Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendapatan Asli Daerah.

Penyelenggaraan tugas pemerintahan di suatu negara memerlukan sumber-


sumber pembiayaan guna menunjang kegiatan yang dijalankan oleh pemerintah
daerah. Dalam arti bahwa penyediaan sumber keuangan tersebut sebanding
dengan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Undang-
undang No. 32/2004 dan UU No. 33/2004 memberikan peluang lebih banyak bagi
daerah untuk menggali potensi sumber-sumber penerimaan daerah dibandingkan
dengan peraturan-peraturan sebelumnya yang lebih banyak memberikan
keleluasaan pemerintah pusat. Sumber penerimaan daerah sesuai dengan pasal 5
UU. No.32 tahun 2004 terdiri dari :
1. Pendapatan Asli Daerah;
A. Hasil pajak daerah
B. Hasil retribusi daerah
C. Hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan, dan
D. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
2. Dana perimbangan
3. Pinjaman daerah
4. Lain-lain pendapatan yang sah

2.1.1. Pajak Daerah.

Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dibayar oleh orang pribadi atau
badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, dan digunakan
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Pajak
daerah dapat dibedakan menjadi dua yaitu pajak provinsi dan pajak kabupaten.
Pajak provinsi terdiri dari :
a. Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air.
b. Bea balik nama kendaraan bermotor.

27
c. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor.
d. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan.
Pajak kabupaten terdiri dari :
a. Pajak hotel
b. Pajak restoran
c. Pajak hiburan
d. Pajak reklame
e. Pajak penerangan jalan
f. Pajak pengambilan bahan galian C
g. Pajak parkir.

2.1.2. Retribusi Daerah.

Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa


atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh
pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Adapun jenis
retribusi adalah :
a. Retribusi Jasa Umum.
Adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk
tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang
pribadi atau badan.
b. Retribusi Jasa Usaha.
Adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan
menganut prinsip komersial karena dapat pula disediakan oleh sektor swasta.
c. Retribusi Perizinan Tertentu.
Adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka
pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk
pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan
ruang, sumberdaya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna
melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian alam.

2.1.3. Hasil Perusahaan Milik Daerah, dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah
yang

Dipisahkan.

28
2.1.4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah.

Penerimaan dari lain-lain pendapatan asli daerah yang sah mencakup :


a. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan.
b. Hasil pemanfaatan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan.
c. Jasa giro dan pendapatan bunga.
d. Tuntutan ganti rugi
e. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan
f. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan
dan/atau pengadaan barang/jasa oleh daerah.
Widayat (1994) menguraikan beberapa cara untuk meningkatkan
pendapatan asli daerah melalui peningkatan penerimaan semua sumber PAD agar
mendekati atau bahkan sama dengan penerimaan potensialnya. Lebih lanjut
dikatakan bahwa dalam upaya menghitung penerimaan daerah dari pajak dan
retribusi dapat ditempuh dengan dua cara yatu intensifikasi dan ekstensifikasi.
Kegiatan intensifikasi dimaksudkan adalah upaya menghitung potensi seakurat
mungkin, sehingga target yang dibuat mendekati potensi yang ada. Sedangkan
ekstensifikasi adalah menggali sumber-sumber penerimaan baru baik pajak
maupun retribusi yaitu dengan menjaring wajib pajak/retribusi baru.
Mardiasmo dan Makhfatih (2000) mengatakan bahwa potensi penerimaan
daerah adalah kekuatan yang ada di suatu daerah untuk menghasilkan sejumlah
penerimaan tertentu. Untuk melihat potensi penerimaan daerah dibutuhkan
pengetahuan tentang perkembangan beberapa variable-variabel yang dapat
dikendalikan (yaitu variabel-variabel kebijakan dan kelembagaan), dan yang tidak
dapat dikendalikan (yaitu variabel-variabel ekonomi yang dapat mempengaruhi
kekuatan sumber-sumber penerimaan daerah).

2.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Pendapatan Per Kapita.

