Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obesitas merupakan suatu keadaan fisiologis akibat dari penimbunan lemak secara
berlebihan di dalam tubuh. Saat ini gizi lebih dan obesitas merupakan epidemik di
negara maju, seperti Inggris, Brasil, Singapura dan dengan cepat berkembang di
negara berkembang, terutama populasi kepulauan Pasifik dan negara Asia
tertentu. Prevalensi obesitas meningkat secara signifikan dalam beberapa dekade
terakhir dan dianggap oleh banyak orang sebagai masalah kesehatan masyarakat yang
utama (Lucy A. Bilaver, 2009).

WHO menyatakan bahwa obesitas telah menjadi masalah dunia. Data yang
dikumpulkan dari seluruh dunia memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan
prevalensi overweight dan obesitas pada 10-15 tahun terakhir, saat ini diperkirakan
sebanyak lebih dari 100 juta penduduk dunia menderita obesitas. Angka ini akan
semakin meningkat dengan cepat. Jika keadaan ini terus berlanjut maka pada tahun
2230 diperkirakan 100% penduduk dunia akan menjadi obes (Sayoga Rahmawaty,
2004).

Kekurangan gizi merupakan penyakit tidak menular dapat terjadi pada sekelompok
masyarakat disuatu tempat. Hal ini berkaitan erat dengan berbagai faktor multidisiplin
dan harus selalu dikontrol terutama pada masyarakat yang tinggal di negara-negara
berkembang (Depkes, 2000).

Situasi global, untuk kejadian luar biasa, tingginya harga makanan akan
meningkatkan jumlah anak yang kekurangan gizi terutama di wilayah WHO yang
melaporkan penemuan kasus kekurangan gizi. Populasi di dunia 2008 yang
diperkirakan beresiko terhadap kurang gizi mencapai 44-967 juta orang yang tinggal

1
di wilayah perkotaan dan pedesaan, yang merupakan penyebab utama kematian
(WHO, 2008). Di Indonesia, gizi kurang dan gizi buruk masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia. Tingginya angka kesakitan dan kematian anak
balita di Indonesia sangat berkaitan dengan buruknya status gizi. Prevalensi gizi
buruk di desa pada tahun 1998 ada 28,6 % dari tahun 1999 ada 24,6 % (FKM UI,
2008). Data susenas menunjukkan bahwa prevalensi gizi buruk meningkat terus yaitu
dari 1,10 % (2001), dan 2,18 % (2004). Prevalensi gizi kurang 12,66 % (2001), 14,28
% dan 14,33 % (2004) (Dinkes RI, 2004).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan obesitas dan defisiensi nutrisi?


2. Apa saja faktor resiko penyakit obesitas dan defisiensi nutrisi?
3. Bagaimana pencegahan dan pengobatan obesitas dan defisiensi nutrisi?
4. Epidemiologi penyakit obesitas dan defisiensi nutrisi?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi dari obesitas dan defisiensi nutrisi


2. Untuk mengetahui apa saja faktor resiko penyakit obesitas dan defisiensi
nutrisi
3. Untik mengetahui bagaimana pencegahan dan pengobatan obesitas dan
defisiensi nutrisi
4. Untuk mengetahui epidemiologi penyakit obesitas dan defisiensi nutrisi

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Obesitas dan Defisiensi Nutrisi

Obesitas adalah kondisi abnormal atau kelebihan akumulasi lemak yang dapat
mengganggu kesehatan. Seseorang dikategorikan obesitas jika memiliki IMT 30
kg/m2 atau lebih. Obesitas dapat menjadi faktor resiko penyakit kronis seperti
diabetes, jantung koroner, dislipidemia, dan lain-lain.

