Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners pada
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
NPM : 0806333966
Tanda tangan :
ii
DEWAN PENGUJI
NIP : 196805111993032002
NIP : 197909102001122001
iii
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-
Nya, penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners ini dengan judul
“Edukasi Pencegahan Dislokasi dan Supervised In-Hospital Exercise Program
pada Klien Post Total Hip Arthroplasty di Ruang Bedah Kelas Anggrek
Tengah Kanan RSUP Persahabatan” ini tepat pada waktunya. Saya menyadari
bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya
untuk menyelesaikan karya ilmiah akhir ini. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih dan penghormatan kepada:
1. Ibu Dewi Irawaty, MA., PhD selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia (FIK UI);
2. Ibu Riri Maria, SKp., MANP, selaku koordinator mata ajar Karya Ilmiah
Akhir Ners;
3. Ibu Efy Afifah, S.Kp., M.Kes, selaku pembimbing dalam pembuatan karya
ilmiah akhir ini;
4. Ibu Ns. Nuraini, S.Kep, selaku pembimbing klinik dan penguji dalam
sidang karya ilmiah akhir ini yang telah memberikan banyak pelajaran,
pengalaman, dan masukan selama praktik profesi ners di RSUP
Persahabatan;
5. Teristimewa kepada Bapak Hery Fajari dan Ibu Siti Rukayah sebagai ayah
dan ibu tersayang, serta Safri Sholehuddin sebagai adik tercinta yang telah
memberikan dukungan secara penuh, baik dukungan moral, doa, dan
materi selama penulis menyusun karya ilmiah akhir ini;
6. Ibu Tuti Herawati, S.Kp., MN, selaku pembimbing dalam mata ajar
KKMP Kekhususan Peminatan KMB yang telah memberikan pemahaman
dan masukan terhadap aplikasi pemberian asuhan keperawatan pada klien
yang dikelola selama praktik;
7. Ibu Lestari Sukmarini, S.Kp., MN, selaku pembimbing akademik penulis;
iv
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak bebas royalti
nonekslusif ini Universitas Indonesia bebas menyimpan, mengalihmedia/
formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
mempublikasikan karya ilmiah akhir saya selama tetap dicantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 4 Juli 2012
Yang Menyatakan
Masalah masyarakat perkotaan yakni perubahan gaya hidup terkait pola makan dan
aktivitas fisik berdampak pada obesitas yang mempengaruhi program rehabilitasi klien
post total hip arthroplasty. Obesitas menjadi salah satu faktor risiko terjadinya komplikasi
post total hip arthroplasty yang dapat menunda kemajuan pemulihan dan penyembuhan
klien. Komplikasi total hip arthroplasty berupa dislokasi dapat menyebabkan nekrosis
avaskular. Nekrosis avaskular stase lanjut hanya dapat ditangani melalui operasi total hip
arthroplasty. Prosedur total hip arthroplasty dapat menyebabkan kerusakan mobilitas fisik
pada klien. Penulisan ini bertujuan untuk menganalisis implementasi pemberian edukasi
pencegahan dislokasi dan latihan mobilisasi di rumah sakit pada klien post total hip
arthroplasty. Pemberian edukasi pencegahan dislokasi dan program latihan di rumah sakit
yang diawasi (supervised in-hospital exercise program) oleh perawat atau ahli fisioterapi
kepada klien dan keluarga sebagai bagian dari program rehabilitasi klien post total hip
arthroplasty menjadi upaya untuk meningkatkan kualitas hidup klien.
Urban society problem which is changes in life style related to eating habits and physical
activity lead to obesity which influences rehabilitation program of client after total hip
arthroplasty surgery. Obesity is one of risk factors for post total hip arthroplasty
complication that could delay rehabilitation progress and recovery. Total hip arthroplasty
complication such as dislocation could cause avascular necrosis. Later stages of avascular
necrosis could only be handled by doing the total hip arthroplasty surgery. Total hip
arthroplasty surgery could cause impaired physical mobility in client. The aims of this
paper was to analyze the implementation of giving education for preventing dislocation
and mobilization exercise in hospital for client after total hip arthroplasty surgery. Giving
education of preventing dislocation and supervised in-hospital exercise program by
nurses or physiotherapists for client and family as part of rehabilitation program for client
after total hip arthroplasty surgery should be addressed to improve clients’ quality of life.
ix Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x Universitas Indonesia
xi Universitas Indonesia
Komplikasi post operasi THA yang dapat menunda kemajuan pemulihan dan
penyembuhan klien lebih berisiko terjadi pada klien yang obesitas. Klien yang
obesitas terutama obesitas yang parah tidak diperbolehkan menjalani prosedur
THA akibat peningkatan risiko infeksi dan keterbatasan kemampuan mobilisasi.
Hal ini sejalan dengan penelitian Vincent, H.K., Weng, J. P., dan Vincent, K. R.
(2007) di Virginia yang menunjukkan bahwa indeks massa tubuh (IMT)
mempengaruhi efisiensi pengukuran kemandirian fungsi (functional independence
1 Universitas Indonesia
measure), lamanya klien dirawat di rumah sakit (length of stay), dan biaya
perawatan. Selain itu, klien yang obesitas dapat mencapai peningkatan fisik tetapi
dalam efisiensi yang lebih rendah dan biaya yang lebih mahal. Penelitian Vincent
et al. (2012) juga menunjukkan bahwa klien yang telah menjalani prosedur THA
mengalami peningkatan kemampuan fungsional tetapi secara umum klien yang
mengalami obesitas tidak mencapai level yang sama terkait fungsi fisik pada
waktu follow-up yang telah ditentukan.
Obesitas memang telah menjadi permasalahan kesehatan yang mendunia. Saat ini,
1,6 miliar orang dewasa di seluruh dunia mengalami berat badan berlebih
(overweight), dan sekurang-kurangnya 400 juta diantaranya mengalami obesitas.
Pada tahun 2015, 2,3 miliar orang dewasa akan mengalami overweight dan 700
juta di antaranya obesitas (Depkes, 2009). Di Indonesia, data Riskesdas (2010)
menyebutkan bahwa 27,7 juta jiwa penduduk Indonesia yang berusia di atas 18
tahun mengalami obesitas.
Perubahan gaya hidup masyarakat seperti pola makan dan aktivitas fisik akibat
perkembangan status sosial ekonomi masyarakat perkotaan berkontribusi dalam
meningkatkan jumlah orang dewasa yang mengalami overweight dan obesitas.
Peningkatan pendapatan dan populasi yang menjadi lebih kekota-kotaan
mengakibatkan masyarakat lebih memilih menu diet dengan tinggi kalori,
mengandalkan makanan cepat saji dan makan di luar rumah, kebiasaan meminum
minuman berkalori tinggi secara berlebihan serta melakukan sedentary lifestyle.
Pada waktu yang sama, pekerjaan dan konstruksi lingkungan sekitar yang kurang
Universitas Indonesia
mendukung aktivitas fisik menjadi lebih sedikit. Hal tersebut juga diperburuk oleh
meningkatnya penggunaan transportasi otomatis, teknologi di rumah, dan
pengisian waktu luang secara pasif.
Selama angka kejadian obesitas terus meningkat dan prosedur THA banyak
dilakukan secara progresif pada klien muda atau klien yang obesitas, sasaran
kemampuan jangka panjang merupakan hal yang sangat penting (Vincent, et al.,
2012). Sasaran kemampuan tersebut meliputi pemeliharaan kemandirian dengan
aktivitas penahanan beban (load bearing activites) pada kehidupan sehari-hari,
mobilitas secara mandiri, dan pergerakan tubuh untuk jangka waktu yang lama.
Vincent et al. (2012) menyebutkan bahwa klien yang obesitas yang telah
menjalani prosedur THA berisiko untuk mengalami kegagalan kualitas hidup
untuk waktu yang lama dibandingkan dengan klien yang tidak obesitas. Sebagai
contoh, 35% klien yang telah menjalani prosedur THA mengalami pembatasan
aktivitas pada tahun kelima. Obesitas secara signifikan dapat memprediksikan
ketergantungan klien post operasi THA pada alat bantu jalan dan berhubungan
dengan hasil follow-up yang rendah.
Klien post operasi THA baik yang obesitas maupun yang tidak obesitas akan
memiliki gangguan dan keterbatasan dalam melakukan mobilisasi. Keterbatasan
tersebut berupa rasa nyeri, kelemahan otot abduktor pada panggul, kontraktur
pada sendi panggul dan gangguan cara berjalan akibat kemelamahan otot fleksor
dan ekstensor pada panggul. (Unlu, E. et al., 2007). Hal ini didukung oleh
penelitian Okoro, T. et al. (2013) yang menyebutkan bahwa imobilisasi akibat
pembedahan dan perawatan di rumah sakit dapat menyebabkan kemunduran lebih
lanjut pada massa, kekuatan, dan fungsi otot. Departement of Rehabilitation
Services Brigham and Women’s Hospital menjelaskan bahwa pada hari pertama
setelah operasi THA, klien akan mengalami penurunan kemandirian dalam
mobilisasi di tempat tidur, pemindahan tubuh, ambulasi, aktivitas fungsional,
aktivitas dasar harian dan kualitas hidup. Oleh sebab itu, selama perawatan akut di
rumah sakit, klien perlu diberikan pemahaman dan latihan mengenai tindakan
Universitas Indonesia
Latihan merupakan bagian penting dari program preventif dan rehabilitatif untuk
memperbaiki kerusakan fisik akibat dari prosedur pembedahan arthroplasty
(THA) pada panggul (Unlu, E. et al., 2007). Kecepatan berjalan, irama, dan
kekuatan otot merupakan hal yang penting terkait keterbatasan pada klien yang
telah menjalani prosedur THA. Program latihan dibutuhkan untuk meningkatkan
performa fungsional pada klien post operasi THA. Trudelle-Jackson et al. (2002)
menekankan mengenai pentingnya program rehabilitasi pada fase lanjut setelah
prosedur THA dan menyarankan tentang latihan weight-bearing dan stabilitas
postural (Unlu, E. et al., 2007).
Prosedur THA juga dilakukan di RSUP Persahabatan sebagai rumah sakit yang
mengedepankan pelayanan prima kepada klien. Ruang Bedah Kelas Anggrek
Tengah Kanan merupakan tempat perawatan klien pre operasi dan post operasi
THA. Selama mahasiswa melakukan praktek profesi mata ajar Keperawatan
Kesehatan Masyarakat Perkotaan dan Manajemen selama tujuh minggu di ruang
perawatan tersebut, mahasiswa menemukan masalah kurang optimalnya
pengawasan fisioterapis dan perawat terhadap aktivitas klien post operasi THA.
Hal ini dapat mempengaruhi terjadinya komplikasi post operasi THA seperti
dislokasi ataupun kerusakan mobilisasi.
Berdasarkan pada alasan tersebut, laporan akhir praktek profesi program ners ini
akan memaparkan hasil implementasi dari asuhan keperawatan yang menekankan
pada peningkatan kemampuan mobilisasi klien yang telah diberikan kepada klien
post operasi THA di ruang Bedah Kelas Anggrek Tengah Kanan RSUP
Persahabatan, Jakarta Timur. Selain itu, laporan ini juga akan membahas
keterkaitan antara prosedur THA dengan konsep keperawatan kesehatan
masyarakat perkotaan.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
7 Universitas Indonesia
2.2 Obesitas
Masalah kesehatan masyarakat perkotaan tidak terlepas dari gaya hidup
masyarakat perkotaan. Perubahan gaya hidup masyarakat seperti pola makan dan
aktivitas fisik akibat perkembangan status sosial ekonomi masyarakat perkotaan
berkontribusi dalam meningkatkan jumlah orang dewasa yang mengalami
overweight dan obesitas. Peningkatan pendapatan dan populasi yang menjadi
lebih kekota-kotaan mengakibatkan masyarakat lebih memilih menu diet dengan
tinggi kalori, mengandalkan makanan cepat saji dan makan di luar rumah,
kebiasaan meminum minuman berkalori tinggi secara berlebihan serta melakukan
sedentary lifestyle. Pada waktu yang sama, pekerjaan dan konstruksi lingkungan
sekitar yang kurang mendukung aktivitas fisik menjadi lebih sedikit. Hal tersebut
juga diperburuk oleh meningkatnya penggunaan transportasi otomatis, teknologi
di rumah, dan pengisian waktu luang secara pasif.
Obesitas dan overweight adalah istilah yang sering digunakan untuk menyatakan
adanya masalah kelebihan berat badan. Obesitas merupakan suatu kelainan yang
ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan. Overweight
adalah kelebihan berat berat badan ideal yang dapat disebabkan oleh penimbunan
jaringan lemak atau nonlemak. Misalnya, pada seorang atlet binaragawan,
kelebihan berat badan dapat disebabkan karena hipertrofi jaringan otot.
Universitas Indonesia
Nekrosis avaskular kaput femur merupakan komplikasi lanjut dari dislokasi sendi
panggul. Kaput femur adalah tempat yang paling sering mengalami nekrosis
avaskular terutama karena pasokan darahnya yang khas yang membuatnya mudah
mengalami iskemia karena terputusnya arteri.
Universitas Indonesia
Penyakit atau kondisi yang dapat menyebabkan masalah pada panggul meliputi
nekrosis avaskular, dysplasia pada panggul, fraktur, oseteoatrhritis, osteonekrosis,
dan rheumatoid arthtritis (Jill, J.B. dan Goldstein, W.M., 2003). Ketika kondisi
tersebut menyebabkan nyeri berat dan kehilangan fungsi dan pergerakan, prosedur
THA sangat perlu dilakukan. Klien biasanya mengeluh pada bagian atas paha,
Universitas Indonesia
paha, dan lutut. Klien akan mengalami perubahan gaya berjalan dan
memperlihatkan ketidakmampuan dalam aktivitas harian seperti menggunakan
kaos kaki atau sepatu dan menyilangkan kaki (Jill, J. B. dan Goldstein, W. M.,
2003).
Adapun komplikasi post THA meliputi kekurangan darah, deep vein thrombosis
(DVT), embolisme paru, perdarahan sendi yang berlebihan, hematoma, infeksi
sendi, dislokasi sendi, dan cedera saraf skiatik. Komplikasi lanjut prosedur ini
antara lain nekrosis kulit, pengeluaran drainase yang menetap pada sendi,
pembentukan hematoma yang lebar, komplikasi penyembuhan luka seperti
bengkak, nyeri, dan kemerahan pada sendi, dislokasi, dan heterotrophic
ossification (pertumbuhan tulang esktra yang menyebabkan kekakuan).
2.5 Mobilisasi
Mobilisasi merupakan hal yang vital bagi kesehatan total seseorang. Dalam
mempertahankan mobilisasi fisik secara optimal maka sistem saraf, otot, dan
skeletal harus tetap utuh dan berfungsi baik. Pada subbab ini, penulis akan
menguraikan tentang definisi, tujuan mobilisasi, jenis mobilisasi, mobilisasi pada
klien post pembedahan, dampak mobilisasi post pembedahan, dan latihan
mobilisasi pada klien post total hip arthroplasty (THA).
2.5.1 Definisi
Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah,
teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup sehat, dan penting untuk
kemandirian (Barbara, 2006 dalam Sebo, M., 2011). Sebaliknya menurut Susan J.
Garrison (2004) keadaan imobilisasi adalah suatu pembatasan gerak atau
keterbatasan fisik dari anggota badan dan tubuh itu sendiri dalam berputar, duduk
dan berjalan, hal ini salah satunya disebabkan oleh berada pada posisi tetap
dengan gravitasi berkurang seperti saat duduk atau berbaring (Sebo, M., 2011).
Universitas Indonesia
akan memberikan kepercayaan pada klien bahwa dirinya mulai merasa sembuh.
Perubahan gerakan dan posisi ini harus dijelaskan kepada klien atau keluarga yang
menunggui sehingga klien dan keluarga akan dapat mengetahui manfaat
mobilisasi dan berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan mobilisasi (Barbara, 2006
dalam Sebo, M., 2011).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.6 Latihan Mobilisasi pada Klien Post Total Hip Arthroplasty (THA)
Latihan mobilisasi akan meningkatkan kekuatan dan fungsi otot yang akan
memperbaiki mobilisasi klien. Pada subbab ini, penulis akan menguraikan tentang
status post THA, latihan segera setelah operasi, tindakan pencegahan dislokasi,
latihan untuk bergerak, latihan setelah operasi, dan latihan dengan tahanan pada
berat badan sepenuhnya.
Universitas Indonesia
Setelah klien bangun dan mampu bergerak, anjurkan klien untuk menarik
nafas dalam hingga 10 kali, lalu diteruskan dengan batuk. Latihan ini perlu
dilakukan setiap jam. AAOS (2000) menyebutkan bahwa latihan nafas dalam
akan membantu mencegah akumulasi sekret di dalam paru yang berdampak
pada infeksi paru (Temple, J., 2004).
b. Gerakan memompa pada pergelangan kaki
Klien dianjurkan untuk menggerakkan kaki ke atas, bawah, dan membuat
lingkaran (rotasi tumit). Latihan ini perlu diulangi sampai 50 kali setiap jam.
AAOS (2000) menyebutkan bahwa rotasi tumit dan fleksi tumit akan
membantu mencegah pembendungan darah pada pembuluh vena di betis yang
berdampak pada deep vein thrombosis (Temple, J., 2004).
c. Kontraksi pada bokong
Klien dianjurkan untuk mengencangkan otot bokong dan menahannya sambil
menghitung selama 5 detik. Latihan ini perlu diulangi 5 sampai 10 kali dan
diakukan 3 sampai 4 kali setiap hari.
d. Penguatan Quadrisep Statis
Klien dianjurkan untuk mengencangkan otot pada bagian depan paha yang
dioperasi dengan cara menekan lutut ke arah tempat tidur. Latihan ini dapat
dilakukan sambil berbaring atau duduk di tempat tidur. AAOS (2000)
menyebutkan bahwa latihan quadriceps yang melibatkan pengencangan pada
otot paha dan dorongan pada tungkai ke arah belakang di tempat tidur akan
membantu menstabilkan tungkai (Temple, J., 2004).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
f. Duduk ke kursi
Klien diminta untuk merasakan adanya kursi atau tempat tidur oleh bagian
belakang kaki klien. Klien dianjurkan untuk menjangkau tangan kursi dan
menurunkan badan dengan tetap mempertahankan kaki yang dioperasi lurus
ke depan dan menopang berat badan dengan kaki yang tidak dioperasi. Kaki
yang dioperasi tidak diperbolehkan untuk ditekuk ke depan.
g. Menggunakan walker
Klien diminta berdiri yang tegak dan melihat ke depan ketika berjalan,
kemudian klien dilatih untuk menggerakkan walker ke arah depan terlebih
dahulu, diikuti dengan kaki yang dioperasi. Lalu klien diminta untuk
menggerakkan kaki yang tidak dioperasi ke arah depan. Klien diintruksikan
untuk menopang berat badan pada walker untuk menghindari penopangan
berat badan pada kaki yang dioperasi ketika melangkah ke depan.
Universitas Indonesia
Klien diminta untuk menekan seluruh bagian kaki yang dioperasi ke tempat
tidur. Klien dianjurkan untuk merasakan otot pada bokong dan kaki yang
dioperasi mengencang. Klien tidak diperbolehkan mendorong sampai panggul
tertekuk melebihi 900.
c. Penguatan quadrisep di atas gulungan (Quadriceps strengthening over a roll)
Klien diminta mengangkat tumit dari tempat tidur dengan meletakkan
gulungan handuk di bawah lutut pada kaki yang dioperasi. Perawat perlu
memastikan paha klien tidak menekan gulungan.
d. Abduksi panggul (Hip Abduction)
Perawat dapat meletakkan kantong plastik besar dibawah tumit atau gunakan
seprai di sekitar kaki klien untuk membantu klien memindahkan kaki pada
awal latihan hingga klien mampu melakukannya tanpa bantuan. Klien diminta
untuk mendorong kaki yang dioperasi menyamping di tempat tidur,
pertahankan lutut klien menekan tempat tidur, dan pertahankan tempurung
lutut dan jari kaki menghadap ke atas.
e. Mengaktifkan perut (Abdominal Activation)
Ketika klien berbaring, klien dianjurkan untuk mengangkat kepala klien
sedikit dan mengencangkan otot perut sehingga pusar klien bergerak ke bawah
ke arah tulang belakang.
f. Berdiri dengan panggul ditekuk (Standing Hip Bending)
Klien diminta berdiri dengan memegang topangan sehingga seimbang
kemudian anjurkan klien untuk menekuk panggul yang dioperasi dengan
mendorong lutut ke arah dada. Klien tidak diperbolehkan mendorong sampai
panggul tertekuk melebihi 900.
g. Berdiri dengan panggul abduksi (Standing Hip Abduction)
Klien diminta berdiri dengan memegang topangan sehingga seimbang, lalu
anjurkan klien untuk mengangkat kaki yang dioperasi ke arah pinggir dengan
tetap berdiri tegak. Klien diminta untuk mempertahankan panggul sama tinggi
dan mempertahankan badan bagian atas serta jari kaki menunjuk ke depan.
Lalu anjurkan klien untuk mengembalikan kaki secara perlahan ke posisi
semula.
h. Melengkungkan urat-urat lutut (Hamstring Curls)
Universitas Indonesia
2.6.6 Latihan dengan Tahanan pada Berat Badan Sepenuhnya (Full Weight
Bearing Exercises)
Latihan ini hanya dimulai setelah klien diijinkan untuk menahan berat badan
sepenuhnya pada kaki yang dioperasi. Latihan ini dilakukan 2-3 kali sehari.
a. Bridging
Klien diminta untuk menekuk kedua lutut ke atas dengan kaki tetap datar pada
tempat tidur. Klien diinstruksikan untuk mendorong terus kedua kaki dan
mengangkat bokong sedikit di atas tempat tidur. Klien dianjurkan untuk
mempertahankan otot perut sampai kencang untuk menghindari sakit pada
punggung.
b. Latihan melangkah ke samping (Sideway Stepping Exercises)
Klien diminta berdiri dan berlatih melangkah ke samping. Klien diintruksikan
untuk melakukan beberapa langkah pada satu tujuan kemudian kembali lagi ke
arah berlawanan, yakni pada posisi semula. Klien mungkin membutuhkan
topangan pada tangan. Klien tidak diperbolehkan untuk membuat kaki terlalu
dekat satu sama lain atau memutar tubuh.
c. Latihan melangkah ke depan/belakang (Forward/Backward Stepping
Exercises)
Klien diminta berdiri tegak dan menopang berat badan pada kaki yang
dioperasi. Klien diminta untuk memulai melangkah ke depan dan belakang
menggunakan kaki yang tidak dioperasi. Klien dianjurkan untuk berlatih
memindahkan berat badan dari satu kaki ke kaki yang lain. Ketika Klien dapat
Universitas Indonesia
melakukan ini, klien dapat melangkah maju 5-6 langkah ke belakang dalam
satu baris. Klien dianjurkan untuk menggunakan topangan pada tangan untuk
keselamatan dan keseimbangan.
d. Keseimbangan pada satu kaki (Single Leg Balance)
Klien diminta untuk seimbang pada kaki yang dioperasi dan anjurkan klien
untuk menggunakan topangan. Klien diinstruksikan untuk meningkatkan
waktu ketika latihan keseimbangan dengan menggunakan topangan. (misal:
latih keseimbangan untuk 20-30 detik). Perawat atau fisioterapis perlu
memperhatikan klien saat latihan keseimbangan tanpa menggunakan
topangan. Kemudian klien diminta untuk meniingkatkan sedikit demi sedikit
waktu latihan keseimbangan pada satu kaki ketika tidak menggunakan
topangan.
e. ¼ Berjongkok pada dinding (¼ Wall Squat)
Klien diminta menempatkan kaki dan bahu secara melebar dan terpisah dan
sedikitnya 12 cm dari dinding. Klien dianjurkan untuk menekuk ¼ lutut secara
perlahan ke arah bawah. Dan tidak diperbolehkan untuk membuat lutut
melebihi jari kaki. Klien boleh menggunakan topangan jika diperlukan.
f. Latihan melangkah (Step Exercises)
Klien diminta untuk menempatkan kaki yang dioperasi di atas kotak setinggi
beberapa cm. Klien diinstruksikan untuk mendorong badan ke atas untuk
melangkah ke kotak dengan menggunakan otot pada kaki yang dioperasi.
Klien tidak diperbolehkan untuk menarik badan ke atas. Klien dianjurkan
untuk melangkah ke lantai dengan kaki yang tidak dioperasi. Perawat atau
fisioterapis menganjurkan klien untuk melakukan gerakan ini secara perlahan
dan terkontrol. Gerakan ini dapat dimulai dengan kotak setinggi 5-10 cm lalu
ditingkatkan sampai kotak setinggi 15 cm dan selanjutnya sampai 20 cm jika
sudah mampu.
Universitas Indonesia
Bab ini akan menguraikan asuhan keperawatan pada klien kelolaan utama sesuai
dengan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, perumusan diagnosis
keperawatan, perencanaan intervensi, implementasi, dan evaluasi. Bab ini juga
akan memaparkan laporan intra operasi yang terdiri dari pengkajian, diagnosis
keperawatan, dan tindakan keperawatan yang telah dilakukan selama klien
menjalani prosedur operasi.
3.1.2 Anamnesa
a. Keluhan Utama saat Pengkajian
Klien mengeluh pegal pada bagian punggung karena sudah berbaring
sejak selesai operasi dan nyeri pada luka operasi.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien masuk dengan keluhan nyeri pada pinggang bagian kanan
terutama saat berjalan dan merasa kaki kanannya menjadi lebih pendek
sehingga pincang saat berjalan. Diagnosa prabedah yaitu avascular
necrosis hip dextra. Klien telah dioperasi pada tanggal 30 Mei 2013
dengan tindakan pembedahan total hip arthroplasty avascular necrosis
hip dextra. Diagnosis pascabedah post total hip artroplasty avascular
necrosis hip dextra. Pemeriksaan TTV pada saat pengkajian yaitu
TD=150/100 mmHg, Nadi=90 x/menit, RR=20x/menit, suhu=36,70C.
21 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
h. Mulut
Klien tidak menggunakan gigi palsu, tidak ada bau mulut, tidak ada
sariawan, kebiasaan membersihkan gigi dan mulut 2x/hari, namun sejak
dirawat d RS klien hanya membersihkan gigi dengan cara berkumur.
i. Leher
Tidak terdapat peningkatan JVP, tidak ada keluhan sakit menelan, tidak
ada pembengkakan kelenjar tiroid dan getah bening.
j. Dada
1) Paru-paru
a) Inspeksi : pergerakan dada terlihat simetris, tidak terlihat
penggunaan otot bantu nafas
b) Palpasi : tidak terdapat massa atau nyeri tekan, lapang
kanan dan kiri dada klien sama
c) Perkusi : sonor
d) Auskultasi : bronkhial (+), bronkovesikuler (+), vesikuler (+),
Rh -/-, Whezing -/-
2) Jantung
BJ1 dan BJ 2 normal , murmur (-) gallops (-)
k. Abdomen
1) Inspeksi : terlihat buncit, acites (-), tidak ada laserasi
2) Palpasi : dinding perut supel, teraba sedikit keras, hati dan
lien tidak teraba
3) Perkusi : timpani terutama pada kuadran kiri
4) Auskultasi : BU 3x/menit
l. Ektrimitas
Akral hangat, bengkak/edema ekstrimitas tidak ada, jari telunjuk kiri
tampak kehilangan satu buku jari, tampak balutan luka dan drainase pada
paha kanan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
lumpuh pada tangan dan kaki kiri. Klien mengatakan tangan dan kaki
kirinya tiba-tiba tidak bisa digerakkan saat bangun tidur.
Tanda (Objektif)
TD klien saat berbaring yang diukur pada tangan kanan yakni 150/100
mmHg dan nadi 90 x/menit. Nadi pada kaki kanan yakni poplitea dan
dorsalis pedis terpalpasi positif. Hasil auskultasi dada terdengar bunyi
jantung S1 dan S2, tidak ada gallop dan murmur. Tidak terdapat distensi
vena jugular. Hasil pengkajian pada ekstremitas suhu teraba hangat,
tidak ada pucat, tidak ada varises, pengisian kapiler < 2 detik. Hasil
pengkajian pada mata tidak ada sianosis, konjungtiva tidak anemis pada
mata kanan dan kiri, dan sclera tidak ikterik. Membran mukosa bibir dan
punggung kuku berwarna merah muda.
d. Integritas Ego
Gejala (Subjektif)
Faktor stress yang dimiliki klien yakni klien mengatakan badannya
sudah hancur dan tidak normal karena sudah sering dioperasi. Klien
mengajak berbincang keluarga yang menunggu dan klien yang dirawat
di sebelah tempat tidurnya untuk mengatasi stresnya. Tidak ada masalah
finansial yang berat tetapi klien menggunakan KJS untuk pembiayaan
selama di RS. Klien mengatakan dirinya beragama Islam.
Tanda (Objektif)
Status emosi klien tampak tenang dan tidak terobservasi respon-respon
fisiologis.
e. Eliminasi
Gejala (Subjektif)
Klien mengatakan BAB teratur sehari sekali dan tidak menggunakan
laksatif. Klien mengatakan ketika BAB, fesesnya lembek, dan BAB
terakhir yakni : sehari sebelum operasi hari Rabu malam tanggal 29 Mei
2013. Klien mengatakan dirinya tidak memiliki hemoroid. Klien juga
mengatakan dirinya tidak mengalami konstipasi dan diare.
Klien mengatakan BAK normal dan tidak mengalami inkontinensia.
Klien mengatakan warna urin kuning tidak terlalu pekat. Klien
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
h. Neurosensori
Gejala (Subjektif)
Klien mengatakan kepalanya terasa sedikit pusing dan ada sakit kepala.
Klien mengatakan tidak kesemutan/kebas/kelemahan. Klien mengatakan
tangan kiri agak berat jika akan digunakan. Klien mengatakan tidak
mengalami kehilangan penglihatan dan pendengaran.
Tanda (Objektif)
Status mental klien CM. Klien juga memiliki orientasi terhadap waktu
tempat dan orang yang baik. KLien dapat mengingat memori jangka
panjang (riwayat klien masuk ke RS) dan pendek (mengingat nama
perawat yang baru saja berkenalan dengan klien). Klien dapat berbicara
dengan jelas.
i. Nyeri/Ketidaknyamanan
Gejala (Subjektif)
Klien mengatakan terasa nyeri pada panggul bagian kanan dengan
intensitas 6. Klien mengatakan skala nyeri yang dirasakannya adalah 6
dari skala maksimum 10. Klien mengatakan nyeri terasa ketika akan
bergerak. Klien mengatakan nyerinya hilang dan timbul dan nyeri karena
ada luka.
Tanda (Objektif)
Klien tampak mengerutkan muka dan menjaga area yang sakit yakni
dengan memegangi paha bagian kanan yang terbalut elastic verban
ketika terasa nyeri.
j. Pernapasan
Gejala (Subjektif)
Klien mengatakan tidak memiliki riwayat asma dan penyakit paru seperti
TB. Klien mengatakan dirinya adalah perokok tetapi sekarang sudah
mulai dikurangi. Klien tidak menggunakan alat bantu pernapasan atau
oksigen.
Tanda (Objektif)
Hasil pengkajian sistem pernapasan klien didapatkan data frekuensi
napas klien 20 x/menit, dapat bernapas dalam, dada tampak simetris, dan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
orang pendukung lain. Peran klien dalam struktur keluarga yakni sebagai
ayah dan suami.
