Anda di halaman 1dari 45

Laporan Kasus

ANEMIA APLASTIK

Penyaji:

1. Hendra Pranata (140100122)


2. M. Ichsan Aulia S. (140100011)
3. Dewi Naibaho (140100035)
4. Sanni (140100138)
5. Mercinna Fransisca (140100043)
6. Asdar Raya Rangkuti (140100010)

Supervisor : dr. M. Aron Pase, Sp.PD.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018
i

LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan tanggal :

Nilai :

CHIEF OF WARDS

dr. Zanurul

PIMPINAN SIDANG

dr. M. Aron Pase, Sp.PD


ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul “Anemia Aplastik”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan
dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga dapat selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya.Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 6 Agustus 2018

Penulis
iii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN................................................................................i
KATA PENGANTAR........................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................iv
DAFTAR TABEL...............................................................................................v
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................1
1.2 Tujuan................................................................................................2
1.3 Manfaat..............................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................3
2.1 Definisi..............................................................................................3
2.2 Epidemiologi.....................................................................................3
2.3 Etiologi..............................................................................................4
2.4 Faktor Risiko.....................................................................................5
2.5 Manifestasi Klinis..............................................................................8
2.6 Klasifikasi..........................................................................................8
2.7 Patofisiologi dan Patogenesis............................................................9
2.8 Diagnosis.........................................................................................10
2.9 Tatalaksana......................................................................................13
2.10 Prognosis.......................................................................................16
BAB 3 STATUS ORANG SAKIT ..................................................................18
BAB 4 FOLLOWUP........................................................................................28
BAB 5 DISKUSI KASUS................................................................................33
BAB 6 KESIMPULAN....................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................38
iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Tatalaksana Anemia Aplastik...................................................15


v

DAFTAR TABEL

TABEL 2.1. Etiologi Anemia Aplastik.........………………………................ 4

TABEL 2.2. Keluhan Pasien Anemia Aplastik……………………………... 8

TABEL 2.3. Klasifikasi Anemia Aplastik ...................................................... 8


1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Anemia adalah penurunan jumlah eritrosit, kuantitas hemoglobin, atau


volume packed red cells dalam darah di bawah normal1. Salah satu tipe anemia
yang dikenal dalam medis adalah anemia aplastik. Anemia aplastik adalah
kelainan hematologik yang ditandai dengan penurunan komponen selular pada
darah tepi yang diakibatkan oleh kegagalan produksi di sumsum tulang. Pada
keadaan ini jumlah sel-sel darah yang diproduksi tidak memadai. Penderita
mengalami pansitopenia, yaitu keadaan dimana terjadi kekurangan jumlah sel
darah merah, sel darah putih, dan trombosit.2,3,4
Insidensi anemia aplastik bervariasi di seluruh dunia- berkisar antara 2
sampai 6 kasus per sejuta penduduk pertahun.3 Insidensi anemia aplastik
diperkirakan lebih sering terjadi dinegara Timur dibanding negara Barat.
Peningkatan insiden mungkin berhubungan dengan faktor lingkungan seperti
peningkatan paparan terhadap bahan kimia toksik dibandingkan faktor genetik.
Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya peningkatan insiden pada penduduk Asia
yang tinggal di Amerika. Penelitian yang dilakukan di Thailand menunjukkan
peningkatan paparan dengan pestisida sebagai etiologi yang tersering.4,5
Ketersediaan obat-obat yang dapat diperjualbelikan dengan bebas merupakan
salah satu faktor resiko peningkatan insiden. Obat-obat seperti kloramfenikol
terbukti dapat mensupresi sumsum tulang dan mengakibatkan aplasia sumsum
tulang dan mengakibatkan aplasia sumsum tulang sehingga diperkirakan menjadi
penyebab tingginya insiden.6
Diagnosis anemia aplastik dapat ditegakkan berdasarkan gejala subjektif,
gejala objektif, pemeriksaan darah serta pemeriksaan sumsum tulang. Gejala
subjektif dan objektif merupakan manifestasi pansitopenia yang terjadi. Akan
tetapi, gejala dapat bervariasi dan tergantung dari sel mana yang mengalami
depresi paling berat. Diagnosa pasti anemia aplastik adalah berdasarkan

1
2

pemeriksaan darah dan pemeriksaan sumsum tulang. Penegakkan diagnosa secara


dini sangatlah penting sebab semakin dini penyakit ini didiagnosis kemungkinan
sembuh secara spontan atau parsial semakin besar.7,8
Hampir semua kasus anemia aplastik berkembang ke kematian bila tidak
dilakukan pengobatan. Angka kelangsungan hidup tergantung seberapa berat
penyakit saat didiagnosis, dan bagaimana respon tubuh terhadap pengobatan.
Semakin berat hipoplasia yang terjadi maka prognosis akan semakin jelek.
Dengan transplantasi tulang kelangsungan hidup 15 tahun dapat mencapai 69%
sedangkan dengan pengobatan imunosupresif mencapai 38%.9,10
Mengingat kasus anemia aplastik ini memiliki angka morbiditas dan
mortalitas yang cukup tinggi dan pentingnya diagnosis lebih dini, penyaji tertarik
untuk membahas sebuah kasus tentang anemia aplastik yang terjadi di RSUP H.
Adam Malik, Medan.

1.2. TUJUAN
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah:

1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis penyakit anemia aplastik.


2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap
kasus anemia aplastik serta melakukan penatalaksanaan yang tepat, cepat,
dan akurat sehingga mendapatkan prognosis yang baik.

1.3. MANFAAT
Beberapa manfaat yang didapat dari penulisan laporan kasus ini adalah:

1. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang anemia


aplastik
2. Sebagai bahan referensi dan sumber pengetahuan bagi pembaca mengenai
anemia aplastik
3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Anemia aplastik adalah kelainan hematologik yang ditandai dengan


penurunan komponen selular pada darah tepi yang diakibatkan oleh kegagalan
produksi di sumsum tulang. Pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang
diproduksi tidak memadai. Penderita mengalami pansitopenia, yaitu keadaan
dimana terjadi kekurangan jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan
trombosit.2,3,4

2.2. EPIDEMIOLOGI

Insidensi anemia aplastik bervariasi di seluruh dunia, berkisar antara 2


sampai 6 kasus per sejuta penduduk pertahun.3 Analisis retrospektif di Amerika
Serikat memperkirakan insiden anemia aplastik berkisar antara 2 sampai 5 kasus
per sejuta penduduk per tahun.10 The Internasional Aplastic Anemia and
Agranulocytosis Study dan French Study memperkirakan ada 2 kasus per sejuta
orang pertahun.3,10 Frekuensi tertinggi anemia aplastik terjadi pada orang berusia
15 sampai 25 tahun, sedangkan peringkat kedua terjadi pada usia 65 sampai 69
tahun.
Anemia aplastik lebih sering terjadi di negara-negara Timur, dimana
insiden kira-kira 7 kasus per sejuta penduduk di Cina, 4 kasus per sejuta penduduk
di Thailand dan 5 kasus per sejuta penduduk di Malaysia. Penjelasan mengapa
insiden di Asia Timur lebih besar daripada di negara Barat belum jelas.10
Peningkatan insiden ini diperkirakan berhubungan dengan /aktor lingkungan
seperti peningkatan paparan dengan bahan kimia toksik dibandingkan dengan
faktor genetik. Insidensi anemia aplastik diperkirakan lebih sering terjadi dinegara
Timur dibanding negara Barat. Peningkatan insiden mungkin berhubungan dengan
faktor lingkungan seperti peningkatan paparan terhadap bahan kimia toksik
3
4

dibandingkan faktor genetik. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya peningkatan
insiden pada penduduk Asia yang tinggal di Amerika. Penelitian yang dilakukan
di Thailand menunjukkan peningkatan paparan dengan pestisida sebagai etiologi
yang tersering.4,6
Ketersediaan obat-obat yang dapat diperjualbelikan dengan bebas
merupakan salah satu faktor resiko peningkatan insiden. Obat-obat seperti
kloramfenikol terbukti dapat mensupresi sumsum tulang dan mengakibatkan
aplasia sumsum tulang dan mengakibatkan aplasia sumsum tulang sehingga
diperkirakan menjadi penyebab tingginya insiden.7

