Anda di halaman 1dari 4

DEMAM BERDARAH

DWI SISKA
1601470039

DBD atau DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk
yang jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat dapat menyebabkan kematian.
Menurut (Effendy, 1995) “DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypti (betina)”.
Tanda dan gejala yang ditemukan pada pasien demam berdarah antara lain
adalah demam tinggi, kegagalan sirkulasi, perdarahan dan seringkali disertai
dengan pembesaran organ hati (WHO, 1999). Di negara-negara Asia Tenggara
termasuk Indonesia epidemik demam berdarah berlangsung terutama pada musim
penghujan yakni sekitar 1 bulan setelah datangnya musim hujan atau sekitar bulan
Oktober sampai April jika di Indonesia (Djunaedi, 2006:10).
Demam berdarah dapat menyerang siapa saja mulai dari bayi sampai orang
tua sekalipun yang telah digigit oleh nyamuk Aedes Aegypti. Menurut WHO
(1999:9) “virus-virus dengue di tularkan ke tubuh manusia melalui gigitan
nyamuk Aedes yang terinfeksi, terutama Aedes Aegypti, dan karenanya dianggap
sebagai arbovirus (virus yang ditularkan melalui artropoda)”. Sedangkan menurut
Djunaedi (2006:13) “transmisi virus dengue dari manusia ke manusia yang lain
atau dari kera ke kera yang lain berlangsung melalui gigitan nyamuk betina Aedes
(terutama Aedes Aegypti) yang terinfeksi oleh arboviruses”.
Pengenalan sedini mungkin tanda dan gejala pasien yang terjangkit virus
demam berdarah sangatlah penting, karena dengan mengetahui lebih awal, akan
meningkatkan harapan hidup pasien. Oleh karenanya pemberian informasi kepada
masyarakat dibutuhkan agar jika salah satu keluarga mengalami tanda dan gejala
demam berdarah dapat segera dibawa ke tempat pelayanan kesehatan dan
mendapat pertolongan. Peran keluarga dan perawat sangat penting dalam
menangani pasien demam berdarah. Menurut (Carpenito, 1983) “dalam
memberikan asuhan keperawatan, perawat perlu melibatkan hubungan kerjasama
antara perawat-pasien, keluarga dan masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan
yang optimal”.
Tindakan yang harus diberikan kepada pasien yang telah terdiagnosa
menderita demam berdarah diantaranya adalah istirahat, memberikan cairan baik
melalui inrtavena maupun oral, serta dengan mengompres dingin pasien dan
pemberian obat antipiretik (Effendy, 1995).
Untuk mencegah wabah demam berdarah perlu adanya pengendalian
vektor, menurut WHO (1999:106) “cara paling efektif dari pengendalian vektor
adalah penatalaksanaan lingkungan yang termasuk perencanaan, pengorganisa-
sian, pelaksanaan dan pemantauan aktivitas untuk modifikasi atau manipulasi
faktor-faktor lingkungan dengan suatu pandangan untuk mencegah atau
mengurangi perkembangan vektor dan kontak manusia vektor-patogen”.
Setelah menjalani perawatan di rumah sakit kriteria pasien yang
diperbolehkan pulang antara lain tidak mengalami demam sedikitnya 24 jam tanpa
penggunaan obat anti demam, napsu makan kembali, jumlah dari trombosit lebih
dari 50.000 per mm3, setidaknya melewati 2 hari setelah pulih dari syok dan juga
pengeluaran urinnya baik (WHO, 1999:47).
Adan 3 cara dalam mengendalikan wabah demam berdarah, yakni
pengendalian kimiawi, pengendalian biologis, dan pengendalian terpadu. Jika
dengan pengendalian kimiawi metode yang digunakan kebanyakan saat ini adalah
dengan menggunakan larvasida, pengobatan perifokal dan penyemprotan ruangan.
Pengendalian biologis adalah dengan menggunakan ikan pemangsa larva dan
biosida. Keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan pengendalian biologis
salah satunya adalah tidak menimbulkan kontaminasi terhadap lingkungan,
kerugiannya adalah pemeliharaan organisme yang mahal, serta keterbatasan
penerapannya, karena penggunaanya hanya pada tempat yang mengandung air.
Sedangkan pengendalian terpadu adalah kombinasi metode pengendalian
kimiawi, pengendalian biologis dan tindakan legislatif (WHO, 1999:89).
Upaya yang biasa dilakukan dalam memberantas wabah demam berdarah
adalah dengan cara 3M, yakni menguras bak mandi, menutup penampungan air,
mengubur barang-barang bekas. Selain itu tindakan lain yang bisa dilakukan
dalam upaya pencegahan demam berdarah adalah dengan menanam tanaman
pengusir nyamuk, menggunakan obat anti nyamuk, pencahayaan atau ventilasi
yang cukup.
DAFTAR PUSTAKA

Djunaedi, D. (2006). Demam Berdarah. Malang: UPT Penerbitan Universitas


Muhammadiyah.
Effendy, C. (1995). Perawatan Pasien DHF. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
WHO. (1999). Demam Berdarah. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai