Anda di halaman 1dari 64

PENYIMPANAN JERUK SIAM (Citrus nobilis L.

) SETELAH
PROSES DEGREENING

NUZLUL MUSDALIFAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penyimpanan Jeruk


Siam (Citrus Nobilis L.) Setelah Proses Degreening adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor

Bogor, Agustus 2016

Nuzlul Musdalifah
NIM F152130071
RINGKASAN

NUZLUL MUSDALIFAH. Penyimpanan Jeruk Siam (Citrus Nobilis L.) Setelah


Proses Degreening. Dibimbing oleh Y ARIS PURWANTO dan ROEDHY
POERWANTO.

Buah jeruk siam memiliki warna kulit yang hijau meskipun telah matang
di pohon. Untuk menghasilkan warna jingga pada kulit buah diperlukan
penanganan pascapanen dengan penerapan metode degreening. Selain itu,
diperlukan penyimpanan untuk memperpanjang umur simpan. Penelitian ini
bertujuan: 1) Menentukan pengaruh suhu dan lama penyimpanan buah jeruk hasil
degreening, 2) Menganalisis perubahan fisiologi selama penyimpanan. Perlakuan
chilling dan non chilling merupakan perlakuan awal pascapanen sebelum proses
degreening. Perlakuan degreening dilakukan dengan pemaparan gas etilen 200
ppm, suhu 20 oC selama 48 jam. Selanjutnya, jeruk hasil degreening disimpan
pada suhu 10 oC , 15 oC, 20 oC, dan suhu ruang. Pengukuran kuantitatif dilakukan
setiap tiga hari sekali selama penyimpanan yang mencakup susut bobot, warna
(CCI), kekerasan, total padatan terlarut, vitamin C dan total asam.
Hasil penelitian menunjukkan penggunaan gas etilen pada proses
degreening secara efektif dapat mendegradasi klorofil pada kulit buah jeruk
kemudian menghasilkan warna jingga. Perlakuan chilling dan non chilling pada
buah jeruk hasil degreening berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap susut bobot dan
total padatan terlarut. Sedangkan pada nilai CCI, kekerasan, total asam dan
vitamin C tidak berpengaruh nyata (p>0.05). Perlakuan suhu penyimpanan pada
buah hasil degreening berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap nilai CCI, susut
bobot, kekerasan, dan total asam. Sedangkan pada vitamin C dan total padatan
terlarut tidak berpengaruh nyata (p>0.05). Perlakuan penyimpanan menunjukkan
pengaruh yang nyata (p<0.05) terhadap semua parameter kualitas buah. Nilai CCI,
susut bobot dan total padatan terlarut menunjukkan peningkatan, sedangkan nilai
kekerasan, vitamin C dan total asam mengalami penurunan. Perubahan nilai CCI
selama 42 hari penyimpanan pada suhu 10 oC menghasilkan nilai CCI dari 0.168
menjadi 10.046 dengan warna optimum yang dihasilkan adalah jingga cerah.

Kata kunci: chilling and non chilling, degreening, gas etilen, jeruk siam,
penyimpanan.
SUMMARY

NUZLUL MUSDALIFAH. Storage of Citrus (Citrus Nobilis L.) cv. Siam after
Degreening. Supervised by Y ARIS PURWANTO dan ROEDHY
POERWANTO.

Citrus cv. Siam has green peel color despite having been matured in the tree.
Degreening process may applied to change peel color from green to orange. The
objectives of this study were: 1) to determine the effect of temperature and storage
period after degreening on the change in qualities of citrus cv. Siam, and 2) to
analyze the physiology change of citrus during storage. Chilling and non chilling
treatments were applied before degreening process. Ethylene gas concentration of
200 ppm, temperature of 20 oC, exposure time of 48 hours were set as degreening
condition. After being treated, the samples of citrus were then stored at cold
storage with temperature of 10, 15 and 20 oC. As the control, the samples of citrus
were placed in room temperature. The changes in weight loss, CCI, firmness, total
soluble solid, vitamin C, and total acid were measured every 3days during storage
period.
The results showed that the use of ethylene gas during degreening process
effectively in reducing of chlorophyll in citrus peel. The apperance of peel color
became orange. Chilling and non chilling treatment before degreening affect
significantly (p<0.05) on weight loss and total soluble solid of citrus. CCI,
firmness, total acid and vitamin C had no effect significantly (p>0.05). Storage
period affect significantly (p<0.05) on CCI, weight loss, firmness, and total acid.
Vitamin C and total soluble solid had no effect significantly (p>0.05). Storage
period showed effect significantly (p<0.05) for all quality factors. CCI, weight
loss and total soluble solid increased during storage, however, firmness, vitamin
C, and total acid decreased. For those citrus stored at 10oC after 42 days storage,
CCI changed from 0.168 to 10.046 and the peel color of citrus became optimum
orange.

Keywords : chilling and non chilling, ethylene gas, degreening, citrus cv. Siam,
storage.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
PENYIMPANAN JERUK SIAM
(Citrus nobilis L.) SETELAH PROSES DEGREENING

NUZLUL MUSDALIFAH

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memeperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Pascapanen

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr
PRAKATA

Puji dan syukur penulis Panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkah
dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Mei sampai Juli 2015 ini ialah Penyimpanan Jeruk
Siam (Citrus Nobilis L.) Setelah Proses Degreening.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Y Aris Purwanto, MSc dan
Prof Dr Ir Roedhy Poerwanto, MSc selaku pembimbing yang telah banyak
memberi arahan dan bimbingan, membagi ilmu pengetahuan dan memberi
semangat kepada penulis selama menjadi mahasiswi. Selain itu, penulis juga
menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr selaku dosen
penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun untuk
perbaikan tesis ini. Penghargaan penulis sampaikan kepada Kepala Pusat Kajian
Hortikultura Tropika beserta pegawai dan teknisi di Laboratorium Pascapanen
Ungkapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada ayah, ibu, serta seluruh
keluarga atas doa, dukungan dan semangat yang telah diberikan selama penulis
menyelesaikan studi di Program Studi Teknologi Pascapanen. Rasa terima kasih
juga kepada DIKTI atas beasiswa BPPDN yang diberikan kepada penulis serta
rekan sejawat yang membantu penulis selama melaksanakan penelitian dan rekan-
rekan seangkatan TPP 2013 untuk segala dukungan, doa, kerjasama dan
kebersamaannya.
Semoga karya ilmiah ini manfaat.

Bogor, Agustus 2016

Nuzlul Musdalifah
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiii


DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiv
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Hipotesis 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
Manfaat Penelitian 3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Degreening 3
Etilen 4
Suhu dan Durasi Pemaparan pada Proses Degreening 4
Pembentukan Warna Jingga pada Kulit Jeruk 5
Penyimpanan Suhu Rendah 5
3 METODE
Waktu dan Tempat 6
Bahan dan Alat 6
Rancangan Penelitian 6
Prosedeur Penelitian 7
Pengukuran Kuantitatif 8
Warna 8
Total Klorofil dan Karotenoid 10
Susut Bobot 10
Kekerasan 10
Total Padatan Terlarut 11
Total Asam 11
Vitamin C 11
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Warna Buah Setelah Degreening 12
Pengaruh Degreening terhadap Perubahan Skor Warna 22
Perubahan Total Klorofil dan Karotenoid 22
Susut Bobot 24
Kekerasan 25
Total Padatan Terlarut 27
Vitamin C 29
Total Asam 30
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan 31
Saran 32
DAFTAR PUSTAKA 32
LAMPIRAN 36
RIWAYAT HIDUP 50
DAFTAR TABEL
1. Pedoman deskripsi warna kulit buah berdasarkan skor dalam Citrus
Color Chart (CCC), nilai L*, a*, b*, CCI dan °Hue 9
2. Perubahan warna jeruk hasil degreening dengan perlakuan chiller pada
suhu 10 oC selama penyimpanan 14
3. Perubahan warna jeruk hasil degreening dengan perlakuan chiller pada
suhu 15 oC selama penyimpanan 15
4. Perubahan warna jeruk hasil degreening dengan perlakuan chiller pada
suhu 20 oC selama penyimpanan 16
5. Perubahan warna jeruk hasil degreening dengan perlakuan chiller pada
suhu 27 oC selama penyimpanan 17
6. Perubahan warna jeruk hasil degreening non chiller pada suhu 10 oC
selama penyimpanan 18
7. Perubahan warna jeruk hasil degreening non chiller pada suhu 15 oC
selama penyimpanan 19
8. Perubahan warna jeruk hasil degreening non chiller pada suhu 20 oC
selama penyimpanan 20
9. Perubahan warna jeruk hasil degreening non chiller pada suhu 27 oC
selama penyimpanan 21
10. Skor perubahan jeruk hasil degreening dengan perlakuan chiller dan
non chiller 22

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram Alir Prosedur Penelitian 8


2 Nilai Citrus Color Index (CCI) buah jeruk dengan perlakuan chiller 13
3 Nilai Citrus Color Index (CCI) buah jeruk non chiller 13
4 Total Klorofil dan Karotenoid 23
5 Susut bobot buah jeruk dengan perlakuan chiller 25
6 Susut bobot buah jeruk dengan perlakuan non chiller 25
7 Kekerasan buah jeruk dengan perlakuan chiller 26
8 Kekerasan buah jeruk dengan perlakuan non chiller 27
9 Total padatan terlarut buah jeruk dengan perlakuan chiller 28
10 Total padatan terlarut buah jeruk dengan perlakuan non chiller 28
11 Vitamin C buah jeruk dengan perlakuan chiller 29
12 Vitamin C buah jeruk dengan perlakuan non chiller 30
13 Total asam buah jeruk dengan perlakuan chiller 31
14 Total asambuah jeruk dengan perlakuan non chiller 31
DAFTAR LAMPIRAN

1 Tabel Analisis Sidik Ragam Total Asam Berdasarkan SPSS 16.0 37


2 Tabel Analisis Sidik Ragam CCI Berdasarkan SPSS 16.0 39
3 Tabel Analisis Sidik Ragam Kekerasan Berdasarkan SPSS 16.0 41
4 Tabel Analisis Sidik Ragam Susut Bobot Berdasarkan SPSS 16.0 43
5 Tabel Analisis Sidik Ragam TPT Berdasarkan SPSS 16.0 45
6 Tabel Analisis Sidik Ragam Vitamin C Berdasarkan SPSS 16.0 47
7 Tabel Uji Lanjut Pengaruh Perlakuan Suhu Selama Penyimpanan 49
1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jeruk siam merupakan salah satu jenis jeruk yang banyak dikembangkan di
Indonesia karena produksinya tinggi dan potensi yang cukup besar untuk
dikembangkan. Sekitar 70-80% jeruk yang dikembangkan di Indonesia adalah
jeruk siam dan sisanya adalah jeruk keprok. Permintaan pasar terhadap komoditas
ini cukup baik seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, pendapatan, dan
kesadaran masyarakat terhadap nilai gizi. Penanganan pascapanen yang masih
dilakukan secara sederhana menyebabkan buah jeruk siam sulit untuk memenuhi
persyaratan standar mutu buah ekspor (Qomariah et al. 2013; Ramadhani et al.
2015).
Produksi jeruk siam untuk Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2014
sebanyak 147.105 ton atau 78.66% (Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
2015). Data dari Dinas Pertanian Kabupaten Sambas menunjukkan produksi jeruk
terbanyak berada di Kecamatan Tebas. Jeruk asal Kabupaten Sambas ini
dinamakan jeruk siam pontianak (Citrus nobilis var. Microcarpa). Ciri jeruk yang
telah mencapai fase kematangan internal ditandai dengan rasa buah yang manis
namun kulit eksternal buah masih hijau. Menurut Poerwanto dan Susila (2014)
menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi daya tarik konsumen
terhadap buah jeruk adalah kulit buah jeruk yang berwarna jingga memiliki
peminat yang lebih tinggi dibandingkan dengan kulit buah yang berwarna hijau.
Porat (2008) menyatakan bahwa degreening merupakan perlakuan pascapanen
yang dapat memperbaiki warna kulit buah jeruk dengan mempercepat perubahan
warna eksternal jeruk dari hijau menjadi jingga seragam. Etilen eksogen dalam hal
ini adalah gas etilen pada buah jeruk dapat mendegradasi pigmen hijau (klorofil)
pada kulit buah sehingga akan membentuk pigmen jingga (karotenoid) (Mayuoni
et al. 2011; Ramadhani et al. 2015; Arzam et al. 2015).
Penyebab warna kulit jeruk siam dataran rendah tetap berwarna hijau atau
kuning meskipun telah matang diakibatkan oleh kegagalan pembentukan warna
jingga. Penyebab kegagalan pembentukan warna jingga pada daerah tropis adalah
karena pigmen β-citraurin yang merupakan pemicu munculnya warna merah tidak
terbentuk yang terbentuk hanya β-cryptoxanthine yang merupakan pigmen warna
kuning. Pembentukan warna jingga pada kulit jeruk disebabkan oleh dua zat
warna, yaitu β-citraurin dan β-criptoxanthin. β-citraurin membuat warna kulit
jeruk menjadi kemerahan, sedangkan β-criptoxanthin membuat warna kulit jeruk
menjadi kuning. Suhu rendah dapat mensintesis karotenoid non-photosintetic dan
memunculkan β-citraurin. Selama proses degreening perubahan warna sensitif
terhadap suhu terutama pada buah yang ditanam pada daerah tropis. Durasi
pemaparan yang tepat akan menghasilkan warna jingga seragam pada kulit buah
(Ramadhani et al. 2015; Arzam et al. 2015).
Komoditas hortikultura umumnya memiliki sifat mudah rusak karena
setelah dipanen komoditas ini masih mengalami proses respirasi, transpirasi dan
pematangan. Buah jeruk memerlukan pendinginan yang relatif cepat untuk
mempertahankan kualitasnya. Penggunaan suhu rendah pada prinsipnya akan
menurunkan semua kegiatan metabolisme. Penyimpanan merupakan salah satu
2

