Anda di halaman 1dari 106

UNIVERSITAS INDONESIA

EDUKASI PENCEGAHAN DISLOKASI DAN


SUPERVISED IN-HOSPITAL EXERCISE PROGRAM
PADA KLIEN POST TOTAL HIP ARTHROPLASTY
DI RUANG BEDAH KELAS ANGGREK TENGAH KANAN
RSUP PERSAHABATAN

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

HERLIA YULIANTINI, S.Kep


0806333966

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JULI 2013

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


UNIVERSITAS INDONESIA

EDUKASI PENCEGAHAN DISLOKASI DAN


SUPERVISED IN-HOSPITAL EXERCISE PROGRAM
PADA KLIEN POST TOTAL HIP ARTHROPLASTY
DI RUANG BEDAH KELAS ANGGREK TENGAH KANAN
RSUP PERSAHABATAN

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners pada
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

HERLIA YULIANTINI, S.Kep


0806333966

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JULI 2013

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya ilmiah akhir Ners ini adalah hasil karya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Herlia Yuliantini, S.Kep

NPM : 0806333966

Tanda tangan :

Tanggal : 4 Juli 2012

ii

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


HALAMAN PENGESAHAN

Karya ilmiah ini diajukan oleh:


Nama : Herlia Yuliantini, S.Kep
NPM : 0806333966
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Judul : Edukasi Pencegahan Dislokasi dan Supervised In-Hospital
Exercise Program pada Klien Post Total Hip Arthroplasty
di Ruang Bedah Kelas Anggrek Tengah Kanan RSUP
Persahabatan

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners
(Profesi Keperawatan) pada Program Studi Profesi Ners Ilmu Keperawatan,
Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Efy Afifah, S.Kp., M.Kes ( )

NIP : 196805111993032002

Penguji : Ns. Nuraini, S.Kep ( )

NIP : 197909102001122001

Ditetapkan di : Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Tanggal : 04 Juli 2013

iii

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-
Nya, penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners ini dengan judul
“Edukasi Pencegahan Dislokasi dan Supervised In-Hospital Exercise Program
pada Klien Post Total Hip Arthroplasty di Ruang Bedah Kelas Anggrek
Tengah Kanan RSUP Persahabatan” ini tepat pada waktunya. Saya menyadari
bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya
untuk menyelesaikan karya ilmiah akhir ini. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih dan penghormatan kepada:
1. Ibu Dewi Irawaty, MA., PhD selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia (FIK UI);
2. Ibu Riri Maria, SKp., MANP, selaku koordinator mata ajar Karya Ilmiah
Akhir Ners;
3. Ibu Efy Afifah, S.Kp., M.Kes, selaku pembimbing dalam pembuatan karya
ilmiah akhir ini;
4. Ibu Ns. Nuraini, S.Kep, selaku pembimbing klinik dan penguji dalam
sidang karya ilmiah akhir ini yang telah memberikan banyak pelajaran,
pengalaman, dan masukan selama praktik profesi ners di RSUP
Persahabatan;
5. Teristimewa kepada Bapak Hery Fajari dan Ibu Siti Rukayah sebagai ayah
dan ibu tersayang, serta Safri Sholehuddin sebagai adik tercinta yang telah
memberikan dukungan secara penuh, baik dukungan moral, doa, dan
materi selama penulis menyusun karya ilmiah akhir ini;
6. Ibu Tuti Herawati, S.Kp., MN, selaku pembimbing dalam mata ajar
KKMP Kekhususan Peminatan KMB yang telah memberikan pemahaman
dan masukan terhadap aplikasi pemberian asuhan keperawatan pada klien
yang dikelola selama praktik;
7. Ibu Lestari Sukmarini, S.Kp., MN, selaku pembimbing akademik penulis;

iv

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


8. Bapak/Ibu dosen serta seluruh staf Fakultas Ilmu Keperawatan yang telah
banyak membantu penulis selama waktu praktik profesi ners;
9. Teman-teman OMOESTA yang selalu menyemangati satu sama lain yakni
Esti Giatrininggar, Fitri Mulyana, Kak Monika Rini P., Puspa Utami P.,
Mujiati Alifah W., dan terutama Nicky Anelia yang telah meluangkan
banyak waktu untuk berdiskusi dan mencari jurnal bersama penulis;
10. Kakak-kakak perawat ruang Bedah Kelas yakni Bu Ipah, Bu Rini, Ang
Dede, Kak Mita, Kak Ari, Kak Kiki, Kak Iko, Kak Sri, Kak Tika, Kak
Dwi, Kak Dian, Kak Aryatni dan Bang Holong yang telah berbagi ilmu,
pengalaman, dan mengajarkan banyak tindakan keperawatan selama
penulis melaksanakan praktik profesi ners di RSUP Persahabatan;
11. Teman-teman kost-an “Cum Laude” yakni Citra Amaliyah, Riana
Wulandari, Sri Astuti, Monica Utari Mariana, Nur Widyanti Nurdin yang
selalu memberikan semangat dan menjadi tempat berkeluh kesah;
12. Teman-teman FIK UI angkatan 2008…..PEDULI!
13. Teman-teman “4 DEWA” yakni Nopa Dwi M. (ITB), Ratih Kusuma H.
(UGM), dan Delly Ramadon (UI) yang saling menyemangati satu sama
lain walaupun tidak pernah bertatap muka secara langsung;
14. Serta pihak lain yang mungkin tidak sempat penulis uraikan satu persatu
tanpa mengurangi rasa terima kasih saya.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah akhir ini membawa manfaat
bagi pengembangan ilmu.
Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa penyusunan karya
ilmiah akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu penulis
mengharapkan beberapa kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
perbaikan karya ilmiah akhir ini ke depannya.
Depok, 4 Juli 2012
Penulis

HERLIA YULIANTINI, S.Kep


v

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini:
Nama : Herlia Yuliantini, S.Kep
NPM : 08066333966
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Fakultas : Ilmu Keperawatan
Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir Ners

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Edukasi Pencegahan Dislokasi dan Supervised In-Hospital Exercise Program


pada Klien Post Total Hip Arthroplasty
di Ruang Bedah Kelas Anggrek Tengah Kanan RSUP Persahabatan

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak bebas royalti
nonekslusif ini Universitas Indonesia bebas menyimpan, mengalihmedia/
formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
mempublikasikan karya ilmiah akhir saya selama tetap dicantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 4 Juli 2012
Yang Menyatakan

( Herlia Yuliantini, S.Kep )


vi

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


ABSTRAK

Nama : Herlia Yuliantini, S.Kep


Program Studi : Ilmu Keperawatan
Judul : Edukasi Pencegahan Dislokasi dan Supervised In-Hospital Exercise
Program pada Klien Post Total Hip Arthroplasty di Ruang Bedah
Anggrek Tengah Kanan RSUP Persahabatan

Masalah masyarakat perkotaan yakni perubahan gaya hidup terkait pola makan dan
aktivitas fisik berdampak pada obesitas yang mempengaruhi program rehabilitasi klien
post total hip arthroplasty. Obesitas menjadi salah satu faktor risiko terjadinya komplikasi
post total hip arthroplasty yang dapat menunda kemajuan pemulihan dan penyembuhan
klien. Komplikasi total hip arthroplasty berupa dislokasi dapat menyebabkan nekrosis
avaskular. Nekrosis avaskular stase lanjut hanya dapat ditangani melalui operasi total hip
arthroplasty. Prosedur total hip arthroplasty dapat menyebabkan kerusakan mobilitas fisik
pada klien. Penulisan ini bertujuan untuk menganalisis implementasi pemberian edukasi
pencegahan dislokasi dan latihan mobilisasi di rumah sakit pada klien post total hip
arthroplasty. Pemberian edukasi pencegahan dislokasi dan program latihan di rumah sakit
yang diawasi (supervised in-hospital exercise program) oleh perawat atau ahli fisioterapi
kepada klien dan keluarga sebagai bagian dari program rehabilitasi klien post total hip
arthroplasty menjadi upaya untuk meningkatkan kualitas hidup klien.

Kata kunci : dislokasi, nekrosis avaskular, obesitas, total hip arthroplasty


55 + xii halaman : 3 tabel
Daftar Pustaka : 19 (2000-2013)

vii Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


ABSTRACT

Name : Herlia Yuliantini, S.Kep


Study Program : Nursing Science
Title : Education of Preventing Dislocation and Supervised In-Hospital
Exercise Program on Client of Post Total Hip Arthroplasty in Bedah
Kelas Room Anggrek Tengah Kanan RSUP Persahabatan

Urban society problem which is changes in life style related to eating habits and physical
activity lead to obesity which influences rehabilitation program of client after total hip
arthroplasty surgery. Obesity is one of risk factors for post total hip arthroplasty
complication that could delay rehabilitation progress and recovery. Total hip arthroplasty
complication such as dislocation could cause avascular necrosis. Later stages of avascular
necrosis could only be handled by doing the total hip arthroplasty surgery. Total hip
arthroplasty surgery could cause impaired physical mobility in client. The aims of this
paper was to analyze the implementation of giving education for preventing dislocation
and mobilization exercise in hospital for client after total hip arthroplasty surgery. Giving
education of preventing dislocation and supervised in-hospital exercise program by
nurses or physiotherapists for client and family as part of rehabilitation program for client
after total hip arthroplasty surgery should be addressed to improve clients’ quality of life.

Keywords : avascular necrosis, dislocation , obesity, total hip arthroplasty


xii + 55 pages : 3 tables
Bibliography : 19 (2000-2013)

viii Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i


PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................ iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............... vi
ABSTRAK .................................................................................................. vii
DAFTAR ISI ............................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xii

BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................... 1


1.1. Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2. Perumusan Masalah ................................................................ 5
1.3. Tujuan Penulisan ..................................................................... 5
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................ 5
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................... 5
1.4. Manfaat Penelitian .................................................................. 6
1.4.1 Manfaat Aplikatif ........................................................... 6
1.4.2 Manfaat Teoritis ............................................................. 6
1.4.3 Manfaat Metodologis ..................................................... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 7


2.1 Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan ..................... 7
2.2 Obesitas ................................................................................... 8
2.3 Nekrosis Avaskular ................................................................. 9
2.4 Total Hip Arthroplasty ............................................................ 10
2.5 Mobilisasi ................................................................................ 11
2.5.1 Definisi ........................................................................... 11
2.5.2 Tujuan Mobilisasi .......................................................... 12
2.5.3 Jenis Mobilisasi .............................................................. 12
2.5.4 Mobilisasi pada Klien Post Pembedahan ....................... 13
2.5.5 Dampak Mobilisasi Post Pembedahan ........................... 13
2.6 Latiham Mobilisasi pada Klien Post Total Hip Arthroplasty
(THA) ...................................................................................... 14
2.6.1 Status Post THA ............................................................. 14
2.6.2 Latihan Segera Setelah Operasi (Immediate Postoperative
Exercise).......................................................................... 14
2.6.3 Tindakan Pencegahan Dislokasi (Hip Precautions) ....... 15
2.6.4 Latihan untuk Bergerak .................................................. 16
2.6.5 Latihan Setelah Operasi (Postoperative Exercises) ....... 17
2.6.6 Latihan dengan Tahanan pada Berat Badan Sepenuhnya
(Full Weight Bearing Exercises) .................................... 19

ix Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA .............................. 21
3.1 Pengkajian Keperawatan .......................................................... 21
3.1.1 Informasi Umum Klien .................................................. 21
3.1.2 Anamnesa ....................................................................... 21
3.1.3 Pemeriksaan Fisik .......................................................... 22
3.1.4 Pengkajian dengan Pendekatan Sistem Tubuh ............... 24
3.2 Pemeriksaan Penunjang .......................................................... 30
3.2.1 Pemeriksaan Laboratorium ............................................ 30
3.2.2 Pemeriksaan Diagnostik ................................................. 32
3.3 Pertimbangan Rencana Pulang ................................................ 32
3.4 Analisis Data ........................................................................... 32
3.5 Prioritas Diagnosis Keperawatan ............................................ 35
3.6 Laporan Intra Operasi ............................................................. 35
3.6.1 Pengkajian ...................................................................... 35
3.6.2 Diagnosis Keperawatan .................................................. 35
3.6.3 Tindakan Keperawatan .................................................. 36
3.7 Rencana Asuhan Keperawatan ................................................ 36
3.7.1 Intervensi Keperawatan .................................................. 36
3.7.2 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan ...................... 40

BAB 4 ANALISIS SITUASI .................................................................... 42


4.1 Profil Lahan Praktik ................................................................ 42
4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP
dan Konsep Kasus Terkait ...................................................... 42
4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian
Terkait ..................................................................................... 46
4.4 Alternatif Pemecahan yang Dapat Dilakukan ......................... 50

BAB 5 PENUTUP ..................................................................................... 52


5.1 Kesimpulan ............................................................................. 52
5.2 Saran ........................................................................................ 52

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

x Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Daftar Obat .................................................................................. 29

Tabel 3.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium ................................................. 30

Tabel 3.3 Analisis Data ................................................................................ 32

xi Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rencana Asuhan Keperawatan pada Klien Post THA

Lampiran 2 Catatan Perkembangan

Lampiran 3 Pemeriksaan Diagnostik

Lampiran 4 Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian


Panggul Total

Lampiran 5 Daftar Riwayat Hidup

xii Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


BAB 1
PENDAHULUAN

Pendahuluan diperlukan untuk memberikan gambaran awal mengenai penulisan


yang dilakukan. Adapun komponen yang akan diuraikan dalam bab ini meliputi
latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, dan manfaat penulisan. Bab
ini akan mempermudah penulis dalam melakukan penulisan secara sistematis.

1.1 Latar Belakang


Penggantian sendi panggul total (total hip arthroplasty atau THA) merupakan
operasi untuk menggantikan acetabulum dan kepala femur yang rusak dengan
implant buatan. THA ini dilakukan untuk menghentikan rasa sakit pada sendi
panggul klien agar klien mampu bergerak dengan lebih mudah. THA biasa
diindikasikan untuk mengatasi masalah panggul yang meliputi nekrosis avaskular,
dysplasia pada panggul, fraktur, oseteoatrhritis, osteonekrosis, dan rheumatoid
arthtritis. THA telah terbukti dapat mengurangi nyeri pada klien dan
meningkatkan fungsi serta kualitas hidup klien (Jill, J. dan Goldstein, W., 2003).
Lebih dari 168.000 prosedur THA telah dilakukan di Amerika setiap tahun. The
National Joint Registry for England and Wales juga melaporkan bahwa prosedur
THA telah mengalami peningkatan dari tahun 2006/2007 sebanyak 51.981 kasus
menjadi 77.608 kasus pada tahun 2008/2009 di Inggris dan Wales. Di Indonesia,
jumlah prosedur THA masih relatif kecil jika dibandingkan dengan jumlah
penggantian di negara-negara maju akibat tingginya harga dan kurangnya
pengetahuan klien (Jamari, dkk., 2012).

Komplikasi post operasi THA yang dapat menunda kemajuan pemulihan dan
penyembuhan klien lebih berisiko terjadi pada klien yang obesitas. Klien yang
obesitas terutama obesitas yang parah tidak diperbolehkan menjalani prosedur
THA akibat peningkatan risiko infeksi dan keterbatasan kemampuan mobilisasi.
Hal ini sejalan dengan penelitian Vincent, H.K., Weng, J. P., dan Vincent, K. R.
(2007) di Virginia yang menunjukkan bahwa indeks massa tubuh (IMT)
mempengaruhi efisiensi pengukuran kemandirian fungsi (functional independence

1 Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


2

measure), lamanya klien dirawat di rumah sakit (length of stay), dan biaya
perawatan. Selain itu, klien yang obesitas dapat mencapai peningkatan fisik tetapi
dalam efisiensi yang lebih rendah dan biaya yang lebih mahal. Penelitian Vincent
et al. (2012) juga menunjukkan bahwa klien yang telah menjalani prosedur THA
mengalami peningkatan kemampuan fungsional tetapi secara umum klien yang
mengalami obesitas tidak mencapai level yang sama terkait fungsi fisik pada
waktu follow-up yang telah ditentukan.

Obesitas memang telah menjadi permasalahan kesehatan yang mendunia. Saat ini,
1,6 miliar orang dewasa di seluruh dunia mengalami berat badan berlebih
(overweight), dan sekurang-kurangnya 400 juta diantaranya mengalami obesitas.
Pada tahun 2015, 2,3 miliar orang dewasa akan mengalami overweight dan 700
juta di antaranya obesitas (Depkes, 2009). Di Indonesia, data Riskesdas (2010)
menyebutkan bahwa 27,7 juta jiwa penduduk Indonesia yang berusia di atas 18
tahun mengalami obesitas.

Angka kejadian obesitas tersebut memperlihatkan perubahan yang sangat besar


pada masyarakat dan pola tingkah laku masyarakat selama lebih dari sepuluh
tahun. Hal ini dapat disebabkan oleh interaksi antara faktor genetik dan faktor
lingkungan yang meliputi gaya hidup, perilaku makan dan aktivitas fisik, Faktor
genetik menjadi komponen penting yang menentukan kerentanan untuk
mengalami peningkatan berat badan, sedangkan keseimbangan energi ditentukan
oleh gaya hidup seperti asupan kalori dan aktivitas fisik.

Perubahan gaya hidup masyarakat seperti pola makan dan aktivitas fisik akibat
perkembangan status sosial ekonomi masyarakat perkotaan berkontribusi dalam
meningkatkan jumlah orang dewasa yang mengalami overweight dan obesitas.
Peningkatan pendapatan dan populasi yang menjadi lebih kekota-kotaan
mengakibatkan masyarakat lebih memilih menu diet dengan tinggi kalori,
mengandalkan makanan cepat saji dan makan di luar rumah, kebiasaan meminum
minuman berkalori tinggi secara berlebihan serta melakukan sedentary lifestyle.
Pada waktu yang sama, pekerjaan dan konstruksi lingkungan sekitar yang kurang

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


3

mendukung aktivitas fisik menjadi lebih sedikit. Hal tersebut juga diperburuk oleh
meningkatnya penggunaan transportasi otomatis, teknologi di rumah, dan
pengisian waktu luang secara pasif.

Selama angka kejadian obesitas terus meningkat dan prosedur THA banyak
dilakukan secara progresif pada klien muda atau klien yang obesitas, sasaran
kemampuan jangka panjang merupakan hal yang sangat penting (Vincent, et al.,
2012). Sasaran kemampuan tersebut meliputi pemeliharaan kemandirian dengan
aktivitas penahanan beban (load bearing activites) pada kehidupan sehari-hari,
mobilitas secara mandiri, dan pergerakan tubuh untuk jangka waktu yang lama.
Vincent et al. (2012) menyebutkan bahwa klien yang obesitas yang telah
menjalani prosedur THA berisiko untuk mengalami kegagalan kualitas hidup
untuk waktu yang lama dibandingkan dengan klien yang tidak obesitas. Sebagai
contoh, 35% klien yang telah menjalani prosedur THA mengalami pembatasan
aktivitas pada tahun kelima. Obesitas secara signifikan dapat memprediksikan
ketergantungan klien post operasi THA pada alat bantu jalan dan berhubungan
dengan hasil follow-up yang rendah.

Klien post operasi THA baik yang obesitas maupun yang tidak obesitas akan
memiliki gangguan dan keterbatasan dalam melakukan mobilisasi. Keterbatasan
tersebut berupa rasa nyeri, kelemahan otot abduktor pada panggul, kontraktur
pada sendi panggul dan gangguan cara berjalan akibat kemelamahan otot fleksor
dan ekstensor pada panggul. (Unlu, E. et al., 2007). Hal ini didukung oleh
penelitian Okoro, T. et al. (2013) yang menyebutkan bahwa imobilisasi akibat
pembedahan dan perawatan di rumah sakit dapat menyebabkan kemunduran lebih
lanjut pada massa, kekuatan, dan fungsi otot. Departement of Rehabilitation
Services Brigham and Women’s Hospital menjelaskan bahwa pada hari pertama
setelah operasi THA, klien akan mengalami penurunan kemandirian dalam
mobilisasi di tempat tidur, pemindahan tubuh, ambulasi, aktivitas fungsional,
aktivitas dasar harian dan kualitas hidup. Oleh sebab itu, selama perawatan akut di
rumah sakit, klien perlu diberikan pemahaman dan latihan mengenai tindakan

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


4

pencegahan dislokasi pada panggul, mobilisasi di tempat tidur, pemindahan tubuh,


dan ambulasi.

Latihan merupakan bagian penting dari program preventif dan rehabilitatif untuk
memperbaiki kerusakan fisik akibat dari prosedur pembedahan arthroplasty
(THA) pada panggul (Unlu, E. et al., 2007). Kecepatan berjalan, irama, dan
kekuatan otot merupakan hal yang penting terkait keterbatasan pada klien yang
telah menjalani prosedur THA. Program latihan dibutuhkan untuk meningkatkan
performa fungsional pada klien post operasi THA. Trudelle-Jackson et al. (2002)
menekankan mengenai pentingnya program rehabilitasi pada fase lanjut setelah
prosedur THA dan menyarankan tentang latihan weight-bearing dan stabilitas
postural (Unlu, E. et al., 2007).

Prosedur THA juga dilakukan di RSUP Persahabatan sebagai rumah sakit yang
mengedepankan pelayanan prima kepada klien. Ruang Bedah Kelas Anggrek
Tengah Kanan merupakan tempat perawatan klien pre operasi dan post operasi
THA. Selama mahasiswa melakukan praktek profesi mata ajar Keperawatan
Kesehatan Masyarakat Perkotaan dan Manajemen selama tujuh minggu di ruang
perawatan tersebut, mahasiswa menemukan masalah kurang optimalnya
pengawasan fisioterapis dan perawat terhadap aktivitas klien post operasi THA.
Hal ini dapat mempengaruhi terjadinya komplikasi post operasi THA seperti
dislokasi ataupun kerusakan mobilisasi.

Berdasarkan pada alasan tersebut, laporan akhir praktek profesi program ners ini
akan memaparkan hasil implementasi dari asuhan keperawatan yang menekankan
pada peningkatan kemampuan mobilisasi klien yang telah diberikan kepada klien
post operasi THA di ruang Bedah Kelas Anggrek Tengah Kanan RSUP
Persahabatan, Jakarta Timur. Selain itu, laporan ini juga akan membahas
keterkaitan antara prosedur THA dengan konsep keperawatan kesehatan
masyarakat perkotaan.

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


5

1.2 Perumusan Masalah


Penggantian sendi panggul total (total hip arthroplasty atau THA) merupakan
operasi yang telah dilakukan di berbagai negara termasuk Indonesia untuk
mengatasi masalah panggul yang meliputi nekrosis avaskular, dysplasia pada
panggul, fraktur, oseteoatrhritis, osteonekrosis, dan rheumatoid arthtritis.
Komplikasi post operasi THA yang dapat menunda kemajuan pemulihan dan
penyembuhan klien lebih berisiko terjadi pada klien yang obesitas. Pada dasarnya,
klien post operasi THA baik yang obesitas maupun yang tidak obesitas akan
memiliki gangguan dan keterbatasan dalam melakukan mobilisasi. Masalah
kurang optimalnya pengawasan fisioterapis dan perawat terhadap aktivitas klien
post operasi THA dapat mempengaruhi terjadinya komplikasi post operasi THA
seperti dislokasi ataupun kerusakan mobilisasi. Berdasarkan pada latar belakang
yang telah dijelaskan sebelumnya, penulis akan membahas asuhan keperawatan
pada klien post THA.

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan karya ilmiah ini adalah menyajikan pemaparan
asuhan keperawatan pada klien post THA di ruang Bedah Kelas Anggrek Tengah
Kanan RSUP Persahabatan, Jakarta Timur.

1.3.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus dari penulisan karya ilmiah ini, yaitu:
a. Menganalisis kasus klien post THA di ruang Bedah Kelas Anggrek Tengah
Kanan RSUP Persahabatan, Jakarta Timur sesuai dengan konsep
keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan terkait
b. Menganalisis kasus klien post THA di ruang Bedah Kelas Anggrek Tengah
Kanan RSUP Persahabatan, Jakarta Timur sesuai dengan konsep kasus
terkait
c. Menganalisis salah satu aplikasi asuhan keperawatan yang diberikan pada
klien post THA di ruang Bedah Kelas Anggrek Tengah Kanan RSUP
Persahabatan, Jakarta Timur sesuai dengan konsep tdan penelitian terkait

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


6

d. Memberikan alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan pada kasus


klien post THA di ruang Bedah Kelas Anggrek Tengah Kanan RSUP
Persahabatan, Jakarta Timur

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat penulisan karya ilmiah ini antara lain:
1.4.1 Manfaat Aplikatif
Hasil pemaparan ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat
bagi banyak pihak seperti pemberi pelayanan kesehatan, keluarga, dan
masyarakat. Bagi pemberi pelayanan kesehatan, pemaparan ini dapat menjadi
acuan untuk lebih memperhatikan dan meningkatkan kualitas asuhan keperawatan
yang diberikan pada klien post THA terutama dalam hal pencegahan dislokasi
post THA dan pemulihan fungsi mobilisasi klien tersebut. Hasil pemaparan ini
juga memberi wacana bagi keluarga dan masyarakat tentang program rehabillitasi
pada klien post THA sehingga keluarga dan masyarakat diharapkan mampu
menjadi sistem pendukung yang aktif dalam pencegahan dislokasi post THA dan
pemulihan fungsi mobilisasi pada klien tersebut.

1.4.2 Manfaat Teoritis


Hasil pemaparan ini diharapkan dapat menjadi data atau masukan bagi institusi
pendidikan untuk lebih memperhatikan pengajaran terkait aplikasi pemberian
asuhan keperawatan yang diberikan pada klien post THA terutama dalam hal
pencegahan dislokasi post THA dan pemulihan fungsi mobilisasi klien tersebut.
Hasil pemaparan ini juga diharapkan dapat mengarahkan institusi pendidikan
untuk mengembangkan bahan pengembangan pengetahuan dalam keilmuan
keperawatan medikal bedah mengenai program rehabilitasi pada klien post THA.

1.4.3 Manfaat Metodologis


Hasil pemaparan ini dapat digunakan sebagai rujukan data dasar bagi
pengembangan pengetahuan dan pengalaman dalam bidang penelitian
keperawatan mengenai program rehabilitasi yang bertujuan untuk mencegah
dislokasi post THA dan memulihkan fungsi mobilisasi pada klien post THA.

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka diperlukan untuk mendukung permasalahan yang diungkapkan


dalam karya ilmiah. Adapun teori dan konsep yang akan diuraikan dalam bab ini
meliputi keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan, obesitas, nekrosis
avaskular, total hip arthroplasty, mobilisasi, dan latihan mobilisasi pada klien post
THA.

2.1 Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan


Perawatan kesehatan masyarakat adalah suatu upaya pelayanan keperawatan yang
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh
perawat dengan mengikutsertakan tim kesehatan lain dan masyarakat untuk
memperoleh tingkat kesehatan yang lebih tinggi dari individu, keluarga dan
masyarakat (Depkes RI, 1996). Ruang lingkup praktik keperawatan masyarakat
meliputi: upaya-upaya peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan (preventif),
pemeliharaan kesehatan dan pengobatan (kuratif), pemulihan kesehatan
(rehabilitatif) dan mengembalikan serta memfungsikan kembali baik individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat ke lingkungan sosial dan masyarakatnya
(resosialisasi). Kegiatan praktik keperawatan masyarakat yang dilakukan perawat
mempunyai lahan yang luas dan tetap menyesuaikan dengan tingkat pelayanan
kesehatan wilayah kerja perawat.

Salah satu ruang lingkup perawatan kesehatan masyarakat adalah masyarakat


perkotaan. Masyarakat perkotaan merupakan komunitas yang tinggal di daerah
perkotaan dengan semua keadaan dan kondisi yang ada di lingkungan kota.
Keperawatan masyarakat perkotaan memiliki 8 karakteristik dan merupakan hal
yang penting dalam melakukan praktik (Allender, 2001) yaitu: merupakan lahan
keperawatan, merupakan kombinasi antara keperawatan publik dan keperawatan
klinik, berfokus pada populasi, menekankan terhadap pencegahan akan penyakit
serta adanya promosi kesehatan dan kesejahteraan diri, mempromosikan tanggung

7 Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


8

jawab klien dan self care, menggunakan pengesahan/pengukuran dan analisa,


menggunakan prinsip teori organisasi, dan melibatkan kolaborasi interprofesional.

2.2 Obesitas
Masalah kesehatan masyarakat perkotaan tidak terlepas dari gaya hidup
masyarakat perkotaan. Perubahan gaya hidup masyarakat seperti pola makan dan
aktivitas fisik akibat perkembangan status sosial ekonomi masyarakat perkotaan
berkontribusi dalam meningkatkan jumlah orang dewasa yang mengalami
overweight dan obesitas. Peningkatan pendapatan dan populasi yang menjadi
lebih kekota-kotaan mengakibatkan masyarakat lebih memilih menu diet dengan
tinggi kalori, mengandalkan makanan cepat saji dan makan di luar rumah,
kebiasaan meminum minuman berkalori tinggi secara berlebihan serta melakukan
sedentary lifestyle. Pada waktu yang sama, pekerjaan dan konstruksi lingkungan
sekitar yang kurang mendukung aktivitas fisik menjadi lebih sedikit. Hal tersebut
juga diperburuk oleh meningkatnya penggunaan transportasi otomatis, teknologi
di rumah, dan pengisian waktu luang secara pasif.

Obesitas dan overweight adalah istilah yang sering digunakan untuk menyatakan
adanya masalah kelebihan berat badan. Obesitas merupakan suatu kelainan yang
ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan. Overweight
adalah kelebihan berat berat badan ideal yang dapat disebabkan oleh penimbunan
jaringan lemak atau nonlemak. Misalnya, pada seorang atlet binaragawan,
kelebihan berat badan dapat disebabkan karena hipertrofi jaringan otot.

Prevalensi overweight dan obesitas biasanya dikaji dengan menggunakan indeks


massa tubuh (IMT). IMT didefinisikan sebagai kilogram berat badan dibagi
dengan kuadrat tinggi badan dalam meter. Jika IMT lebih dari 25 kg/mm2,
seseorang dikatakan overweight dan jika IMT lebih dari 30 kg/mm2, seseorang
dikatakan obesitas.

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


9

2.3 Nekrosis Avaskular


Nekrosis avaskular merupakan kondisi yang dihasilkan dari suplai darah yang
kurang ke area tulang tertentu yang menyebabkan kematian tulang (Marx, J. A. et
al., 2002). Kondisi ini dapat terjadi akibat trauma dan kerusakan pada pembuluh
darah yang menyuplai oksigen pada tulang. Penyebab lain yakni karena obstruksi
(embolisme) udara atau lemak yang memblok aliran darah melalui pembuluh
darah, hypercoagulable state, dan inflamasi dinding pembuluh darah (vaskulitis).

Nekrosis avaskular kaput femur merupakan komplikasi lanjut dari dislokasi sendi
panggul. Kaput femur adalah tempat yang paling sering mengalami nekrosis
avaskular terutama karena pasokan darahnya yang khas yang membuatnya mudah
mengalami iskemia karena terputusnya arteri.

Perkembangan nekrosis avaskular awalnya asimptomatik lalu berkembang seiring


dengan waktu, hal ini harus dideteksi hingga 3 tahun sesudah trauma. Nyeri
merupakan keluhan utama dan keluhan lainnya berupa jalan pincang, paha
mengecil/otot atrofi, tungkai dapat memendek 1-2 cm, dan gerakan terbatas
terutama abduksi dan rotasi internal pada panggul (Moesbar, N., 2006). Jill, J. B.
dan Goldstein, W.M. (2003) juga mengatakan bahwa klien dengan masalah
panggul seperti nekrosis avaskular akan mengalami perubahan gaya berjalan dan
memperlihatkan ketidakmampuan dalam aktivitas harian seperti menggunakan
kaos kaki atau sepatu dan menyilangkan kaki.

Pemeriksaan dengan sinar X-polos, pada stadium dini tidak menampakkan


kelainan. Hal seperti ini dapat dideteksi dengan pemeriksaan scintigrafi atau MRI.
Ficat dan Arlet membagi nekrosis avaskular menjadi 4 stadium yakni: stadium 1:
tidak atau sedikit nyeri, gambaran radiologis normal; stadium 2: ada tanda-tanda
radiologis dini, tetapi kaput femoris secara struktural utuh; stadium 3:
meningkatnya distorsi kaput femoris atau fragmentasi; dan stadium 4: hancurnya
permukaan sendi, terdapat osteoarthritis sekunder (Moesbar, N., 2006).

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


10

Penanganan pada nekrosis avascular tergantung pada tingkat kondisi diagnosis


dan bagian sendi yang terlibat. Nekrosis avascular awal (sebelum tampak
perubahan pada X-Ray) diatasi dengan prosedur bedah core decompression yakni
membuang inti tulang dari area yang terkena dan pada beberapa kasus dilakukan
pencangkokan tulang baru pada area tersebut. Nekrosis avaskular stase lanjut
(ketika perubahan pada X-Ray telah terjadi) menghasilkan kerusakan tulang dan
sendi yang serius sehingga membutuhkan arthroplasty atau pembedahan
penggantian sendi.

2.4 Total Hip Arthroplasty


Total hip arthroplasty (THA) adalah operasi untuk menggantikan acetabulum dan
kepala femur yang rusak dengan implan buatan. Proses pembedahannya
(Department of Rehabilitation Services The Brigham and Women’s Hospital,
2010) adalah kepala femur yang rusak dibuang, kemudian acetabulum
dipersiapkan dengan membersihkan dan melebarkan acetabulum menggunakan
peluas lubang berbentuk sirkular sehingga ukuran bertambah luas secara
berangsur-angsur. Batok (cup) acetabulum yang baru akan ditanam dengan aman
di dalam rongga hemispherical yang sudah dipersiapkan. Bagian dalam implan
plastik ditempatkan di dalam batok besi dan difiksasi ke dalam bagian tersebut.
Kemudian, femur dipersiapkan untuk penanaman batang femur. Bagian pusat
yang cekung pada tulang femur dibersihkan dan dilebarkan untuk membuat
lubang yang cocok dengan bentuk implan batang. Bagian puncak akhir dari femur
dihaluskan sehingga batang (stem) dapat disisipkan sama rata dengan permukaan
tulang. Apabila bola merupakan bagian yang terpisah, ukuran yang pas akan
dipilih. Lalu bola dimasukkan ke dalam batok acetabulum (buatan) sehingga sendi
menjadi lurus dan insisi ditutup.

Penyakit atau kondisi yang dapat menyebabkan masalah pada panggul meliputi
nekrosis avaskular, dysplasia pada panggul, fraktur, oseteoatrhritis, osteonekrosis,
dan rheumatoid arthtritis (Jill, J.B. dan Goldstein, W.M., 2003). Ketika kondisi
tersebut menyebabkan nyeri berat dan kehilangan fungsi dan pergerakan, prosedur
THA sangat perlu dilakukan. Klien biasanya mengeluh pada bagian atas paha,

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


11

paha, dan lutut. Klien akan mengalami perubahan gaya berjalan dan
memperlihatkan ketidakmampuan dalam aktivitas harian seperti menggunakan
kaos kaki atau sepatu dan menyilangkan kaki (Jill, J. B. dan Goldstein, W. M.,
2003).

Adapun komplikasi post THA meliputi kekurangan darah, deep vein thrombosis
(DVT), embolisme paru, perdarahan sendi yang berlebihan, hematoma, infeksi
sendi, dislokasi sendi, dan cedera saraf skiatik. Komplikasi lanjut prosedur ini
antara lain nekrosis kulit, pengeluaran drainase yang menetap pada sendi,
pembentukan hematoma yang lebar, komplikasi penyembuhan luka seperti
bengkak, nyeri, dan kemerahan pada sendi, dislokasi, dan heterotrophic
ossification (pertumbuhan tulang esktra yang menyebabkan kekakuan).

2.5 Mobilisasi
Mobilisasi merupakan hal yang vital bagi kesehatan total seseorang. Dalam
mempertahankan mobilisasi fisik secara optimal maka sistem saraf, otot, dan
skeletal harus tetap utuh dan berfungsi baik. Pada subbab ini, penulis akan
menguraikan tentang definisi, tujuan mobilisasi, jenis mobilisasi, mobilisasi pada
klien post pembedahan, dampak mobilisasi post pembedahan, dan latihan
mobilisasi pada klien post total hip arthroplasty (THA).

2.5.1 Definisi
Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah,
teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup sehat, dan penting untuk
kemandirian (Barbara, 2006 dalam Sebo, M., 2011). Sebaliknya menurut Susan J.
Garrison (2004) keadaan imobilisasi adalah suatu pembatasan gerak atau
keterbatasan fisik dari anggota badan dan tubuh itu sendiri dalam berputar, duduk
dan berjalan, hal ini salah satunya disebabkan oleh berada pada posisi tetap
dengan gravitasi berkurang seperti saat duduk atau berbaring (Sebo, M., 2011).

Mobilisasi secara tahap demi tahap sangat berguna untuk meningkatkan


kesehatan, kesejahteraan, dan kualitas hidup klien. Secara psikologis mobilisasi

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


12

akan memberikan kepercayaan pada klien bahwa dirinya mulai merasa sembuh.
Perubahan gerakan dan posisi ini harus dijelaskan kepada klien atau keluarga yang
menunggui sehingga klien dan keluarga akan dapat mengetahui manfaat
mobilisasi dan berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan mobilisasi (Barbara, 2006
dalam Sebo, M., 2011).

2.5.2 Tujuan Mobilisasi


Potter dan Perry (2005) menyebutkan bahwa mobilisasi mempunyai banyak
tujuan seperti mengekspresikan emosi dengan gerakan nonverbal, pertahanan diri,
pemenuhan kebutuhan dasar, aktivitas hidup sehari-hari, dan kegiatan rekreasi.
Adapun menurut Susan J. Garrison (2004), tujuan mobilisasi antara lain:
mempertahankan fungsi tubuh, memperlancar peredaran darah sehingga
mempercepat penyembuhan luka, membantu pernafasan menjadi lebih baik,
mempertahankan tonus otot, memperlancar eliminasi alvi dan urin,
mengembalikan aktivitas tertentu sehingga klien dapat kembali normal dan dapat
memenuhi kebutuhan gerak harian, dan memberi kesempatan perawat dan klien
untuk berinteraksi atau berkomunikasi (Sebo, M., 2011).

2.5.3 Jenis Mobilisasi


Adapun jenis-jenis mobilisasi antara lain (Sebo, M., 2011):
a. Mobilisasi penuh
Mobilisasi penuh menekankan pada saraf motorik dan sensorik untuk
mengontrol seluruh area tubuh. Mobilisasi penuh mempunyai banyak
keuntungan bagi kesehatan, baik fisiologis maupun psikologis bagi klien
untuk memenuhi kebutuhan dan keselamatan secara bebas, mempertahankan
interaksi sosial dan peran dalam kehidupan sehari-hari.
b. Mobilisasi sebagian
Klien yang mengalami mobilisasi sebagian umumnya mempunyai gangguan
saraf sensorik maupun motorik pada area tubuh. Mobilisasi sebagian dapat
dibedakan menjadi:
1) mobilisasi temporer yang disebabkan oleh trauma reversible pada sistem
musculoskeletal seperti dislokasi sendi dan tulang

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


13

2) mobilisasi permanen biasanya disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang


reversible (Susan J, Garrison, 2004 dalam Sebo, M., 2011)

2.5.4 Mobilisasi pada Klien Post Pembedahan


Mobilisasi post pembedahan yaitu proses aktivitas yang dilakukan pasca
pembedahan dimulai dari latihan ringan di atas tempat tidur (latihan pernafasan,
latihan batuk efektif, dan menggerakkan tungkai) sampai dengan klien bisa turun
dari tempat tidur, berjalan ke kamar mandi dan berjalan ke luar kamar (Brunner &
Suddarth, 2002 dalam Sebo, M., 2011). Selama 24 sampai 48 jam pertama,
perhatian ditujukan pada pemberian pereda nyeri dan pencegahan komplikasi.
Latihan menarik nafas dalam, batuk, dan fleksi kaki atau tangan harus didorong
untuk dilakukan setiap jam (Brunner & Suddarth, 2002 dalam Sebo, M., 2011).

2.5.5 Dampak Mobilisasi Post Pembedahan


Dampak mobilisasi post operasi antara lain (Sebo, M., 2011):
a. Peningkatan kecepatan dan kedalaman pernafasan
Hal ini dapat mencegah atelektasis dan pneumonia hipostasis serta
meningkatkan kesadaran mental dampak dari peningkatan okseigen ke otak
b. Peningkatan sirkulasi
Hal ini dapat meningkatkan asupan nutrisi untuk penyembuhan daerah luka,
mencegah trombophlebitis, meningkatkan kelancaran fungsi ginjal, dan
mengurangi rasa nyeri
c. Peningkatkan berkemih untuk mencegah retansi urin
d. Peningkatan metabolism
Hal ini untuk mencegah berkurangnya tonus otot dan mengembalikan
keseimbangan nitrogen
e. Peningkatan peristaltik
Hal ini untuk mempermudah terjadinya flatus, mencegah distensi abdominal
dan nyeri akibat gas, mencegah konstipasi, dan mencegah ileus paralitik.

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


14

2.6 Latihan Mobilisasi pada Klien Post Total Hip Arthroplasty (THA)
Latihan mobilisasi akan meningkatkan kekuatan dan fungsi otot yang akan
memperbaiki mobilisasi klien. Pada subbab ini, penulis akan menguraikan tentang
status post THA, latihan segera setelah operasi, tindakan pencegahan dislokasi,
latihan untuk bergerak, latihan setelah operasi, dan latihan dengan tahanan pada
berat badan sepenuhnya.

2.6.1 Status Post THA


Setelah pembedahan, klien akan mulai berjalan dengan jarak yang pendek di suatu
ruangan dan melakukan ativitas ringan dengan bantuan sehingga penting diketahui
mengenai “weght bearing status” ketika akan klien mulai berjalan. Thunder Bay
Regional Health Sciences Centre (2008) menyebutkan bahwa weight bearing
status meliputi:
a. Non weight bearing
Kaki klien yang dioperasi tidak boleh menginjak lantai ketika berjalan.
b. Touch weight bearing
Kaki klien yang dioperasi boleh menyentuh lantai, tetapi hampir semua berat
badan ditopang oleh tangan dengan bantuan walker atau kruk.
c. Partial weight bearing
Klien boleh menopang beberapa persen dari berat badannya sesuai instruksi
dokter atau fisioterapis pada kaki yang dioperasi.
d. Weight beraing as tolerated
Klien boleh berdiri dengan berat badan yang sama rata pada kaki baik yang
dioperasi ataupun tidak. Klien diperbolehkan untuk menopang berat badan
sesuai dengan tingkat kenyamanan yang dirasakan.

2.6.2 Latihan Segera Setelah Operasi (Immediate Postoperative Exercise)


Latihan berikut ini perlu dilakukan segera setelah operasi dengan tujuan
membantu mencegah komplikasi pernapasan, mencegah bekuan darah pada kaki
klien, dan meningkatkan peredarah darah. Adapun bentuk latihannya antara lain:
a. Nafas dalam dan latihan batuk

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


15

Setelah klien bangun dan mampu bergerak, anjurkan klien untuk menarik
nafas dalam hingga 10 kali, lalu diteruskan dengan batuk. Latihan ini perlu
dilakukan setiap jam. AAOS (2000) menyebutkan bahwa latihan nafas dalam
akan membantu mencegah akumulasi sekret di dalam paru yang berdampak
pada infeksi paru (Temple, J., 2004).
b. Gerakan memompa pada pergelangan kaki
Klien dianjurkan untuk menggerakkan kaki ke atas, bawah, dan membuat
lingkaran (rotasi tumit). Latihan ini perlu diulangi sampai 50 kali setiap jam.
AAOS (2000) menyebutkan bahwa rotasi tumit dan fleksi tumit akan
membantu mencegah pembendungan darah pada pembuluh vena di betis yang
berdampak pada deep vein thrombosis (Temple, J., 2004).
c. Kontraksi pada bokong
Klien dianjurkan untuk mengencangkan otot bokong dan menahannya sambil
menghitung selama 5 detik. Latihan ini perlu diulangi 5 sampai 10 kali dan
diakukan 3 sampai 4 kali setiap hari.
d. Penguatan Quadrisep Statis
Klien dianjurkan untuk mengencangkan otot pada bagian depan paha yang
dioperasi dengan cara menekan lutut ke arah tempat tidur. Latihan ini dapat
dilakukan sambil berbaring atau duduk di tempat tidur. AAOS (2000)
menyebutkan bahwa latihan quadriceps yang melibatkan pengencangan pada
otot paha dan dorongan pada tungkai ke arah belakang di tempat tidur akan
membantu menstabilkan tungkai (Temple, J., 2004).

2.6.3 Tindakan Pencegahan Dislokasi (Hip Precautions)


Tindakan pencegahan ini bertujuan untuk mengurangi risiko dislokasi (lepasnya
sendi). Tindakan ini harus dilakukan setiap waktu selama 6-8 minggu setelah
operasi (1,5-2 bulan). Saat melakukan kontrol, klien akan diberitahu apakah harus
melanjutkan tindakan ini atau tidak. Adapun tindakan pencegahan dislokasi antara
lain klien tidak diperbolehkan untuk menekuk panggul melebihi 900,
menyilangkan kaki, dan memutar pinggang.

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


16

2.6.4 Latihan untuk Bergerak


Latihan untuk belajar bergerak adalah sebagai berikut.
a. Berbaring
Ketika berbaring pada salah satu sisi tubuh, klien dianjurkan untuk meletakkan
bantal di antara kaki klien terlebih dahulu. Hal ini perlu dilakukan selama 6
minggu (1,5 bulan) pertama setelah operasi.
b. Turun dari tempat tidur
Klien diinstruksikan untuk menurunkan kaki yang dioperasi ke pinggir tempat
tidur, kemudian dianjurkan untuk menurunkan kaki yang tidak dioperasi ke
pinggir tempat tidur, dan klien diminta mendorong dengan tangan untuk
berdiri perlahan.
c. Naik ke tempat tidur
Klien diinstruksikan untuk duduk di pinggir tempat tidur dan mundur hingga
kaki klien ditopang tempat tidur, dengan menggunakan kedua tangan untuk
menjaga keseimbangan klien di tempat tidur, anjurkan klien untuk
mengangkat dan mengayunkan kedua kaki ke tempat tidur. Klien dianjurkan
untuk menggunakan tangan dan kaki yang tidak dioperasi untuk mendorong
badan klien ke atas.
d. Latihan duduk
Klien diminta untuk duduk dengan tegap pada kursi yang dilengkapi dengan
sandaran dan pegangan tangan. Klien dianjurkan untuk duduk pada kursi yang
lebih tinggi dari tinggi lutut. Klien tidak diperbolehkan duduk pada kursi yang
lembut seperti sofa, kursi tanpa sandaran, kursi goyang, atau kursi di angkot.
e. Latihan berdiri
Klien diminta untuk memindahkan bokong pada pinggiran kursi sehingga kaki
menapak di lantai. Klien dianjurkan untuk menekuk kaki yang tidak dioperasi
untuk menopang berat badan. Klien diinstruksikan untuk menjaga kaki yang
dioperasi tetap lurus di depan dan tidak diperbolehkan untuk menekuknya ke
depan. Klien diminta mendorong badan dan menopang berat badannya dengan
kaki yang tidak dioperasi dengan tangan klien menekan tangan kursi.

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


17

f. Duduk ke kursi
Klien diminta untuk merasakan adanya kursi atau tempat tidur oleh bagian
belakang kaki klien. Klien dianjurkan untuk menjangkau tangan kursi dan
menurunkan badan dengan tetap mempertahankan kaki yang dioperasi lurus
ke depan dan menopang berat badan dengan kaki yang tidak dioperasi. Kaki
yang dioperasi tidak diperbolehkan untuk ditekuk ke depan.
g. Menggunakan walker
Klien diminta berdiri yang tegak dan melihat ke depan ketika berjalan,
kemudian klien dilatih untuk menggerakkan walker ke arah depan terlebih
dahulu, diikuti dengan kaki yang dioperasi. Lalu klien diminta untuk
menggerakkan kaki yang tidak dioperasi ke arah depan. Klien diintruksikan
untuk menopang berat badan pada walker untuk menghindari penopangan
berat badan pada kaki yang dioperasi ketika melangkah ke depan.

2.6.5 Latihan Setelah Operasi (Postoperative Exercises)


Latihan ini dimulai ketika klien dirawat di rumah sakit dan dilanjutkan setelah
pulang dari rumah sakit. Latihan ini akan membantu klien untuk memulihkan
gerakan normal dan kekuatan pada panggul dan menambah kesembuhan. Latihan
ini perlu dilakukan 2-3 kali sehari.
a. Menekuk panggul dan lutut (Hip and Knee Bending)
Klien diminta berbaring dengan kepala yang agak tinggi sedikit, kemudian
anjurkan klien untuk melilitkan handuk di bawah kaki yang dioperasi. Klien
diinstruksikan untuk menarik handuk lalu mendorong tumit ke arah bokong.
Klien dianjurkan untuk mertahankan tumit tetap pada tempat tidur dan tidak
diperbolehkan untuk mendorong tumit sampai panggul tertekuk melebihi 900.
Gerakan maju (Progression)
Klien diminta berbaring dengan kepala yang agak tinggi sedikit, kemudian
anjurkan klien untuk mendorong tumit ke arah bokong. Klien diminta untuk
mempertahankan tumit tetap pada tempat tidur dan tidak diperbolehkan untuk
mendorong tumit sampai panggul tertekuk melebihi 900.
b. Isometrik pada urat-urat lutut (isometric Hamstrings)

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


18

Klien diminta untuk menekan seluruh bagian kaki yang dioperasi ke tempat
tidur. Klien dianjurkan untuk merasakan otot pada bokong dan kaki yang
dioperasi mengencang. Klien tidak diperbolehkan mendorong sampai panggul
tertekuk melebihi 900.
c. Penguatan quadrisep di atas gulungan (Quadriceps strengthening over a roll)
Klien diminta mengangkat tumit dari tempat tidur dengan meletakkan
gulungan handuk di bawah lutut pada kaki yang dioperasi. Perawat perlu
memastikan paha klien tidak menekan gulungan.
d. Abduksi panggul (Hip Abduction)
Perawat dapat meletakkan kantong plastik besar dibawah tumit atau gunakan
seprai di sekitar kaki klien untuk membantu klien memindahkan kaki pada
awal latihan hingga klien mampu melakukannya tanpa bantuan. Klien diminta
untuk mendorong kaki yang dioperasi menyamping di tempat tidur,
pertahankan lutut klien menekan tempat tidur, dan pertahankan tempurung
lutut dan jari kaki menghadap ke atas.
e. Mengaktifkan perut (Abdominal Activation)
Ketika klien berbaring, klien dianjurkan untuk mengangkat kepala klien
sedikit dan mengencangkan otot perut sehingga pusar klien bergerak ke bawah
ke arah tulang belakang.
f. Berdiri dengan panggul ditekuk (Standing Hip Bending)
Klien diminta berdiri dengan memegang topangan sehingga seimbang
kemudian anjurkan klien untuk menekuk panggul yang dioperasi dengan
mendorong lutut ke arah dada. Klien tidak diperbolehkan mendorong sampai
panggul tertekuk melebihi 900.
g. Berdiri dengan panggul abduksi (Standing Hip Abduction)
Klien diminta berdiri dengan memegang topangan sehingga seimbang, lalu
anjurkan klien untuk mengangkat kaki yang dioperasi ke arah pinggir dengan
tetap berdiri tegak. Klien diminta untuk mempertahankan panggul sama tinggi
dan mempertahankan badan bagian atas serta jari kaki menunjuk ke depan.
Lalu anjurkan klien untuk mengembalikan kaki secara perlahan ke posisi
semula.
h. Melengkungkan urat-urat lutut (Hamstring Curls)

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


19

Klien diminta berdiri dengan memegang topangan sehingga seimbang, lalu


anjurkan klien untuk mengangkat tumit ke arah bokong. Klien diinstruksikan
untuk mempertahankan paha sama tinggi satu sama lain kemudian klien
diminta untuk mengembalikan kaki secara perlahan ke posisi semula.
i. Berdiri dengan paha diluruskan (Standing Hip Extension)
Klien diminta berdiri dengan tangan pada pinggang atau memegang topangan,
lalu anjurkan klien untuk mengangkat kaki yang dioperasi ke arah belakang.
Klien diinstruksikan untuk mempertahankan lutut tetap lurus dan berdiri
tegak.

2.6.6 Latihan dengan Tahanan pada Berat Badan Sepenuhnya (Full Weight
Bearing Exercises)
Latihan ini hanya dimulai setelah klien diijinkan untuk menahan berat badan
sepenuhnya pada kaki yang dioperasi. Latihan ini dilakukan 2-3 kali sehari.
a. Bridging
Klien diminta untuk menekuk kedua lutut ke atas dengan kaki tetap datar pada
tempat tidur. Klien diinstruksikan untuk mendorong terus kedua kaki dan
mengangkat bokong sedikit di atas tempat tidur. Klien dianjurkan untuk
mempertahankan otot perut sampai kencang untuk menghindari sakit pada
punggung.
b. Latihan melangkah ke samping (Sideway Stepping Exercises)
Klien diminta berdiri dan berlatih melangkah ke samping. Klien diintruksikan
untuk melakukan beberapa langkah pada satu tujuan kemudian kembali lagi ke
arah berlawanan, yakni pada posisi semula. Klien mungkin membutuhkan
topangan pada tangan. Klien tidak diperbolehkan untuk membuat kaki terlalu
dekat satu sama lain atau memutar tubuh.
c. Latihan melangkah ke depan/belakang (Forward/Backward Stepping
Exercises)
Klien diminta berdiri tegak dan menopang berat badan pada kaki yang
dioperasi. Klien diminta untuk memulai melangkah ke depan dan belakang
menggunakan kaki yang tidak dioperasi. Klien dianjurkan untuk berlatih
memindahkan berat badan dari satu kaki ke kaki yang lain. Ketika Klien dapat

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


20

melakukan ini, klien dapat melangkah maju 5-6 langkah ke belakang dalam
satu baris. Klien dianjurkan untuk menggunakan topangan pada tangan untuk
keselamatan dan keseimbangan.
d. Keseimbangan pada satu kaki (Single Leg Balance)
Klien diminta untuk seimbang pada kaki yang dioperasi dan anjurkan klien
untuk menggunakan topangan. Klien diinstruksikan untuk meningkatkan
waktu ketika latihan keseimbangan dengan menggunakan topangan. (misal:
latih keseimbangan untuk 20-30 detik). Perawat atau fisioterapis perlu
memperhatikan klien saat latihan keseimbangan tanpa menggunakan
topangan. Kemudian klien diminta untuk meniingkatkan sedikit demi sedikit
waktu latihan keseimbangan pada satu kaki ketika tidak menggunakan
topangan.
e. ¼ Berjongkok pada dinding (¼ Wall Squat)
Klien diminta menempatkan kaki dan bahu secara melebar dan terpisah dan
sedikitnya 12 cm dari dinding. Klien dianjurkan untuk menekuk ¼ lutut secara
perlahan ke arah bawah. Dan tidak diperbolehkan untuk membuat lutut
melebihi jari kaki. Klien boleh menggunakan topangan jika diperlukan.
f. Latihan melangkah (Step Exercises)
Klien diminta untuk menempatkan kaki yang dioperasi di atas kotak setinggi
beberapa cm. Klien diinstruksikan untuk mendorong badan ke atas untuk
melangkah ke kotak dengan menggunakan otot pada kaki yang dioperasi.
Klien tidak diperbolehkan untuk menarik badan ke atas. Klien dianjurkan
untuk melangkah ke lantai dengan kaki yang tidak dioperasi. Perawat atau
fisioterapis menganjurkan klien untuk melakukan gerakan ini secara perlahan
dan terkontrol. Gerakan ini dapat dimulai dengan kotak setinggi 5-10 cm lalu
ditingkatkan sampai kotak setinggi 15 cm dan selanjutnya sampai 20 cm jika
sudah mampu.

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


BAB III
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

Bab ini akan menguraikan asuhan keperawatan pada klien kelolaan utama sesuai
dengan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, perumusan diagnosis
keperawatan, perencanaan intervensi, implementasi, dan evaluasi. Bab ini juga
akan memaparkan laporan intra operasi yang terdiri dari pengkajian, diagnosis
keperawatan, dan tindakan keperawatan yang telah dilakukan selama klien
menjalani prosedur operasi.

3.1 Pengkajian Keperawatan


3.1.1 Informasi Umum Klien
a. Nama : Tn. A
b. Jenis Kelamin : Laki-laki
c. Umur : 57 tahun
d. Tanggal masuk : 29 Mei 2013
e. Tanggal Pengkajian : 31 Mei 2013
f. Suku bangsa : Jawa

3.1.2 Anamnesa
a. Keluhan Utama saat Pengkajian
Klien mengeluh pegal pada bagian punggung karena sudah berbaring
sejak selesai operasi dan nyeri pada luka operasi.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien masuk dengan keluhan nyeri pada pinggang bagian kanan
terutama saat berjalan dan merasa kaki kanannya menjadi lebih pendek
sehingga pincang saat berjalan. Diagnosa prabedah yaitu avascular
necrosis hip dextra. Klien telah dioperasi pada tanggal 30 Mei 2013
dengan tindakan pembedahan total hip arthroplasty avascular necrosis
hip dextra. Diagnosis pascabedah post total hip artroplasty avascular
necrosis hip dextra. Pemeriksaan TTV pada saat pengkajian yaitu
TD=150/100 mmHg, Nadi=90 x/menit, RR=20x/menit, suhu=36,70C.

21 Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


22

c. Riwayat Penyakit Sebelumnya


Klien mengatakan pernah jatuh dari pohon kelapa saat masih kecil
sehingga tulang paha dan tangannya patah pada tahun 1962. Kemudian,
klien dibawa ke rumah sakit untuk dioperasi. Pada tahun 2008, klien
mengatakan dioperasi lagi untuk melepas pen yang ada di paha yang
patah. Klien juga mengatakan pernah mengalami kecelakaan kerja
terkena mesin pemotong bahan pembuatan kaleng sehingga satu buku
jari telunjuk kiri diamputasi. Pada awal Januari 2013, klien juga
mengalami kelumpuhan pada tangan dan kaki kiri. Klien mengatakan
tangan dan kaki kirinya tiba-tiba tidak bisa digerakkan saat bangun tidur.

3.1.3 Pemeriksaan Fisik


a. KU/ tingkat kesadaran : KU sedang/ kesadaran CM
b. BB/ TB : 80 Kg/160 cm
c. IMT : 31,25 kg/mm2
d. TTV : TD : 150/100 mmHg, Nadi: 90 x/menit,
RR: 20 x/menit, Suhu: 36,70 C
e. Mata
Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak ada gangguan
penglihatan, hanya penglihatan sedikit kabur karena faktor usia. Respon
pupil kanan dan kiri baik. Klien menggunakan alat bantu penglihatan
(kacamata) terutama saat membaca.
f. Hidung
Tidak ada keluhan flu, tidak ada sumbatan, tidak ada gangguan
penciuman, tidak ada nafas cuping hidung. Klien tidak memiliki riwayat
sinusitis.
g. Telinga
Tidak ada cairan abnormal yang keluar dari lubang telinga (discharge),
tidak terdapat gangguan pendengaran, tidak ada nyeri pada daerah
telinga. Klien tidak menggunakan alat bantu dengar.

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


23

h. Mulut
Klien tidak menggunakan gigi palsu, tidak ada bau mulut, tidak ada
sariawan, kebiasaan membersihkan gigi dan mulut 2x/hari, namun sejak
dirawat d RS klien hanya membersihkan gigi dengan cara berkumur.
i. Leher
Tidak terdapat peningkatan JVP, tidak ada keluhan sakit menelan, tidak
ada pembengkakan kelenjar tiroid dan getah bening.
j. Dada
1) Paru-paru
a) Inspeksi : pergerakan dada terlihat simetris, tidak terlihat
penggunaan otot bantu nafas
b) Palpasi : tidak terdapat massa atau nyeri tekan, lapang
kanan dan kiri dada klien sama
c) Perkusi : sonor
d) Auskultasi : bronkhial (+), bronkovesikuler (+), vesikuler (+),
Rh -/-, Whezing -/-
2) Jantung
BJ1 dan BJ 2 normal , murmur (-) gallops (-)
k. Abdomen
1) Inspeksi : terlihat buncit, acites (-), tidak ada laserasi
2) Palpasi : dinding perut supel, teraba sedikit keras, hati dan
lien tidak teraba
3) Perkusi : timpani terutama pada kuadran kiri
4) Auskultasi : BU 3x/menit
l. Ektrimitas
Akral hangat, bengkak/edema ekstrimitas tidak ada, jari telunjuk kiri
tampak kehilangan satu buku jari, tampak balutan luka dan drainase pada
paha kanan

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


24

3.1.4 Pengkajian dengan Pendekatan Sistem Tubuh


a. Pemeriksaan Status Lokalis
Look : Tampak balutan luka pada paha kanan klien tetapi tidak ada
rembesan darah. klien juga tampak masih belum mampu menekuk
lututnya. CRT < 2 detik pada jari kaki kanan.
Feel : Klien mengeluh nyeri saat paha kanan ditekan. Kaki kanan klien
teraba hangat tetapi tidak ada baal. Arteri popliteal dan dorsalis pedis
kanan teraba.
Move : ROM pada kaki kanan terbatas.
b. Aktivitas/Istirahat
Gejala (Subjektif)
Klien mengatakan sudah pensiun dari pekerjaannya. Klien mengatakan
dahulu klien bekerja di bagian produksi pembuatan kaleng. Klien
mengatakan tidak memiliki aktivitas/hobi tertentu. Klien mengatakan
sudah sering dan dirawat di RS tetapi tidak merasa bosan. Keterbatasan
karena kondisi klien saat ini adalah klien mengatakan belum bisa duduk.
Kebiasaan tidur klien pada malam hari yakni pukul 21.00 WIB lalu
bangun pukul 05.00 WIB dan tidak pernah tidur siang. Klien
mengatakan merasa segar saat terbangun.
Tanda (Objektif)
Respon terhadap aktivitas yang teramati pada saat pengkajian (31 Mei
2013) yakni TD 150/100 mmHg dan RR 20 x/menit. Status mental klien
yakni kesadaran baik dan status mental CM dengan GCS 15.
Pengkajian terkait muskuloskeletal diperoleh data kekuatan otot:
tidak dikaji karena masih post op 5555
5555 5555
Rentang gerak pada panggul kanan terbatas tetapi tidak terdapat tremor.
c. Sirkulasi
Gejala (Subjektif)
Klien mengatakan tidak memiliki riwayat hipertensi, batuk/hemotisis,
dan riwayat DM. Akan tetapi pada awal Januari 2013, klien mengalami

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


25

lumpuh pada tangan dan kaki kiri. Klien mengatakan tangan dan kaki
kirinya tiba-tiba tidak bisa digerakkan saat bangun tidur.
Tanda (Objektif)
TD klien saat berbaring yang diukur pada tangan kanan yakni 150/100
mmHg dan nadi 90 x/menit. Nadi pada kaki kanan yakni poplitea dan
dorsalis pedis terpalpasi positif. Hasil auskultasi dada terdengar bunyi
jantung S1 dan S2, tidak ada gallop dan murmur. Tidak terdapat distensi
vena jugular. Hasil pengkajian pada ekstremitas suhu teraba hangat,
tidak ada pucat, tidak ada varises, pengisian kapiler < 2 detik. Hasil
pengkajian pada mata tidak ada sianosis, konjungtiva tidak anemis pada
mata kanan dan kiri, dan sclera tidak ikterik. Membran mukosa bibir dan
punggung kuku berwarna merah muda.
d. Integritas Ego
Gejala (Subjektif)
Faktor stress yang dimiliki klien yakni klien mengatakan badannya
sudah hancur dan tidak normal karena sudah sering dioperasi. Klien
mengajak berbincang keluarga yang menunggu dan klien yang dirawat
di sebelah tempat tidurnya untuk mengatasi stresnya. Tidak ada masalah
finansial yang berat tetapi klien menggunakan KJS untuk pembiayaan
selama di RS. Klien mengatakan dirinya beragama Islam.
Tanda (Objektif)
Status emosi klien tampak tenang dan tidak terobservasi respon-respon
fisiologis.
e. Eliminasi
Gejala (Subjektif)
Klien mengatakan BAB teratur sehari sekali dan tidak menggunakan
laksatif. Klien mengatakan ketika BAB, fesesnya lembek, dan BAB
terakhir yakni : sehari sebelum operasi hari Rabu malam tanggal 29 Mei
2013. Klien mengatakan dirinya tidak memiliki hemoroid. Klien juga
mengatakan dirinya tidak mengalami konstipasi dan diare.
Klien mengatakan BAK normal dan tidak mengalami inkontinensia.
Klien mengatakan warna urin kuning tidak terlalu pekat. Klien

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


26

mengatakan tidak pernah merasa nyeri/rasa terbakar/kesulitan BAK.


Berdasarkan penjelasan klien, klien tidak memiliki riwayat
ginjal/kandung kemih.
Tanda (Objektif)
Abdomen klien teraba lunak dan tidak ada nyeri tekan. Bising usus klien
3x/menit. Klien tidak mengalami perubahan pada kandung kemih. BAK
yang terlalu sering juga tidak terjadi pada klien.
f. Makanan dan Cairan
Gejala (Subjektif)
Klien mendapat diit biasa bebas. Jumlah makanan yakni 3 x sehari.
Klien mengatakan makan terakhir pada pagi hari tanggal 31 Mei 2013.
Klien mengatakan tidak mengalami kehilangan selera makan, tidak ada
mual/muntah, dan tidak mengalami nyeri ulu hati. Klien mengatakan
tidak memiliki alergi makanan tetapi tidak terlalu suka memakan nasi
goreng.
Tanda (Objektif)
Berdasarkan penjelasan klien, BB klien sekarang 80 kg dan TB klien
sekarang 165 cm. Bentuk tubuh klien tampak gemuk. Turgor kulit klien
elastic. Tidak ada edema pada tubuh. Membran mukosa klien tampak
lembab. Bising usus klien 3x/menit.
g. Higiene
Gejala (Subjektif)
Aktivitas klien sehari-hari selama masih dirawat di RS masih tergantung
pada orang lain. Klien mengatakan masih perlu dibantu untuk bergerak,
makan, membersihkan diri, berpakaian, dan toileting. Klien mengatakan
bantuan diberikan oleh keluarga dan perawat.
Tanda (Objektif)
Penampilan umum klien cukup rapi. Cara berpakaian klien yang teramati
pun rapi. Akan tetapi, badan klien tercium agak bau karena badan klien
hanya dilap dengan air.

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


27

h. Neurosensori
Gejala (Subjektif)
Klien mengatakan kepalanya terasa sedikit pusing dan ada sakit kepala.
Klien mengatakan tidak kesemutan/kebas/kelemahan. Klien mengatakan
tangan kiri agak berat jika akan digunakan. Klien mengatakan tidak
mengalami kehilangan penglihatan dan pendengaran.
Tanda (Objektif)
Status mental klien CM. Klien juga memiliki orientasi terhadap waktu
tempat dan orang yang baik. KLien dapat mengingat memori jangka
panjang (riwayat klien masuk ke RS) dan pendek (mengingat nama
perawat yang baru saja berkenalan dengan klien). Klien dapat berbicara
dengan jelas.
i. Nyeri/Ketidaknyamanan
Gejala (Subjektif)
Klien mengatakan terasa nyeri pada panggul bagian kanan dengan
intensitas 6. Klien mengatakan skala nyeri yang dirasakannya adalah 6
dari skala maksimum 10. Klien mengatakan nyeri terasa ketika akan
bergerak. Klien mengatakan nyerinya hilang dan timbul dan nyeri karena
ada luka.
Tanda (Objektif)
Klien tampak mengerutkan muka dan menjaga area yang sakit yakni
dengan memegangi paha bagian kanan yang terbalut elastic verban
ketika terasa nyeri.
j. Pernapasan
Gejala (Subjektif)
Klien mengatakan tidak memiliki riwayat asma dan penyakit paru seperti
TB. Klien mengatakan dirinya adalah perokok tetapi sekarang sudah
mulai dikurangi. Klien tidak menggunakan alat bantu pernapasan atau
oksigen.
Tanda (Objektif)
Hasil pengkajian sistem pernapasan klien didapatkan data frekuensi
napas klien 20 x/menit, dapat bernapas dalam, dada tampak simetris, dan

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


28

tidak ada penggunaan otot-otot asesori. Bunyi nafas klien yakni


vesikuler pada kedua lapang paru dan tidak ada ronki serta wheezing
pada kedua lapang paru. Klien juga tidak mengalami sianosis dan tidak
tampak gelisah.
k. Keamanan
Gejala (Subjektif)
Klien mengatakan tidak memiliki alergi atau sensitivitas terhadap
makanan, obat, ataupun alergen lain. Klien mendapatkan transfusi pada
tanggal 31 Mei 2013 yakni sebanyak 216 ml PC dengan golongan darah
A dan Rhesus + kemudian pada pukul 10.25 – 12.15 WIB klien
mendapat transfusi bag kedua sebanyak 193 ml PC dengan golongan
darah A dan Rhesus +.
Klien mengatakan riwayat cedera kecelakaan yang pernah dialami klien
yakni pernah jatuh dari pohon kelapa pada tahun 1962 mengalami patah
bahu kiri dan panggul kanan kemudian dioperasi pasang pen. Pada tahun
2008, klien mengalami operasi kembali pengangkatan pen. Klien juga
pernah mengalami kecelakaan kerja yakni jari telunjuk kiri terkena
mesin pemotong bahan pembuatan kaleng sehingga 1 buku jarinya tidak
ada. Klien pernah mengalami fraktur dan dislokasi pada bahu kiri dan
panggul kanan tetapi tidak mengalami kerusakan penglihatan dan
pendengaran.
Tanda (Objektif)
Suhu tubuh klien 36,70C dan tidak mengalami diaphoresis. Klien laserasi
pada panggul kanan post operasi THA. Tonus otot klien positif tetapi
kekuatan umumnya sedang. Rentang gerak klien terbatas pada panggul
kanan. Cara berjalan tidak terkaji karena klien tampak berbaring di
tempat tidur.
l. Interaksi Sosial
Gejala (Subjektif)
Klien mengatakan sudah menikah dan hidup dengan istri. Klien
mengatakan memiliki 3 anak yakni 2 anak perempuan dan 1 anak lelaki
yang semuanya sudah menikah. Klien mengatakan kakaknya adalah

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


29

orang pendukung lain. Peran klien dalam struktur keluarga yakni sebagai
ayah dan suami.
Tanda (Objektif)
Klien dapat berbicara dengan jelas. Klien tampak sering berbicara
dengan istri, anak, dan kakak yang menunggui klien selama klien
dirawat di RS. Pola interaksi keluarga yang teramati yakni istri duduk di
kursi, klien berbaring di tempat tidur, dan tampak sering berbincang
bersama.
m. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala (Subjektif)
Klien tampak berbicara menggunakan bahasa Indonesia dan dapat
membaca. Tingkat pendidikan terakhir klien yakni SD. Obat yang
diresepkan adalah sebagai berikut.
Tabel 3.1 Daftar Obat

Obat Dosis Tujuan


Ceftiaxone 1 x 2 gr Mencegah infeksi pada luka post
operasi
Ranitidine 2 x 1 ampul Antiemetik, mengurangi rasa mual
Ketorolak 2 x 1 ampul Analgesik, mengurangi nyeri
Marcain 0,125% + 1 x Analgesik post op
Morfin 2 mg
Ondansentron 4 mg iu (KP) Antiemetik
D
Diagnosa saat masuk perdokter yakni avaskular nekrosis hip dextra.
Alasan dirawat per pasien yakni nyeri pinggang bagian kanan. Riwayat
keluhan terakhir berdasarkan penjelasan klien yaitu klien mengatakan
nyeri pada pinggang bagian kanan dan jalan menjadi pincang. Harapan
klien terhadap perawatan/pembedahan sebelumnya yaitu kakinya
memiliki panjang yang sama dan tidak nyeri di bagian pinggang

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


30

3.2 Pemeriksaan Penunjang


3.2.1 Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 3.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal Jenis Test Hasil Pemeriksaan Nilai Normal
7 Mei HEMATOLOGI
2013 Netrofil 49,4 50 – 70 %
Monosit 8,7 2–8%
Eosinofil 1012 2–4%
Hemoglobin 11,9 13 – 18 g/dl
Hematokrit 36 40 – 52 %
MCV 77,2 80 – 100 fl
MCH 25,7 26 – 34 pg
Laju Endap Darah 95 0 – 10 mm
KIMIA KLINIK
Glukosa Darah 2 155 70 – 140 mg/dl
jam PP
Kolesterol Total 248 < 200 mg/dl yang
diinginkan
200-239 mg/dl Batas
Tinggi
> 240 mg/dl Tinggi
Kolesterol LDL 187,5 < 100 mg/dl Optimal
100-129 mg/dl
Mendekati Optimal
130-159 mg/dl Batas
Tinggi
150-189 mg/dl Tinggi
> 200 mg/dl Sangat
Tinggi
13 Mei HEMATOLOGI
2013 Netrofil 48,5 50 – 70 %

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


31

Monosit 8,1 2–8%


Eosinofil 10,6 2–4%
Basofil 1,2 0–1%
Hemoglobin 11,6 13 – 18 g/dl
Hematokrit 35 40 – 52 %
MCV 77,7 80 – 100 fl
MCH 25,6 26 – 34 pg
KIMIA KLINIK
Glukosa Darah 2 156 70 – 140 mg/dl
jam PP
Ureum 44 20 – 40 mg/dl
30 Mei HEMATOLOGI
2013 Leukosit 10,89 5 – 10 ribu/mm3
Netrofil 81,6 50 – 70 %
Limfosit 11,5 25 – 42 %
Eritrosit 3,54 4,5 – 5,5 juta/ul
Hemoglobin 9,3 13 – 18 g/dl
Hematokrit 26 40 – 52 %
MCV 74 80 – 100 fl
RDW-CV 14,7 11,5 – 14,5 %
31 Mei HEMATOLOGI
2013 Leukosit 15,22 5 – 10 ribu/mm3
Limfosit 4,1 25 – 42 %
Eosinofil 0,0 2–4%
Eritrosit 4,04 4,5 – 5,5 juta/ul
Hemoglobin 11,0 13 – 18 g/dl
Hematokrit 30 40 – 52 %
MCV 74,5 80 – 100 fl
MCHC 36,5 32 – 36 %
RDW-CV 14,9 11,5 – 14,5 %

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


32

3.2.2 Pemeriksaan Diagnostik


a. Rontgent Thorax (tanggal 13 Mei 2013)
CTR 50%; tidak ada kelainan.
b. Rontgent Coxae (tanggal 29 Mei 2013)
Tampak nekrosis avaskular pada panggul bagian kanan.
c. Rontgent Pelvis dan Femur AP Lateral (tanggal 30 Mei 2013)
Tampak implan acetabulum dan femoral head dengan 3 screw.

3.3 Pertimbangan Rencana Pulang


DRG yang menunjukkan lama dirawat rata-rata :-
Tanggal informasi di dapatkan : klien masuk tanggal 29 Mei
2013 setelah dilakukan operasi total hip artroplasty pada tanggal 30 Mei 2013
a. Tanggal pulang yang diantisipasi : belum diketahui, masih
menunggu apakah ada komplikasi setelah operasi
b. Sumber-sumber yang tersedia : keluarga
c. Perubahan-perubahan yang diantisipasi dalam situasi kehidupan setelah
pulang : Melakukan latihan
mobilisasi dengan menggunakan alat bantu jalan, perlu duduk pada kursi
dengan sandaran serta pegangan tangan, tidak diperbolehkan duduk pada
kursi yang lembut, melakukan sholat dengan posisi duduk
d. Area yang mungkin membutuhkan perubahan/bantuan: aktivitas sehari-
hari terutama saat melakukan mobilisasi

3.4 Analisis Data


Analisis data adalah sebagai berikut:
Tabel 3.3 Analisis Data
Data Masalah keperawatan
Intraoperatif
DO: Nyeri akut
- Klien tampak mengerutkan wajah
menahan nyeri saat punggungnya
disuntik persiapan anestesi

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


33

- Klien mendapatkan 3 kali suntikan untuk


pemberian analgesik epidural dan 2 kali
suntikan untuk anestesi spinal
- Klien tampak menggerak-gerakkan kaki
untuk menahan sakit ketika
punggungnya disuntik
- TTV preop ((TD = 150/100 mmHg; N =
90 x/menit; RR = 20 x/menit; Suhu =
36,70C)
- TTV intraop:
Pukul 09.20 TD = 193/99 mmHg
Pukul 09.25 TD = 174/107 mmHg
Pukul 09.30 TD = 190/89 mmHg
DS: Risiko cedera akibat pemberian
- Klien mengatakan pernah mengalami posisi perioperatif
kelumpuhan pada tangan dan kaki
kirinya setelah bangun tidur pada Januari
2013
DO:
- TTV preop ((TD = 150/100 mmHg; N =
90 x/menit; RR = 20 x/menit; Suhu =
36,70C)
- Warna kulit tidak pucat
- ROM terbatas pada panggul kanan
Postoperatif
Ds: Nyeri akut
- Klien mengatakan nyeri jika bergerak
- Klien mengatakan skala nyeri yang
dirasakan adalah 6 dari nilai maksimum
10

Do:
Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


34

- Klien tampak mengerutkan dahi


- Klien tampak berhati-hati saat
menggerakkan panggul kanannya
- TTV (TD = 150/100 mmHg; N = 90
x/menit; RR = 20 x/menit; Suhu =
36,70C)
DS: Kerusakan mobilitas fisik
- Klien mengatakan nyeri bila bergerak
- Klien mengatakan masih belum kuat
menggerakkan paha kanannya
DO:
- TTV (TD = 150/100 mmHg; N = 90
x/menit; RR = 20 x/menit; Suhu =
36,70C)
- Klien tampak melakukan sebagian
aktivitas di tempat tidur
- Rentang gerak pada tungkai kanan
tampak terbatas
- Look: Paha kanan klien tampak dibalut
elastic verband; posisi kaki abduksi
diganjal bantal
- Feel : nyeri tekan (+)
DS: Risiko infeksi
- Klien mengatakan nyeri pada luka
operasi
DO:
- Adanya luka pembedahan
- Klien terpasang drainase
- TD = 150/100 mmHg; N = 90 x/menit;
RR = 20 x/menit; Suhu = 36,70C
- Hasil lab post op: leukosit 10,89
ribu/mm3
Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


35

3.5 Prioritas Diagnosis Keperawatan


a. Nyeri akut b.d. trauma jaringan dan spasme refleks otot sekunder akibat
pembedahan penggantian sendi panggul total.
b. Kerusakan mobilitas fisik b.d. kerusakan rangka neurovaskuler:
nyeri/ketidaknyamanan; terapi restriktif/imobilisasi tungkai
c. Risiko infeksi b.d. prosedur invasif, manipulasi bedah, implantasi benda
asing

3.6 Laporan Intra Operasi


3.6.1 Pengkajian
Klien dibawa ke ruang operasi pada pukul 10.00 WIB. Klien diberikan anestesi
spinal yaitu bupivacain, fentanyl 25 mg, dan catapres 30 mg melalui IV. Tanda-
tanda vital pukul 09.20 WIB: TD 193/99 mmHg, SpO2 100%, HR 120 x/menit
saat diberikan anestesi. Setelah diberikan anestesi, klien dipasang anestesi
epidural. Posisi klien di meja operasi miring ke arah kiri dengan guling diantara 2
kaki dan kepala di atas bantal. Kemudian area panggul kanan didesinfeksi dan
ditutup doek steril. Klien terpasang asering Gelofusin 500 cc kemudian setelah
habis diganti dengan RL 500 cc, dan kemudian Asering 500 cc. Klien dilakukan
insisi pada area panggul kanan. Dokter bedah kemudian membuang kepala femur
yang rusak. Acetabulum dipersiapkan dengan membersihkan dan melebarkan
acetabulum dengan menggunakan peluas lubang yang berbentuk circular sehingga
ukuran bertambah luas secara berangsur-angsur. Kemudian ditanam acetabulum
cup cemented no. 50 dengan 3 screw. Kemudian dipersiapkan femoral component
lalu dipasang stem femoral no. 12 cemented dilanjutkan dengan pemasangan head
femoral ukuran 28-0 pada stem femoral. Lalu dilanjutkan dengan reposisi head ke
acetabulum dilanjutkan dengan test stabilitas dan hasilnya stabil. Klien dipasang
drain kemudian luka dicuci dan dijahit lapis demi lapis. Tanda-tanda vital pada
pukul 12.00 WIB: TD : 120/70 mmHg, SpO2 100%, HR 72x/menit. Operasi THA
selesai pada pukul 12.00. Klien terpasang kateter urin, drain, dan IV.

3.6.2 Diagnosis Keperawatan


Diagnosis keperawatan selama klien menjalani prosedur THA yakni:

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


36

a. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme refleks otot
sekunder akibat pemberian anestesi
b. Resiko cedera berhubungan dengan pelaksanaan prosedur pembedahan selama
dua jam atau lebih

3.6.3 Tindakan Keperawatan


Tindakan yang dilakukan selama klien menjalani prosedur THA antara lain:
a. Memotivasi klien untuk tetap rileks saat disuntikkan anestesi
b. Memeriksa identitas klien, pastikan secara verbal: nama klien, prosedur, dan
dokter yang tepat, serta area yang akan dilakukan pengangkatan.
c. Mengunci roda tempat tidur klien maupun meja operasi sebelum
memindahkan klien.
d. Memastikan posisi klien tepat berada di tengah meja operasi dan tidak rawan
untuk jatuh.
e. Mengamankan klien pada meja operasi dengan restrain secukupnya.
f. Memantau pemberian kain pada tubuh klien untuk menjaga suhu tubuh dan
menutupi area yang tidak dilakukan tindakan.
g. Memantau TTV klien dan tanda perdarahan.

