Anda di halaman 1dari 21

HIPOSPADIA

A. Defenisi

Hipospadia merupakan kelain- an kongenital yang paling sering ditemukan pada

anak laki-laki.18,19,20 Kata hipospadia berasal dari bahasa Yunani yaitu Hypo, yang

berarti dibawah, dan Spadon, yang berarti lubang.21,22 Hipospadia dapat di- definisikan

sebagai adanya muara urethra yang terletak di ventral atau proximal dari lokasi yang

seharus- nya. Kelainan ini terbentuk pada masa embrional karena adanya defek pada

masa perkembangan alat kelamin dan sering dikaitkan dengan gangguan pembentukan

seks primer ataupun gangguan aktivitas seksual saat dewasa.

B. Epidemiologi

Insidens hipospadia terjadi pada setiap 1:300 kelahiran bayi laki-laki hidup.

Referensi lain menyatakan bahwa angka kejadian hipospadia adaah 3,2 dari 1000

kelahiran hidup. Makin ke proksimal letak meatus, makin berat kelainannya dan makin

jarang frekuensinya. Klasifikasi dari hipospadia yang sering dipakai adalah glanduler,

distal penile, penoskrotal dan perineal. Tipe distal frekuensinya hingga 90%, sedangkan

yang penile, scrotal, dan perineal hanya 10%. 1

Di Indonesia prevalensi hipospadia belum dketahui secara pasti. Limatahu et al

menemukan 17 kasus di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandau Manado pada periode Januari

2009- Oktober 2010.18 Duarsa et al melakukan penelitian deskriptif terhadap kasus

hipospadia pada Januari 2009 hingga april 2012 di RS Sanglah Bali menemukan

1
sebanyak 53 kasus.19 Tirtayasa et al juga melakukan penelitian mengenai hasil luaran

dari pembedahan urethroplasty pada kasus hipospadia di RS M. Djamil Padang pada

rentang Januari 2012 - Januari 2014 dengan jumlah 44 kasus. 20 Maritzka et al pada studi

observasinya pada rentang tahun 2010-2012 di Jawa Tengah menemukan 120 kasus,

sedangkan Mahadi et al menemukan 24 kasus pada rentang tahun 2009- 2011 di RS

Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan.21,22 Di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta,

Aritonang et al melakukan studi retrospektif mengenai komplikasi TIP pada rentang

tahun 2002-2014 mendapat- kan sampel sebanyak 124 kasus.

C. Patofisiologi

Glans penis pada hipospadia bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal

di bagian ventral. Preputium tidak ada di bagian ventral. Jaringan abnormal yang

menimbulkan chordae adalah jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan

membentang ke distal sampai basis dari glans penis. Kulit penis di bagian ventral distal

dari meatus sangat tipis. Tunika dartos, fascia Buch dan corpus spongiosum tidak ada. 1

Bila meatus letaknya di scrotum atau di perineum, maka terdapat scrotum bifida

dimana ada lekukan yang tak berambut. Raphe penis yang biasanya terdapat di bagian

tengah akan berpindah tempat ke salah satu sisi sesuai dengan adanya torsi dari kulit

penis. 1

Kadang-kadang terdapat saluran urethrae yang buntu di bagian distal dari meatus.

Juga dilaporkan adanya fistula urethrae kongenital yang timbul bersama-sama

hipospadia. Sering kali scrotum letaknya lebih ke anterior dari basis penis (engulfment).

Selain itu, kadang-kadang ditemukan penis yang kecil (mikropenis) sehingga pada

2
keadaan seperti ini diperlukan pemeriksaan kromatin seks untuk identifikasi jenis

kelamin. 1

Jenis kelamin pada embrio ditentukan pada saat konsepsi oleh kromosom pada

spermatozoa yang membuahi ovum. Sperma yang mengandung kromosom X akan

membentuk individu XX (wanita), sedangkan kromosom Y pada spermatozoa akan

membentuk XY (laki-laki).

Pada embrio berumur 2 minggu baru terdapat 2 lapisan, yaitu ektoderm dan

endoderm. Baru kemudian terbentuk lekukan-lekukan di tengah yaitu mesoderm yang

kemuadian bermigrasi ke perifer, memisahkan ektodern dan endoderm. Di bagian caudal

ektoderm dan endoderm tetap bersatu membentuk membrana kloaka.