teknologi pascapanen yang tepat agar umur simpan buah dapat bertahan lama
(Handoko et al. 2005). Penyimpanan dengan suhu rendah dapat menghambat
kerusakan fisiologis, penguapan, serta aktivitas mikroorganisme yang
mengganggu sehingga mutu serta kualitas buah dari mulai panen sampai diterima
di tangan konsumen masih tetap terjaga. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menentukan suhu penyimpanan serta lama penyimpanan yang optimum pada buah
jeruk siam pontianak hasil degreening.

Perumusan Masalah

Buah jeruk siam pada umumnya berwarna hijau kekuningan dan tidak
seragam. Untuk memberikan nilai tambah, aplikasi teknologi degreening dapat
memperbaiki warna kulit jeruk siam dari hijau menjadi warna jingga yang
seragam. Masalah yang akan diteliti terkait pengaruh chilling terhadap lama
penyimpanan buah jeruk hasil degreening serta menentukan suhu penyimpanan
yang optimum untuk buah jeruk hasil degreening. Dengan demikian diharapkan
mengurangi jeruk impor di pasaran dan harapannya dapat meningkatkan daya
saing produk impor. Berdasarkan beberapa masalah tersebut diatas, maka
perlakuan pascapanen perlu diperbaiki sehingga memperpanjang umur simpan
buah jeruk siam.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji proses penyimpanan pada jeruk


hasil degreening dengan penggunaan etilen. Secara khusus penelitian ini bertujuan
untuk:
1. Menganalisis pengaruh perlakuan chilling dan non chilling
2. Menganalisis pengaruh suhu penyimpanan terhadap buah jeruk hasil
degreening
3. Menentukan suhu penyimpanan dan lama penyimpanan buah hasil degreening
yang optimum
4. Menganalisis perubahan fisiologi selama penyimpanan

Hipotesis

Perlakuan chilling berpengaruh terhadap penyimpanan buah jeruk hasil


degreening serta penggunaan suhu tertentu dapat memperpanjang umur simpan
buah jeruk hasil degreening.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dan batasan penelitian ini mencakup penerapan chilling


setelah pemanenan, aplikasi degreening untuk memberikan warna yang seragam
3

pada buah jeruk dan menganalisis perubahan fisiologi buah selama proses
penyimpanan.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai


alternatif penerapan teknologi penanganan pascapanen untuk memperpanjang
umur simpan pada buah jeruk hasil degreening dan mampu untuk bersaing dengan
produk impor.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Degreening

Buah jeruk termasuk kategori buah non-klimakterik. Buah non klimaterik


tidak akan menunjukkan perubahan (peningkatan) laju produksi etilen dan CO2
setelah dipanen, artinya buah jeruk harus dipanen setelah masak di pohon karena
tidak mengalami pemasakan pascapanen (Iglesias et al. 2007). Selama
pematangan hingga fase senescene, jeruk akan menunjukkan pola respirasi dan
produksi etilen yang rendah (Mullins et al. 2000).
Degreening dilakukan untuk memperbaiki warna kulit jeruk yang
berwarna hijau menjadi jingga pada daerah tropis. Pada negara yang beriklim
tropis, jeruk tidak menampakkan warna yang menarik pada saat matang, hal inilah
yang menyebabkan jeruk tropika memerlukan perlakuan degreening (Ladaniya
2008). Degreening dengan etilen dapat merangsang proses pematangan terkait
dalam jaringan kulit, seperti perusakan warna hijau pada pigmen klorofil sehingga
akan menghasilkan warna jingga pada jeruk (Mayuoni et al. 2011). Aplikasi
degreening dengan etilen eksogen tidak hanya menginduksi perubahan warna
yang diinginkan, tetapi juga menghasilkan efek yang tidak diinginkan seperti
mempercepat penuaan pada buah (Sdiri et al. 2012). Proses degreening tidak akan
berpengaruh terhadap bagian dalam jeruk seperti gula dan asam (Handoko et al.
2005). Degreening dengan waktu pemaparan 48 jam, temperatur suhu 20 °C
memberikan pengaruh yang signifikan selama proses degreening dengan
menghasilkan warna jingga tanpa mempengaruhi rasa jeruk (Kitagawa et al 1999;
Yamauchi et al. 2008; Mayuoni et al. 2011). Selama proses pemaparan
kelembaban (70-90%) tidak mempengaruhi perubahan warna meskipun demikian
selalu disarankan degreening dalam kelembaban tinggi (lebih dari 90%) untuk
mencegah pengerutan (Cohen 1998). Kombinasi optimal RH dan temperatur
bervariasi pada setiap spesies jeruk yang berbeda dengan konsentrasi etilen 100-
250 ppm (Ahrens dan Barmore 2001). Degreening biasanya dilakukan dengan
aplikasi etilen pada konsentrasi rendah selama penyimpanan pada suhu kamar, RH
90-95% selama 24-27 jam. Konsentrasi umum yang digunakan kurang dari 500
ppm. Cara aplikasinya dengan perendaman/pencelupan maupun dengan
penyemprotan gas etilen pada buah. Untuk mendapatkan teknik aplikasi yang
4

paling tepat untuk jeruk tertentu perlu dilakukan percobaan, karena setiap kultivar
mempunyai respons yang berbeda (Poerwanto dan Susila 2014).

Etilen (C2H4)

Etilen merupakan hormon tumbuh yang diproduksi dari hasil metabolisme


normal dalam tanaman. Etilen berperan dalam pematangan buah dan kerontokan
daun. Etilen disebut juga ethane. Senyawa etilen pada tumbuhan ditemukan dalam
fase gas, sehingga disebut juga gas etilen. Gas etilen tidak berwarna dan mudah
menguap. Etilen pada proses degreening digunakan dalam bentuk gas atau dalam
bentuk senyawa yang terurai dalam jaringan buah, yang lebih mengarah untuk
menigkatkan kualitas eksternal buah. Etilen digunakan untuk mempercepat dan
meyeragamkan pemasakan serta membuat warna jeruk seragam dan lebih menarik
(Poerwanto dan Susila 2014). Etilen memiliki struktur yang cukup sederhana dan
diproduksi pada tumbuhan tingkat tinggi. Pada buah klimaterik penggunaan etilen
bertujuan untuk mempercepat proses pematangan buah (Mckeon et al. 1995).
Pada buah non klimaterik seperti jeruk gas etilen berfungsi untuk merombak
klorofil pada kulit jeruk dan mensintesis pigmen karotenoid. Aktivitas
perombakan tersebut hanya terjadi pada lapisan subepidermal kulit buah. Hasilnya
kulit buah yang semula hijau berubah menjadi jingga tanpa mengubah rasa buah.
Degreening dengan menggunakan gas etilen tidak mengubah nilai gizi jeruk. Gas
etilen tidak mempengaruhi kadar gula total, kadar asam total, dan kadar vitamin
C. Pemberian etilen hanya mengubah tampilan kulit jeruk dari hijau ke jingga
tanpa mengubah rasa dan nilai gizi (Broto et al. 1996).
Gas etilen dialirkan ke dalam ruang degreening bersama dengan udara dan
secara serentak terjadi pertukaran udara dalam proses aliran kontinyu pada suhu
dan kelembaban relatif terkontrol. Metode ini telah digunakan lebih dari lima
dekade dengan beberapa perubahan dan modifikasi untuk meningkatkan efisiensi
dan meminimalkan kerugian (Ladaniya 2008). Degreening pada jeruk ‘Nevel’,
Star Ruby’ dan ‘Satsuma Mandarin’ dipaparkan selama 24, 48, dan 72 jam dalam
ruang penyimpanan pada suhu 20 °C. Hasil yang diperoleh yaitu etilen
meningkatkan perubahan warna dan tidak mempengaruhi total padatan terlarut
dan total asam serta tidak mempengaruhi rasa jeruk (Mayuoni et al. 2011).

Suhu dan Durasi Pemaparan pada Proses Degreening

Perubahan warna selama degreening menyebabkan kerusakan klorofil dan


membiosintesis serta mengembangkan pigmen karotenoid untuk menghasilkan
warna jingga. Beberapa dari hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa
degreening pada suhu mendekati 30 °C menyebabkan kerusakan klorofil yang
cepat, tetapi karotenoid yang tersintesis sangat sedikit sehingga perkembangan
warna jingga tidak banyak (Plaza et al. 2004; Matsumo et al. 2009). Suhu yang
rendah yaitu antara 20-22 °C, lebih cocok untuk mensintesis karotenoid serta
mendapatkan hasil yang memuasakan yaitu warna jingga pada buah jeruk
(Martinez-Javega et al. 2008). Salah satu faktor yang penting untuk
dipertimbangkan dalam proses degreening adalah durasi pemaparan etilen yang
5

diperlukan untuk mencapai warna optimum buah. Warna kulit buah jeruk akan
meningkat sesuai dengan durasi pemaparan etilen yang digunakan selama
degreening. Namun, durasi pemaparan etilen yang panjang akan menimbulkan
efek negatif untuk buah yang mengalami proses degreening. Oleh karena itu,
durasi pemaparan etilen selama degreening harus diminimalkan melalui
pengaturan suhu, konsentrasi etilen dan kelembaban. Untuk menghindari
munculnya perubahan internal buah, durasi pemaparan etilen yang dianjurkan
tidak melebihi 72-96 jam (Martinez-Javega et al. 2008).