2.3. ETIOLOGI

Anemia aplastik sering diakibatkan oleh radiasi dan paparan bahan kimia.
Akan tetapi, pada kebanyakan pasien penyebabnya adalah idiopatik atau belum
jelas diketahui.5,12 Anemia aplastik dapat juga terkait dengan infeksi virus dan
dengan penyakit lain (tabel 1).

Tabel 1. Etiologi Anemia Aplastik 7,13

Anemia Aplastik yang Didapat (Acquired Aplastic Anemia)


Idiopathic anaplastic anemia
Anemia Aplastik Sekunder
Radiasi
Bahan-bahan kimia dan obat-obatan
Efek reguler
Bahan-bahan sitotoksik
Benzene
Reaksi Idiosinkratik
Kloramfenikol
NSAID
Antiepileptik
Emas
Bahan-bahan kimia dan obat-obatan lainnya
Virus
Epstein Barr
Hepatitis
Parvovirus
HIV
Penyakit-penyakit imun
Eosinofilik fasciitis
Hipoimunoglobulinemia
Timoma dan carcinoma timus
Penyakit graft-versus-host pada imunodefisiensi
5

Paroksimal nokturnal hemoglobinuria


Kehamilan

Anemia Aplastik yang diturunkan (Inherited Aplastic Anemia)


Anemia Fanconi
Diskeratosis kongenita
Sindrom Schwachman-Diamond
Disgenesis reticular
Amegakariositik trombositopenia
Anemia aplastik familial
Preleukimia (monosomi 7, dan lain-lain)
Sindroma nonhematologi (Down, Dubowitz, Seckel)

2.4. FAKTOR RISIKO

2.4.1. Radiasi

Aplasia sumsum tulang merupakan akibat akut yang utama dari radiasi
dimana stem sel dan progenitor sel rusak. Radiasi dapat merusak DNA dimana
jaringan-jaringan dengan mitosis yang aktif seperti jaringan hematopoiesis sangat
sensitif.5,13 Bila stem sel hematopoiesis yang terkena, maka terjadi anemia
aplastik. Radiasi dapat berpengaruh pula pada stroma sumsum tulang dan
menyebabkan fibrosis.3
Efek radiasi terhadap sumsum tulang tergantung dari jenis radiasi, dosis,
dan luasnya paparan sumsum tulang terhadap radiasi. Radiasi berenergi tinggi
dapat digunakan sebagai terapi dengan dosis tinggi tanpa tanda-tanda kerusakan
sumsum tulang asalkan lapangan penyinaran tidak mengenai sebagian besar
sumsum tulang. Pada pasien yang menerima radiasi seluruh tubuh efek radiasi
tergantung dari dosis yang diterima. Efek pada sumsum tulang akan sedikit pada
dosis kurang dari 1 Sv (ekuivalen dengan 1 Gy atau 100 rads untuk sinar X).
Jumlah sel darah dapat berkurang secara reversibel pada dosis radiasi antara 1 dan
2-5 Sv (100 dan 250 rads). Kehilangan stem sel yang ireversibel terjadi pada dosis
radiasi yang lebih tinggi. Bahkan pasien dapat meninggal disebabkan kerusakan
sumsum tulang pada dosis radiasi 5 sampai 10 Sv kecuali pasien menerima
transplantasi sumsum tulang. Paparan jangka panjang dosis rendah radiasi
eksterna juga dapat menyebabkan anemia aplastik.13
6

2.4.2. Bahan-bahan Kimia


Bahan kimia seperti benzene dan derivat benzene berhubungan dengan
anemia aplastik dan akut myelositik leukemia (AML). Beberapa bahan kimia
yang lain seperti insektisida dan logam berat juga berhubungan dengan anemia
yang berhubungan dengan kerusakan sumsum tulang dan pansitopenia.13

2.4.3. Obat-obatan
Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis obat
berlebihan. Praktis semua obat dapat menyebabkan anemia aplastik pada
seseorang dengan predisposisi genetik. Salah-satu obat yang sering menyebabkan
anemia aplastik adalah kloramfenikol. Obat-obatan lain yang juga sering
dilaporkan adalah fenilbutazon, senyawa sulfur, emas, dan antikonvulsan, obat-
obatan sitotoksik misalnya mieleran atau nitrosourea.3

2.4.4. Infeksi
Anemia aplastik dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti virus hepatitis,
virus Epstein-Barr, HIV dan rubella. Virus hepatitis merupakan penyebab yang
paling sering. Pansitopenia berat dapat timbul satu sampai dua bulan setelah
terinfeksi hepatitis. walaupun anemia aplastik jarang diakibatkan hepatitis akan
tetapi terdapat hubungan antara hepatitis seronegatif fulminan dengan anemia
aplastik. Parvovirus B19 dapat menyebabkan krisis aplasia sementara pada
penderita anemia hemolitik kongenital (sickle cell anemia, sferositosis herediter,
dan lain-lain). Pada pasien yang imunokompromise dimana gagal memproduksi
neutralizing antibodi terhadap Parvovirus suatu bentuk kronis red cell aplasia
dapat terjadi. 12,13
Infeksi virus biasanya berhubungan dengan supresi minimal pada sumsum
tulang, biasanya terlihat neutropenia dan sedikit jarang trombositopenia. virus
dapat menyebabkan kerusakan sumsum tulang secara langsung yaitu dengan
infeksi dan sitolisis sel hematopoiesis atau secara tidak langsung melalui induksi
imun sekunder, inisiasi proses autoimun yang menyebabkan pengurangan stem sel
dan progenitor sel atau destruksi jaringan stroma penunjang.4
7

2.4.5. Faktor Genetik


Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan
sebagian dari padanya diturukan menurut hukum Mendell, contohnya anemia
Banconi. Anemia Banconi merupakan kelainan autosomal resesif yang ditandai
oleh hipoplasia sumsung tulang disertai pigmentasi coklat dikulit, hipoplasia ibu
jari atau radius, mikrosefali, retardasi mental dan seksual, kelainan ginjal dan
limpa.2

2.4.6. Anemia Aplastifk akibat Keadaan Penyakit Lain


Pada leukemia limfoblastik akut kadang-kadang ditemukan pansitopenia
dengan hipoplasia sumsum tulang.2 Pada penyakit Paroxysmal Nocturnal
Hemoglobinuria (PNH) juga dapat ditemukan manifestasi berupa anemia aplastik.
Hemolisis disertai pansitopenia mungkin termasuk kelainan PNH.2
Kasus kehamilan dengan anemia aplastik telah pernah dilaporkan, tetapi
hubungan antara dua kondisi ini tidak jelas. Pada beberapa pasien, kehamilan
mengeksaserbasi anemia aplastik yang telah ada dimana kondisi tersebut akan
membaik lagi setelah melahirkan. Pada kasus yang lain aplasia terjadi selama
kehamilan dengan kejadian yang berulang pada kehamilan-kehamilan
berikutnya.10

