MOLA HIDATIDOSA
Oleh:
Keren Kaawoan
16014101160
Masa KKM 31 Juli – 08 Oktober 2017
Supervisor Pembimbing
dr. Joice Kaeng, SpOG
1
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh :
Keren Kaawoan
16014101160
Koordinator Pendidikan
Bagian Obstetri dan Ginekologi Supervisor Pembimbing
FK UNSRAT Manado
2
Daftar Isi
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
dinding uterus dimana tidak terlihat janin kecuali pada mola yang parsial.
Gambaran khas yang dapat terlihat dengan USG yaitu gambaran badai salju (snow
like pattern). Namun saat ini dengan kemajuan teknologi, hasil USG memberikan
gambaran vesicular pattern sound. Bila gelembung mola mempunyai diameter
yang lebih besar, gambarannya tampak seperti rangkaian buah anggur (grape de
raisins).2
Prinsip penanganan pada mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap, yaitu:
perbaiki keadaan umum, pengeluaran jaringan mola, terapi profilaksis dengan
sitostatika dan pemeriksaan lanjut (follow up).3
Mola hidatidosa dapat menimbulkan mortalitas yang tinggi jika tidak
ditangani. Oleh karena itu, deteksi dini dan penanganan yang baik pada penderita
mola hidatidosa maupun penemuan dini tumor trofoblas sesudah evakuasi mola
sangat penting sebagai upaya untuk menekan mortalitas akibat penyakit ini.
5
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. TL
Umur : 27 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Desa Teling Lingkungan I
Bangsa : Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Nama Suami : Tn. S
Pekerjaan : Swasta
MRS : 26 Juli 2017, jam 16.00 WITA
B. ANAMNESIS UTAMA
Keluhan Utama : Keluar darah dari jalan lahir
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien merupakan rujukan dari RSU Gunung Maria dengan diagnosis
kehamilan tidak baik dd Mola hidatidosa.
Keluar darah dari jalan lahir sejak 2 hari SMRS, berwarna merah segar,
bergumpal - gumpal, bergelembung.
Demam (-)
Mual dan muntah (+) sejak 2 minggu SMRS
Perut membesar sejak 1 bulan SMRS
Nyeri perut (-)
Buang air kecil dan buang air besar biasa
Riwayat trauma (-)
Keputihan (-)
6
Riwayat penyakit jantung, paru, ginjal, hati, kencing manis, darah tinggi
disangkal.
2. Riwayat Haid.
Menarche pada umur 12 tahun, siklus teratur 28-30 hari, selama 4-5 hari.
Sakit waktu haid hingga tidak dapat bekerja (-)
HPHT: 8 April 2017.
4. Pemakaian kontrasepsi
Riwayat KB: Pil KB terakhir Februari 2017
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Praesens
Keadaan umum : Cukup
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
7
Nadi : 86 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu badan : 36,3oC
Warna Kulit : kuning langsat
Edema : (-)
BB/TB : 62 kg / 165 cm
Gizi : cukup
Kepala : kepala bentuk simetris, kedua konjungtiva
anemis (+), kedua sklera tidak ikterik, telinga normal,
tidak ada sekret yang keluar dari liang telinga, hidung
bentuk normal dan tidak ada sekret, tenggorokan tidak
hiperemis, karies dentis (-)
Leher : tidak ditemukan pembengkakan kelenjar getah bening
Dada : bentuk simetris normal
Jantung : bunyi jantung I dan II reguler, tidak terdengar bising
jantung
Paru-paru : suara pernapasan vesikuler, tidak ditemukan rhonki dan
wheezing di kedua lapangan paru
Hati : tak teraba
Limpa : tak teraba
Alat kelamin : dalam batas normal
Anggota gerak : dalam batas normal
Refleks : dalam batas normal
Status Lokalis
Pemeriksaan Abdomen :
Inspeksi : cembung
Palpasi : lemas, bagian-bagian janin (-), ballotement (-), TFU 2 jari bawah
pusat
8
Perkusi : WD (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal, BJJ (-)
Pemeriksaan ginekologi:
Inspeksi : fluksus (+), vulva tidak ada kelainan.
Inspekulo : fluksus (+), vulva / vagina tidak ada kelainan, livide (+),
portio licin, erosi (-), OUE tertutup.
Pemeriksaan dalam: fluksus (+), vulva/vagina tidak ada kelainan, portio licin,
nyeri goyang (-), erosi (-), OUE tertutup
Cut : 2 jari bawah pusat
A/P bilateral : lemas, nyeri (-), massa (-)
Cavum Douglasi : tidak menonjol
Rectal Toucher : TSA cekat, ampula kosong
Pemeriksaan lain:
HCG : (+)
USG : VU terisi cukup, uterus antefleksi ukuran 17,8 cm x 8,33
x10,1 cm. Tampak gambaran vesikuler pada cavum uteri.