3.7 Rencana Asuhan Keperawatan


3.7.1 Intervensi Keperawatan
Intervensi yang dilakukan pada klien post THA yakni Tn. A difokuskan pada tiga
diagnosis utama berdasarkan analisis data yang telah dilakukan. Adapun
intervensi keperawatan pada Tn.A meliputi:
a. Nyeri akut b.d. trauma jaringan dan spasme refleks otot sekunder akibat
pembedahan penggantian sendi panggul total.
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan nyeri yang dirasakan klien
dapat berkurang atau hilang
Kriteria Evaluasi:
1) Klien mengatakan skala nyeri yang dirasakan berkurang dari 6 menjadi 3
dengan skala maksimum 10
2) Klien mengekspresikan rasa percaya diri dalam usaha mengontrol nyeri

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


37

3) Muka klien tidak meringis dan mengerutkan dahi pada saat melakukan
aktivitas
4) Klien tampak nyaman dan santai
5) TTV klien dalam rentang normal : TD=140/90 mmHg, Nadi=80-
100x/menit, RR=12-20x/menit, Suhu=36,5-37,50C
Intervensi:
1) Kaji mengenai adanya nyeri
R: Nyeri biasa dialami setelah prosedur pembedahan akibat trauma dan
respons jaringan. Spasme oto terjadi setelah penggantian sendi panggul
total. Imobilisasi menyebabkan ketidaknyamnan pada titik tekanan.
2) Minta klien untuk menjelaskan ketidaknyaman
R: Karakteristik nyeri dapat membantu menentukan penyebab
ketidaknyamanan. Nyeri dapat sebagai akibat komplikasi (hematoma,
infeksi, flatus). Nyeri merupakan pengalaman individual dapat mempunyai
arti berbeda-beda bagi setiap orang.
3) Pahami adanya nyeri: menginformasikan kepada klien macam-macam
analgetik dan relaksan otot yang tersedia
R: Peredaan nyeri dapat dialami oleh klien dengan mengkomunikasikan
keprihatinan dan ketersediaan bantuan untuk membantu klien menghadapi
nyeri.
4) Gunakan teknik modifikasi nyeri:
a. Menggunakan analgetik
R: klien mungkin memerlukan opioid parenteral selama 24-48 jam
pertama dan kemudian dilanjutkan menjadi analgetik oral.
b. Mengubah posisi dalam batas yang diperbolehkan
R: penggunaan bantal dapat memberikan penyanggaan yang memadai,
mengurangi tekanan pada tonjolan tulang.
c. Memodifikasi lingkungan
R: interaksi dengan orang lain, distraksi, dan kelebihan beban atau
deprivasi sensori dapat mempengaruhi pengalaman nyeri
d. Memberitahu dokter bedah bila perlu

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


38

R: intervensi bedah mungkin diperlukan bila nyeri disebabkan oleh


hematoma atau edema berlebihan
5) Evaluasi dan mencatat ketidaknyamanan dan keefektifan teknik modifikasi
nyeri
R: keefektifan tindakan didasarkan pada pengalaman; data tentang
pengenalan mengenai pengalaman nyeri, penatalaksanaan dan
pengurangan nyeri
b. Kerusakan mobilitas fisik b.d. kerusakan rangka neurovaskuler:
nyeri/ketidaknyamanan
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawataan mobilitas fisik klien dapat
dipertahankan
Kriteria Hasil:
1) Posisi yang dianjurkan tetap dipertahankan
2) Klien membantu saat perubahan posisi
3) Klien memperlihatkan kemandirian saat pemindahan tubuh
4) Klien berpartisipasi dalam program ambulasi progresif dan berpartisipasi
aktif dalam program latihan
5) Klien mempergunakan alat bantu ambulasi dengan benar dan aman
Intervensi:
1) Pertahankan posisi sendi panggul yang benar (abduksi, rotasi netral, fleksi
terbatas)
R: dapat mencegah dislokasi prostesis sendi panggul
2) Instruksikan dan bantu perubahan posisi dan perpindahan
R: memberikan dorongan partisipasi aktif pada klien sambil mencegah
terjadinya dislokasi
3) Instruksikan dan berikan pengawasan latihan pergeseran kuadrisep dan
gluteal
R: dapat memperkuat otot yang diperlukan untuk berjalan
4) Konsultasi dengan ahli fisioterapi: instruksikan dan berikan pengawasan
ambulasi progresif yang aman dalam batasan pembebanan berat badan
yang diperbolehkan

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


39

R: beratnya pembebanan berat badan bergantung pada kondisi klien dan


prostesis, alat bantu ambulasi dipergunakan untuk membantu pasien dalam
ambulasi tanpa pembebanan berat badan dan pembebanan berat badan
parsial
5) Berikan semangat dan dukungan terhadap program latihan
R: latihan rekondisi dapat menyebabkan rasa tidak nyaman dan
memberikan semangat dapat membantu klien mematuhi program latihan
6) Instruksikan dan berikan pengawasan penggunaan alat bantu ambulasi
yang aman
R: mencegah cedera akibat penggunaan yang tidak aman
c. Risiko infeksi
Faktor risiko: prosedur invasif, manipulasi bedah, implantasi benda asing
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan infeksi tidak terjadi atau
tidak menjadi aktual
Kriteria Hasil:
1) Mencapai penyembuhan luka tepat waktu
2) TTV klien dalam rentang normal
3) Tanda-tanda infeksi tidak muncul seperti pus
4) Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor
5) Insisi mengalami penyatuan baik tanpa pengeluaran cairan atau respons
inflamasi berlebihan
Intervensi:
1) Pantau tanda vital klien
R: suhu, denyut nadi, dan pernapasan akan meningkat sebagai respons
infeksi (besarnya respons dapat minimal pada klien lansia)
2) Gunakan teknik aseptik saat mengganti balutan dan pengosongan kantong
drainase
R: mencegah masuknya organisma
3) Kaji penampilan dan sifat drainase
R: insisi yang mengeluarkan cairan, bengkak dan merah menunjukkan
adanya infeksi
4) Kaji keluhan nyeri

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


40

R: nyeri bisa diakibatkan oleh hematoma luka—kemungkinan lokus


infeksi—yang memerlukan evakuasi bedah
5) Berikan antibiotika profilaksis sesuai resep dan lakukan observasi adanya
efek samping
R: menghindari infeksi prostesis

3.7.2 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


Implementasi yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah nyeri akut pada klien
yakni mengkaji keluhan nyeri pada hari pertama sampai dangan hari kelima post
THA. Selain itu, klien juga diminta untuk menjelaskan nyeri yang dirasakan untuk
mengidentifikasi karakteristik nyeri yang akan membantu menentukan penyebab
ketidaknyamanan yang dirasakan. Klien juga telah diinformasikan mengenai
analgetik yang diberikan kepada klien ketika mahasiswa menginjeksikan analgetik
yaitu ketorolak atau perawat anestesi menginjeksikan analgetik epidural yaitu
marcain 0,125% dan morfin 2 mg. Mahasiswa juga telah menggunakan teknik
modifikasi nyeri dengan mengubah posisi klien dalam batas yang diperbolehkan
dan menganjurkan keluarga untuk memberikan kompres hangat pada botol air
mineral yang diletakkan pada daerah nyeri. Mahasiswa juga mengevaluasi dan
mencatat keluhan nyeri serta keefektifan teknik modifikasi nyeri yang diberikan.

Hasil yang diperoleh yakni keluhan nyeri klien berkurang secara berangsur-angsur
selama 5 hari perawatan setelah menjalani prosedur THA. Skala nyeri klien pada
awal pengkajian yakni 6 berkurang menjadi 3 pada hari kelima post THA dengan
skala maksimum 10. Klien juga tampak nyaman dan santai serta tidak tampak
meringis atau mengerutkan dahi pada saat melakukan aktivitas fisik. TTV klien
pun berada pada batas normal. Masalah nyeri teratasi pada hari kelima post THA.

Implementasi yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah kerusakan mobilitas


fisik pada klien yakni mempertahankan posisi sendi panggul yang benar dengan
memberikan ganjalan bantal agar kaki klien tetap abduksi selama berbaring di
tempat tidur. Selain itu, klien juga diinstruksikan dan dibantu untuk mengubah
posisi atau memindahkan tubuhnya untuk memberikan dorongan partisipasi aktif

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


41

pada klien sambil mencegah terjadinya dislokasi. Mahasiswa juga telah


memberikan edukasi dan pengawasan terhadap latihan pergeseran quadriseps dan
gluteal. Mahasiswa berkolaborasi dengan ahli fisioterapi dan dokter bedah untuk
memberikan latihan dan pengawasan terhadap mobilisasi dan ambulasi progresif
yang dilakukan klien. Klien juga diberikan semangat dan dukungan agar
mematuhi program latihan. Pada hari kelima post THA, mahasiswa melatih klien
untuk menggunakan walker dan melakukan pengawasan terhadap penggunaan
walker.

Hasil yang diperoleh yakni mobilitas klien mengalami peningkatan secara


bertahap. Klien tetap dapat mempertahankan posisi yang dianjurkan. Klien juga
memperlihatkan kemandirian saat memindahkan tubuh dari tempat tidur ke kursi
roda maupun sebaliknya. Klien dan keluarga juga berpartisipasi aktif program
latihan yang dilakukan mahasiswa. Klien juga dapat mempergunakan alat bantu
berupa walker dengan benar dan aman. Masalah kerusakan mobilitas fisik teratasi
pada hari kelima post THA.

Implementasi yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah risiko infeksi pada
klien yakni memantau tanda-tanda vital klien. Selain itu, perawat dan mahasiswa
juga menggunakan teknik aseptik saat mengganti balutan dan mengosongkan
kantong drainase. Perawat ruangan dan mahasiswa juga mengkaji penampilan dan
sifat drainase serta keluhan nyeri. Perawat dan mahasiswa juga berkolaborasi
bersama dokter bedah untuk memberikan antibiotik yaitu ceftriaxone untuk
menghindari infeksi prostesis.

Hasil yang diperoleh yakni infeksi tidak menjadi aktual. Klien mencapai
penyembuhan luka tepat waktu. TTV klien dalam rentang normal selama hari
perawatan. Saat dilakukan penggantian balutan dan aff drain pada hari keempat
post THA, luka klien tampak bersih dan insisi mengalami penyatuan yang baik
tanpa pengeluaran cairan atau respons inflamasi berlebihan. Masalah risiko infeksi
teratasi pada hari keempat post THA.

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


BAB 4
ANALISIS SITUASI

Bab ini akan membahas tentang profil lahan praktik, analisis masalah
keperawatan dengan konsep terkait keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan
dan konsep kasus terkait, analisis salah satu intervensi dengan konsep dan
penelitian terkait, dan alternatif pemecahan yang dapat dilakukan.

4.1 Profil Lahan Praktik


Ruang Bedah Kelas Anggrek Tengah Kanan merupakan salah satu ruang rawat
yang ada di RSUP Persahabatan dengan kekhususan bedah, yakni bedah ortopedi,
bedah digestif, bedah onkologi, bedah urologi, serta bedah saraf. Ruang Anggrek
Tengah Kanan ini merupakan ruang kelas III untuk pasien laki-laki dan
perempuan. Ruangan tersebut memiliki 10 kamar dengan kapasitas 30 tempat
tidur dan sebuah kamar isolasi dengan kapasitas dua buah tempat tidur. Ruang
rawat dilengkapi dengan satu nurse station dan ruangan kepala ruangan, satu
ruang tindakan dan penyimpanan alat, satu kamar ganti perawat, satu kamar
dokter muda, satu ruang dapur, satu spoel hoek dan satu gudang serta kamar
mandi untuk pasien.

Selama mahasiswa melakukan praktek profesi mata ajar Keperawatan Kesehatan


Masyarakat Perkotaan dan Manajemen selama tujuh minggu di ruang perawatan
tersebut, mahasiswa menemukan dua klien yang menjalani prosedur penggantian
panggul total (total hip arthroplasty atau THA). Mahasiswa juga menemukan
masalah kurang optimalnya pengawasan fisioterapis dan perawat terhadap
aktivitas klien post operasi THA. Hal ini dapat mempengaruhi terjadinya
komplikasi post operasi THA seperti dislokasi ataupun kerusakan mobilisasi.

4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP dan


Konsep Kasus Terkait
Kasus bedah ortopedi yang dikelola mahasiswa adalah kasus klien yang bernama
Tn. A (57 tahun) post operasi penggantian panggul total (total hip arthroplasty

42 Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


43

atau THA). Berdasarkan penjelasan klien, klien mengatakan pernah jatuh dari
pohon kelapa saat masih kecil sehingga tulang paha dan tangannya patah pada
tahun 1962. Kemudian, klien dibawa ke rumah sakit untuk dioperasi. Pada tahun
2008, klien mengatakan dioperasi lagi untuk melepas pen yang ada di paha yang
patah. Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 31 Mei 2013, klien menjelaskan
bahwa alasan masuk rumah sakit adalah karena klien mengeluh nyeri pada
pinggang bagian kanan terutama saat berjalan dan merasa kaki kanannya menjadi
lebih pendek sehingga pincang saat berjalan.

Pada kasus kelolaan ditemukan fakta bahwa klien merupakan salah satu
masyarakat perkotaan yang mengalami salah satu masalah kesehatan masyarakat
perkotaan berupa perubahan gaya hidup yang berdampak pada obesitas. Klien
dapat dikatakan mengalami obesitas karena klien memiliki IMT 31,25 kg/mm2.
Setelah dilakukan pengkajian, klien mengatakan bahwa dahulu klien tidak pernah
memperhatikan asupan makanan yang dikonsumsi. Klien juga mengatakan dirinya
jarang melakukan aktivitas fisik seperti olahraga. Kondisi klien yang saat ini
sudah mengalami pensiun juga berdampak pada berkurangnya aktivitas fisik yang
dapat dilakukan klien.

Nyeri pada pinggang bagian kanan terutama saat berjalan dirasakan oleh klien
sejak tiga bulan yang lalu. Klien juga mengeluh terdapat perubahan panjang pada
kaki kanan sehingga kaki kanan menjadi lebih pendek dan mengganggu aktivitas
harian. Keluarga juga mengatakan bahwa gaya berjalan klien mengalami
perubahan menjadi pincang sejak tiga bulan yang lalu. Oleh karena itu, keluarga
menyarankan klien untuk menggunakan alat bantu jalan berupa satu buah kruk
milik istrinya. Klien mengatakan jika tidak menggunakan alat tersebut, pinggang
klien akan terasa sangat nyeri saat berjalan untuk menopang berat tubuh.
Berdasarkan hasil observasi pre operasi, klien tampak berjalan pincang dengan
menggunakan kruk dan tinggi kruk tampak tidak sesuai dengan tinggi klien
sehingga klien tidak berjalan dengan tegak.

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


44

Setelah dilakukan pengkajian secara mendalam, mahasiswa menemukan masalah


yakni klien kurang memahami bahwa tulang yang patah saat masih kecil bukanlah
tulang paha melainkan tulang panggul. Klien juga mengatakan setelah operasi
pada tahun 1962, klien tidak mendapatkan informasi mengenai tindakan yang
boleh dan tidak boleh dilakukan. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya nekrosis
avaskular sebagai komplikasi lanjut dari dislokasi pada sendi panggul kanan klien
yang merupakan komplikasi post THA yang telah dijalani klien. Hal ini didukung
oleh diagnosis medis yang menunjukkan bahwa klien mengalami nekrosis
avaskular pada panggul kanan. Nekrosis avaskular merupakan kondisi yang
dihasilkan dari suplai darah yang kurang ke area tulang tertentu yang
menyebabkan kematian tulang (Marx, J. A. et al., 2002). Kondisi ini dapat terjadi
akibat trauma dan kerusakan pada pembuluh darah yang menyuplai oksigen pada
tulang. Kaput femur adalah tempat yang paling sering mengalami nekrosis
avaskular terutama karena pasokan darah yang khas yang mempermudah
terjadinya iskemia karena terputusnya arteri. Nekrosis avaskular kaput femur
merupakan komplikasi lanjut dari dislokasi sendi panggul.

Keluhan klien yang meliputi nyeri pada pinggang kanan, perubahan gaya berjalan
menjadi pincang, dan kaki kanan yang memendek memperkuat diagnosis nekrosis
avaskular pada panggul kanan klien. Moesbar (2006) menyebutkan bahwa nyeri
merupakan keluhan utama pada nekrosis avaskular dan keluhan lainnya berupa
jalan pincang, paha mengecil/otot atrofi, tungkai dapat memendek 1-2 cm, dan
gerakan terbatas terutama abduksi dan rotasi internal pada panggul. Hal ini juga
sejalan dengan pendapat Jill, J. B. dan Goldstein, W. M. (2003) yang mengatakan
bahwa klien dengan masalah panggul seperti nekrosis avaskular akan mengalami
perubahan gaya berjalan dan memperlihatkan ketidakmampuan dalam aktivitas
harian seperti menggunakan kaos kaki atau sepatu dan menyilangkan kaki.

Pemeriksaan penunjang yakni rontgent atau radiologi diperlukan untuk


mendapatkan gambaran perubahan tulang yang menonjol pada stase penyakit
yang lebih lanjut. Hasil pemeriksaan penunjang rontgent coxae klien sebelum
operasi menggambarkan adanya kelainan pada sendi panggul kanan yang

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


45

menunjukkan bahwa klien telah mengalami nekrosis avaskular stase lanjut.


Nekrosis avaskular stase lanjut menghasilkan kerusakan tulang dan sendi yang
serius sehingga membutuhkan arthroplasty atau pembedahan penggantian sendi.
Oleh karena itu, klien dijadwalkan untuk menjalani prosedur penggantian sendi
panggul total (total hip arthroplasty atau THA).

Mahasiswa melakukan observasi selama klien menjalani prosedur THA. Dokter


bedah melakukan insisi pada area panggul kanan klien kemudian membuang
kepala femur yang rusak. Acetabulum buatan dipersiapkan dengan membersihkan
dan melebarkan acetabulum dengan menggunakan peluas lubang yang berbentuk
circular sehingga ukuran bertambah luas secara berangsur-angsur. Kemudian
ditanam acetabulum cup cemented no.50 dengan 3 screw. Lalu femoral
component dipersiapkan dan dipasang stem femoral no.12 cemented dilanjutkan
dengan pemasangan femoral head ukuran 28-0 pada stem femoral. Setelah itu,
dilakukan reposisi femoral head ke acetabulum dilanjutkan dengan test stabilitas
dan hasilnya stabil. Klien dipasang drain kemudian luka dicuci dan dijahit lapis
demi lapis.

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, masalah keperawatan yang terjadi
pada Tn. A yang telah menjalani prosedur THA meliputi nyeri akut, kerusakan
mobilitas fisik, dan risiko infeksi. Nyeri akut terjadi karena adanya trauma
jaringan dan spasme refleks otot sekunder akibat pembedahan penggantian sendi
panggul total. Kerusakan mobilitas fisik terjadi karena kerusakan rangka
neurovaskuler: nyeri/ketidaknyamanan. Sedangkan, risiko infeksi berhubungan
dengan faktor risiko beruupa prosedur invasif, manipulasi bedah, implantasi
benda asing yang telah dijalani klien.

Mahasiswa sebagai calon perawat profesional perlu membuat rencana asuhan


keperawatan yang terorganisasi dengan baik untuk menyelesaikan masalah
keperawatan tersebut sehingga setiap perawat dapat dengan cepat
mengidentifikasi tindakan keperawatan yang diberikan. Dalam kasus klien post
THA ini, mahasiwa perlu menyusun rencana asuhan keperawatan yang sesuai

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


46

dengan ruang lingkup praktik keperawatan masyarakat yang meliputi: upaya-


upaya peningkatan kesehatan (promotif) terkait gaya hidup sehat, pencegahan
(preventif) terkait tindakan pencegahan komplikasi terutama dislokasi post THA,
pemeliharaan kesehatan dan pengobatan (kuratif) terkait penyembuhan luka post
THA, pemulihan kesehatan (rehabilitatif) terkait latihan mobilisasi post THA dan
mengembalikan serta memfungsikan kembali baik klien dan keluarga ke
lingkungan sosial dan masyarakatnya (resosialisasi).

4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait
Kasus kelolaan yakni Tn.A sebagai klien post THA mengalami masalah
keperawatan berupa kerusakan mobilitas fisik. Hal ini terjadi karena kerusakan
rangka neurovaskuler yaitu adanya nyeri/ketidaknyamanan post pembedahan.
Kerusakan mobilitas fisik tersebut dapat berdampak pada lamanya tirah baring
yang dilakukan klien yang dapat mengakibatkan komplikasi post THA. Perawat
dan fisioterapis bertanggung jawab untuk melakukan pencegahan komplikasi
tersebut.

Komplikasi post operasi THA yang dapat menunda kemajuan pemulihan dan
penyembuhan klien lebih berisiko terjadi pada klien yang obesitas. Tn.A sebagai
kasus kelolaan merupakan klien yang mengalami obesitas karena memiliki IMT
30 kg/mm2 yakni 31,25 kg/mm2 sehingga diperlukan pengawasan terhadap
aktivitas yang dilakukan. Hal ini didukung oleh penelitian Vincent, H.K., Weng, J.
P., dan Vincent, K. R. (2007) di Virginia yang menunjukkan bahwa indeks massa
tubuh (IMT) mempengaruhi efisiensi pengukuran kemandirian fungsi (functional
independence measure), lamanya klien dirawat di rumah sakit (length of stay),
dan biaya perawatan. Selain itu, klien yang obesitas juga dapat mencapai
peningkatan fisik tetapi dalam efisiensi yang lebih rendah dan biaya perawatan
yang lebih mahal. Penelitian Vincent et al. (2012) juga menunjukkan bahwa klien
yang telah menjalani prosedur THA mengalami peningkatan kemampuan
fungsional tetapi secara umum klien yang mengalami obesitas tidak mencapai
level yang sama terkait fungsi fisik pada waktu follow-up yang telah ditentukan.

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


47

Selama angka kejadian obesitas terus meningkat dan prosedur THA banyak
dilakukan secara progresif pada klien muda atau klien yang obesitas, sasaran
kemampuan jangka panjang merupakan hal yang sangat penting (Vincent, et al.,
2012). Sasaran kemampuan tersebut meliputi pemeliharaan kemandirian dengan
aktivitas penahanan beban (load bearing activites) pada kehidupan sehari-hari,
mobilitas secara mandiri, dan pergerakan tubuh untuk jangka waktu yang lama.
Vincent et al. (2012) menyebutkan bahwa klien yang obesitas yang telah
menjalani prosedur THA berisiko untuk mengalami kegagalan kualitas hidup
untuk waktu yang lama dibandingkan dengan klien yang tidak obesitas. Sebagai
contoh, 35% klien yang telah menjalani prosedur THA mengalami pembatasan
aktivitas pada tahun kelima. Obesitas secara signifikan dapat memprediksikan
ketergantungan klien post operasi THA pada alat bantu jalan dan berhubungan
dengan hasil follow-up yang rendah.

Klien post operasi THA baik yang obesitas maupun yang tidak obesitas akan
memiliki gangguan dan keterbatasan dalam melakukan mobilisasi. Keterbatasan
tersebut berupa rasa nyeri, kelemahan otot abduktor pada panggul, kontraktur
pada sendi panggul dan gangguan cara berjalan akibat kelemahan otot fleksor dan
ekstensor pada panggul (Unlu, E. et al., 2007). Hal ini didukung oleh penelitian
Okoro, T. et al. (2013) yang menyebutkan bahwa imobilisasi akibat pembedahan
dan perawatan di rumah sakit dapat menyebabkan kemunduran lebih lanjut pada
massa, kekuatan, dan fungsi otot.

Implementasi yang telah dilakukan oleh mahasiswa untuk mengatasi masalah


kerusakan mobilitas fisik pada Tn.A adalah edukasi pencegahan dislokasi dan
program latihan di rumah sakit yang diawasi (supervised in-hospital exercise
program) oleh mahasiswa. Hal ini dilakukan kepada klien dan keluarga sebagai
bagian dari program rehabilitasi klien post THA. Mahasiswa juga berkolaborasi
dengan alhi fisioterapi dan dokter bedah dalam memberikan asuhan keperawatan
pada Tn.A. Hasil studi jangka panjang menunjukkan bahwa operasi penggantian
panggul total atau THA dapat menghilangkan nyeri pada panggul tetapi akan
menyisakan kerusakan dan keterbatasan kemampuan fungsional seperti penurunan

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


48

kecepatan berjalan yang terus-menerus. Oleh karena itu, dislokasi sebagai


komplikasi prosedur THA perlu dicegah. Selain itu, latihan mobilisasi terkait
weight bearing status perlu dilatih pada klien tersebut untuk mengembalikan
fungsi mobilisasi klien. Unlu, E. et al. (2007) menyebutkan bahwa latihan
merupakan bagian penting dari program preventif dan rehabilitatif untuk
memperbaiki kerusakan fisik akibat dari prosedur pembedahan arthroplasty
(THA) pada panggul. Kecepatan berjalan, irama, dan kekuatan otot merupakan hal
yang penting terkait keterbatasan pada klien yang telah menjalani prosedur THA.
Program latihan pada klien post THA dibutuhkan untuk meningkatkan performa
fungsional.

Departement of Rehabilitation Services Brigham and Women’s Hospital


menjelaskan bahwa pada hari pertama setelah operasi THA, klien akan mengalami
penurunan kemandirian dalam mobilisasi di tempat tidur, pemindahan tubuh,
ambulasi, aktivitas fungsional, aktivitas dasar harian dan kualitas hidup. Oleh
sebab itu, selama perawatan akut di rumah sakit, mahasiswa telah memberikan
edukasi untuk meningkatkan pemahaman Tn.A mengenai tindakan pencegahan
dislokasi pada panggul antara lain klien tidak diperbolehkan untuk menekuk
panggul melebihi 900, menyilangkan kaki, dan memutar pinggang. Tindakan
pencegahan dislokasi ini perlu dilakukan setiap waktu selama 6-8 minggu setelah
operasi (1,5-2 bulan). Mahasiswa menjelaskan pada klien bahwa saat kontrol,
dokter akan memberitahu klien apakah harus melanjutkan tindakan ini atau tidak.

Mahasiswa juga menekankan pada Tn.A bahwa implant yang ditanam pada
panggulnya tidak seperti pen yang akan diambil kembali ketika tulang telah
tersambung dengan baik pada klien fraktur. Mahasiswa menjelaskan bahwa
implant tersebut bersifat permanen sehingga klien perlu memperhatikan pilihan
aktivitas yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Apabila dislokasi terjadi maka
klien akan menjalani prosedur operasi untuk memperbaikinya.

Selain itu, pada hari pertama post THA mahasiswa juga telah melatih klien untuk
melakukan latihan segera setelah operasi (immediate postoperative exercise) yang

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


49

meliputi nafas dalam dan latihan batuk; gerakan memompa pada pergelangan
kaki, kontraksi pada bokong, dan penguatan quadriceps statis. Latihan yang
dilakukan ini didesain untuk mencegah komplikasi dan membantu
mengembalikan kemampuan dalam aktivitas harian klien. AAOS (2000)
menyebutkan bahwa latihan nafas dalam membantu mencegah akumulasi sekret
di dalam paru yang berdampak pada infeksi paru. Latihan quadriceps yang
melibatkan pengencangan pada otot paha dan dorongan pada tungkai ke arah
belakang di tempat tidur akan membantu menstabilkan tungkai. Rotasi tumit dan
fleksi tumit akan membantu mencegah pembendungan darah pada pembuluh vena
di betis yang berdampak pada deep vein thrombosis (Temple, J., 2004).

Kemudian, mahasiswa memberikan edukasi dan latihan mobilisasi awal untuk


bergerak yang meliputi cara berbaring di tempat tidur, cara turun dari tempat
tidur, dan cara naik ke tempat tidur. Mahasiswa juga menjelaskan latihan yang
dapat dilakukan klien sambil berbaring selama di rawat di rumah sakit yang
meliputi cara menekuk panggul dan lutut, melakukan gerakan maju latihan
isometrik pada urat-urat lutut, penguatan quadriceps di atas gulungan, abduksi
panggul, dan mengaktifkan perut.

Hari kelima post operasi THA, klien baru berhasil duduk di kursi roda yang
dimodifikasi dengan menumpuk beberapa selimut agar tinggi kursi roda menjadi
lebih tinggi dari lutut klien. Kemampuan klien untuk berpindah dari tempat tidur
ke kursi roda atau sebaliknya sebaiknya tercapai pada hari kedua post operasi
THA. Keterlambatan ini terjadi akibat tempat tidur yang mengalami kerusakan
pada siderail sehingga sudah menghalangi klien untuk turun dari tempat tidur.

Mahasiswa telah melatih cara duduk, berdiri, duduk ke kursi, dan menggunakan
walker untuk berjalan. Saat mahasiswa memandu klien dalam menggunakan
walker, mahasiswa didampingi oleh dokter bedah untuk melakukan pengawasan.
Setelah berlatih menggunakan walker, dokter bedah menginstruksikan pada klien
bahwa klien boleh pulang pada hari tersebut sehingga mahasiswa juga
memberikan edukasi dan melatih klien untuk masuk atau keluar dari mobil terkait

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


50

discharge planning bagi klien. Selain itu, mahasiswa juga memberikan edukasi
kepada keluarga mengenai pencegahan dislokasi pada klien saat berada di rumah
misalnya dengan menyediakan kloset duduk dengan memodifikasi kursi kayu atau
membeli commode jika mampu. Hal tersebut bertujuan untuk mencegah klien
untuk menekuk panggul melebihi 900. Mahasiswa juga menjelaskan pada klien
dan keluarga untuk sementara sebelum kontrol pertama, aktivitas ibadah klien
sebaiknya dilakukan berbaring. Mahasiswa juga menjelaskan mengenai latihan
dengan tahanan pada berat badan sepenuhnya (full weight bearing exercises) dan
menekankan kepada klien bahwa latihan tersebut hanya dimulai setelah klien
diijinkan oleh dokter bedah untuk menahan berat badan sepenuhnya pada kaki
yang dioperasi. Hal ini didukung oleh pernyataan Trudelle-Jackson et al. (2002)
yang menekankan mengenai pentingnya program rehabilitasi pada fase lanjut
setelah prosedur THA dan menyarankan tentang latihan weight-bearing dan
stabilitas postural (Unlu, E., et al., 2007).

4.4 Alternatif pemecahan yang dapat dilakukan


Masalah kerusakan mobilitas fisik yang terjadi pada klien timbul akibat adanya
kerusakan rangka neurovaskuler yaitu adanya nyeri/ketidaknyamanan post
pembedahan. Kurang optimalnya pengawasan perawat atau fisioterapis terhadap
aktivitas klien juga dapat berdampak pada terjadinya dislokasi pada panggul klien
post THA. Apabila kerusakan mobilitas fisik pada klien tidak segera diatasi maka
tujuan mobilisasi seperti untuk mempertahankan fungsi tubuh, memperlancar
peredaran darah, membantu pernafasan menjadi lebih baik, mempertahankan
tonus otot, memperlancar eliminasi alvi dan urin, mengembalikan aktivitas
tertentu, dan memberi kesempatan perawat dan klien untuk berinteraksi atau
berkomunikasi tidak akan tercapai. Hal tersebut akan mengganggu kesehatan,
kesejahteraan, dan kualitas hidup klien.

Hal ini menunjukkan pentingnya dilakukan edukasi pencegahan dislokasi dan


program latihan di rumah sakit yang diawasi (supervised in-hospital exercise
program) oleh perawat atau fisioterapis sebagai bagian dari program rehabilitasi
klien post THA. Penelitian di Turki yang dilakukan Unlu, E. et al. (2007)

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


51

menunjukkan bahwa pemberian latihan mobilisasi pada klien post operasi


penggantian panggul total yang meliputi ROM, latihan isometrik dan kontraktil
eksentrik pada panggul selama 6 minggu di rumah sakit menunjukkan
peningkatan pada otot abduktor pada panggul setelah latihan isometrik
maksimum. Oleh karena itu, perawat harus lebih memperhatikan dan
meningkatkan kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien post
THA. Perawat dapat berkolaborasi dengan profesi lain seperti dokter bedah dan
ahli fisioterapi dalam memberikan edukasi dan mengawasi program latihan
mobilisasi selama klien dirawat di rumah sakit untuk meningkatkan pemulihan
dan kesembuhan klien akibat kerusakan mobilitas fisik post THA. Dalam
memberikan edukasi pencegahan dislokasi dan program latihan di rumah sakit
yang diawasi (supervised in-hospital exercise program) oleh perawat secara
optimal, perawat ruangan dapat menggunakan buku panduan program pemulihan
post operasi penggantian panggul total yang telah dibuat oleh mahasiswa dan
disetujui oleh dokter bedah.

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


BAB 5
PENUTUP

Bab ini akan menguraikan kesimpulan dan saran dari seluruh rangkaian penulisan
yang telah dilakukan. Penulis menyimpulkan hasil pemaparan secara keseluruhan
dan memberikan saran terkait hasil analisis. Bab ini terdiri dari dua bagian, yaitu
kesimpulan dan saran.

5.1 Kesimpulan
Penulisan karya ilmiah akhir ini bertujuan untuk menyajikan pemaparan asuhan
keperawatan yang dilakukan oleh mahasiswa pada klien post THA di ruang Bedah
Kelas Anggrek Tengah Kanan RSUP Persahabatan. Pemaparan asuhan
keperawatan dilakukan dengan menerapkan proses keperawatan yang meliputi
pengkajian, perumusan diagnosis keperawatan, perencanaan (termasuk
identifikasi hasil yang diperkirakan), implementasi, dan evaluasi.

Masalah masyarakat perkotaan yakni perubahan gaya hidup yang berdampak pada
obesitas mempengaruhi program rehabilitasi klien post THA. Obesitas dapat
menjadi faktor risiko penyebab komplikasi post THA yang dapat menunda
kemajuan pemulihan dan penyembuhan klien. Nekrosis avaskular sebagai
komplikasi lanjut dari dislokasi pada sendi panggul kanan klien yang merupakan
komplikasi post THA yang telah dijalani klien perlu diatasi dengan melakukan
kembali prosedur THA. Masalah kerusakan mobilitas fisik yang terjadi pada klien
post THA dapat diatasi dengan pemberian edukasi pencegahan dislokasi dan
program latihan di rumah sakit yang diawasi (supervised in-hospital exercise
program) oleh perawat atau ahli fisioterapi. Hal ini perlu diberikan kepada klien
dan keluarga sebagai bagian dari program rehabilitasi klien post THA.

5.2 Saran
Hasil pemaparan ini dapat menjadi masukan bagi pemberi pelayanan kesehatan,
keluarga, dan masyarakat, institusi pendidikan, serta peneliti. Pemberi pelayanan
kesehatan diharapkan dapat lebih memperhatikan dan meningkatkan kualitas

52 Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


53

asuhan keperawatan yang diberikan pada klien post THA terutama dalam hal
pencegahan dislokasi post THA dan pemulihan fungsi mobilisasi klien tersebut.
Keluarga dan masyarakat diharapkan mampu menjadi sistem pendukung yang
aktif dalam program rehabilitasi klien post THA. Institusi pendidikan diharapkan
dapat lebih memperhatikan pengajaran terkait aplikasi pemberian asuhan
keperawatan yang diberikan pada klien post THA dan mengembangkan bahan
pengembangan pengetahuan dalam keilmuan keperawatan medikal bedah
mengenai program rehabilitasi pada klien post THA. Hasil pemaparan ini dapat
digunakan sebagai rujukan data dasar bagi pengembangan pengetahuan dan
pengalaman dalam bidang penelitian keperawatan mengenai program rehabilitasi
yang bertujuan untuk mencegah dislokasi post THA dan memulihkan fungsi
mobilisasi pada klien post THA.

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


DAFTAR PUSTAKA

Allender, J. A., Spradley, B.W. (2001). Community health nursing concepts and
practice. Philadelphia: Lippincott
Carpenito, L. J. (2009). Diagnosis keperawatan: aplikasi pada praktek klinis.
(Kursini Semarwati Kadar [et al], Penerjemah). Ed 9. Jakarta: EGC.
Departement of Rehabilitation Services Brigham and Women’s Hospital. (2010).
Standard of care: total hip arthroplasty. Juni 13, 2013. http://google.co.id
Doenges M.E. (2000). Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk
Jakarta: EGC.
Jamari, dkk. (2012). Pengembangan prototype sambungan tulang panggul produk
Indonesia. Laboratorium Perancangan Teknik dan Tribologi, Universitas
Diponegoro, Semarang. Juni 27, 2013. http://insentif.ristek.go.id
Jill, J. B., & Goldstein, W. M. (2003). Home study program: Primary total hip
arthroplasty. Association of Operating Room Nurses.AORN Journal,
78(6), 947-953,956-959,961-969. Juni 9, 2013.
Marx, J. A et al. (2002). Rosen’s emergency medicine: concepts and clinical
practice. 5th Ed. St. Louis: Mosby Inc.
Moesbar, N. (2006). Nekrosis avaskular pada traumatic dislokasi sendi panggul
terlantar. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39.
Okoro, T., et al. (2013). What does standard rehabilitation practice after total hip
replacement in the UK entail? results of a mixed methods study. BMC
Musculoskeletal Disorders, 14(1), 91.Juni 9, 2013.
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed 3.
Potter, P. and Perry, A. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep,
proses, dan praktis. (Yasmin Asih [et al], Penerjemah). Ed 4. Jakarta:
EGC.
Royal Free Hampstead. (2009). Physiotherapy after total hip replacement. Mei,
2013. http://www.royalfree.nhs.uk

54 Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


55

Sebo, M. (2011). Efektivitas mobilisasi dini dalam mencegah kontraktur pada


pasien post operasi ORIF. Universitas Pembangunan Nasional (UPN)
“Veteran”, Jakarta. Juni 27, 2013. http://etd.edprints.upn.ac.id
Smeltzer, S. C. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner &
Suddarth. (Agung Waluyo [et al], Penerjemah). Ed 8. Jakarta: EGC
Temple, J. (2004). Total hip replacement. Nursing Standard, 19(3), 44-51; quiz
53-4. Juni 9, 2013.
Thunder Bay Regional Health Sciences Centre. (2008). Total Hip Replacement-
exercise booklet-restricted weight bearing. North West Community Care
Access Centre, ST. Joseph’s Care Group. Mei 23, 2013. http://google.co.id
University College London Hospitals NHS Foundation Trust. (2011). Total hip
replacement surgery and your recovery programme: a guide for patients
and carers. UCLH Trauma & Orthopaedic Team. Mei 23, 2013.
http://google.co.id
Unlu, E., et al. (2007). The effect of exercise on hip muscle strength, gait speed
and cadence in patients with total hip arthroplasty: A randomized
controlled study. Clinical Rehabilitation, 21(8), 706-11. Juni 9, 2013.
Vincent, H. K., et al. (2012). Obesity and long term functional outcomes
following elective total hip replacement. Journal of Orthopaedic Surgery
and Research, 7(1), 16. Juni 9, 2013.
Vincent, H. K., Weng, J. P., & Vincent, K. R. (2007). Effect of obesity on
inpatient rehabilitation outcomes after total hip arthroplasty. Obesity,
15(2), 522-30. Juli 2, 2013.

