Anda di halaman 1dari 24

REFERAT ILMU PENYAKIT DALAM

ISKEMIA TUNGKAI AKUT

Disusun Oleh:

Stacey Nathasia

00000006138

Pembimbing:

dr. Inez Ariadne Siregar, Sp.JP

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


UNIVERSITAS PELITA HARAPAN – RUMKITAL MARINIR CILANDAK
JAKARTA SELATAN
MARET 2018
DAFTAR ISI
BAB I: Pendahuluan .................................................................................................................. 1
BAB II: Tinjauan Pustaka .......................................................................................................... 2
2.1 Anatomi Pembuluh Darah ....................................................................................... 2
2.2 Definisi .................................................................................................................... 8
2.3 Epidemiologi ........................................................................................................... 8
2.4 Etiologi .................................................................................................................... 8
2.5 Patofisiologi ........................................................................................................... 11
2.6 Klasifikasi .............................................................................................................. 12
2.7 Presentasi Klinis .................................................................................................... 13
2.8 Pemeriksaan Penunjang ......................................................................................... 15
2.9 Kategori Klinis Iskemia ......................................................................................... 15
2.10 Diagnosis ............................................................................................................... 16
2.11 Tatalaksana ............................................................................................................ 18
2.12 Prognosis ............................................................................................................... 20
BAB III: Daftar Pustaka........................................................................................................... 21
BAB I
PENDAHULUAN

Sistem peredaran darah begitu penting karena semua bagian dari tubuh manusia
bergantung pada pembuluh darah untuk mengalirkan darah yang dipompa oleh
jatung ke seluruh tubuh dan berisi nutrisi dan oksigen. Semua organ di tubuh
manusia membutuhkan nutrisi dan oksigen untuk tetap hidup dan bekerja dengan
baik. Apabila peredaran darah berkurang, maka organ-organ tersebut akan mulai
terganggu dan berdegradasi. Penyakit yang dapat mengganggu sistem peredaran
darah seringkali dikelompokkan menjadi penyakit arteri perifer.
Penyakit arteri perifer ini semakin lama semakin sering ditemukan.
Penyakit ini membahayakan oleh pengaruhnya terhadap sistem peredaran darah.
Salah satu komplikasi penyakit arteri perifer dimana tungkai menjadi tidak bisa
mendapatkan peredaran yang cukup adalah iskemia tungkai akut.
Iskemia tungkai akut merupakan salah satu presentasi yang paling bisa
ditangani dan berpotensi untuk merusak pada penyakit pembuluh perifer.
Pengenalan cepat bahwa penyebab tungkai yang nyeri, dingin, dan iskemik
merupakan iskemia tungkai akut sangatlah penting untuk penanganan yang sukses.
Apalagi karena jaringan otot hanya bisa mentolerir keadaan iskemia untuk 4-6 jam.
Bahkan sampai sekarang, penanganan oklusi arteri akut masih merupakan
sebuah tantangan bagi spesialis vaskular. Tromboelektomi menggunakan tindakan
bedah ataupun kateter dan bypass grafting sudah menjadi pilihan untuk terapi untuk
bertahun-tahun. Terapi trombolitik dan percutaneous transluminal angioplasty juga
bisa menjadi pilihan tindakan pada pasien tertentu. Sayangnya, bahkan dengan
kemajuan teknologi, morbiditas, mortalitas, dan kehilangan tungkai oleh karena
iskemia tungkai akut masih tinggi.
Oleh karena itu, penting untuk tenaga medis mengenali gejala-gejala
iskemia tungkai akut untuk memberikan penanganan yang tepat, baik itu
merupakan sebuah tindakan ataupun mentransfer pasien ke fasilitas kesehatan yang
mempunyai kemampuan untuk mengerjakan tatalaksana yang benar.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Pembuluh Darah

Darah dalam tubuh disirkulasikan menggunakan pembuluh darah. Darah yang


teroksigenasi meninggalkan jantung kiri untuk mengalir melewati aorta dan
masuk ke dalam arteri sistemik. Arteri-arteri ini bercabang menjadi arteriol,
yang akan bercabang lagi menjadi pembuluh-pembuluh yang terkecil, yaitu
kapiler. Di kapiler, pertukaran nutrisi antara darah dan jaringan terjadi. Darah
dari kapiler kemudian akan masuk ke venul kecil yang kemudian akan
bergabung menjadi vena yang lebih besar, yang kemudia akan membawa darah
vena ke jantung kanan.1
Dinding pembuluh darah terdiri dari 3 lapisan, yaitu tunika intima,
tunika media, dan tunika eksterna atau adventitia. Tunika intima dibangun dari
lapisan epitel skuamous atau endothelium, lapisan jaringan ikat, dan membrane
basal. Tunika media terdiri dari serat otot halus dicampur dengan serat elastis.
Tunika eksterna atau adventitia merupakan lapisan aktif jaringan ikat yang
berisi syaraf dan pembuluh limfa, yang mempengaruhi perkembangan
pembuluh dan tonus otot. Ketebalan dinding pembuluh tergantung dari
ketebalan dan keberadaan lapisan-lapisan ini. Sel-sel pada pembuluh yang
lebih besar diberi nutrisi oleh vasa vasorum, pembuluh kecil yang terletak di
tunika eksterna dan diinervasi oleh syaraf perivascular. Vasa vasorum
terbentuk dari pembuluh darah itu sendiri atau dari pembuluh disekitarnya.
Pada pembuluh yang besar dan elastis, tunika media dipisahkan dari tunika
adventitia oleh lamina elastika eksterna.