2.5. GEJALA KLINIS

Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala


yang timbul adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia eritropoietik akan
menimbulkan anemia dimana timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah,
dyspnoe d’effort, palpitasi cordis, takikardi, pucat dan lain-lain. Pengurangan
elemen lekopoisis menyebabkan granulositopenia yang akan menyebabkan
penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan keluhan dan
gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat sistemik. Trombositopenia tentu
dapat mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir atau pendarahan di organ-
organ.8 Pada kebanyakan pasien, gejala awal dari anemia aplastik yang sering
8

dikeluhkan adalah anemia atau pendarahan, walaupun demam atau infeksi


kadang-kadang juga dikeluhkan.2
Anemia aplastik mungkin asimtomatik dan ditemukan pada pemeriksaan
rutin keluhan yang dapat ditemukan sangat bervariasi (Tabel 2). Pada tabel 2
terlihat bahwa pendarahan, lemah badan dan pusing merupakan keluhan yang
paling sering dikemukakan.

Tabel 2. Keluhan Pasien Anemia Aplastik (n=70)3

Jenis Keluhan %
Pendarahan 83
Lemah badan 80
Pusing 69
Jantung berdebar 36
Demam 33
Nafsu makan berkurang 29
Pucat 26
Sesak nafas 23
Penglihatan kabur 19
Telinga berdengung 13

2.6. KLASIFIKASI ANEMIA APLASTIK

Tabel 3. Klasifikasi anemia aplastik

Klasifikasi Kriteria
1. Anemia aplastik berat
Selularitas sumsum tulang < 25%
Sitopenia minimal 2 dari 3 seri sel darah Hitung neutrofil < 500/µL
Hitung trombosit<20.000/µL
Hitung retikulosit absolut<60.000/µL
2. Anemia aplastik sangat berat Sama seperti kriteria anemia aplastik berat,
kecuali hitung neutrofil < 200/µL
3. Anemia aplastik tidak berat Sumsum tulang hiposeluler, namun sitopenia
tidak memenuhi kriteria berat

2.7. PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS

Dahulu, anemia aplastik dihubungkan erat dengan paparan terhadap


bahan-bahan kimia dan obat-obatan. Anemia apalstik diangap disebabkan paparan
9

terhadap bahan-bahan toksik seperti radiasi, kemoterapi, obat-obatan atau


senyawa kimia tertentu. Penyebab lain meliputi kehamilan, hepatitis viral, dan
fascitis eosinofilik.Jika pada pasien yang tidak diketahui faktor penyebabnya,
maka pasien digolongkan anemia aplastik idiopatik. Namun, sekarang diyakini
ada penejlasan patofisiologis anemia aplastik yang masuk akal, yang disimpulkan
dari berbagai observasi klinis hasil terapi dan eksperimen laboratorium yang
sistematik. Adanya reaksi autoimun pada anemia aplastik juga dibuktikan oleh
percobaan in vitro yang memperlihatkan bahwa limfosit dapat menghambat
pembentukan koloni hemopoietik alogenik dan autologus.3
Selain itu diketahu bahwa limfosit T sitotoksik memerantai destruksi sel-
sel asal hemopietik pada kelainan ini. Sel-sel T efektor tampak lebih jelas di
sumsum tulang dibanding dengan darah tepi pasien anemia aplastik. Sel-sel

tersebut menghasilkan interferon- dan TNF- yang merupakan inhibitor

langsung hemopoiesis dan meningkatkan ekspresi Fas pada sel – sel CD34+. Klon
sel-sel imortal yang positif CD4 dan CD8 dari pasien anema aplastik juga
mensekresi sitokin T-helper-1 yang bersofat toksik langsung ke sel-sel CD34
positif autologus.Sebagian anemia aplastik didapat secara patofisiologis ditandai
oleh destruksi spesifik yang diperantarai sel T ini. Pada seorang pasien, kelainan
ini dapat dikaitakan dengan infeksi virus atau pajanan obat tertentu atau zat kimia
tertentu.3
Kegagalan hematopoietik (produksi sel-sel darah) bertanggung jawab atas
kosongnya sumsum tulang yang tampak jelas pada pemeriksaan apusan aspirat
sumsum tulang atau spesimen core biopsy sumsum tulang. Secara kuantitatif sel-
sel hematopoietik yang imatur dapat dihitung dengan flow cytometry. Sel-sel
tersebut menghasilkan mengekspresikan protein cytoadhesive, yang disebut
CD34. Pada pemeriksaan flow cytometry, antigen sel CD34 dideteksi satu per satu
secara fluoresens, sehingga jumlah sel-sel CD34+ dapat dihitung dengan tepat.
Pada anemia aplastik, sel CD34+ juga hampir tidak ada yang berarti bahwa sel-sel
induk pembentuk koloni eritroid, myeloid dan megakaryositik sangat kurang
jumlahnya.3
10

Perubahan imunitas menyebabkan destruksi, khususnya kematian sel


CD34 yang diperantarai ligan Fas, dan aktivasi alur intraseluler yang
menyebabkan penghentian siklus sel (cell-cycle arrest). Sel-sel T dari pasien
membunuh sel-sel asal hematopoietik dengan perilaku (manner) yang HLA-DR-
restricted melalui ligan Fas. Sel-sel hemopoietik primitif yang normalnya
berjumlah kurang dari 10% sel-sel CD34 + total, relatif tidak terganggu oleh sel-sel
T autoreaktif. Di lain pihak, sel-sel asal hemopoietik yang lebih matur dapat
menjadi target utama serangan sel-sel imun. Sel-sel asal hemopoietik primitif
yang selamat dari serangan autoimun memungkinkn pemulihan hemopietik
perlahan-lahanyang terjadi pada pasien anemia aplastik setelah terapi
imunosupresif.3

2.8. DIAGNOSIS ANEMIA APLASTIK

2.8.1 ANAMNESIS

Anemia aplastik muncul mendadak (dalam beberapa hari) atau perlahan-


lahan (berminggu-minggu atau berbulan-bulan). Pendarahan merupakan gejala
awal yang paling sering. Biasanya pasien mengeluhkan mudah memar, gusi
berdarah, mimisan, aliran mens yang banyak, peteki. Anemia menyebabkan
lemas, dispnea, telinga berdengung dan jantung berdebar-debar. Trombositopenia
menyebabkan mudah memar dan pendarahan mukosa, kulit ataupun pendarahan
di organ-organ. Neutropenia meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Infeksi
merupakan gejala awal yang jarang pada anemia aplastik (tidak seperti pada
agranulositosis dimana faringitis, infeksi anorektal atau sepsis dapat terjadi lebih
awal).
Penderita anemia aplastik sering terlihat sehat meskipun nilai hitung darah
yang sangat menurun. Bila ada gejala sistemik dan kehilangan berat badan harus
diarahkan ke etiologi lain dari pansitopenia. Riwayat obat, paparan zat kimia, dan
penyakit virus, Riwayat keluarga yang memiliki kelainan hematologi dapat
mengindikasikan etiologi dari kegagalan sumsum tulang.

