alat bantu pembelajaran disarankan banyak menggunakan struktur

yang visual baik berupa foto, gambar, dan simbol-simbol kegiatan konkret anak di sekolah

- Penggunaan jadwal aktivitas yang diindividualkan bagi anak di sekolah dan menurunkannya ke dalam task analysis sangat membantu anak memprediksi

kejadian-kejadian dan tuntutan yang diharapkan dari lingkungan sekitar anak di kelas

- Beri arahan agar siswa dapat berinisiatif untuk berinteraksi secara verbal maupun non verbal

- Keterarah wajahan harus tetap diperhatikan agar siswa dapat tetap konsentrasi dan memperhatikan

- Peningkatan kemampuan sensori motor melalui aktivitas bermain sesuai usia, aktivitas olah raga dan hobby
E. PROGRAM PEMBELAJARAN : BAHASA INDONESIA

KOMPETENSI DASAR MODIFIKASI LAYANAN & ALAT PENILAIAN


INDIKATOR PROGRAM PELAYANAN
PENCAPAIAN BANTU
(TUJUAN JANGKA
STANDAR PANJANG)
KOMPETENSI Frekw Frekw
KOMPETENSI
ensi& ensi&
Jenis Tempat Jenis Tempat Kriteria Prosedur Jadwal
(TUJUAN JANGKA Duras Duras
PENDEK) i i

Mendengarkan - Mendengarkan - Mengarahkan Setting Setiap Ruang Duduk dilantai 6X Ruang 80 % Observasi Senin
inklusi hari kelas III mengelilingi semin Kelas III keberhasila
1. Memahami sewaktu guru wajahnya ketika guru ggu n pada Grafik Selasa
pesan pendek Selam mendengarkan akhir
dari cerita menceritakan mendengarkan a jam Rabu
penjelasan semester
yang pelajar
disampaikan - Melaksanakan kegiatan penjelasan ceritera / ceritera/ tema Kamis
an menggunakan
guru.
sesuai petunjuk tema yang alat bantu Jumat
pembelajaran
disampaikan guru Sabtu
(gambar,
- Merespon instruksi miniatur benda,
sederhana dari guru audio visual)
yang diturunkan dari

ceritera/ tema yang

sedang dijelaskan

Berbicara - Menceritakan - Menggunakan kalimat Setting 2X Ruang Pengajaran 2X Ruang 80 % Observasi Rabu
pengalaman sederhana ketika inklusi semin kelas III individual semin kelas III keberhasila
2. Menjelaskan berbicara ggu ggu n pada Grafik Sabtu
atau - Menjelaskan urutan menggunakan akhir
menceritakan - Melakukan rutininats Selam alat bantu
sesuatu suatu kegiatan sederhana di kelas a 4JP pembelajaran semester
(@ (jadwal
- Mendeskripsikan 35’) bergambar atau
benda atau orang dalam kartu-kartu pias)
cerita sederhana

Menulis - Menyelesaikan lembar - Mempraktekkan Setting Setiap Ruang Bantuan Setiap Ruang 80 % Observasi Senin s.d
kerja yang diberikan aktivitas-aktivitas di inklusi hari kelas III langsung berupa hari kelas III keberhasila Sabtu
3. Menulis guru kelas selama instruksi dalam n pada Grafik
karangan
jam sederhana atau jam akhir
sederhana - Menulis berdasarkan - Melengkapi lembar pelajar model dari guru belajar semester
berdasarkan pengalamannya yang kerja sederhana dari
pengalaman
an dan
konkret guru secara mengenai menggunakan
konkret sehari-
urutan aktivitas di kelas alat bantu
hari di kelas
pembelajaran
(jadwal
bergambar atau
kartu-kartu pias)
F. DUKUNGAN UNTUK STAF SEKOLAH

- Dukungan internal berupa kesempatan staf sekolah untuk meningkatkan kompetensinya dalam setting pendidikan inklusif (penataran, seminar,studi

banding, sertifikasi)

