Anda di halaman 1dari 15

1

BIOTEKNOLOGI KONVENSIONAL DAN MODERN

MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Bioteknologi
yang dibimbing oleh Dr. Umie Lestari, M. Si dan Fauzi Akhbar Anugrah, M. Si

Disusun Oleh
Kelompok 1 Offering A 2016

Anisah Suroya Basaroh (1603416060)


Na’immatus Sholikhah (160341606003)
Novela Memiasih (1603416060)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSANBIOLOGI
Agustus 2018
2

DAFTAR ISI

Halaman Sampul................................................................................... i
Kata Pengantar...................................................................................... ii
Daftar Isi............................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................... 1
1.1.Latar Belakang........................................................................ 1
1.2.Rumusan Masalah................................................................... 2
1.3.Tujuan...................................................................................... 2
BAB 2 PEMBAHASAN....................................................................... 3
2.1 Pengertian bioteknologi konvensional....................................
2.2 Contoh bioteknologi konvensional.........................................
2.3 Pengertian bioteknologi modern.............................................
2.4 Contoh bioteknologi konvensional.........................................
2.5 Perbedaan bioteknologi konvensional dan modern................
2.6 Bidang ilmu yang terkait dalam bioteknologi.........................
BAB 3 PENUTUP................................................................................
3.1.Kesimpulan..............................................................................
3.2.Saran.........................................................................................
Daftar Pustaka........................................................................................ iv
3

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Menurut Bull (1982), bioteknologi merupakan penerapan asas-asas sains
(ilmu pengetahuan alam) dan rekayasa (teknologi) untuk pengolahan suatu bahan
dengan melibatkan aktivitas jasad hidup untuk menghasilkan barang atau jasa.
Secara umum, bioteknologi dapat diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu
bioteknologi konvensional dan bioteknologi modern (Bull, 1982).
Perkembangan bioteknologi tidak hanya didasari pada biologi semata,
tetapi juga pada ilmu-ilmu terapan dan murni lain, seperti biologi molekuler,
mikrobiologi, biokimia, imunologi, genetika, dan biologi sel. Dengan kata lain,
bioteknologi adalah ilmu terapan yang menggabungkan berbagai cabang ilmu
yang dapat dikelompokkan dalam dua cabang ilmu, yaitu ilmu biologi, kimia, dan
ilmu teknik dalam proses produksi barang dan jasa (Ahmad, 2014).
Dahulu bioteknologi dianalogikan dengan industri mikrobiologi (industri
yang berbasis pada peran agen-agen mikroba), tetapi perkembangan selanjutnya
tanaman dan hewan juga dieksploitasi secara komersial seperti hortikultura dan
agrikultura. Dengan demikian, “payung” bioteknologi sangatlah luas mencakup
semua teknik untuk menghasilkan barang dan jasa dengan memanfaatkan sistem
biologi atau sel hidup (Ahmad, 2014).
Prinsip-prisip bioteknologi telah digunakan untuk membuat dan
memodifikasi tanaman, hewan, dan produk makanan. Bioteknologi yang
menggunakan teknologi yang masih sederhana ini disebut bioteknologi
konvensional atau tradisional. Penerapan bioteknologi konvensional ini sering
diterapkan dalam pembuatan produk-produk makanan. Seiring dengan
perkembangan dan penemuan dibidang molekuler maka teknologi yang digunakan
dalam bioteknologi pada saat ini semakin canggih. Bioteknologi yang
menggunakan teknologi canggih ini disebut bioteknologi modern (Nurcahyo,
1997). Oleh karena itu, untuk mempelajari materi ini disusunlah makalah yang
berjudul “ Bioteknologi konvensional dan modern”.
4

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang dapat diambil rumusan masalah sebagi berikut.
1. Apakah yang dimaksud dengan bioteknologi konvensional?
2. Apakah yang dimaksud dengan bioteknologi modern?
3. Bagaimana ciri-ciri dan contoh dari bioteknologi konvensional?
4. Bagaimana ciri-ciri dan contoh dari bioteknologi modern?
5. Bagaimana perbedaan antara bioteknologi konvensional dengan
bioteknologi modern?
6. Bagaimana hubungan antara bioteknologi dengan bidang ilmu yang lain?

1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penyusunan makalah ini
yaitu sebagai berikut.
1. Mengetahui ciri-ciri dan contoh dari bioteknologi konvensional.
2. Mengetahui ciri-ciri dan contoh dari bioteknologi modern.
3. Mengetahui cara membedakan antara bioteknologi konvensional dengan
bioteknologi modern.
4. Mengetahui hubungan antara bioteknologi dengan bidang ilmu yang
lainnya.
5

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bioteknologi Konvensional


Bioteknologi konvensional adalah bioteknologi yang menggunakan
mikroorganisme sebagai alat untuk menghasilkan produk dan jasa, misalnya
jamur dan bakteri yang menghasilkan enzim-enzim tertentu untuk melakukan
metabolisme sehingga diperoleh produk yang diinginkan (Nurcahyo, 1997).
Sedangkan menurut Sopandi (2014), bioteknologi konvensional adalah
bioteknologi yang memanfaatkan organisme secara langsung untuk
menghasilkan produk barang dan jasa yang bermanfaat bagi manusia melalui
proses fermentasi. Bioteknologi konvensional biasanya dilakukan secara
sederhana dan diproduksi dalam jumlah yang terbatas. Dalam bidang pangan,
fermentasi merupakan kegiatan mikroba pada bahan pangan sehingga
dihasilkan produk yang dikehendaki.
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan
anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk
respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang
mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik
dengan tanpa akseptor elektron eksternal. Seiring dengan perkembangan
teknologi, definisi fermentasi meluas menjadi semua proses yang melibatkan
mikroorganisme untuk menghasilkan suatu produk yang merupakan metabolit
primer atau sekunder dalam suatu lingkungan yang dikendalikan (Nurcahyo,
1997).

2.2 Ciri-ciri Bioteknologi Konvensional


Dalam bioteknologi konvensional, penerapan teknik-teknik biologi,
biokimia atau rekayasa masih sangat terbatas sehingga belum mencapai tingkat
rekayasa molekuler yang terarah. Dalam hal ini agensia jasad hidup digunakan
sebagaimana apa adanya, jika ada rekayasa maka rekayasa tersebut masih dalam
6

tingkat yang belum sepenuhnya dapat dikendalikan. Sebagai contoh, untuk


meningkatkan produksi etanol oleh mikroba tertentu, para ilmuwan telah
menerapkan teknik mutasi genetik sejak puluhan tahun yang silam. Pada awal
perkembangannya, teknik mutasi tersebut dilakukan secara acak sehingga hasil
mutasi tidak dapat sepenuhnya dikendalikan atau diramalkan. Ciri- ciri
bioteknologi konvensional secara umu yaitu :
1. Dikenal sejak awal peradaban manusia.
2. Menggunakan secara langsung hasil yang diproduksi organisme atau
mikroorganisme berupa senyawa kimia atau bahan pangan tetentu yang
bermanfaat bagi manusia.
3. Peralatan yang digunakan sederhana.
4. Pemanfaatan mikroorganisme terbatas.
Menurut Clegg (1990) adapun ciri-ciri bioteknologi konvensional yaitu:
1. Memakai makhluk hidup secara langsung.
2. Tanpa didasari prinsip ilmiah.
3. Berdasarkan keterampilan yg diwariskan turun-temurun.
4. Dapat diproduksi secara masal.

2.3 Contoh Bioteknologi Konvensional


Menurut Nurcahyo (1997), contoh bioteknologi konvensional yaitu:
1. Bidang Pangan
a) Proses Pembuatan Tempe
Proses pembuatan tempe adalah proses peragian (fermentasi) oleh kapang
Rhizopus sp, yaitu R. orizae, R. chlamidosporus. Spora kapang ini tumbuh pada
kedelai dan membentuk benang-benang (miselium) yang mengikat biji-biji kedelai
satu dengan lain sehingga didapatkan massa yang kompak. Selama waktu
inkubasi, Rhizopus sp yang digunakan adalah yang terdapat pada tempe yang
sudah jadi atau pada bekas pembungkusnya. Spora kapang ini juga dapat
diawetkan pada daun waru (Hibiscustiliaceus).
Proses fermentasi pada kedelai dapat menyebabkan perubahan kimia
protein karena adanya enzim proteolitik, menyebabkan degradasi protein kedelai
menjadi asam amino. Sehingga nitrogen terlarut meningkat dari 0,5 menjadi 2,5%,
7

degradasi protein ini juga menyebabkan peningkatan PH. Nilai PH tempe yang
baik berkisar antara 6, 3- 6, 5. Aktivitas protease terdeteksi setelah fermentasi 12
jam ketika pertumbuhan hifa kapang masih relatif sedikit. Hanya 5% dari
hidrolisis protein yang digunakan sebagai sumber karbon dan energi . Sisanya
terakumulasi dalam bentuk peptida dan asam amino. Asam amino mengalami
perubahan dari 1,02 menjadi 50,95 setelah fermentasi 48jam. Proses perendaman
dan pemasakan juga mempengaruhi hilangnya protein, selama perendaman
protein turun sebanyak 1,4%. Selama fermentasi protein kasar hanya sedikit yang
berubah tetapi kelarutannya meningkat menjadi kira-kira 50% (Nurcahyo, 1997).
Suhu meningkat selama fermentasi dan akan akan menurun jika
pertumbuhan jamur terhenti. PH meningkat, disebabkan oleh penurunan protein.
Fermentasi juga meningkatkan padatan terlarut, peningkatan total solid ternyata
dapat meningkatkan daya cerna tempe dibandingkan kedelai rebus. Selama
fermentasi terjadi peningkatan Ph secara bertahap 5,0 -7,5 disebabkan
terbentuknya NH3 pada tahap fermentasi. Pada proses fermentasi tempe juga
terjadi perubahan kimia lemak, kapang akan menguraikan sebagian besar lemak
dalam kedelai selama fermentasi. Pembebasan asam lemak ditandai dengan
meningkatnya angka asam 50-70 kali sebelum fermentasi. Lemak dalam tempe
tidak mengandung kolesterol, lemak dalam tempe juga tahan terhadap ketengikan
karena adanya antioksidan alami yang dihasilakn oleh kapang. Adanya enzim
pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe maka protein, lemak, dan
karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna didalam tubuh dibandingkan
yang terdapat dalam kedelai.
Fermentasi pada tempe dapat menghilangkan bau langu dari kedelai yang
disebabkan oleh aktivitas dari enzim lipoksigenase. Jamur yang berperanan dalam
proses fermentasi tersebut adalah Rhizopus oligosporus. Beberapa sifat penting
dari Rhizopus oligosporus antara lain meliputi: aktivitas enzimatiknya,
kemampuan menghasilkan antibiotika, biosintesa vitamin-vitamin B,
kebutuhannya akan senyawa sumber karbon dan nitrogen, perkecambahan spora,
dan penertisi miselia jamur tempe ke dalam jaringan biji kedelai. Proses
pembuatan tempe dapat dilihat pada gambar 2.2 di bawah ini.
8

Gambar 2.1: Proses Pembuatan Tempe (Sumber: Biologieducation.com)

b) Proses Pembuatan Yoghurt


Yoghurt adalah salah satu hasil olahan susu dengan cara difermentasi
sehingga rasanya asam dan manis. Bakteri Lactobacillus bulgaricus dan
Streptococcus thermophilus menguraikan laktosa atau gula susu menjadi asam
laktat yang menyebabkan menjadi asam.
Proses pembuatan susu fermentasi meliputi (1) homogenisasi yaitu untuk
mencegah timbulnya lapisan lemak pada permukaan, sehingga diperoleh produk
yang teksturnya halus, (2) pasteurisasi untuk menginaktifkan enzim dan juga
membunuh mikroba patogen dalam susu, (3) pendinginan dilakukan sampai suhu
mencapai 30-45oC, yang merupakan suhu optimal untuk Lactobacillus bulgaricus,
Streptococcus thermophilus, (4) Inokulasi dan (5) Inkubasi (Wahyudi dan
Suwanto, 1988). Susu mempunyai warna putih kebiru-biruan sampai kuning
kecoklat-coklatan. Warna putih pada susu, serta penampakannya adalah akibat
penyebaran butiran-butiran koloid lemak, kalsium kaseinat dan kalsium fosfat,
dan bahan utama yang memberi warna kekuning-kuningan adalah karoten dan
riboflavin (Cegg, 1990).
Prinsip utama pembuatan asam laktat dengan proses fermentasi adalah
pemecahan laktosa menjadi bentuk monosakaridanya dan dari monosakarida
tersebut dengan bantuan enzim yang dihasilkan oleh Lactobacillus sp. akan
9

diubah menjadi asam laktat. Asam laktat murni tidak berbau, tidak berwarna, dan
bersifat higroskopis pada suhu kamar. Dalam keadaan tidak murni asam laktat
berwarna kekuningan karena mengandung pigmen karoten (Sopandi, 2014).
Proses fermentasi dilakukan sampai pH mencapai 4,4-4,5 yang diikuti
dengan terbentuknya flavor asam yang khas karena terbentuknya senyawa-
senyawa asam laktat, asam asetat, asetal dehid, dan senyawa volatil lainnya. Pada
pH rendah (asam), protein susu akan mengalami koagulasi sehingga terbentuk
koagulan, yang makin lama makin banyak (Sopandi, 2014).
Menurut Sopandi (2014), bakteri Lactobacillus bulgaricus dan
Streptococcus thermophilus mengurai laktosa (gula susu) menjadi asam laktat dan
berbagai komponen aroma dan citarasa. Lactobacillus bulgaricus lebih berperan
pada pembentukan aroma, sedangkan Streptococcus thermophilus lebih berperan
pada pembentukan citarasa.
Pada mikroba yang menjalankan fermentasi, energi yang dihasilkan sedikit
sekali karena electron yang terbentuk tidak diubah menjadi energy tetapi
ditangkap oleh asam piruvat sehingga terbentuk asam laktat, seperti terlihat pada
reaksi dibawah ini:

Asam Piruvat Asam Laktat

Gambar 2.2: Produk Yoghurt (Sumber: google.co.id)

c) Proses Pembuatan Keju


Langkah pertama dalam pembuatan keju pada umumnya adalah
menambahkan asam laktat bakteri dan renin (enzim dari perut anak sapi) atau
bakterial enzim susu. Bakteri tersebut memasamkan bakteri dan enzimnya
10

menggumpalkan protein kasein susu. Bagian yang padat, yaitu curd (dadih)
digunakan untuk membuat keju dan bagian yang cair, yaitu whey (air dadih)
merupakan limbah dari proses ini. Biasanya asam laktat diekstraksi dari whey.
Dalam pemisahan curd dan whey ada perbedaan jumlah kelembaban tergantung
dari jenis keju yang akan dibuat. Untuk keju yang lunak, whey hanya dibiarkan
dari dadi, untuk keju keras, panas dan tekanan yang digunakan untuk mengekstrak
atau menguragi kelembaban lebih banyak. Hampir semua keju rasanya asin,
pengasinan membantu menghilangkan air, mencegah pertumbuhan
mikroorganisme yang tidak diinginkan, dan berkontribusi terhadap rasa keju
(Clegg, 1990). Proses pembuatan keju dapat dilihat pada gambar 2.3.

(a) (b)

(c)
11

Gambar 2.3: Proses pembuatan keju. (a) Bakteri Lactobacili dan enzim rennin
ditambahkan untuk pasturisasi susu. Bakteri membuat rasa masam pada keju dan
rennin menggumpalkan proterin kasein susu. (b) susu berubah menjadi curd atau
dadih (bagian yang mengeras) dan whey atau air dadih (bagian yang lunak). (c) keju
yang ditekan dipindah dari tempat seperti tong atau bak dan diapungkan dalam
sebuan tangki berisi air garam (Sumber: Biologieducation.com).

d) Proses Pembuatan Tape


Tape merupakan makanan tradisional yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia. Tape dibuat dari bahan makanan yang mengandung
karbohidrat seperti singkong, ketan dan bahan-bahan lain yang mengandung
tepung atau karbohidrat. Tape mempunyai rasa manis, beraroma alkohol dan
mempunyai tekstur yang lunak seperti pasta.
Menurut Suwanto (1998), suatu bahan disebut tape apabila bahan yang
telah diragikan berubah menjadi lebih lunak, rasa manis keasam-asaman dan
berbau alkohol. Hal ini disebabkan oleh kegiatan mikroba-mikroba tertentu yang
dapat menghasilkan enzim yang mampu merombak subtrat menjadi gula dan
alkohol.
Proses pembuatan tape dari tinjauan teknik kimia merupakan proses
konversi karbohidrat (pati) yang terkandung dalam ketan hitam menjadi gula
kemudian berlanjut menjadi alkohol melalui proses biologi dan kimia (biokimia)
berikut:
Hidrolisis Fermentasi
Pati Glukosa Alkohol
Proses hidrolisis melalui reaksi sebagai berikut :
Hidrolisis
(C6H10O5)n + n H2On (C6H12O6)
Fermentasi oleh ragi, misalnya Saccharomyces cereviseae dapat
menghasilkan etil alkohol (etanol) dan CO2 melalui reaksi sebagai berikut :

Ragi

(C6H10O5) 2C2H5OH + 2 CO2


12

Gambar 2.4: Produk Tape Singkong (Sumber: google.co.id)

e) Proses Pembuatan Nata de Coco


Nata yang dibuat dari air kelapa dinamakan nata de coco, nata yang dibuat
dari air sisa pembuatan tahu disebut nata de soya. Sedangkan nata de pina
merupakan medium yang digunakan untuk membuat kultur murni baketri
Axetobacter xylinum. Makanan rendah serat nata digunakan sebagai makanan
penyegar atau pencuci mulut (food dessert). Di Indonesia sendiri nata mulai
popular sejak tahun 1981. Nata dapat dipakai sebagai bahan pengisi es krim,
pencampur fruit coctail, yoghurt dan sebagainya. Disamping itu, nata de coco
maupun nata de soya bisa digolongkan pada dietry fiber yang memberikan andil
cukup berarti untuk kelangsungan proses fisiologi secara normal.
Sebenarnya nata berarti bacterial celulose atau selulosa sintesis, hasil
sintesa dari gula oleh bakteri pembentuk nata, yaitu Acetobacter xylinum. Bakteri
ini adalah bakteri asam asetat, bersifat aerobik, gram negatif dan berbentuk batang
pendek. Dalam medium cair A. xylinum membentuk suatu lapisan (massa) yang
dapat mencapai ketebalan beberapa senti meter. Bakteri itu sendiri terperangkap
dalam massa fiber yang dibuatnya. Untuk dapat menghasilkan massa yang kokoh,
kenyal, tebal, putih, dan tembus pandang, perlu diperhatikan suhu inkubasi,
komposisi, dan pH (keasaman media).
13

Gambar 2.5: Produk Nata de Coco (Sumber: google.co.id)

f. Proses Pembuatan Kecap


Pembuatan kecap dengan cara fermentasi di Indonesia, secara singkat
adalah sebagai berikut :

 Kedelai dibersihkan dan direndam dalam air pada suhu kamar selama 12
jam, kemudian direbus selama 4-5 jam sampai lunak.
 Setelah direbus, kedelai ditiriskan dan didinginkan di atas tampah.
 Tampah tersebut ditutup dengan lembaran karung goni, karung terigu, atau
lembaran plastik. Karena terus berulang kali dipakai, bahan yang
digunakan sebagai penutup ini biasanya mengandung spora, sehingga
berfungsi sebagai inokulum.
 Spora kapang Aspergillus wentii akan bergerminasi dan tumbuh pada
substrat kedelai dalam waktu 3 sampai 12 hari pada suhu kamar.
 Kapang dan miselium yang terbentuk akibat fermentasi inilah yang
dinamakan koji.
 Selanjutnya, koji diremas-remas, dijemur, dan kulitnya dibuang.
 Koji dimasukkan ke dalam wadah dari tanah, tong kayu, atau tong plastik
yang berisi larutan garam 20-30 persen.
 Campuran antara kedelai yang telah mengalami fermentasi kapang (koji)
dengan larutan garam inilah yang dinamakan moromi.
 Fermentasi moromi dilanjutkan selama 14-120 hari pada suhu kamar.
 Setelah itu, cairan moromi dimasak dan kemudian disaring
14

Gambar 2.6: skema pembuatan kecap (Sumber: biologi education.com)

2. Bidang Kesehatan
Pembuatan antibiotik yang digunakan untuk pengobatan, diisolasi dari
bakteri dan jamur, contoh Penicillium notatum digunakan sebagai antibiotik
penisilin untuk mrngobati penyakit-penyakit akibat infeksi pathogen.
15

3. Bidang Lingkungan dan Energi


Biogas merupakan salah satu energi alternative pengganti minyak bumi
yang dihasilkan melalui fermentasi kotoran ternak dan bahan organik lainnya.
Melalui fermentasi ini, bahan bahan tersebut diubah menjadi metana yang dapat
berfungsi sebagai penghasil energi yang mirip gas LPG.

Daftar Pustaka

Bull, H. 1982. Pengantar Bioteknologi. Jakarta : Universitas Jayabaya.

Ahmad, A. 2014. Hibah Penulisan Buku Ajar Bioteknologi Dasar. Makassar :


Universitas Hasanudin.

Clegg, M. 1990, Molecular Approaches to the Study of Plant Biosystematics,


Australian Syst. Bot.

Nurcahyo, H. 1997. Strategi Pengembangan Sumber Daya Manusia Berorientasi


pada Penguasaan Bioteknologi Cakrawala Pendidikan. Yogyakarta:
UNY.

Sopandi, T. 2014. Mikrobiologi Pangan – Teori dan Praktikum. Yogyakarta :


UGM.

Suwanto. 1998. Bioteknologi molekuler Mengoptimalkan Manfaat


Keanekaragaman Hayati Melalui Teknologi DNA Rekombinan. Bogor:
IPB.

Anda mungkin juga menyukai