2.8.2 PEMERIKSAAN FISIK


11

Hasil pemeriksaan fisik pada pasien anemia aplastik sangat bervariasi :


- Pucat
- Pendarahan kulit (peteki dan ekimosis)
- Pendarahan gusi
- Pendarahan retina
- Mimisan
- Pendarahan saluran cerna
- Pendarahan vagina
- Demam
- Hepatomegali

2.8.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Darah tepi
Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan.
Anemia yang terjadi bersifat normokrom mormositer, tidak disertai dengan tanda-
tanda regenerasi. Adanya eritrosit muda atau leukosit muda dalam darah tepi
menandakan bukan anemia aplastik. Kadang-kadang pula dapat ditemukan
makrositosis, anisositosis, dan poikilositosis. Granulosit dan trombosit ditemukan
rendah. Limfositosis relatif terdapat pada lebih dari 75% kasus.

Persentase retikulosit umumnya normal atau rendah. Pada sebagian kasus,


persentase retikulosit ditemukan lebih dari 2%. Akan tetapi, bila nilai ini dikoreksi
maka akan diperoleh persentase retikulosit normal atau rendah juga. Adanya
retikulositosis setelah dikoreksi menandakan bukan anemia aplastik. LED selalu
meningkat, waktu pendarahan dan koagulasi memanjang akibat adanya
trombositopenia. HbF meningkat pada anemia aplastik anak dan mungkin
ditemukan pada anemia aplastik konstitusional.
Kadar Fe serum biasaanya meningkat dan clearance fe memanjang dengan
penurunan inkorporasi Fe ke eritrosit yang bersirkulasi.
b. Pemeriksaan sumsum tulang
BNP dilakukan untuk penilaian selularitas baik secara kualitatif maupun
kuantitatif. Semua specimen anemia aplastik ditemukan gambaran hiposelular.
Suatu specimen biopsy dianggap hiposeluler jika ditemukan kurang dari 30%
sel pada individu berumur kurang dari 60 tahun atau jika kurang dari 20%
pada individu yang berumur lebih dari 60 tahun.
12

c. Virus
Hepatitis,HIV, parvovirus dan sitomegalovirus
d. Tes HAM atau tes hemolisis sukrosa
Tes ini diperlukan untuk mengetahui adanya PNH sebagai penyebab.
e. Kromosom
Pada anemia aplastik, tidak ditemukan kelainan kromosom. Pemeriksaan
sitogenetik dengan fluorenscence in situ hybridization dan imunofenotipik
dengan flow cytometry diperlukan untuk menyingkirkan diagnosis banding
seperti myelodisplasia hiposeluler.
f. Pemeriksaan Radiologi
- Nuclear MRI
Pemeriksaan ini merupakan cara terbaik untuk mengetahui luasnya
perlemakan karena dapat membuat pemisahan tegas antara daerah sumsum
tulang berlemak dan sumsum tulang berselular. Pemeriksaan MRI
memberikan gambaran yang khas yaitu ketidakhadiran elemen seluler dan
digantikan oleh jaringan lemak.
- Bone Marrow Scanning
Dengan suntikan koloid radioaktif technetium sulfur yang akan terikat
pada makrofag sumsum tulang atau iodium chloride yang akan terikat pada
transferim. Dengan bantuan scan sumsum tulang dapat ditentukan daerah
hematopoesis aktif untuk memperoleh sel-sel guna pemeriksaan
sitogenetik atau kultur sel-sel induk.
Diagnosa anemia aplastik berdasarkan kombinasi pansitopenia dengan
perlemakan dan ketidakhadiran elemen seluler dari sumsum tulang. Anemia
aplastik merupakan penyakit yang sering pada usia muda.

2.9. TATALAKSANA

Penatalaksanaan anemia aplastik terdiri dariterapi utama, terapi suportif


untuk menangani gejala yang timbul akibat bisitopenia atau pansitopenia, dan
terapi jangka panjang untuk memberikan kesembuhan pada sumsum tulang.
Terapi utama adalah hindari pemaparan lebih lanjut terhadap agen penyebab.
Tetapi sering sulit untukmengetahui penyebab karena etiologinya yang tidak jelas
atau idiopatik.
Terapi suportif diberikan sesuai gejala yang dapat dijelaskan sebagai
berikut : (1) anemia, (2) neutropenia, dan (3)trombositopenia.
13

Pada anemia berikan tranfusi packed red cell jika hemoglobin kurang dari
7g/dl, berikan sampai hb 9-10 g/dl1. Padapasien yang lebih muda mempunyai
toleransi kadar hemogoblin sampai 7-8g/dl;untuk pasien yang lebih tua
kadarhemoglobin dijaga diatas 8g/dl.. Pada neutropenia jauhi buah-buahan segar
dan sayur, fokus dalam menjaga perawatan higienis mulut dan gigi,cuci tangan
yang sering. Jika terjadi infeksi maka identifikasi sumbernya, serta
berikanantibiotik spektrum luas sebelum mendapatkan kultur untuk
mengetahuibakteri gram positif atau negatif. Tranfusi granulosit diberikan pada
keadaan sepsis berat kuman gram negatif, dengan netropenia berat yang tidak
memberikanrespon terhadap pemberian antibiotik. Pada trombositopenia berikan
tranfusi trombosit jika terdapat pendarahan aktif atau trombositkurang dari
<20.000/mm3.

Terapi jangka panjang terdiri dari Terapi imunosupresif, dan terapi


transplantasi sumsum tulang. Terapi transplantasi sumsum tulang lebih
direkomendasikan sebagai terapi pertama, dengan donor keluarga yang sesuai.
Maka karena itu, terapi imunosupresif direkomendasikan pada pasien:

a. lebih tua dari 40 tahun, walaupun rekomendasi berdasarkan dokter dan


faktor pasiennya,
b. tidak mampu mentoleransi transplantasi sumsum tulang karena masalah
penyakit atau usia tua
c. tidak mempunyai donor yang sesuai,
d. akan diterapi tranplantasi sumsum tulang,tetapi sedang menunggu untuk
donor yangsesuai, dan
e. memilih terapi imunosupresif setelah menimbang faktor resiko dan
manfaat dari semua pilihan terapi.

Terapi imunosupresif adalah dengan pemberian anti lymphocyte globuline


(ALG) atau anti thymocyteglobulin (ATG), kortikosteroid, siklosporin yang
bertujuan untuk menekan proses imunologik. ALG dapat bekerja meningkatkan
pelepasan haemopoetic growth factor. Sekitar 40%- 70% dari kasus memberi
respon terhadap pemberian ALG. Terapi ATG dapat menyebabkan reaksi alergi,
dengan pasien mengalami demam, athralgia, dan skin rashsehingga sering
14

diberikan bersamaan dengankortikosteroid. Siklosporin menghambat produksi


interleukin-2 oleh sel-T serta menghambat ploriferasi sel-T dari respon oleh
interleukin-2. Pasien yang diterapi dengan siklosporin membutuhkan perawatan
khusus karena obat dapat menyebabkan disfungsi ginjal dan hipertensi serta perlu
diawasi hubungan interaksi dengan obat lainnya. Terapi imunosupresif merupakan
pilihan utama untuk pasien diatas 40 tahun.
Terapi transplantasi tulang merupakan terapi yang memberikan harapan
kesembuhan, tetapi biayanya sangat mahal, dan mempunyai efek samping yang
mengancam jiwa. Human Leukocyte Antigen (HLA) harus segera dicocokkan
antara pasien dan donor ketika terapi transplantasi tulang dipilih. Transplantasi
sumsum tulang dapat dipertimbangkan menurut hal-hal berikut.

a. Donor yang terbaik biasanya berasal dari keluarga (sibling donor),


b. Transplantasi sumsum tulang dengan pencocokan HLA keluarga
merupakanpilihan untuk pasien dengan umur dibawah 60 tahun,
b. Jika tidak ada HLA yang cocokdari keluarga, pasien dengan umur di bawah 40
tahun dapat melakukan transplantasi sumsum tulang dengan donor bukan
keluarga. Jika pasien berumur lebih dari 40tahun maka diberikan terapi
imunosupresif,
c. Adanya resiko graft rejection atau graft failure (ketika sumsum tulang yang
ditransplantasi tidak tumbuh dan membuat sel darah untuk tubuh). Menerima
banyak tranfusi meningkatkan resiko graft rejection karena kekebalan tubuh
pasien membuat antibodi untuk melawan sel sumsum tulang yang
ditransplantasi. Dokter harus meminimalisasi pemberian tranfusi darah,
d. Diberikan siklosporin A1 atau dosis tinggi cyclophosphamide4 untuk
mengatasi adanya GvHD (graft versus Host Disease). Pemberian obat-obatan
tersebut meningkatkan resiko timbulnya infeksi,
e. Memberikan kesembuhan 70%-90% dari kasus, dan
f. Anak-anak mempunyai angka kesembuhan yang lebih tinggi dibandingkan
orang dewasa.
15

Gambar 1. Tatalaksana Anemia Aplastik Berat

2.10. PROGNOSIS

Prognosis berhubungan dengan jumlah absolute neutrofil dan trombosit.


Jumlah absolute neutrofil lebih bernilai prognostic daripada yang lain. Jumlah
neutrofil kurang dari 500/ul dipertimbangkan sebagai anemia aplastik berat dan
jumlah neutrofil kurang dari 200/ul dikaitkan dengan respon buruk terhadap
imunoterapi dan prognosis jelek bila transplatasi sumsum tulang tidak tersedia.
Anak-anak memiliki respon yang lebih baik daripada orang dewasa. Anemia
aplastik konstitusional merespons sementara terhadap androgen dan
glukokortikoid akan tetapi biasanya fatal kecuali pasien mendapatkan transplatasi
sumsum tulang.
Transplatasi sumsum tulang bersifat kuratif pada sekitar 80% pasien yang
berusia kurang dari 20 tahun, pada pasien 20-40 tahun dan sekitar 50% pada
pasien berusia lebih dari 40 tahun. Akan tetapi, sebanyak 40% pasien yang
bertahan karena mendapatkan transplantasi sumsum tulang akan menderita
gangguan akibat GVHD kronik dan resiko mendapatkan kanker sekitar 11% pada
pasien usia tua atau setelah mendapatkan terapi siklosporin sebelum transplatasi
16

stem sel. Hasil yang terbaik didapatkan pada pasien yang belum mendapatkan
terapi imunosupresif sebelum transplantasi, belum mendapatkan dan belum
tersensitisasi dengan produk sel darah serta tidak mendapatkan radiasi dalam hal
conditioning untuk transplantasi.
Sekitar 70% pasien memiliki perbaikan yang bermakna dengan terapi
kombinasi imunosupresif (ATG dengan siklosporin). Walaupun beberapa pasien
setelah terapi memiliki jumlah sel darah yang normal, banyak yang kemudian
mendapatkan anemia sedang atau trombositopenia.
Penyakit ini juga akan berkembang dalam 10 tahun menjadi paroxysmal
noktural hemoglobinuria, sindrom myelodisplastik atau akut myelogenous
leukemia pada 40% pasien yang pada mulanya memiliki respon terhadap
imunosupresif. Pada 168 pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang,
hanya sekitar 69% yang bertahan selama 15 tahun dan pada 227 pasien yang
mendapatkan terapi imunosupresif, hanya 38% yang bertahan dalam 25 tahun.
Pengobatan dengan dosis tinggi siklofosfamid menghasilkan hasil awal
yang sama dengan kombinasi ATG dengan siklosporin. Namun, siklofosfamid
memiliki toksisitas yang lebih besar dan perbaikan hematologis yang lebih lambat
walaupun memiliki remisi yang lebih bertahan lama.
17

BAB 3

STATUS ORANG SAKIT

ANAMNESIS PRIBADI
Nama : Roiman Panjaitan
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Pria
Status Perkawinan : Belum Menikah
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Suku : Batak
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Purba Sinomba Pohan Kecamatan Siborong-borong

ANAMNESIS

ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan utama : Gusi Berdarah
Telaah :
Hal ini telah dialami OS sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit. Gusi
berdarah dialami OS 2 hari sebelum masuk rumah sakit dan diberikan terapi
selama dirawat di RS namun 2 hari kemudian gusi OS kembali berdarah hingga
sekarang. OS juga mengeluhkan lemas dan pusing sejak 7 bulan ini. OS
mengatakan bahwa OS tidak sanggup berolahraga seperti dulu, bahkan hanya
berjalan saja OS mengeluhkan rasa capek. OS mengatakan bahwa belakangan
ini pakaiannya terasa semakin longgar, nafsu makan dan BB nya juga menurun.
Riwayat muntah darah dan mimisan disangkal. Pasien tidak ada mengeluhkan
demam, batuk dan sesak nafas. Riwayat pekerjaan sebagai petani dan

18
18

penggunaan insektisida selama ± 5 tahun, dimana OS tidak menggunakan alat


pelindung diri. Riwayat penyakit yang sama pada keluarga tidak ada. Pasien
sudah pernah didiagnosa dengan anemia aplastic dari pemeriksaan BMP yang
sudah pernah dilakukan 4 bulan yang lalu. Riwayat pengobatan Sandimun sejak
4 bulan yang lalu dan kemoterapi siklofosfamid siklus dan perencanaan chemo
siklus ke-4. Riwayat transfusi darah merah dan keping darah secara bergantian.
Riwayat BAB berdarah / hitam disangkal. BAK berdarah disangkal. Riwayat
hipertensi disangkal, riwayat sakit gula disangkal. Riwayat pasien menderita
penyakit liver atau sakit kuning disangkal. Riwayat penyakit jantung dan
penyakit ginjal disangkal.
- RPT : Tidak ada

ANAMNESIS UMUM ORGAN


Jantung Sesak Napas :- Edema :-
Angina Pectoris :- Palpitasi :-
Lain-lain :-
Saluran Pernapasan Batuk-batuk :- Asma, bronkitis :-
Dahak :- Lain-lain :-
Saluran Pencernaan Nafsu Makan :↓ Penurunan BB :↓
Keluhan Menelan :- Keluhan Defekasi :-
Keluhan Perut :- Lain-lain :-
Saluran Urogenital Sakit Buang Air Kecil :- BAK tersendat :-
Mengandung Batu :- Keadaan Urin :-
Haid :- Lain-lain :-
Sendi dan Tulang Sakit pinggang :- Keterbatasan Gerak :-
Keluhan Persendian :- Lain-lain :-
Endokrin Haus/Polidipsi :- Gugup :-
Poliuri :- Perubahan Suara :-
Polifagi :- Lain-lain :-
Saraf Pusat Sakit Kepala :+ Hoyong :-
Darah dan
Pembuluh darah Pucat :+ Perdarahan :+
Petechiae :- Purpura :-
Lain-lain :-
Sirkulasi Perifer Claudicatio Intermitten :- Lain-lain :-
19

