Anda di halaman 1dari 21

1.

Definisi
Stroke atau Cerebro Vascular Accident (CVA) merupakan suatu kondisi
kehilangan fungsi otak secara mendadak yang diakibatkan oleh gangguan suplai
darah ke bagian otak (Brunner & Suddarth, 2000: 94) Stroke atau CVD (Cerebro
Vascular Disease) merupakan salah satu penyakit serebrovaskular yang mengacu
pada setiap gangguan neurologis mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau
terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak (Price, 2006). Stroke
infark adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat,
berupa defisit neurologi fokal atau global yang berlangsung 24 jam terjadi karena
trombositosis dan emboli yang menyebabkan penyumbatan yang bisa terjadi di
sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak
disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini
merupakan cabang dari lengkung aorta jantung (arcus aorta). Berdasarkan
beberapa definisi di atas dapat disimpulkan, stroke adalah suatu gangguan
fungsional otak fokal maupun global yang timbul akibat pembatasan atau
terhentinya aliran darah melalui sisten suplai arteri otak lebih dari 24 jam sehingga
mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian.
Stroke diklasifikasikan menjadi stroke hemoragik dan non-hemoragik. Stroke
hemoragik merupakan stroke yang disebabkan perdarahan serebri dan mungkin
perdarahan subaraknoid akibat dari pecahnya pembuluhdarah otak pada daerah
otak tertentu. Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan
disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan
bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh
arteri, vena, dan kapiler (Muttaqin, 2008). Stroke hemoragik disebabkan oleh
perdarahan ke dalam jaringan otak (disebut hemoragia intraserebrum atau
hematom intraserebrum) atau ke dalam ruang subaraknoid, yaitu ruang sempit
antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak (disebut
hemoragia subaraknoid). Stroke hemoragik merupakan 15% sampai 20% dari
semua stroke, dapat terjadi lesi vascular intraserebrum mengalami ruprute
sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subarachnoid atau langsung ke dalam
jaringan otak. Sebagian dari lesi vascular yang dapat menyebabkan perdarahan
subaraknoid (PSA) adalah aneurisma sakular dan malformasi arteriovena (MAV)
2. Klasifikasi
Stroke Hemoragik Sub Dural
Perdarah subdural terjadi diantara durameter dan araknoid. Perdarahan dapat
terjadi akibat robeknya vena jembatan (bridging veins) yang menghubungkan vena
di permukaan otak dan sinus venosus di dalam durameter atau karena robeknya
araknoid
Stroke hemoragik intraserebral
Stroke hemoragik intraserebral disebabkan oleh perdarahan ke dalam
jaringan otak. Perdarahan biasanya menganai basal ganglia, otak kecil, batang
otak, dan otak besar. Jika yang terkena daerah thalamus, sering penderitanya sulit
ditolong meskipun dilakukan tindakan operatif untuk mengevakuasi
perdarahannya. Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) mengakibatkan darah
masuk kedalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan
menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat
mengakibatkan kamatian mendadak karena herniasi otak (Muttaqin, 2008).
Stroke hemoragik subaraknoid
Perdarahan terjadi karena pecahnya aneurisma berry atau AVM. Pecahnya
arteri dan keluarnya keruang subaraknoid menyebabkan TIK meningkat
mendadak, meregangkan struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah
serebri yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran)
maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, afasia dan lainnya)

3. Etiologi
Menurut Muttaqin (2008) perdarahan intracranial atau intraserebri
meliputiperdarahan di dalam ruang subarachnoid atau di dalam jaringan otak
sendiri. Perdarahanini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya
pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat
mengakibatkanpenekanan, pergesaran, dan pemisahan jaringan otak yang
berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan sehingga
terjadi infark otak, edema, danmungkin herniasi otak.Penyebab perdarahan otak
yang paling umum terjadi:
1) Aneurisma (dilatasi pembuluh darah) berry, biasanya defek congenital
2) Aneurisma fusiformis dari aterosklerosis
3) Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis.
4) Malformasi arteriovena, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah
arteri,sehingga darah arteri langsung masuk vena
5) Rupture arteriol serebri, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan
degenerasi pembuluh darah.