Universitas Indonesia

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


Lampiran 1 - Rencana Asuhan Keperawatan pada Klien Post THA

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN POST TOTAL HIP ARTHROPLATSY (THA)

Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa Keperawatan Rasional
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Nyeri akut b.d. trauma Setelah Klien 1) Kaji mengenai adanya 1) Nyeri biasa dialami
jaringan dan spasme refleks dilakukan asuhan mengatakan nyeri setelah prosedur
otot sekunder akibat keperawatan skala nyeri yang pembedahan akibat trauma
pembedahan penggantian nyeri yang dirasakan dan respons jaringan.
sendi panggul total. dirasakan klien berkurang dari 6 Spasme oto terjadi setelah
dapat berkurang menjadi 3 penggantian sendi panggul
atau hilang dengan skala total. Imobilisasi
maksimum 10 menyebabkan
Klien ketidaknyamnan pada titik
mengekspresikan tekanan
rasa percaya diri 2) Minta klien untuk 2) Karakteristik nyeri dapat
dalam usaha menjelaskan membantu menentukan
mengontrol nyeri ketidaknyaman penyebab
Muka klien tidak ketidaknyamanan. Nyeri
meringis dan dapat sebagai akibat
mengerutkan komplikasi (hematoma,
dahi pada saat infeksi, flatus). Nyeri
melakukan merupakan pengalaman
aktivitas individual dapat
Klien tampak mempunyai arti berbeda-
nyaman dan beda bagi setiap orang.
santai 3) Pahami adanya nyeri: 3) Peredaan nyeri dapat
menginformasikan kepada dialami oleh klien dengan

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


Lampiran 1 - Rencana Asuhan Keperawatan pada Klien Post THA

TTV klien dalam klien macam-macam mengkomunikasikan


rentang normal : analgetik dan relaksan otot keprihatinan dan
TD=140/90 yang tersedia ketersediaan bantuan
mmHg, untuk membantu klien
Nadi=80- menghadapi nyeri.
100x/menit, 4) Gunakan teknik modifikasi
RR=12- nyeri:
20x/menit, a. Menggunakan analgetik a. Klien mungkin
Suhu=36,5- memerlukan opioid
37,50C parenteral selama 24-
48 jam pertama dan
kemudian dilanjutkan
menjadi analgetik oral.
b. Mengubah posisi dalam b. Penggunaan bantal
batas yang dapat memberikan
diperbolehkan penyanggaan yang
memadai, mengurangi
tekanan pada tonjolan
tulang.
c. Memodifikasi c. Interaksi dengan orang
lingkungan lain, distraksi, dan
R: interaksi dengan kelebihan beban atau
orang lain, distraksi, deprivasi sendori dapat
dan kelebihan beban mempengaruhi
atau deprivasi sendori pengalaman nyeri
dapat mempengaruhi

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


Lampiran 1 - Rencana Asuhan Keperawatan pada Klien Post THA

pengalaman nyeri
d. Memberitahu dokter d. Intervensi bedah
bedah bila perlu mungkin diperlukan
bila nyeri disebabkan
oleh hematoma atau
edema berlebihan
5) Evaluasi dan mencatat 5) Keefektifan tindakan
ketidaknyamanan dan didasarkan pada
keefektifan teknik pengalaman; data tentang
modifikasi nyeri pengenalan mengenai
pengalaman nyeri,
penatalaksanaan dan
pengurangan nyeri
Kerusakan mobilitas fisik Setelah Posisi yang 1) Pertahankan posisi sendi 1) Dapat mencegah dislokasi
b.d. kerusakan rangka dilakukan dianjurkan tetap panggul yang benar prostesis sendi panggul
neurovaskuler: tindakan dipertahankan (abduksi, rotasi netral,
nyeri/ketidaknyamanan keperawataan Klien membantu fleksi terbatas)
mobilitas fisik saat perubahan 2) Instruksikan dan bantu 2) Memberikan dorongan
klien dapat posisi perubahan posisi dan partisipasi aktif pada klien
dipertahankan Klien perpindahan sambil mencegah
memperlihatkan terjadinya dislokasi
kemandirian saat 3) Instruksikan dan berikan 3) Dapat memperkuat otot
pemindahan pengawasan latihan yang diperlukan untuk
tubuh pergeseran kuadrisep dan berjalan
Klien gluteal
berpartisipasi 4) Konsultasi dengan ahli 4) Beratnya pembebanan

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


Lampiran 1 - Rencana Asuhan Keperawatan pada Klien Post THA

dalam program fisioterapi: instruksikan dan berat badan bergantung


ambulasi berikan pengawasan pada kondisi klien dan
progresif dan ambulasi progresif yang prostesis, alat bantu
berpartisipasi aman dalam batasan ambulasi dipergunakan
aktif dalam pembebanan berat badan untuk membantu pasien
program latihan yang diperbolehkan dalam ambulasi tanpa
Klien pembebanan berat badan
mempergunakan dan pembebanan berat
alat bantu badan parsial
ambulasi dengan 5) Berikan semangat dan 5) Latihan rekondisi dapat
benar dan aman dukungan terhadap menyebabkan rasa tidak
program latihan nyaman dan memberikan
semangat dapat membantu
klien mematuhi program
latihan
6) Instruksikan dan berikan 6) Mencegah cedera akibat
pengawasan penggunaan penggunaan yang tidak
alat bantu ambulasi yang aman
aman
Risiko infeksi Setelah Mencapai 1) Pantau tanda vital klien 1) Suhu, denyut nadi, dan
Faktor risiko: prosedur dilakukan penyembuhan pernapasan akan
invasif, manipulasi bedah, tindakan luka tepat waktu meningkat sebagai respons
implantasi benda asing keperawatan TTV klien dalam infeksi (besarnya respons
infeksi tidak rentang normal dapat minimal pada klien
terjadi atau tidak Tanda-tanda lansia)
menjadi aktual infeksi tidak 2) Gunakan teknik aseptik 2) Mencegah masuknya

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


Lampiran 1 - Rencana Asuhan Keperawatan pada Klien Post THA

muncul seperti saat mengganti balutan dan organisme


pus pengosongan kantong
Luka bersih drainase
tidak lembab dan 3) Kaji penampilan dan sifat 3) Insisi yang mengeluarkan
tidak kotor drainase cairan, bengkak dan merah
Insisi mengalami menunjukkan adanya
penyatuan baik infeksi
tanpa 4) Kaji keluhan nyeri 4) Nyeri bisa diakibatkan
pengeluaran oleh hematoma luka—
cairan atau kemungkinan lokus
respons infeksi—yang
inflamasi memerlukan evakuasi
berlebihan bedah
5) Berikan antibiotika 5) Menghindari infeksi
profilaksis sesuai resep dan prostesis
lakukan observasi adanya
efek samping

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


Lampiran 2 - Catatan Perkembangan

CATATAN PERKEMBANGAN

Nama : Tn. A
Usia : 57 tahun
Ruangan : Ruang Bedah Kelas, Anggrek Tengah Kanan
Tgl Diagnosa Implementasi Evaluasi
Jum’at Nyeri akut b.d. trauma Mandiri S:
31 Mei jaringan dan spasme 1. Mengkaji adanya - Klien mengatakan
2013 refleks otot sekunder nyeri nyeri agak
akibat pembedahan 2. Meminta klien untuk berkurang setelah
penggantian sendi menjelaskan tarik nafas dalam
panggul total. ketidaknyamanan - Klien mengatakan
yang dirasakan tidak nyaman jika
DS: 3. Meninggikan kaki kakinya diberikan
- Klien mengatakan kanan dengan bantal posisi
nyeri jika bergerak dan memberikan mengangkang
- Klien mengatakan posisi abduksi dengan diganjal
skala nyeri yang (diganjal dengan bantal
dirasakan adalah 6 dari bantal di antara dua O:
nilai maksimum 10 kaki) - Wajah klien
DO: 4. Mengevaluasi tampak lebih rileks
- Klien tampak keluhan nyeri setelah tarik nafas
mengerutkan dahi 5. Memotivasi klien dalam
- Klien tampak dapat untuk melakukan - Klien tidak tampak
menggerakkan teknik relaksasi nafas gelisah
panggul kanannya dalam - Klien tampak
tetapi masih sangat melakukan tarik
berhati-hati saat Kolaborasi nafas dalam untuk
melakukan gerakan 1. Mendampingi mengurangi
- TTV (TD = 150/100 perawat anestesi nyerinya
mmHg; N = 90 dalam memberikan - Klien tampak
x/menit; RR = 20 analgesik epidural mampu
x/menit; Suhu = dan menggerakkan jari
36,70C) menginformasikan kaki kanannya
mengenai tujuan walau hanya

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


Lampiran 2 - Catatan Perkembangan

pemberian analgesik sedikit


epidural A:
Masalah teratasi
sebagian:
- Klien tampak tidak
meringis dan
mengerutkan dahi
pada saat
melakukan
aktivitas
P:
- Pertahankan posisi
abduksi pada kaki
- Evaluasi keluhan
nyeri
- Motivasi untuk
melakukan teknik
relaksasi
Jumat, Kerusakan mobilitas Mandiri S:
31 Mei fisik b.d. kerusakan 1. Mempertahankan - Klien mengeluh
2013 rangka neurovaskuler: posisi sendi panggul lutut kanan masih
nyeri/ketidaknyamanan yang benar (posisi sulit digerakkan
abduksi) - Klien mengatakan
DS: 2. Membantu klien akan berlatih
- Klien mengatakan untuk mengubah menggerakkan
nyeri bila bergerak posisi dan kaki kanannya
- Klien mengatakan memindahkan tubuh O:
masih belum kuat 3. Mengawasi klien - Klien mampu
menggerakkan paha ketika berlatih melakukan
kanannya penggeseran pergeseran
DO: kuadrisep dan gluteal kuadrisep dan
- TTV (TD = 150/100 4. Memberikan gluteal pada kaki
mmHg; N = 90 semangat dan kanan tetapi masih
x/menit; RR = 20 dukungan kepada minimal
x/menit; Suhu = klien untuk mengikuti - Paha kanan klien

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


Lampiran 2 - Catatan Perkembangan

36,70C) program latihan sudah mampu


- Klien tampak menekan tangan
mempertahankan Kolaborasi perawat ke arah
posisi anatomis pada 1. Konsul dengan ahli tempat tidur
panggul kanan fisoterapi mengenai dengan kekuatan
- Klien tampak latihan setelah operasi minimal
melakukan sebagian yang harus segera A:
aktivitas di tempat dilakukan Masalah teratasi
tidur sebagian:
- Look: Paha kanan - Klien mampu
klien tampak dibalut mempertahankan
elastic verband; posisi yang
posisi kaki abduksi dianjurkan
diganjal bantal - Klien membantu
- Feel:nyeri tkan (+) saat perubahan
posisi
P:
- Pertahankan posisi
sendi panggul yang
benar
- Bantu dalam
mengubah posisi
- Awasi latihan
pergeseran
kuadrisep dan
gluteal
- Berikan semangat
dan dukungan
terhadap program
latihan
- Bantu dan awasi
mobilisasi dengan
walker

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


Lampiran 2 - Catatan Perkembangan

Jum’at, Risiko infeksi b.d. Mandiri S:


31 Mei prosedur invasif, 1. Memantau TTV - Klien mengatakan
2013 manipulasi bedah, klien masih nyeri pada
implantasi benda asing 2. Mengkaji luka operasi
penampilan dan sifat - Klien mengatakan
DS: drainase balutannya tidak
- Klien mengatakan 3. Mengkaji area luka rembes
terasa nyeri pada luka 4. Mengkaji keluhan O:
operasi nyeri - TTV (TD =
DO : 5. Mencuci tangan 150/100 mmHg; N
- Adanya luka sebelum kontak = 90 x/menit; RR =
pembedahan dengan klien 20 x/menit; Suhu =
- Klien terpasang 36,70C)
drainase Kolaborasi - Luka dibalut
- TTV (TD = 150/100 1. Memberikan elastik verband
mmHg; N = 90 antibiotik ceftriaxone - Luka tidak ada
x/menit; RR = 20 2 gr dalam 100 cc rembesan
x/menit; Suhu = NaCl 0,9% - Drainase berwarna
36,70C) merah pekat
- Hasil lab post op: Hb sejumlah 34 ml
9,3 g/dl; leukosit A:
10,89 ribu/mm3 Masalah teratasi
sebagian:
- TTV klien dalam
rentang normal
- Luka tidak ada
rembesan
P:
- Pantau TTV klien
- Evaluasi area luka
- Evaluasi
penampilan dan
sifat drainase
- Gunakan teknik
aseptik saat

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


Lampiran 2 - Catatan Perkembangan

mengganti balutan
dan mengosongkan
kantong drainase
Sabtu, Kerusakan mobilitas Mandiri S:
1 Juni fisik b.d. kerusakan 1. Memperthankan - Klien mengatakan
2013 rangka neurovaskuler: posisi sendi panggul lutut kanan sudah
nyeri/ketidaknyamanan yang benar bisa digerakkan
2. Memberikan edukasi - Klien mengatakan
DS: mengenai paham mengenai
- Klien mengatakan pencegahan dislokasi pencegahan
sudah tidak terlalu 3. Membantu klien dislokasi
nyeri bila bergerak dalam mengubah O:
- Klien mengatakan posisi dan - Kaki kanan tampak
sudah cukup kuat memindahkan tubuh bisa digerakkan
menggerakkan paha 4. Mengawasi latihan - Klien tampak
kanannya pergeseran kuadrisep sudah bisa
DO: dan gluteal mengangkat
- TTV (TD = 140/90 5. Memberikan badannya ke posisi
mmHg; N = 88 semangat dan duduk
x/menit; RR = 18 dukungan terhadap - Paha kanan klien
x/menit; Suhu = program latihan sudah mampu
370C) 6. Memotivasi klien menekan tangan
- Klien tampak untuk memberi perawat ke arah
melakukan sebagian beban seperti dua tempat tidur masih
aktivitas di tempat botol air mineral dengan kekuatan
tidur yang diikat oleh minimal tetapi
- Look: Paha kanan sarung di kaki kiri sudah ada
klien tampak dibalut (sesuai anjuran ahli kontraksi
elastic verband; fisioterapi) dan A:
posisi kaki abduksi menggerakkan kaki Masalah teratasi
diganjal bantal kiri sebagian:
- Feel : nyeri tekan (+) - Klien
memperlihatkan
kemandirian saat
pemindahan tubuh

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


Lampiran 2 - Catatan Perkembangan

- TTV dalam batas


normal
P:
- Bantu dalam
mengubah posisi
- Awasi latihan
pergeseran
kuadrisep dan
gluteal
- Berikan semangat
dan dukungan
terhadap program
latihan
- Bantu dan awasi
mobilisasi dengan
walker

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


Lampiran 2 - Catatan Perkembangan

Sabtu, Risiko infeksi b.d. Mandiri S:


1 Juni prosedur invasif, 1. Memantau TTV - Klien mengatakan
2013 manipulasi bedah, klien nyeri sudah
implantasi benda asing 2. Mengevaluasi berkurang pada
penampilan dan sifat luka operasi
DS: drainase O:
- Klien mengatakan 3. Mengevaluasi area - TTV (TD = 140/90
nyeri sudah luka mmHg; N = 88
berkurang pada luka x/menit; RR = 18
operasi Kolaborasi x/menit; Suhu =
DO : 1. Memberikan 370C)
- Adanya luka antibiotik ceftriaxone - Luka dibalut
pembedahan 2 gr dalam 100 cc elastik verband
- Klien terpasang NaCl 0,9% - Luka tidak ada
drainase rembesan
- TTV (TD = 140/90 - Drainase berwarna
mmHg; N = 88 merah pekat
x/menit; RR = 18 sejumlah 30 ml
x/menit; Suhu = A:
0
37 C) Masalah teratasi
- Hasil lab post sebagian:
transfusi: Hb 11 g/dl; - TTV dalam rentang
leukosit 15,22 normal
ribu/mm3 - Luka tidak ada
rembesan
P:
- Pantau TTV klien
- Gunakan teknik
aseptik saat
mengganti balutan
dan pengosongan
kantong drainase
- Evaluasi penamilan
dan sifat drainase
- Evaluasi area luka

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


Lampiran 2 - Catatan Perkembangan

Sabtu, Nyeri akut b.d. trauma Mandiri S:


1 Juni jaringan dan spasme 1. Mengevaluasi - Klien mengatakan
2013 refleks otot sekunder keluhan nyeri nyeri agak
akibat pembedahan 2. Motivasi untuk berkurang setelah
penggantian sendi melakukan teknik tarik nafas dalam
panggul total. relaksasi - Klien mengatakan
3. Memotivasi klien sudah mampu
DS: untuk melakukan mengangkat paha
- Klien mengatakan teknik relaksasi nafas kanannya
skala nyeri yang dalam dan mengubah O:
dirasakan adalah 5 posisi yang nyaman - TTV (TD = 140/90
dari nilai maksimum mmHg; N = 88
10 x/menit; RR = 18
DO: x/menit; Suhu =
- Klien tampak 370C)
mengerutkan dahi - Klien tampak
- Klien tampak mampu nyaman dan santai
menggerakkan setelah tarik nafas
tubuhnya tetapi masih dalam
berhati-hati saat - Klien tidak tampak
menggerakkan gelisah
panggul kanan - Klien tampak
- TTV (TD = 140/90 melakukan tarik
mmHg; N = 88 nafas dalam untuk
x/menit; RR = 18 mengurangi
x/menit; Suhu = 370C) nyerinya
- Klien tampak
mampu
mengangkat paha
kanannya
A:
Masalah teratasi
sebagian:
- TTV dalam batas
normal

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


Lampiran 2 - Catatan Perkembangan

- Klien tampak
nyaman dan santai
- Muka klien tidak
meringis dan
mengerutkan dahi
pada saat
melakukan
aktivitas
P:
- Evaluasi keluhan
nyeri
- Motivasi untuk
melakukan teknik
relaksasi
- Informasikan
kepada klien
mengenai
analgesik yang
diberikan

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


Lampiran 2 - Catatan Perkembangan

Senin, Nyeri akut b.d trauma Mandiri S:


3 Juni jaringan dan spasme 1. Mengevaluasi - Klien mengatakan
2013 refleks otot sekunder keluhan nyeri nyeri sekali pada
akibat pembedahan 2. Menganjurkan klien panggul kanan
penggantian sendi untuk mencari posisi - Klien mengatakan
panggul total. yang nyaman sudah mencoba
3. Memotivasi klien tarik nafas dalam
DS: untuk melakukan tetapi masih nyeri
- Klien mengatakan teknik relaksasi nafas O:
nyeri pada panggul dalam - Klien tampak
kanan walau hanya 4. Memotivasi keluarga gelisah
berbaring untuk memberikan - Klien tampak
- Klien mengatakan kompres hangat melakukan tarik
skala nyeri yang dengan nafas dalam untuk
dirasakan adalah 7 menggunakan botol mengurangi
dari nilai maksimum air mineral di pinggir nyerinya
10 paha kanan - Klien tampak tidak
DO: menggerakkan
- Klien tampak panggul kanannya
meringis menahan ketika nyeri
sakit A:
- Klien tampak Masalah teratasi
mengerutkan dahi sebagian:
- Klien tampak mampu - Klien dapat
menggerakkan kaki menggerakkan
kanan sambil bagian tubuhnya
memegangi paha P:
kanannya - Evaluasi keluhan
- TTV (TD = 150/90 nyeri
mmHg; N = 102 - Motivasi untuk
x/menit; RR = 20 melakukan teknik
x/menit; Suhu = relaksasi
37,80C)

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


Lampiran 2 - Catatan Perkembangan

Senin, Kerusakan mobilitas Mandiri S:


3 Juni fisik b.d. kerusakan 1. Membantu klien - Klien mengeluh
2013 rangka neurovaskuler: dalam mengubah lutut masih agak
nyeri/ketidaknyamanan posisi sakit untuk
2. Mengevaluasi bergerak
DS: mengenai pencegahan - Klien mengatakan
- Klien mengatakan dislokasi masih ingat
nyeri saat bergerak 3. Mengawasi latihan mengenai
- Klien mengatakan pergeseran kuadrisep pencegahan
sedang tidak mampu dan gluteal dislokasi
menggerakkan paha 4. Memberikan O:
kanannya semangat dan - Kaki kanan tampak
DO: dukungan terhadap agak sulit
- TTV (TD = 150/90 program latihan digerakkan
mmHg; N = 102 - Klien mampu
x/menit; RR = 18 melakukan
x/menit; Suhu = pergeseran
37,80C) kuadrisep dan
- Klien masih berbaring gluteal pada kaki
di tempat tidur kanan tetapi masih
- Klien tampak minimal
mempertahankan A:
posisi anatomis pada Masalah teratasi
kaki kanan sebagian:
- Klien mampu
mempertahankan
posisi yang
dianjurkan
- Klien berpartisipasi
aktif dalam
program latihan
P:
- Bantu dalam
mengubah posisi
- Awasi latihan

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


Lampiran 2 - Catatan Perkembangan

pergeseran
kuadrisep dan
gluteal
- Berikan semangat
dan dukungan
terhadap program
latihan
- Bantu dan awasi
mobilisasi dengan
walker
Selasa, Nyeri akut b.d trauma Mandiri S:
4 Juni jaringan dan spasme 1. Mengevaluasi - Klien mengatakan
2013 refleks otot sekunder keluhan nyeri nyeri sudah
akibat pembedahan 2. Memotivasi klien berkurang setelah
penggantian sendi untuk melakukan tarik nafas dalam
panggul total. teknik relaksasi nafas O:
dalam dan mengubah - Klien tampak
DS: posisi yang nyaman nyaman dan santai
- Klien mengatakan 3. Mengevaluasi setelah tarik nafas
nyeri pada panggul ketidaknyamanan dalam
kanan sudah dan keefektifan - Klien tidak tampak
berkurang teknik modifikasi gelisah
- Klien mengatakan nyeri - Klien tampak
skala nyeri yang melakukan tarik
dirasakan adalah 3 nafas dalam untuk
dari nilai maksimum mengurangi
10 nyerinya
DO: - Klien tampak
- Klien tidak tampak mampu
mengerutkan dahi saat mengangkat paha
bergerak kanannya
- Klien dapat A:
menggerakkan kaki Masalah teratasi
kanannya sebagian:
- TTV (TD = 150/90 - Skala nyeri

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


Lampiran 2 - Catatan Perkembangan

mmHg; N = 102 berkurang menjadi


x/menit; RR = 18 3 dari 10
x/menit; Suhu = - Klien tidak tampak
0
37,8 C) meringis dan
mengerutkan dahi
saat bergerak
- Klien dapat
menggerakkan
bagian tubuhnya
P:
- Evaluasi keluhan
nyeri
- Motivasi untuk
melakukan teknik
relaksasi
- Evaluasi
ketidaknyamanan
dan keefektifan
teknik modifikasi
nyeri

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


Lampiran 2 - Catatan Perkembangan

Selasa, Risiko infeksi b.d. Mandiri S:


4 Juni prosedur invasif, 1. Memantau TTV - Klien mengatakan
2013 manipulasi bedah, klien lebih nyaman
implantasi benda asing. 2. Mengkaji area luka setelah drainase-
3. Mengevaluasi nya di -aff
DS: penampilan dan sifat - Klien mengatakan
- Klien mengatakan drainase nyeri sudah
nyeri sudah 4. Membantu berkurang pada
berkurang pada luka melakukan aff-drain luka operasi
operasi dan ganti balutan O:
- Klien mengatakan dengan tetap - TTV (TD = 150/90
skala nyeri yang mempertahankan mmHg; N = 102
dirasakan adalah 3 teknik aseptik x/menit; RR = 18
dari nilai maksimum x/menit; Suhu =
10 37,80C)
DO : - Luka bersih dan
- Adanya luka tidak kotor
pembedahan - Luka tidak ada
- Luka bersih tidak rembesan
lembab dan tidak - Insisi mengalami
kotor penyatuan baik
- TTV (TD = 150/90 tanpa pengeluaran
mmHg; N = 102 cairan atau respon
x/menit; RR = 18 inflamasi
x/menit; Suhu = berlebihan
37,80C) - Tidak ada tanda
infeksi pada luka
seperti pus
- Drainase sudah di-
aff
A:
Masalah teratasi
P:
- Intervensi
dihentikan

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


Lampiran 2 - Catatan Perkembangan

Rabu, Nyeri akut b.d trauma Mandiri S:


5 Juni jaringan dan spasme 1. Mengobservasi tanda- - Klien mengatakan
2013 refleks otot sekunder tanda vital klien skala nyeri yang
akibat pembedahan 2. Mengevaluasi dirasakan adalah 2
penggantian sendi keluhan nyeri dari nilai
panggul total. 3. Memberikan posisi maksimum 10
yang nyaman dan - Klien mengatakan
DS: dalam batas yang lebih rileks setelah
- Klien mengatakan diperbolehkan tarik nafas dalam
nyeri pada panggul 4. Memotivasi klien O:
kanan sudah untuk melakukan - Klien tampak
berkurang teknik relaksasi nafas nyaman dan santai
- Klien mengatakan dalam setelah tarik nafas
skala nyeri yang 5. Mengevaluasi dalam
dirasakan adalah 3 keefektifan teknik - Klien
dari nilai maksimum modifikasi nyeri mengekspresikan
10 rasa percaya diri
DO: dalam usaha
- Klien tampak mampu mengontrol nyeri
menggerakkan bagian - Muka klien tidak
tubuhnya meringis dan
- Klien tidak tampak mengerutkan dahi
meringis dan pada saat
mengerutkan dahi melakukan
- TTV (TD = 120/80 aktivitas
mmHg; N = 100 - TTV (TD = 120/80
x/menit; RR = 18 mmHg; N = 100
0
x/menit; Suhu = 36 C) x/menit; RR = 18
x/menit; Suhu =
360C)
A:
Masalah teratasi
P:
- Intervensi
dihentikan

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


Lampiran 2 - Catatan Perkembangan

Rabu, Kerusakan mobilitas Mandiri S:


5 Juni fisik b.d. kerusakan 1. Memotivasi klien - Klien mengatakan
2013 rangka neurovaskuler: untuk latihan gerak paha kanannya
nyeri/ketidaknyaman mulai dengan kaki sudah tidak nyeri
kiri yang tidak sakit - Klien mengatakan
DS: 2. Motivasi dan bantu sudah bisa berdiri
- Klien mengatakan klien untuk mobilisasi dari kursi roda
sudah tidak nyeri saat menggunakan walker - Klien mengatakan
bergerak 3. Mengevaluasi mengerti tentang
- Klien mengatakan mengenai pencegahan aktivitas yang tidak
sudah mampu dislokasi boleh dilakukan
menggerakkan paha 4. Memberikan edukasi O:
kanannya terkait latihan yang - Klien mampu
DO: perlu dilakukan dan menyebutkan
- TTV (TD = 120/80 aktivitas yang perlu pencegahan
mmHg; N = 100 dihindari dislokasi
x/menit; RR = 18 5. Melakukan discharge - Klien mampu
x/menit; Suhu = 360C) planning menyebutkan
- Klien tampak duduk 6. Membantu klien aktivitas yang tidak
di kursi roda untuk berpindah dari boleh dilakukan
kursi roda ke tempat - Klien tampak
tidur mampu berdiri dari
7. Mengawasi latihan kursi roda dengan
pergeseran kuadrisep cara yang tepat
dan gluteal - Klien tampak
mampu berjalan
Kolaborasi: menggunakan
1. Bersama dokter walker dengan
bedah mengawasi benar
ambulasi klien - Klien tampak tegak
terutama saat saat berjalan
menggunakan walker menggunakan
walker
- TTV dalam batas
normal (TD =

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


Lampiran 2 - Catatan Perkembangan

120/80 mmHg; N
= 100 x/menit; RR
= 18 x/menit; Suhu
= 360C)
- Klien tampak
berpindah dari
kursi roda ke
tempat tidur
dengan benar
- Paha kanan klien
sudah mampu
menekan tangan
perawat ke arah
tempat tidur
dengan maksimal
A:
Masalah teratasi
P:
- Intervensi
dihentikan

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


Lampiran 3 - Pemeriksaan Diagnostik

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. Rontgent Thorax tanggal 13 Mei 2013

b. Rontgent Coxae tanggal 29 Mei 2013

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


Lampiran 3 - Pemeriksaan Diagnostik

c. Rontgent Pelvis tanggal 30 Mei 2013 (post THA)

d. Rontgent Femur AP Lateral tanggal 30 Mei 2013 (post THA)

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total

BUKU PANDUAN

PROGRAM PEMULIHAN

POST OPERASI

PENGGANTIAN PANGGUL TOTAL

Pemilik : ___________________

NAMA DOKTER : ___________________

NAMA PERAWAT : ___________________

TANGGAL OPERASI : ___________________

RUANG RAWAT : ___________________


Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total
Pencegahan pada Panggul

Tindakan pencegahan bertujuan untuk mengurangi risiko dislokasi (lepasnya sendi).


Tindakan ini harus dilakukan setiap waktu selama 6-8 minggu setelah operasi
(1,5- 2 bulan). Saat kontrol, Anda akan diberitahu apakah harus melanjutkan
tindakan ini atau tidak.

1) DILARANG MENEKUK PANGGUL MELEBIHI 900

2) DILARANG MENYILANGKAN KAKI

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total
3) DILARANG MEMUTAR PINGGANG

LATIHAN SEGERA SETELAH OPERASI

Anda sebaiknya melakukan latihan berikut ini segera setelah operasi dengan tujuan
: membantu mencegah komplikasi pernapasan, mencegah bekuan darah pada kaki
Anda, dan meningkatkan peredarah darah.

1) NAFAS DALAM DAN LATIHAN BATUK

Setelah Anda bangun dan mampu bergerak, tarik nafas dalam hingga 10 kali, lalu
diteruskan dengan batuk, latih setiap jam.

2) GERAKAN MEMOMPA PADA PERGELANGAN KAKI

Gerakan kaki Anda ke atas, bawah, dan membuat lingkaran. Ulangi sampai 50 kali
setiap jam.

3) KONTRAKSI PADA BOKONG

Kencangkan otot bokong Anda dan tahan sambil menghitung selama 5 detik. Ulangi
5 sampai 10 kali. Lakukan 3 sampai 4 kali setiap hari.

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total
4) PENGUATAN QUADRISEP STATIS
Kencangkan otot pada bagian depan paha yang dioperasi dengan cara menekan
lutut ke arah tempat tidur. Latihan ini dapat dilakukan sambil berbaring atau duduk di
tempat tidur.

LATIHAN UNTUK BERGERAK

1) BERBARING

Ketika berbaring pada salah satu sisi tubuh,


letakkan bantal di antara kaki Anda terlebih
dahulu. Lakukan selama 6 minggu (1,5 bulan)
pertama setelah operasi.

2) TURUN DARI TEMPAT TIDUR

a) Turunkan kaki yang dioperasi ke pinggir tempat tidur


b) Turunkan kaki yang tidak dioperasi ke pinggir tempat tidur
c) Dorong dengan tangan Anda untuk berdiri perlahan

3) NAIK KE TEMPAT TIDUR

a) Duduk di pinggir tempat tidur dan mundur hingga kaki Anda ditopang tempat
tidur
b) Gunakan kedua tangan untuk menjaga keseimbangan Anda di tempat tidur
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total
c) Angkat dan ayunkan kedua kaki ke tempat tidur. Gunakan tangan dan kaki
Anda yang tidak dioperasi untuk mendorong badan Anda ke atas

LATIHAN LANJUTAN UNTUK BERGERAK

1) DUDUK

a) Duduklah dengan tegap pada kursi yang dilengkapi


dengan sandaran dan pegangan tangan.
b) Duduklah pada kursi yang lebih tinggi dari tinggi lutut
Anda.
c) DILARANG duduk pada kursi yang lembut seperti
sofa, kursi tanpa sandaran, kursi goyang, atau kursi
di angkot.

2) BERDIRI

a) Pindahkan bokong Anda pada pinggiran kursi


sehingga kaki Anda menapak di lantai.
b) Tekuk kaki yang tidak dioperasi untuk menopang
berat badan Anda.
c) Jaga kaki yang dioperasi tetap lurus di depan Anda.
d) DILARANG untuk menekuknya ke depan.
e) Dengan tangan Anda menekan tangan kursi, dorong
badan Anda dan topang berat badan Anda dengan
kaki yang tidak dioperasi.

3) DUDUK KE KURSI

a) Rasakan adanya kursi atau tempat tidur oleh bagian belakang kaki Anda.
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total
b) Jangkau tangan kursi
c) Turunkan badan Anda dengan tetap mempertahankan kaki yang dioperasi
lurus ke depan dan topang berat badan Anda dengan kaki yang tidak
dioperasi.
d) DILARANG untuk menekuknya ke depan.

4) MENGGUNAKAN WALKER

Berdiri yang tegak dan lihat ke depan ketika berjalan:

a) Gerakkan walker ke arah depan terlebih dahulu,


ikuti dengan kaki yang dioperasi. Lalu gerakkan
kaki yang tidak dioperasi ke arah depan.
b) Topang berat badan Anda pada walker untuk
menghindari penopangan berat badan pada kaki
yang dioperasi ketika melangkah ke depan.

MASUK KE DALAM MOBIL

1) Pindahkan tempat duduk/kursi sejauh mungkin dan bersandarlah sedikit.


Bersandar pada bagian punggung kursi akan membantu panggul Anda yang
dioperasi tetap lurus ketika kaki Anda masuk ke dalam mobil.
2) Mundur ke dekat kursi dan tempatkan satu tangan pada bagian belakang kursi
dan satunya lagi pada dashboard sebagai topangan.
3) Duduklah secara perlahan dan pertahankan kaki yang dioperasi tetap lurus.
4) Dorong sejauh Anda bisa. Ayunkan kaki Anda, tekuk lutut Anda pada posisi yang
nyaman.

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total

LATIHAN SETELAH OPERASI Lakukan 2-3 kali sehari

Latihan ini dimulai ketika Anda dirawat di rumah sakit dan dilanjutkan setelah pulang
dari rumah sakit. Latihan di bawah in akan membantu Anda untuk memulihkan
gerakan normal dan kekuatan pada panggul dan menambah kesembuhan.

1) A. MENEKUK PANGGUL DAN LUTUT

1. Berbaringlah dengan kepala yang


agak tinggi sedikit, lilitkan handuk
di bawah kaki yang dioperasi.
Tarik handuk lalu dorong tumit ke
arah bokong.
2. Pertahankan tumit tetap pada
tempat tidur.
3. DILARANG mendorong tumit
sampai panggul tertekuk melebihi 900.

1) B. GERAKAN MAJU

1. Berbaringlah dengan kepala yang


agak tinggi sedikit.
2. Dorong tumit Anda ke arah
bokong.
3. Pertahankan tumit tetap pada
tempat tidur.
4. DILARANG mendorong tumit sampai panggul tertekuk melebihi 900.

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total
LATIHAN LANJUTAN SETELAH OPERASI Lakukan 2-3 kali sehari

2) ISOMETRIK PADA URAT-URAT LUTUT

a) Tekan seluruh bagian kaki yang


dioperasi ke tempat tidur.
b) Rasakan otot pada bokong dan kaki
yang dioperasi mengencang.
c) DILARANG mendorong sampai
panggul tertekuk melebihi 900.

3) PENGUATAN QUADRISEP DI ATAS GULUNGAN

a) Dengan gulungan handuk di bawah


lutut pada kaki yang dioperasi,
angkat tumit Anda dari tempat tidur.
b) Pastikan paha Anda tidak menekan
gulungan.

4) ABDUKSI PANGGUL

a) Letakkan kantong plastik besar


dibawah tumit atau gunakan seprai di
sekitar kaki Anda untuk membantu
Anda memindahkan kaki pada awal
latihan hingga Anda bisa
melakukannya tanpa bantuan.
b) Dorong kaki yang dioperasi
menyamping di tempat tidur, pertahankan lutut Anda menekan tempat tidur.
c) Pertahankan tempurung lutut dan jari kaki menghadap ke atas.

5) MENGAKTIFKAN PERUT

a) Ketika Anda berbaring, angkat kepala


Anda sedikit dan kencangkan otot
perut sehingga pusar Anda bergerak
ke bawah ke arah tulang belakang.

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total
6) BERDIRI DENGAN PANGGUL DITEKUK

a) Berdiri dengan memegang topangan sehingga


seimbang, tekuk panggul yang dioperasi dengan
mendorong lutut Anda ke arah dada.
b) DILARANG mendorong sampai panggul tertekuk
melebihi 900.

7) BERDIRI DENGAN PANGGUL ABDUKSI

a) Berdiri dengan memegang


topangan sehingga
seimbang, angkat kaki
yang dioperasi ke arah
pinggir dengan tetap
berdiri tegak.
b) Pertahankan panggul
Anda sama tinggi.
Pertahankan badan bagian atas dan jari kaki menunjuk ke depan.
c) Kembalikan kaki secara perlahan ke posisi semula.

8) MELENGKUNGKAN URAT-URAT LUTUT

a) Berdiri dengan memegang topangan sehingga


seimbang, angkat tumit Anda ke arah bokong.
Pertahankan paha Anda sama tinggi satu sama lain.
b) Kembalikan kaki secara perlahan ke posisi semula.

9) BERDIRI DENGAN PAHA DILURUSKAN

a) Berdiri dengan tangan pada pinggang atau memegang


topangan, angkat kaki yang dioperasi ke arah belakang.
Pertahankan lutut Anda lurus.
b) Pertahankan untuk tetap berdiri tegak

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total
LATIHAN DENGAN TAHANAN PADA BERAT BADAN SEPENUHNYA

Latihan ini hanya dimulai setelah Anda diijinkan untuk menahan berat badan
sepenuhnya pada kaki yang dioperasi. Lakukan 2-3 kali sehari.

10) BRIDGING

a) Tekuk kedua lutut ke atas dengan


kaki tetap datar pada tempat tidur.
Dorong terus kedua kaki Anda dan
angkat bokong Anda sedikit di atas
tempat tidur.
b) Pertahankan otot perut Anda
kencang untuk menghindari sakit pada
punggung.

11) LATIHAN MELANGKAH KE SAMPING

a) Berdiri dan latihlah melangkah ke samping.


Lakukan beberapa langkah pada satu tujuan
kemudian kembali lagi ke arah berlawanan,
kembali pada posisi semula. Anda mungkin
membutuhkan topangan pada tangan.
b) DILARANG membuat kaki Anda terlalu dekat
satu sama lain atau memutar tubuh.

12) LATIHAN MELANGKAH KE DEPAN/BELAKANG

a) Berdiri tegak dan topang


berat badan Anda pada kaki
yang dioperasi. Mulailah
dengan melangkah ke depan
dan belakang menggunakan
kaki yang tidak dioperasi.
Latih memindahkan berat
badan Anda dari satu kaki ke
kaki yang lain.

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total
b) Ketika Anda dapat melakukan ini, Anda dapat melangkah maju 5-6 langkah ke
belakang dalam satu baris. Gunakan topangan pada tangan untuk
keselamatan dan keseimbangan.

13) KESEIMBANGAN PADA SATU KAKI

a) Usahakan untuk
seimbang pada kaki
yang dioperasi. Mulai
dengan menggunakan
topangan.
b) Latihan:
1. Tingkatkan waktu
Anda ketika latihan
keseimbangan
dengan menggunakan topangan. (misal: latih keseimbangan untuk 20-30
detik)
2. Berhati-hatilah untuk latihan keseimbangan tanpa menggunakan topangan.
3. Tingkatkan sedikit demi sedikit waktu Anda latihan keseimbangan pada
satu kaki ketika tidak menggunakan topangan.

14) ¼ BERJONGKOK PADA DINDING

a) Tempatkan kaki dan bahu Anda secara melebar


dan terpisah dan sedikitnya 12 cm dari dinding.
b) Tekuk ¼ lutut secara perlahan ke arah bawah.
c) DILARANG membuat lutut Anda melebihi depan
jari kaki Anda.
d) Anda boleh menggunakan topangan jika
diperlukan.

15) LATIHAN MELANGKAH

a) Tempatkan kaki yang dioperasi di atas kotak setinggi beberapa cm.


b) Dorong badan Anda ke atas untuk melangkah ke kotak dengan
menggunakan otot pada kaki yang dioperasi. DILARANG menarik badan
Anda ke atas.
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total
c) Melangkah ke lantai dengan kaki yang tidak dioperasi. Lakukan gerakan ini
secara perlahan dan terkontrol. Mulai dengan kotak setinggi 5-10 cm lalu
tingkatkan sampai kotak setinggi 15 cm dan selanjutnya sampai 20 cm jika
sudah mampu.

PEDOMAN AKTIVITAS

6 Minggu 12 minggu
Tidak
(1,5 bulan) (3 bulan) DILARANG
Diperbolehkan
setelah operasi setelah operasi
Menyetir Bersepeda di luar Mengangkat beban Jogging atau
berat yang berlari
rumah
melibatkan kaki
Bersepeda tetapi Berkebun
tidak dijalankan di
luar (menetap)
Berbaring pada sisi Aktivitas seksual
panggul yang
dioperasi
Berbaring dengan Berenang dengan
gaya dada
bantal diantara
Menekuk panggul
kedua lutut
melebihi 900 untuk
memakai sepatu
atau kaus kaki
Menggunakan kursi
yang
ditinggikan/toilet

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total
DAFTAR REFERENSI

Thunder Bay Regional Health Sciences Centre. (2008). Total Hip Replacement-
exercise booklet-restricted weight bearing. North West Community Care
Access Centre, ST. Joseph’s Care Group. Mei 23, 2013. http://google.co.id
University College London Hospitals NHS Foundation Trust. (2011). Total hip
replacement surgery and your recovery programme: a guide for patients and
carers. UCLH Trauma & Orthopaedic Team. Mei 23, 2013. http://google.co.id
Royal Free Hampstead. (2009). Physiotherapy after total hip replacement. Mei,
2013. http://www.royalfree.nhs.uk

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013


Lampiran 5 - Daftar Riwayat Hidup

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Biodata

Nama : Herlia Yuliantini


Tempat, Tanggal Lahir : Cirebon, 13 Juli 1990
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Golongan Darah :A
Alamat : Jl. Margonda Raya Gg. H. Atan No. 34 RT 04 RW
12 Kelurahan Kemirimuka Kecamatan Beji Depok
16423
Jl. Rajawali Barat I No. 29/90 RT 01 RW 04
Kelurahan Kecapi Kecamatan Harjamukti
PERUMNAS-CIREBON 45142
Telepon/HP : 081324994941
Email : herlia.yuliantini@yahoo.com
herlia.yuliantini@ui.ac.id

II. Riwayat Pendidikan

1. TK Mutiara : 1995-1996
2. SDN Pangrango : 1996-2002
3. SMP Negeri 1 Cirebon : 2002-2005
4. SMA Negeri 1 Cirebon : 2005-2008
5. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia : 2008-2013

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Anda mungkin juga menyukai