Anda di halaman 1dari 46

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Listrik merupakan salah satu sarana yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Energi listrik digunakan untuk mendukung aktivitas masyarakat sehari-hari,
dimulai dari penerangan, tenaga penggerak, pemanas dan lain-lain. Oleh karena itu
untuk menjamin keandalan dan kontinuitas penyaluran energi listrik maka
diperlukan keandalan pada sisrem penyalurannya. Energi listrik dapat dibangkitkan
dan disalurkan ke pusat beban secara berkelanjutan, ekonomis, effisien, aman dan
optimum dengan keandalan yang tinggi apabila dilengkapi dengan sistem
pengaman yang memadai.
PT. PLN (Persero) menggunakan sistem interkoneksi transmisi tenaga
listrik untuk menjaga keberlangsungan pasokan listrik ke pusat beban. Jjika kita
berpatokan dengan GI Koto Panjang sistem saluran yang digunakan adalah sistem
loop. Pada Gardu Induk (GI) Koto Panjang mendapat pasokan listrik dari GI
Payakumbuh dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Koto Panjang. Kemudian
dari GI Koto Panjang, listrik di teruskan ke GI Bangkinang yang berada di
Bangkinang dan GI Garuda Sakti yang berada di Pekanbaru, GI Bangkinang juga
terhubung dengan GI Garuda Sakti. Tujuan dari sistem interkoneksi ini adalah
untuk menjaga pasokan listrik agar tetap tersedia pada pusat beban.
Tanpa adanya sistem pengaman, sistem interkoneksi transmisi tenaga lsitrik
akan sangat rentan terhadap gangguan. Jika terdapat gangguan pada sistem tenaga
listrik, baik internal maupun eksternal akan mempengaruhi kinerja sistem dan
mengurangi keandalan sistem interkonesi transmisi tenaga listrik. Untuk itu
digunakan relai proteksi sebagai pengaman, salah satunya adalah Over Current
Relay (OCR). Secara umum jika terdapat gangguan, relai proteksi akan mendeteksi
gangguan tersebut dan memisahkan bagian yang terganggu dari sistem. Dengan
demikian akan mengurangi kerusakan dan pemadaman, baik pada pusat beban
maupun pada komponen sistem tenaga listrik.
2

Pada saluran transmisi OCR digunakan sebagai pengaman cadangan relai


jarak, biasanya OCR diberi waktu tunda, untuk memberi kesempatan bagi relai
jarak untuk trip. Saat terjadi gangguan pada sistem, semua relai OCR pada sistem
tersebut akan mendeteksi arus gangguan. Jika semua OCR pada tiap GI trip
bersamaan akan tejadi padam total pada sistem. Untuk menghindari hal tersebut
maka OCR perlu dikoordinasikan dengan waktu tunda tertentu agar OCR lebih
selektif dan waktu kerjanya tidak berhimpit dengan relai jarak.

1.2 Batasan Masalah


Pada penulisan laporan Kerja Praktek ini, penulis membatasi pembahasan
secara umum, yaitu:
1. Penulis membahas sistem kerja OCR secara umum di PT. PLN (Persero)
Unit Pelayanan Transmisi Pekanbaru GI Koto Panjang.
2. Penulis membahas pengaturan OCR tanpa memfokuskan hal-hal teknis
yang membutuhkan keterampilan khusus.
3. Penulis membahas sistem koordinasi OCR pada transmisi tenaga listrik GI
Koto Panjang – GI Bangkinang dan GI Bangkinang – GI Garuda Sakti.
4. Simulasi hubung singkat yang dilakukan adalah hubung singkat 2 fasa pada
penghantar GI Bangkinang arah GI Garuda Sakti.
5. Jenis OCR merupakan OCR tak berarah.

1.3 Maksud dan Tujuan Kerja Praktek


1.3.1 Tujuan Umum
Adapun maksud dan tujuan kerja praktek ini dilaksanakan adalah:
1. Memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan matakuliah Kerja Praktek
pada Jurusan Teknik Elektrro Prodi S1 Universitas Riau, Pekanbaru.
2. Mahasiswa dapat memenuhi dan memahami aplikasi ilmu yang telah
didapat di perusahaan.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui bagaimana cara kerja OCR.
3

2. Mengetahui peralatan relai tata letaknya di lapangan.


3. Mengetahui perhitungan pengaturan relai.
4. Melihat kurva karakteristik OCR.
5. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami sistem kerja perusahaan dan
terjun langsung dalam proses, mendapatkan pengalaman tentang kerja
teknis di lapangan yang sesungguhnya, sehingga akan didapat gambaran
yang nyata tentang berbagai hal mengenai dunia kerja yang adaptif.
6. Membandingkan dan menerapkan ilmu yang didapatkan dari perkuliahan
dengan keadaan yang sebenarnya di lapangan serta melatih dan menumbuh
kembangkan sikap dan pola pikir yang professional untuk memasuki dunia
kerja serta membiasakan diri pada lingkungan kerja yang baik serta sebagai
upaya memperluas wawasan dunia kerja.

1.4 Kegunaan Kerja Praktek


Pelaksanaan Kerja Praktek dapat memberikan manfaat baik bagi ilmu
pengetahuan maupun pembangunan secara umum, sebagai berikut:
a. Bagi Kampus
1) Terjalin kerjasama yang erat antara Universitas Riau dengan Instansi tempat
pelaksanaan Kerja Praktek yaitu PT PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera
Bagian Utara sektor Pekanbaru.
2) Sebagai bahan evaluasi di bidang akademik untuk meningkatkan dan
mengembangkan mutu Pendidikan.
3) Sebagai tolak ukur untuk mengetahui sejauh mana daya terap mahasiswa
dalam menerima dan menerapkan ilmu teori yang diperoleh di kampus.
b. Bagi Mahasiswa
1) Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan di luar lingkungan kampus.
2) Menambah pengalaman sebelum terjun ke masyarakat atau dunia kerja.
3) Melatih mahasiswa agar dapat mengumpulkan dan menganalisa data yang
diperoleh serta memberikan alternatif pemecahan masalah yang ada.
c. Bagi Perusahaan
4

1) Terjalinnya hubungan kerjasama dan sebagai sarana tukar informasi untuk


meningkatkan sarana dan prasarana yang telah ada.
2) Sebagai perwujudan pengabdian kepada masyarakat khususnya dalam
bidang pendidikan.
3) Hasil analisa dan penelitian yang dilakukan selama kerja praktek dapat
menjadi bahan masukan bagi perusahaan untuk menentukan kebijakasanaan
perusahaan di masa yang akan datang.

1.5 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kerja Praktek


Tempat : Gardu Induk Koto Panjang
Alamat : Jl. Riau-Sumatera Barat Km. 87 Desa Merangin,
Kecamatan Kuok, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau
Waktu : 22 Januari s/d 22 Februari 2018
5

BAB II
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1 Sejarah PT. PLN (Persero)


Berawal di akhir abad 19, bidang pabrik gula dan pabrik ketenagalistrikan
di Indonesia mulai ditingkatkan saat beberapa perusahaan asal Belanda yang
bergerak di bidang pabrik gula dan pebrik teh mendirikan pembangkit tenaga lisrik
untuk keperluan sendiri
Antara tahun 1942-1945 terjadi peralihan pengelolaan perusahaan-
perusahaan Belanda tersebt oleh Jepang, setelah Belanda menyerah kepada pasukan
tentara Jepang di awal Perang Dunia II
Proses peralihan kekuasaan kembali terjadi di akhir Perang Dunia II pada
Agustus 1945, saat Jepang menyerah kepada Sekutu. Kesempatan ini dimanfaatkan
oleh para pemuda dan buruh listrik melalui delagasi Buruh/Pegawai Listrik dan Gas
yang bersama-sama dengan Pemimpin KNI Pusat berinisiatif menghadap Presiden
Soekarno untuk menyerahkan perusahaan-perusahaan tersebut kepada Pemerintah
Republik Indinesia. Pada 27 Oktober 1945, Presiden Soekarno membentuk Jawatan
Listrik dan Gas di bawah Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga dengan
kapasitas pembangkit tenaga listrik sebesar 157,5 MW.
Pada tanggal 1 januari 1961, Jawatan Listrik dan Gas diubah menjadi BPU-
PLN (Bada Pemimpin Umum Perusahaan Listrik Negara) yang bergerak di bidang
listrik, gas dan kokas yang dibubarkan pada tanggal 1 Januari 1965. Pada saat yang
sama, 2 (dua) perusahaan negara yaitu Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai
pengelola tenaga listrik milik negara dan Perusahaan Gas Negara (PGN) sebagai
pengelola gas diresmikan.
Pada tahun 1972, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 17, status
Perusahaan Listrik Negara (PLN) ditetapkan sebagai Perusahaan Umum Listrik
Negara dan sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK) dengan
tugas menyediakan tenaga listrik bagi kepentingan umum.
6

Seiring dengan kebijakan Pemerintah yang memberikan kesempatan kepada


sektor swasta untuk bergerak dalam bisnis penyediaan listrik, maka sejak tahun
1994 status PLN beralih dari Perusahaan Umum menjadi Perusahaan Perseroan
(Persero) dan juga sebagai PKUK dalam menyediakan listrik bagi kepentingan
umum hingga sekarang
Maksud dan Tujuan Perseroan adalah Untuk menyelenggarakan usaha penyediaan
tenaga listrik bagi kepentingan umum dalam jumlah dan mutu yang memadai serta
memupuk keuntungan dan melaksanakan penugasan Pemerintah di bidang
ketenagalistrikan dalam rangka menunjang pembangunan dengan menerapkan
prinsip-prinsip Perseroan Terbatas. PT. PLN (Persero) memiliki motto “Listrik
untuk Kehidupan yang Lebih Baik”.

2.2 Visi dan Misi


2.2.1 Visi
Diakui sebagai perusahaan kelas dunia yang bertumbuh kembang, unggul dan
terpercaya dengan bertumpu pada potensi insani.

2.2.2 Misi
1. Menjalankan bisnis kelistrikan dan bidang lain yang terkait, berorientasi
kepada kepuasan pelanggan, anggota perusahaan dan pemegang saham.
2. Menjadikan tenaga listrik sebagai media untuk meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat.
3. Mengupayakan agar tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan ekonomi.
4. Menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan.

2.3 Profil Umum GI Koto Panjang


Beroperasi pada tahun 1998 GI Koto Panjang merupakan gardu induk
backbone yang memiliki fungsi vital salah satunya menghubungkan interkoneksi
transmisi dari sumatera barat melalui GI Payakumbuh. GI Koto Panjang memiliki
15 karyawan diantaranya adalah 1 Supervisor, 4 operator, 4 satpam, 3 cleaning
service dan 3 Ground Patrol (Pengawasan tower transmisi).
7

Gambar 2.1. Data Statistik K3 PT. PLN (Persero) UPT Pekanbaru


GI Koto Panjang

Profil teknis GI Koto Panjang secara umum memiliki 10 bay, yaitu Bay
PLTA 1, bay PLTA 2, Bay PLTA 3, bay payakumbuh 1, bay payakumbuh 2, bay
bangkinang, bay pekanbaru, bay trafo daya 1, bay trafo daya 2, bay couple bus. GI
Koto Panjang menggunakan sistem 2 bus kopel untuk meningkatkan kehandalan,
mempermudah dalam maneuver beban saat pemeliharaan dan lain-lain. GI Koto
Panjang memiliki 4 penyulang, diantaranya penyulang Pangkalan, Muara Takus,
Tandun dan Ekspres Tandun. GI Koto Panjang mendapatkan sumber tegangan dari
GI payakumbuh dan PLTA Koto Panjang.
8

Gambar 2.2. Operator Sedang Melakukan Pengecekkan Harian pada Panel


Mekanisme Disconecting Switch Couple Bus
9

BAB III
DASAR TEORI

3.1 Sistem Transmisi Tenaga Listrik


Sistem Transmisi adalah suatu sistem penyaluran tenaga listrik sari suatu
tempat ke tempat lain dengan tegangan tinggi. Pemakaian sistem transmisi
didasarkan atas besarnya daya yang harus disalurkan dari pusat-pusat pembangkit
dengan pusat beban. Sistem transmisi menyalurkan daya dengan tegangan tinggi
untuk mengurangi adanya rugi-rugi daya akibat jatuh tegangan.
Sistem transmisi dapat dibedakan menjadi sistem transmisi tegangan tinggi,
sistem transmisi tegangan ekstra tinggi dan sistem transmisi ultra tinggi. Besarnya
tegangan nominal saluran tegangan tinggi ataupu ekstra tinggi berbeda-beda pada
setiap negara, tergantung kepada kemajuan teknologinya masing-masing. Di
Indonesia tegangan tinggi yang digunakan adalah 150 kV dan tegangan ekstra
tinggi adalah tegangan 500 kV yang terinterkoneksi antara jawa dan bali. Sistem
interkoneksi ekstra tinggi merupakan bagian terpenting dari penyaluran daya listrik
di Indonesia sehingga kelangsungan dan keandalan sistem harus selalu terjaga.

Gambar 3.1. Konfigurasi Transmisi Tenaga Listrik


10

Saluran transmisi mempunyai karakteristik yang dinamis yaitu berubah-ubah


sesuai dengan keadaan sistem itu sendiri. Akibatnya dari perubahan karakteristik
tersebut dapat menimbulkan berbagai gangguan. Gangguan yang timbul di jarring
an transmisi antara lain:
1. Pengaruh perubahan frekuensi sistem
2. Pengaruh dari ayunan daya sistem
3. Pengaruh gangguan pada sistem transmisi

3.2 Gangguan Pada Jaringan Transmisi Tenaga Listrik


Setiap kesalahan dalam suatu rangkaian yang menyebabkan terganggunya
aliran arus normal disebut gangguan (Gonen, 1979). Gangguan hubung singkat
adalah gangguan yang terjadi akibat hubungan penghantar. Baik penghantar yang
bertegangan ataupun tidak bertegangan secara langsung yang menyebabkan
terjadinya aliran arus yang tidak normal. Gangguan hubung singkat dapat berupa
gangguan hubung singkat simetris dan gangguan hubung singkat tidak simetris.
Penjelasan gangguan hubung singkat secara umum adalah sebagai berikut:
1. Gangguan Hubung Singkat Tidak Simetris
a. Gangguan Satu Fasa Ketanah
Gangguan ini adalah gangguan yang sering terjadi pada saluran transmisi.
Gangguan ini terjadi akibat salah satu fasa pada saluran transmisi mengalirkan arus
ketanah. Pada saat terjadi gangguan satu fasa ketanah, pada fasa a maka Ib=0, Ic=0
dan V=0.

Gambar 3.2. Gangguan 1 Fasa Ke Tanah


11

Arus gangguan hubung singkat satu fasa ketanah dapat didefinisikan sebagai
persamaan 1(Gonen, 1979).
𝑉𝑓
𝐼𝑎1 = (1)
𝑍0 +𝑍1 +𝑍2 +3𝑍𝑓

b. Gangguan Hubung Singkat Dua Fasa Ketanah


Gangguan hubung singkat dua fasa ketanah adalah gangguan hubung singkat
yang terjadi akibat dua fasa dari sistem mengalirkan arus ke tanah.