Obesitas atau kegemukan mempunyai pengertian yang berbeda-beda bagi setiap


orang. Terkadang kita sering dibuat bingung dengan pengertian obesitas dan
overweight, padahal kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang berbeda.
Obesitas adalah suatu kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak,
untuk pria dan wanita masing-masing melebihi 20% dan 25% dari berat tubuh dan
dapat membahayakan kesehatan. Sementara overweight (kelebihan berat badan,
kegemukan) adalah keadaan dimana Berat Badan seseorang melebihi Berat Badan
normal.

Menurut WHO maupun NIH 1998, disebut sebagai Obesitas bila BMI (IMT) lebih
dari normal. Untuk tepatnya disebut sebagai Overweight bila BMI >25.0, sedangkan
preobese bila BMI antara 25-29,9, Obese I bila BMI 30-34,9, Obese II BMI nya 35-
39,9 dan Obese III bila BMI nya melebihi 40.

Para dokter-dokter memiliki definisi tersendiri tentang obesitas, di antaranya yaitu:

a. Suatu kondisi dimana lemak tubuh berada dalam jumlah yang


berlebihan
b. Suatu penyakit kronik yang dapat diobati
c. Suatu penyakit epidemik (mewabah)

3
d. Suatu kondisi yang berhubungan dengan penyakit-penyakit lain dan
dapat menurunkan kualitas hidup
Sementara menurut WHO, obesitas didefiniskan sebagai akumulasi lemak yang
abnormal atau berlebihan yang berpeluang menimbulkan beberapa risiko kesehatan
pada individu. Obesitas adalah kondisi di mana lemak tubuh menumpuk sehingga
bisa menimbulkan efek buruk pada kesehatan. Obesitas digolongkan menjadi tiga
tingkatan:

1. Obesitas ringan (kelebihan berat badan 20% s/d 40%)


2. Obesitas sedang (kelebihan berat badan 41% s/d 100%)
3. Obesitas berat (kelebihan berat badan lebih besar dari 100%)

Defisiensi nutrisi atau malnutrisi adalah kondisi ketika manusia tidak


mendapatkan unsur pembangun tubuh seperti vitamin dan mineral yang dibutuhkan
dalam kadar ideal agar tubuh bisa berfungsi dengan baik. Hal ini membuat tubuh
lebih rentan terserang penyakit.
Kekurangan gizi merupakan penyakit tidak menular dapat terjadi pada
sekelompok masyarakat disuatu tempat. Hal ini berkaitan erat dengan berbagai faktor
multidisiplin dan harus selalu dikontrol terutama pada masyarakat yang tinggal di
negara-negara berkembang (Depkes, 2000).

2.2 Faktor Risiko Obesitas dan Defisiensi nutrisi

A. Faktor Risiko Obesitas


Secara ilmiah, obesitas terjadi akibat mengkonsumsi kalori lebih banyak dari yang
diperlukan oleh tubuh. Penyebab terjadinya ketidakseimbangan antara asupan dan
pembakaran kalori ini masih belum jelas. Terjadinya obesitas melibatkan beberapa
faktor, yaitu:
1) Faktor Makanan
Jika seseorang mengkonsumsi makanan dengan kandungan energi sesuai yang
dibutuhkan tubuh, maka tidak ada energi yang disimpan.sebaliknya jika

4
mengkonsumsi makanan dengan energi melebihi yang dibutuhkan tubuh,
maka kelebihan energi akan disimpan, Sebagai cadangan energi terutama
sebagai lemak seperti telah diuraikan diatas. Seiring berkembangnya dunia
modernisasi, masyarakat secara tidak sadar cenderung lebih mengkonsumsi
makanan berkalori tinggi, seperti makanan cepat saji, makanan yang dibakar
dan kudapan yang memiliki andil dalam peningkatan berat badan.
Meningkatnya jumlah junk food yang masuk ke pasar Indonesia pun
memunculkan fenomena baru, yaitu obesitas atau berat badan berlebih.
Makanan siap saji banyak dipilih masyarakat umumnya mahasiswa dan
pegawai kantoran. Makanan siap saji kandungan lemaknya sangat tinggi,
begitu pula kandungan kalorinya, sementara kandungan nutrisi yang
menyehatkan, nyaris tidak ada. Selain itu, jajanan gorengan, makanan jenis ini
kurang baik bagi kesehatan karena umumnya digoreng dengan minyak yang
tidak diganti setiap kali menggoreng. Masih banyak lagi, seperti daging
olahan, es krim, permen dan minuman bersoda.
Jika dihubungkan dengan makanan, sesuai dengan contoh penelitian yang
kami gunakan yaitu di RSUP.DR Wahidin Sudirohusodo Makassar tentunya
kita menghubungkan dengan makanan yang dikonsumsi orang Sulawesi
(Makanan Khas Sulawesi Selatan) yang banyak mengandung lemak dan
kalori tinggi. Contohnya: Di Makassar, coto dapat ditemui di banyak tempat.
Coto Makassar ini terbuat dari daging atau jeroan, untuk itu yang berpotensi
terserang kolesterol adalah orang yang suka mengonsumsi coto secara
berlebihan. Selain itu keripik kentang, penjual keripik kentang sangat mudah
ditemukan di Kota ini. Makanan jenis ini kurang baik bagi kesehatan karena
umumnya digoreng dengan minyak yang tidak diganti setiap kali menggoreng
2) Faktor Keturunan
Penelitian pada manusia maupun hewan menunjukan bahwa obesitas terjadi
karena faktor interaksi gen dan lingkungan. Dari hasil penelitian gizi di
Amerika Serikat, dilaporkan bahwa anak-anak dari orangtua normal
mempunyai 10% peluang menjadi gemuk. Peluang itu akan bertambah

5
menjadi 40-50% bila salah satu orangtua menderita obesitas dan akan
meningkat menjadi 70-80% bila kedua orangtua menyandang obesitas. Oleh
karena itu, bayi yang lahir dari orangtua yang tambun akan mempunyai
kecenderungan menjadi gemuk.
3) Faktor Hormon
Menurunnya hormon tyroid dalam tubuh akibat menurunnya fungsi kelenjar
tyroid akan mempengaruhi metabolisme dimana kemampuan menggunakan
energi akan berkurang. Pada perempuan yang sedang mengalami menopause
dapat terjadi penurunan fungsi hormon thyroid. Kemampuan untuk
menggunakan energi akan berkurang dengan menurunnya fungsi hormon ini.
Hal tersebut terlihat dengan menurunnya metabolisme tubuh sehingga
menyebabkan kegemukan.
4) Faktor Psikologis
Faktor psikologis ini dapat mempengaruhi kebiasaan makan. Sebagian orang
makan lebih banyak sebagai respon terhadap keadaan mood negatif seperti
sedih, bosan, atau marah. Sebagian lagi mungkin mengalami gangguan makan
seperti dorongan makan yang kurang terkendali (binge eating) walaupun
sudah kenyang, atau kebiasaan ngemil yang sulit dihentikan. Orang-orang
seperti ini sangat berisiko terhadap kegemukan, dan perlu mendapatkan
perlakuan khusus, seperti konseling atau terapi psikologi lainnya.
5) Gaya Hidup (Lifestyle) yang Kurang Tepat
Peningkatan obesitas dari tahun ke tahun ditengarai sebagai akibat dari
perubahan gaya hidup. Kemajuan sosial ekonomi, teknologi dan informasi
yang global telah menyebabkan perubahan gaya hidup yang meliputi pola
pikir dan sikap, yang terlihat dari pola kebiasaan makan
dan beraktifitas fisik. Perubahan pasar modern telah memacu perubahan gaya
hidup. Penelitian Setyaningrum (2007) memperlihatkan bahwa 43,4%
responden remaja usia pubertas sering mengkonsumsi makanan siap saji.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
konsumsi makanan cepat saji dengan kejadian obesitas. Selain itu kemajuan

6
teknologi, seperti adanya kendaraan bermotor, lift, dan lain sebagainya dapat
memicu terjadinya obesitas karena kurangnya aktifitas fisik yang dilakukan
oleh seseorang.
6) Pemakaian Obat-Obatan
Efek samping beberapa obat dapat menyebabkan meningkatnya berat badan,
misalnya obat kontrasepsi. Obat-obatan seperti steroid, anti depresi, anti
psychotics dan anti epileptic bisa menstimulasi nafsu makan. Selain itu obat
tekanan darah tinggi, penyakit jantung dan pil kontrasepsi pun bisa
menyebabkan berat badan bertambah.
B. Faktor Risiko Defisiensi Nutrisi

Orang akan menderita gizi buruk jika tidak mampu untuk mendapat manfaat
dari makanan yang mereka konsumsi, contohnya pada penderita diare, nutrisi
berlebih, ataupun karena pola makan yang tidak seimbang sehingga tidak
mendapat cukup kalori dan protein untuk pertumbuhan tubuh. Beberapa orang
dapat menderita gizi buruk karena mengalami penyakit atau kondisi tertentu yang
menyebabkan tubuh tidak mampu untuk mencerna ataupun menyerap makanan
secara sempurna. Contohnya pada penderita penyakit seliak yang mengalami
gangguan pada saluran pencernaan yang dipicu oleh sejenis protein yang banyak
terdapat pada tepung, yaitu gluten. Penyakit seliak ini mempengaruhi kemampuan
tubuh untuk menyerap nutrisi sehingga terjadi defisiensi.

Kemudian ada juga penyakit cystic fibrosis yang mempengaruhi pankreas, yang
fungsinya adalah untuk memproduksi enzim yang dibutuhkan untuk mencerna
makanan. Demikian juga penderita intoleransi laktosa yang susah untuk mencerna
susu dan produk olahannya.

Penyebab secara langsung antara lain:

1) Penyapihan yang terlalu dini


2) Kurangnya sumber energi dan protein dalam makanan

7
3) Asupan gizinya terganggu karena penyakit bawaan seperti jantung atau
metabolisme lainnya.
4) Pola makan yang tidak seimbang kandungan nutrisinya
5) Terdapat masalah pada sistem pencernaan
6) Terdapat masalah pada sistem pencernaan

Penyebab secara tidak langsung antara lain:

1) Daya beli keluarga rendah/ekonomi lemah


2) Lingkungan rumah yang kurang baik
3) Pengetahuan gizi kurang
4) Perilaku kesehatan dan gizi keluarga kurang

2.3 Pencegahan dan Pengobatan Obesitas dan Defisiensi nutrisi

A. Cara pencegahan Obesitas

1) Merubah kebiasaan makan (makan perlahan-lahan, yang nantinya secara


rutin).
2) Mengontrol pola makan serta menyeleksi makanan yang akan dikonsumsi
(mengurangi makan makanan berlemak, hindari junk food dan fastfood).
3) Kontrol porsi dan mengkonsumsi sedikit kalori.
4) Meningkatkan aktivitas fisik (terutama berjalan) dan merubah gaya hidup
lebih aktif.
5) Makan bersama keluarga, bukan sambil menonton televisi atau di depan
computer
6) Tidak memberikan makanan sebagai hadiah
7) Batasi ngemil.

B. Cara Pengobatan Obesitas

8
Penyakit obesitas sendiri sebenarnya tidak memerlukan pengobatan, hanya saja
bagaimana anda bisa mengatur pola hidup anda. Di pasaran sudah banyak sekali
beredar produk pelangsing yang justru berimbas pada kerusakan organ tubuh
anda. Cara yang paling ampuh untuk pengobatan penyakit obesitas adalah dengan
melakukan diet namun bukan diet yang ekstrim tetapi diet yang sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan. Anda dapat juga berkonsultasi dengan dokter atau
ahli nutrisi untuk dapat mengetahui diet apa yang bisa anda terapkan yang sesuai
dengan kondisi tubuh anda.