- Dukungan eksternal :berupa kerjasama dan kolaborasi multi disipliner dari kelompok profesi tertentu (paedagog / Guru Pendidikan Khusus, psikolog,

dokter, Pekerja Sosial)

G. LAPORAN

Perkembangan siswa dalam mencapai tujuan akan dilaporkan kepada

1. Orang tua :

- Pertemuan antara guru dan orang tua dilaksanakan setiap bulan

- Laporan tertulis setiap 3 bulan sekali

2. Kepala Sekolah

Setiap semester sebagai bahan kajian untuk perbaikan teknis asesmen dan intervensi serta pengayaaan bagi guru

3 Para ahli :

Diberikan setiap 6 bulan sekali, sebagai bahan pertimbangan bagi para ahli dalam memberikan saran kepada staf sekolah
H. SARAN-SARAN

- Siswa ditempatkan dikelas dengan setting inklusi

- Orang tua perlu terlibat secara intensif

- Perlu Guru Pendidikan Khusus (GPK) sebagai konsultan untuk mengembangkan asesmen, kurikulum, merancang pengelolaan kegiatan belajar menga

jar, memberikan saran dalam pengadaan dan pengelolaan sarana prasarana yang sesuai dengan kebutuhan siswa.

- Koordinasi dan kolaborasi dengan resource center terdekat

I. TIM PENGEMBANG PPI

Orang Tua : --

Kepala Sekolah : --

Guru Sekolah Umum : --

Guru Sekolah Khusus : ---

Psikolog : --

Pekerja sosial : --

Staf Dinas Pendidikan : --


DAFTAR PUSTAKA

American Association on Mental Retardation (2002). Diagnostic and Statistical Manual of


Mental Disorder (4th ed.), Washington, DC: Author.

American Speech-Language-Hearing Association. (1993). Definition of Communication


Disorder and Variations. ASHA.

Bauer, D. R.., Keefe, C. H., and Shea, T. M. (2001). Students with Learning Disabilities or
Emotional and Behavioral Disorders, Upper Saddle River, NJ: Merril.

Bigge, J. L. (1991). Teaching Individuals with Physical and Multiple Disabilities (3rd ed.),
New York: Merril.

Christian Blind Mission/CBM (2012:3) Inclusion Made Easy – A Quick Program Guide to
Disability and Development.

Depdiknas (2007). Rekapitulasi Data Sekolah Luar Biasa Negri dan Swasta TKLB, SDLB,
SMPLB, SMALB di seluruh Indonesia 2006/7. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen
Sekolah Dasar dan Menengah, Direkktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa.

Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa (2006). Identifikasi Anak Berkebutuhan


Pendidikan Khusus dalam Pendidikan Inklusif.

Depkes RI (2008). Riset Kesehatan Dasar 2007: Laporan Nasional. Jakarta: Badan Penelitian
dan Pengembangan, Depkes RI.

JICA (2002). Country profile on Disability: Republic of Indonesia. Jakarta: JICA, Planning
and Evaluation Department.

Kartari, D.S. (1991). A Study on Disability in Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran, No. 72.
hlm. 51-56.

L. A. Kurtz, P. W. Dowrick, S. E. Levy & M. L. Batshaw (Eds.), Handbook of


Developmental Disabilities. Gaithersburg, MD: Aspen.

Marjuki (t.t). Penyandang cacat berdasarkan klasifikasi ICF. Kepala Badan Penelitian dan
Pendidikan, Kemensos RI.

Nakata (2006). Japanese Education System, Center for Research on International


Cooperation in Educational Development (CRICED), University of Tsukuba, Japan.

Newcomer, P. (2003). Understanding and teaching emotionally disturbed children and


adolescents (3rd ed.). Austin, TX: ProEd.
UN ESCAP (2009). Disability at a glance 2009: A profile of 36 countries and areas in Asia
and the Pacific. New York: Economic and Social Commission for Asia and the Pacific.

UNICEF (2007) Promoting the Rights of Children with Disabilities.

United Nations (2012). Factsheet on persons with disabilities

UU RI No. 4 Tahun 1977 Tentang Penyandang Cacat

Anda mungkin juga menyukai