Kesan Mola hidatidosa
9
Trombosit 207.000/uL
MCH 26,6 pg
MCHC 30,4 g/dL
MCV 87,4 fL
GDP 108
Creatinin 0,4
Ureum 9,0
LDL 79
Natrium 134
Kalium 3,90
Chlorida 105
Calsium 9,1
Hasil Urinalisa
Makroskopis :
Warna Kuning
Kekeruhan Jernih
Mikroskopis
Eritrosit 10-15 /LPB
Leukosit 2-4 /LPB
Epitel 10 - 15 / lpk
Bakteri negatif /LPB
Jamur negatif /LPB
Amoeba negatif
Kimia :
Berat Jenis 1020
pH 6
Leukosit neg
Nitrit neg
Protein neg
Glukosa neg
Keton 4+
Urobilinogen neg
Bilirubin neg
Darah /Eritosit 3+
Tes Beta HCG : (+) dalam 3x titrasi urin
EKG : Sinus takikardi 108x/menit
10
Foto Thorax : Dalam batas normal
Resume Masuk
G2P1A0, 27 tahun masuk rumah sakit tanggal 26 Juli 2017 dengan keluhan
perdarahan pervaginam berwarna merah segar, bergumpal - gumpal,
bergelembung sejak 2 hari SMRS. Perut membesar sejak 1 bulan SMRS. Pasien
merupakan rujukan dari RSU Gunung Maria dengan diagnosis kehamilan tidak
baik dd Mola hidatidosa. Riwayat penyakit ginjal, paru, jantung, hati, kencing
manis, serta darah tinggi disangkal. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Haid
pertama dialami pada usia 12 tahun dengan siklus yang teratur dan lamanya haid
setiap siklus 4-5 hari. HPHT 8 April 2017.
Status Praesens
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital : Tekanan darah : 100/70mmHg
Nadi : 89 x/mnt
Respirasi : 20 x/mnt
Suhu badan : 36,5oC
Status Lokalis
Pemeriksaan Abdomen :
Inspeksi : cembung
Palpasi : lemas, bagian-bagian janin (-), ballotement (-), TFU 2 jari
bawah pusat
Perkusi : WD (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal, BJJ (-)
Pemeriksaan ginekologi:
Inspeksi : fluksus (+), vulva tidak ada kelainan.
Inspekulo : fluksus (+), vulva / vagina tidak ada kelainan,
11
livide (+), portio licin, erosi (-), OUE tertutup.
Pemeriksaan dalam : fluksus (+), vulva/vagina tidak ada kelainan, portio
licin, nyeri goyang (-), erosi (-), OUE tertutup
CUT : 2 jari bawah pusat
A/P bilateral : lemas, nyeri (-), massa (-)
Cavum Douglasi : tidak menonjol
Rectal Toucher : TSA cekat, ampula kosong
Pemeriksaan lain:
HCG : (+)
USG : VU terisi cukup, uterus antefleksi ukuran 17,8 cm x 8,33 x
10,1 cm. Tampak gambaran vesikuler pada cavum uteri.
Kesan Mola hidatidosa
D. Diagnosa Kerja
G2P1A0 27 tahun dengan mola hidatidosa.
E. Sikap/Terapi/ Rencana
Masuk Rumah Sakit
Perbaiki keadaan umum
Lab, USG , Cross match, sedia darah
Periksa β-HCG kuantitatif, T3, T4, TSH
Lapor konsulen
Advice (kuret suction elektif)
Konsul interna
F. Follow Up
Tanggal S O A P
12
Keadaan Umum :
Cukup
Sb: 36,6°C
Parameter Hasil
13
MCH 31,0 pg
MCHC 35,7 g/dL
MCV 86,8 fL
PT
Follow Up
Tanggal S O A P
N: 80 x/menit
14
RR : 20 x/menit
Sb: 36,5°C
Parameter Hasil
15
MCV 86,4 fL
FT4 2,34 ng/dL
FT3 7,11 pmol/L
Follow Up
Tanggal S O A P
kesadaran : compos
mentis
Mata : konjungtiva
anemis -/- , cekung -/-,
sclera ikterik -/-
N: 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Sb: 36,5°C
Mata : konjungtiva
16
anemis -/- , cekung -/-,
sclera ikterik -/-
Kesadaran : compos
mentis
hidatidosa
Sb: 36,5°C
Mata : konjungtiva
anemis -/- , cekung -/-,
sclera ikterik -/-
N: 80 x/menit
RR : 20 x/menit
17
Sb: 36,5°C
Mata : konjungtiva
anemis -/- , cekung -/-,
sclera ikterik -/-
Kesadaran : compos
mentis
Mata : konjungtiva
anemis -/- , cekung -/-,
sclera ikterik -/-
03 Agustus 2017
LAPORAN KURETASE
Pasien diberikan anestesia regional lalu dibaringkan terlentang di meja operasi
dalam posisi litotomi. Dilakukan pengosongan kandung kemih, kemudian
dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada daerah vulva dan sekitarnya
dengan betadine. Spekulum seems dipasang secara lega artis, tenakulum dipasang
arah jam 11. Dilakukan sondase uterus, uterus antefleksi dengan ukuran ± 13 cm.