C. Cara Pencegahan Defisiensi Nutrisi

Beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada anak:

1) Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan.


Setelah itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai
pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih setelah
berumur 2 tahun.
2) Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein,
lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya: untuk lemak
minimal 10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan
sisanya karbohidrat.
3) Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program
Posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di atas.
Jika tidak sesuai, segera konsultasikan hal itu ke dokter.
4) Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan
kepada petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang
dari rumah sakit.
5) Jika anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori
yang tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk
proteinnya bisa diberikan setelah sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat
mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula suplemen mineral dan
vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering kali membuahkan hasil yang

9
baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan
meningkatkan kondisi kesehatan secara umum. Namun, biasanya akan
meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang permanen dan akan muncul
masalah intelegensia di kemudian hari.

D. Cara Pengobatan Defisiensi Nutrisi


1) Pada stadium ringan dengan perbaikan gizi.
2) Pengobatan pada stadium berat cenderung lebih kompleks karena
masing-masing penyakit harus diobati satu persatu. Penderita pun sebaiknya
dirawat di Rumah Sakit untuk mendapat perhatian medis secara penuh.

2.4 Epidemiologi Penyakit Obesitas Dan Defisiensi Nutrisi


A. Epidemiologi Penyakit Obesitas
Secara umum, baik dalam bidang epidemiologi maupun praktik klinik, obesitas
ditentukan berdasarkan Index Massa Tubuh (IMT), yaitu berat badan (dalam
kilogram) dibagi kuadrat tinggi badan (dalam meter). Berdasarkan IMT (yang
dinyatakan dalam kg/m2), seseorang dinyatakan sebagai berat badan kurang
(underweight), berat badan normal, berat badan lebih (overweight, pra-obesitas) dan
obesitas (Tabel 1). Namun demikian, IMT tidak memberikan gambaran tentang
persentase maupun distribusi lemak tubuh sehingga dapat terjadi misklasifikasi dalam
menentukan obesitas serta risiko kardiometabolik yang terkait dengannya.
Pada tingkat populasi, korelasi positif yang kuat antara IMT dengan kandungan
lemak tubuh telah dilaporkan secara luas. Di lain pihak, pada tingkat individu
terdapat variasi yang cukup besar dalam hal kandungan lemak tubuh. Salah satu
penelitian pada subyek sehat dengan IMT normal (24 kg/m2) menunjukkan bahwa
kandungan lemak tubuh subyek bervariasi antara 8% sampai 38% pada pria dan 30%
sampai 44% pada wanita. Hal ini berarti bahwa seseorang dengan IMT normal dapat
mempunyai kandungan lemak tubuh yang tinggi dengan massa otot yang rendah atau

10
sebaliknya mempunyai massa otot yang tinggi dengan kandungan lemak yang
normal, seperti yang sering ditemukan pada atlet.
Prevalensi obesitas di dunia dipantau oleh WHO berdasarkan data IMT yang
dikumpulkan dari survey atau studi populasi yang mencantumkan berat dan tinggi
badan, baik yang diukur maupun yang dilaporkan oleh subyek. Pada tahun 2014,
lebih dari 1,9 miliar orang dewasa mengalami kelebihan berat badan (overweight),
dan 600 juta orang mengalami obesitas. Secara keseluruhan, 39% orang dewasa (38%
pria dan 40% wanita) usia 18 tahun ke atas mengalami overweight dan 13% (11%
pria dan 15% wanita) mengalami obesitas. Angka ini meningkat lebih dari dua kali
lipat dibanding prevalensi tahun 2008.
Angka obesitas di Indonesia juga terus meningkat. Berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas), pada laki-laki dewasa terjadi peningkatan prevalensi
obesitas dari 13,9% pada tahun 2007 menjadi 19,7 % pada tahun 2013. Pada wanita
dewasa terjadi peningkatan yang cukup ekstrim yaitu dari 14,8% pada tahun 2007
menjadi 32,9 % pada tahun 2013.
Tabel 1. Klasifikasi status berat badan berdasarkan IMT pada populasi umum dan
populasi Asia (diadaptasi dari WHO).