Statistik pendapatan regional merupakan indikator makro ekonomi, yang


disusun berdasarkan data statistik lintas sektoral, baik data produksi maupun
ketenagakerjaan (BPS Lampung Barat 2002). Kualitas statistik pendapatan
regional sangat tergantung dari kualitas berbagai data yang berasal dari berbagai
sumber, baik dari instansi terkait maupun hasil survey khusus. Pendapatan

29
regional yang dihitung menurut harga tahun dasar (costant price), akan
memberikan gambaran besarnya pertumbuhan ekonomi suatu daerah secara riil,
artinya pertumbuhan ekonomi tersebut tidak terpengaruh oleh masalah perubahan
harga atau inflasi yang terjadi atas barang dan jasa yang diproduksi. Lebih jauh
pertumbuhan ekonomi masing-masing sektor ekonomi akan memberikan
gambaran yang dapat dijadikan indikator dalam mengukur sampai seberapa jauh
keberhasilan pemerintah dalam meningkatkan kontribusi berbagai sector ekonomi
dalam perekonomian daerah.
Widodo (2006) mengatakan bahwa PDRB pada dasarnya merupakan
jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah
tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir (neto) yang dihasilkan
oleh seluruh unit ekonomi. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai
tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada
setiap tahun, sedangkan PDRB atas harga konstan menunjukkan nilai tambah
barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada
satu waktu tertentu sebagai tahun dasar.
Selain itu pendapatan regional atas dasar harga konstan dapat pula
digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan di suatu daerah, dengan
cara membandingkan pertumbuhan ekonomi dengan wilayah-wilayah lain.
Dengan membandingkan pertumbuhan masing-masing sektor antar daerah
(Provinsi/kabupaten) akan dapat pula mengukur kemajuan yang telah dicapai
setiap daerah, sehingga dapat diketahui pelaksanaan prioritas pembangunan
masing-masing daerah.
Pendapatan regional menurut harga yang berlaku akan memberikan
petunjuk kontribusi atau pangsa masing-masing sektor dalam struktur
perekonomian daerah. Dengan mengetahui besarnya kontribusi masing-masing
sektor akan dapat pula dijadikan dasar untuk menyusun prioritas kebijakan
pembangunan di daerah.
Pendapatan per kapita merupakan rata-rata pendapatan yang diterima oleh
masing-masing penduduk. Pendapatan per kapita tersebut diperoleh dengan
membagi pendapatan regional (product regional netto) dengan jumlah penduduk
pertengahan tahun. Pertambahan jumlah penduduk dapat dikatakan sebagai faktor

30
pendorong dalam suatu proses pembangunan ekonomi apabila hal itu diikuti pula
dengan kualitas sumber daya manusianya dan juga dapat dikatakan sebagai faktor
penghambat dalam suatu proses pembangunan ekonomi apabila hal itu tidak
diikuti
oleh peningkatan kualitas sumber daya manusianya. Djojohadikusumo
(1983:18)
”mengatakan bahwa dalam suatu pola dan kerangka yang menyeluruh, interaksi
pertumbuhan penduduk sebagai sumber daya manusia menyebabkan
bertambahnya angkatan kerja, yang konsekuensinya setiap produksi diarahkan
pada suatu pola yang menyerap tenaga kerja lebih banyak dengan memanfaatkan
potensi ekonomi seoptimal mungkin”.

Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dalam jangka waktu tertentu


akan menambah tenaga kerja yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap jumlah
angkatan kerja. Peningkatan jumlah angkatan kerja tersebut harus disesuaikan
dengan peningkatan kegiatan ekonomi sehingga terjadi keseimbangan yang
diharapkan. Dumairy (1996:68), ”mengatakan penduduk dipandang sebagai
pemacu
pembangunan. Berlangsungnya kegiatan produksi adalah berkat adanya orang
yang membeli dan mengkonsumsi barang-barang yang dihasilkan. Konsumsi dari
penduduk inilah yang menimbulkan permintaan agregate, yang pada gilirannya,
peningkatan konsumsi agregate memungkinkan usaha-usaha produktif
berkembang, begitu pula perekonomian secara keseluruhan. Jadi, perkembangan
ekonomi turut ditentukan oleh permintaan yang datang dari penduduk”.

2.3. Inflasi.
Boediono (1982) menyatakan inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga
untuk menaik secara umum dan terus menerus. Faktor-faktor yang mempengaruhi
inflasi adalah :
1. Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang
terlalu kuat (demand pull).
Harga
AS

P2
P1

31
AD2
AD1

Q1 Q2 Output
Sumber : Boediono (1982)
Gambar 2.1. Mekanisme Terjadinya Inflasi karena Permintaan
Masyarakat.
Grafik di atas, menggambarkan proses inflasi karena faktor permintaan
masyarakat meningkat akan barang-barang bertambah (misalnya, bertambahnya
pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan pencetakan uang, atau kenaikan
permintaan luar negeri akan barang-barang ekspor, atau bertambahnya
pengeluaran investasi swasta karena kredit yang murah), maka kurva aggregate
demand bergeser dari AD1 ke AD2. Akibatnya tingkat harga umum naik dari P1
ke P2.
2. Inflasi yang timbul karena kenaikan ongkos produksi (cost push).
Harga
AS2
AS1

P4
P3
AD

Q1 Q2 Output
Sumber : Boediono (1982)
Gambar 2.2. Mekanisme Terjadinya Inflasi karena Dorongan Biaya Produksi.
Grafik di atas, menggambarkan bahwa bila ongkos produksi naik
(misalnya, karena kenaikan harga sarana produksi yang didatangkan dari luar
negeri, atau karena kenaikan harga bahan bakar minyak), maka kurva penawaran
masyarakat (aggregate supply) bergeser dari AS1 ke AS2.

2.4. Belanja Pemerintah Daerah.

32
Pemerintah daerah sebagai suatu organisasi atau rumah tangga yang besar
banyak melakukan pengeluaran untuk kegiatan-kegiatan pembangunan dalam
usaha menjalankan roda pemerintahan. Peran pemerintah ini digunakan terutama
untuk membiayai kegiatan-kegiatan pelayanan yang didak dapat disediakan oleh
swasta. Dumairy (1996) menyatakan bahwa peran pemerintah dapat dipilah
menjadi empat macam kelompok peran, yaitu :
1. Peran alokatif, yakni peran pemerintah dalam mengalokasikan sumberdaya
ekonomi yang ada agar pemanfaatannya bisa optimal dan mendukung efisiensi
produksi.
2. Peran distributif, yakni peranan pemerintah dalam mendistribusikan sumber
daya, kesempatan dan hasil-hasil ekonomi secara adil dan wajar.
3. Peran stabilisatif, yakni peranan pemerintah dalam memelihara stabilitas
perekonomian dan memulihkannya jika berada dalam keadaan disekuilibrium.
4. Peran dinamisatif, yakni peran pemerintah dalam menggerakkan proses
pembangunan ekonomi agar lebih cepat sembuh, berkembang dan maju.
Wagner (1994) dalam Dumairy (1996) menyatakan aktivitas pemerintah
dalam perekonomian cenderung semakin meningkat. Pengukuran tersebut
dilakukan dengan membandingkan pengeluaran pemerintah terhadap produk
nasional. Hal-hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintah selalu meningkat,
yaitu tuntutan peningkatan perlindungan, keamanan dan pertahanan; kenaikan
tingkat pendapatan masyarakat; urbanisasi yang mengiringi pertumbuhan
ekonomi; perkembangan demokrasi; dan ketidak efisienan birokrasi yang
mengiringi perkembangan pemerintahan.
Anaman (2004) dalam Widodo (2006) menyatakan bahwa pengeluaran
pemerintah yang terlalu kecil akan merugikan pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran
pemerintah yang proporsional akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
sebaliknya bila terlalu berlebihan akan menghambat pertumbuhan ekonomi secara
mandiri. Tetapi pada umumnya pengeluaran pemerintah membawa dampak positif
bagi pertumbuhan ekonomi.

2.5. Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat

Pendapatan asli daerah yang merupakan salah satu sumber penerimaan


daerah, perlu terus ditingkatkan kontribusi terhadap APBD. Hal ini karena potensi

33
dari sumber-sumber penerimaan daerah masih mungkin untuk ditingkatkan. Oleh
sebab itu kebijakan pemerintah daerah dalam rencana strategi kabupaten Lampung
Barat tahun 2002-2007 adalah peningkatan pendapatan asli daerah rata-rata 15
persen per tahun. Kenaikan tersebut dimaksudkan untuk memperkirakan
penerimaan daerah secara keseluruhan pada tahun yang akan datang. Target
penerimaan dari pendapatan asli daerah ini didasarkan perkiraan yang terukur dan
rasional dari seluruh sumber-sumber pendapatan asli daerah. Di samping PAD
rata-rata naik 15 persen per tahun, dana perimbangan juga diperkirakan
kenaikannya. Dengan demikian dalam perencanaan anggaran pendapatan dan
belanja daerah dapat dibuat simulasi penerimaan dengan kategori pesimis,
moderat dan optimis.