Dilakukan kuretase suction secara sistematis hingga bersih. Setelah yakin tidak
ada jaringan tertinggal kuretase suction dihentikan. Didapatkan jaringan mola dan
darah ± 600 cc. Tenakulum dilepas sisa darah dibersihkan. Spekulum dilepas.
Kuretase suction selesai. Perdarahan ± 600 cc.
18
Gambar 2. Jaringan Mola
Follow Up
Tanggal S O A P
Keadaan Umum :
Cukup Terapi post kuretase:
Sb: 36,5°C
Parameter Hasil
19
MCHC 34,7 g/dL
MCV 88,5 fL
Follow Up
Tanggal S O A P
Parameter Hasil
20
Trombosit 249.000/uL
MCH 30 pg
MCHC 33,1 g/dL
MCV 90,4 fL
SGOT 56 U/L
SGPT 89 U/L
Ureum 9 mg/dL
Urin Acid 4
GDS 103mg/dL
Globulin 2,43
Clorida 99 mEq/L
21
Follow Up
Tanggal S O A P
22
BAB III
PEMBAHASAN
A. Diagnosis
Pada penderita ini diagnosis Mola hidatidosa ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan ginekologi dan
pemeriksaan penunjang.
Pada kasus ini didapatkan seorang wanita G2P1A0 umur 27 tahun
masuk rumah sakit dengan keluhan keluar darah sedikit-sedikit dari jalan
lahir, warna merah segar, bergumpal-gumpal, dan bergelembung sejak 2
hari yang lalu. Mola hidatidosa merupakan salah satu penyebab perdarahan
pervaginam selama pada masa-masa awal kehamilan yang terjadi pada
0,1% wanita hamil. Perdarahan dapat terjadi antara bulan pertama sampai
ketujuh, tetapi rata-rata terjadi pada trimester pertama. Sifat perdarahannya
bisa intermiten, sedikit-sedikit, atau langsung banyak.4-8 Hal ini sesuai
dengan sifat sel trofoblas yang mengadakan invasi kedalam pembuluh
darah sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada pembuluh darah
tersebut.5
Pada pasien ini terdapat riwayat terlambat haid. Menurut
kepustakaan, amenorea termasuk dalam gejala suatu Mola hidatidosa.
Penderita juga mengeluhkan selalu merasa mual dan muntah, hal ini sesuai
dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa pada dasarnya Mola
hidatidosa merupakan suatu kehamilan, walaupun bentuknya patologis.
Oleh karena itu, pada bulan-bulan pertama, tanda-tandanya tidak berbeda
dengan kehamilan biasa, yaitu dimulai dengan amenorea, mual dan
muntah. 4-10
23
Perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat
dengan sifat perdarahan bisa intermiten selama beberapa minggu sampai
bulan sehingga dapat menyebabkan anemia defisiensi besi. Bila dijumpai
keadaan tersebut, dapat ditemukan kelainan berupa konjungtiva tampak
anemis pada pemeriksaan fisik.4,8,9 Pada pasien ini ditemukan konjungtiva
anemis dan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb masih 8 gr/dL.
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan fisik dan didapatkan uterus
yang membesar tidak sesuai usia kehamilan. Berdasarkan HPHT (8-4-
2017) kehamilan terhitung 6-7 minggu tetapi besar uterus setinggi 2 jari di
bawah pusat, sesuai dengan usia kehamilan 16-18 minggu. Pada palpasi
tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen, juga gerakan janin. Pada
auskultasi tidak terdengar bunyi jantung janin. Berdasarkan kepustakaan,
pada Mola hidatidosa vili korialis mengalami degenerasi hidropik,
berkembang dengan cepat mengisi seluruh kavum uteri, akibatnya uterus
ikut membesar dengan cepat, sehingga ukuran uterus lebih besar dari usia
kehamilan atau lamanya amenorea, selain itu pada pemeriksaan fisik
abdomen bagian-bagian janin, balotemen, dan gerakan janin tidak teraba.