Pembentukan Warna Jingga pada Kulit Jeruk

Warna merupakan atribut utama dalam parameter penentuan kualitas


untuk penerimaan konsumen. Matsumo et al. (2009) menyatakan bahwa
perlakuan degreening menggunakan etilen dapat meningkatkan nilai karotenoid
pada kulit jeruk Satsuma. Perubahan pigmentasi kulit disertai dengan perubahan
struktural dalam kloroplas dapat menyebabkan pembentukan kromoplas.
Kromoplas tidak lagi mengandung klorofil atau pigmen fotosintesis tetapi menjadi
tempat utama untuk biosintesis karotenoid (Ramadhani et al. 2015). Perubahan
warna kulit jeruk menjadi jingga disebabkan karena terjadinya sintesis karotenoid
yang bersifat non-photosintetic yaitu β-citraurin yang merupakan pembentuk
warna jingga kemerahan pada kulit jeruk mandarin, akumulasi senyawa ini
ditentukan oleh ketersediaan karotenoid yang bersifat photosintetic (Rodrigo et al.
2013). Pemberian etilen pada suhu 20 °C dapat meningkatkan kandungan
karotenoid dalam flavedo tanpa mempengaruhi kandungan jus. Namun,
pemaparan pada suhu 5 dan 30 °C secara bertahap menurunkan kandungan
karotenoid pada jeruk Satsuma (Matsumoto 2009).
Proses perubahan warna pada jeruk hasil degreening ditandai dengan
hilangnya warna hijau pada kulit buah jeruk karena degradasi struktur klorofil dan
terbentuknya karotenoid. Perubahan zat warna alami biasanya karena proses
degradasi dan sintesis. Hilangnya warna hijau merupakan proses yang kompleks.
Perubahan warna dikarenakan terjadinya pemecahan klorofil sedikit demi sedikit
secara enzimatik (Arzam et al. 2015). Perubahan enzimatik klorofil ini disebabkan
adanya aktivitas enzim klorofilase yang merubah klorofil menjadi klorofilid dan
fitol (Sudjatha dan Wisayinasa 2008).
Klorofil yang mengandung Mg akan menyebabkan munculnya warna
hijau. Hilangnya warna hijau dikarenakan klorofil mengalami degradasi struktur
yang menyebabkan kehilangan Mg. Degradasi tersebut melalui serangkaian proses
yaitu peofitinasi, pembentukan klorofilid dan oksidasi (Andarwulan dan Faradila
2012). Penyebab degradasi klorofil karena perubahan ph yang menyebabkan Mg
terlepas dari struktur klorofil membentuk peofitin dan akhirnya karotenoid
terekspose dan menyebabkan warna karotenoid muncul. Karotenoid pada
kromoplas mengalami peningkatan seiring dengan penurunan klorofil pada
kloroplas (Sudjatha dan Wisaniyasa 2008).
6

Penyimpanan Suhu Rendah

Menentukan daya simpan merupakan salah faktor yang berpengaruh besar


terhadap kualitas dan nilai buah jeruk. Semakin lama penyimpanan buah jeruk,
maka akan menguntungkan pedagang maupun konsumen. Proses penyimpanan
akan menyebabkan terjadinya peningkatan kadar gula, penurunan kadar asam dan
penigkatan kelunakan buah sehingga akan menentukan layak atau tidaknya
diterima oleh konsumen (Sulistyaningrum dan Susanto 2004). Secara umum suhu
penyimpanan yang baik untuk buah-buahan adalah 15-25 °C. Penyimpanan buah
jeruk dilakukan pada suhu sekitar 15 °C tahan disimpan selama 31 hari.
Sistem penyimpanan suhu rendah bertujuan untuk menghambat
pertumbuhan mikroba, memperlambat aktifitas respirasi produk, mencegah
serangga serangga dan mencegah kehilangan air untuk mempertahankan
kesegaran dan bobot produk. Suhu rendah dapat memperlambat laju kerusakan
pada produk hortikultura segar dengan cara memperlambat proses metabolisme
pada produk. Proses metabolisme seperti respirasi dan pembentukan gas etilen dan
akibat yang dapat ditimbulkannya, adalah akibat dari beberapa reaksi enzimatis
sebagai konsekuensi dari produk yang masih segar, yang kecepatannya jauh
menurun pada suhu yang lebih rendah dari suhu lingkungan. Selain itu, proses-
proses lain yang tidak diinginkan terjadi pada produk hortikultura segar seperti
perkecambahan, pertumbuhan akar dan pertumbuhan tunas-tunas baru juga dapat
dicegah pada suhu rendah.

3 METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei – Juli 2015 tempat pelaksanaan
di Laboratorium Pascapanen, Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT).

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah jeruk siam yang
diperoleh dari petani di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Lokasi kebun
terletak pada ketinggian 700 m dpl suhu sekitar 25-30 oC. Buah dipanen pada
umur 6-8 bulan setelah bunga mekar yaitu pada fase kematangan fisiologis.
Kemudian buah jeruk yang telah dipanen ditransportasikan ke Jakarta dengan
menggunakan kontainer berpendingin (chilling) dengan suhu ± 5 oC dan tanpa
pendingin (non chilling) selama dua hari perjalanan. Konsentrasi etilen 200 ppm,
larutan (NaOH) natrium hidroksida 0.1 N dan indikator phenophtalein (pp) 3 tetes
untuk titrasi asam, larutan iod (I2) 0.01 N dan indikator amilum 1 % 3 tetes,
aquades, kertas saring, selang plastik dan plastisin.
Alat yang digunakan adalah wadah degreening, cooling chamber, syringe,
septum, selang plastik, timbangan digital digital AdventurerTM OHAUS AR2130
USA, color reader CR-10 Konica Minolta Sensing Japan, penetrometer,
7

refraktometer PAL-1 ATAGO, gelas ukur, erlenmeyer, pipet tetes, alat pemeras,
buret, termometer digital, corong, dan kamera.

Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang akan digunakan adalah RAL Faktorial, terdiri


dari dua faktor. Faktor α adalah perlakuan chilling dan non chilling. Faktor β
adalah suhu dengan 4 taraf yakni 10 oC, 15 oC, 20 oC dan suhu ruang. Ada 8
kombinasi yang diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat 24 satuan percobaan.
Setiap unit perlakuannya terdiri dari 25 buah jeruk (berat ± 2.5 kg) sehingga
dibutuhkan 600 buah. Model linear yang digunakan adalah sebagai berikut:
Yijk = + α i+ β j+ (αβ)ij + ɛijk
(i = 1, 2; j = 1, 2, 3; k = 1, 2, 3)

Keterangan:
Yijk = nilai pengamatan pada faktor α ke-i dan β ke-j pada ulangan ke-k
µ = rataan umum
αi = pengaruh faktor perlakuan α ke-i
βj = pengaruh faktor perlakuan β ke-j
(αβ)ij = pengaruh interaksi antara faktor perlakuan α ke-i dan perlakuan β ke-j
ɛijk = pengaruh galat kombinasi perlakuan α ke-i dan perlakuan β ke-j pada
ulangan ke-k
Data akan dianalisis menggunakan analisis ragam (analisis of variance)
pada taraf nyata 5%, apabila hasil menunjukkan ada pengaruh nyata perlakuan
akan diuji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.

Prosedur Penelitian

Penelitian yang dilakukan terdiri dari dua tahapan yakni tahapan perlakuan
chilling dan non chilling dan perlakuan post treatment. Tahapan dilakukan secara
berkelanjutan yang menunjukkan korelasi antara kedua perlakuan. Gambar 1
menunjukkan diagram alir prosedur penelitian.
Buah jeruk yang telah dipanen ada yang diberi perlakuan penyimpanan
dingin (chilling) dan tanpa pendingin (non chilling). Selama proses transportasi
perlakuan penyimpanan dingin (chilling) disimpan pada suhu ± 5 oC. Waktu yang
digunakan untuk proses transportasi buah jeruk perlakuan penyimpanan dingin
(chilling) dan tanpa pendingin (non chilling) dari Kalimantan Barat ke Jakarta
selama dua hari. Chamber degreening yang digunakan disterilkan terlebih dahulu.
Penutup chamber degreening telah dimodifikasi dengan adanya lubang di
permukaan penutup sebagai tempat penginjeksian etilen. Adapun 600 sampel
buah jeruk yang telah dikelompokkan dan diberi label sesuai dengan kombinasi
perlakuan. Perlakuan chilling dan non chilling dilakukan sebelum proses
degreening pada buah selama dua hari pada saat transportasi. Pengukuran susut
bobot dan warna dilakukan pada satu sampel buah yang sama untuk setiap 24
kombinasi perlakuan. Pengukuran dilakukan dimulai dari pasca degreening
hingga akhir penyimpanan.
8

Gambar 1 Diagram Alir Prosedur Penelitian

Buah jeruk dimasukkan ke dalam chamber degreening masing-masing


sebanyak 25 sampel buah pada 24 kombinasi. Kemudian, setiap chamber
degreening diinjeksikan etilen sebanyak 200 ppm dan disimpan pada suhu 20 oC
selama 48 jam. Buah jeruk hasil degreening selanjutnya disimpan pada suhu
10 oC , 15 oC 20 oC dan suhu ruang. Pengukuran kuantitatif dilakukan setiap tiga
hari sekali selama masa penyimpanan yang mencakup susut bobot, warna,
kekerasan, total padatan terlarut, vitamin C dan total asam (Efendi 2007).
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap. Data
akan dianalisis menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) dengan uji lanjut
Duncan Multiple Range Test (DMRT).

Pengukuran Kuantitatif

Warna

Pengukuran warna dilakukan secara objektif menggunakan alat color reader


dengan menerapkan sistem notasi warna Hunter. Pengujian dilakukan dengan
menempelkan sensor alat pada jeruk siam dan menembakkan sinar pada tiga
bagian yang berbeda. Sistem notasi warna Hunter dicirikan dengan 3 parameter
warna, yaitu warna kromatik (hue), yang ditulis dengan notasi a*, intensitas warna
9

dengan notasi b*, dan kecerahan dengan notasi L*. Masing-masing nilai L*, a*,
dan b* dengan kisaran nilai 0 sampai ± 100.
Notasi L* menyatakan parameter kecerahan (lightness) dengan nilai L* nilai
0 berarti hitam dan 100 berarti putih. Nilai L* menyatakan cahaya pantul yang
menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu, dan hitam. Notasi a* menyatakan
warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a* (positif) dari 0 sampai
+100 untuk warna merah dan nilai (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau,
sedangkan notasi b* menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan
nilai +b* (positif) dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai –b* (negatif)
dari 0 sampai -70 untuk warna biru. Pengukuran dilakukan tiga kali pada tiga titik
yang berbeda pada salah satu sisi objek (Andarwulan et al. 2011). Lab* dipilih
karena model warna ini mendekati persepsi mata manusia (Isa dan Pradana 2008).
Nilai warna Lab* dimana ketika nilai L* semakin menurun, maka nilai 0 berarti
gelap atau hitam dan nilai 100 berarti terang atau putih (Pascale 2011). Sedangkan
nilai a* merupakan parameter untuk menilai perubahan warna dari hijau ke merah,
dimana nilai negatif berarti perubahan warna menuju hijau dan nilai positif berarti
perubahan warna menuju merah (Blum 1997). Nilai b* menunjukkan perubahan
warna dari biru ke kuning, dimana nilai negatif berarti perubahan warna menuju
biru dan nilai positif berarti perubahan warna menuju kuning (Blum 1997). Ketika
nilai b* semakin tinggi maka perubahan warna cenderung menuju kuning dan
begitupun sebaliknya.
Pengukuran kualitatif warna kulit jeruk pertama kali dikembangkan oleh
Jimenez-Cuesta (Ramadhani et al. 2015; Arzam et al. 2015) menggunakan
perhitungan nilai citrus color index (CCI) pada persamaan (1):

CCI = [1]

Tabel 1 Pedoman deskripsi warna kulit buah berdasarkan skor dalam Citrus
Color Chart (CCC), nilai L*, a*, b*, CCI dan °Hue
Skor warna Deskripsi warna
L* a* b* CCI °Hue
(Color score) (Color description)
Jingga tua
6 52.4 25.2 40.0 12.0 57.8
(Dark orange)
Jingga cerah
5 52.9 22.8 42.1 10.2 61.6
(Bright orange)
Jingga kekuningan
4 50.5 14.1 42.6 6.6 71.7
(orange yellowish)
3 Kuning (yellow) 50.2 10.9 39.8 5.5 74.4
Hijau kekuningan
2 42.4 -0.8 24.2 -0.8 91.9
(Green yellowish)
1 Hijau (Green) 41.5 -1.9 22.6 -2.0 94.8
Keterangan: Skor : 1 = jeruk Siam, 2 = jeruk Keprok, 3 = jeruk Berastagi, 4 =
Ponkam, 5 = Sweet orange, 6 = Murcot Mandarin. Citrus Color
Index (CCI) = 1000.a/L.b (Jimenez-Cueta et al. 1981) dan °Hue =
arctan (b/a) (Munsel 1905).
10

Kisaran Citrus Color Index (CCI) : CCI<= -5 (hijau gelap), -5<CCI<=0


(hijau), 0<CCI<=3 (hijau kekuningan), 3<CCI<=5 (kuning kehijauan), 5<CCI<=7
(jingga kekuningan), 7<CCI<=10 (jingga), dan CCI>10 (jingga gelap).