Tanda (Objektif)
Klien dapat berbicara dengan jelas. Klien tampak sering berbicara
dengan istri, anak, dan kakak yang menunggui klien selama klien
dirawat di RS. Pola interaksi keluarga yang teramati yakni istri duduk di
kursi, klien berbaring di tempat tidur, dan tampak sering berbincang
bersama.
m. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala (Subjektif)
Klien tampak berbicara menggunakan bahasa Indonesia dan dapat
membaca. Tingkat pendidikan terakhir klien yakni SD. Obat yang
diresepkan adalah sebagai berikut.
Tabel 3.1 Daftar Obat
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Do:
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
a. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme refleks otot
sekunder akibat pemberian anestesi
b. Resiko cedera berhubungan dengan pelaksanaan prosedur pembedahan selama
dua jam atau lebih
Universitas Indonesia
3) Muka klien tidak meringis dan mengerutkan dahi pada saat melakukan
aktivitas
4) Klien tampak nyaman dan santai
5) TTV klien dalam rentang normal : TD=140/90 mmHg, Nadi=80-
100x/menit, RR=12-20x/menit, Suhu=36,5-37,50C
Intervensi:
1) Kaji mengenai adanya nyeri
R: Nyeri biasa dialami setelah prosedur pembedahan akibat trauma dan
respons jaringan. Spasme oto terjadi setelah penggantian sendi panggul
total. Imobilisasi menyebabkan ketidaknyamnan pada titik tekanan.
2) Minta klien untuk menjelaskan ketidaknyaman
R: Karakteristik nyeri dapat membantu menentukan penyebab
ketidaknyamanan. Nyeri dapat sebagai akibat komplikasi (hematoma,
infeksi, flatus). Nyeri merupakan pengalaman individual dapat mempunyai
arti berbeda-beda bagi setiap orang.
3) Pahami adanya nyeri: menginformasikan kepada klien macam-macam
analgetik dan relaksan otot yang tersedia
R: Peredaan nyeri dapat dialami oleh klien dengan mengkomunikasikan
keprihatinan dan ketersediaan bantuan untuk membantu klien menghadapi
nyeri.
4) Gunakan teknik modifikasi nyeri:
a. Menggunakan analgetik
R: klien mungkin memerlukan opioid parenteral selama 24-48 jam
pertama dan kemudian dilanjutkan menjadi analgetik oral.
b. Mengubah posisi dalam batas yang diperbolehkan
R: penggunaan bantal dapat memberikan penyanggaan yang memadai,
mengurangi tekanan pada tonjolan tulang.
c. Memodifikasi lingkungan
R: interaksi dengan orang lain, distraksi, dan kelebihan beban atau
deprivasi sensori dapat mempengaruhi pengalaman nyeri
d. Memberitahu dokter bedah bila perlu
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Hasil yang diperoleh yakni keluhan nyeri klien berkurang secara berangsur-angsur
selama 5 hari perawatan setelah menjalani prosedur THA. Skala nyeri klien pada
awal pengkajian yakni 6 berkurang menjadi 3 pada hari kelima post THA dengan
skala maksimum 10. Klien juga tampak nyaman dan santai serta tidak tampak
meringis atau mengerutkan dahi pada saat melakukan aktivitas fisik. TTV klien
pun berada pada batas normal. Masalah nyeri teratasi pada hari kelima post THA.
Universitas Indonesia
Implementasi yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah risiko infeksi pada
klien yakni memantau tanda-tanda vital klien. Selain itu, perawat dan mahasiswa
juga menggunakan teknik aseptik saat mengganti balutan dan mengosongkan
kantong drainase. Perawat ruangan dan mahasiswa juga mengkaji penampilan dan
sifat drainase serta keluhan nyeri. Perawat dan mahasiswa juga berkolaborasi
bersama dokter bedah untuk memberikan antibiotik yaitu ceftriaxone untuk
menghindari infeksi prostesis.
Hasil yang diperoleh yakni infeksi tidak menjadi aktual. Klien mencapai
penyembuhan luka tepat waktu. TTV klien dalam rentang normal selama hari
perawatan. Saat dilakukan penggantian balutan dan aff drain pada hari keempat
post THA, luka klien tampak bersih dan insisi mengalami penyatuan yang baik
tanpa pengeluaran cairan atau respons inflamasi berlebihan. Masalah risiko infeksi
teratasi pada hari keempat post THA.
Universitas Indonesia
Bab ini akan membahas tentang profil lahan praktik, analisis masalah
keperawatan dengan konsep terkait keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan
dan konsep kasus terkait, analisis salah satu intervensi dengan konsep dan
penelitian terkait, dan alternatif pemecahan yang dapat dilakukan.
42 Universitas Indonesia
atau THA). Berdasarkan penjelasan klien, klien mengatakan pernah jatuh dari
pohon kelapa saat masih kecil sehingga tulang paha dan tangannya patah pada
tahun 1962. Kemudian, klien dibawa ke rumah sakit untuk dioperasi. Pada tahun
2008, klien mengatakan dioperasi lagi untuk melepas pen yang ada di paha yang
patah. Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 31 Mei 2013, klien menjelaskan
bahwa alasan masuk rumah sakit adalah karena klien mengeluh nyeri pada
pinggang bagian kanan terutama saat berjalan dan merasa kaki kanannya menjadi
lebih pendek sehingga pincang saat berjalan.
Pada kasus kelolaan ditemukan fakta bahwa klien merupakan salah satu
masyarakat perkotaan yang mengalami salah satu masalah kesehatan masyarakat
perkotaan berupa perubahan gaya hidup yang berdampak pada obesitas. Klien
dapat dikatakan mengalami obesitas karena klien memiliki IMT 31,25 kg/mm2.
Setelah dilakukan pengkajian, klien mengatakan bahwa dahulu klien tidak pernah
memperhatikan asupan makanan yang dikonsumsi. Klien juga mengatakan dirinya
jarang melakukan aktivitas fisik seperti olahraga. Kondisi klien yang saat ini
sudah mengalami pensiun juga berdampak pada berkurangnya aktivitas fisik yang
dapat dilakukan klien.
Nyeri pada pinggang bagian kanan terutama saat berjalan dirasakan oleh klien
sejak tiga bulan yang lalu. Klien juga mengeluh terdapat perubahan panjang pada
kaki kanan sehingga kaki kanan menjadi lebih pendek dan mengganggu aktivitas
harian. Keluarga juga mengatakan bahwa gaya berjalan klien mengalami
perubahan menjadi pincang sejak tiga bulan yang lalu. Oleh karena itu, keluarga
menyarankan klien untuk menggunakan alat bantu jalan berupa satu buah kruk
milik istrinya. Klien mengatakan jika tidak menggunakan alat tersebut, pinggang
klien akan terasa sangat nyeri saat berjalan untuk menopang berat tubuh.
Berdasarkan hasil observasi pre operasi, klien tampak berjalan pincang dengan
menggunakan kruk dan tinggi kruk tampak tidak sesuai dengan tinggi klien
sehingga klien tidak berjalan dengan tegak.
Universitas Indonesia
Keluhan klien yang meliputi nyeri pada pinggang kanan, perubahan gaya berjalan
menjadi pincang, dan kaki kanan yang memendek memperkuat diagnosis nekrosis
avaskular pada panggul kanan klien. Moesbar (2006) menyebutkan bahwa nyeri
merupakan keluhan utama pada nekrosis avaskular dan keluhan lainnya berupa
jalan pincang, paha mengecil/otot atrofi, tungkai dapat memendek 1-2 cm, dan
gerakan terbatas terutama abduksi dan rotasi internal pada panggul. Hal ini juga
sejalan dengan pendapat Jill, J. B. dan Goldstein, W. M. (2003) yang mengatakan
bahwa klien dengan masalah panggul seperti nekrosis avaskular akan mengalami
perubahan gaya berjalan dan memperlihatkan ketidakmampuan dalam aktivitas
harian seperti menggunakan kaos kaki atau sepatu dan menyilangkan kaki.
Universitas Indonesia
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, masalah keperawatan yang terjadi
pada Tn. A yang telah menjalani prosedur THA meliputi nyeri akut, kerusakan
mobilitas fisik, dan risiko infeksi. Nyeri akut terjadi karena adanya trauma
jaringan dan spasme refleks otot sekunder akibat pembedahan penggantian sendi
panggul total. Kerusakan mobilitas fisik terjadi karena kerusakan rangka
neurovaskuler: nyeri/ketidaknyamanan. Sedangkan, risiko infeksi berhubungan
dengan faktor risiko beruupa prosedur invasif, manipulasi bedah, implantasi
benda asing yang telah dijalani klien.
Universitas Indonesia
4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait
Kasus kelolaan yakni Tn.A sebagai klien post THA mengalami masalah
keperawatan berupa kerusakan mobilitas fisik. Hal ini terjadi karena kerusakan
rangka neurovaskuler yaitu adanya nyeri/ketidaknyamanan post pembedahan.
Kerusakan mobilitas fisik tersebut dapat berdampak pada lamanya tirah baring
yang dilakukan klien yang dapat mengakibatkan komplikasi post THA. Perawat
dan fisioterapis bertanggung jawab untuk melakukan pencegahan komplikasi
tersebut.
Komplikasi post operasi THA yang dapat menunda kemajuan pemulihan dan
penyembuhan klien lebih berisiko terjadi pada klien yang obesitas. Tn.A sebagai
kasus kelolaan merupakan klien yang mengalami obesitas karena memiliki IMT
30 kg/mm2 yakni 31,25 kg/mm2 sehingga diperlukan pengawasan terhadap
aktivitas yang dilakukan. Hal ini didukung oleh penelitian Vincent, H.K., Weng, J.
P., dan Vincent, K. R. (2007) di Virginia yang menunjukkan bahwa indeks massa
tubuh (IMT) mempengaruhi efisiensi pengukuran kemandirian fungsi (functional
independence measure), lamanya klien dirawat di rumah sakit (length of stay),
dan biaya perawatan. Selain itu, klien yang obesitas juga dapat mencapai
peningkatan fisik tetapi dalam efisiensi yang lebih rendah dan biaya perawatan
yang lebih mahal. Penelitian Vincent et al. (2012) juga menunjukkan bahwa klien
yang telah menjalani prosedur THA mengalami peningkatan kemampuan
fungsional tetapi secara umum klien yang mengalami obesitas tidak mencapai
level yang sama terkait fungsi fisik pada waktu follow-up yang telah ditentukan.
Universitas Indonesia
Selama angka kejadian obesitas terus meningkat dan prosedur THA banyak
dilakukan secara progresif pada klien muda atau klien yang obesitas, sasaran
kemampuan jangka panjang merupakan hal yang sangat penting (Vincent, et al.,
2012). Sasaran kemampuan tersebut meliputi pemeliharaan kemandirian dengan
aktivitas penahanan beban (load bearing activites) pada kehidupan sehari-hari,
mobilitas secara mandiri, dan pergerakan tubuh untuk jangka waktu yang lama.
Vincent et al. (2012) menyebutkan bahwa klien yang obesitas yang telah
menjalani prosedur THA berisiko untuk mengalami kegagalan kualitas hidup
untuk waktu yang lama dibandingkan dengan klien yang tidak obesitas. Sebagai
contoh, 35% klien yang telah menjalani prosedur THA mengalami pembatasan
aktivitas pada tahun kelima. Obesitas secara signifikan dapat memprediksikan
ketergantungan klien post operasi THA pada alat bantu jalan dan berhubungan
dengan hasil follow-up yang rendah.
Klien post operasi THA baik yang obesitas maupun yang tidak obesitas akan
memiliki gangguan dan keterbatasan dalam melakukan mobilisasi. Keterbatasan
tersebut berupa rasa nyeri, kelemahan otot abduktor pada panggul, kontraktur
pada sendi panggul dan gangguan cara berjalan akibat kelemahan otot fleksor dan
ekstensor pada panggul (Unlu, E. et al., 2007). Hal ini didukung oleh penelitian
Okoro, T. et al. (2013) yang menyebutkan bahwa imobilisasi akibat pembedahan
dan perawatan di rumah sakit dapat menyebabkan kemunduran lebih lanjut pada
massa, kekuatan, dan fungsi otot.
Universitas Indonesia
Mahasiswa juga menekankan pada Tn.A bahwa implant yang ditanam pada
panggulnya tidak seperti pen yang akan diambil kembali ketika tulang telah
tersambung dengan baik pada klien fraktur. Mahasiswa menjelaskan bahwa
implant tersebut bersifat permanen sehingga klien perlu memperhatikan pilihan
aktivitas yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Apabila dislokasi terjadi maka
klien akan menjalani prosedur operasi untuk memperbaikinya.
Selain itu, pada hari pertama post THA mahasiswa juga telah melatih klien untuk
melakukan latihan segera setelah operasi (immediate postoperative exercise) yang
Universitas Indonesia
meliputi nafas dalam dan latihan batuk; gerakan memompa pada pergelangan
kaki, kontraksi pada bokong, dan penguatan quadriceps statis. Latihan yang
dilakukan ini didesain untuk mencegah komplikasi dan membantu
mengembalikan kemampuan dalam aktivitas harian klien. AAOS (2000)
menyebutkan bahwa latihan nafas dalam membantu mencegah akumulasi sekret
di dalam paru yang berdampak pada infeksi paru. Latihan quadriceps yang
melibatkan pengencangan pada otot paha dan dorongan pada tungkai ke arah
belakang di tempat tidur akan membantu menstabilkan tungkai. Rotasi tumit dan
fleksi tumit akan membantu mencegah pembendungan darah pada pembuluh vena
di betis yang berdampak pada deep vein thrombosis (Temple, J., 2004).
Hari kelima post operasi THA, klien baru berhasil duduk di kursi roda yang
dimodifikasi dengan menumpuk beberapa selimut agar tinggi kursi roda menjadi
lebih tinggi dari lutut klien. Kemampuan klien untuk berpindah dari tempat tidur
ke kursi roda atau sebaliknya sebaiknya tercapai pada hari kedua post operasi
THA. Keterlambatan ini terjadi akibat tempat tidur yang mengalami kerusakan
pada siderail sehingga sudah menghalangi klien untuk turun dari tempat tidur.
Mahasiswa telah melatih cara duduk, berdiri, duduk ke kursi, dan menggunakan
walker untuk berjalan. Saat mahasiswa memandu klien dalam menggunakan
walker, mahasiswa didampingi oleh dokter bedah untuk melakukan pengawasan.
Setelah berlatih menggunakan walker, dokter bedah menginstruksikan pada klien
bahwa klien boleh pulang pada hari tersebut sehingga mahasiswa juga
memberikan edukasi dan melatih klien untuk masuk atau keluar dari mobil terkait
Universitas Indonesia
discharge planning bagi klien. Selain itu, mahasiswa juga memberikan edukasi
kepada keluarga mengenai pencegahan dislokasi pada klien saat berada di rumah
misalnya dengan menyediakan kloset duduk dengan memodifikasi kursi kayu atau
membeli commode jika mampu. Hal tersebut bertujuan untuk mencegah klien
untuk menekuk panggul melebihi 900. Mahasiswa juga menjelaskan pada klien
dan keluarga untuk sementara sebelum kontrol pertama, aktivitas ibadah klien
sebaiknya dilakukan berbaring. Mahasiswa juga menjelaskan mengenai latihan
dengan tahanan pada berat badan sepenuhnya (full weight bearing exercises) dan
menekankan kepada klien bahwa latihan tersebut hanya dimulai setelah klien
diijinkan oleh dokter bedah untuk menahan berat badan sepenuhnya pada kaki
yang dioperasi. Hal ini didukung oleh pernyataan Trudelle-Jackson et al. (2002)
yang menekankan mengenai pentingnya program rehabilitasi pada fase lanjut
setelah prosedur THA dan menyarankan tentang latihan weight-bearing dan
stabilitas postural (Unlu, E., et al., 2007).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Bab ini akan menguraikan kesimpulan dan saran dari seluruh rangkaian penulisan
yang telah dilakukan. Penulis menyimpulkan hasil pemaparan secara keseluruhan
dan memberikan saran terkait hasil analisis. Bab ini terdiri dari dua bagian, yaitu
kesimpulan dan saran.
5.1 Kesimpulan
Penulisan karya ilmiah akhir ini bertujuan untuk menyajikan pemaparan asuhan
keperawatan yang dilakukan oleh mahasiswa pada klien post THA di ruang Bedah
Kelas Anggrek Tengah Kanan RSUP Persahabatan. Pemaparan asuhan
keperawatan dilakukan dengan menerapkan proses keperawatan yang meliputi
pengkajian, perumusan diagnosis keperawatan, perencanaan (termasuk
identifikasi hasil yang diperkirakan), implementasi, dan evaluasi.
Masalah masyarakat perkotaan yakni perubahan gaya hidup yang berdampak pada
obesitas mempengaruhi program rehabilitasi klien post THA. Obesitas dapat
menjadi faktor risiko penyebab komplikasi post THA yang dapat menunda
kemajuan pemulihan dan penyembuhan klien. Nekrosis avaskular sebagai
komplikasi lanjut dari dislokasi pada sendi panggul kanan klien yang merupakan
komplikasi post THA yang telah dijalani klien perlu diatasi dengan melakukan
kembali prosedur THA. Masalah kerusakan mobilitas fisik yang terjadi pada klien
post THA dapat diatasi dengan pemberian edukasi pencegahan dislokasi dan
program latihan di rumah sakit yang diawasi (supervised in-hospital exercise
program) oleh perawat atau ahli fisioterapi. Hal ini perlu diberikan kepada klien
dan keluarga sebagai bagian dari program rehabilitasi klien post THA.
5.2 Saran
Hasil pemaparan ini dapat menjadi masukan bagi pemberi pelayanan kesehatan,
keluarga, dan masyarakat, institusi pendidikan, serta peneliti. Pemberi pelayanan
kesehatan diharapkan dapat lebih memperhatikan dan meningkatkan kualitas
52 Universitas Indonesia
asuhan keperawatan yang diberikan pada klien post THA terutama dalam hal
pencegahan dislokasi post THA dan pemulihan fungsi mobilisasi klien tersebut.
Keluarga dan masyarakat diharapkan mampu menjadi sistem pendukung yang
aktif dalam program rehabilitasi klien post THA. Institusi pendidikan diharapkan
dapat lebih memperhatikan pengajaran terkait aplikasi pemberian asuhan
keperawatan yang diberikan pada klien post THA dan mengembangkan bahan
pengembangan pengetahuan dalam keilmuan keperawatan medikal bedah
mengenai program rehabilitasi pada klien post THA. Hasil pemaparan ini dapat
digunakan sebagai rujukan data dasar bagi pengembangan pengetahuan dan
pengalaman dalam bidang penelitian keperawatan mengenai program rehabilitasi
yang bertujuan untuk mencegah dislokasi post THA dan memulihkan fungsi
mobilisasi pada klien post THA.
Universitas Indonesia
Allender, J. A., Spradley, B.W. (2001). Community health nursing concepts and
practice. Philadelphia: Lippincott
Carpenito, L. J. (2009). Diagnosis keperawatan: aplikasi pada praktek klinis.
(Kursini Semarwati Kadar [et al], Penerjemah). Ed 9. Jakarta: EGC.
Departement of Rehabilitation Services Brigham and Women’s Hospital. (2010).
Standard of care: total hip arthroplasty. Juni 13, 2013. http://google.co.id
Doenges M.E. (2000). Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk
Jakarta: EGC.
Jamari, dkk. (2012). Pengembangan prototype sambungan tulang panggul produk
Indonesia. Laboratorium Perancangan Teknik dan Tribologi, Universitas
Diponegoro, Semarang. Juni 27, 2013. http://insentif.ristek.go.id
Jill, J. B., & Goldstein, W. M. (2003). Home study program: Primary total hip
arthroplasty. Association of Operating Room Nurses.AORN Journal,
78(6), 947-953,956-959,961-969. Juni 9, 2013.
Marx, J. A et al. (2002). Rosen’s emergency medicine: concepts and clinical
practice. 5th Ed. St. Louis: Mosby Inc.
Moesbar, N. (2006). Nekrosis avaskular pada traumatic dislokasi sendi panggul
terlantar. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39.
Okoro, T., et al. (2013). What does standard rehabilitation practice after total hip
replacement in the UK entail? results of a mixed methods study. BMC
Musculoskeletal Disorders, 14(1), 91.Juni 9, 2013.
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed 3.
Potter, P. and Perry, A. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep,
proses, dan praktis. (Yasmin Asih [et al], Penerjemah). Ed 4. Jakarta:
EGC.
Royal Free Hampstead. (2009). Physiotherapy after total hip replacement. Mei,
2013. http://www.royalfree.nhs.uk
54 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN POST TOTAL HIP ARTHROPLATSY (THA)
pengalaman nyeri
d. Memberitahu dokter d. Intervensi bedah
bedah bila perlu mungkin diperlukan
bila nyeri disebabkan
oleh hematoma atau
edema berlebihan
5) Evaluasi dan mencatat 5) Keefektifan tindakan
ketidaknyamanan dan didasarkan pada
keefektifan teknik pengalaman; data tentang
modifikasi nyeri pengenalan mengenai
pengalaman nyeri,
penatalaksanaan dan
pengurangan nyeri
Kerusakan mobilitas fisik Setelah Posisi yang 1) Pertahankan posisi sendi 1) Dapat mencegah dislokasi
b.d. kerusakan rangka dilakukan dianjurkan tetap panggul yang benar prostesis sendi panggul
neurovaskuler: tindakan dipertahankan (abduksi, rotasi netral,
nyeri/ketidaknyamanan keperawataan Klien membantu fleksi terbatas)
mobilitas fisik saat perubahan 2) Instruksikan dan bantu 2) Memberikan dorongan
klien dapat posisi perubahan posisi dan partisipasi aktif pada klien
dipertahankan Klien perpindahan sambil mencegah
memperlihatkan terjadinya dislokasi
kemandirian saat 3) Instruksikan dan berikan 3) Dapat memperkuat otot
pemindahan pengawasan latihan yang diperlukan untuk
tubuh pergeseran kuadrisep dan berjalan
Klien gluteal
berpartisipasi 4) Konsultasi dengan ahli 4) Beratnya pembebanan
CATATAN PERKEMBANGAN
Nama : Tn. A
Usia : 57 tahun
Ruangan : Ruang Bedah Kelas, Anggrek Tengah Kanan
Tgl Diagnosa Implementasi Evaluasi
Jum’at Nyeri akut b.d. trauma Mandiri S:
31 Mei jaringan dan spasme 1. Mengkaji adanya - Klien mengatakan
2013 refleks otot sekunder nyeri nyeri agak
akibat pembedahan 2. Meminta klien untuk berkurang setelah
penggantian sendi menjelaskan tarik nafas dalam
panggul total. ketidaknyamanan - Klien mengatakan
yang dirasakan tidak nyaman jika
DS: 3. Meninggikan kaki kakinya diberikan
- Klien mengatakan kanan dengan bantal posisi
nyeri jika bergerak dan memberikan mengangkang
- Klien mengatakan posisi abduksi dengan diganjal
skala nyeri yang (diganjal dengan bantal
dirasakan adalah 6 dari bantal di antara dua O:
nilai maksimum 10 kaki) - Wajah klien
DO: 4. Mengevaluasi tampak lebih rileks
- Klien tampak keluhan nyeri setelah tarik nafas
mengerutkan dahi 5. Memotivasi klien dalam
- Klien tampak dapat untuk melakukan - Klien tidak tampak
menggerakkan teknik relaksasi nafas gelisah
panggul kanannya dalam - Klien tampak
tetapi masih sangat melakukan tarik
berhati-hati saat Kolaborasi nafas dalam untuk
melakukan gerakan 1. Mendampingi mengurangi
- TTV (TD = 150/100 perawat anestesi nyerinya
mmHg; N = 90 dalam memberikan - Klien tampak
x/menit; RR = 20 analgesik epidural mampu
x/menit; Suhu = dan menggerakkan jari
36,70C) menginformasikan kaki kanannya
mengenai tujuan walau hanya
mengganti balutan
dan mengosongkan
kantong drainase
Sabtu, Kerusakan mobilitas Mandiri S:
1 Juni fisik b.d. kerusakan 1. Memperthankan - Klien mengatakan
2013 rangka neurovaskuler: posisi sendi panggul lutut kanan sudah
nyeri/ketidaknyamanan yang benar bisa digerakkan
2. Memberikan edukasi - Klien mengatakan
DS: mengenai paham mengenai
- Klien mengatakan pencegahan dislokasi pencegahan
sudah tidak terlalu 3. Membantu klien dislokasi
nyeri bila bergerak dalam mengubah O:
- Klien mengatakan posisi dan - Kaki kanan tampak
sudah cukup kuat memindahkan tubuh bisa digerakkan
menggerakkan paha 4. Mengawasi latihan - Klien tampak
kanannya pergeseran kuadrisep sudah bisa
DO: dan gluteal mengangkat
- TTV (TD = 140/90 5. Memberikan badannya ke posisi
mmHg; N = 88 semangat dan duduk
x/menit; RR = 18 dukungan terhadap - Paha kanan klien
x/menit; Suhu = program latihan sudah mampu
370C) 6. Memotivasi klien menekan tangan
- Klien tampak untuk memberi perawat ke arah
melakukan sebagian beban seperti dua tempat tidur masih
aktivitas di tempat botol air mineral dengan kekuatan
tidur yang diikat oleh minimal tetapi
- Look: Paha kanan sarung di kaki kiri sudah ada
klien tampak dibalut (sesuai anjuran ahli kontraksi
elastic verband; fisioterapi) dan A:
posisi kaki abduksi menggerakkan kaki Masalah teratasi
diganjal bantal kiri sebagian:
- Feel : nyeri tekan (+) - Klien
memperlihatkan
kemandirian saat
pemindahan tubuh
- Klien tampak
nyaman dan santai
- Muka klien tidak
meringis dan
mengerutkan dahi
pada saat
melakukan
aktivitas
P:
- Evaluasi keluhan
nyeri
- Motivasi untuk
melakukan teknik
relaksasi
- Informasikan
kepada klien
mengenai
analgesik yang
diberikan
pergeseran
kuadrisep dan
gluteal
- Berikan semangat
dan dukungan
terhadap program
latihan
- Bantu dan awasi
mobilisasi dengan
walker
Selasa, Nyeri akut b.d trauma Mandiri S:
4 Juni jaringan dan spasme 1. Mengevaluasi - Klien mengatakan
2013 refleks otot sekunder keluhan nyeri nyeri sudah
akibat pembedahan 2. Memotivasi klien berkurang setelah
penggantian sendi untuk melakukan tarik nafas dalam
panggul total. teknik relaksasi nafas O:
dalam dan mengubah - Klien tampak
DS: posisi yang nyaman nyaman dan santai
- Klien mengatakan 3. Mengevaluasi setelah tarik nafas
nyeri pada panggul ketidaknyamanan dalam
kanan sudah dan keefektifan - Klien tidak tampak
berkurang teknik modifikasi gelisah
- Klien mengatakan nyeri - Klien tampak
skala nyeri yang melakukan tarik
dirasakan adalah 3 nafas dalam untuk
dari nilai maksimum mengurangi
10 nyerinya
DO: - Klien tampak
- Klien tidak tampak mampu
mengerutkan dahi saat mengangkat paha
bergerak kanannya
- Klien dapat A:
menggerakkan kaki Masalah teratasi
kanannya sebagian:
- TTV (TD = 150/90 - Skala nyeri
120/80 mmHg; N
= 100 x/menit; RR
= 18 x/menit; Suhu
= 360C)
- Klien tampak
berpindah dari
kursi roda ke
tempat tidur
dengan benar
- Paha kanan klien
sudah mampu
menekan tangan
perawat ke arah
tempat tidur
dengan maksimal
A:
Masalah teratasi
P:
- Intervensi
dihentikan
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
BUKU PANDUAN
PROGRAM PEMULIHAN
POST OPERASI
Pemilik : ___________________
Anda sebaiknya melakukan latihan berikut ini segera setelah operasi dengan tujuan
: membantu mencegah komplikasi pernapasan, mencegah bekuan darah pada kaki
Anda, dan meningkatkan peredarah darah.
Setelah Anda bangun dan mampu bergerak, tarik nafas dalam hingga 10 kali, lalu
diteruskan dengan batuk, latih setiap jam.
Gerakan kaki Anda ke atas, bawah, dan membuat lingkaran. Ulangi sampai 50 kali
setiap jam.
Kencangkan otot bokong Anda dan tahan sambil menghitung selama 5 detik. Ulangi
5 sampai 10 kali. Lakukan 3 sampai 4 kali setiap hari.
1) BERBARING
a) Duduk di pinggir tempat tidur dan mundur hingga kaki Anda ditopang tempat
tidur
b) Gunakan kedua tangan untuk menjaga keseimbangan Anda di tempat tidur
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total
c) Angkat dan ayunkan kedua kaki ke tempat tidur. Gunakan tangan dan kaki
Anda yang tidak dioperasi untuk mendorong badan Anda ke atas
1) DUDUK
2) BERDIRI
3) DUDUK KE KURSI
a) Rasakan adanya kursi atau tempat tidur oleh bagian belakang kaki Anda.
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total
b) Jangkau tangan kursi
c) Turunkan badan Anda dengan tetap mempertahankan kaki yang dioperasi
lurus ke depan dan topang berat badan Anda dengan kaki yang tidak
dioperasi.
d) DILARANG untuk menekuknya ke depan.
4) MENGGUNAKAN WALKER
Latihan ini dimulai ketika Anda dirawat di rumah sakit dan dilanjutkan setelah pulang
dari rumah sakit. Latihan di bawah in akan membantu Anda untuk memulihkan
gerakan normal dan kekuatan pada panggul dan menambah kesembuhan.
1) B. GERAKAN MAJU
4) ABDUKSI PANGGUL
5) MENGAKTIFKAN PERUT
Latihan ini hanya dimulai setelah Anda diijinkan untuk menahan berat badan
sepenuhnya pada kaki yang dioperasi. Lakukan 2-3 kali sehari.
10) BRIDGING
a) Usahakan untuk
seimbang pada kaki
yang dioperasi. Mulai
dengan menggunakan
topangan.
b) Latihan:
1. Tingkatkan waktu
Anda ketika latihan
keseimbangan
dengan menggunakan topangan. (misal: latih keseimbangan untuk 20-30
detik)
2. Berhati-hatilah untuk latihan keseimbangan tanpa menggunakan topangan.
3. Tingkatkan sedikit demi sedikit waktu Anda latihan keseimbangan pada
satu kaki ketika tidak menggunakan topangan.
PEDOMAN AKTIVITAS
6 Minggu 12 minggu
Tidak
(1,5 bulan) (3 bulan) DILARANG
Diperbolehkan
setelah operasi setelah operasi
Menyetir Bersepeda di luar Mengangkat beban Jogging atau
berat yang berlari
rumah
melibatkan kaki
Bersepeda tetapi Berkebun
tidak dijalankan di
luar (menetap)
Berbaring pada sisi Aktivitas seksual
panggul yang
dioperasi
Berbaring dengan Berenang dengan
gaya dada
bantal diantara
Menekuk panggul
kedua lutut
melebihi 900 untuk
memakai sepatu
atau kaus kaki
Menggunakan kursi
yang
ditinggikan/toilet
Thunder Bay Regional Health Sciences Centre. (2008). Total Hip Replacement-
exercise booklet-restricted weight bearing. North West Community Care
Access Centre, ST. Joseph’s Care Group. Mei 23, 2013. http://google.co.id
University College London Hospitals NHS Foundation Trust. (2011). Total hip
replacement surgery and your recovery programme: a guide for patients and
carers. UCLH Trauma & Orthopaedic Team. Mei 23, 2013. http://google.co.id
Royal Free Hampstead. (2009). Physiotherapy after total hip replacement. Mei,
2013. http://www.royalfree.nhs.uk
I. Biodata
1. TK Mutiara : 1995-1996
2. SDN Pangrango : 1996-2002
3. SMP Negeri 1 Cirebon : 2002-2005
4. SMA Negeri 1 Cirebon : 2005-2008
5. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia : 2008-2013