Pada auskultasi bunyi jantung janin tidak terdengar. Ini merupakan tanda-
tanda klinis dari Mola hidatidosa.9,10
Pemeriksaan penunjang yang seharusnya dilakukan yaitu
pemeriksaan laboratorium dan radiologi. Dalam hal ini pemeriksaan
laboratorium menyangkut darah lengkap, fungsi organ, dan kadar hCG
serum. Sejak implantasi terjadi, hCG (human chorionic gonadotropin)
merupakan hormon peptida yang dihasilkan oleh sel sinsitiotrofoblas. Pada
awal kehamilan, konsentrasi hCG dalam serum meningkat pesat seiring
dengan peningkatan ukuran trofoblastik. Sedangkan, untuk radiologis USG
masih menjadi salah satu pilihan yang cukup baik untuk membantu
ditegakannya diagnosis Mola hidatidosa. Pada USG bisa didapatkan
adanya kesan suatu Mola hidatidosa dimana dapat terlihat berupa
gambaran khas yaitu menyerupai badai salju atau sarang tawon.4 Namun
saat ini dengan kemajuan teknologi, hasil USG memberikan gambaran
vesicular pattern sound. Bila gelembung mola mempunyai diameter yang
24
lebih besar, gambarannya tampak seperti rangkaian buah anggur (grape de
raisins).3
B. Penanganan
Mola hidatidosa termasuk dalam kelompok Penyakit Trofoblast
Gestasional yang memiliki kemungkinan paling kecil untuk mengancam
jiwa, namun pengawasan setelah penanganan menjadi amat penting
mengingat kemungkinannya untuk berkembang menjadi tumor trofoblas
gestasional (TTG). Penanganan utama dari Mola hidatidosa yaitu evakuasi
jaringan yang diikuti dengan pemantauan kadar β-hCG. Secara umum,
penanganan pada Mola hidatidosa terdiri dari empat tahap, yaitu:11,12
25
diatasi dengan transfuse darah. Sehingga pasien direncanakan untuk
dilakukan evakuasi jaringan mola setelah keadaan umum membaik.
3. Pemberian sitostatika
Pemberian sitostatika profilaksis dapat menghindarkan keganasan
dengan metastase serta mengurangi koriokarsinoma di uterus sebanyak
3 kali. Savage dan Seckl menampilkan panduan untuk menyeleksi
pasien-pasien yang beresiko menjadi ganas dan sebaiknya mendapat
kemoterapi antara lain :14
a. Peningkatan kadar β-hCG 6 bulan setelah evakuasi
b. Tidak terdapat penurunan kadar β-hCG dalam tiga kali
pemeriksaan berturut-turut
c. Kadar β-hCG > 20.000 IU/L setelah 4 minggu pasca evakuasi
d. Peningkatan β-hCG dalam dua kali pemeriksaan berturut-turut
e. Terdapat metastasis ke paru-paru, vulva atau vagina
26
f. Perdarahan pervaginam atau perdarahan intraperitoneal atau
saluran cerna
g. Gambaran koriokarsinoma pada pemeriksaan histopatologi
h. Metastase ke otak, hati, saluran cerna atau paru-paru > 2 cm pada
gambaran foto thoraks
27
bulan dan setiap 6 bulan. Apabila hasil pemeriksaan β-hCG tetap
meningkat dapat dicurigai adanya keganasan.
Pemeriksaan pelvic dilakukan setiap minggu setelah evakuasi suatu
kehamilan sampai batas normal. Selanjutnya setiap 4 minggu
mengevaluasi perubahan-perubahan besar uterus.
Foto thorax dilakukan untuk memastikan adanya metastase ke
paru – paru. Jika terapi telah selesai tenyata masih tampak sisa
tumor di paru-paru diperlukan pemeriksaan radiografi selama 2
tahun, untuk melihat bukti apakah sisa tumor hilang atau tidak.
Ada beberapa jenis kurva untuk memantau regresi kadar β-hCG
pasca evakuasi, salah satunya kurva regresi Mochizuki.
28
keganasan, maka pada pasien ini direncanakan untuk dilakukan
histerektomi totalis dan kemoterapi profilaksis.16
C. Komplikasi
Komplikasi pada kasus ini ditemukan adanya indikasi ke arah
tiroksikosis, perdarahan berulang yang menyebabkan anemia. Perforasi
pada kuterase hingga perdarahan intrabdominal. Pada kira-kira 18-20%
kasus akan menjadi mola destruens atau koriokarsinoma.17
D. Prognosis
Setelah dilakukan evakuasi jaringan mola secara lengkap, sebagian
besar penderita Mola hidatidosa akan sehat kembali, kecuali 15-20% yang
mungkin akan mengalami keganasan (Tumor Trofoblas Gestasional).
Resiko untuk terjadinya kehamilan mola berulang sekitar 1% dan
kehamilan mola yang ketiga sekitar 33%. pasien harus patuh melakukan
follow-up sekurang-kurangnya 1 tahun, prognosis pada penderita ini
adalah dubia. Kunci keberhasilan penanganan Mola hidatidosa adalah
diagnosis dini dan follow up yang ketat. 18
29
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seorang pasien G2P1A0 27 tahun datang dengan keluhan
perdarahan dari jalan lahir, darah berwarna merah segar, bergumpal-
gumpal sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Pada pemeriksaan fisik
uterus membesar tidak sesuai usia kehamilan dan tidak ditemukan tanda-
tanda pasti kehamilan. Dari USG didapatkan kesan Mola hidatidosa, yaitu
gambaran vesikuler di cavum uteri. Pada pemeriksaan fungsi tiroid
ditemukan adanya abnormalitas kadar FT4, FT3. Berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan, pasien
didiagnosa G2P1A0 27 tahun dengan Mola hidatidosa, dan telah dilakukan
penatalaksanaan yang tepat yaitu suction kuretase dengan rencana follow
up 1 tahun. Prognosis pasien ini, dubia.
B. Saran
Apabila ditemukan tanda-tanda mola yang beresiko ganas, dapat
dipertimbangkan pemberian sitostatika.
Dianjurkan pada penderita untuk tetap melakukan kontrol sampai
selama 1 tahun untuk menghindari kemungkinan keganasan dan
seharusnya jangan dulu hamil selama dalam masa pengawasan.
Periksa sedini mungkin kehamilan anda.
30
DAFTAR PUSTAKA
31
12. Damongilala S, Tendean H, Loho M. Profil Mola hidatidosa di BLU RSUP
Prof. DR. R. D. Kandou Manado. Dalam: Journal e-clinic (eCl) Vol. 3, No 2.
Manado: 2015; 683-86.
13. Cavaliere A, Ermito S, Dinatale A, Pedata R. Management of Molar
Pregnancy. Dalam : Journal of Prenatal Medicine, 2009; 3(1) : 15-17.
Diunduh dari : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3279094/.
14. Garavaglia E, Gentile C, Cavoretto P, Spagnolo D, et al. Ultrasound imaging
after evacuation as an adjunct to β-hCG monitoring in posthydatidiform molar
gestational trophoblastic neoplasia. Dalam : American Journal of Obstetrics &
Gynecology Vol. 200, Issue 4. Pittsburgh : 2009; 17.e1-417.e.5.
15. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
Gestational Trophoblastic Disease. Dalam : Williams Obstetric 23rd edition.
New York : The McGraw-Hill Companies, 2010; 257-265.
16. Berkowitz RS, Goldstein DP. Presentation and Management of Molar
Pregnancy. Berek JS, Editor. Dalam : Berek & Novak’s Gynecology. Edisi ke
14. Philadelphia: Lippincott Wiliams & Wilkins, 2007; 249-276.
17. Lurain J. Gestational trophoblastic disease I: epidemiology, pathology, clinical
presentation and diagnosis of gestational trophoblastic disease. AmJ Obstet
Gynecol. 2010. 531-9
18. Chu CS. Gestational Trophoblastic Disease. Ppfeifer SM, Editor. Dalam :
NMS Obstetrics and Gynecology. Edisi ke 6. Philadelphia : Lippincott
Wiliams & Wilkins, 2008; 197-200.
DAFTAR PERTANYAAN
32
1. Sebagai dokter umum, bagaiman tindakan awal kita dalam mengahadapi
pasien ini ? (Bill Sumampouw, Minggu 8)
Pada SKDI tertulis bahwa tingkat kemampuan kita pada penyakit ini adalah
2 yang berarti kita hanya bisa mendiagnosa dan merujuk pasien langsung ke
dokter spesialis. Tentunya jika pasien datang ke tempat praktek kita, kita harus
mengecek kondisinya secara keseluruhan, lihat keadaan umumnya. Apabila
keadaannya buruk maka harus diperbaiki keadaan umumnya dan berikan
terapi simptomatik sebelum dirujuk.
33
34
35