Disusun oleh:
ANDRIAS WULANSARI
11507020911024
Keto Asidosis Diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolic yang
ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis terutama disebabkan oleh defisiensi
insulin absolut atau relative. KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes
mellitus (DM) yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresia
osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan dapat sampai menyebabkan syok.
Etiologi
Dalam 50% kejadian KAD, kekurangan insulin, peningkatan konsumsi atau produksi glukoasa,
atau infeksi adalah faktor pencetus. Stressor-stressor utama lain yang dapat mencetuskan
diabetic ketoasidosis adalah pembedahan, trauma, terapi dengan steroid dan emosional.
Patofisiologi
Gejala dan tanda yang timbul pada KAD disebabkan terjadinya hiperglikemia dan ketogenesis.
Defisiensi insulin merupakan penyebab utama terjadinya hiperglikemia atau peningkatan kadar
glukosa darah dari pemecahan protein dan glikogen atau lipolisis atau pemecahan lemak.
Hiperglikemia menyebabkan diuresis osmotik dengan hipovolemia kemudian akan berlanjut
terjadinya dehidrasi dan renjatan atau syok. Glukoneogenesis menambah terjadinya
hiperglikemik.
Lipolisis yang terjadi akan meningkatkan pengangkutan kadar asam lemak bebas ke hati
sehingga terjadi ketoasidosis, yang kemudian berakibat timbulnya asidosis metabolik, sebagai
kompensasi tubuh terjadi pernafasan kussmaul.
Pemeriksaan Diagnostik
a) Kadar glukosa darah: > 300 mg /dl tetapi tidak > 800 mg/dl
b) Elektrolit darah (tentukan corrected Na) dan osmolalitas serum.
c) Analisis gas darah, BUN dan kreatinin.
d) Darah lengkap (pada KAD sering dijumpai gambaran lekositosis), HbA1c, urinalisis (dan
kultur urine bila ada indikasi).
e) Foto polos dada.
f) Ketosis (Ketonemia dan Ketonuria)
g) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
h) Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
Pemeriksaan Osmolalitas = 2[Na+K] + [GDR/18] + [UREUM/6]
i) Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang mencerminkan
kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir
j) Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH < 7,3 dan penurunan pada HCO3 250 mg/dl
6. Penatalaksanaan
Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi, hiperglikemia, dan ketidakseimbangan
elektrolit, serta mengatasi penyakit penyerta yang ada.
Fase I/Gawat :
a) Rehidrasi
1) Berikan cairan isotonik NaCl 0,9% atau RL 2L loading dalam 2 jam pertama, lalu 80 tpm
selama 4 jam, lalu 30-50 tpm selama 18 jam (4-6L/24jam)
2) Atasi syok (cairan 20 ml/kg BB/jam)
3) Bila syok teratasi berikan cairan sesuai tingkat dehidrasi
4) Rehidrasi dilakukan bertahap untuk menghindari herniasi batang otak (24 – 48 jam).
5) Bila Gula darah < 200 mg/dl, ganti infus dengan D5%
6) Koreksi hipokalemia (kecepatan max 0,5mEq/kgBB/jam)
7) Monitor keseimbangan cairan
b) Insulin
1) Bolus insulin kerja cepat (RI) 0,1 iu/kgBB (iv/im/sc)
2) Berikan insulin kerja cepat (RI) 0,1/kgBB dalam cairan isotonic
3) Monitor Gula darah tiap jam pada 4 jam pertama, selanjutnya tiap 4 jam sekali
4) Pemberian insulin parenteral diubah ke SC bila : AGD < 15 mEq/L ³250mg%, Perbaikan
hidrasi, Kadar HCO3
d) Infus Bicarbonat
pH 7,1, tidak diberikan
Batas fase I dan fase II sekitar GDR 250 mg/dl atau reduksi
Fase II/Maintenance:
a) Cairan maintenance
b) Kalium
Perenteral bila K+ 240 mg/dL atau badan terasa tidak enak.
c) Saat sakit, makanlah sesuai pengaturan makan sebelumnya. Bila tidak nafsu makan,
boleh makan bubur atau minuman berkalori lain.
Komplikasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi angka kematian akibat KAD adalah:
c) Sering ditemukan bersama-sama dengan komplikasi lain yang berat, seperti: renjatan
(syok), stroke, dll.
A. Definisi
Diabetes Melitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan
tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik
akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh,
gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga
gangguan metabolisme lemak dan protein. (Askandar, 2000).
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati atau
nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh infeksi.
(Askandar, 2001 ).
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau
busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di tungkai
(Askandar, 2001).
B. Etiologi
Diabetes Mellitus
Smeltzer (2001) menjelaskan bahwa etiologi diabetes mellitus terdiri dari:
1. Diabetes mellitus tipe I
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I sendiri, tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya DM tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA
(human leukocyte antigen). Tipe dari gen HLA yang berkaitan dengan diabetes tipe I
(DW 3 dan DW 4) adalah yang memberi kode kepada protein-protein yang berperan
penting dalam interaksi monosit-limfosit.
b. Faktor-faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya respons otoimun. Respon ini merupakan
respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan
asing. Otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta. Virus atau toksin tertentu
dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta pankreas.
C. Klasifikasi
1. Diabetes Mellitus
a. DM Tipe I (IDDM)
Penderita sangat bergantung terhadap insulin karena terjadi proses autoimun yang
menyerang insulinnya. IDDM merupakan jenis DM yang diturunkan (inherited).
a. DM Tipe II (NIDDM)
Jenis DM ini dipengaruhi baik oleh keturunan maupun factor lingkungan. Seseorang
mempunyai risiko yang besar untuk menderita NIDDM jika orang tuanya adalah
penderita DM dan menganut gaya hidup yang salah.
c. DM Gestasional
DM jenis ini cenderung terjadi pada wanita hamil dan dalam keluarganya terdapat
anggota yang juga menderita DM. Faktor risikonya adalah kegemukan atau obesitas.
d. DM Sekunder
Merupakan DM yang berkaitan dengan keadaan atau sindrom lain (pancreatitis,
kelainan hormonal, dan obat-obatan).
D. Manifestasi Klinis
Diabetes Mellitus
Menurut Price (2005) manifestasi klinis dari DM adalah sebagai berikut :
a. DM tergantung insulin / DM Tipe I
Memperlihatkan gejala yang eksplosif dengan polidipsi, poliuri, polifagia, turunnya BB,
lemah, mengantuk yang terjadi selama sakit atau beberapa minggu, penderita menjadi
sakit berat dan timbul ketosidosis dan dapat meninggal kalau tidak mendapatkan
pengobatan dengan segera. Biasanya diperlukan terapi insulin untuk mengontrol
metabolisme dan umumnya penderita peka terhadap insulin.
b. DM tidak tergantung insulin / DM Tipe II
Penderita mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun. Pada hiperglikemia
yang lebih berat, mungkin memperlihatkan polidipsi, poliuri, lemah, dan somnolen, serta
biasanya tidak mengalami ketoasidosis. Jika hiperglikemia berat dan tidak respon
terhadap terapi diet mungkin diperlukan terapi insulin untuk menormalkan kadar
glukosanya. Kadar insulin sendiri mungkin berkurang normal atau mungkin meninggi
tetapi tidak memadai untuk mem-pertahankan kadar glukosa darah normal. Penderita
juga resisten terhadap insulin eksogen.
E. Patofisiologi
Berdasarkan Smeltzer (2001), patofisiologi diabetes mellitus antara lain:
a. Diabetes Mellitus Tipe I
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia
puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu,
glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap
berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia post prandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali
semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya, glukosa tersebut muncul dalam urin
(glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke urin, ekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan pula. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi
insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan
berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat
menurunnya simpanan kalori, gejalalainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-
asam amino serta substansi lain, namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini
akan terjadi. Disamping itu, akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.