2.6. Program dan Kegiatan.

Pendapatan asli daerah kabupaten Lampung Barat yang sebelum otonomi


daerah kewenangan pemungutan dilaksanakan oleh Dinas Pendapatan Daerah.
Namun setelah otonomi daerah pemungutan dilakukan oleh masing-masing
dinas/kantor pengelola pendapatan khususnya pemungutan retribusi daerah.
Sedang kan untuk pajak daerah pemungutan dilakukan oleh Dinas Pendapatan
Daerah sekaligus sebagai koordinator Pendapatan Asli Daerah. Program dan
kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Dinas Pendapatan Daerah kabupaten
Lampung Barat adalah :
1. Meningkatkan akurasi data dan aktualitas data melalui kegiatan peremajaan
data obyek/subyek pajak dan retribusi daerah.
Kegiatan ini dilakukan untuk mendata seluruh obyek, subyek pajak dan
retribusi daerah khusus pemungutan yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan
Daerah, seperti pajak hotel, restoran, reklame, hiburan, dan retribusi izin
gangguan. Sedangkan untuk dinas pengelola pendapatan yang lain belum
melakukan pendataan untuk mengetahui potensi masing masing obyek dan
subyek retribusi.
2. Melakukan penyusunan laporan penerimaan daerah.
Kegiatan ini dilakukan setiap bulan, yaitu melakukan rekapitulasi peneriman
daerah secara keseluruhan (dana perimbangan dan pendapatan asli daerah) dan
mengevaluasi seluruh penerimaan rata-rata per bulan apakah penerimaan telah

34
sesuai dengan penerimaan rata-rata per bulan untuk setiap obyek pajak dan
retribusi. Laporan penerimaan daerah ini selanjutnya diumpanbalikkan ke
masing-masing satuan kerja pengelola pendapatan untuk ditindaklanjuti pada
bulan berjalan.
3. Penyuluhan kepada wajib pajak/retribusi daerah.
Kegiatan penyuluhan dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
dalam membayar pajak dan retribusi daerah. Kegiatan ini melibatkan seluruh
dinas pengelola pendapatan yang ada di kabupaten Lampung Barat.
4. Melakukan penagihan pajak dan retribusi daerah.
Kegiatan penagihan pajak dan retribusi daerah ini dilakukan oleh petugas
pemungutan masing-masing dinas pengelola pendapatan, dan hasil
pemungutan ini langsung disetorkan ke Kas Daerah oleh Bendahara Penerima.
5. Meningkatkan penagihan pajak dan retribusi daerah melalui kegiatan
operasional
tim terpadu intensifikasi PAD.
Kegiatan ini dilakukan agar pengurusan perizinan lebih mudah dilakukan oleh
subyek pajak dan retribusi daerah. Hal ini karena belum semua perizinan
dikeluarkan oleh Kantor Terpadu Satu Pintu. Kantor Terpadu Satu Pintu
terbentuk pada tahun 2008, sehingga belum semua kewenangan perizinan
diserahkan mengingat sumberdaya manusia yang terbatas.

2.7. Review Penelitian Terdahulu.

Malik (2002) dalam Mayasari (2004) melakukan penelitian dengan


menggunakan analisis perbandingan dan analisis persentase pertumbuhan. Dari
hasil perhitungannya diperoleh bahwa pajak daerah mempunyai pengaruh positif
terhadap PAD. Penarikan pajak yang lebih intensif sehingga berpengaruh terhadap
PAD. Penerimaan PAD dari pajak daerah akan berpengaruh positif terhadap
APBD. Dari hasil perhitungannya diketahui bahwa kontribusi pajak daerah
terhadap PAD rata-rata setiap tahunnya 23,41 persen. Artinya pajak daerah di kota
Malang mempunyai trend yang positif dalam mendukung APBD. Disamping itu
rata-rata pertumbuhan PAD meningkat sebesar 13,82 persen, sementara rata-rata
pertumbuhan pajak daerah sebesar 29,11 persen.