Pada permulaan minggu ke-6, terbentuk tonjolan antara umbilical cord dan tail

yang disebut genital tubercle. Dibawahnya pada garis tengah terbentuk lekukan yang

mana di bagian lateralnya ada 2 lipatan memanjang yang disebut genital fold.

Selama minggu ke-7, genital tubercle akan memanjang dan membentuk glans. Ini

adalah bentuk primordial dari penis bila embrio adalah laki-laki. Bila wanita akan

menjadi klitoris. 1

Jika terjadi agenesis dari mesoderm, maka genital tubercle tidak terbentuk,

sehingga penis juga tidak terbentuk. Bagian anterior dari membrana kloaka, yaitu

membrana urogenitalia akan ruptur dan membentuk sinus. Sementara itu sepasang lipatan

yang disebut genital fold akan membentuk sisi-sisi dari sinus urogenital. Apabila genital

fold gagal bersatu di atas sinus urogenitalia, maka akan timbul hipospadia. Selama

periode ini juga, terbentuk genital swelling di bagian lateral kiri dan kanan. Hipospadia

3
yang terberat yaitu jenis penoscrotal, scrotal dan perianal, terjadi karena kegagalan

genital fold dan genital swelling untuk bersatu di tengah-tengah. 1

Diferensiasi seksual dan perkembangan urethrae mulai dalam uterus pada kira-

kira minggu 8 dan lengkap pada minggu 15. urethrae dibentuk melalui fusi lipatan

uterhtrae sepanjang permukaan ventral penis. Urethrae glandular dibentuk melalui

kanalisasi suatu korda ektodermal yang telah tumbuh sepanjang glans untuk

menghubungkan dengan lipatan urethrae yang mengalami fusi. Hipospadia terjadi ketika

fusi tidak terbentuk sempurna.

D. Etiologi

Terdapat beberapa etiologi terjadinya hipospadia yaitu faktor genetik, endokrin

dan lingkungan. 4

I. Faktor genetik

Predisposisi genetik diperkirakan karena peningkatan insidens hipospadia

8 kali lipat pada kembar monozigot berbanding kelahiran tunggal. Temuan ini

mungkin terkait dengan 2 fetus yang berebut untuk mendapatkan Human

Chorionic Gonadotropin (HCG) yang dihasilkan oleh satu plasenta, terutama

denga suplay yang tidak mencukupi pada perkembangan kritis urethrae. 4

II. Faktor endokrin

Penurunan androgen atau berkurangnya keupayaan untuk penggunaan

androgen mungkin dapat menyebabkan hipospadia. Pada tahun 1997, laporan oleh

Anderson dkk mengatakan bahwa 60% laki-laki dengan hipospadia ringan dan

40% dengan hipospadia berat ditemukan adanya defek biosintesis testosteron

4
testikular. Mutasi pada enzim 5-alfa reduktase yang merubah testosteron (T)