- RPO : Sandimun, Siklofosfamid


20

ANAMNESIS FAMILI : -
PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK
STATUS PRESENS :
Keadaan Umum Keadaaan Penyakit
Sensorium : Compos Mentis Pancaran wajah :Lemah
Tekanan darah : 110/60 mmHg Sikap Paksa :-
Nadi : 60 x/i, reguler, t/v : cukup Reflek fisiologis :+
Pernapasan : 20 x/i Reflek patologis :-
Temperatur : 36,4 C

Anemia (+) Ikterus (-) Dispnoe (-)


Sianosis (-) Edema (-) Purpura (-)
Turgor Kulit : Baik

Keadaan Gizi : TB 163 cm


BB 53 kg

BW = 53 x 100 % = 84,13 %

163-100

BW = 84,127 %

IMT = 19,94 kg/m2 (normoweight)

KEPALA :

Mata : konjunctiva palp. inf. pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-),
pupil isokor, reflex cahaya direk (+)/indirek(+), kesan = anemia

Telinga : dalam batas normal

Hidung : dalam batas normal


21

Mulut :

Lidah : dalam batas normal

Gigi geligi : gingival bleeding

Tonsil/faring : dalam batas normal

LEHER :

Struma tidak membesar, pembesaran kelenjar limfa (-)

Posisi trakea : medial, TVJ : R-2 cm H2O

Kaku kuduk (-), lain-lain: (-)

THORAX DEPAN

Inspeksi:

Bentuk : Simetris fusiformis

Pergerakan : tidak ada bantuan otot-otot pernafasan

Palpasi:

Nyeri tekan :-

Fremitus suara : stem fremitus kanan = kiri

Iktus : teraba di ICS V medial IMCS

Perkusi:

Batas paru-hati R/A : ICS V/VI

Peranjakan : ±1 cm

Jantung

Batas atas jantung : ICS II-III LMCS


22

Batas kiri jantung :1 cm medial dari Linea Mid Clavicularis Sinistra ICS IV-V

Batas kanan jantung : ICS IV-V LPSD

Auskultasi

Paru

Suara Pernapasan : Vesikuler

Suara tambahan : (-)

Jantung

M1 > M2, P2 > P1, T1 > T2, A2 > A1, desah sistolis (-), desah diastolis (-)

HR : 60 x/i, reguler, intensitas cukup

THORAX BELAKANG

Inspeksi : Simetris fusiformis

Palpasi : Suara fremitus kanan = kiri

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Suara pernapasan : Vesikuler

Suara tambahan : (-)

ABDOMEN

Inspeksi

Bentuk : Simetris

Gerakan lambung/usus : tidak terlihat

Vena kolateral : (-)

Caput medusae : (-)

Hernia Umbilikal : (-)

Palpasi
23

Dinding Abdomen : (-)

HATI

Pembesaran :(-)

Permukaan :(-)

Pinggir :(-)

Nyeri tekan :(-)

LIMFA

Pembesaran : (-), Schuffner : (-), Haecket : (-)

GINJAL

Ballotement : (-), Kiri/Kanan, lain-lain : (-)

UTERUS/OVARIUM : (-)

TUMOR

Perkusi :(-)

Pekak hati :(-)

Pekak beralih :(-)

Auskultasi

Peristaltik usus :(-)

Lain-lain :(-)

PINGGANG

Nyeri ketuk sudut kosto vertebra (-), Kiri/kanan (-)

INGUINAL : tdp

GENITALIA LUAR : tdp

PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT)


24

Perineum : Normal

Spincter Ani : Normal

Lumen : Normal

Mukosa : Normal

Sarung tangan : Normal

ANGGOTA GERAK ATAS ANGGOTA GERAK BAWAH


Deformitas Sendi - Kiri Kanan
Lokasi - Edema : - -
Jari tabuh - Arteri Femoralis : + +
Tremor Ujung Jari - Arteri Tibialis Posterior : + +
Telapak Tangan Sembab - Arteri Dorsalis Pedis : + +
Sianosis - Refleks KPR : + +
Eritema palmaris - Refleks APR : + +
Lain-lain - Refleks Fisiologis : + +
Refleks Patologis : - -
Lain-lain : - -
25

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN

Darah Kemih Tinja

Hb : 6,4 g% Warna : kuning jernih Warna : coklat


6 3
Eritrosit : 2,04 x 10 /mm Protein : (-) Konsistensi : lembek
3 3
Leukosit : 4,42 x 10 /mm Reduksi : (-) Eritrosit : (-)
3 3
Trombosit : 8 x 10 /mm Bilirubin : (-) Leukosit : (-)
Ht : 19 % Urobilinogen : (-) Amoeba/Kista : (-)
LED : 55 mm/jam
Hitung jenis : Sedimen Telur Cacing
Eosinofil : 3,4 % Eritrosit : 1-2 /lpb Ascaris : (-)
Basofil :0% Leukosit : 1-2 /lpb Ankylostoma : (-)
Neutrofil : 42,3% Silinder : (-) T. trichiura : (-)
Limfosit : 44,8 % Epitel : 0-1 /lpb Kremi : (-)
Monosit : 9,30 %
26

RESUME

Anamnesis Keadaan Umum : Gingival Bleeding

Telaah: Hal ini dialami OS 10 hari


SMRS. Gusi berdarah mulai dialami os
2 hari SMRS dan kemudian diberikan
terapi selama dirawat di RS namun 2
hari kemudian gusi os kembali berdarah
hingga sekarang. OS juga mengeluhkan
lemas dan pusing selama 7 bulan ini. Os
mengeluhkan dirinya sudah capek
walau hanya berjalan. OS mengatakan
bahwa belakangan ini pakaiannya terasa
semakin longgar, nafsu makan dan BB
nya juga menurun. Riwayat
penggunaan insektisida ±5 tahun tanpa
penggunaan alat pelindung diri .
Sebelumnya sudah pernah didagnosa
anemia aplastik dengan pemeriksaan
BMP 4 bulan yang lalu. Riwayat
pengobatan Sandimun dan kemoterapi
siklofosfamid 4x
-RPT: Tidak ada
-RPO : Sandimun, Siklofosfamid
Status Presens Keadaan Umum: Baik
Keadaan Penyakit: Sedang
Keadaan Gizi: Normal
Pemeriksaan Fisik Sensorium: Compos Mentis

Kepala & Leher


Conjunctiva palp. Inf pucat (+/+),sklera
ikterik (-/-)
T/H/M : DBN

Thoraks
Inspeksi: Simetris fusiformis
Palpasi: Sonor pada kedua lap. Paru
Perkusi: Simetris fusiformis Ka=Ki
Auskultasi: Vesikuler

Abdomen:
Inspeksi: Simetris
Palpasi: Soepel
Perkusi: Tympani
Auskultasi: Normoperistaltik
27

Ekstremitas: Edema pre tibial (-)


Laboratorium Rutin Darah
Hb: 6,4 g% (anemia)
Eritrosit : 2,04 x 106/mm3
Leukosit: 4,42 x103/mm3
Trombosit: 8 x103/mm3
Ht : 19%

Diagnosa Banding 1.Anemia Aplastik


2.Anemia Hemolitik
3.Leukemia
4.Trombotic Trombocytopenic
Purpura
5. Anemia Perdarahan
6. Penyakit Kronik
Diagnosa Sementara Anemia Aplastik

Penatalaksanaan Aktivitas : tirah baring

Diet : Diet MB

Tindakan suportif : IVFD NaCl 0,9%


20 gtt/i

Medikamentosa :
Transfusi trombosit 3 bag
Transfusi PRC 3 bag
Dexamethason 1 amp/8 jam

Rencana Penjajakan Diagnostik / Tindakan Lanjutan

1. Kemoterapi siklofosfamid sik.


IV
2. Cek darah rutin post transfusi
28

BAB 4

FOLLOW UP
FOLLOW-UP TANGGAL 26/07/2018

S Gusi berdarah(+), badan lemas (+).