Gambar 3.3. Gangguan 2 Fasa Ke Tanah

Arus gangguan hubung singkat dua fasa ketanah dapat didefinisikan sebagai
sebagai persamaan 2(Gonen, 1979).
𝑉𝑓
𝐼𝑎1 = 𝑍2 (𝑍0 +3𝑍𝑓 ) (2)
𝑍1 +
𝑍0 +𝑍2 +3𝑍𝑓

c. Gangguan Hubung Singkat Dua Fasa


Gangguan hubung singkat dua fasa adalah gangguan hubung singkat yang
terjadi akibat dua fasa dari sistem mengalami hubung singkat langsung atau
menyatu sama lain.
12

Gambar 3.4. Gangguan 2 Fasa

Arus gangguan hubung singkat antar fasa dapat didefinisikan sebagai


persamaan 3(Gonen, 1979).
𝑉𝑓
𝐼𝑎1 = (3)
𝑍1 +𝑍2 +𝑍𝑓

2. Gangguan Hubung Singkat Simetris


Ganggua hubung singkat simetris adalah gangguan hubung singkat yang
terjadi akibat tiga fasa dari sistem mengalami hubungan langsung atau menyatu
satu sama lain.

Gambar 3.5. Gangguan 3 Fasa


13

Arus gangguan hubung singkat gangguan hubung singkat gangguan tiga fasa dapat
didefinisikan sebagai persamaan 4(Gonen, 1979).
𝑉𝑓
𝐼𝑎1 = (4)
𝑍1 +𝑍𝑓

Dimana:
𝑉𝑓 = Tegangan di titik gangguan sesaat sebelum terjadi gangguan (V)
𝐼𝑎1 = Arus gangguan urutan positif (A)
𝑍𝑓 = Impedansi Gangguan (Ohm)
𝑍0 = Impedansi urutan nol dilihat dari titik gangguan (Ohm)
𝑍1 = Impedansi urutan positif dilihat dari titik gangguan (Ohm)
𝑍2 = Impedansi urutan negative dilihat dari titik gangguan (Ohm)

3.3 Sistem Proteksi Sistem Tenaga Listrik


3.3.1 Persyaratan Sistem Proteksi
Relai proteksi adalah suatu piranti baik elektronik maupun magnetik yang
dirancang untuk mendeteksi suatu kondisi yang tidak normal pada sistem tenaga
listrik. Jika terjadi ketidaknormalan pada sistem tenaga listrik, maka relai proteksi
akan memberikan perintah trip pada PMT dan memisahkan sistem yang tidak
normal.
Relai proteksi berfungsi untuk mengamankan peralatan dari gangguan yang
terjadi pada sistem, tujuan proteksi adalah mengamankan peralatan berdasarkan
batas operasi minimum dari setiap peralatan dalam menghantarkan arus. Batas
operasi terkecil dimiliki oleh kawat penghantar (tergantung ukuran dan jenis
kawat).
Untuk melindungi peralatan isntalasi GI maka sistem proteksi harus
memenuhi kriteria sebagai berikut, yaitu:
1. Selektivitas
Sistem proteksi harus dapat memilih bagian sistem yang harus diisolir dan
selektif dalam memilih gangguan. Bagian yang dipisahkan dari sistem yang normal
adalah bagian yang terganggu saja.
14

2. Keandalan
Suatu sistem proteksi dikatakan handal jika dapat bekerja dengan baik dan
benar pada berbagai kondisi sistem. Selain itu, sistem proteksi juga dikatakan
handal bila, sistem proteksi memiliki proteksi cadangan.
3. Kecepatan Kerja
Sistem proteksi harus memiliki tingkat kecepatan yang tinggi, agar
meningkatkan mutu pelayanan, keamanan manusia, peralatan dan stabilitas operasi.
Relai harus bekerja sesuai waktu yang setting relai. Berdasarkan Peraturan Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No 37 tahun 2008 tentang Aturan
Jaringan Sistem Tenaga Listrik Sumatera atau disebut Grid Code Sumatera, untuk
sistem 150 kV waktu pemutusan gangguan yaitu kurang dari 120 ms. Sedangkan
untuk proteksi cadangan adalah kurang dari 400 ms.
4. Sensitivitas
Sensitivitas adalah kepekaan relai proteksi terhadap segala macam gangguan
dengan tepat yakni gangguan yang terjadi di daerah perlindungannya.

3.3.2 Proteksi Utama dan Proteksi Cadangan


Proteksi utama adalah proteksi yang harus bekerja instan dan tidak
dikoordinasikan dengan proteksi lain. Proteksi utama yang digunakan PT. PLN
pada sistem transmisi adalah relai jarak. Relai jarak bekerja dengan cara
membandingkan impedansi saluran dengan impedansi setting. Relai jarak memiliki
3 zona perlindungan, masing-masing yaitu, zona 1 (80% panjang saluran) dengan
waktu tunda adalah 0 s, zona 2 (20% daerah yang tidak diproteksi zona 1 di tambah
50% dari panjang saluran selanjutnya) dengan waktu tunda adalah 0. 4 s dan zona
3 (50% dari daerah yang tidak diproteksi zona 2 di tambah 25% dari panjang
penghantar selanjutnya) dengan waktu tunda adalah 1.2 s.
Proteksi cadangan adalah proteksi cadangan dari proteksi utama dan
waktunya harus dikoordinasikan relai proteksi lainnya. Salah satu relai proteksi
cadangan adalah OCR (Over Current Relay) dengan waktu tunda yang dapat
dikoordinasikan dengan proteksi lainnya. PT. PLN menggunakan OCR untuk
proteksi cadangan (proteksi lokal) jika relai jarak mengalami gagal fungsi.
15

Sebenarnya pada saat gangguan pada sistem yang menyebabkan arus melebihi arus
setting, relai jarak dan OCR akan bekerja (Pick – up), akan tetapi karena adanya
waktu tunda OCR, relai jarak yang lebih dahulu memberikan sinyal trip kepada
PMT.

3.4 Transformator Arus


3.4.1 Pengertian
Trafo arus (Current Transformator / CT) yaitu peralatan yang digunakan
untuk melakukan pengukuran besaran arus pada instalasi tenaga litrik disisi primer
(TET, TT dan TM) yang berskala besar dengan melakukan transformasi dari
besaran arus yang besar menjadi besaran arus yang kecil secara akurat dan teliti
untuk keperluan pengukuran dan proteksi. Prinsip kerja trafo arus adalah sebagai
berikut:

Gambar 3.6. Ilustrasi Penampang CT

Untuk trafo yang dihubung singkat:


𝐼1 𝑥 𝑁1 = 𝐼2 𝑥 𝑁2 (5)
Untuk trafo pada kondisi tidak berbeban:
𝐸1 𝑁
= 𝑁1 (6)
𝐸2 2

𝑁1
𝑎= (7)
𝑁2

𝐼1 > 𝐼2 𝑠𝑒ℎ𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎 𝑁1 < 𝑁2


16

Dimana:
𝑎 = Rasio CT
𝑁1 = Jumlah lilitan primer
𝑁2 = Jumlah liitan sekunder

Gambar 3.7 memperlihatkan rangkaian ekivalen dari CT

Gambar 3.7. Rangkaian Ekivalen CT

Tegangan induksi pada sisi sekunder adalah


𝐸2 = 4,44 . 𝐵 . 𝐴 . 𝑓 . 𝑁2 𝑉𝑜𝑙𝑡 (8)
Tegangan jepit pada sisi sekunder adalah
𝐸2 = 𝐼2 . (𝑍2 + 𝑍𝑏 )𝑉𝑜𝑙𝑡 (9)
𝑍𝑏 = 𝑍𝑘𝑎𝑤𝑎𝑡 + 𝑍𝑖𝑛𝑠𝑡 (10)
Dalam aplikasinya harus dipenuhi 𝑈1 > 𝑈2
Dimana:
B = Kerapatan Flux (Tesla)
A = Luas Penampang (𝑚2 )
𝑓 = Frekuensi (Hz)
𝑁2 = Jumlah Lilitan sekunder
𝑈1 = Tegangan sisi primer
𝑈2 = Tegangan sisi sekunder
𝑍𝑏 = Impedansi/tahanan beban trafo
𝑍𝑘𝑎𝑤𝑎𝑡 = Impedansi kawat dari terminasi kawat CT ke instrumen
17

𝑍𝑖𝑛𝑠𝑡 = Impedansi/tahanan internal instrument, misalkan relai proteksi atau


perlatan meter.