2
Orang dewasa akan mampu untuk menumbuhkan pembuluh darah baru
melalui 3 proses, semuanya penting untuk penyembuhan luka akan tetapi juga
berkontribusi dalam pertumbuhan tumor. Ketiga proses ini adalah
angiogenesis, arteriogenesis, dan vaskulogenesis. Angiogenesis adalah
terbentuknya percabangan arteri-arteri kecil, seperti kapiler. Sedangkan
arteriogenesis adalah terbentuknya percabangnya dari pembuluh yang lebih
besar seperti arteriol. Vaskulogenesis berbicara tentang pertumbuhan
pembuluh dari progenitor atau sel seperti stem yang berasal dari sumsum tulang
dan jaringan tubuh lainnya.2

3
1. Arteri

Dinding arteri terdiri dari jaringan ikat elastik, jaringan ikat fibrosa, dan otot
halus. Ada 2 macam arteri, yaitu elastis dan muskular. Arteri elastik
memiliki tunika media yang sangat tebal yang berisi lebih banyak serat
elastik dibandingkan serat otot halus. Contoh arteri elastik adalah aorta dan
cabang-cabang utamanya dan trunkus pulmonaris. Elastisitas ini
memungkinkan pembuluh untuk menyerap energi yang didapatkan saat
ventrikel berkontraksi untuk memompa darah dan mereka dapat meregang
saat darah dikeluarkan pada sistol. Pada diastol, elastisitas mempromosikan
rekoil dari arteri, yang penting untuk menjaga tekanan darah dalam
pembuluh dan mentransfer energi dari dinding arteri elastik ke darah.
Arteri muskular berukuran sedang dan kecil, terletak lebih jauh dari
jantung dibandingkan dengan arteri elastik. Arteri memiliki serat elastik
yang lebih sedikit dengan serat otot yang lebih banyak. Fungsi arteri
muskular adalah untuk mendistribusi darah ke arteriol di seluruh tubuh.

4
Berhubung otot polos mereka dapat distimulasi untuk kontraksi ataupun
relaksasi, arteri muskular berperan dalam mengkontrol peredaran darah dan
mengarahkan aliran ke bagian tubuh yang mempunyai kebutuhan yang
paling tinggi. Selama berolahraga, darah lebih banyak diarahkan ke otot
skeletal. Sedangkan setelah makan, lebih banyak darah diarahkan ke organ-
organ gastrointestinal. Kontraksi akan mengecilkan lumen pembuluh,
sehingga aliran darah akan berkurang. Proses ini disebut vasokonstriksi.
Saat otot polos berelaksasi, lebih banyak darah yang mengalir melalui lumen
pembuluh, keadaan yang disebut vasodilatasi.
Arteri berubah menjadi arteriol saat dimana lumen pembuluh lebih
kecil dari 0.5 mm. Arteriol hampir seluruhnya terdiri dari otot polos, dengan
jarring elastis yang sedikit. Arteriol meregulasi peredaran darah ke kapiler
dengan vasokonstriksi dan vasodilatasi. Lapisan tebal otot polos pada
arteriol yang menjadi salah satu penentu seberapa banyak resistensi yang
harus darah lewati selama peredarannya ke seluruh tubuh.
Jaringan kapiler terdiri dari saluran penghubung yang disebut
metarteriol dan kapiler sebenarnya. Metarteriol memilikisel otot polos yang
terputus-putus pada tunika medianya, sedangkan kapilier tidak memiliki sel
otot polos. Kapiler bercabang dari metarteriol, bertemu dengan sebuah
cincin otot polos yang disebut sfingter prekapiler. Dengan kontraksi dan
relaksasi sfingter, aliran ke pembuluh kapiler diatur. Apabila terstimulasi
dengan benar, sfingter prekapiler membantu menjaga tekanan arterial dan
meregulasi peredaran selektif.