Adapun penyebab stroke hemoragik sangat beragam menurut Ropper (2005),yaitu:


1) Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)
2) Ruptur kantung aneurisma
3) Ruptur malformasi arteri dan vena
4) Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
5) Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan fungsi
hati,komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia, dan
hemofilia.
6) Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
7) Septik embolisme, myotik aneurisma
8) Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
9) Amiloidosis arteri
10) Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri vertebral

4. Faktor Resiko
Faktor risiko stroke adalah faktor yang menyebabkan seseorang menjadi lebih
rentan atau mudah terkena stroke, antara lain:
Usia
Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan
meningkat dua kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun dan hampir
13% berumur di bawah 45 tahun. Menurut Kiking Ritarwan (2002), dari
penelitianya terhadap 45 kasus stroke didapatkan yang mengalami stroke non
hemoragik lebih banyak pada rentan umur 45-65 tahun.
Jenis kelamin
Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata bahwa kaum pria lebih
banyak menderita stroke di banding kaum wanita, sedangkan perbedaan angka
kematianya masih belum jelas. Penelitian yang di lakukan oleh Indah Manutsih
Utami (2002) di RSUD Kabupaten Kudus mengenai gambaran faktor-faktor risiko
yang terdapat pada penderita stroke menunjukan bahwa jumlah kasus terbanyak
jenis kelamin laki-laki 58,4% dari penelitianya terhadap 197 pasien stroke non
hemoragik.
Heriditer
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi,
penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh darah, dan riwayat
stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah
mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun, meningkatkan risiko terkena
stroke. Menurut penelitian Tsong Hai Lee di Taiwan pada tahun 1997-2001
riwayat stroke pada keluarga meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 29,3%.
Rasa atau etnik
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit putih. Hal ini
disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan gaya hidup. Pada tahun 2004 di
Amerika terdapat penderita stroke pada laki-laki yang berkulit putih sebesar 37,1%
dan yang berkulit hitam sebesar 62,9% sedangkan pada wanita yang berkulit putih
sebesar 41,3% dan yang berkulit hitam sebesar 58,7%.
Riwayat stroke
Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam waktu
lima tahun kemungkinan akan terserang stroke kembali sebanyak 35% sampai
42%.
Hipertensi
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai
enam kali ini sering di sebut the silent killer dan merupakan risiko utama
terjadinya stroke non hemoragik dan stroke hemoragik. Berdasarkan Klasifikasi
menurut JNC 7 yang dimaksud dengan tekanan darah tinggai apabila tekanan
darah lebih tinggi dari 140/90 mmHg, makin tinggi tekanan darah kemungkinan
stroke makin besar karena mempermudah terjadinya kerusakan pada dinding
pembuluh darah, sehingga mempermudah terjadinya penyumbatan atau perdarahan
otak.
Penyakit jantung
Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, paska
oprasi jantung juga memperbesar risiko stroke, yang paling sering menyebabkan
stroke adalah fibrilasi atrium, karena memudahkan terjadinya pengumpulan darah
di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh darah otak (Feigin,
2006).
Diabetes melitus (DM)
Kadar gulakosa dalam darah tinggi dapat mengakibatkan kerusakan endotel
pembuluh darah yang berlangsung secara progresif. Menurut penelitian Siregar F
(2002) di RSUD Haji Adam Malik Medan dengan desain case control, penderita
diabetes melitus mempunyai risiko terkena stroke 3,39 kali dibandingkan dengan
yang tidak menderita diabetes mellitus.
5. Patofisiologi
Stroke hemoragik merupakan sekitar 15%-20% dari semua stroke, dapat
terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami rupture sehingga terjadi
perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung kedalam jaringan otak.
Sebagian dari lesi vaskular yang dapat menyebabkan perdarahan subaraknoid
(PSA) adalah aneurisma sakular (Berry) dan malvorasi arteriovena (MAV).
Mekanisme lain pada stroke hemoragik adalah pemakaian kokain atau amfetamin,
karena zat-zat ini dapat menyebabkan hipertensi berat dan perdarahan
intraserebrum atau subaraknoid (Price, 2005). Perdarahan dapat dengan cepat
menimbulkan gejala neurologik karena tekanan pada struktur-struktur saraf di
dalam tengkorak. Iskemia adalah konsekuensi sekunder dari perdarahan baik yang
sepontan maupun traumatik. Mekanisme terjadinya iskemia tersebut ada dua
mekanisme yang pertama iskemia terjadi ketika tekanan pada pembuluh darah
akibat ekstravasasi darah kedalam tengkorak yang volumenya tetap. Mekanisme
yang kedua yaitu iskemia terjadi karena vasospasme reaktif pembuluh-pembuluh
darah yang terpajan ke darah bebas di dalam ruang antara lapisan araknoid dan
piamater meningen. Biasanya stroke hemoragik secara cepat menyebabkan
kerusakan fungsi otak dan kehilangan kesadaran. Namun, apabila perdarahan
berlangsung lambat, pasien kemungkinan besar mengalami nyeri kepala hebat,
yang merupakan skenario khas perdarahan subaraknoid (PSA). Tindakan
pencegahan utama untuk perdarahan otak adalah mencegah cedera kepala dan
mengendalikan tekanan darah (Price, 2005).