Fungsi trafo arus adalah:


a. Mengkonversi besara arus pada sistem tenaga listrik dari besaran primer
menjadi besaran sekunder untuk keperluaan pengukuran dan proteksi.
b. Mengisolasi rangkaian sekunder terhadap rangkaian primer, sebagai
pengaman terhadap manusia atau operator yang melakukan pengukuran.
c. Standarisasi besaran sekunder, untuk arus nominal 1 amper dan 5 amper.
Secara fungsi trafo arus dibagi menjadi dua yaitu:
a. Trafo arus pengukuran (metering)
Trafo arus untuk pengukuran memiliki ketelitian tinggi pada daerah kerjanya
(daerah pengenalnya) 5% - 120% arus nominalnya, tergantung dari kelasnya
dan tingkat kejenuhan yag relatif rendah dibandingkan trafo arus untuk
proteksi.

b. Trafo arus proteksi


Trafo arus untuk proteksi, memiliki ketelitian tinggi pada saat terjadi
gangguan dimana arus yang mengalir beberapa kali arus pengenalnya dan
tingkat kejenuhan yang tinggi. Penggunaan trafo arus proteksi untuk relai
arus lebih (OCR dan GFR), relai diferensial, relai daya dan relai jarak.
Perbedaan mendasar trafo arus pengukuran dan proteksi adalah pada titik
saturasinya seperti pada gambar 3.8

Gambar 3.8. Kurva Kejenuhan CT Untuk Pengukuran dan Proteksi


18

3.4.2 Jenis CT
1. Jenis CT berdasarkan tipe konstruksinya dan pasangannya
a Tipe Konstruksi
1) Tipe cincin (ring/window type)
2) Tipe cor – coran cast resin (mounded cast resin type)
3) Tipe tangka minyak (oil tank type)
4) Tipe CT bushing
b Tipe Pasangan
1) Pasangan dalam (indoor)
2) Pasangan luar (outdoor)
2. Jenis CT berdasarkan konstruksi belitan primer
a. Sisi primer batang (bar primary)

Gambar 3.9. CT Sisi Primer Batang

b. Sisi tipe lilitan (wound primary)


19

Gambar 3.10. CT Sisi Primer Tipe Lilitan

GI Koto Panjang menggunakan dua jenis tipe CT, contohnya pada bay PHT
150 kV Bangkinang digunakan CT jenis bar primary (top core), sedangkan CT sisi
primer tipe lilitan diterapkan pada bay trafo daya dua.

Gambar 3.11. Penerapan CT sisi primer batang pada GI Koto Panjang

3. Jenis CT berdasarkan jenis isolasi


Berdasarkan jenis isolasinanya, CT terdiri dari:
20

a. CT kering
Trafo arus kering biasanya digunakan pada tegangan rendah, umumnya
digunakan pada pasangan dalam ruangan.
b. CT cast resin
CT ini biasanya digunakan pada tegangan menegah, umumnya digunakan
pada pasangan dalam ruangan, misalnya CT tipe cincin yang digunakan pada
kubikel penyulang 20 kV.
c. CT isolasi minyak
CT isolasi minyak banyak digunakan pada pengukuran arus tegangan tinggi,
umumnya digunakan pada pasangan di luar ruangan, misalkan CT tipe
bushing yang digunakan pada pengukuran penghantar tegangan 70 kV dan
150 kV.
d. CT isolasi SF6
CT ini banyak digunakan pada pengukuran arus tegangan tinggi, umumnya
digunakan pada pasangan di luar ruangan misalkan CT tipe top-core.
4. Jenis CT berdasarkan pemasangan
Berdasarkan lokasi pemasangannya, CT dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
a. CT pemasangan luar ruangan
CT pemasangan luar ruangan memiliki konstruksi fisik yang kokoh, isolasi
yang baik, biasanya menggunakan isolasi minyak untuk rangkaian elektrik
internal dan bahan keramik/porcelain untuk isolator ekternal.

Gambar 3.12. CT Pemasangan Luar Ruangan


21

b. CT pemasangan dalam ruangan


Trafo arus pemasangan dalam ruangan biasanya memiliki ukuran yang lebih
kecil dari pada trafo arus pemasangan luar ruangan, menggunakan isolator
dari bahan resin.

Gambar 3.13. CT Pemasangan Dalam Ruangan

5. Jenis CT berdasarkan jumlah inti pada sekunder


a. CT dengan inti tunggal
Contoh: 150 – 300/5 A, 200 – 400/5 A, 300 – 600/1 A.
b. CT dengan inti banyak
Dirancang untuk berbagai keperluan yang mempunyai sifat penggunaan
yang berbeda dan untuk menghemat tempat.
Contoh:
CT dua inti 150 – 300 / 5 - 5 A (Gambar 3.14)
Penandaan primer: P1 – P2
Penandaan sekunder inti ke – 1: 1S1 – 1S2 (untuk pengukuran)
Penandaan sekunder inti ke – 2: 2S1 – 2S2 (untuk OCR)
22

Gambar 3.14. CT dengan dua inti

CT dengan 4 inti 800 – 1600 / 5 – 5 – 5 – 5 A (Gambar 3.15)


Penandaan primer: P1 – P2
Penandaan sekunder inti ke – 1: 1S1 – 1S2 (untuk pengukuran)
Penandaan sekunder inti ke – 2: 2S1 – 2S2 (untuk OCR)
Penandaan sekunder inti ke – 3: 3S1 – 3S2 (untuk relai jarak)
Penandaan sekunder inti ke – 4: 4S1 – 4S2 (untuk proteksi rel)

Gambar 3.15. CT dengan 4 inti

6. Jenis CT berdasarkan pengenal


Trafo arus memiliki dua pengenal, yaitu pengenal primer dan sekunder.
Pengenal primer yang biasanya dipakai adalah 150, 200, 300, 400, 600, 800,
900, 1000, 1200, 1600, 1800, 2000, 2500, 3000 dan 3600. Pengenal sekunder
23

yang biasa dipakai adalah 1 dan 5 A. Berdasarkan pengenalnya, trafo arus


dapat dibagi menjadi:
a. CT dengan dua pengenal primer
1) Primer seri
Contoh: CT 800-1600/1 A
Untuk hubungan seri, maka didapat rasio CT 800/1 A, seperti gambar
3.16 berikut:

Gambar 3.16. CT dengan Primer Hubung Seri Rasio 800/1 A

2) Primer paralel
Contoh: CT dengan rasio 800 – 1600/1 A
Untuk hubungan primer paralel, maka didapat rasio CT 1600 A, seperti
gambar 3.17 berikut.

Gambar 3.17. Primer Seri CT Rasio 1600/1 A


24

b. CT multi rasio / sekunder tap


Trafo arus multi rasio memiliki rasio tap yang merupakan kelipatan dari tap
yang terkecil, umumnya trafo arus memiliki dua rasio tap, namun ada juga
yang memiliki lebih dari dua tap
Contoh:
Trafo arus dengan dua tap: 300 – 600 / 5 A
Pada Gambar 3.17, S1-S2 = 300 / 5 A, S1-S3 = 600 / 5 A.