35
Ardiansyah (2001) melakukan penelitian dengan menggunakan alat
analisis kontribusi dan analisis perbandingan. Dari hasil perhitungannya diperoleh
bahwa pajak daerah di kota Blitar memiliki kontribusi yang besar kedua setelah
retribusi daerah. Hal ini berarti usaha intensifikasi dari masing-masing komponen
pajak daerah memberikan hasil yang baik diantaranya pajak penerangan jalan.
Dari hasil perhitungan diketahui bahwa kontribusi pajak daerah terhadap PAD
selama tahun anggaran 1995/1996 – 1999/2000 sebesar 22,27 persen, dengan
tingkat pertumbuhan realisasi 14,04 persen. Sedangkan persentase realisasi atas
target 108,71 persen. Besarnya capaian angka tersebut ditunjang adanya perolehan
pajak penerangan jalan yang cukup besar dan sistem administrasi yang mudah.
Daud (2001) dalam Mayasari (2004) melakukan penelitian dengan
menggunakan analisis pertumbuhan, analisis kontribusi, analisis efisiensi dan
analisis efektifitas. Hasil perhitungannya didapat bahwa rata-rata laju
pertumbuhan pajak hotel dan restoran di Kabupaten Kendari selama 5 tahun
terakhir yaitu dari tahun 1996/1997 s/d 2000/2001 adalah sebesar 23,5 persen per
tahun sementara rata-rata kontribusi pajak hotel dan restoran terhadap pajak
daerah selama 5 tahun terakhir, yaitu dari tahun 1996/1997 s/d 2000/2001 adalah
sebesar 0,18 persen. Rendahnya pertumbuhan ini disebabkan oleh disatu sisi
penerimaan pajak hotel dan restoran cenderung menurun, di sisi lain penerimaan
pajak daerah setiap tahun semakin meningkat. Sedangkan efektifitas pajak hotel
dan restoran kabupaten Kendari dengan tahun sampel 2000 diperoleh sebesar 3,80
persen. Angka ini menunjukkan tingkat efektifitas pajak hotel dan restoran
tersebut tidak efektif. Kemudian efisiensi pengelolaan pajak hotel dan restoran
yang dihitung berdasarkan data tahun 2000 yaitu dari rasio perbandingan antara
biaya sebesar Rp. 9.000.000 dengan realisasi penerimaan pajak hotel dan restoran
sebesar Rp. 9.362.000, artinya tingkat efisiensi adalah 96,13 persen.
Mayasari (2004) melakukan penelitian dengan melakukan perbandingan
kontribusi pajak daerah terhadap PAD antar kabupaten/kota di Jawa Timur. Pajak
daerah kabupaten masih tergolong sangat rendah yaitu sebesar 79,31 persen yang
terdapat di 23 kabupaten dari 29 kabupaten yang dianalisis. Sedangkan untuk
daerah kota, sebagian besar masih tergolong sangat rendah, yaitu sebesar 87,5
persen yang didapat 7 kota dari 8 kota yang dianalisis. Kemudian untuk analisis

36
statistik deskriptif PAD kabupaten masih tergolong sangat rendah, yaitu sebesar
65,52 persen atau terdapat 19 kabupaten dari 29 kabupaten yang ada. Untuk
daerah kota, sebagian besar masih tergolong sangat rendah, yaitu sebesar 87,5
persen atau terdapat 7 kota dari 8 kota yang ada. Sedangkan analisis statistik
deskriptif kontribusi pajak daerah terhadap PAD kabupaten masih tergolong
sangat rendah atau rendah yaitu sebesar 37,93 persen atau terdapat 11 kabupaten
dari 29 kabupaten yang ada. Untuk daerah Kota, sebagian besar masih tergolong
sangat rendah, yaitu sebesar 62,5 persen atau terdapat 5 kota dari 8 kota yang ada.
Wiwik (2008) melakukan penelitian, untuk mengetahui pengaruh
pendapatan per kapita, jumlah hotel, jumlah restoran, jumlah penduduk, jumlah
wisatawan serta jumlah kendaraan bermotor terhadap penerimaan pajak daerah di
Surakarta. Hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel pendapatan per kapita dan
jumlah wisatawan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan
pajak daerah. Sedangkan variabel jumlah hotel, jumlah restoran, jumlah penduduk
dan jumlah kendaraan bermotor tidak berpengaruh secara signifikan. Dari hasil
estimasi R² diperoleh hasil sebesar 0,969 yang berarti bahwa 96,9 persen variasi
penerimaan pajak daerah dapat diterangkan oleh variasi dari variabel pendapatan
per kapita, jumlah hotel, jumlah restoran, jumlah penduduk, jumlah wisatawan,
serta jumlah kendaraan bermotor. Sementara sisanya sekitar 3,1 persen dijelaskan
oleh variasi variabel lain di luar model.

37

Anda mungkin juga menyukai