6. Manifestasi Klinis
Menurut Batticaca (2008), gejala klinis yang timbul pada penyakit stroke
hemoragik yaitu :
Gejala klinis pada stroke hemoragik, berupa
1) Defisit neurologis mendadak, didahului gejala prodromal yang terjadi pada
saat istirahat atau bangun tidur.
2) Kadang tidak terjadi penurunan kesadaran
3) Terjadi terutama pada usia >50 tahun
4) Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan
pembuluh darah dan lokasinya.
Sedangkan berdasarkan penyebab terjadinya stroke hemoragik, gejala klinis
yang timbul dibagi menjadi dua yaitu:
Perdarahan Sub dural
Gejala-gejala perdaraha subdural adalah nyeri kepala progresif, ketajaman
penglihatan mundur akjbat edema papil yang terjadi, tanda-tanda defisiensi
neologik daerah otak yang tertekan.
Perdarahan intraserebral
1) Gejala tidak jelas, kecuali nyeri kepala hebat karena hipertensi.
2) Serangan terjadi pada siang hari, saat beraktivitas, dan emosi atau marah.
3) Mual atau muntah pada pemulaan serangan.
4) Hemiparesis atau hemiplegi terjadi sejak awal serangan.
5) Kesadaran menurun dengan cepat dan menjadi koma (65% terjadi kurang
dari ½ jam-2 jam; <2% terjadi setelah 2 jam-19 hari)
Perdarahan subaraknoid
1) Nyeri kepala hebat dan mendadak
2) Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi.
3) Ada gejala atau tanda meningeal.
4) Papill edema terjadi bila ada perdarahan subaraknoid karena pecahnya
aneurisma pada arteri komunikans anterior atau arteri karotis interna
5) Gangguan fungsi saraf otonom mengakibatkan demam setelah 24 jam
karenarangsangan meningeal,muntah,berkeringat, menggigil dan takikardi.
6) Bila berat makan terjadi ulkus peptikum disertai hematemesis dan melenan
(stress ulcer)dan sering disertai peningkatan kadar gula darah, glukosuria dan
albuminuria.

7. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic stroke menurut Dewanto et al (2009) dapat
menggunakan skor stroke Siriraj atau skor stroke Gajah Mada sebagai berikut:
Pemeriksaan penunjuang
1) CT scan (Computer Tomography scan): didapatkan hiperdens fokal, kadang-
kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak. Mengetahui
adanya tekanan normal dan adanya thrombosis, emboli serebral, dan TIK.
2) MRI (Magnetic Resonance Imaging): untuk menunjukkan area yang
mengalami hemoragik.
3) Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma
atau malformasi vaskuler, dan sumbatan arteri.
4) Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah
terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita stroke.
5) Ultrasonografi doppler (USG doppler): mengidentifikasi penyakit arterio
vena (masalah sistem arteri karotis, aliran darah atau timbulnya plak) dan
arteriosclerosis.
6) Sinar tengkorak: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal
daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi karotis interna
terdapat pada thrombosis serebral, klasifikasi parsial dinding aneurisma
pada perdarahan subaraknoid.

