Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

Tujuan utama Pembangunan Nasional adalah peningkatan sumber daya

manusia (SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan SDM

dimulai melalui pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Perhatian utamanya

terletak pada proses tumbuh kembang anak sejak dalam pembuahan sampai

mencapai dewasa muda.1

Unsur gizi merupakan salah satu faktor penting dalam pembentukan SDM

yang berkualitas yaitu manusia yang sehat, cerdas, dan produktif. Gangguan gizi

pada awal kehidupan akan mempengaruhi kualitas kehidupan berikutnya. Gizi

kurang pada balita tidak hanya menimbulkan gangguan pertumbuhan fisik, tetapi

juga mempengaruhi kecerdasan dan produktivitas ketika dewasa.1

Status gizi merupakan indikator kesehatan yang penting karena anak usia

di bawah 5 tahun merupakan kelompok yang rentan terhadap kesehatan dan gizi.

Jika gizi kurang tidak tertangani maka dikhawatirkan akan berkembang menjadi

gizi buruk. Masalah gizi kurang dan buruk dipengaruhi langsung oleh faktor

konsumsi pangan dan penyakit infeksi. Secara tidak langsung dipengaruhi oleh

pola asuh, ketersediaan pangan, faktor sosial ekonomi, budaya dan politik. Secara

perlahan kekurangan gizi akan berdampak pada tingginya angka kematian ibu,

bayi, dan balita, serta rendahnya umur harapan hidup. Selain itu, dampak

kekurangan gizi terlihat juga pada rendahnya partisipasi sekolah, rendahnya

pendidikan, serta lambatnya pertumbuhan ekonomi.2

1
Gizi kurang tidak terjadi tiba-tiba, tetapi diawali dengan kenaikan berat

badan balita yang tidak cukup. Perubahan berat badan balita dari waktu ke waktu

merupakan petunjuk awal perubahan status gizi balita. Dalam periode 6 bulan,

bayi yang berat badannya tidak naik 2 kali berisiko mengalami gizi kurang 12,6

kali dibandingkan balita yang berat badannya naik terus. Bila frekuensi berat

badan tidak naik lebih sering, maka risiko akan lebih besar.3

Prevalensi nasional Gizi Buruk pada Balita adalah 5,4%, dan Gizi Kurang

pada Balita adalah 13,0%. Keduanya menunjukkan bahwa baik target Rencana

Pembangunan Jangka Menengah untuk pencapaian program perbaikan gizi (20%),

maupun target Millenium Development Goals pada 2015 (18,5%) telah tercapai

pada 2007. Namun demikian, sebanyak 19 provinsi mempunyai prevalensi Gizi

Buruk dan Gizi Kurang diatas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh

Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Nusa Tenggara Barat,

Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan,

Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi

Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua.4

Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, kasus gizi buruk dan gizi kurang

di Indonesia sebanyak 19,6% dari balita di Indonesia, dimana untuk provinsi Aceh

balita yang mengalami gizi buruk dan gizi kurang yaitu sebanyak 26,3% dari

jumlah total keseluruhan kasus, dimana 18,4% dari kasus tersebut adalah balita

gizi kurang. Di Puskesmas Lhoksukon terdapat sasaran jumlah balita 2.843, gizi

baik 2.788 (91,93%), gizi kurang 53 (2%) sedangkan gizi buruk 2 (0,07%).4

Anda mungkin juga menyukai