Gambar 3.18. CT Sekunder 2 Tap

Trafo arus dengan tiga tap: 150 – 300 – 600 / 5 A


Pada Gambar I-15., S1-S2 = 150 / 5 A, S1-S3 = 300 / 5 A, S1-S4 = 600 / 5

Gambar 3.19. CT dengan 3 Tap


25

3.4.3 Klasifikasi CT Berdasarkan Kelas


1. Kelas Ketelitian CT Metering
CT metering memiliki ketelitian tinggi untuk daerah pengukuran sampai 1,2
kali nominalnya. Daerah kerja CT metering antara 0,5 – 1,2 x IN CT. CT
metering memiliki tingkat kejenuhan lebih rendah, saat arus yang mlewati
lebih dari 1,2 kali arus nominalnya maka CT sudah tidak akurat lagi.

2. Kelas Ketelitian CT Proteksi


Kelas ketelitan CT proteksi dinyatakan dalam pengenal sebagai berikut: 15
VA, 10P20. Artinya
15 VA = Pengenal beban CT, sebesar 15 VA
10P = Kelas proteksi, kesalahan komposit 10% pada pengenal
batas akurasi
20 = Faktor batas akurasi, batas ketelitian s.d. 20 kali arus
pengenalnya
CT kelas proteksi memiliki tingkat kejenuhan yang lebih tinggi pada contoh
diatas yaitu 20 kali arus nominalnya, tujuannya agar proteksi lebih akurat
atau sensitif dalam mendeteksi gangguan. Misalkan pada bay PHT 150 kV
bangkinang GI Koto Panjang, CT proteksi yang digunakan adalah kelas P
yaitu 5P20.

Gambar 3.20. Name Plate Salah Satu CT di GI Koto Panjang


26

3.5 OCR
3.5.1 Pengertian
Relai arus lebih bekerja berdasarkan adanya kenaikan arus yang melebihi
suatu nilai pengaman yang telah ditentukan dan dalam jangka waktu yang telah
ditetapkan. Relai arus lebih akan pick up jika besar arus melebihi nilai penyetelan.
Pada proteksi jaringan transmisi relai arus lebih digunakan sebagai proteksi
cadangan terhadap relai jarak.
GI Koto Panjang menggunakan OCR merek MiCOM P141 Feeder
Management Relay produksi Schneider Electric. MiCOM P141 Feeder
Management Relay memeberikan solusi terpadu untuk proteksi, kontrol dan
pemantauan saluran udara dan kabel tanah pada level tegangan distribusi dan
transmisi (Schneider Electric). MiCOM P141 merupakan relai numerik/digital, dan
menggunakan mikrokontroler untuk mengolah setiap data yang diterimanya.
Untuk mendapatkan selektifitas koordinasi relai arus lebih dilakukan
penyetelan waktu kerja relai, karena ada bagian pangkal dan ujung. Pada OCR
terdapat beberapa karakteristik waktu yaitu waktu instan, waktu tertentu, waktu
terbalik. Adapun masing-masing karakteristik diuraikan dibawah.

3.5.2 Karakterisitk Waktu Tunda OCR


1. OCR waktu instan
Relai ini akan memberikan perintah trip pada PMT pada saat besarnya arus
gangguan melebih arus setting dengan waktu tunda yang sangat kecil(Khalik Al
Ridha, 2016).

Gambar 3.21. Kurva OCR Waktu Instan


27

2. OCR waktu tertentu


Pada karakteristik waktu tertentu, OCR akan memberikan perintah trip pada
waktu tertentu mulai dari OCR mendeteksi arus gangguan. Besarnya arus gangguan
tidak mempengaruhi waktu yang telah ditetapkan pada setting (Khalik Al Ridha,
2016).

Gambar 3.22. Kurva OCR Waktu Tertentu

3. OCR waktu terbalik


OCR waktu terbalik memberikan perintah trip kepada PMT pada saat terjadi
gangguan bila besar arus gangguannya melampaui arus penyetelan (I setting) dan
jangka waktu kerja relai dari pick up waktunya berbanding terbalik dengan besar
arusnya(Khalik Al Ridha, 2016).

Gambar 3.23. Kurva OCR Waktu Terbalik


28

PT. PLN (Persero) menggunakan standar IEC untuk OCR karakteristik


waktu tunda terbalik. Karakteristik waktu tunda terbalik ini memiliki kurva waktu
yang berbeda-beda tiap karakteristiknya, PT. PLN (Persero) menggunakan
karakteristik waktu tunda waktu terbalik kurva Standard Inverse (SI). SI di pilih
karena waktu kerja relai tidak terlalu lambat dan tidak terlalu cepat, sehingga
tingkat selektrifnya lebih baik.
Utnuk menentukan TMS setting relai, maka diperlukan arus hubung singkat
dan t (waktu kerja yang diinginkan), cara menentukannya adalah dengan melakukan
simulasi hubung singkat menggunakan perangkat lunak. Perangkat lunak yang
digunakan adalah DigSILENT Power Factory (pada laporan KP ini digunakan Etap
12.6). Simulasi hubung singkat biasanya dilakukan pada 10% panjang saluran.
sedangkan t ditentukan berdasarkan koordinasi dengan relai utama dan relai back-
up lain. Karakteristik tersebut yaitu:

1. Standard Inverse
0,14
𝑡= 𝐼ℎ𝑠 0,02
𝑥 𝑇𝑀𝑆 (11)
[ ] −1
𝐼𝑠𝑒𝑡

2. Very Inverse
13,5
𝑡= 𝐼ℎ𝑠 2
𝑥 𝑇𝑀𝑆 (12)
[ ] −1
𝐼𝑠𝑒𝑡

3. Extremely Inverse
80
𝑡= 𝐼ℎ𝑠 0,02
𝑥 𝑇𝑀𝑆 (13)
[ ] −1
𝐼𝑠𝑒𝑡

4. Long Time Inverse


120
𝑡= 𝐼ℎ𝑠 𝑥 𝑇𝑀𝑆 (14)
[ ]−1
𝐼𝑠𝑒𝑡

Dimana:
T = Waktu relai bekerja, lama waktu yang diinginkan (s)
His = Arus hubung singkat (A)
Iset = Arus setting relai sisi primer (A)
TMS = Time Multiple Setting (karakteristik kerja relai yang diinginkan sesuai
hasil perhitungan.
29

3.6 PMT (Circuit Breaker)


3.6.1 Pengertian
Pemutus Tenaga (PMT) atau Circuit Breaker (CB) merupakan peralatan
saklar mekanis, yang mampu menutup, mengalirkan dan memutus arus beban
dalam kondisi normal serta mampu menutup, mengalirkan (dalam periode waktu
tertentu) dan memutuskan arus beban dalam kondisi abnormal/gangguan seperti
kondis hubung singkat (short circuit).
Sedangkan definisi PMT berdasarkan IEEE C37.100:1992 (Standard
Definitions for Power Switchgear) adalah merupakan peralatan saklar mekanis,
yang mampu menutup, mengalirkan dan memutus arus beban dalam kondisi normal
sesuai ratingnya serta mampu menutup, mengalirkan (dalam periode waktu
tertentu) dan memutus arus beban dalam spesifik kondisi abnormal/gangguan
sesuai dengan ratingnya.
Fungsi utama PMT adalah sebagai alat pembuka atau penutup suatu
rangkaian listrik dalam kondisi berbeban, serta mampu membuka atau menutup saat
terjadi arus gangguan (hubung singkat) pada jaringan atau peralatan lain.