Total Klorofil dan Karotenoid

Kandungan total klorofil dan karatenoid diukur menggunakan metode


spektrofotometri. Kulit jeruk ditimbang sebesar 0.1 gram untuk digerus (slurry)
dan diekstraksi dengan asetris sebanyak 2 ml, kemudian dimasukkan ke microtube
dan disentrifugasi selama 10 detik. Filtrat hasil sentrifugasi dimasukkan dalam
tabung reaksi sebanyak 1 ml, ditambahkan 3 ml asetris, lalu ditempatkan dalam
cuvet untuk selanjutnya diukur menggunakan alat spektrofotometer pada panjang
gelombang 470, 537, 647, dan 663 nm. Menurut Sims dan Gamon (2002), setelah
memperoleh nilai absorbansi, kandungan total klorofil dan karotenoid dapat
dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Chla = 0.001373*A663 – 0.000897*A537 – 0.003046*A647 [2]
Chlb = 0.02405*A647 – 0.004305*A537 – 0.005507*A663 [3]
) ))
Karotenoid = [4]

Susut Bobot

Pengukuran susut bobot dilakukan dengan menggunakan timbangan digital


AdventurerTM OHAUS AR2130 USA dengan tingkat ketelitian mencapai .001 g.
Pengukuran dilakukan sebelum buah jeruk disimpan (b0) dan setiap kali
pengamatan (bt). Pengukuran dilakukan setiap tiga hari selama penyimpanan.
Nilai susut bobot diperoleh dari hasil pengurangan bobot awal (b0) dengan bobot
penyimpanan hari ke-t (bt) dibagi dengan bobot awal(b0) dan dinyatakan dalam
persen (%). Rumus yang digunakan untuk mengukur susut bobot adalah:
) [5]
Keterangan :
b0 = berat awal (g)
bt = berat pada hari ke-t penyimpanan (g)

Kekerasan

Parameter yang penting dan sering digunakan dalam menganalisis produk


hortikultura yang bersifat padat adalah pengukuran kekerasan. Pengukuran
parameter kekerasan produk hortikultura yang dalam penelitian yaitu buah jeruk
yang dilakukan dengan menggunakan alat rheometer, di mana prinsip pengujian
kekerasan ini adalah mengukur ketahanan buah terhadap jarum yang terdapat pada
alat rheometer.
Kekerasan adalah sifat produk yang menunjukkan daya tahan untuk pecah
akibat gaya tekan yang diberikan. Sifat derajat mudah patah dari suatu benda
11

dapat dinyatakan sebagai nilai kekerasan (firmness). Cara untuk mengukur


kekerasan yaitu di mana gaya tekan akan memecahkan produk padat dengan
menekan hingga produk pecah/berlubang. Besarnya gaya tekan untuk
memecahkan produk padat inilah yang disebut nilai kekerasan. Semakin besar
gaya yang diperlukan maka produk tersebut semakin kuat. Pengujian kekerasan
dilakukan pada tiga titik yang berbeda pada masing-masing buah, yaitu bagian
atas, tengah, dan bawah. Nilai kekerasan dinyatakan dalam kg mm-2
(Andarwulan et al. 2011). Tingkat kekerasan menjadi salah satu parameter yang
digunakan dalam menentukan panen, tingkat kematangan maupun dalam
menentukan standar kualitas buah (Poerwanto dan Susila 2014).

Total Padatan Terlarut

Pengukuran untuk melihat total padatan terlarut yaitu menggunakan


refraktometer yang dilakukan setiap kali pengukuran. Sari buah jeruk diambil
dengan menghancurkan buah dan diteteskan di atas prisma refraktometer. Pada
penelitian ini, kandungan padatan terlarut diukur dengan menggunakan Pocket
Refraktometer PAL-1 ATAGO. Skala yang tertera pada refraktometer dibaca
dengan pembacaan nilai derajat brix (Handoko et al. 2005).

Total Asam

Kandungan asam diukur dengan menghitung persen asam tertitrasi. Jus buah
ditimbang sebanyak 25 g dimasukkan ke dalam labu ukur serta ditambahkan
aquades hingga 100 ml, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer sebanyak 25
ml untuk dua kali ulangan. Setelah itu, filtrat disaring menggunakan saringan
glasswol. Filtrat buah sebanyak 25 ml dititrasi dengan metode titrasi basa dengan
NaOH 0.1 N dan indikator phenolphthalein (tiga tetes). Titrasi dilakukan sampai
filtrat berwarna merah muda stabil.

Asam (%) = (mL NaOH x N NaOH x fp x 64) x 100 % [6]


bobot bahan (mg)
Keterangan :
ml NaOH = volume NaOH yang terpakai pada titrasi
N NaOH = normalitas NaOH (0,1 N)
N = normalitas larutan NaOH (0.1072)
fp = faktor pengencer (100/25)
64 = faktor asam dominan
mg Contoh = 10.000 mg

Vitamin C

Pengujian vitamin C pada jeruk siam dilakukan dengan menggunakan


metode iodimetri (titrasi langsung dengan larutan baku iodium 0.01 N) dapat
digunakan terhadap asam askorbat murni atau larutannya. Dalam pelaksanaannya,
12

analisis vitamin C menggunakan indikator amilum 1% dan larutan Iodium 0.01 N.


Indikator amilum 1 % dibuat dengan melarutkan 10 g pati dalam 1 liter aquades
yang sedang mendidih, sedangkan larutan iodium 0.01 N dibuat dengan
melarutkan 2-2.5 g Kl dan 1.269 g I2 dalam aquades sampai 1000 ml.
Analisis vitamin C buah jeruk dilakukan dengan cara (1) Sampel ditimbang
sebanyak 25 g (2) Sampel diencerkan dengan menggunakan aquades sampai
tanda batas 100 ml pada labu ukur, kemudian dikocok sampai homogen, (3)
Larutan jeruk dipindahkan ke dalam erlenmeyer sebanyak 25 ml, kemudian
ditambahkan indikator amilum 1% sebanyak 3 tetes, kemudian (4) Dilakukan
titrasi dengan larutan I2 0.01 N sampai terjadi perubahan warna menjadi biru.
(Helmiyesi et al. 2008) mengungkapkan perlakuan lama penyimpanan
berpengaruh terhadap kadar vitamin C jeruk siam hal ini dikarenakan vitamin C
mudah sekali terdegradasi baik oleh temperatur, cahaya maupun udara sekitar
sehingga kadar vitamin C berkurang.
Setelah didapatkan volume titrasi iodium, maka kadar vitamin C dihitung
dengan persamaan
Mg vit. C/100 gram = [7]

Keterangan : F = faktor pengenceran (x)


1 ml iodium = 0.88 mg asam askorbat

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Warna Buah Setelah Degreening

Pemberian etilen (degreening) pada jeruk siam pontianak merupakan


perlakuan pascapanen untuk mendegradasi kandungan klorofil dan meningkatkan
kandungan karotenoid pada kulit buah (Zhou et al. 2010). Hasil degreening jeruk
siam pontianak mengalami perubahan warna selama penyimpanan. Perubahan
warna jeruk terjadi akibat degradasi klorofil pada kulit jeruk dengan pemberian
etilen untuk menurunkan kandungan klorofil kulit jeruk (Peng et al. 2013).
Saltveit (1999) menyatakan bahwa pemberian etilen dapat mempercepat degradasi
klorofil sehingga menghasilkan warna kuning atau jingga. Ramadhani et al.
(2015) menyatakan bahwa Citrus Color Index atau CCI pertama kali diteliti oleh
Jimenes-Cuesta untuk mengevaluasi korelasi warna buah jeruk antara pengukuran
objektif dengan pengamatan visual berdasarkan CCC mengenai perubahan warna
kulit dari hijau menjadi jingga.
Perlakuan chilling dan non chilling pada buah jeruk selama penelitian tidak
menunjukkan pengaruh yang signifikan (p > 0.05) terhadap nilai CCI yang
dihasilkan (Gambar 2 dan 3). Sedangkan perlakuan suhu dan waktu penyimpanan
menunjukkan pengaruh yang sangat signifikan (p < 0.05) terhadap nilai CCI yang
dihasilkan (Lampiran 2). Nilai CCI jeruk hasil degreening dengan perlakuan
chilling pada suhu 10, 15, 20, dan 27 oC masing-masing 10.04, 9.91, 8.53, dan
8.84 sehingga diperoleh nilai CCI tertinggi pada suhu 10 oC dengan lama
penyimpanan 42 hari. Nilai CCI jeruk hasil degreening non chilling pada suhu 10,
13

15, 20, dan 27 oC masing-masing 9.77, 9.56, 9.48 dan 3.68 sehingga diperoleh
nilai CCI tertinggi pada suhu 10 oC dengan lama penyimpanan 39 hari.
12
10
8 C 10 °C
6 C 15 °C
CCI

4 C 20 °C
2 C Ruang
0
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42
-2
Waktu (Hari)

Gambar 2 Nilai Citrus Color Index (CCI) buah jeruk dengan perlakuan chilling

12

10

8 NC 10 °C

6 NC 15 °C
CCI

NC 20 °C
4
NC Ruang
2

0
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42
-2
Waktu (Hari)

Gambar 3 Nilai Citrus Color Index (CCI) buah jeruk non chilling
Hasil tersebut menunjukkan adanya korelasi antara nilai CCI dan skoring
hasil pengamatan berbasis CCC (Citrus Color Chart) (Tabel 1). Warna kulit buah
jeruk hasil degreening selama penyimpanan mengalami kenaikan nilai CCI yang
menunjukkan kulit jeruk hasil degreening mengalami degradasi warna dari hijau
menjadi jingga (Tabel 2 sampai 9). Ladaniya (2008) menyatakan bahwa setelah
proses degreening pada buah jeruk perlu dilakukan pemaparan untuk memperoleh
warna jingga yang optimum.
Menurut Efendi (2007) pemberian etilen sangat berpengaruh terhadap buah
non klimaterik karena produksi etilen yang dihasilkan oleh buah non klimaterik
sedikit. Penerapan degreening dengan gas etilen dapat mendegradasi klorofil dan
memicu pembentukan karoten. Gas etilen yang berada di sekitar jeruk diserap ke
dalam sel kulit jeruk melalui pori-pori kulit, sehingga gas ini merangsang
pembentukan enzim yang berfungsi merombak klorofil sebagai pigmen yang
berwarna hijau pada kulit, sekaligus gas ini mampu mensintesis pigmen
karotenoid yang berwarna kuning jingga pada kulit. Peningkatan warna jingga
pada jeruk dipicu oleh kandungan klorofil yang menurun sedangkan total
14

kandungan karotenoid meningkat selama penyimpanan 10 oC (Muthmainnah et al.


2014; Zhou et al. 2010).
Sdiri et al. (2012) menyatakan bahwa degreening dilakukan untuk
menyeragamkan warna kulit pada buah jeruk sehingga dapat mengubah warna
kulit buah menjadi jingga. Romero et al. (2015) menambahkan bahwa penerapan
etilen dapat mempercepat perubahan warna.

Tabel 2 Perubahan warna jeruk hasil degreening dengan perlakuan chilling pada
suhu 10 oC selama penyimpanan
Waktu (Hari) Suhu 10 oC
0

12

15

18

21

24

27

30

33

36

39

42
15

Tabel 3 Perubahan warna jeruk hasil degreening dengan perlakuan chilling pada
suhu 15 oC selama penyimpanan

Waktu (Hari) Suhu 15 oC

12

15

18

21

24

27

30

33

36 -

39 -

42 -

Keterangan: (-) Pengamatan dihentikan karena sampel telah rusak.


16

Tabel 4 Perubahan warna jeruk hasil degreening dengan perlakuan chilling pada
suhu 20 oC selama penyimpanan
Waktu (Hari) Suhu 20 oC

12

15

18

21

24

27 -

30 -

33 -

36 -

39 -

42 -

Keterangan: (-) Pengamatan dihentikan karena sampel telah rusak.


17

Tabel 5 Perubahan warna jeruk hasil degreening dengan perlakuan chilling pada
suhu 27 oC selama penyimpanan
Waktu (Hari) Suhu 27 oC

12

15

18 -

21 -

24 -

27 -

30 -

33 -

36 -

39 -

42 -

Keterangan: (-) Pengamatan dihentikan karena sampel telah rusak.


18

Tabel 6 Perubahan warna jeruk hasil degreening non chilling pada suhu 10 oC
selama penyimpanan
Waktu (Hari) Suhu 10 oC

12

15

18

21

24

27

30

33

36

39

Keterangan: (-) Pengamatan dihentikan karena sampel telah rusak.


19

Tabel 7 Perubahan warna jeruk hasil degreening non chilling pada suhu 15 oC
selama penyimpanan
Waktu (Hari) Suhu 15 oC

12

15

18

21

24

27

30

33 -

36 -

39 -

Keterangan: (-) Pengamatan dihentikan karena sampel telah rusak.


20

Tabel 8 Perubahan warna jeruk hasil degreening non chilling pada suhu 20 oC
selama penyimpanan
Waktu (Hari) Suhu 20 oC

12

15

18 -

21 -

24 -

27 -

30 -

33 -

36 -

39 -

Keterangan: (-) Pengamatan dihentikan karena sampel telah rusak.


21

Tabel 9 Perubahan warna jeruk hasil degreening non chilling pada suhu 27 oC
selama penyimpanan
Waktu (Hari) Suhu 27 oC

12 -

15 -

18 -

21 -

24 -

27 -

30 -

33 -

36 -

39 -

Keterangan: (-) Pengamatan dihentikan karena sampel telah rusak.


Perubahan nilai L*, a*, dan b* memiliki pola yang sama antara jeruk siam
hasil degreening dengan perlakuan chilling dan non chilling. Jeruk siam hasil
degreening pada saat pemaparan pada suhu 10, 15, 20, dan 27 oC memberikan
perubahan nilai yang meningkat dari hari ke hari selama masa penyimpanan. Hal
tersebut disebabkan oleh telah terjadi degradasi warna hijau pada kulit jeruk
22

diikuti dengan proses pembentukan warna kuning dan jingga. Ladaniya (2008)
mengungkapkan bahwa degradasi klorofil terjadi dalam waktu 3-4 hari setelah
pemindahan jeruk dari tempat pemaparan etilen.

Pengaruh Degreening terhadap Perubahan Skor Warna

Skoring dilakukan untuk mengamati perubahan warna kulit secara visual


matching dari skala 1 sampai 6 dengan menggunakan CCC (Citrus Color Chart).
Hasil penelitian (Tabel 10) menunjukkan pengaruh waktu dan suhu terhadap buah
jeruk hasil degreening selama penyimpanan. Nilai skor pada jeruk hasil
degreening dengan perlakuan chilling dan non chilling terjadi perubahan warna
dari hijau menjadi jingga. Perubahan skor nilai pada jeruk hasil degreening
dengan perlakuan chilling pada hari ke-0 dengan nilai skor 2.0 dan hari ke-42
dengan nilai skor 5.0 sama halnya pada jeruk hasil degreening non chilling
memiliki nilai skor pada hari ke-0 dengan nilai 2.0 dan nilai skor 5.0 pada hari ke-
39. Hasil skoring yang diperoleh selama masa penyimpanan menghasilkan nilai
yang optimum dengan kondisi buah jeruk yang berwarna jingga, semakin jingga
warna kulit maka semakin tinggi nilai skornya.
Tabel 10 Skor perubahan jeruk hasil degreening dengan perlakuan chilling dan
non chilling
Suhu
Hari Perlakuan Chilling Non Chilling
o o o o o
10 C 15 C 20 C 27 C 10 C 15 oC 20 oC 27 oC
0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.3 2.0
3 2.0 3.0 2.0 2.7 2.7 2.0 3.3 2.3
6 2.0 3.3 2.6 4.0 3.3 2.7 3.7 3.0
9 2.7 4.0 3.0 4.7 3.7 3.3 4.7 3.0
12 3.7 4.3 3.3 5.0 4.0 3.3 4.7 -
15 4.0 5.0 4.3 5.0 4.0 3.7 5.0 -
18 4.3 5.0 4.3 - 4.0 4.0 - -
21 4.3 5.0 5.0 - 4.0 4.7 - -
24 4.3 5.0 5.0 - 4.3 5.0 - -
27 5.0 5.0 - - 4.7 5.0 - -
30 5.0 5.0 - - 4.7 5.0 - -
33 5.0 5.0 - - 4.7 - - -
36 5.0 - - - 5.0 - - -
39 5.0 - - - 5.0 - - -
42 5.0 - - - - - - -
Keterangan: (-) Pengamatan dihentikan karena sampel telah rusak, 1 (hijau), 2
(hijau kekuningan), 3 (kuning dengan bercak hijau), 4 (kuning
kejingga), 5 (jingga cerah), 6 (jingga tua).
23

Perubahan Total Klorofil dan Karotenoid

Pemberian etilen pada jeruk dapat merangsang berbagai proses pematangan


pada jaringan kulit seperti perombakan pigmen hijau atau klorofil sehingga akan
menghasilkan warna kuning atau jingga (Mayuoni et al. 2011). Grafik total
klorofil jeruk siam pontianak sebelum degreening, setelah degreening, dan selama
proses penyimpanan (Gambar 4). Penurunan klorofil total semakin tajam
dengan adanya perlakuan degreening (Gambar 4). Nilai kandungan korofil buah
jeruk pada perlakuan chilling mengalami penurunan dengan nilai klorofil 0.112
mg g-1 sebelum degreening menjadi 0.086 mg g-1 setelah degreening. Nilai
klorofil pada saat penyimpanan suhu 10, 15, dan 20 oC masing-masing 0.005 mg
g-1, 0.008 mg g-1, dan 0.009 mg g-1. Nilai kandungan korofil buah jeruk non
chilling juga mengalami penurunan dengan nilai klorofil 0.092 mg g-1 sebelum
degreening menjadi 0.079 mg g-1 setelah degreening. Nilai klorofil pada saat
penyimpanan hari ke-15 pada suhu 10, 15, dan 20 oC masing-masing 0.006 mg g-
1
, 0.006 mg g-1, dan 0.008 mg g-1. Penyimpanan pada suhu 27 oC hasil degreening
jeruk baik perlakuan chilling maupun non chilling telah mengalami kerusakan
sehingga tidak dilakukan pengujian kandungan klorofil dan karotenoid.
0.12 Klorofil Karotenoid
0.1
Total Klorofil dan Karotenoid

0.08
0.06
mg g-1

0.04
0.02
0
C NC C NC C NC C NC C NC
Sebelum Setelah Penyimpanan Penyimpanan Penyimpanan
Degreening Degreening 10°C 15°C 20°C

Gambar 4 Perubahan total klorofil dan total karotenoid


Peng et al. (2013) menyatakan bahwa kehilangan klorofil secara jelas
mengalami penurunan oleh adanya aplikasi degreening dengan etilen.
Menurunnya kandungan klorofil pada buah hasil degreening disebabkan oleh
meningkatnya aktivitas enzim klorofilase dan menurunnya ukuran dan jumlah
kloroplas pada kulit jeruk. Perubahan warna dari hijau menjadi kuning atau jingga
sangat berkaitan dengan degradasi klorofil dan biosintesis karotenoid (Tanaka A
& Tanaka R 2006). Nilai kandungan karotenoid jeruk pada perlakuan chilling
mengalami peningkatan dengan nilai karotenoid 0.039 mg g-1 sebelum degreening
menjadi 0.057 mg g-1 setelah degreening. Nilai karotenoid pada saat penyimpanan
hari ke-15 pada suhu 10, 15, dan 20 oC masing-masing 0.083 mg g-1, 0.083 mg g-
1
, dan 0.082 mg g-1. Nilai kandungan karotenoid buah jeruk non chilling juga
mengalami peningkatan dengan nilai karotenoid 0.048 mg g-1 sebelum degreening
menjadi 0.051 mg g-1 setelah degreening. Nilai karotenoid saat penyimpanan 10,
15, dan 20 oC masing-masing 0.081 mg/g, 0.081 mg g-1, dan 0.085 mg g-1.
Selama pemaparan, terjadi sintesis karotenoid bersamaan dengan degradasi
klorofil (Gambar 4) memperlihatkan kecenderungan peningkatan total karotenoid
24

setelah degreening dan selama penyimpanan. Pada suhu yang rendah terjadi
sintesis karotenoid nonphotosintetic dengan terbentuknya β-citraurin pada jeruk
siam yang menyebabkan buah berwarna jingga. Matsumoto et al. (2009)
menyatakan bahwa perlakuan degreening menggunakan etilen dapat
meningkatkan nilai karotenoid pada kulit jeruk Satsuma. Perubahan warna kulit
jeruk menjadi jingga disebabkan karena terjadinya sintesis karotenoid yang
bersifat nonphotosintetic yaitu β-citraurin yang merupakan pembentuk warna
jingga kemerahan pada kulit jeruk mandarin. (Ramadhani et al. 2015; Kato et al.
2004).

Susut Bobot

Perlakuan chilling dan non chilling pada buah jeruk selama penelitian
menunjukkan pengaruh yang signifikan (p < 0.05) terhadap persentase susut bobot
buah. Buah dengan perlakuan chilling sebelum dilakukan proses degreening
merepresentasikan susut bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan buah
tanpa perlakuan (non chilling) sebelum degreening, ditunjukkan pada Gambar 5
dan 6. Buah dengan perlakuan chilling dilakukan untuk mempertahankan kualitas
produk hortikultura segar setelah dipanen. Suhu rendah dapat menekan atau
mengurangi faktor penyebab pembusukan buah seperti aktivitas mikroorganisme,
proses respirasi, aktivitas enzim dan penguapan (Muchtadi et al. 2013; Ahmad
2013). Pengaruh susut bobot terhadap lama penyimpanan dan suhu penyimpanan
sangat signifikan (p < 0.05) (Lampiran 4). Buah jeruk yang disimpan pada suhu
10 °C, 15 °C dan 20 °C menunjukkan persentase susut bobot yang lebih rendah
dibandingkan dengan suhu ruang. Terjadinya susut bobot selama penyimpanan
disebabkan oleh adanya proses respirasi dan transpirasi. Buah jeruk harus
disimpan pada suhu sekitar 15 °C dengan kelembaban udara diatas 80%. Semua
varietas jeruk relatif bebas dari induksi cacat kulit bila disimpan pada suhu diatas
12 °C. Akan tetapi buah yang disimpan pada suhu yang lebih rendah dengan
tujuan untuk menjaga kesegaran, harus dipasarkan secara cepat sebelum cacat
kulit berkembang. Grapefruit dan lemon perlu disimpan pada suhu 12 °C,
sedangkan pada buah jeruk Naval dan Valencia antara 7 – 10 °C. Pada suhu
tersebut Grapefruit, Valencia dan lemon diperkirakan dapat disimpan selama 3
bulan, sedangkan buah jeruk Naval 2 bulan dan Mandarin selama 1 – 2 bulan
tergantung varietas (Handoko et al. 2005).
Penyusutan bobot buah selama penyimpanan menurut Muchtadi et al.
(2013) disebabkan oleh kehilangan air sehingga akan berdampak pada penurunan
mutu dan memicu terjadinya kerusakan. Kehilangan air disebabkan oleh sebagian
air dalam jaringan bahan mengalami penguapan atau disebut dengan transpirasi.
Dampak dari kehilangan air yang tinggi akan menyebabkan terjadinya pelayuan
dan menimbulkan pengeriputan pada permukaan buah sehingga penampilan buah
menjadi tidak menarik dan tidak layak untuk dipasarkan. Hal tersebut akan
berdampak pada terganggunya fungsi pelindung alami pada permukaan kulit buah
sehingga tidak mampu mencegah kehilangan kadar air dan mengakibatkan susut
bobot pada buah (Nofriati dan Asni 2015). Selama masa penyimpanan proses
fisiologi buah akan terus mengalami perubahan dan secara signifikan akan
berdampak pada kualitas buah baik warna maupun tekstur (kekerasan) buah. Hal
25

ini terjadi karena buah jeruk termasuk kelompok buah non klimaterik yang
ditandai dengan terjadinya penurunan laju respirasi sesaat setelah panen sampai
menuju fase senescene. Jeruk yang dipanen pada fase lewat matang akan
mengalami degradasi substrat yang terkandung di dalamnya dan pada akhirnya
berpengaruh pada bobot buah (Nofriati dan Asni 2015).