Badan keton merupakan asam yang dapat mengganggu keseimbangan asam basa
tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik dapat menyebabkan tanda
dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton,
dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma, bahkan
kematian. Pemberian insulin bersama dengan cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan
akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik dan mengatasi gejala hiperglikemia
serta ketoasidosis
b. Diabetes tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yaitu yang berhubungan dengan
insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin
dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di
dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra
sel ini. Dengan demikian insuliin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan
akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan cirri khas diabetes tipe II,
namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan
lemak dan produksi badan keton. Karena itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada
diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut yang disebut sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik
(HHNK).
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Diagnostik
Glukosa darah meningkat
Elektrolit : Na, K, fosfor
Urine : gula + aseton positip
Asam lemak bebas meningkat
Gas darah arteri : PH menurun, HCO3 menurun
Ureum/kreatinin meningkat/normal
Osmolalitas serum meningkat
2. Ktiteria Pengendalian DM
Baik Sedang Buruk
GD Puasa (mg/dL) 80-109 110-139 ≥140
GD 2 jam PP (mg/dL) 110-159 160-199 ≥200
Koleseterol Total (mg/dL) <200 200-239 >240
Kolesterol LDL (mg/dL) non PJK <130 130-159 >160
Dengan PJK <100 100-129 >130
Kolesterol HDL (mg/dL) >45 35-45 <35
Trigliserida (mg/dL) tanpa PJK <200 200-149 >250
Dengan PJK <150 150-199 >200
BMI: Wanita 18,5-22,9 23-25 >25/<18,5
Pria 20-24,9 25-27 >27/<20
140-160/
Tekanan Darah (mmHg) <140/90 >160/95
90-95
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl).
Bukan DM Belum pasti DM IM
Kadar glukosa darah sewaktu
- Plasma vena <100 100-200 >200
- Darah kapiler <80 80-200 >200
Kadar glukosa darah puasa
- Plasma vena <110 110-120 >126
- Darah kapiler <90 90-110 >110
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan:
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75
gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl.
G. Penatalaksanaan
Menurut Brunner, Suddarth (2001) menjelaskan bahwa tujuan utama terapi diabetes mellitus
adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk
mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes
adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 6 komponen dalam penatalaksanaan diabetes:
a. Diet
Penatalaksanaan diet diabetes mellitus ada 3 (tiga) J yang harus diketahui dan
dilaksanakan oleh penderita DM diabetes mellitus, yaitu jumlah makanan, jenis
makanan dan jadwal makanan.
1. Jumlah makanan
Jumlah makanan yang diberikan disesuaikan dengan status gizi penderita DM,
bukan berdasarkan tinggi rendahnya gula darah. Jumlah kalori yang disarankan
berkisar antara 1100-2900 KKal.
Jumlah kalori yang dibutuhkan seorang pasien diabetes, antara lain:
Pasien kurus : 2300-2500 Kkal
Pasien berat normal : 1700-2100 Kkal
Pasien gemuk : 1300-1500 Kkal
Kebutuhan Kalori pada Pasien Diabetes Mellitus
Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% Protein, 75%
Karbohidrat kompleks direkomendasikan untuk mencegah diabetes. Kandungan
rendah lemak dalam diet ini tidak hanya mencegah arterosklerosis, tetapi juga
meningkatkan aktivitas reseptor insulin.
2. Jenis makanan
Penderita diabetes mellitus harus mengetahui dan memahami jenis makanan apa
yang boleh dimakan secara bebas, makanan yang mana harus dibatasi dan
makanan apa yang harus dibatasi secara ketat.
3. Jadwal makan
Penderita diabetes mellitus harus membiasakan diri untuk makan tepat pada
waktu yang telah ditentukan. Penderita diabetes mellitus makan sesuai jadwal,
yaitu 3 kali makan utama, 3 kali makan selingan dengan interval waktu 3 jam. Ini
dimaksudkan agar terjadi perubahan pada kandungan glukosa darah penderita
DM, sehingga diharapkan dengan perbandingan jumlah makanan dan jadwal
yang tepat maka kadar glukosa darah akan tetap stabil dan penderita DM tidak
merasa lemas akibat kekurangan zat gizi.
Jadwal makan standar yang digunakan oleh penderita DM diabetes mellitus
(Waspadji, 2007) disajikan dalam tabel berikut:
Penatalaksanaan nutrisi pada penderita DM diarahkan untuk mencapai tujuan berikut:
1. Mencukupi semua unsure makanan essensial (misalnya vitamin dan mineral)
2. Mencapai dan mempertahankan berat badan (BMI) yang sesuai.
Penghitungan BMI=BB (kg)/(TB (m))2
BMI normal wanita = 18,5 – 22,9 kg/m2
BMI normal pria = 20 – 24,9 kg/m2
3. Memenuhi kebutuhan energi
4. Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan
kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan praktis.
5. Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
b. Latihan
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena efeknya dapat
menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko kardiovaskuler. Latihan
akan menurunkan akdar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa
oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Latihan juga akan mengubah kadar
lemak darah yaitu meningkatkan kadar HDL-kolesterol dan menurunkan kadar
kolesterol total serta trigliserida.
Olahraga atau latihan fisik dilakukan sebagai berikut:
- 5 – 10’ pemanasan
- 20 – 30’ latihan aerobic (75 – 80% denyut jantung maksimal)
- 15 – 20’ pendinginan
Namun sebaiknya dalam berolahraga/aktivitas juga memperhatikan hal-hal sebagai
berikut
Jangan lakukan latihan fisik jika glukosa darah >250 mg/dL.
Jika glukosa darah <100 mg/dLsebelum latihan, maka sebaiknya makan camilan
dahulu.
Rekomendasi latihan bagi penderita dengan komplikasi disesuaikan dengan
kondisinya.
Latihan dilakukan 2 jam setelah makan.
Pada klien dengan gangrene kaki diabetik, tidak dianjurkan untuk melakukan
latihan fisik yang terlalu berat.
Selalu memakai alas kaki .
c. Pengobatan untuk gangren
Kering
o Istirahat di tempat tidur.
o Kontrol gula darah dengan diet, insulin atau obat antidiabetik.
o Tindakan amputasi untuk mencegah meluasnya gangrene, tapi dengan
indikasi yang sangat jelas.
o Memperbaiki sirkulasi guna mengatasi angiopati dengan obat-obat anti
platelet agregasi (aspirin, diprydamol, atau pentoxyvilin).
Basah
o Istirahat di tempat tidur.
o Kontrol gula darah dengan diet, insulin atau obat antidiabetik.
o Debridement.
o Kompres dengan air hangat, jangan dengan air panas atau dingin.
o Beri “topical antibiotic”.
o Beri antibiotic yang sesuai kultur atau dengan antibiotic spectrum luas.
o Untuk neuropati berikan pyridoxine (vit B6) atau neurotropik lain.
o Memperbaiki sirkulasi guna mengatasi angiopati dengan obat-obat anti
platelet agregasi (aspirin, diprydamol, atau pentoxyvilin).
Pembedahan
o Amputasi segera
o Debridement dan drainase, setelah tenang maka tindakan yang dapat diambil
adalah amputasi atau skin/arterial graft
d. Pemantauan
Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu diperiksa secara rutin.
Selain itu, perubahan berat badan juga harus dipantau untuk mengetahui terjadinya
obesitas yang dapat meningkatkan resiko DM
e. Terapi (jika diperlukan)
Obat Hipoglikemik Oral (OHD)
Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dibagi menjadi 4 :
Pemicu sekresi Insulin, yaitu golongan Sulfonilurea. Bekerja untuk merangsang
sel beta pancreas untuk memproduksi insulin. Namun, hati-hati dengan efek
sampingnya yaitu hipoglikemia (kadar glukosa darah rendah, kurang dari 60
mg/dl)
Penambah sensitifitas insulin
Penghambat glukoneogenesis
Penghambat absorpsi glukosa
Insulin
Insulin merupakan hormon yang diproduksi oleh sel beta di dalam pankreas dan
digunakan untuk mengontrol kadar glukosa dalam darah.
Sekresi insulin terdiri dari 2 komponen. Komponen pertama yaitu: sekresi insulin
basal kira-kira 1 unit/jam dan terjadi diantara waktu makan, waktu malam hari dan
keadaan puasa. Komponen kedua yaitu: sekresi insulin prandial yang menghasilkan
kadar insulin 5-10 kali lebih besar dari kadar insulin basal dan diproduksi secara
pulsatif dalam waktu 0,5-1 jam sesudah makan dan mencapai puncak dalam 30-45
menit, kemudian menurun dengan cepat mengikuti penurunan kadar glukosa basal.
Kemampuan sekresi insulin prandial berkaitan erat dengan kemampuan ambilan
glukosa oleh jaringan perifer.
Insulin berperan dalam penggunaan glukosa oleh sel tubuh untuk pembentukan
energi, apabila tidak ada insulin maka sel tidak dapat menggunakan glukosa
sehingga proses metabolisme menjadi terganggu. Proses yang terjadi yaitu
karbohidrat dimetabolisme oleh tubuh untuk menghasilkan glukosa, glukosa
tersebut selanjutnya diabsorbsi di saluran pencernaan menuju ke aliran darah untuk
dioksidasi di otot skelet sehingga menghasilkan energi. Glukosa juga disimpan
dalam hati dalam bentuk glikogen kemudian diubah dalam jaringan adiposa menjadi
lemak dan trigliserida. Insulin memfasilitasi proses tersebut. Insulin akan
meningkatkan pengikatan glukosa oleh jaringan, meningkatkan level glikogen dalam
hati, mengurangi pemecahan glikogen (glikogenolisis) di hati, meningkatkan sintesis
asam lemak, menurunkan pemecahan asam lemak menjadi badan keton, dan
membantu penggabungan asam amino menjadi protein.
Indikasi pemberian insulin, antara lain:
Ketoasidosis, koma hiperosmolar, dan asidosis laktat
DM dengan berat badan menurun secara cepat
DM yang mengalami stress berat (infeksi sistemik, operasi berat, dll)
DM gestasional
DM tipe I
Kegagalan pemakaian OHD
Insulin dikelompokkan menjadi beberapa jenis antara lain:
1. Kerja cepat (rapid acting)
Yang termasuk di sini adalah insulin regular (Crystal Zinc Insulin / CZI ). Saat
ini dikenal 2 macam insulin CZI, yaitu dalam bentuk asam dan netral. Preparat
yang ada antara lain : Actrapid, Velosulin, Semilente. Insulin jenis ini diberikan
30 menit sebelum makan, mencapai puncak setelah 1– 3 macam dan efeknya
dapat bertahan sampai 8 jam. Merupakan satu-satunya insulin yang dapat
dipergunakan secara intravena. Bisa dicampur dengan insulin kerja menengah
atau insulin kerja panjang.
2. Kerja menengah (intermediate acting)
Contoh: Insulatard, Monotard, Humulin N, NPH, Insulin Lente Dengan
menambah protamin (NPH / Neutral Protamin Hagedom) atau zinc (pada
insulin lente), maka bentuknya menjadi suspensi yang akan memperlambat
absorpsi sehingga efek menjadi lebih panjang. Bentuk NPH tidak imunogenik
karena protamin bukanlah protein. Jenis ini awal kerjanya adalah 1.5 – 2.5
jam. Puncaknya tercapai dalam 4 – 15 jam dan efeknya dapat bertahan
sampai dengan 24 jam.
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan yang
mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan penderita, mengidentifikasikan, kekuatan dan
kebutuhan penderita yang dapt diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik
pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
1. Anamnese
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa
medis.
b. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya
luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah
dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya dengan
defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung,
obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-
obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi
insulin misal hipertensi, jantung.
f. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit
penderita.
2. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan
tanda – tanda vital.
b. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-
kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah
menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah
penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
c. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan
suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka,
tekstur rambut dan kuku.
d. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, nafas bau keton, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM
mudah terjadi infeksi.
e. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi,
hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
f. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan
berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
g. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
h. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah
dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
i. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat,
kacau mental, disorientasi.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120mg/dl dan
dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada
urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
c. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan
jenis kuman.
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran
darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
3. Nyeri berhubungan dengan iskemik jaringan.
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan
yang kurang.
6. Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis ) berhubungan dengan diskontinuitas
jaringan.
7. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
8. Gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.
9. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki
10. Resiko syok berhubungan dengan muntah, perdarahan dan akumulasi cairan dan
elektrolit dalam lumen.
11. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
Rencana Keperawatan
a. Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke
daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil : - Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
- Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
- Kulit sekitar luka teraba hangat.
- Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
- Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan :
1. Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
2. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah:
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu
istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan
bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Rasional: meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi
oedema.
3. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :
Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok,
dan penggunaan obat vasokontriksi.
Rasional : kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis,
merokok dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah,
relaksasi untuk mengurangi efek dari stres.
4. Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator,
pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah
sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah
secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk
memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
Kriteria Hasil : - Pergerakan paien bertambah luas
- Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan
(duduk, berdiri, berjalan).
- Rasa nyeri berkurang.
- Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai
dengan kemampuan.
Rencana tindakan :
1. Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.
2. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar
gula darah dalam keadaan normal.
Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif
dalam tindakan keperawatan.
3. Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui
kemampuan.
Rasional : Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.
e. Perubahan nutrisi (kurang dari) kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan
yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil : - Berat badan dan tinggi badan ideal.
- Pasien mematuhi dietnya.
- Kadar gula darah dalam batas normal.
- Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Rencana Tindakan :
1. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien
sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
2. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya
hipoglikemia/hiperglikemia.
3. Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan
merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet ).
4. Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang
ditetapkan.
5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet
diabetik.
Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke
dalam jaringan sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai
dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.
h. Gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.
Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota tubuhnya secar
positif.
Kriteria Hasil : - Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan. Tanpa
rasa malu dan rendah diri.
- Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki.
Rencana tindakan :
1. Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri berhubungan
dengan keadaan anggota tubuhnya yang kurang berfungsi secara normal.
Rasional : Mengetahui adanya rasa negatif pasien terhadap dirinya.
2. Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan pasien.
Rasional : Memudahkan dalm menggali permasalahan pasien.
i. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
Kriteria hasil : - Pasien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit.
- Pasien tenang dan wajah segar.
- Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.
Rencana tindakan :
1. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan
tidur/istirahat.
2. Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.
Rasional : mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasaan
pasien ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien.
3. Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas, efek
obat-obatan dan suasana ramai.
Rasional : Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain dialami
dan dirasakan pasien.
4. Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik relaksasi
Rasional : Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam tidur,
teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.
5. Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
Rasional : Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur pasien
akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.
j. Resiko syok berhubungan dengan muntah, perdarahan dan akumulasi cairan dan
elektrolit dalam lumen.
Tujuan: volume sirkulasi (keseimbangan cairan dan elektrolit) dapat dipertahankan.
Kriteria Hasil: tanda – tanda syok hipovolemik tidak terjadi.
Intervensi:
1. Pantau tanda vital, catat adanya hipotensi, takikardi, takipnea, demam
Rasional: untuk mengetahui keadaan umum klien
2. Pantau masukan dan haluaran.
Rasional: untuk mengetahui keseimbangan cairan
3. Perhatikan adanya mendengkur atau pernafasan cepat dan dangkal jika
DAFTAR PUSTAKA
Askandar, Tjokroprawiro. 2000. Neuropati Diabetik: Aspek Biomolekuler dan Klinik. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI
Askandar, Tjokroprawiro. 2001. Diabetic Neuropathy: from Basic to Clinic. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
Price, Anderson Sylvia. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed. I.
Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8
Vol 1 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta :
EGC.