5
Kapiler sendiri hanya terdiri dari lapisan sel endotelial yang
dikelilingi membrane basal. Dindingnya yang tipis dan struktur yang unik
memungkinkan terjadinya pertukaran cepat untuk air, molekul soluble yang
kecil, molekul yang lebih besar seperti albumin, dan sel-sel sistem imun.
Berdasarkan strukturnya, terdapat 3 macam kapiler, yaitu kontinous,
sinusoid, dan fenestrasi. Pada glomerulus renal, sel endotelialnya memiliki
jendela atau pori berbentuk oval yang disebut fenestrasi, yang ditutupi oleh
diafragma tipis. Kapiler sinusoid ditemukan pada hari dan sumsum tulang.
Substansi dapat berpindah dari lumen kapiler ke cairan interstitial
melalui beberapa cara: leeway junction diantara sel endotelial, melewati
fenestrasi, dalam vesikel yang dipindahkan dengan traspor aktif melewati
membran sel endotelial, atau melewati difusi menembus membrane sel
endotelial.2
2. Vena

6
Venul terkecil yang ada setelah kapiler memiliki lapisan endotelial yang
dikelilingin jaringan ikat. Venul yang terbesar, yang terjauh dari kapiler,
dikelilingin dengan beberapa otot halus yang membentuk tunika media yang
tipis.
Apabila dibandingkan dengan arteri, vena memiliki dinding yang
lebih tipis dan berserat, dengan diameter yang lebih besar. Sebuah vena
biasanya lebih besar dari arteri yang berada di level yang sama. Vena juga
berjumlah lebih banyak dari arteri. Pada vena, tunika eksterna memiliki
jaringan elastik yang lebih sedikit, sehingga vena tidak mampu recoil
secepat arteri apabila terjadi distensi. Seperti arteri, vena juga mendapatkan
nutrisi dari vasa vasorum kecil.
Beberapa vena, biasanya di kaki, memiliki katup yang meregulasi
aliran satu arah menuju jantung. Katup ini adalah lipatan tunika intima dan
secara struktur mirip dengan katup semilunar jantung. Backflow pada vena
di kaki dihentikan saat darah memenuhi katup dan menyumbat
pembuluhnya. Posisi dari katup-katup ini juga memfasilitasi aliran darah ke
arah yang benar apabila terjadi kompresi vena. Saat seseorang berdiri,
kontraksi dari otot skeletal mengkompresi vena kaki dan membantu aliran
darah menuju jantung. Hal ini merupakan mekanisme penting untuk venous
return yang dikenal sebagai pompa otot.2

7
2.2 Definisi
Iskemia tungkai akut ialah keadaan dimana terjadi penurunan mendadak
perfusi tungkai, yang pada umumnya menyebabkan gejala baru atau gejala
perburukan, dan seringkali mengancam viabilitas tungkai tersebut. Presentasi
klinis dinilai sebagai akut apabila terjadi dalam dua minggu setelah onset
gejala.3

2.3 Epidemiologi
Insiden iskemia tungkai akut adalah sejumlah 1.5 kasus per 10,000 orang per
tahun. Untuk lebih spesifiknya, ada sekitar 9-16 kasus per 100,000 orang untuk
bagian ekstremitas bawah.4 Sedangkan, hanya ada 1-3 kasus per 100,000 orang
untuk kasus ekstremitas atas.5

2.4 Etiologi
Iskemia tungkai akut sangatlah berhubungan dengan oklusi arteri. Oklusi vena
yang meluas juga dapat menyebabkan tungkai iskemia, akan tetapi hal ini
cukup jarang.
1. Trombosis Arteri
a. Plak Aterosklerosis
Trombosis pada arteri yang sebelumnya paten tapi memiliki stenosis
merupakan komplikasi yang terkenal dari aterosklerosis. Oklusi dari
pembuluh yang aterosklerotik ini bisa terjadi dengan 2 cara yaitu:
penyempitan aterosklerotik dari arteri sehingga terjadinya aliran
darah yang sedikit, stasis, da trombosis setelah itu; dan pendarahan
intraplak dan hiperkoagulasi lokal.6
Manifestasi klinis iskemia yang disebabkan oleh trombosis
arteri oleh karena aterosklerosis pada umumnya tidak dramatis
dalam onset-nya dan lebih tidak parah dibandingkan dengan
trombosis yang disebabkan oleh emboli akut atau trombosis
vaskular tanpa aterosklerosis. Perbedaan ini disebabkan oleh
sirkulasi kolateral yang terbentuk dengan jalannya waktu pada
pasien dengan penyempitan pembuluh kronik.
b. Aneurisme

8
Trombosis akut dari sebuah aneurisme dapat mengakibatkan
iskemia. Skenario ini sering dilihat pada aneurisme arteri popliteal.
Aneurisme ini bisa terjadi secara terisolasi atau juga terasosiasi
dengan aneurisme pembuluh yang lebih besar, seperti aorta
abdominal atau arteri femoral. Aneurisme popliteal biasanya
ditemukan pada tes screening atau hasil imaging lainnya apabila
pasien tidak memiliki gejala penyakit vaskular yang jelas. Saat ada
gejala, biasanya ini adalah akibat iskemia ekstremitas bawah,
termasuk klaudikasi, iskemia distal akibat embolisasi kronik, atau
iskemia tungkai akut karena trombosis aneurisme ataupun
tromboemboli.7
c. Diseksi
Diseksi aorta atau arteri peripheral akut dapat menyebabkan
terjadinya malperfusi ekstremitas, disertai juga organ. Iskemia kaki
yang disebabkan diseksi aorta akut menandakan diseksi yang
ekstensif dan diasosiasikan dengan morbiditas dan mortalitas yang
lebih tinggi. Pasien dengan diseksi aorta pada umumnya merasakan
rasa sakit tajam yang berat, seperti dirobek pada dada belakang
ataupun punggung (diseksinya distal dari subklavia sinistra), atau
nyeri dada anterior (diseksinya di aorta ascendens).8
2. Cedera
a. Iatrogenik
Oklusi arteri akut pada daerah akses arteri pada prosedur intervensi
atau diagnostic untuk pembuluh maupun jantung mulai sering
menjadi penyebab terjadinya iskemia tungkai akut. Hal ini bisa
terjadi sebagai komplikasi dari kateterisasi jantung seperti
hematoma, fistula arteriovena, pseudoaneurisme, oklusi arteri, dan
emboli kolesterol.9
b. Traumatik
Cedera arteri yang disebabkan trauma ekstremitas, tumpul maupun
tajam, juga dapat menyebabkan iskemia tungkai akut, baik karena

9
cedera arteri langsung ataupun karena diseksi arteri traumatic yang
diikuti dengan trombosis atau tromboemboli.
3. Emboli
a. Emboli Arteri
Mayoritas dari emboli arteri yang mencapai ekstremitas berasal dari
hati, dengan ekstremitas bawah yang lebih sering terpengaruh
dibandingkan dengan ekstremitas atas.10
Sumber emboli dari jantung bisa berupa formasi dari trombus
atrial yang disebabkan oleh fibrilasi atrial, trombus ventrikel kiri
yang terbentuk setelah terjadi infark miokard atau disfungsi
ventrikel kirim, dan debris dari katup prostetik dan katup jantung
yang terinfeksi. Untungnya, dengan berkembangnya terapi
antikoagulasi dan penanganan penyakit jantung, jumlah iskemia
tungkai akut yang disebabkan oleh emboli arteri telah menurun.
Tromboemboli biasa tersumbat dimana adanya penyempitan
akut pada arteri, seperti adanya plak aterosklerotik atau titik
percabangan arteri. Lokasi yang sering terkena adalah arteri femoral
komunis, iliaka komunis, dan popliteal.11
b. Emboli Paradoksal
Emboli paradoksal adalah trombus vena yang melewati kelainan
jantung sehingga dapat mencapai sirkulasi arteri. Walaupun lebih
sering diasosiasikan dengan stroke kriptogenik, emboli paradoksal
juga bisa menyebabkan iskemia tungkai akut. Pasien dengan emboli
paradoksal dapat datang dengan gejala iskemia tungkai akut, akan
tetapi tidak memiliki tanda dari penyakit jantung ataupun penyakit
arteri perifer.12
4. Trombofilia
Trombosis juga dapat terjadi tungkai yang sebelumnya normal pada pasien
dengan arteritide, ergotisme, dan keadaan hiperkoagulasi. Walaupun
kondisi ini pada umumnya memperngaruhi sirkulasi vena, keadaan
hiperkoagulasi tertentu dapat diasosiaikan dengan trombosis arteri juga.

10
Beberapa contohnya seperti antibodi antifosfolipid, keganasan,
hiperhomosisteinemia, dan trombositopenia karena heparin.

2.5 Patofisiologi

Pada awalnya, respon tubuh terhadap iskemia adalah angiogenesis, atau


pembentukan kapiler, dan juga arteriogenesis. Hal ini mempromosikan
pembesaran dari pembuluh-pembuluh kolateral yang suda untuk meningkatkan
peredaran darah pada tungkai yang iskemik.13 Sayangnya, respon ini gagal
untuk mensuplai jumlah peredaran darah dan oksigen yang cukup kepada
tungkai, sehingga arteriol pada pasien dengan iskemia tungkai menjadi
tervasodilatasi secara maksimal dan menjadi tidak sensitif terhadap stimuli
provasodilator. Fenomena ini, yang disebut sebagai paralisis vasomotor,
diduga merupakan hasil dari eksposur kronik terhadap faktor vasorelaksan
pada pasien dengan pembuluh yang berpenyakit.14
Perubahan-perubahan ini pada akhirnya akan menyebkan terjadinya
edema, yang merupakan hal yang mengkhawatirkan pada pasien-pasien. Selain

11
itu, pasien dengan iskemia tungkai menaruh tungkai mereka di posisi dependen
untuk meringankan nyeri yang disebabkan iskemia. Hal ini dikombinasikan
dengan kontrol vasomotor yang terganggu memperparah edema yang sudah
terjadi.14
Ditambah juga, disfungsi mikrovaskular terjadi bersama dengan
perubahan makrovaskular. Endotelium berusaha mempertahankan integritas
pembuluh darah dengan memodulasi tonus vaskular, mengkontrol
permeabilitas pembuluh, dan berperan sebagai pembatas antitrombogenik.
Iskemia kronik dari penyakit makroskopik menyebabkan alterasi dari struktur
dan fungsi sel endotelial dan alterasi pada pelepasan tekanan, yang
mengakibatkan adaptasi sirkulasi mikroskopik. Disfungsi endotelial ini akan
menyebabkan mikrotrombosis pada kapiler dan memperparah terjadinya
edema pada tungkai. Lebih lagi, trauma endotelial menghasilkan peningkatan
produksi radikal bebas, aktivasi platelet yang tidak seharusnya, dan adhesi
leukosit – semua ini berakhir pada terbentuknya mikrotrombus. Hasil akhirnya
ialah pertukaran oksigen pada level kapiler tehambat dan tidak efektif.15
Kebanyakan pasien akan menerima keuntungan dengan restorasi
peredaran darah, yang penting untuk penyembuhan luka dan penyelamatan
tungkai. Sayangnya, hanya mengembalikan peredaran darah pada level
makrovaskular tidaklah cukup. Bahkan, hal ini hanya akan mengaktivasi
hiperemia dan sederetan respon yang akan memperparah masalah yang sudah
dimiliki.15

2.6 Klasifikasi
Berdasarkan onset:
1. Akut
Pada pasien dengan sistem vaskular yang normal dan mengalami oklusi
arteri akut, pembuluh darah kolateral tidak dapat dibentuk dengan cukup
cepat untuk menggantikan arteri yang teroklusi, sehingga gejala dari
iskemia tungkai akut akan muncul dengan cepat. Gejala yang muncul tiba-
tiba dan dramatis pada pasien yang sebelumnya asimptomatik dapat
mengindikasikan adanya emboli.

12
2. Acute-on-chronic
Untuk pasien dengan penyakit oklusi arteri perifer atau pasien yang pernah
melalui revaskularisasi, gejala oklusi arteri dapat berkembang dalam
hitungan jam ataupun hari. Peningkatan gejala yang terjadi tiba-tiba pada
pasien dengan riwayat penyakit arteri perifer dapat mengindikasikan
terjadinya trombosis arteri. Pasien dengan oklusi pada bypass arteri dapat
menunjukkan gejala yang mirip dengan gejalanya sebelum revaskularisasi,
sedangkan pasien lainnya dapat mengalami gejala yang lebih parah dan
berpotensi untuk mengancam tungkai karena oklusi yang terbentu proksimal
ataupun distal dari segmen yang sudah direvaskularisasi.

2.7 Presentasi Klinis


Pasien dengan iskemia tungkai akut sering datang dengan tanda dan gejala
yang bisa dapat diingat sebagai 6P, yang terdiri dari pain, pallor, pulselessness,
poikilothermia, paresthesia,dan paralysis. Akan tetapi, selain paralysis dan
parestesia, tanda dan gejala iskemia tungkai akut tidaklah spesifik atau tidak
konsisten.
1. Pain atau Nyeri
Rasa nyari yang dirasakan pada iskemia tungkai akut pada umunya terletak
di bagian distal tungkai tersebut, semakin meningkat intensitasnya, dan
menjalar ke daerah proksimal dengan berjalannya durasi iskemia. Setelah
itu, rasa nyerinya dapat berkurang akibat gangguan sensori yang terjadi
akibat proses iskemia.
2. Pallor atau Pucat
Oleh karena perfusi ke tungkai menurun, maka kulit tungkai akan tampak
pucat.
3. Pulseless atau Tidak Berdenyut
Iskemia tungkai akut pada umumnya bermanifestasi dengan denyut nadi
yang berkurang. Denyut normal pada tungkai kontralateral menunjukkan
bahwa embolilah penyebab terjadinya iskemia akut. Sebaliknya, denyut
yang berkurang pada tungkai kontralateral yang asimptomatik
mengindikasikan adanya penyakit kronik dan bisa menunjukkan adanya