40
35
30
Susut Bobot (%)

25
C 10 °C
20
C 15 °C
15
C 20 °C
10 C Ruang
5
0
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42
Waktu

Gambar 5 Susut bobot buah jeruk dengan perlakuan chilling

35

30

25
Susut Bobot (%)

20 NC 10 °C
15 NC 15 °C
NC 20 °C
10
NC Ruang
5

0
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42
Waktu

Gambar 6 Susut bobot buah jeruk non chilling

Kekerasan

Perlakuan chilling dan non chilling pada buah jeruk selama penelitian tidak
menunjukkan pengaruh yang signifikan (p > 0.05) terhadap nilai kekerasan yang
dihasilkan, ditunjukkan pada Gambar 7 dan 8. Sedangkan pada suhu dan waktu
penyimpanan menunjukkan pengaruh yang sangat signifikan (p < 0.05) terhadap
26

nilai kekerasan buah (Lampiran 3). Kekerasan buah jeruk selama penyimpanan
rata-rata mengalami penurunan. Menurut Muchtadi et al. (2013) pelunakan buah
dapat disebabkan oleh terjadinya pemecahan propektin menjadi pektin serta
terjadinya hidrolisis pati. Tekanan turgor sel selalu berubah selama proses
pematangan. Perubahan ini umumnya disebabkan komposisi dinding sel yang
bersifat plastis sehingga isi sel dapat membesar karena menyerap air dari
sekelilingnya. Oleh karena itu turgor mempengaruhi kekerasan buah. Jika air di
dalam sel berkurang maka sel akan menjadi lunak dan lemas. Penelitian Krongyut
et al. (2011) menyatakan bahwa pelunakan buah disebabkan oleh perubahan
fisiologis dalam hal ini terkait dengan fungsi dinding sel yang mengalami
penurunan yang mengakibatkan adanya aktivitas enzim seperti poligalakturonase
(PG) dan beta galaktosidase yang mengakibatkan terjadinya pelunakan pada buah.
Paull et al. (1999) menyatakan bahwa dalam proses pematangan buah terjadi
hidrolisis pektin dan hemiselulosa yang merupakan komponen pembentuk dinding
sel yang meyebabkan buah menjadi lunak pada proses pematangan. Hasil
penelitian Nasution et al. (2012) menyatakan bahwa kandungan air yang semakin
berkurang mengakibatkan penurunan tekanan turgor sehingga kekerasan juga
mengalami penurunan. Tingkat kesegaran dari buah dapat dilihat dari nilai
kekerasan, akan tetapi nilai kekerasan dikatakan baik bukan karena nilai kerasnya
terlau tinggi atau rendah, tetapi tergantung dari kondisi fisik dari buah tersebut.
Nilai kekerasan yang tinggi biasanya disebabkan karena tekstur buahnya yang
sudah layu atau berkerut, sebaliknya nilai kekerasan yang rendah bisa disebabkan
buah yang telah busuk. Romero et al. (2015) pada penelitiannya menyatakan
bahwa perlakuan dengan penggunaan etilen dapat meyebabkan penurunan
kekerasan dari waktu ke waktu karena proses pematangan lebih cepat sehingga
senescence juga bisa terjadi lebih cepat. Hal ini mengarah ke daging buah yang
tidak dapat diterima oleh konsumen oleh karena terjadi pelunakan pada buah yang
disebabkan oleh terjadinya degradasi dari karbohidrat polimer, selulosa dan pektin
pada dinding sel.

9
8
7
Kekerasan (kgf)

6
5 C 10 °C
4 C 15 °C

3 C 20 °C
C Ruang
2
1
0
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42
Waktu (Hari)

Gambar 7 Kekerasan buah jeruk dengan perlakuan chilling


27

8
7
6

Kekerasan (kgf) 5
4 NC 10 °C

3 NC 15 °C

2 NC 20 °C
NC Ruang
1
0
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42
Waktu

Gambar 8 Kekerasan buah jeruk non chilling

Total Padatan Terlarut

Perlakuan chilling dan non chilling pada buah jeruk selama penelitian
menunjukkan pengaruh yang signifikan (p < 0.05) terhadap nilai total padatan
terlarut yang dihasilkan, ditunjukkan pada Gambar 9 dan 10. Berbeda dengan
perlakuan suhu penyimpanan, total padatan terlarut tidak menunjukkan adanya
pengaruh yang signifikan (p > 0.05) sedangkan untuk lama penyimpanan
menunjukkan pengaruh yang signifikan (p < 0.05) terhadap nilai total padatan
terlarut (Lampiran 5). Nilai total padatan terlarut buah jeruk selama penyimpanan
rata-rata mengalami kenaikan. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Efendi (2007) bahwa perlakuan penggunaan karbit menghasilkan
total padatan terlarut yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh adanya proses
degreening yang intensif sehingga terjadi perubahan metabolisme yang nyata
termasuk gula dan zat terlarut lainnya. Total padatan terlarut dalam jeruk Hamlim
dan Valensia akan meningkat sejalan dengan penurunan total asam dan vitamin C
pada buah jeruk. Penurunan kandungan total asam serta peningkatkan total
padatan terlarut pada buah jeruk menyebabkan rasa jeruk lebih manis. Menurut
Handoko et al. (2005) proses kematangan buah jeruk ditandai oleh perubahan
warna kulit, rasa menjadi lebih manis, rasa asam/hambar berkurang, dan kadar jus
meningkat maksimum kemudian menurun lagi. Buah jeruk siap dipanen bila
kandungan jusnya 33 – 40% dengan nilai total padatan terlarut 10 – 12 oBrix.
Salah satu persyaratan kualitas ekspor buah jeruk ditinjau dari kadar TPT (total
padatan terlarut/kadar gula) minimal 10 oBrix (Qomariah et al. 2013). Komponen
utama pada total padatan terlarut dalah gula. Selama pemasakan buah, total
padatan terlarut meningkat karena terjadi pemecahan dan pembelahan polimer
karbohidrat khususnya pati menjadi gula sehingga kandungan gula secara umum
meningkat (Suketi et al. 2010). Perlakuan degreening pada buah jeruk tidak
berpengaruh terhadap kualitas internal buah seperti total padatan terlarut, kadar
asam maupun komposisi volatil lainnya (Mayouni et al. 2011).
28

Nilai total padatan terlarut pada buah jeruk selama masa penyimpanan
menunjukkan peningkatan hal ini disebabkan oleh pergerakan air pada daging
buah dan degradasi karbohidrat menjadi gula yang larut dalam air di dalam sel
dapat meningkatkan total padatan terlarut (Siriboon dan Banlusilp 2004). Selain
itu Winarno (2002) menyatakan bahwa peningkatan total padatan terlarut terjadi
karena akumulasi gula sebagai hasil degradasi pati, sedangkan penurunan total
gula terjadi karena sebagian gula digunakan untuk proses respirasi. Hal yang sama
juga diungkapakan oleh Romero et al. (2015) bahwa penggunaan etilen selain
meningkatkan warna pada buah juga meningkatkan jumlah total padatan terlarut
pada buah plum.

16

14

12
TPT (oBrix)

10
C 10 °C
8
C 15 °C
6 C 20 °C
4 C Ruang
2

0
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42
Waktu

Gambar 9 Total padatan terlarut buah jeruk dengan perlakuan chilling

14

12

10
TPT (oBrix)

8 NC 10 °C
6 NC 15 °C
NC 20 °C
4
NC Ruang
2

0
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42
Waktu

Gambar 10 Total padatan terlarut buah jeruk non chilling


29

Vitamin C

Perlakuan chilling dan non chilling pada buah jeruk selama penelitian tidak
menunjukkan pengaruh yang signifikan (p > 0.05) terhadap penurunan persentase
vitamin C. Selain itu perlakuan suhu penyimpanan buah jeruk juga tidak
menunjukkan pengaruh yang signifikan (p > 0,05). Akan tetapi selama waktu
penyimpanan penurunan vitamin C menunjukkan pengaruh yang signifikan (p <
0.05) dapat dilihat pada Gambar 11 dan 12 (Lampiran 6). Menurut Burdurlu et al.
(2006) menyatakan bahwa asam askorbat pada konsentrat jus jeruk menurun
dengan meningkatnya suhu. Hilangnya Asam askorbat di jus jeruk disebabkan
oleh suhu penyimpanan. Helmiyesi et al. (2008) menyatakan bahwa lama
penyimpanan berpengaruh terhadap kadar vitamin C, hal ini disebabkan oleh
vitamin C yang sangat mudah terdegradasi baik temperatur, cahaya, maupun
udara sekitar sehingga kadar vitamin C berkurang. Proses kerusakan atau
penurunan vitamin C dinamakan oksidasi. Proses oksidasi spontan adalah proses
oksidasi yang terjadi tanpa menggunakan enzim atau katalisator. Sedangkan
proses oksidasi tidak spontan yaitu reaksi yang terjadi dengan adanya
penambahan enzim atau katalisator, misal enzim glutation. Enzim ini adalah suatu
tripeptida yang terdiri dari asam glutamat, sistein, dan glisin. Pada penelitian ini
reaksi yang terjadi adalah proses oksidasi spontan yaitu dengan adanya pengaruh
dari udara sekitar. Wariyah (2010) menambahkan bahwa vitamin C sangat mudah
mengalami oksidasi sehingga dapat berkurang selama proses pengolahan atau
penyimpanan. Semakin lama penyimpanan jumlah vitamin C mengalami
degradasi semakin besar. Degradasi vitamin C terjadi akibat reaksi oksidasi
menghasilkan dihidroksi asam askorbat, selanjutnya terpecah menjadi asam
diketogulonat dan terakhir menghasilkan asam threonat dan oksalat.

40

35

30
Vitamin C (%)

25
C 10 °C
20
C 15 °C
15 C 20 °C
10 C Ruang

0
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42
Waktu

Gambar 11 Vitamin C buah jeruk dengan perlakuan chilling


30

40

35

30
Vitamin C (%)

25
NC 10 °C
20
NC 15 °C
15 NC 20 °C
10 NC Ruang

0
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42
Waktu

Gambar 12 Vitamin C buah jeruk non chilling

Total Asam

Perlakuan chilling dan non chilling pada buah jeruk selama penelitian tidak
menunjukkan pengaruh yang signifikan (p > 0.05) terhadap penurunan persentase
kandungan total asam. Sedangkan untuk perlakuan suhu penyimpanan buah jeruk
menunjukkan pengaruh yang signifikan (p < 0.05) terhadap penurunan kandungan
total asam. Begitupun dengan perlakuan waktu penyimpanan, penurunan vitamin
C menunjukkan pengaruh yang signifikan (p < 0.05) ditunjukkan pada Gambar 13
dan 14 (Lampiran 1). Efendi (2007) mengungkapkan bahwa total asam atau
keasaman dari buah diketahui akan semakin bertambah sampai saat panen, namun
dalam penyimpanan keasaman semakin menurun. Penurunan total asam terjadi
selama periode matangnya buah sehingga kandungan gula meningkat. Romero et
al. (2015) menambahkan bahwa penerapan etilen sangat membantu untuk
mengurangi kandungan asam pada buah plum. Buah plum mengandung kadar
asam yang tinggi terutama asam malat, yang menurun selama proses pematangan
karena digunakan dalam proses respirasi. Penurunan kandungan total asam pada
jeruk selama penyimpanan tergantung pada kondisi penyimpanan buah jeruk.
Kandungan total asam menurun karena terjadi penurunan asam sitrat selama
penyimpanan (Sdiri et al. 2012). Penurunan total asam disebabkan oleh
penggunaan asam organik dalam siklus Krebs untuk memproduksi energi
sehingga terjadi konversi asam organik membentuk gula (Sulistyaningrum dan
Susanto 2004).
31

5
4.5
4
Total Asam (%) 3.5
3
C 10 °C
2.5
C 15 °C
2
C 20 °C
1.5
C Ruang
1
0.5
0
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42
Waktu

Gambar 13 Total asam buah jeruk dengan perlakuan chilling

4.5
4
3.5
Total Asam (%)

3
2.5 NC 10 °C
2 NC 15 °C
1.5 NC 20 °C
1 NC Ruang

0.5
0
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42
Waktu

Gambar 14 Total asam buah jeruk non chilling

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Perlakuan chilling dan non chilling pada buah jeruk sebelum degreenning
memberikan dampak pengaruh yang nyata pada susut bobot, total padatan terlarut
dan nilai oHUE (P < 0.05). Akan tetapi pada pada nilai CCI, kekerasan, total asam
dan vitamin C tidak memberikan pengaruh yang nyata (P > 0.05).
Perlakuan suhu penyimpanan selama penelitian setelah buah jeruk diberi
perlakuan degreening memberikan dampak pengaruh yang nyata terhadap nilai
CCI, oHue, susut bobot, kekerasan (tekstur), dan total asam (P < 0.005). Akan
32

tetapi pada pada vitamin C dan total padatan terlarut tidak memberikan pengaruh
yang nyata (P > 0.05).
Selama proses penyimpanan semua pengukuran kuantitatif yang dilakukan
memberikan dampak pengaruh yang nyata (P < 0.05). Nilai CCI, susut bobot dan
total padatan terlarut menunjukkan peningkatan akan tetapi nilai oHue, kekerasan,
dan total asam mengalami penurunan. Selama periode penyimpanan buah jeruk
yang telah diberi perlakuan degreening memberikan dampak pengaruh yang nyata
terhadap kualitas internal buah.
Perubahan nilai CCI yang dihasilkan dilihat dari lama penyimpanan selama
42 hari yaitu pada suhu 10 oC menghasilkan nilai CCI dari 0.168 menjadi 10.046
dan warna optimum yang dihasilkan adalah jingga cerah. Perubahan kualitas
internal buah setelah degreening memberikan pengaruh yang nyata selama proses
penyimpanan baik dari segi perubahan fisiologi maupun fisikokimia. Hasil
analisis parameter kualitas tersebut menunjukkan bahwa penyimpanan buah jeruk
pada suhu 10 oC mampu mempertahankan kualitas buah selama 42 hari
penyimpanan.

Saran

Penelitian lanjutan mengenai penyimpanan jeruk pasca degreening dengan


metode pelilinan untuk membandingkan dengan penelitian sebelumnya pada suhu
yang rendah untuk mempertahankan umur simpan buah
33

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad U. 2013. Teknologi Penanganan Pascapanen Buahan dan Sayuran.


Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.
Ahrens MJ, Barmore CR. 2001. Interactive Effects of Temperature and Ethylene
Concentration On Postharvest Colour Development in Citrus. Acta Hort.
201: 21-27.
Andarwulan N, Faradillah RF. 2012. Pewarna Alami Pangan. South East Asian
Food and Agriculture Sience and Technology (SEAFAST) Center, Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Andarwulan N, Kusnandar F, Herawati D. 2011. Analisis Pangan. Jakarta (ID):
Dian Rakyat.
Arzam TS, Hidayati I, Poerwanto R, Purwanto YA. 2015. Precooling dan
Konsentrasi Etilen dalam Degreening untuk Membentuk Warna Jingga
Kulit Buah Jeruk Siam. Jurnal Horti Indonesia. 25(3): 257-265
[Balitjestro] Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Sub Tropik. 2014. Varietas
Jeruk Unggulan Nasional: Siap Menggilas Buah Impor. Jakarta: Kementrian
Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Blum P. 1997. Chapter 7 Reflectance Spectrophotometry and Colorimetry in
Physical Properties Handbook. Texas A&M University. Texas, USA.
Broto W, Prabawati S, Soedibyo. 1996. Kajian Pengaruh Konsentrasi Asetilen
Terhadap Efektifitas Degreening Jeruk Valensia (Citrus sinensis, L.) Asal
Lembang, Jawa Barat. Penelitian Hortikultura. 4(1): 76 – 85.
Burdurlu HS, Koca N, Karadeniz F. 2006. Degradation of vitamin C in citrus
juice concentrates during storage. J Food Eng. 74: 211-216.
Cohen E. 1998. Investigations on Postharvest Treatments of Citrus Fruit in Israel.
1996. International Academic Publication. Hal 32-36.
Efendi R. 2007. Pengaruh Dosis dan Lama Pemeraman dengan Karbit (Kalsium
Karbida) dalam Proses Degreening Jeruk Bangkinang. SAGU. 6(2): 22-27.
Handoko DD, Napitupulu B, Sembiring H. 2005. Penanganan pascapanen buah
jeruk. Prosiding Seminar Nosional Teknoiogi Inovatif Pascapanen untuk
Pengembangan lndustri Berbasis Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Surnatera Utara (ID): hlm. 486-497.
Helmiyesi, Hastuti RB, Prihastanti E. 2008. Pengaruh lama penyimpanan
terhadap kadar gula dan vitamin C pada buah jeruk siam (Citrus nobilis var.
Microcarpa). Buletin Anatomi dan Fisiologi. 16(2): 33-37.
Iglesias JD, Cercos M, Colmenero-Flores Jm, Naranjo MA, Rios G, Carrera E,
Ruiz-Rivero O, Lliso I, Morillon R, Tadeo FR, Talon M. 2007. Physiology
of citrus fruiting. Brazilian J of Plant Physio. 19: 333-362.
Isa MS, Pradana Y. 2008. Flower Image Retrieval Berdasarkan Color Moments,
Centroid-Contour Distance dan Angle Code Histogram. Konferensi
Nasional Sistem dan Informatika Bali. 108(57): 321 – 326.
Kato M. Ikoma Y, Matsumoro H, Sugiura M, Hyodo H, Yano M. 2004.
Accumulation of carotenoids and expression of carotenoid biosynthetic
genes during maturation in citrus fruit. Plant Physiology. 134: 824-837.
Kitagawa H, Adachi S, Tarutani T. 1999. Studies On the Colouring of The
Satsuma II. A Practical and Convenient Method of Colouring or Degreening
34

with Ethylene Using Plastic Film. Journal of the Society for Horticultura
Science Japanese. 40(2): 195-199.
Krongyut W, Srilaong, Uthairatanakij, Wongs-Aree, Esguerra EB, Kanlayanarat
S. 2011. Physiological changes and cell wall degradation in papaya fruits
cv. ‘Kaek Dum’ and ‘Red Maradol’ treated with 1- methylcyclopropene. Int
Food Res J. 18(4): 1251-1259.
Ladaniya MS. 2008. Citrus Fruit : Biology, Technology, and Evaluation.
Academic Press. San Diego, USA.
Martinez-Javega JM, Monterde A, Navarro P, Salvador A. 2008. Respons of new
clementines to degreening treatment. Proc Int Soc Citriculture. 11:1342-
1346.
Matsumo H, Ikoma Y, Kato M, Nakajima N, Hasegawa Y. 2009. Effect of
postharvest temperature and ethylene on carotenoid accumulation in the
flavedo and juice sacs of Satsumamandarin (Citrus unshiu Marc.) fruit. J
Agric Food Chem. 57: 4724-4732.
Mayuoni L, Tietel Z, Patil BS, Porat R. 2011. Does ethylene degreening affect
internal quality of citrus fruit. Postharvest Biol and Technol. 62: 50-58.
McKeon TA, Maculet FJC, Yang SF. 1995. Biosynthesis and Metabolism of
Ethylene. Plant Hormones: Physiology, Biochemistry and Molecular
Biology. Dordrecht: Kluwer. 118-139.
Muchtadi TR, Sugiyono, Ayustaningwarno F. 2013. Ilmu Pengetahuan Bahan
Pangan. Bandung. (ID). Alfabeta.
Mullins ED, McCollum TG, McDonald RE. 2000. Consequences on etthylene
metabolism of invactivating the ethylene receptor sites in diseased non-
climateric fruit. J Postharvest Bio and Technol. 19: 155-164.
Muthmainnah H, Poerwanto R, Efendi D. 2014. Perubahan warna kulit buah tiga
varietas jeruk keprok dengan perlakuan degreening dan suhu penyimpanan.
Jurnal Horti indonesia. 5(1): 10-20.
Nasution IS, Yusmanizar, Melianda K. 2012. Pengaruh penggunaan edibel (edibel
coating) kalsium klorida, dan kemasan plastik terhadap mutu nanas (Ananas
comosus Merr.) terolah minimal. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian
Indonesia. 4(2): 21-26.
Nofriati D, Asni N. 2015. Pengaruh jenis kemasan dan tingkat kematangan
terhadap kualitas buah jeruk selama penyimpanan. Jurnal Penelitian
Pascapanen Pertanian. 12(2): 37-42.
Pascale D. 2011. Babel Color, Color Translator and Analyzer Version 3.1. Help
Manual Publisher. Montreal, Quebec, Canada.
Paull RE, Gross K, Qiu Y. 1999. Changes in papaya cell walls during fruit
ripening. Postharvest Biol and Technol. 16(1): 79–89.
Peng G, Xie XL, Jiang Q, Song S, Xu CJ. 2013. Chlorophyll a/b binding protein
plays a key role in natural and ethylene-induced degreening of Ponkan
(Citrus reticulata Blanco). Sci Hortic. 160: 37–43.
Plaza P, Sanbruno A, Usall J, Lamarca N, Torres R, Pons J, Vinas I. 2004.
Integration of curing treatments with degreening to control the main
postharvest diseases of clementine mandarins. J. Postharvest Bio and
Technol. 34:29-37.
Poerwanto R, Susila AD. 2014. Teknologi Hortikultura Seri 1 Hortikultura
Tropika (ID). Bogor: IPB Press.
35