B. Epidemiologi Defisiensi Nutrisi

Masalah gizi dihubungkan dengan:


a. Faktor dan penyebab masalah gizi (agent)
b. Faktor yang ada pada pejamu (host)

11
c. Faktor yang ada di lingkungan pejamu (environment)
Menguraikan penyebab dari masalah gizi dan menentukan hubungan sebab akibat:
1. Masalah gizi: kekurangan atau kelebihan zat gizi
2. Agent: asupan makanan dan penyakit yang dapat mempengaruhi status gizi
serta faktor-faktor yang berkaitan
3. Host: karakteristik individu yang ada kaitannya dengan masalah gizi (umur,
jenis kelamin, suku bangsa, dll)
4. Environment: lingkungan (rumah, pekerjaan, pergaulan) yang ada kaitannya
dengan masalah gizi
Penggunaan epidemiologi gizi:
1. Secara deskriptif mempelajari:
a) Siapa yang mempunyai masalah gizi
b) Kapan dan pada situasi-kondisi apa yang bagaimana masalah gizi tersebut
terjadi (biasanya digunakan data dari klinik, laporan rutin ataupun hasil
survey khusus)
2. Secara analitik mempelajari:
Hubungan kausal tertentu antara faktor penyebab dengan kejadian/kelainan
yang diakibatkannya (biasanya diperlukan penelitian khusus dengan
rancangan kohort ataupun kasus-kontrol)
3. Secara intervensi mempelajari:
Dampak ataupun efek dari suatu program yang telah di laksanakan untuk
menanggulangi masalah gizi. (biasanya dapat di manfaatkan untuk
memperkuat perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program/kebijakan gizi)
Ukuran-ukuran dalam epidemiologi gizi:
1. Ukuran untuk morbiditas dan mortalitas:
a. Rate, rasio dan proporsi
b. Rate, insidens dan prevalens
2. Indikator kesehatan:
a. Indikator dari penyebab khusus
b. Mortalitas bayi dan bayi baru lahir

12
c. Mortalitas ibu
d. Umur harapan hidup

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Obesitas merupakan kondisi abnormal atau kelebihan akumulasi lemak yang dapat
mengganggu kesehatan. Seseorang dikategorikan obesitas jika memiliki IMT 30
kg/m2 atau lebih. Obesitas dapat menjadi faktor resiko penyakit kronis seperti
diabetes, jantung koroner, dislipidemia, dan lain-lain. Obesitas digolongkan menjadi
tiga tingkatan :

1. Obesitas ringan (kelebihan berat badan 20% s/d 40%)


2. Obesitas sedang (kelebihan berat badan 41% s/d 100%)
3. Obesitas berat (kelebihan berat badan lebih besar dari 100%)

Defisiensi nutrisi atau malnutrisi adalah kondisi ketika manusia tidak mendapatkan
unsur pembangun tubuh seperti vitamin dan mineral yang dibutuhkan dalam kadar
ideal agar tubuh bisa berfungsi dengan baik. Hal ini membuat tubuh lebih rentan
terserang penyakit.

3.2 Saran

Sebaiknya kita menjaga tubuh agar tetap dalam kondisi yang ideal sehingga tidak
terjadi obesitas, dan defisiensi nutrisi

14
DAFTAR PUSTAKA

http://www.idai.or.id. ____. Nutrisi Pada Remaja. Diakses pada tanggal 09


November 2017

Depkes, 2000.

Dinkes RI, 2004.

FKM UI, 2008.

WHO, 2008.

Lucy A. Bilaver, 2009.

15

Anda mungkin juga menyukai