3.6.2 Klasifikasi PMT Berdasarkan Jumlah Mekanik Penggerak / Tripping


Coil
1. PMT Single Pole
PMT tipe ini mempunyai penggerak pada masing – masing kutub (pole),
umumnya PMT jenis ini dipasang pada bay penghantar agar PMT bias reclose satu
fasa.
30

Gambar 3.24. PMT Single Pole

2. PMT Three Pole


PMT jenis ini mempunya satu mekanik penggerak untuk tiga fasa, guna
menghubungkan satu fasa dengan fasa lainnya dilengkapi dengan kopel mekanik,
umumnya jenis PMT ini di pasang pada bay trafo dan bay kopel, serta PMT 20 kV
untuk distribusi

Gambar 3.25. PMT Three Pole


31

3.7 Power Supply


Dalam pengoperasian tenaga listrik terdapat dua macam sumber tenaga
untuk control di dalam gardu induk, yaitu sumber arus searah (DC) dan sumber arus
bolak balik (AC). Sumber tenaga untuk kontrol harus selalu mempunyai keandalan
dan stabilitas yang tinggi. Karena persyaratan inilah dipakai baterai sebagai sumber
arus searah. Catu daya sumber DC digunakan untuk kebutuhan operasi relai
proteksi, kontrol dan SCADA.
Gardu Induk (GI) merupakan suatu sistem instalasi listrik yang terdiri dari
susunan dan rangkaian sejumlah perlengkapan yang dipasang menempati suatu
lokasi tertentu untuk menerima dan menyalurkan tenaga listrik, menaikkan dan
menurunkan tegangan sesuai dengan tingkat tegangan kerjanya, tempat melakukan
kerja switching rangkaian suatu sistem tenaga listrik dan untuk menunjang
keandalan sistem tenaga listrik terkait.
Power supply utama GI meliputi:
a. Tegangan AC
Sumber AC pada GI didapat dari trafo pemakaian sendiri (PS), dengan tujuan
untuk mengoperasikan peralatan listrik pada GI, misalkan penerangan, komputer
dan penyearah (rectifier).
b. Tegangan DC
Suplai tegangan DC didapat dari Suplai AC yang disearahkan, kemudian
disimpan dalam baterai. Tegangan DC berfungsi untuk mengoperasikan peralatan
listrik yang membutuhkan tegangan DC pada GI, misalkan suplai relai proteksi,
tripping dan closing coil, sistem kontrol, SCADA, motor (PMT dan PMS). Pada GI
Koto Panjang, tegangan DC yang digunakan adalah 48 VDC dan 110 VDC.
c. Genset
Genset merupakan bagian dari AC suplai yang sangat penting sebagai salah
satu sumber tenaga bagi instalasi di dalam sistem kelistrikan GI, baik untuk sistem
kontrol maupun sistem penggerak peralatan GI. Genset diperlukan sekali untuk
keadaan darurat, apabila penyediaan listrik utama teganggu. misalnya suplai dari
Trafo PS mengalami kerusakan, pemeliharaan, maupun kondisi sistem Black-Out,
sehingga Generator set dapat menggantikan penyediaan daya listrik untuk
32

keperluan seperti mensuplai baterai charger, penerangan GI, penggerak kipas


pendigin transformer, penggerak motor kompressor PMT dan sebagainya.
33

BAB IV
PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

4.1. Metode
Dalam melakukan penyusunan laporan kerja praktek ini digunakan
beberapa metode pelaksanaan yang digunakan dalam kerja praktek serta
penyusunan laporan sebagai berikut:
1. Studi Literatur
Studi literature adalah bagian dari metode yang digunakan oleh penulis
untuk mendapatkan teori-teori yang akan dibahas. Hal ini sangat bermanfaat bagi
penulis untuk mempelajari dasar-dasar teori dari studi kepustakaan yang diberikan
pembimbing lapangan maupun dari buku-buku dan media lain seperti internet
sebagai referensi penulis dalam menyusun laporan kerja praktek.
2. Wawancara
Wawancara merupakan bagian dari metode yang digunakan oleh penulis
untuk melakukan tanya jawab dengan pembimbing, operator dan pegawai lapangan
lainnya. Metode wawancara digunakan untuk mendapatkan data yang diperlukan
dengan pembimbing kerja praktek yang berhubungan dengan alat-alat maupun
objek penulisan dalam laporan kerja praktek ini
3. Observasi
Metode pengumpulan data dengan cara mengadakan secara teliti dan
sistematis pada objek pembahasan dengan cara mengamati, menganalisa hubungan
dengan topik yang dibahas.

4.2. Diagram Segaris GI Koto Panjang - GI Garuda Sakti


Diagram segaris berfungsi untuk mengetahui tata letak suatu peralatan pada
sebuah sistem. Diagram segaris ini dibuat dengan menggunakan perangkat lunak
ETAP 12.6. Pada diagram GI Koto Panjang (KTPJG) memiliki dua penghantar
yaitu PHT 150 kV Garuda Sakti (GRDSK) dan PHT 150 kV Bangkinang (BKNG),
masing – masing penghantar ini terhubung dengan GI GRDSK dan GI BKNG.
Sistem interkoneksi ini memiliki kehandalan, jika salah satu PHT gangguan atau
34

pemeliharaan maka PHT lainnya akan tetap mengalirkan listrik hingga ke GI


GRDSK.

Gambar 4.1. Diagram Segaris GI KTPJG – GI GRDSK


35

Setiap relai memiliki labelnya tersendiri tergantung di penghantar mana


relai tersebut terpasang. Label relai di lapangan tertera pada panel proteksi di relay
house. Agar memudahkan dalam penyebutan dan membedakakn setiap relai pada
laporan KP. maka relai pada setiap GI akan diberikan label sebagai berikut.

Tabel 4.1. Nama OCR pada Setiap GI


Lokasi Label Relai di Lapangan Label Relai dalam
Simulasi
GI KTPJG Bay PHT 150 kV GRDSK Relai 2
Bay PHT 150 kV BKNG Relai 1
GI BKNG Bay PHT 150 kV KTPJG Relai 4
Bay PHT 150 kV GRDSK Relai 5
GI GRDSK Bay PHT 150 kV KTPJG Relai 3
Bay PHT 150 kV BKNG Relai 6

4.3. Data
Untuk melihat waktu tunda dan koordinasi dari OCR digunakan perangkat
lunak Etap 12.6, maka perlu dilakukan pemodelan saluran transmisi yang akan
dianalisa. Jenis penghantar saluran transmisi adalah ACSR 435/55 mm2. Data – data
yang diperlukan untuk pemodelan terdapat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Data Saluran GI Koto Panjang - GI Bangkinag - GI Garuda Sakti


Ukuran
KHA Jarak Impedansi
PHT Penghantar
(A) (KMS)
(mm2) Z1 Z0
KTPJG BKNG 435 900 18.19 0,079+ j0,389 0,305 + j1,029
BKNG GRDSK 435 900 46 0,079+ j0,389 0,305 + j1,029
KTPJG GRDSK 435 900 64 0,079+ j0,389 0,305 + j1,029

Data setting relai bertujuan untuk mendukung selesainya laporan KP dan


memenuhi tujuan khusus laporan KP untuk menganalisa waktu tunda dan kurva
36

karakteristik OCR. Data tersebut didapatkan dari PT. PLN (Persero) UPT
Pekanbaru. Waktu tunda OCR tiap GI yang berbeda, disebut grading time, dengan
tujuan untuk meningkatkan selektivitas OCR terhadap daerah kerjanya. Selain
waktu tunda, arus setting juga mempengaruhi selektivitas dari relai. Saat terjadi
gangguan hubung singkat pada saluran transmisi maka OCR pada saluran tersebut
akan merasakan arus gangguannya, maka itu diperlukan koordinasi waktu antar
OCR. Koordinasi waktu tunda OCR yang baik dapat meningkatkan kehandalan
sistem kelistrikan. Misalkan TMS OCR saluran GI KTPJG arah BKNG, GI BKNG
arah GRDSK di set bertingkat, ini bertujuan agar OCR yang terdekat yang akan
bekerja terlebih dahulu memutuskan gangguan, sedangkan OCR lain menunggu,
dengan begitu penyaluran daya akan tetap berlangsung pada sistem yang normal.