kepada dihydrotestosteron (DHT) yang lebih poten telah dikaitkan dengan

hipospadia. Pada 1999 suatu laporan oleh Silver dkk menemukan bahwa 10%

laki-laki dengan hipospadia terdapat sekurang-kurangnya satu alel dengan mutasi

5-alfa reduktase. Terdapat peningkatan resiko 5 kali lipat terjadinya hipospadia

pada kelahiran melalui in vitro fertilization (IVF) apabila dibandingkan dengan

kelompok kontrol. Ini terkait dengan progesteron yang biasanya diberikan

protokol IVF. Progesteron adalah substrat untuk 5-alfa reduktase dan bertindak

sebagai inhibitor untuk konversi testosteron menjadi dihydrotestosteron. 4,5

III. Faktor lingkungan

Gangguan endokrin oleh agen lingkungan diperkirakan sebagai etiologi

hipospadia dan peningkatan insidens. Estrogen diketahui sebagai penyebab

perkembangan penis abnormal pada banyak model hewan. Zat-zat dengan

pengaruh estrogenik banyak digunakan oleh industri dan terdapat di dalam

pestisida dalam sayuran dan buah-buahan, dalam susu sapi yang hamil, lapisan

plastik dalam kaleng dan pada sebagian obat-obatan.4,5

E. Klasifikasi

Klasifikasi hipospadia dibuat berdasarkan letak meatus. Adapun klasifikasi dari

hipospadia, yaitu: 4

1. Glandular : Meatus pada glans

2. Scrotal : Meatus pada srotum

3. Distal penile : Meatus pada 1/3 distal penis

4. Perineal : Meatus pada perineum

5
5. Penile : Meatus pada 1/3 tengah dan proksimal penis

6. Peno-scrotal : Meatus pada penoscrotal

Dilihat dari letah muara urethrae yang tidak normal tersebut, hipospadia dibagi

menjadi 3 bagian besar yaitu anterior, middle dan posterior. Hipospadia anterior

merupakan tipe glandula karena muaranya dekat dengan ujung penis. Tipe anterior

sendiri terbagi atas glanular, coronal, atau subcoronal. Untuk tipe middle hipospadia,

terdiri atas distal penile, proximal penile dan penoscrotal. Adapun untuk tipe posterior

muara urathraenya ada di scrotum dan perineum. 4

F. Gejala Klinik

Bayi baru lahir dan anak-anak jarang mengeluhkan gejala yang berhubungan

dengan hipospadia, tapi anak yang lebih besar dan orang dewasa akan mengeluhkan

kesukaran mengarahkan pancaran urine. Chordae menyebabkan pembengkokan ke arah

ventral yang dapat menghambat hubungan seksual. 2

6
Hipospadia perineal dan penoscrotal mengharuskan kencing dalam posisi duduk

dan bentuk proksimal dari hipospadia ini pada orang dewasa dapat menyebabkan

infertilitas. 2

Pasien hipospadia juga mengeluhkan kelainan tampakan bentuk penis karena

adanya kulit depan bagian ventral. Meatus hipospadia bisa saja mengalami stenosis dan

harus diperiksa secara teliti. 2

Gejala klinis dari hipospadia :


- Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah
penis yang menyerupai meatus uretra eksternus
- Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian
punggung penis
- Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan
membentang hingga ke Glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar
- Kulit penis bagian bawah sangat tipis
- Tunika dartos, fasia buck dan korpus spongiosum tidak ada
- Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis
- Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok
Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum)

G. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis. Trias

hipospadia, yaitu: 3

1. Meatus urethrae eksternus terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal

dari letaknya yang normal pada ujung glans penis.

2. Penis melengkung ke bawah terutama saat ereksi.

3. Preputium tidak ditemukan di bagian ventral.

4. Adanya chordae pada bagian ventral.

7
H. Penatalaksanaan

Tujuan utama penanganan operasi hipospadia adalah merekonstruksi penis

menjadi lurus dengan meatus di tempat yang normal atau dekat normal sehingga aliran

kencing arahnya ke depan dan dapat melakukan coitus dengan normal, prosedur operasi

satu tahap pada usia dini dengan komplikasi yang minimal.meskipun pada kepustakaan

disebutkan ada lebih dari 200 teknik operasi untuk hipospadia tapi yang paling populer

adalah teknik dari Thiersch-Duplay (Byars), Dennis Brown, Cecil Culp dan lain-lain.

Pada semua teknim operasi tersebut pada tahap pertama dilakukan eksisi dari chordae.

Penutupan luka operasi dilakukan dengan menggunakan preputium bagian dorsal dari

kulit penis. 1

I. Tahap Pertama Operasi (Chordectomi)

Tahapan pertama ini dilakukan pada usia 1 ½ - 2 tahun bila ukuran penis sesuai

untuk usianya. Setelah eksisi chordae, maka penis akan menjadi lurus, tapi meatus

masih pada tempatnya yang abnormal. 1,3

II. Tahap Kedua Operasi (Urethroplasty)

Tahapan kedua dilakukan urethroplasty yang dikerjakan 6 bulan setelah tahap

pertama. Pada tahap ini dibuat insisi pada tiap sisi urethrae sampai ke glans, lalu

dibuat pipa dari kulit di bagian tengah ini untuk membentuk urathrae. Setelah
8
urethrae terbentuk, luka operasi ditutup dengan flap dari kulit preputium di bagian

lateral yang ditarik ke ventral dan dipertemukan pada garis median. 1,3

Teknik Triersch-Duplay (Byars) dilakukan operasi 2 tahap. Cecil Culp melakukan

teknik 3 tahap dimana pada tahap kedua, penis dilekatkan pada scrotum. Baru pada

tahap ke-3 dilakukan pemisahan penis dan scrotum. Pada tahun 1959, Harton dan

Devine memperkenalkan teknik satu tahap untuk penanggulangan hipospadia. Teknik

satu tahap ini dilakukan pada anak yang lebih besar dengan penis yang sudah cukup

basar dan dengan kelainan hipospadia jenis distal. 1

Pada penanggulangan hipospadia, jelas diperlukan preputium, karena itu

sirkumsisi merupakan kontarindikasi absolut pada hipospadia. 1,2,3

Waktu Operasi

Usia minimal yang ideal untuk melakukan operasi hipospadia adalah 6 bulan dan

belum pernah di khitan. Karena untuk hipospadia tipe berat, diperlukan kulit preputium

penisuntuk menyambung urethrae plate dan membuat kanalisasi. Tingkat keberhasilan

operasi ini juga sangat tergantung pada tipe hipospadia, proses operasi dan perawatn

pasca-operasi.

Sebelum tahun 1980, operasi hipospadia dilakukan pada anak-anak di atas 3 tahun

dengan pertimbangan memudahkan operasi. Namun saat ini banyak yang menganjurkan

usia 4-18 bulan. 4

Operasi koreksi sebaiknya dikerjakan pada usia prasekolah. Pada bayi dilakukan

chordectomi untuk meluruskan penis. Pada usia 2-4 tahun dilakukan tahap kedua yang

terdiri dari rekonstruksi urethrae. Neo-urethrae biasanya dibuat dari kulit preputium,

penis dan scrotum. Karena kulit preputium merupakan bahan yang terbaik untuk

9
urethroplasy, maka tidak dianjurkan sirkumsisi pada hipospadia, agar kulit preputium

dapat dimanfaatkan. Pada pertumbuhan sampai usia dewasatidak menimbulkan masalah

karena bagian urethrae baru turut tumbuh, ereksipun tidak terganggu. 3

Dari berbagi studi menunjukkan usia pasien untuk rekontruksi hipospadia antara

3-15 bulan

Dikutip dari kepustakaan no.6

Pada hipospadia yang ringan tidak menimbulkan gejala terutama pada bayi baru

lahir dan usia muda. Jika tidak ditangani dengan cepat, maka pada usia dewasa mungkin

akan mengalami kesulitan untuk memancarkan urine sewaktu miksi.

Tindakan Pembedahan

Tujuan pengelolaan hipospadia adalah untuk mendapatkan pancaran air kemih

yang wajar. Letak meatus pada urethrae yang paling distal sewaktu ereksi batang penis

harus lurus, berukuran wajar dan bebas dari obstruksi pada urethrae bagian proksimal.

Dari kepustakaan, lehid dari 150 metode pembedahan yang pernah dikemukakan dan ini

10
menunjukkan betapa sulitnya pengelolaan hipospadia dan tidak ada satupun metode yang

paling baik. Hal ini perlu diberi penjelasan kepada orang tua atau kalau penderita dewasa,

diberitahu setiap kemungkinan memerlukan tindakan pembedahan berikutnya sesudah

setiap satu pembedahan. Kesan bahwa dengan tindakan bedah plastik akan ”normal

secara sempurna” harus dihilangkan dulu dari pikiran orang tua atau penderita sendiri dan

kemungkinan adanya penyulit operasi harus diterangkan dengan jelas, seperti fistula

(terbanyak), striktura (di tempat proksimal uerthrae yang dianastomosis) dan chordae

residif. Jika timbul penyulit seperti fistula tentu kemungkinan memerlukan tidakan

pembedahan beriukutnya yang lebih besar. Karena adanya kemungkinan tahapan operasi

dengan selisih waktu minimal 6 bulan, maka anjuran pembedahan secara ideal dapat

dimulai sejak usia 2 tahun. Seandainya timbul penyulit, dalam usia sebelum masuk

sekolah, pembedahan yang bertahap itu sudah dapat diselesaikan. 2,5

Dari berbagai metode ini pada umumnya tindakan dilakukan dengan dasar 2

tahap:

1. Chordectomi, membuang jaringan ikat sehingga batang penis dapat lurus.

2. Urethroplasty, merekonstruksi pipa urathrae sampai ke distal.

Namun pada beberapa tahun terakhir mulai dikembangkan beberapa metode

dalam satu tahap. Di medan, sejak tahun 1977 lebih banyak dilakukan dalam metode satu

tahap menurut Horton-Devine, yang memberi keuntungan dikurangkan masa opname,

fungsi dan bentuk estetik serta pancaran air kemih yang baik. Kalau dalam pembedahan

satu tahap berhasil baik, ini sangat menyenangkan ahli bedah dan orang tua atau

penderita, namun jika memang timbul penyulit dapat diperbaiki sebagai tahap kedua.

11
Kerugiannya adalah waktu pembedahan berlangsung lama (2-3 jam) yang memerlukan

pengawasan lebih teliti dari ahli anestesi. 3,5

Teknik Operasi

1. Operasi hipospadia satu tahap (One Stage Urethroplasty)

Merupakan teknik operasi sederhana yang sering dapat digunakan, terutama untuk

hipospadia tipe distal. Meskipun sering hasilnya kurang begitu bagus untuk kelainan

yang berat. Sehingga banyak dokter lebih memilih untuk melakukan 2 tahap. Untuk

tipe hipospadia proksimal yang disertai dengan kelainan yang jauh lebih berat, maka

one stage urethroplasty tidak dapat dilakukan. Tipe hipospadia proksimal sering kali

diikuti dengan kelainan-kelainan yang berat seperti korda yang berat, globuler glans

yang bengkok ke arah ventral (bawah) dengan dorsal skin hood dan propenil bifid

scrotum atau sisa kulit yang sulit ditarik pada saat dilakukan operasi pembuatan

urethrae. Kelainan yang seperti ini biasanya harus dilakukan 2 tahap. 5

2. Operasi hipospadia dua tahap

Tahap pertama dilakukan untuk meluruskan penis supaya posisi meatus nantinya

letaknya lebih proksimal (lebih mendekati letak normal), memobilisasi kulit dan

preputium untuk menutup bagian ventral atau bawah penis,chordectomi komplit

dilakukan untuk memobilisasi korpus kavernosum dan memindahkan ostium urethrae

dari tempat abnormal ke glans penis. Tahap selanjutnya (tahap 2) dilakukan

urethroplasty (pembuatan saluran kencing) sesudah 6 bulan. Dokter akan menetukan

teknik operasi yang terbaik. Satu tahap maupun dua tahap dapat dilakukan sesuai

dengan kelainan yang dialami oleh penderita. 3,5

12
Dikutip dari kepustakaan no.6

Pilihan Teknik Operasi

Ada beberapa teknik operasi yang menjadi rekomendasi dalam penatalaksanaan

hipospadia, yaitu : 6

1. Tipe Glanular

Dapat digunakan teknik Y terbalik (Meatal Advancement and Glanuloplasty

Inccorporated – MAGPI) atau Y-V Modified Mathieu.

2. Tipe Distal

Dapat digunakan Y-V Modified Mathieu atau Tubularized Incised Plate (TIP).

13
3. Tipe Proksimal

Dapat digunakan Lateral Based (LB) Flap, Onlay Island Flap, TIP atau reparasi dua

tahap (Two Stage Repair).

Y-V Modified Mathieu

Langkah-langkah operasi sebagai berikut :


-
Insisi dengan bentuk huruf Y pada daerah pertengahan meatus. Dengan panjang

sekitar 0,5 cm.


-
Insisi dibuat agak dalam dan ketiganya dielevasikan.
-
Ujung atas diikat dengan pertengahan bawah sehingga menyerupai mata anjing.
-
Membuat irisan U pada bagian ventral hingga batas orifisium urethrae eksterna.
-
Mangangkat irisan tersebut, lalu membuat irisan V dan menjahit keduanya sampai di

ujung glans dengan menggunakan benang vicryl 6.0, sehingga terbentuk lubang baru.
-
Menjahit. 6

14
-

Dikutip dari kepustakaan no.6

MAGPI (Meatal Advancement and Glanuloplasty Incorporated)

Teknik operasi ini digunakan pada hipospadia glanular dengan meatus urathrae

yang bisa dimobilisasi sehingga bisa ditarik ke ujung glans. Jika meatus tidak bisa

dimobilisasi secukupnya akan memberikan hasil yang kurang memuaskan.

Langkah-langkah Meatal Advancement :


-
Bibir belakang meatus bagian distal dipotong longitudinal untuk menghindari urine

terpancar ke bawah.

Langkah-langkah Glanuloplasty :
-
Dengan cara melebarkan bagian tepi meatus ke arah depan dan memutar sayap

glanular yang pipih ke atas dan ke arah vantal berbentuk kon. Adalah penting untuk

15
memastikan jaringan glans berada dalam dua lapisan bersama penutupan yang dalam

dari mesenkim glans dan lapisan superfisial epitel galns. 6

Tubularized Incised Plate Urethroplasty (TIP)

Teknik operasi ini didasari oleh perkiraan bahwa insisi garis tengah ke dalam plat

urethrae bisa diluaskan unuk urethroplasty tanpa tarikan. Banyak yang melaporkan

bahwa teknik ini memberikan hasil yang terbaik, yaitu :

1. Plat urethrae tidak boleh kurang dari 1 cm dan

2. Tidak ada chordae yang dalam pada bagian distal.

Langkah-langkah operasi TIP sebagai berikut :


-
Kulit diinsisi 1-2 mm dari proksimal meatus dan kulit yang dilobangi ditempel di

persimpangan penoscrotal.
-
Plat urethrae dipisahkan dari sayap glans dengan insisi pararel sepanjang

persimpangan tersebut.
-
Torniket dilakukan di ujung penis agar memberikan visualisasi yang lebih baik pada

lapangan pandang operasi.


-
Insisi dilakukan dengan menggunakan gunting pada garis tengah antara meatus

dengan ujung plat urethrae. Insisi tidak boleh sampai ujung glans. Kedalaman insisi

tergantung luas plat dan dalamnya.


-
”Tubularization” selesai dengan penutupan 2 lapisan subepitelial. 6

16
Onlay Island Flap

Teknik operasi ini sesuai pada hipospadia tipe proksimal tanpa chordae yang

dalam. Langkah-langkah operasi yaitu :


-
Insisi garis tengah vertikal pada galans sehingga luas alur glanular cukup untuk

meatus.
-
Insisi vertikal dibiarkan terbuka untuk epitelisasi sekunder.
-
Insisi subkoronal dibuat di sekeliling galans dan dilajutkan ke salah satu sisi plat

urathrae pada persimpangan dengan kulit ventral yang normal. Kemudian ke atas

salah satu sisi alur glanular ke arah apeks glansplasti.


-
Kulit di ”deglove” dari distal ke tutup proksimal fascia Buck supayamenyediakan

arteri yang mengandung padikel ke preputial flap.


-
Pedikel dipisahkan dari kulit luar preputial di bawah suplai darah instrinsik prepuce

luar. Elevasi dari sayap glans membolehkan ia dirotasi sekeliling urethroplasty.


-
Onlay flap seluas 1 cm diambil dari dalam dan dijahit pada garis sutura di bawah

pedikel. 6

Lateral Based (LB) Flap

Langkah-langkah operasi ini sebagai berikut :


-
Membuat irisan bentuk Y dan agak dalam di daerah glans, lalu mengangkat chordae.
-
Membuat irisan disamping penis dan memobilisasi irisan dengan mengikutkan OUE

ke arah irisan tadi dan menjahit, sehingga terbentuk OUE baru.


-
Membuat lapisan pelindung bagi OUE baru dan menutup kulit. 6

17
-

Dikutip dari kepustakaan no.6

Komplikasi Pasca Operasi

Komplikasi pada hipospadia terbagia atas dua, komplikasi dini yang terdiri dari

infeksi, fistula, hematom, dehisensi luka atau luka robek lagi, komplikasi lanjut berupa

urethrae pendek, divertikel, striktur, dan batu.

