Dosen Pengampu
Sheyla Nichlatus Sovia, Lc., M.Ag.
Oleh
Widya Retno Putri
211317079/ IPA C
0
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadits merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah Al-Qur’an. Ilmu
hadits adalah suatu ilmu tentang sabda, perbuatan, ketepatan, gerak-gerik dan
bentuk jasmaniyah Rasulullah SAW beserta sanad – sanadnya dan ilmu
pengetahuan untuk membedakan kesahihan, kehasanan dan kedha’ifannya
daripada lainnya, baik secara matan maupun sanadnya. Penghimpunan dan
periwayatan hadits tidak bersifat konvensional, tetapi dihimpun dan
diriwayatkan melalui tulisan dan riwayat dengan beragam bentuknya
berdasarkan kaidah – kaidah yang paling akurat. Suatu hadits tidak akan
diterima, kecuali bila pembawanya memenuhi syarat – syarat yang amat rumit
yang telah ditetapkan oleh ulama’ jumhur. Adapun salah satu ilmu yang
sangat berpengaruh dalam pemeliharaan, penejlasan, pemahaman, dan
pengenalan terhadap para perawi hadits adalah tahammul wa ‘ada’ul hadits.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja syarat dalam penerimaan hadits (tahammul)?
2. Apa saja syarat dalam penerimaan hadist (ada’)?
3. Bagaimana shighot dalam proses tahammul wal ‘ada dan kualitas
persambungannya?
BAB II
1
PEMBAHASAN
2
seperti ini, jumhur ahli hadits, ahli ushul dan ahli fikih menetapkan beberapa
syarat bagi periwayatan hadits sebagai berikut:
1. Islam
Pada waktu meriwayatkan suatu hadits, maka seseorang perawi harus
muslim dan menurut ijma periwayatan kafir tidak sah.
2. Baligh
Baligh yang dimaksud adalah perawinya cukup usia ketika ia
meriwayatkan hadits, walaupun penerimaannya sebelum baligh. 6 Usia
baligh merupakan usia dugaan adanya kemampuan menangkap
pembicaraan dan memahami hukum-hukum syari’at, karena pada
umumnya tidak dijumpai kemampuan menangkap pembicaraan dan
berakal sebelum usia baligh. Ulama mengecualikan penerimaan riwayat
dari anak di bawah usia baligh, karena khawatir akan kedustaannya.
Kemudian, syara’ juga tidak memberikan kekuasaan bagi anak kecil dalam
masalah keduniaannya, apalagi dalam masalah agama.
3. Adil (‘Adalah)
Adil yang dimaksud adalah suatu sifat yang melekat pada jiwa
seseorang yang menyebabkan orang yang mempunyai sifat tersebut tetap
taqwa, menjaga kepribadian, menjauhkan diri dari dosa besar dan sebagian
dosa kecil, serta menjauhkan diri dari hal-hal yang mubah.
4. Dhabit
Dhabit yaitu keterjagaan seorang perawi ketika menerima hadits dan
memahaminya ketika mendengarkan serta menghafalnya sejak menerima
sampai menyampaikannya kepada orang lain.7 Dhabit mencakup hafalan
dan tulisan. Adapun cara mengetahui kedhabitan seorang perawi adalah
dengan membandingkan haditsnya dengan hadits perawi-perawi yang lain
yang tsiqat, dhabit, dan teguh. Bila ia sejalan dengan mereka dalam hal
riwayat pada umumnya meski hanya dari segi makna, maka ia dinilai
dhabit.
6
Ibid.
7
Muhammad ‘Ajaj Al-Khatib, Ushul Al-Hadits, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 203.
3
Para ulama ahli hadis menggolongkan metode menerima suatu
periwayatan hadis menjadi delapan macam:
a. Al-Sima’
Al-Sima’ yaitu suatu cara penerimaan hadis dengan cara
mendengarkan sendiri dari perkataan gurunya dengan cara didektekan baik
dari hafalannya maupun tulisannya. Menurut jumhur ahli hadis cara ini
merupakan cara penerimaan hadis yang paling tinggi tingkatannya, sebab
terjamin kebenarannya dan terhindar dari kesalahan dibanding cara cara
lainnya.8 Lafadz-lafadz yang digunakan oleh rawi dalam menyampaikan
hadis atas dasar sama’ adalah:
8
Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakata: Rajagrafindo PERSADA, 2013).
4
dan Jumhur ulama memandang bahwa al-sama’ lebih tinggi derajatnya
dibanding dengan cara al-qira’ah.9 Lafadz-lafadz yang digunakan untuk
menyampaikan hadis-hadis yang berdasarkan al-qir’ah diantaranya:
5
( ﺤﺩﺜنا مناوﻟﺔtelah menyampaikan riwayat kepadaku secara munawalah)
( أﺨبﺭنايي مناوﻟﺔيي ﺇﺠاﺯةtelah menyampaikan berita kepadaku secara
munawalah disertai ijazah
e. Al-Mukātabah
Al-mukātabah yaitu seorang guru menuliskan sendiri atau menyuruh
orang lain untuk menuliskan sebagian hadisnya guna diberikan kepada
murid yangada dihadapannyaatau yang tidak hadir dengan jalan dikirimi
surat melalui orang yang dipercaya untuk menyampaikannya. 12 Metode
Mukatabah apabila disertai ijazah maka hukumnya sah dan mempunyai
martabat kuat, sedangkan mukatabah yang tidak disertai ijazah
menimbulkan perbedaan pendapat tentang sah dan tidaknya. adapun
ungkapan untuk metode ini yaitu :
( كتابييﺔ فلنا حييدثنىseseorang telah bercerita padaku dengan surat
menyurat)
( كتابﺔ فلنا أخبرنىseseorang telah mengkhabarkan padaku)
f. Al-I’lam
Al-i’lam yaitu pemberitahuan seorang guru kepada muridnya, bahwa
hadis yang diriwayatkannya dia terima dari seseorang (guru) dengan tanpa
memberikan izin kepada muridnya untuk meriwatkannya. Dalam hal ini,
mayoritas ulama mengatakan bahwa metode ini di anggap sah, sekalipun
sebagian kecil menganggapnya tidak sah.13 Lafadz-lafadz yang dipakai
adalah :
12
Ibid.
13
Badri Khaeruman, Ulum Al-Hadis, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010)
6
mengamalkan hadis yang diriwayatkan dengan cara ini.14 Lafadz yang
digunakan ialah :
( بكذا فلنا حدثنىseseorang telah memberitahukan kepadaku begini)
h. Al-Wijadah
Al-wijadah yaitu seorang memperoleh hadis orang lain dengan
mempelajari kitab-kitab hadis, tetapi ia tidak mengenal sang guru
tersebut. Haditsnya pun belum pernah didengar ataupun ditulis oleh si
perawi. Para ulama berpendapat mengenai cara ini. Kebanyakan ahli hadis
dan ahli fiqih dari madzab malikiyah tidak memperboleh meriwayatkan
hadis dengan cara ini. Imam syafi’i dan segolong pengikutnya
memperbolehkan beramal dengan hadis dengan periwayatannya melalui
cara ini. Ibnu Al-shalah mengatakan, bahwa sebagaian ulama muhaqqiqin
mewajibkan mengamalkan bila diyakini kebenarannya.15 Lafadz-lafadz
yang digunakan adalah:
قﺭأت بﺨﻁ فلناﻜﺫ (aku telah membaca hadits tulisan seorang guru).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jumhur ulama ahli hadits berpendapat bahwa penerimaan periwayatan
suatu hadits oleh anak yang belum sampai umur (belum mukallaf) dianggap
sah bila periwayatan hadits tersebut disampaikan kepada orang lain pada
waktu sudah mukallaf. Jumhur ahli hadits, ahli ushul dan ahli fikih
menetapkan beberapa syarat bagi periwayatan hadits sebagai berikut:
14
Tihammi M.A, Ulumul Hadits, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010)
15
Tihammi M.A, Ulumul Hadits, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010)
1. Islam
2. Baligh
3. Adil (‘Adalah)
4. Dhabit
Para ulama ahli hadis menggolongkan metode menerima suatu
periwayatan hadis menjadi delapan macam yaitu Al-Sima’, Al-Qira’ah “Ala
Al-Syaikh atau ‘Aradh Al-Qira’ah, Al-Ijāzah, Al-Munāwalah, Al-
Mukātabah, Al-I’lam, Al-Wāsiyāh, dan Al-Wijadah.
B. Saran
Demikianlah makalah mengenai materi rasm utsmani, tentunya banyak
kekurangan dan kelemahan kerena terbatasnya pengetahuan kurangnya
rujukan atau referensi yang saya peroleh hubungannya dengan makalah ini
Penulis banyak berharap kepada para pembaca yang budiman memberikan
kritik saran yang membangun kepada saya demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis para pembaca khusus
pada penulis.
8
DAFTAR PUSTAKA