13
trombosis akut pada pembuluh yang sudah berpenyakit sebagai penyebab
iskemia akut.
4. Poikilotermia
Dengan menurunnya perfusi, maka kulita pada tungkai yang iskemik akan
terasa dingin apabila disentuh.
5. Parestesi dan Paralisis
Dengan pemeriksaan neurologis, maka dapat ditemukan defisit sensorik
yaitu parestesia, yang merupakan tanda awal disfungsi syaraf yang terjadi
sekunder dari iskemia. Hilangnya fungsi sensori dan motoric yang parah
atau paralisis mengindikasikan iskemia yang sudah advanced. Pada
ekstremitas bawah, kompartmen anterior kakilah yang paling sensitive
terhadap iskemia. Oleh karena itu, defisit sensorik pada dorsal kaki
merupakan salah satu gejala neurologis yang paling pertama bisa
ditemukan.
Pada pemeriksaan neurologis, perlu dinilai sensasi yang masih
dirasakan dan juga kekuatan otot. Kualitas dan karakter dari nadi periferal di
tungkai yang terpengaruh, juga ekstremitas kontralateral, perlu dievaluasi dan
dibandingkan. Untuk gejala pada ekstremitas bawah, nadi yang perlu dipalpasi
adalah femoral, popliteal, dorsalis pedis, dan tibia posterior. Untuk gejala
ekstremitas atas, nadi yang perlu dinilai adalah subklavia, axillar, brakial,
radial, dan ulnar. Berhubung kualitas dari pemeriksaan nadi bervariasi,
handheld Doppler dapat digunakan untuk mengkonfirmasi keberadaan nadi
distal. Yang perlu dinilai adalah sinyal arteri dan juga vena.
Oklusi arteri akut biasanya diasosiasikan dengan spasme berat pada
percabangan arteri distal, dan tungkai pada awalnya akan terlihat putih seperti
marmer. Beberapa jam setelah itu, spasme akan mulai untuk relaksasi. Hal ini
menyebabkan kulit untuk dipenuhi dengan darah yang terdeoksigenesasi,
sehingga muncul bercak-bercak biru muda ataupun ungu, memiliki pola
reticular halus, dan memucat saat ditekan. Akan tetapi, dengan progresi
iskemia, darah yang sudah stagnan disana akan berkoagulasi sehingga muncul
bercak-bercak dengan warna yang lebih gelap, berpola lebih kasar, dan tidak
memucat saat ditekan. Terakhir, bercak-bercak besar berprogresi menjadi

14
blistering dan likuifaksi. Usaha untuk revaskularisasi untuk tungkai yang sudah
mencapai tahap ini tidak berguna dan bisa menyebabkan cedera reperfusi yang
dapat mengancam nyawa. Apabila belum dapat yakin, dapat dilakukan insisi
fasiotomi kecil untuk melihat apakah otot sudah mati.16

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Pada kejadian iskemia tungkai akut, pemeriksaan penunjang yang paling baik
digunakan ialah imaging vascular. Pemilihan untuk tipe imaging yang
digunakan bisa ditentukan melalui ketersediaan modalitas imaging dan waktu
yang dibutuhkan untuk melaksanakan dan menginterpretasikan imaging
berdasarkan urgensi dan penentuan pilihan revaskularisasi.4 Pasien yang
termasuk dalam klasifikasi viable pada umumnya merupakan kandidat untuk
dilaksanakannya imaging vaskular untuk menilai anatomi arteri dan mungkin
sekaligus menjalan terapi trombolitik.
Walaupun, imaging non-invasif seperti duplex ultrasonografi, CT
angiogradi, magnetic resonance angriografi dapat dilakukan pada pasien
dengan iskemia tungkai akut, arteriografi menggunakan kateter dapat
memberikan informasi paling baik. CT dan MR angiografi dapat mendiagnosa
lokasi dan keparahan dari stenosis atau oklusi arteri dengan sensitivitas dan
sensivitas tinggi, akan tetapi tidak memberikan pilihan untuk penanganan.

2.9 Kategori Klinis Iskemia

15
1. Viable (I)
Tungkai yang dianggap sebagai viable adalah tungkai yang tidak dalam
bahaya untuk kehilangan jaringan. Sebuah tungkai dapat dinilai sebagai
viable apabila tungkai tersebut tidak ditemukan gangguan sensorik ataupun
kelemahan otot, dan kedua signal Doppler pada arteri dan vena sama-sama
terdengar. Pada pasien yang masuk ke dalam kategori viable, biasanya ada
cukup waktu melakukan imaging vaskular untuk menentukan tingkat
keparahan penyakit.
2. Immediately Threatened (II)
Tungkai yang masuk dalam kelompok immediately threatened dapat
diselamatkan dengan penanganan yang tepat. Kelompok ini dapat dibagi
menjadi dua yaitu, IIa dan IIb. Pada kategori IIa rasa nyeri masih minimal
dan biasanya di jari-jari tanpa kelemahan otot. Sedangkan pada kategori IIb,
gangguan sensorik sudah lebih dari bagian jari saja dan bisa diasosiasikan
dengan nyeri dan mulai ada kelemahan otot. Pada tahap ini, sinyal hanya
terdengar di vena dan tidak ada lagi di arteri.
3. Irreversibly Ischemic (III)
Tungkai yang diidentifikasikan ke dalam kelompok ini memiliki kerusakan
jaringan yang banyak ataupun kerusakan syaraf yang permanen. Biasa
sudah ada gangguan sensori yang diasosiasikan dengan nyeri. Gangguan
sensorik dan kelemahan otot sudah parah, dan signal Doppler arteri maupun
vena tidak dapat terdengar. Tungkai yang tidak dapat diselamatkan akan
memerlukan amputasi. Imaging vaskular pada umumnya tidak dibutuhkan
untuk tungkai yang tak terselamatkan.17

2.10 Diagnosis
Pasien dengan iskemia tungkai perlu dengan segera dievaluasi oleh spesialis
vaskular apabila ada yang tersedia. Bergantung pada tenaga medis yang
tersedia, spesialis vaskular bisa berupa dokter bedah vaskuler, radiologi
intervensional, kardiologi, atau bedah umum dengan pelatihhan khusus dan
pengalaman dalam menangani penyakit arteri perifer. Apabila tenaga medis

16
tersebut tidak tersedia, maka perlu dikonsiderasi untuk mentransfer pasien ke
fasilitas yang memiliki spesialis vaskular.

Pada kejadian iskemia tungkai akut, evaluasi klinis dan penentuan


diagnosis harus dilakukan dengan cepat, bahkan tanpa imaging. Penyakit ini
harus dikenali dengan cepat karena ada batas waktu dimana otot skeletal dapat
mentoleransi iskemia, yaitu sekitar 4-6 jam. Semakin lama gejala ada, semakin
kecil kemungkinan tungkai tersebut dapat diselamatkan. Penilaian klinis harus
termasuk durasi gejala, intensitas rasa sakit, dan kelainan motorik dan sensorik
untuk membedakan kategori iskemia tungkai akut. Penilaian bedside perlu ada
pemeriksaan arteri dan vena menggunakan Doppler karena palpasi denyut nadi
tidak cukup akurat. Hilangnya sinyal arteri pada Doppler mengindikasikan
bahwa tungkai tersebut threatened. Hilangnya kedua sinyal arteri dan vena
pada Doppler mengindikasikan bahwa tungkai sudah tidak dapat
diselamatkan.18

17
2.11 Tatalaksana

Iskemia tungkai akut secara definitif ditangani dengan revaskularisasi, baik


secara endovaskular ataupun operasi terbuka. Revaskularisasi ini perlu
dilakukan dalam waktu 6 jam. Seringkali, kedua penanganan ini saling
mengkomplemen satu dengan yang lainnya. Teknik yang dapat memberikan

18
restorasi peredaran arteri dengan paling cepat dengan resiko paling rendah
untuk pasien perlu dipilih.
1. Terapi Medis
Sebagai terapi medis, heparin diberikan secara intravena kepada semua
pasien dengan iskemia tungkai akut, kecuali apabila ada kontraindikasi.19
Hal ini dapat menghentikan propagasi trombus dan memberikan efek anti-
inflamasi yang dapat mengurangi iskemia. Pasien yang sudah mendapatkan
heparin sebelum onset dari iskemia tungkai akut dan punya jumlah platelet
yang menurun dapat menyebabkan terjadinya heparin-induced
trombositopenia. Pada situasi seperti ini, yang diberikan adalah inhibitor
direct thrombin, dan bukan heparin.
2. Revaskularisasi Endovaskular
Tujuan revaskularisasi endovaskular dengan kateter adalah untuk
mengembalikan peredaran darah secepat mungkin kepada tungkai yang
viable ataupun threatened dengan menggunakan obat, alat mekanik, atau
keduanya. Pasien yang mengalami iskemia selama
Pasien diberikan unfractionated heparin (UFH) menggunakan
kanula intravena perifer untuk mencegah terbentuknya trombus perikateter.
Sebelum revaskularisasi, angiografi diagnostic perlu dilakukan untuk
menilai inflow dan outflow arteri dan karakteristik dari trombosis. Setelah
itu, operator melewati oklusi menggunakan guidewire dan kateter multi-
side-hole, yang memperbolehkan agen trombolitik untuk dimasukkan
langsung ke dalam trombus. Pemeriksaan klinis dan angiografi dilakukan
selama infuse untuk menilai perubahan, dan pasien juga harus dimonitor
untuk potensi munculnya komplikasi. Setelah peredaran darah berhasil
dikembalikan, angiografi perlu dilaksanakan untuk melihat apakah ada lesi
terbentuk, seperti stenosis graft atau retained valve cusp. Apabila ada, maka
kelainan ini dapat ditangani dengan kateter ataupun tindakan bedah.
Agen trombolitik bekerja dengan merubah plasminogen menjadi
plasmin, yang kemudian akan mendegradasi fibrin. Agen yang sering
digunakan untuk prosedur perifer adalah alteplase, reteplase, atau

19
tenecplase. Agen-agen ini mengaktivasi plasminogen yang terikat pada
trombus secara selektif dan dimasukkan dengan durasi 24-48 jam.4
3. Revaskularisasi Bedah
Tindakan bedah yang dapat dilakukan ada iskemia tungkai akut ialah
tromboembolektomi dengan kateter balon, bedah bypass dan juga dapat
disertai dengan endarterektomi, patch angioplasty, dan trombolisis
intraoperatif. Pada umumnya, kombinasi antara tindakan-tindakan ini
dibutuhkan. Penyebab iskemia dan karakteristik anatomis dapat membantu
memutuskan strategi pembedahan.
Oklusi trombotik pada umumnya pada pasien dengan segmen
vaskular yang berpenyakit kronik. Pada kasus seperti itu, pembetulan
abnormalitas arteri tersebut sangatlah penting. Pasien dengan suspek emboli
dan tidak dtemukannya denyut femoral yang ipsilateral dari tungkai yang
iskemik paling baik ditangani dengan bifurkasi arter femoral komunis dan
tromboelbolektomi dengan kateter balon. Setelah sumbatan berhasi
dikeluarkan, angiografi intraoperatif perlu dilakukan untuk mengkonfirmasi
bahwa trombektomi sudah lengkap dan untuk membimbing penanganan
lanjutan apabila masih ada obstruksi inflow atau outflow yang persisten.4

2.12 Prognosis
Angka kematian dan komplikasi pada pasien dengan iskemia tungkai akut
tinggi. Bahkan dengan revaskularisasi yang cepat dengan agen trombolitik
ataupun tindakan bedah, amputasi perlu dilakukan pada 10-15% pasien selama
perawatan di rumah sakit. Mayoritas amputasi yang dilakukan biasanya diatas
lutut. Sayangnya, 15-20% pasien meninggal dalam 1 tahun setelah memiliki
presentasi klinis dari iskemia tungkai akut, biasanya oleh karena kondisi yang
sebelumnya membuat pasien memiliki predisposisi untuk terjadinya iskemia
tungkai akut.4

20
BAB III
DAFTAR PUSTAKA

1. Hansen JT. Netter’s Clinical Anatomy. Second. Philadelphia: Saunders;


2010.
2. McCance KL, Huether SE. Pathophysiology: The Biologic Basis for Disease
in Adults and Children. Missouri: Mosby; 2014.
3. Norgren L, Hiatt WR, Dormandy JA, Nehler MR, Harris KA, Fowkes FGR,
et al. Inter-Society Consensus for the management of peripheral arterial
disease (TASC II). Int Angiol. 2007;26(2):82–157.
4. Creager MA, Kaufman J, Conte MS. Acute limb ischemia. N Engl J Med.
2012;366(23):2198–206.
5. Eyers P, Earnshaw JJ. Acute non-traumatic arm ischaemia. Br J Surg.
1998;85(10):1340–6.
6. Insull W. The Pathology of Atherosclerosis: Plaque Development and Plaque
Responses to Medical Treatment. Am J Med. 2009;122(1 SUPPL.):S3–14.
7. Dawson I, Sie RB, Van Bockel JH. Atherosclerotic popliteal aneurysm. Br J
Surg. 1997;84(3):293–9.
8. Spitell PC, Spittel JA, Joyce JW, Tajik AJ, Edwards WD, Schaff H V., et al.
Clinical Features and Differential Diagnosis of Aortic Dissection:
Experience With 236 Cases (1980 Through 1990). Mayo Clin Proc. 1993
Jul;68(7):642–51.
9. Tavakol M, Ashraf S, Brener SJ. Risks and Complications of Coronary
Angiography: A Comprehensive Review. Glob J Health Sci. 2011;4(1):65–
93.
10. Skeik N, Soo-Hoo SS, Porten BR, Graber J, Alden P, Cragg A, et al. Arterial
Embolisms and Thrombosis in Upper Extremity Ischemia. Vasc
Endovascular Surg. 2015 Jul 16;49(5–6):100–9.
11. Abbott WM, Maloney RD, McCabe CC, Lee CE, Wirthlin LS. Arterial
embolism: A 44 year perspective. Am J Surg. 1982 Apr;143(4):460–4.
12. Miller S, Causey MW, Schachter D, Andersen CA, Singh N. A case of limb
ischemia secondary to paradoxical embolism. Vasc Endovascular Surg.

21
2010;44(7):604–8.
13. Tang GL, Chang DS, Sarkar R, Wang R, Messina LM. The effect of gradual
or acute arterial occlusion on skeletal muscle blood flow, arteriogenesis, and
inflammation in rat hindlimb ischemia. J Vasc Surg. 2005;41(2):312–20.
14. Varu VN, Hogg ME, Kibbe MR. Critical limb ischemia. J Vasc Surg.
2010;51(1):230–41.
15. Coats P, Wadsworth R. Marriage of resistance and conduit arteries breeds
critical limb ischemia. Am J Physiol Heart Circ Physiol.
2005;288(3):H1044–50.
16. Callum K. ABC of arterial and venous disease: Acute limb ischaemia. BMJ.
2000 Mar 18;320(7237):764–7.
17. Rutherford RB, Baker JD, Ernst C, Johnston KW, Porter JM, Ahn S, et al.
Recommended standards for reports dealing with lower extremity ischemia:
Revised version. J Vasc Surg. 1997;26(3):517–38.
18. Gerhard-Herman MD, Gornik HL, Barrett C, Barshes NR, Corriere MA,
Drachman DE, et al. 2016 AHA/ACC guideline on the management of
patients with lower extremity peripheral artery disease: Executive Summary:
A report of the American college of cardiology/American Heart Association
task force on clinical practice guidelines. Vol. 135, Circulation. 2017. 686-
725 p.
19. Ouriel K, Shortell CK DJ. A comparison of thrombolytic therapy with
operative revasculariation in the initial treatment of acute peripheral arterial
ischemia. J Vasc Surg. 1994;19:1021–30.

22

Anda mungkin juga menyukai