Porat R. 2008. Degreening of citrus fruit. Tree Forest. J Sci Bio. Vol. 2: 71-6.
Qomariah R, Hasbianto A, Lesmayati S, Hasan H. 2013. Kajian prapanen jeruk
siam (Citrus suhuiensis Tan) untuk ekspor. Seminar Nasional Inovasi
Teknologi Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan
Selatan (ID): hlm 417-430.
Ramadhani N, Purwanto YA, Poerwanto R. 2015. Pengaruh Durasi Pemaparan
Etilen dan Suhu Degreening untuk Membentuk Warna Jingga Jeruk Siam
Banyuwangi. Jurnal Horti Indonesia. 25(3): 277-286.
Rodrigo MJ, Alquèzar B, Alós E, Medina V, Carmona L. 2013. A novel
carotenoid cleavage activity involved in the biosynthesis of citrus fruit-
spesific apocaratenoid pigments. J Experimental Botany. 43:14-22.
Romero LXR, Herrera JGA, López HEB. 2015. Ethylene and changes during
ripening in ‘Horvin’ plum (Prunus salicina Lindl.) fruits. Agronomía
Colombiana. 33(2): 228-237.
Saltveit ME. 1999. Effect of ethylene on quality of fresh fruits and vegetables.
Postharvest Biol and Technol. 15: 279 – 292.
Sdiri S, Navarro P, Salvador A. 2012. New degreening treatments to improve
the quality of citrus fruit combining different periods with and without
ethylene exposure. Postharvest Biol and Technol. 63: 25-32.
Sims DA, Gamon JA. 2002. Relationship between leaf pigment content and
spectral reflectance across a wide range of species, leaf structures and
development stages. J Remote Sensing Envir. 81: 337-354.
Siriboon N, Banlusilp P. 2004. A Study on the Ripening Process of ‘Namwa’
Banana. Au J of Technol. 7(4): 159-164.
Sudjatha W dan Wisayinasa N. 2008. Fisiologi dan Teknologi Pascapanen.
Udayana Press (ID).
Suketi K, Poerwanto R, Sujiprihati S, Sobir, Widodo WD. 2010. Studi Karakter
Mutu Buah Pepaya IPB. Jurnal Horti Indonesia. 1(1): 17-26.
Sulistyaningrum MD, Susanto S. 2004. Kualitas Daya Simpan Buah Jeruk
Fremont (Citrus reticulata var. Fremont) yang Dipanen dari Tingkat
Ketinggian Lahan yang Berbeda. Buletin Agronomi. 32(3): 32-36.
Tanaka A, Tanaka R. 2006. Chlorophyllmetabolism. Curr Opin. J Plant Biology.
9 : 248-255.
Wariyah C. 2010. Vitamin C retention and acceptability of orange (Citrus nobilis
var. microcarpa) juice during storage in refrigerator. Jurnal Agri Sains. 1(1):
50-55.
Winarno FG. 2002. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen. Malang. (ID).
Universitas Brawijaya Press.
Yamauchi N, Tokuhara Y, Ohyama Y, Shigyo M. 2008. Inhibitory Effect Of
Sucrose Laurate Ester On Degreening In Citrus Nagato-Yuzukichi Fruit
During Storage. Postharvest Bio and Technol. 47: 333–337.
Zhou JY, Sun CD, Zhang LL, Dai X, Xu CJ, Chen KS. 2010. Preferential
accumulation of orange-colored carotenoids in Ponkan (Citrus reticulata)
fruit peel following postharvest application of ethylene or ethephon. Sci
Hortic. 126: 229-235.
36

LAMPIRAN
37

Lampiran 1 Tabel Analisis Sidik Ragam Total Asam Berdasarkan SPSS 16.0

Between-Subjects Factors
Faktor Perlakuan N
Perlakuan Sebelum C 126
Degreening NC 105
10 87
15 69
Suhu Penyimpanan
20 45
27 30
0 24
3 24
6 24
9 24
12 21
15 21
18 15
Waktu Penyimpanan 21 15
24 15
27 12
30 12
33 9
36 6
39 6
42 3
38

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Asam
Type III Sum Mean
Source df F Sig.
of Squares Square
Corrected Model 23.887a 76 .314 1.588 .008
Intercept 1388.851 1 1388.851 7.017E3 .000
A .182 1 .182 .920 .339
B 2.397 3 .799 4.037 .009
C 9.892 14 .707 3.570 .000
A*B .147 3 .049 .248 .863
A*C 3.618 13 .278 1.406 .162
B*C 6.603 24 .275 1.390 .120
A*B*C 2.533 18 .141 .711 .796
Error 30.481 154 .198
Total 2152.371 231
Corrected Total 54.368 230
a. R Squared = .439 (Adjusted R Squared = .163)
39

Lampiran 2 Tabel Analisis Sidik Ragam CCI Berdasarkan SPSS 16.0

Between-Subjects Factors
Faktor Perlakuan N
Perlakuan Sebelum C 150
Degreening NC 120
10 87
15 84
Suhu Penyimpanan
20 60
27 39
0 24
3 24
6 24
9 24
12 24
15 24
18 18
Waktu Penyimpanan 21 15
24 15
27 15
30 15
33 15
36 15
39 15
42 3
40

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: CCI
Type III Sum of Mean
Source df F Sig.
Squares Square
Corrected Model 2245.724a 89 25.233 52.728 .000
Intercept 10468.251 1 10468.251 2.188E4 .000
A .004 1 .004 .009 .926
B 63.107 3 21.036 43.958 .000
C 1776.071 14 126.862 265.098 .000
A*B 134.160 3 44.720 93.450 .000
A*C 16.791 13 1.292 2.699 .002
B*C 37.454 32 1.170 2.446 .000
A*B*C 110.383 23 4.799 10.029 .000
Error 86.139 180 .479
Total 14538.814 270
Corrected Total 2331.862 269
a. R Squared = .963 (Adjusted R Squared = .945)
41

Lampiran 3 Tabel Analisis Sidik Ragam Kekerasan Berdasarkan SPSS 16.0

Between-Subjects Factors
Faktor Perlakuan N
Perlakuan Sebelum C 126
Degreening NC 105
10 87
15 69
Suhu Penyimpanan
20 45
27 30
0 24
3 24
6 24
9 24
12 21
15 21
18 15
Waktu Penyimpanan 21 15
24 15
27 12
30 12
33 9
36 6
39 6
42 3
42

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Kekerasan

Type III Sum Mean


Source df F Sig.
of Squares Square

Corrected Model 32.257a 76 .424 3.713 .000

Intercept 6853.717 1 6853.717 5.996E4 .000

A .057 1 .057 .501 .480

B 2.364 3 .788 6.895 .000

C 20.688 14 1.478 12.928 .000

A*B .147 3 .049 .428 .733

A*C 1.002 13 .077 .674 .786

B*C 4.967 24 .207 1.810 .017

A*B*C 3.652 18 .203 1.775 .033

Error 17.602 154 .114

Total 10258.009 231

Corrected Total 49.859 230

a. R Squared = .647 (Adjusted R Squared = .473)


43

Lampiran 4 Tabel Analisis Sidik Ragam Susut Bobot Berdasarkan SPSS 16.0

Between-Subjects Factors
Faktor Perlakuan N
Perlakuan Sebelum C 114
Degreening NC 85
10 81
15 57
Suhu Penyimpanan
20 37
27 24
3 24
6 24
9 24
12 20
15 19
18 14
21 14
Waktu Penyimpanan
24 14
27 11
30 11
33 9
36 6
39 6
42 3
44

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Susut Bobot

Type III Sum Mean


Source df F Sig.
of Squares Square

Corrected Model 8588.045a 68 126.295 29.600 .000

Intercept 43176.629 1 43176.629 1.012E4 .000

A 17.202 1 17.202 4.032 .047

B 820.119 3 273.373 64.070 .000

C 7093.267 13 545.636 127.881 .000

A*B 134.609 3 44.870 10.516 .000

A*C 8.627 12 .719 .168 .999

B*C 400.307 21 19.062 4.468 .000

A*B*C 19.519 15 1.301 .305 .994

Error 554.678 130 4.267

Total 59805.161 199

Corrected Total 9142.723 198

a. R Squared = .939 (Adjusted R Squared = .908)


45

Lampiran 5 Tabel Analisis Sidik Ragam TPT Berdasarkan SPSS 16.0

Between-Subjects Factors
Faktor Perlakuan N
Perlakuan Sebelum CS 126
Degreening NCS 105
10 87
15 69
Suhu Penyimpanan
20 45
27 30
0 24
3 24
6 24
9 24
12 21
15 21
18 15
Waktu Penyimpanan 21 15
24 15
27 12
30 12
33 9
36 6
39 6
42 3
46

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: TPT

Type III Sum


Source df Mean Square F Sig.
of Squares

Corrected Model 136.973a 76 1.802 2.307 .000

Intercept 16845.748 1 16845.748 2.156E4 .000

A 10.858 1 10.858 13.899 .000

B .384 3 .128 .164 .921

C 71.641 14 5.117 6.550 .000

A*B 1.690 3 .563 .721 .541

A*C 7.963 13 .613 .784 .676

B*C 14.627 24 .609 .780 .757

A*B*C 13.062 18 .726 .929 .545

Error 120.310 154 .781

Total 24170.944 231

Corrected Total 257.282 230

a. R Squared = .532 (Adjusted R Squared = .302)


47

Lampiran 6 Tabel Analisis Sidik Ragam Vitamin C Berdasarkan SPSS 16.0

Between-Subjects Factors
Faktor Perlakuan N
Perlakuan Sebelum CS 126
Degreening NCS 105
10 87
15 69
Suhu Penyimpanan
20 45
27 30
0 24
3 24
6 24
9 24
12 21
15 21
18 15
Waktu Penyimpanan 21 15
24 15
27 12
30 12
33 9
36 6
39 6
42 3
48

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Vitamin C

Type III Sum Mean


Source df F Sig.
of Squares Square

Corrected Model 1440.108a 76 18.949 3.124 .000

Intercept 105196.791 1 105196.791 1.734E4 .000

A .234 1 .234 .039 .844

B 17.034 3 5.678 .936 .425

C 1129.957 14 80.711 13.305 .000

A*B 13.718 3 4.573 .754 .522

A*C 33.820 13 2.602 .429 .957

B*C 84.358 24 3.515 .579 .941

A*B*C 90.884 18 5.049 .832 .660

Error 934.213 154 6.066

Total 160686.876 231

Corrected Total 2374.321 230

a. R Squared = .607 (Adjusted R Squared = .412)


49

Lampiran 8 Tabel Uji Lanjut Pengaruh Perlakuan Suhu Selama Penyimpanan

Kombinasi perlakuan yang diterapkan dalam penelitian ini meliputi faktor


suhu penyimpanan. Pengaruh perlakuan suhu penyimpanan terhadap perubahan
fisikokimia dan fisiologi buah berdasarkan uji lanjut DMR
Total Asam Kekerasan
Perlakuan CCI
(%) (kgf)
Suhu Penyimpanan
10 oC 6.675b ± 2.845 3.089a ± 0.470 6.665b ± 0.445
15 oC 7.397c ± 2.703 2.984a ± 0.430 6.658b ± 0.436
o
20 C 6.901b ± 2.823 2.908a ± 0.570 6.511a ± 0.555
27 oC 5.108a ± 3.312 3.018a ± 0.503 6.776b ± 0.409
a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan)
Perlakuan Susut Bobot TPT Vitamin C
(%) (%) (%)
Suhu Penyimpanan
10 oC 1.781c ± 7.392 1.037b ± 1.138 2.600ab ± 3.212
o
15 C 1.445a ± 5.468 1.013ab ± 1.110 2.577a ± 3.260
20 oC 1.422a ± 5.788 9.943a ± 0.851 2.656ab ± 3.156
o
27 C 1.592b ± 7.719 1.003ab ± 0.899 2.703b ± 3.124
a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang
sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda
Duncan)
50

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Palopo, Sulawesi Selatan pada tanggal 28 April


1990 dari ayah Bachmid, B.Sos dan ibu Husnah, B. SPd. Penulis adalah anak
kedua dari dua bersaudara.
Penulis menyelesaikan sarjana di Universitas Hasanuddin, Program Studi
Keteknikan Pertanian pada tahun 2012. Kemudian penulis melanjutkan
pendidikan magister di Sekolah Pascasarjana IPB pada tahun 2013 dengan mayor
Teknologi Pascapanen. Selama menjadi mahasiswi pascasarjana, penulis aktif
mengikuti seminar dan lokakarya baik menyangkut bidang ilmu penulis maupun
bidang keilmuan secara umum. Selain itu, penulis juga melakukan publikasi
ilmiah dengan karya ilmiah berjudul berjudul Pengaruh Suhu dan Lama
Penyimpanan Terhadap Warna Jeruk Siam Pontianak Setelah Degreening.

Anda mungkin juga menyukai