Tabel 4.3. Data Setting Relai Pada Setiap GI


Sisi Nama Relai TMS Rasio CT
GI KTPJG Relai 1 0,25
Relai 2 0,16
GI BKN Relai 4 0,16
1250/5
Relai 5 0,16
GI GRDSK Relai 3 0,13
Relai 6 0,13

4.4. Analisa Arus Setting OCR


Arus setting OCR berfungsi sebagai batas OCR untuk memberikan sinyal
trip pada PMT saat terjadi gangguan pada sistem tenaga listrik. OCR harus di setting
diatas arus beban maksimum, hal ini bertujuan agar OCR tidak bekerja saat terjadi
arus maksimum, untuk itu arus maksimum dikalikan faktor pengaman antara 1,05
sampai 1,6. PT. PLN (Persero) menggunakan faktor pengaman 1,2 pada setting
OCR. Sehingga rumus untuk setting primer adalah.

𝐼𝑠𝑒𝑡(𝑝𝑟𝑖𝑚𝑒𝑟) = 1,2 𝑥 𝐴𝑟𝑢𝑠𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚


37

Sedangkan untuk menentukan setting sekunder menggunakan rumus berikut.

1
𝐼𝑠𝑒𝑡(𝑠𝑒𝑘𝑢𝑛𝑑𝑒𝑟) = 𝐼𝑠𝑒𝑡(𝑝𝑟𝑖𝑚𝑒𝑟) 𝑥
𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐶𝑇

Arus beban maksimum ditentukan melalui simulasi arus aliran daya


menggunakan ETAP 12.6 dengan mengubah satuan MW ke Amper sehinggan
dapat diketahui besar arus yang mengalir pada sistem pada saat beban maksimum.
Besarnya arus yang mengalir pada saluran dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4. Arus Beban Penuh yang Mengalir Pada Sistem 150 kV
Dari Ke Arus (A)
KTPJG GRDSK 400
KTPJG BKNG 620
BKNG GRDSK 420

Dari tabel 4.4 dapat dilakukan perhitungan arus setting OCR dengan
menggunakan kaidah diatas, yaitu:
1. Sisi GI Koto Panjang
a. OCR Saluran Arah GI Garuda Sakti (relai 2)
𝐼𝑠𝑒𝑡(𝑝𝑟𝑖𝑚𝑒𝑟) = 1,2 𝑥 400
= 480 𝐴
1
𝐼𝑠𝑒𝑡(𝑠𝑒𝑘𝑢𝑛𝑑𝑒𝑟) = 480 𝐴 𝑥
1250
5
= 1,92 𝐴

b. OCR Saluran Arah GI Bangkinang (relai 1)


𝐼𝑠𝑒𝑡(𝑝𝑟𝑖𝑚𝑒𝑟) = 1,2 𝑥 620
= 744 𝐴
1
𝐼𝑠𝑒𝑡(𝑠𝑒𝑘𝑢𝑛𝑑𝑒𝑟) = 744 𝐴 𝑥
1250
5
= 2.98 𝐴
38

2. Sisi GI Bangkinang
a. OCR Saluran Arah GI Koto Panjang
𝐼𝑠𝑒𝑡(𝑝𝑟𝑖𝑚𝑒𝑟) = 1,2 𝑥 620
= 744 𝐴
1
𝐼𝑠𝑒𝑡(𝑠𝑒𝑘𝑢𝑛𝑑𝑒𝑟) = 480 𝐴 𝑥
1250
5
= 2,98 𝐴

b. OCR Saluran Arah GI Garuda Sakti


𝐼𝑠𝑒𝑡(𝑝𝑟𝑖𝑚𝑒𝑟) = 1,2 𝑥 420
= 504 𝐴
1
𝐼𝑠𝑒𝑡(𝑠𝑒𝑘𝑢𝑛𝑑𝑒𝑟) = 504 𝐴 𝑥
1250
5
= 2,016 𝐴
Didapatkan 𝐼𝑠𝑒𝑡(𝑠𝑒𝑘𝑢𝑛𝑑𝑒𝑟) sebesar 2,016 A, agar memudahkan settting pada
OCR diambil nilai 2,1 A.

3. Sisi GI Garuda Sakti


a. OCR Saluran Arah GI Koto Panjang
𝐼𝑠𝑒𝑡(𝑝𝑟𝑖𝑚𝑒𝑟) = 1,2 𝑥 400
= 480 𝐴
1
𝐼𝑠𝑒𝑡(𝑠𝑒𝑘𝑢𝑛𝑑𝑒𝑟) = 480 𝐴 𝑥
1250
5
= 1,92 𝐴

b. OCR Saluran Arah GI Bangkinang


𝐼𝑠𝑒𝑡(𝑝𝑟𝑖𝑚𝑒𝑟) = 1,2 𝑥 420
= 504 𝐴
39

1
𝐼𝑠𝑒𝑡(𝑠𝑒𝑘𝑢𝑛𝑑𝑒𝑟) = 504 𝐴 𝑥
1250
5
= 2,016 𝐴

Didapatkan 𝐼𝑠𝑒𝑡(𝑠𝑒𝑘𝑢𝑛𝑑𝑒𝑟) sebesar 2,016 A, agar memudahkan settting pada


OCR diambil nilai 2,1 A.
Berikut tabel yang menampilkan keseluruhan hasil perhitungan setting OCR
diatas.
Tabel 4.5. Setting Arus OCR Pada Setiap Relai
Nama Relai Iset(primer) Sekunder
Relai 1 744 2.98
Relai 2 480 1.92
Relai 3 480 1.92
Relai 4 744 2.98
Relai 5 504 2.1
Relai 6 504 2.1

Nilai primer dan sekunder ditentukan untuk melakukan setting pada relai,
tergantung ingin setting OCR dalam nilai primer atau sekunder CT, karena tampilan
pada relai bisa dipilih ingin setting dalam nilai sekunder atau primer CT, sedangkan
input relai tetap sekunder CT (Ramlond, 2018).

4.4.1 Simulasi Gangguan Hubung Singkat Menggunakan Aplikasi ETAP


12.6
Setelah melakukan perhitungan arus setting relai, selanjutnya adalah
memodelkan saluran transmisi dan memasukkan data kedalam model. Simulasi
yang dilakukan adalah gangguan dua fasa pada jarak 10% panjang saluran GI
BKNG arah GI GRDSK. Simulasi dilakukan untuk mengetahui kurva waktu tunda
relai saat terjadi gangguan.
Arus hubung singkat yang terbaca pada tiap relai berbeda, karena semakin
dekat relai dengan gangguan maka arus hubung singkat semakin besar. Waktu kerja
40

relai menunjukkan selektifitas relai dalam mengamankan daerah kerjanya. Karena


semakin dekat relai dengan sumber gangguan, maka waktu kerja relai akan semakin
cepat. Simulasi dilakukan 2 kali yang pertama tanpa impedansi gangguan (Zf) dan
yang kedua dengan menggunakan Zf.

1. Simulasi koordinasi OCR tanpa Zf


Pada simulasi pertama dilakukan simulasi gangguan tanpa Zf, hasil simulasi
menunjukkan OCR yang terdekat dengan gangguan bekerja terlebih dahulu. Waktu
tunda relai 5 adalah 0,569 s, ini bertujuan agar relai jarak bekerja terlebih dahulu
untuk memutuskan gangguan. Relai jarak pada saluran GI KTPJG arah GI BKNG
akan berkoordinasi dengan relai jarak di depannya yang bekerja instan, koordinasi
waktu tundanya yaitu 0,4 s. jika semua relai jarak tersebut gagal memutuskan
gangguan maka relai 5 sebagai pengaman lokal akan memutuskan gangguan pada
0,569 s, sehingga waktu tunda relai utama dan cadangan tidak saling berhimpit.

Tabel 4.5. Simulasi gangguan 2 fasa tanpa Zf


Nama Relai Arus Hubung Singkat (A) Waktu Tunda (s)
Relai 1 2766 1,32
Relai 4 2766 0,843
Relai 5 3623 0,569
Relai 6 2225 0,621

2. Simulasi koordinasi OCR dengan Zf = 20 Ohm


Pada simulasi kedua, akan ditentukan Zf sebesar 20 Ohm, untuk mengetahui
apakah relai masih tetap sensitif pada arus gangguan minimum. Setelah dilakukan,
didapatkan bahwa relai 5 bekerja terlebih dahulu dengan waktu tunda sebesar 0,656
s, ini dikarenakan arus gangguan yang lebih kecil dibandingkan simulasi pertama
akibat arus hubung singkat melewati Zf. Berdasarkan hasil simulasi kedua, OCR
masih sensitif terhadap arus gangguan yang memiliki impedansi cukup besar.
41

Tabel 4.6. Simulasi gangguan 2 fasa dengan Zf = 20 Ohm


Nama Relai Arus Hubung Singkat (A) Waktu Tunda (s)
Relai 1 2146 1,64
Relai 4 2146 1,05
Relai 5 2811 0,656
Relai 6 1726 0,756

4.4.2 Analisa Waktu Tunda OCR


Menggunakan rumus standard inverse dapat dilakukan pemeriksaan waktu
tunda, pemeriksaan waktu tunda ini dilakukan untuk memastikan apakah waktu
tunda sudah sesuai antara simulasi dan perhitungan menggunakan rumus standard
inverse.
1. Analisa Waktu Tunda OCR (hubung singkat 2 fasa, Zf = 0)
a. Relai 1
0,14
𝑡= 𝑥 0,25
2766 0,02
[ ] −1
744
𝒕 = 1,32 s

b. Relai 2
Relai 2 berada pada saluran yang berbeda dan tidak merasakan arus hubung
singkat yang besar, sehingga relai 2 tidak pick-up.

c. Relai 3
Relai 3 berada pada saluran yang berbeda, sama halnya dengan relai 2, relai
3 tidak merasakan arus hubung singkat yang besar sehingga relai 3 tidak pick-
up.

d. Relai 4
0,14
𝑡= 𝑥 0,16
2766 0,02
[ 744 ] −1
42

𝒕 = 𝟎, 𝟖𝟒𝟐

e. Relai 5
0,14
𝑡= 𝑥 0,16
3623 0,02
[ ] −1
525
𝒕 = 𝟎, 𝟓𝟔𝟗 𝒔

f. Relai 6
0,14
𝑡= 𝑥 0,13
2225 0,02
[ ] −1
525
𝒕 = 𝟎, 𝟔𝟐𝟏 𝒔

Dari perhitungan diatas hanya berbeda sedikit dari hasil simulasi pada
perangkat lunak ETAP 12.6. Relai 2 dan 3 tidak merasakan arus gangguan yang
besar karen berada jauh dari titik gangguan sehingga relai tidak pick-up.

2. Analisa Waktu Tunda OCR (hubung singkat 2 fasa, Zf = 20 Ohm)


a. Relai 1
0,14
𝑡= 𝑥 0,25
2146 0,02
[ 744 ] −1

𝒕 = 𝟏, 𝟔𝟑𝟓 𝒔

b. Relai 2
Relai 2 berada pada saluran yang berbeda dan tidak merasakan arus hubung
singkat yang besar, sehingga relai 2 tidak pick-up.

c. Relai 3
Relai 3 berada pada saluran yang berbeda, sama halnya dengan relai 2, relai
3 tidak merasakan arus hubung singkat yang besar sehingga relai 3 tidak pick-
up.
43

d. Relai 4
0,14
𝑡= 𝑥 0,16
2416 0,02
[ 744 ] −1

𝒕 = 𝟏, 𝟎𝟓 𝒔

e. Relai 5
0,14
𝑡= 𝑥 0,16
2811 0,02
[ ] −1
525
𝒕 = 𝟎, 𝟔𝟓𝟔 𝒔

f. Relai 6
0,14
𝑡= 𝑥 0,13
1726 0,02
[ ] −1
525
𝒕 = 𝟎, 𝟕𝟓𝟔 𝒔

Berdasarkan perhitungan di atas diketahui bahwa arus hubung singkat


sedikit berkurang daripada simulasi pertama. Hal ini menyebabkan waktu tunda
OCR bertambah lama. Misalkan relai 5, pada simulasi pertama waktu tundanya
adalah 0,569 s, pada simulasi kedua yaitu 0,656 s.

4.4.3 Kurva Karakteristik OCR


Berdasarkan perhitungan, waktu tunda relai 5 adalah selama 0,569 s.
Sedangkan waktu tunda relai jarak pada GI BKNG adalah instan atau idealnya 0 s,
karena gangguan berada di zona 1 dan relai waktu tunda relai jarak pada GI KTPJG
adalah 0,4 s karena gangguan berada pada zona 2. Jika relai jarak tersebut gagal
memutuskan gangguan maka relai OCR akan memutuskan gangguan pada 0,569 s
dapat dikatakan bahwa relai OCR sebagai pengaman lokal sudah berkoordinasi
dengan baik dengan relai utama.
44

Gambar 4.2. Kurva Waktu Relai 5 Terhadap Arus Gangguan di jarak 10%
panjang saluran GI Bangkinang arah GI Garuda Sakti
45

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Setelah pemaparan, maka dapat diambil beberapa simpulan sebagai berikut:
1. Relai proteksi berfungsi untuk melindungi peralatan listrik dari bahaya arus
hubung singkat atau gangguan operasi sistem lainnya.
2. Pada titik gangguan yang sama waktu tunda OCR akan bertambah lama jika
Zf semakin besar, hal ini dikarenakan arus hubung singkat semakin kecil
seiring bertambah besarnya Zf.
3. Arus setting OCR harus lebih besar dari arus beban maksimum, maka itu OCR
dikalikan faktor pengaman 1,05 sampai 1,2, diharapkan agar OCR tidak trip
saat arus yang mengalir pada saluran mencapai arus beban maksimum.
4. Setting waktu tunda di ujung saluran lebih singkat daripada di pangkal agar
saat terjadi gangguan ujung, relai yang trip terlebih dahulu adalah relai di
ujung.
5. Relai 2 dan 3 tidak bekerja (pick-up) dikarenakan arus hubung singkat yang
terbaca oleh OCR dibawah arus setting.

5.2 Saran
1. Relai hendaknya di evaluasi secara berkala untuk menguji kehandalannya.
2. Kemapuan Hantar Arus (KHA) tidak ideal untuk dijadikan pedoman
penyetelan arus OCR karena nominalnya yang berada jauh diatas arus beban
maksimum yang mengalir.
3. Saat hendak melakukan pekerjaan dilapangan, diharapkan mematuhi standar
K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) yang berlaku.
46

DAFTAR PUSTAKA

Ari Gustia Warman, F. (2017). Studi Keandalan Dan Evaluasi Sistem Kerja Rele
jaringan Transmisi 150 kV Koto Panjang - Pekanbaru. Jurusan Teknik
Elektro Universitas Riau, 7.
Gonen, T. (1979). Electric Power Transmission System Engineering - Analysis and
Design. America.
Khalik Al Ridha, F. (2016). Evaluasi Koordinasi Relay Arus Lebih (OCR) dan
Gangguan Tanah (GFR) pada Gardu Induk Garuda Sakti Pekanbaru.
Jurusan Teknik Elektro Universitas Riau.
Zulkarnaini Zulkarnaini, M. R. (2017). Studi Koordinasi Rele Proteksi Pada
Saluran Udara Tegangan Tinggi 150 kV GI. Payakumbuh - GI. Koto
Panjang.
SKDIR 520, Buku Pedoman Transformator Arus

SKDIR 520, Buku Pedoman Pemutus Tenaga

SKDIR 520, Buku Pedoman Sistem Suplai ACDC

Anda mungkin juga menyukai