Sens : CM, TD: 130/90 mmHg, HR:62x/i, RR: 22x/i,


O temp: 36.5°C
Mata : Konj. Anemis ( ), sklera ikterik ( )
Leher : TVJ R-2 cmH2O
Pembesaran KGB (-)
Thorax: SP: Vesikuler
ST: (-)
Abdomen:Soepel, T/H/M : dalam batas normal, NTE (-)
Ekstremitas: oedem ( ), CRT <2’, akral hangat

Hasil Lab: 26/07/18


Hb/L/T: 6,4/4.420/8000
Bleeding time: 9 menit.
RT:normal
A - Anemia Aplastik
- IVFD NaCl 0,9% 20gtt/i
P - Transfusi trombosit 3 bag
- inj dexamethasone 1amp/8jam

R/ Kemoterapi siklosfosfamid siklus ke IV

FOLLOW-UP TANGGAL 27/07/2018

S Muka pucat (+), badan lemas (+),


Sens : CM, TD: 100/60 mmHg, HR:68x/i, RR: 18x/i,
O temp: 35,4°C
Mata : Konj. Anemis ( ), sklera ikterik ( )

28
29

Leher : TVJ R-2 cmH2O


Pembesaran KGB (-)
Thorax: SP: Vesikuler
ST: (-)
Abdomen:Soepel, T/H/M : dalam batas normal, NTE (-)
Ekstremitas: oedem ( ), CRT <2’, akral hangat
A Anemia Aplastik

P - IVFD NaCl 0,9% 30 gtt/i


- inj dexamethasone 1amp/8jam

R/ Kemoterapi siklosfosfamid Siklus IV

FOLLOW-UP TANGGAL 28/07/2018

Muka pucat (+), badan lemas (+),


S
Sens : CM, TD: 100/70 mmHg, HR:68x/i, RR: 18x/i,
O temp: 35,4°C

Mata : Konj. Anemis ( ), sklera ikterik ( )


Leher : TVJ R-2 cmH2O
Pembesaran KGB (-)
Thorax: SP: Vesikuler
ST: (-)
Abdomen:Soepel, T/H/M : dalam batas normal, NTE (-)
Ekstremitas: oedem ( ), CRT <2’, akral hangat
A Anemia aplastic

P - IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i


- - inj dexamethasone 1amp/8jam
R/DR post transfusi
R/ Kemoterapi siklosfosfamid Siklus IV
30

FOLLOW-UP TANGGAL 29/07/2018

S Wajah Pucat(+),badan lemas(+)


Sens : CM, TD: 100/70 mmHg, HR:62 x/i, RR: 20x/i,
O temp: 37.1°C
Mata : Konj. Anemis ( ), sklera ikterik ( )
Leher : TVJ R-2 cmH2O
Pembesaran KGB (-)
Thorax: SP: Vesikuler
ST: (-)
Abdomen:Soepel, T/H/M : dalam batas normal, NTE (-)
Ekstremitas: oedem ( ), CRT <2’, akral hangat
Hasil Lab 29/07/2018
Hb/L/T: 7.8/ 2060/31.000
D-Dimer: 311/564
Albumin: 4.4
Na/K/Cl: 138/3.1/103
A - Anemia aplastic
- IVFD NaCl 0,9% 20gtt/i
P - Transfusi TC 3 bags
- Transfusi PRC 2 bag
R/ Cek DR post transfuse

FOLLOW-UP TANGGAL 30/07/2018

S Muka pucat (+), badan lemas (+),perdarahan saat


ini(+)gusi berdarah(+)
Sens : CM, TD: 110/70 mmHg, HR:60x/i, RR: 20x/i,
O temp: 36.5°C
Mata : Konj. Anemis ( ), sklera ikterik ( )
Leher : TVJ R-2 cmH2O
Pembesaran KGB (-)
Thorax: SP: Vesikuler
ST: (-)
Abdomen:Soepel, T/H/M : dalam batas normal, NTE (-)
Ekstremitas: akral hangat, CRT <2’

Hasil Lab 30/7/2018


Hb/L/T: 8,2/ 2200/20.000
31

BT:32 menit
A - Anemia Aplastik
- IVFD NaCl o,9% 30gtt/i
P - inj transamin 1 amp extra
-transfusi trombosit 3 bag
R/ Kemoterapi siklofosfamid siklus IV (1/8/18)
Cek HST

FOLLOW-UP TANGGAL 31/07/2018

S Muka pucat (+), badan lemas (+), perdarahan (-). Riw gusi
berdarah (+) tadi malam
Sens : CM, TD: 110/80 mmHg, HR:61 x/i, RR: 19x/i,
O temp: 36°C
Mata : Konj. Anemis ( ), sklera ikterik ( )
Leher : TVJ R-2 cmH2O
Pembesaran KGB (-)
Thorax: SP: Vesikuler
ST: (-)
Abdomen:Soepel, T/H/M : dalam batas normal, Peristaltik
normal
Ekstremitas: oedem ( ), CRT <2’, akral hangat

HST:normal
A - Anemia Aplastik
- Tirah baring
P - IVFD NaCl 0,9% 20gtt/i

R/Kemoterapi siklofosfamid siklus IV (1/8/18)


R/cek darah ulang post transfusi

FOLLOW-UP TANGGAL 1/08/2018

S Muka pucat (+), perdarahan saat ini (-), riw. Gusi


berdarah (+)
Sens : CM, TD: 110/80 mmHg, HR:64 x/i, RR: 21x/i,
32

O temp: 36.5°C
Mata : Konj. Anemis ( ), sklera ikterik ( ), RC
(+/+)
Leher : TVJ R-2 cmH2O
Pembesaran KGB (-)
Thorax: SP: Vesikuler
ST: (-)
Abdomen:Soepel, T/H/M : dalam batas normal,
Peristaltik normal
Ekstremitas: oedem ( ), CRT <2’, akral hangat
Hasil Lab
Hb/L/T: 8,1/2640/32.000

A - Anemia aplastic
- IVFD NaCl 0,9% 20gtt/I
P
R/ kemoterapi siklofosfamid siklus iv hari ini
ACC kemoterapi hari ini Hb:8,1 T: 32.000

FOLLOW-UP TANGGAL 2/08/2018

S Muka pucat (+), gusi berdarah (-), perdarahan spontan


lain (-)
Sens : CM, TD: 110/70 mmHg, HR:80 x/i, RR: 10x/i,
O temp: 35.5°C
Mata : Konj. Anemis ( ), sklera ikterik ( ), RC
(+/+)
Leher : TVJ R-2 cmH2O
Pembesaran KGB (-)
Thorax: SP: Vesikuler
ST: (-)
Abdomen:Soepel, T/H/M : dalam batas normal,
Peristaltik normal
Ekstremitas: oedem ( ), CRT <2’, akral hangat

A - Anemia Aplastik
- IVFD NaCl 0,9% 20gtt/i
33

PBJ

BAB 5

DISKUSI KASUS

TEORI PASIEN

Definisi Pria usia 24 tahun datang dengan keluhan gusi

Anemia aplastic adalah kelainan bedarah 10 hari SMRS. Os juga mengeluhkan


hematologic yang ditandai dengan
penurunan komponen selular pada darah lemas dan pusing sejak 7 bulan yang lalu. Os.
tepi yang diakibatkan oleh kegagalan sudah pernah didiagnosis menderita Anemia
produksi di sumsun
Aplastik oleh dokter yang merawat sebelumnya
melalui pemeriksaan BMP 4 bulan yang lalu.

Faktor Resiko -Pasien terpapar bahan kimia insektesida selama

-Radiasi ± 5 tahun
-Bahan kimia
-Obat obatan
-Infeksi Virus
-Genetik

Epidemiologi -usia pasien saat ini 24 tahun


Frekuensi tertingi anemia aplastic terjadi
pada usia 15 -25 tahun

33
34

Diagnosa Pada pasien ditemukan

1.Anamnesis -gingival bleeding

-konjungtiva anemis(+/+)
Anemia aplastik muncul mendadak (dalam
beberapa hari) atau perlahan-lahan -malaise
(berminggu-minggu atau berbulan-bulan). -mudah lelah
Pendarahan merupakan gejala awal yang -riwayat demam(+)
paling sering. Biasanya pasien
mengeluhkan mudah memar, gusi berdarah,
mimisan, aliran mens yang banyak, peteki.

2. PEMERIKSAAN FISIK

Hasil pemeriksaan fisik pada pasien


anemia aplastik sangat bervariasi : 34

- Pucat

- Pendarahan kulit (peteki dan


ekimosis)

- Pendarahan gusi

- Pendarahan retina
Hb :8,1 g%
- Mimisan
Eritrosit:2,65 x 106/mm3
- Pendarahan saluran cerna
Leukosit:2,64 x 103/mm3
- Pendarahan vagina
Trombosit: 320 x 103/mm3
- Demam
Ht:23%
- Hepatomegali
LED: 55 mm/jam
3.Pemeriksaan penunjang
Hitung Jenis
-Darah Tepi
Eusinofil:8%
-Pemeriksaan Sumsum Tulang
Basophil: 0%
-Viral Marker
35

- Tes HAM atau tes hemolisis sukrosa Neutrofil batang : 33,3 %

-kromosom Neutrofil Segmen:33,3 %

- pemeriksaan radiologi Limfosit :46,6 %

Monosit :72,10 %

Klasifikasi Pada pasien didapati klasifikasi anemia aplastik


tidak berat karena:
1. Berat
-selularitas sumsum tulang <25% - neurophil 880/.µL
-sitopenia minimal 2 dari 3 seri sel
darah: - trombosit 32.000/ µL
a.hitung neutrophil <500/ µL
b.hitung trombosit <20.000/ µL
c.hitung retikulosit absolut<60.000/ µL

2. Sangat berat
- Sama seperti kriteria anemia aplastik
berat, kecuali hitung neutrofil < 200/µL

3. Tidak Berat
-sumsum tulang hiposeluler,namun
sitopenia
tidak memenuhi kriteria berat

Tatalaksana Tatalaksana pada pasien

Terapi Utama - Tirah baring


- IVFD NaCl 0,9 % 20 gtt/i
hindari pemaparan lebih lanjut terhadap - Inj Dexametason 1 amp/8jam
36

agen penyebab. - Inj metoclopramide 1 amp/8jam


- Inj Siklofosfamid 1000 mg (siklus ke-4)
- Inj Ranitidin 50 mg/12 jam
Terapi Suportif - Transfusi trombsit 3 bag
sesuai gejala:
1.Anemia
2.neutropenia
3. trombositopenia

Terapi Jangka Panjang


1.Terapi Imunosupresif
2.Terapi Transpalasi sumsum Tulang
37

BAB 6

KESIMPULAN
Pasien laki-laki berusia 24 tahun bernama RP didiagnosis dengan anemia
aplastik. Pasien dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan dan ditatalaksana dengan
Tirah baring,Diet MB, IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i, Inj. Dexametason 1 amp/ 8 jam,
Inj. Metoclopramid 1 amp/8 jam, Inj. Siklofosfamid 1000mg (siklus ke 4), Inj.
Ranitidin 50 mg / 12 jam, Transfusi trombosit 3 bag.

37
38

DAFTAR PUSTAKA
1. Dorland, W.A., Newman. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC, hlm
55.
2. William, D.M. 1993. Pancytopenia, Aplastic Anemia, and Pure Red Cell Aplasia. In:
Lee GR, et al (eds). Wintrobe’s Clinical Hematology 9 th ed. Philadelphia-London:
Lee&Febiger,;911-43
3. Salonder, H. 2001. Anemia Aplastik. dalam: Suyono S., Waspadji S., et al (eds). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta. Balai Penerbit FKUI;501-8
4. Bakshi, S. Aplastic Anemia. Available in:
http://www.emedicine.com/med/topic162.htm
5. Hoffman. 2000. Hematology: Basic Principles and Practice 3rd ed. Churcil
Livingstone.
6. Niazzi, M., Rafiq, F. The Incidence of Underlying Pathology in Pancytopenia.
Available in http://www.jpmi.org/org_detail.asp
7. Supandiman, I. 2003. Pedoman Diagnosis dan Terapi Hematologi Onkologi Medik.
Jakarta: Q-communication;6.
8. Supandiman, I. 1997. Hematologi Klinik Edisi kedua. Jakarta: PT Alumni;95-101
9. Young, N.S., Maciejewski, J. The Pathophysiology of Acquired Aplastic Anemia.
Available in URL: http://content.nejm.org/cgi/content/fill/336/19/
10. Shadduck, R.K. 2010. Aplastic Anemia: acquired and inherited. in: Kaushansky, K.,
Lichman, M.A., Beutler, E., et al (eds). William Hematology 8 th ed. New Yorl:
McGraw Hill Medical.
11. Smith, E.C., Marsh, J.C. 2005. Acquired aplastic anemia, other acquired bone
marrow failure disorders and dyserythropoiesis. In: Hoffbrand, A.V., Catovsky, D., et
al (eds). Post Graduate Haematology 5th edition. USA: Blackwell Publishing; 190-
206.
12. Paquette, R., Munker, R. 2007. Aplastic Anemias. In: Munker, R., Hiller, E., et al
(eds). Modern Hematology Biology and Clinical Management 2nd ed. New Jersey:
Humana Press;207-16
13. Young, N.S. 2015. Bone Marrow failure syndromes oncluding aplastic anemia and
myelodysplasia. In: Kasper, D.L, Fauci, A.S., Hauser, S.L., et al (eds). Harrison’s
Principle of Internal Medicine. 19th ed. New York: McGraw Hill.
14. Widjanarko A. Sudoyo AW. Salonder H. Anemia aplastik. Dalam: Setiati S,
Alwi I. Sudoyo AW. Simandibrata M. Setiyohadi B. Syam AF, penyunting.
Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-6. Jakarta: Interna Publishing: 2014
39

15. Nabiel A, Solveig GE : Aplastic Anemia: review of etiology and treatment.


Hospital physician. 1999; 1:46-52.
16. Bakta IM : Hematologi Klinik ringkas. Penerbit Buku Kedokteran EGC
Jakarta. 2003; P, 98-109.

Anda mungkin juga menyukai