Pemeriksaan laboratorium
1) Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah dijumpai pada perdarahan
yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih
normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
2) Pemeriksaan darah rutin
3) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.
Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-
angsur turun kembali.
4) Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada darah.
5) Urine rutin

8. Penatalaksanaan
Menurut Batticaca (2008), penetalaksanaan medis pasien stroke yaitu :
Terapi stroke hemoragik pada serangan akut
1) Saran operasi diikuti dengan pemeriksaan
2) Masukkan klien ke unit perawatan syaraf untuk dirawat di bagian bedah
syaraf
3) Penatalaksanaan umum dibagian syaraf
4) Penatalaksanaan khusus pada kkasus :
a) Subarachnoid hemorrhage dan intraventrikular hemorrhage dan
intraventricular hemorhage
b) Kombinasi antara parenchymatous dan subarachnoid hemmorage
c) Parenchymatous hemorrhage
5) Neurologis
a) Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya
b) Kontrol adanya edema yang dapat menyebabkan kematian jaringan
otak
6) Terapi perdarahan dan pembulu darah
a) Antifibrinolitik untuk meningkatkan mikrosirkulasi dosis kecil
(1) Aminocaproic acid 100-150 ml % dalam cairan isotonik 2 kal
selama 3-5 hari, kemudian 1 kali selama 1 – 3 hari
(2) Antagonis untuk pencegahan permanen : gordox dosis pertama
300.000 IU kemudian 100.000 IU 4 x per hari IV ; Contrical dosis
pertama 30.000 ATU, kemudian 10.000 ATU x 2 per hari selama 5
– 10 hari.
b) Natri etamsylate (Dynone®) 250 mg x 4 hari IV sampai 10 hari.
c) Kalsium mengandung obat; Rutinium®, Vicasolum®, Ascorbicum®.
d) Provilaksis Vasopasme
(1) Calcium-channel antagonist (Nimotop® 50 ml [10 mg per hari IV
diberikan 2 mg per jam selama 10-14 hari]).
(2) Awasi peningkkatan tekanan darah sistolik klien 5 – 20 mg, koreksi
gangguan irama jantung, terapi jantung komorbid.
(3) Terapi infus, pemantauan (monitoring) AGD, tromboembolisme
arteri pumonal, keseimbangan asam basa, osmolaritas darah dan
urine, pemeriksaan biokimia darah.
(4) Berikan dexasone 8=4=4=4 mg IV (pada kasus tanpa DM,
perdarahan internal, hipertensi maligna) atau osmotik diuretik (dua
hari sekali Rheugloman® 15% 200 ml IV diikuti oleh 20 mg
Lasix® minimal 10-15 hari kemudian)
e) Kontrol adanya edema yang dapat menyebabkan kematian jaringan
otak.
f) Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya.
Perawatan umum klien dengam serangan stroke akut
1) Pengaturan suhu, atur suhu ruangan menjadi 18-20°C
2) Pemantauan keadaan umum klien (EKG, nadi, saturasi O2, PO2, PCO2)
3) Pengukuran suhu tubuh tiap 2 jam.
Program Rehabilitasi Klien dengan Stroke

Tahap I
Penatalaksanaan klien stroke di 1. Pengobatan multiple
Intensive Unit Stroke, kemudian 2. Terai olahraga (1 dan 2)
bagian saraf 3. Masase
4. Pengobatan berbagai posisi
5. Psikoterapi lingkungan
Tahap II
Penatalaksanaan klien stroke di 1.
Terai olahraga (3 dan 4)
bagian rehabilitasi 2.
Terapi fisik
3.
Elektrostimulasi
4.
Magnitoterapi
5.
Terapi kerja : latihan aktivitas
sehari-hari (ADL) fungsi dan
kemampuan kerja
6. Metode khusus : kombinasi
spiritual dan blok novocain
7. Terapi wicara dan bahasa
Penanganan dan perawatan stroke di rumah
1) Berobat secara teratur ke pelayanan kesehatan
2) Perbaiki kondisi fisik dengan latihan teratur di rumah
3) Bantu kebutuhan klien
4) Periksa tekanan darah secara teratur
5) Segera bawa klien ke dokter atau rumah sakit jika timbul tanda dan gejala
stroke.
Faktor risiko HT, DM, Penyakit jantung, Obesitas,
Kolesterol yang meningkat dalam darah