Adapun beberapa komplikasi pasca operasi pada hipospadia yang sering

ditemukan, yaitu : 5

1. Edema atau pembengkakan

Edema terjadi akibat reaksi jaringan, beratnya dapat bervariasi, juga terbentuknya

hamatoma atau kumpulan darah di bawah kulit, yang biasanya di cegah dengan balut

tekan selama 2-3 hari pasca operasi.

18
2. Fistula Urethrokutan

Merupakan komplikasi tersering dan ini digunakan sebagai parameter untuk menilai

keberhasilan operasi. Pada prosedur operasi satu tahap ini angka kejadian yang dapat

diterima adalah 5-10%.

3. Striktur

Terjadi pada pembentukan neo-urethrae yang terlalu lebar, atau adanya stenosis

meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.

4. Divertikulum

Terjadi pada pembentukan neourethrae yang terlalu besar, atau adanya stenosis meatal

yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.

5. Residual chordae atau Rekuren chordae

Terjadi akibat dari rilis korda yang tidak sempurna, dimana tidak melakukan ereksi

artifisial saat operasi atau pembentukan skar yang berlebihan di ventral penis

walaupun sangat jarang.

6. Rambut dalam urathrae

Dapat mengakibatkan infeksi saluran kecing yang berulang atau pembentukan batu

pada saat puberitas.

Untuk menilai operasi hipospadia yang baik, selain komplikasi fistula

urethrokutaneus perluditeliti kosmetik dan stream (pancaran kencing) untuk melihat

adanya stenosis, striktur dan divertikel.

I. Komplikasi
Komplikasi pasca operasi yang terjadi : 13

19
1. Edema/pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat bervariasi,
juga terbentuknya hematom/ kumpulan darah dibawah kulit, yang biasanya dicegah
dengan balut tekan selama 2 sampai 3 hari paska operasi.
2. Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang tersering dan ini digunakan sebagai
parameter untuk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur operasi satu tahap saat
ini angka kejadian yang dapat diterima adalah 5-10% .
3. Striktur, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh angulasi
dari anastomosis.
4. Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau adanya
stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.
5. Residual chordee/rekuren chordee, akibat dari rilis korde yang tidak sempurna,
dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau pembentukan skar yang
berlebihan di ventral penis walaupun sangat jarang.
6. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing berulang
atau pembentukan batu saat pubertas.

J. Prognosis
Secara umum hasil fungsional dari operasi satu tahap lebih baik dibandingkan
dengan operasi dua tahap karena insiden terjadinya fistula atau stenosis lebih sedikit, dan
lamanya perawatan di rumah sakit lebih singkat dan prognosisnya baik. 15

DAFTAR PUSTAKA

20
1. Reksoprodjo S. Hipospadia. Dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Ilmu

Bedah FKUI. Jakarta. 2003:423-35.

2. Tenagho EA. Aninch JW. Disorder of The Penis&Male Urethrae. In: Smith’s

General Urology. International Edition. Lange Medical Books. McGraw Hill.

New York. 2000:665-7.

3. Hage JJ. Reconstruction of The Penis. In: Grabb&Smith’s Plastic Surgery. 6th

Edition. Lippincott Williams&Wilkins. Philadelphia. 2007:731-2.

4. Grumbach MM, Hughes IA, Conte FA. Disorder of Sex Differentiation. In:

Williams Textbook of Endocrinology. 10th Edition. W. B. Saunders Company.

Philadelphia. 2003:961-2.

5. Gatti JM. Hypospadias. Available at :

http://www.emedicine.com/ped/hypospadias.htm. accessed on September 17th,

2008

6. Titel K. Hypospadia. Available at: www.hypospadias-

surgery.com/engl_hypo_start.htm. accessed on September 17th, 2008.

21

Anda mungkin juga menyukai

  • Sistem Saraf
    Sistem Saraf
    Dokumen101 halaman
    Sistem Saraf
    Syarifuddin Abdul Jabbar
    100% (1)
  • Eksistensi Menikah
    Eksistensi Menikah
    Dokumen7 halaman
    Eksistensi Menikah
    Nadiya Ulfa
    100% (1)
  • Eksistensi Menikah
    Eksistensi Menikah
    Dokumen1 halaman
    Eksistensi Menikah
    Nadiya Ulfa
    Belum ada peringkat
  • Tututu
    Tututu
    Dokumen1 halaman
    Tututu
    Nadiya Ulfa
    Belum ada peringkat
  • Keanekaragaman Budaya Tugas Rizky
    Keanekaragaman Budaya Tugas Rizky
    Dokumen4 halaman
    Keanekaragaman Budaya Tugas Rizky
    Nadiya Ulfa
    Belum ada peringkat
  • Tututu
    Tututu
    Dokumen1 halaman
    Tututu
    Nadiya Ulfa
    Belum ada peringkat
  • Tututu
    Tututu
    Dokumen1 halaman
    Tututu
    Nadiya Ulfa
    Belum ada peringkat
  • Tututu
    Tututu
    Dokumen1 halaman
    Tututu
    Nadiya Ulfa
    Belum ada peringkat
  • Tututu
    Tututu
    Dokumen1 halaman
    Tututu
    Nadiya Ulfa
    Belum ada peringkat
  • Tututu
    Tututu
    Dokumen1 halaman
    Tututu
    Nadiya Ulfa
    Belum ada peringkat
  • Tututu
    Tututu
    Dokumen1 halaman
    Tututu
    Nadiya Ulfa
    Belum ada peringkat
  • Tututu
    Tututu
    Dokumen1 halaman
    Tututu
    Nadiya Ulfa
    Belum ada peringkat
  • Tututu
    Tututu
    Dokumen1 halaman
    Tututu
    Nadiya Ulfa
    Belum ada peringkat
  • KDKSDJDN
    KDKSDJDN
    Dokumen1 halaman
    KDKSDJDN
    Nadiya Ulfa
    Belum ada peringkat
  • Ketawa KM
    Ketawa KM
    Dokumen1 halaman
    Ketawa KM
    Nadiya Ulfa
    Belum ada peringkat
  • Kekandbjcdjs
    Kekandbjcdjs
    Dokumen1 halaman
    Kekandbjcdjs
    Nadiya Ulfa
    Belum ada peringkat
  • Ketawa KM
    Ketawa KM
    Dokumen1 halaman
    Ketawa KM
    Nadiya Ulfa
    Belum ada peringkat
  • TERAPI CAIRAN DAN ELEKTROLIT
    TERAPI CAIRAN DAN ELEKTROLIT
    Dokumen21 halaman
    TERAPI CAIRAN DAN ELEKTROLIT
    Mona Mentari Pagi
    Belum ada peringkat
  • Kekandbjcdjs
    Kekandbjcdjs
    Dokumen1 halaman
    Kekandbjcdjs
    Nadiya Ulfa
    Belum ada peringkat
  • Hoho
    Hoho
    Dokumen1 halaman
    Hoho
    Nadiya Ulfa
    Belum ada peringkat
  • Hoho
    Hoho
    Dokumen1 halaman
    Hoho
    Nadiya Ulfa
    Belum ada peringkat
  • Hoho
    Hoho
    Dokumen1 halaman
    Hoho
    Nadiya Ulfa
    Belum ada peringkat
  • Shshshs
    Shshshs
    Dokumen1 halaman
    Shshshs
    Nadiya Ulfa
    Belum ada peringkat
  • Hoho
    Hoho
    Dokumen1 halaman
    Hoho
    Nadiya Ulfa
    Belum ada peringkat
  • Hoho
    Hoho
    Dokumen1 halaman
    Hoho
    Nadiya Ulfa
    Belum ada peringkat
  • Kakakak
    Kakakak
    Dokumen1 halaman
    Kakakak
    Nadiya Ulfa
    Belum ada peringkat
  • Modul 1
    Modul 1
    Dokumen4 halaman
    Modul 1
    Nadiya Ulfa
    Belum ada peringkat
  • Anemia Hemolitik
    Anemia Hemolitik
    Dokumen6 halaman
    Anemia Hemolitik
    Fahreza Syukri
    Belum ada peringkat
  • Chapter II
    Chapter II
    Dokumen28 halaman
    Chapter II
    Nadiya Ulfa
    Belum ada peringkat