Peningkatan tekanan sistemik

Aneurisma

Perdarahan Arakhnoid/Ventrikel

Hematoma cerebral

Tekanan/perfusi vascular distal

Iskemia

Infark jaringan otak

Anoksia Aktivitas elektrolit terhenti

Metabolisme anaerob Pompa Na+ dan K+ gagal

Metabolit asam Na+ dan H2O masuk sel

Asidosis lokal Edema intrasel


lokal
Pompa Na+ gagal Edema ekstrasel

Edema dan nekrosis jaringan Sel otak mati secara progresif Perfusi jaringan serebral
(defisit fungsi otak)
Kerusakan terjadi pada
lobus frontal,
Aneurisma, MAV Kehilangan kapasistas, memori,
kontrol volunter atau fungsi intelektual
kortikal
Kerusakan
neuromuskular

Suplai O2 menurun Perdarahan intraserebral


Hemiplagia, Kerusakan N VII
Perembesan darah hemiparasis dan N XII
Infark serebral
dalam parenkim otak Kerusakan fungsi
MK:Gangguan kognitif dan efek
MK: Ketidakefektifan perfusi mobilitas fisik Disfungsi bahasa psikologis
jaringan serebral Penekanan jaringan di otak dan komunikasi

Gangguan nervus Perubahan persepsi


Penurunan kesadaran peningkatan TIK glosofaring, Disatria,
sensori
vagus (IX,X) disfasia/afasia,
apraksia
Kompresi batang otak
Intake nutrisi tidak
adekuat Gangguan menelan
Hambatan
Kompresi batang otak
komunikasi verbal
Kelemahan fisik
Gggan di medulla oblongata
Bedrest total
Depresi sitem pernafasan MK: Ketidakseimbangan
Kemampuan batuk nutrisi kurang dari
Penekanan jaringan setempat menurun, produksi secret kebutuhan tubh
MK: Ketidakefektifan pola meningkat
nafas

MK:Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
Kemampuan
Kemampuan batuk
batuk
Depresi
Depresi
menurun,
menurun, saraf
saraf
kurang
kurang
kardiovaskular
kardiovaskular
Kompresi
Kompresi
Kompresi
mobilitas batang
mobilitas batang
fisik batang
fisik
dandan
dandan
pernapasan
produksipernapasan
otak
otak
produksiotak
sekret
sekret
3.2 Asuhan Keperawatan
3.2.1 Pengkajian
a) Identitas
Biasanya dialami oleh usia tua, namun tidak menutup kemungkinan juga dapat
dia alami oleh usia muda, jenis kelamin, dan juga ras juga dapat
mempengaruhi.
b) Keluhan utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan kesadaran pasien.
c) Riwayat kesehatan sekarang
Stroke infark mendadak saat istirahat atau bangun pagi,
d) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus,
penyakit jantung (terutama aritmia), penggunaan obat-obatan anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obesitas. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol
dan penyalahgunaan obat (kokain).
e) Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus, atau
adanya riwayat stroke pada generasi terdahulu.
f) Riwayat psikososial-spiritual
Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan
keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas
emosi dan pikiran klien dan keluarga. Perubahan hubungan dan peran terjadi
karena pasien kesulitan untuk berkomunikasi akibat sulit berbicara. Rasa
cemas dan takut akan terjadinya kecacatan serta gangguan citra diri.
g) Kebutuhan
1) Nutrisi : adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut,
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia
ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas
2) Eliminasi : menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti
inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder
berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
3) Aktivitas : menunjukkan adanya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah,
gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia)
4) Istirahat : klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot
f) Pemeriksaan fisik nervus cranial :
1) Nervus olfaktorius diperiksa tajamnya penciuman dengan satu lubang
hidung pasien ditutup, sementara bahan penciuman diletakan pada lubang
hidung kemudian di suruh membedakan bau.
2) Nervus optikus yang diperikasa adalah ketajaman penglihatan dan
pemeriksaan oftalmoskopi.
3) Nervus okulomotorius yang diperiksa adalah reflek pupil dan akomodasi.
4) Nervus troklearis dengan cara melihat pergerakan bola mata keatas, bawah,
kiri, kanan, lateral, diagonal.
5) Nervus trigeminus dengan cara melakukan pemeriksaan reflek kornea
dengan menempelkan benang tipis ke kornea yang normalnya pasien akan
menutup mata, Pemeriksaan cabang sensoris pasa bagian pipi, pemeriksaan
cabang motorik pada pipi.
6) Nervus abdusen dengan cara pasien di suruh menggerakan sisi mata ke
samping kiri dan kanan.
7) Nervus fasialis di dapatkan hilangnya kemampuan mengecap pada dua
pertiga anterior lidah, mulut kering, paralisis otot wajah.
8) Nervus vestibulokoklearis yang di periksa adalah pendengaran,
keseimbangan, dan pengetahuan tentang posisi tubuh.
9) Nervus glosofaringeus di periksa daya pengecapan pada sepertiga posterior
lidah anestesi pada farings mulut kering sebagian.
10) Nervus vagus dengan cara memeriksa cara menelan.
11) Nervus asesorius dengan cara memeriksa kekuatan pada muskulus
sternokleudomastoideus, pasien di suruh memutar kepala sesuai tahanan
yang di berikan si pemeriksa.
12) Nervus hipoglosus bisa dengan melihat kekuatan lidah, lidah di julurkan ke
luar jika ada kelainan maka lidah akan membelok ke sisi lesi.
Pada pasien stroke hemorragik, gangguan nervus cranial yang biasanya terjadi adalah
:

Nervus kranial Fungsi Penemuan klinis dengan


lesi
I: Olfaktorius Penciuman Anosmia (hilangnya daya
penghidu)
II: Optikus Penglihatan Amaurosis (buta sesaat)
III: Gerak mata; kontriksi pupil; Diplopia (penglihatan
Okulomotorius akomodasi kembar), ptosis; midriasis;
hilangnya akomodasi
IV: Troklearis Gerak mata Diplopia
V: Trigeminus Sensasi umum wajah, kulit ”mati rasa” pada wajah;
kepala, dan gigi; gerak kelemahan otot rahang
mengunyah
VI: Abdusen Gerak mata Diplopia
VII: Fasialis Pengecapan; sensasi umum Hilangnya kemampuan
pada platum dan telinga luar; mengecap pada dua pertiga
sekresi kelenjar lakrimalis, anterior lidah; mulut
submandibula dan kering; hilangnya
sublingual; ekspresi wajah lakrimasi; paralisis otot
wajah
VIII: Pendengaran; keseimbangan Tuli; tinitus(berdenging
Vestibulokoklearis terus menerus); vertigo;
nitagmus (gerakan bola
mata yg cepat di luar
kemampuan)
IX: Pengecapan; sensasi umum Hilangnya daya
Glosofaringeus pada faring dan telinga; pengecapan pada sepertiga
mengangkat palatum; sekresi posterior lidah; anestesi
kelenjar parotis pada farings; mulut kering
sebagian
X: Vagus Pengecapan; sensasi umum Disfagia (gangguan
pada farings, laring dan menelan) suara parau;
telinga; menelan; fonasi; paralisis palatum
parasimpatis untuk jantung
dan visera abdomen
XI: Asesorius Fonasi; gerakan kepala; Suara parau; kelemahan
Spinal leher dan bahu otot kepala, leher dan bahu
XII: Hipoglosus Gerak lidah Kelemahan dan pelayuan
lidah

3.2.2 Diagnosa Keperawatan


a) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan perdarahan
intraserebral
b) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kerusakan neurologis ditandai
dengan perubahan kedalaman napas, dispneu/ takipneu, dan penggunaan otot
pernapasan tambahan.
c) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan secret
d) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dangan
gangguan menelan.
e) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese ditandai dengan
keterbatasan rentang pergerakan sendi, pergerakan lambat, dan keterbatasan
melakukan keterampilan motorik halus dan kasar.
3.2.3 Rencana Tindakan Keperawatan

Diagnosa
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi keperawatan Rasional
keperawatan

1 Ketidakefektifan NOC: NIC:


perfusi jaringan 1) Monitor TTV 1. Deteksi penurunan perfusi serebral
serebral Setelah dilakukan tindakan 2) Monitor AGD, ukuran pupil, 2. Penurunan kontraksi pupil
berhubungan keperawatan selama ..x 24 ketajaman, kesimetrisan dan mengidentifikasi ada gangguan pada
dengan jam klien mampu mencapai: reaksi perfusi serebral
perdarahan 3. Penurunan perfusi serebral
intraserebral a) Circulation status 3) Monitor adanya diplopia, mempengaruhi peningkatan tekanan
b) Neurologic status pandangan kabur, nyeri kepala intracranial yang menyebabkan
c) Tissue perfusion nyeri kepala

Kriteria hasil: 4) Monitor level kebingungan dan 4. Memonitor adanya kerusakan sistem
orientasi persarafan
1) Tekanan systole dan 5) Monitor tonus otot pergerakan 5. Kerusakan pada sel di otak
diastole dalam rentang menyebabkan kehilangan kontrol
yang diharapkan volunter
2) Tidak ada hipertensi 6) Pertahankan parameter 6. Membantu menstabilkan perfusi
ortostati hemodinamik jaringa serebral
3) Menunjukkan konsentrasi 7) Tinggikan kepala 0-45
dan orientasi derajat tergantung pada konsisi 7. Membantu drainage vena untuk
4) Pupil seimbang dan pasien dan order medis. mengurangi kongesti vena
reaktif 8) Kolaborasi dengan tim dokter 8. Meningkatkan aliran darah dan
5) Bebas dari aktivitas pemberian obat neurotonik oksigen ke otak
kejang
6) Tidak mengalami nyeri
kepala

2. Ketidakefektifan NOC : 1. Kaji fungsi paru, adanya bunyi 1. Membantu dan mengatasi
bersihan jalan napas tambahan, perubahan komplikasi pontensial. Pengkajian
napas Respiration status irama dan kedalaman, fungsi pernapasan dengan interval
(Ventilation), Airway penggunaan otot-otot aksesori, yang teratur adalah penting karena
berhubungan
patency warna, dan kekentalan sputum pernapasan yang tidak efektif dan
dengan adanya kegagalan , karena adanya
peningkatan Setelah dilakukan asuhan kelemahan atau paralisa pada otot –
sekret keperawatan selama ....x24 otot interkostal dan diafragma yang
jam, bersihan jalan napas berkembang dengan cepat
2. Ajarkan cara batuk efektif 2. Klien berada pada risiko tinggi bila
kembali efektif
tidak dapat batuk efektif untuk
Kriteria hasil: membersihkan jalan napas dan
mengalami kesulitan dalam menelan,
1) secara subjektif sesak yang dapat menyebabkan aspirasi
napas (-), RR 16-20x/ saliva, dan mencetuskan gagal napas
menit 3. Lakukan fisioterapi dada, akut
2) Tidak menggunakan vibrasi dada 3. Terapi fisik dada membantu
otot bantu napas, 4. Penuhi hidrasi cairan via oral meningkatkan batuk lebih efektif
retraksi ICS(-), seperti minum air putih dan 4. Pemenuhan cairan dapat
ronkhi(-/-), mengi(-/) pertahankan intake cairan 2500 mengencerkan mucus yang kental
3) Dapat ml/hari dan dapat membantu pemenuhan
mendemonstrasikan 5. Lakukan pengisapan cairan yang banyak keluar dari tubuh
cara batuk efektif. lendir/suction pada jalan napas 5. Pengisapan mungkin diperlukan
untuk mempertahankan kepateanan
6. Berikan oksigen sesuai jalan napas menjadi bersihn napas
kebutuhan 6. Pemenuhan oksigen terutama pada
klien tetanus dengan laju metabolism
yang tinggi
3. Ketidakefektifan NOC : NIC :
pola napas Airway management
berhubungan Respiratory status : 1. Kaji frekuensi napas 1. Monitor indikator pola napas pasien
dengan ventilation
2. Posisikan pasien (semi fowler 2. Membantu memaksimalkan
hiperventilasi Setelah dilakukan tindakan atau fowler) ventilasi
keperawatan 1x24 jam pola 3. Auskultasi suara napas
napas pasien efektif 3. Mengidentifikasi adakah suara
4. Pertahankan posisi pasien tambahan
Kriteria Hasil: 5. Monitor pola napas pasien 4. Membantu pasien dalam ventilasi
5. Memantau keefektifan tindakan
1) RR dalam batas normal
(18-20 kali permenit)
2) Tidak terdapat sesak
3) Tidak terdapat sianosis
4) Tidak terdapat retraksi
5) Tidak terdapat
pernapasan cuping
hidung
4. Ketidakseimbang NOC: Nutritional status NIC:
an nutrisi: kurang Nutrition monitoring
dari kebutuhan 1. Monitor berat badan pasien 1. Memantau perkembangan berat
tubuh badan pasien
berhubungan Setelah dilakukan tindakan 2. Monitor tipe dan jumlah aktivitas 2. Aktivitas dapat membuat
dengan keperawatan 1x24 jam yang biasa dilakukan metabolisme meningkat
ketidakmampuan nutrisi pasien dapat 3. Monitor kulit kering dan 3. Memantau hidrasi
mencerna terpenuhi perubahan pigmentasi
makanan 4. Monitor lingkungan selama 4. Lingkungan dapat mempengaruhi
makan motivasi untuk makan
5. Monitor hidrasi
Indikator: 5. Monitor turgor kulit 6. Untuk memonitor masukan kalori
6. Monitor kalori intake dan intake pada klien
1. Mampu nutrisi
mengidentifikasi Nutrition Management
kebutuhan nutrisi
Tidak terdapat tanda- 7. Kaji adanya alergi makanan 7. Mencegah terjadinya alergi
tanda malnutrisi 8. Berikan informasi tentang makanan
kebutuhan nutrisi 8. Meningkatkan pengetahuan klien
9. Ajarkan pasien bagaimana terkait pentingnya pemenuhan
membuat catatan makanan harian nutrisi
10. Kolaborasi dengan ahli gizi 9. Untuk memandirikan klien dan
untuk menentukan jumlah kalori membentuk pola hidup sehat pada
klien
dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien 10. Untuk pemenuhan gii klien secara
tepat

5. Gangguan NOC : NIC :


mobiltas fisik
berhubungan 1) Joint Exercise Therapy : Ambulation
gangguan Movement : Active 1. Latih nafas dalam dan ROM 1. Melatih anggota gerak
neuromuskular 2) Mobility pasif (ankle punmp) tubuh klien saat melakukan ativitas
Level 2. Monitoring vital sign fisik
3) Self care : sebelum/sesudah latihan dan 2. Menyesuaikan dengan
ADLs lihat respon pasien saat latihan kondisi klien untuk melakukan
4) Transfer 3. Ajarkan pasien atau keluarga aktifitas fisik
performance lain tentang teknik ambulasi
Setelah dilakukan tindakan 4. Kaji kemampuan pasien dalam 3. Membantu mempercepat
keperawatan selama 3 x 24 mobilisasi proses penyembuhan
4. Mengetahui kemampuan
gangguan mobilitas fisik 5. Latih pasien dalam pemenuhan
klien menentukan teknik terapi
teratasi dengan kriteria kebutuhan ADLs secara mandiri
selanjutnya
hasil: sesuai kemampuan
5. Melatih klien untuk
6. Ajarkan pasien bagaimana
a. Klien mandiri
merubah posisi dan berikan 6. Membantu mengawali
meningkat dalam bantuan jika diperlukan
aktivitas fisik latihan
b. Mengerti
tujuan dari peningkatan
mobilitas
c. Memverbal
isasikan perasaan dalam
meningkatkan kekuatan
dan kemampuan
berpindah
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keprawatan pada Klien dengan Gangguan


Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Bulecheck, Gloria M et al. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC).


Amsterdam: Elsevier Mosby

Bruner & Sudart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta:
EGC.
Corwin, Elizabeth J. (2009).Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Dewanto, et al. (2009). Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf.
Jakarta:EGC
Herdman, T. H. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC.

Moorhead, Sue et al. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC). Amsterdam:


Elsevier Mosby

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan


Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Edisi 6. Jakarta: EGC.

Rizaldy, Pinzon. 2010. Awas Stroke: Pengertian, Gejala, Tindakan, Perawatan, dan
Pencegahan. Yogyakarta: Andi

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai