Anda di halaman 1dari 35

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

MOLA HIDATIDOSA

Oleh:
Keren Kaawoan
16014101160
Masa KKM 31 Juli – 08 Oktober 2017

Supervisor Pembimbing
dr. Joice Kaeng, SpOG

BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU
2017

1
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus dengan judul :


“DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN MOLA HIDATIDOSA”

Oleh :
Keren Kaawoan
16014101160

Telah dikoreksi, dibacakan dan disetujui pada tanggal 2017 untuk


memenuhi syarat tugas Kepaniteraan Klinik Madya di bagian Obstetri dan
Ginekologi FK UNSRAT Manado

Koordinator Pendidikan
Bagian Obstetri dan Ginekologi Supervisor Pembimbing
FK UNSRAT Manado

dr. Suzanna Mongan, SpOG(K) dr. Joice Kaeng, Sp.OG

2
Daftar Isi

Lembar Pengesahan ……………………………………………………………..1


Daftar Isi ……………………………………………………………………..2
BAB I Pendahuluan ……………………………………………………………..3
BAB II Laporan Kasus ……………………………………………………..4
A. Identitas Pasien ……………………………………………………..6
B. Anamnesis Utama ……………………………………………………..6
C. Pemeriksaan Fisik ……………………………………………………..8
D. Diagosis Kerja ……………………………………………………12
E. Sikap/Terapi/Rencana ……………………………………………12
F. Follow Up ……………………………………………………………13
BAB III Pembahasan …………………………………………………....23
A. Diagnosis ……………………………………………………………23
B. Penanganan ……………………………………………………………25
1. Perbaikan Keadaan Umum …………………............…………………25
2. Pengeluaran Jaringan Mola …………………............…………………26
3. Pemberian Sitostatika …………………………........................………....26
4. Pemeriksaan Tindak Lanjut ………………........................……………27
C. Komplikasi ……………………………………………………………29
D. Prognosis ……………………………………………………………29
BAB IV Penutup ……………………………………………………………29
A. Kesimpulan …………………………………………………………....30
B. Saran ……………………………………………………………………30
Daftar Pustaka ……………………………………………………………32
Lampiran .............................................................................................................34

3
BAB I

PENDAHULUAN

Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana seluruh villi


korialisnya mengalami perubahan hidrofobik. Ciri-cirinya adalah stroma villus
korialis langka vaskularisasi dan edematous. Sebagian atau seluruh vili
korialisnya mengalami degenerasi berupa gelembung yang menyerupai anggur.
Janin biasanya meninggal, akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematous
itu hidup dan tumbuh terus. Mola hidatidosa dibedakan atas 2 macam berdasarkan
ada atau tidaknya janin, yaitu mola komplit dan mola parsial. Disebut mola
komplit apabila tidak ditemukan janin sedangkan bila disertai janin atau bagian
dari janin disebut mola parsial.1
Penyebab dari mola hidatidosa sampai saat ini belum diketahui dengan
jelas. Yang ada hanya berupa teori yang dikemukakan oleh beberapa ahli seperti
Acosta Sison yang menganggap mola sebagai suatu kehamilan abnormal berasal
dari ovum patologik yang timbul akibat wanita kekurangan “high class protein”
yang berasal dari makanan.1
Pada kebanyakan kasus, mola hidatidosa tidak berkembang menjadi
keganasan, namun sekiar 2-3 kasus per 1000 wanita, mola hidatidosa dapat
berubah menjadi ganas dan disebut koriokarsinoma.2
Diagnosis mola hidatidosa berdasarkan anamnesis, wanita yang tidak
mendapat haid beberapa bulan, mual dan muntah berlebihan, kemudian
mengalami perdarahan dari jalan lahir, perut terasa membesar. Selanjutnya pada
pemeriksaan, uterus tumbuh cepat melebihi umur kehamilannya, tidak ditemukan
tanda-tanda pasti kehamilan berupa balotemen, gerakan janin ataupun bagian
janin pada palpasi dan pada auskultasi tidak terdengar bunyi jantung janin.2
Kadar β-HCG membantu memperkuat diagnosis mola hidatidosa dimana
kadar β-HCG pada mola hidatidosa lebih tinggi dibanding kadar β-HCG pada
kehamilan biasa dengan umur yang sama.3
Pada kehamilan yang normal dengan USG akan terlihat bayangan janin
beserta kantung janin. Sedangkan pada mola hidatidosa yang nampak hanya

4
dinding uterus dimana tidak terlihat janin kecuali pada mola yang parsial.
Gambaran khas yang dapat terlihat dengan USG yaitu gambaran badai salju (snow
like pattern). Namun saat ini dengan kemajuan teknologi, hasil USG memberikan
gambaran vesicular pattern sound. Bila gelembung mola mempunyai diameter
yang lebih besar, gambarannya tampak seperti rangkaian buah anggur (grape de
raisins).2
Prinsip penanganan pada mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap, yaitu:
perbaiki keadaan umum, pengeluaran jaringan mola, terapi profilaksis dengan
sitostatika dan pemeriksaan lanjut (follow up).3
Mola hidatidosa dapat menimbulkan mortalitas yang tinggi jika tidak
ditangani. Oleh karena itu, deteksi dini dan penanganan yang baik pada penderita
mola hidatidosa maupun penemuan dini tumor trofoblas sesudah evakuasi mola
sangat penting sebagai upaya untuk menekan mortalitas akibat penyakit ini.

5
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. TL
Umur : 27 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Desa Teling Lingkungan I
Bangsa : Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Nama Suami : Tn. S
Pekerjaan : Swasta
MRS : 26 Juli 2017, jam 16.00 WITA

B. ANAMNESIS UTAMA
Keluhan Utama : Keluar darah dari jalan lahir
Riwayat Penyakit Sekarang:
 Pasien merupakan rujukan dari RSU Gunung Maria dengan diagnosis
kehamilan tidak baik dd Mola hidatidosa.
 Keluar darah dari jalan lahir sejak 2 hari SMRS, berwarna merah segar,
bergumpal - gumpal, bergelembung.
 Demam (-)
 Mual dan muntah (+) sejak 2 minggu SMRS
 Perut membesar sejak 1 bulan SMRS
 Nyeri perut (-)
 Buang air kecil dan buang air besar biasa
 Riwayat trauma (-)
 Keputihan (-)

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit jantung, paru, ginjal, hati, kencing manis, darah tinggi
disangkal.

Riwayat penyakit keluarga

6
Riwayat penyakit jantung, paru, ginjal, hati, kencing manis, darah tinggi
disangkal.

Anamnesis Obstetrik Ginekologi


1. Riwayat Perkawinan dan Kehamilan Dahulu.
 Kawin 1 kali, umur 19 tahun.
 Kehamilan: G2P1A0.
 P1: pada tahun 2014, lahir bayi laki-laki, spontan letak belakang kepala di
RSU Gunung Maria dengan berat lahir 2650, sehat

2. Riwayat Haid.

 Menarche pada umur 12 tahun, siklus teratur 28-30 hari, selama 4-5 hari.
 Sakit waktu haid hingga tidak dapat bekerja (-)
 HPHT: 8 April 2017.

3. Penyakit, Operasi dan Pemeriksaan Dahulu.

 Keputihan: tidak ada.


 Penyakit kelamin: tidak ada.
 Pemeriksaan PA dahulu: tidak pernah.

4. Pemakaian kontrasepsi
 Riwayat KB: Pil KB terakhir Februari 2017

C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Praesens
Keadaan umum : Cukup
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg

7
Nadi : 86 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu badan : 36,3oC
Warna Kulit : kuning langsat
Edema : (-)
BB/TB : 62 kg / 165 cm
Gizi : cukup
Kepala : kepala bentuk simetris, kedua konjungtiva
anemis (+), kedua sklera tidak ikterik, telinga normal,
tidak ada sekret yang keluar dari liang telinga, hidung
bentuk normal dan tidak ada sekret, tenggorokan tidak
hiperemis, karies dentis (-)
Leher : tidak ditemukan pembengkakan kelenjar getah bening
Dada : bentuk simetris normal
Jantung : bunyi jantung I dan II reguler, tidak terdengar bising
jantung
Paru-paru : suara pernapasan vesikuler, tidak ditemukan rhonki dan
wheezing di kedua lapangan paru
Hati : tak teraba
Limpa : tak teraba
Alat kelamin : dalam batas normal
Anggota gerak : dalam batas normal
Refleks : dalam batas normal

Status Lokalis
Pemeriksaan Abdomen :
Inspeksi : cembung
Palpasi : lemas, bagian-bagian janin (-), ballotement (-), TFU 2 jari bawah
pusat

8
Perkusi : WD (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal, BJJ (-)

Pemeriksaan ginekologi:
Inspeksi : fluksus (+), vulva tidak ada kelainan.
Inspekulo : fluksus (+), vulva / vagina tidak ada kelainan, livide (+),
portio licin, erosi (-), OUE tertutup.
Pemeriksaan dalam: fluksus (+), vulva/vagina tidak ada kelainan, portio licin,
nyeri goyang (-), erosi (-), OUE tertutup
Cut : 2 jari bawah pusat
A/P bilateral : lemas, nyeri (-), massa (-)
Cavum Douglasi : tidak menonjol
Rectal Toucher : TSA cekat, ampula kosong

Pemeriksaan lain:
HCG : (+)
USG : VU terisi cukup, uterus antefleksi ukuran 17,8 cm x 8,33
x10,1 cm. Tampak gambaran vesikuler pada cavum uteri.
Kesan Mola hidatidosa

Gambar 1. Gambaran USG pada mola hidatidosa

Hasil Laboratorium (26 Juli 2017):


Parameter Hasil
Leukosit 8950 /uL
Eritrosit 3,403x 106 /uL
Hemoglobin 7,4 g/dl
Hematokrit 26,5%

9
Trombosit 207.000/uL
MCH 26,6 pg
MCHC 30,4 g/dL
MCV 87,4 fL
GDP 108
Creatinin 0,4
Ureum 9,0

LDL 79
Natrium 134
Kalium 3,90
Chlorida 105
Calsium 9,1
Hasil Urinalisa
Makroskopis :
Warna Kuning
Kekeruhan Jernih
Mikroskopis
Eritrosit 10-15 /LPB
Leukosit 2-4 /LPB
Epitel 10 - 15 / lpk
Bakteri negatif /LPB
Jamur negatif /LPB
Amoeba negatif
Kimia :
Berat Jenis 1020
pH 6
Leukosit neg
Nitrit neg
Protein neg
Glukosa neg
Keton 4+
Urobilinogen neg
Bilirubin neg
Darah /Eritosit 3+
Tes Beta HCG : (+) dalam 3x titrasi urin
EKG : Sinus takikardi 108x/menit

10
Foto Thorax : Dalam batas normal

Resume Masuk
G2P1A0, 27 tahun masuk rumah sakit tanggal 26 Juli 2017 dengan keluhan
perdarahan pervaginam berwarna merah segar, bergumpal - gumpal,
bergelembung sejak 2 hari SMRS. Perut membesar sejak 1 bulan SMRS. Pasien
merupakan rujukan dari RSU Gunung Maria dengan diagnosis kehamilan tidak
baik dd Mola hidatidosa. Riwayat penyakit ginjal, paru, jantung, hati, kencing
manis, serta darah tinggi disangkal. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Haid
pertama dialami pada usia 12 tahun dengan siklus yang teratur dan lamanya haid
setiap siklus 4-5 hari. HPHT 8 April 2017.

Status Praesens
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital : Tekanan darah : 100/70mmHg
Nadi : 89 x/mnt
Respirasi : 20 x/mnt
Suhu badan : 36,5oC

Status Lokalis
Pemeriksaan Abdomen :
Inspeksi : cembung
Palpasi : lemas, bagian-bagian janin (-), ballotement (-), TFU 2 jari
bawah pusat
Perkusi : WD (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal, BJJ (-)

Pemeriksaan ginekologi:
Inspeksi : fluksus (+), vulva tidak ada kelainan.
Inspekulo : fluksus (+), vulva / vagina tidak ada kelainan,

11
livide (+), portio licin, erosi (-), OUE tertutup.
Pemeriksaan dalam : fluksus (+), vulva/vagina tidak ada kelainan, portio
licin, nyeri goyang (-), erosi (-), OUE tertutup
CUT : 2 jari bawah pusat
A/P bilateral : lemas, nyeri (-), massa (-)
Cavum Douglasi : tidak menonjol
Rectal Toucher : TSA cekat, ampula kosong

Pemeriksaan lain:
HCG : (+)
USG : VU terisi cukup, uterus antefleksi ukuran 17,8 cm x 8,33 x
10,1 cm. Tampak gambaran vesikuler pada cavum uteri.
Kesan Mola hidatidosa

D. Diagnosa Kerja
G2P1A0 27 tahun dengan mola hidatidosa.

E. Sikap/Terapi/ Rencana
 Masuk Rumah Sakit
 Perbaiki keadaan umum
 Lab, USG , Cross match, sedia darah
 Periksa β-HCG kuantitatif, T3, T4, TSH
 Lapor konsulen
 Advice (kuret suction elektif)
 Konsul interna

F. Follow Up
Tanggal S O A P

12
Keadaan Umum :
Cukup

Perdarahan Kesadaran : compos  Perbaiki keadaan umum


dari jalan mentis (Transfusi PRC sampai Hb
G2P1A0
lahir (+) >10gr/dL)
Konjungtiva anemis +/ 27 tahun  Asam Traneksamat 3x500mg
26 Juli sedikit-
+ dengan  Asam Mefenamat 3x500mg
2017 sedikit,  Sulfas Ferosus 1x1
mola
mual (+), TD: 100/70 mmHg ;  Konseling informed consent
hidatidosa
muntah (+) periksa β-HCG kuantitatif, FT3,
N: 96 x/menit;
3 kali FT4, TSH
 R/ Evakuasi jaringan
RR : 22 x/menit;

Sb: 36,6°C

Keadaan umum : cukup

Kesadaran : compos  Perbaiki keadaan umum


Perdarahan mentis G2P1A0 (Transfusi PRC sampai Hb
dari jalan 27 tahun >10gr/dL)
27 Juli
lahir (+) Konjungtiva anemis +/ dengan  Asam Traneksamat 3x500mg
2017 +
sedikit- mola  Asam Mefenamat 3x500mg
sedikit. TD: 120/80 mmHg; N: hidatidosa  Sulfas Ferosus 1x1
82 x/menit; RR : 22  R/ Evakuasi jaringan
x/menit Sb: 36,5°C

Hasil Laboratorium Tanggal 27 Juli 2017

Parameter Hasil

Leukosit 5800 /uL


Eritrosit 2,87 x 106 /uL
Hemoglobin 8,0 g/dl
Hematokrit 24,9%
Trombosit 195.000/uL

13
MCH 31,0 pg
MCHC 35,7 g/dL
MCV 86,8 fL
PT

@detik pasien 12,5 detik

@detik control 13,2 detik

@INR pasien 0,99 detik

@INR control 1,06 detik


APTT

Pasien 20,6 detik

Kontrol 30,2 detik

Beta HCG >10000

Follow Up

Tanggal S O A P

28 Juli Perdarahan Keadaan Umum : G2P1A0  Perbaiki keadaan umum


2017 dari jalan Cukup 27 tahun ( Transfusi PRC sampai Hb
lahir (+) dengan >10gr/dL)
Kesadaran : compos  Asam Traneksamat 3x500mg
sedikit- mola
mentis  Asam Mefenamat 3x500mg
sedikit. hidatidosa  Sulfas Ferosus 1x1
TD: 120/80 mmHg R/ Evakuasi jaringan

N: 80 x/menit

14
RR : 20 x/menit

Sb: 36,5°C

Keadaan umum : cukup


 Perbaiki keadaan umum
Kesadaran : compos
Perdarahan G2P1A0 (Transfusi PRC sampai Hb
mentis
dari jalan 27 tahun >10gr/dL)
29 Juli
lahir (+) TD: 120/80 mmHg dengan  Asam Traneksamat 3x500mg
2017
sedikit- mola  Asam Mefenamat 3x500mg
N: 108 x/menit
sedikit. hidatidosa
 Sulfas Ferosus 1x1
RR : 22 x/menit
 R/ Evakuasi jaringan
Sb: 36,5°C

Hasil Laboratorium Tanggal 29 Juli 2017

Parameter Hasil

Leukosit 4200 /uL


Eritrosit 3,96 x 106 /uL
Hemoglobin 12,1 g/dl
Hematokrit 34,2 %
Trombosit 214.000/uL
MCH 30,6 pg
MCHC 35,4 g/dL

15
MCV 86,4 fL
FT4 2,34 ng/dL
FT3 7,11 pmol/L

Follow Up

Tanggal S O A P

keadaan umum : cukup

kesadaran : compos
mentis

TD: 110/70 mmHg


G2P1A0
Perdarahan N: 88 x/menit 27 tahun  Perbaiki keadaan umum
30 Juli
dari jalan dengan  Asam Mefenamat 3x500mg
2017 RR : 20 x/menit  Sulfas Ferosus 1x1
lahir (+). mola
R/ Evakuasi jaringan
Sb: 36,5°C hidatidosa

Mata : konjungtiva
anemis -/- , cekung -/-,
sclera ikterik -/-

31 Juli Perdarahan Keadaan umum : cukup G2P1A0  Perbaiki keadaan umum


2017 dari jalan 27 tahun  Asam Mefenamat 3x500mg
Kesadaran : compos  Sulfas Ferosus 1x1
lahir (+). dengan
mentis  R/ Evakuasi jaringan
mola
TD: 110/70 mmHg hidatidosa

N: 88 x/menit

RR : 20 x/menit

Sb: 36,5°C

Mata : konjungtiva

16
anemis -/- , cekung -/-,
sclera ikterik -/-

Keadaan umum : cukup

Kesadaran : compos
mentis

TD: 110/70 mmHg G2P1A0


 Perbaiki keadaan umum
01 Perdarahan 27 tahun
N: 88 x/menit  Asam Mefenamat 3x500mg
Agustus dari jalan dengan
2017 lahir (+). RR : 20 x/menit mola  R/ Evakuasi jaringan

hidatidosa
Sb: 36,5°C

Mata : konjungtiva
anemis -/- , cekung -/-,
sclera ikterik -/-

02 Perdarahan Keadaan umum : cukup G2P1A0  Konsultasi pre-operasi anestesi


Agustus dari jalan 27 tahun  R/ Evakuasi jaringan
Kesadaran : compos
2017 lahir (+). dengan
mentis
mola
TD: 110/70 mmHg hidatidosa

N: 80 x/menit

RR : 20 x/menit

17
Sb: 36,5°C

Mata : konjungtiva
anemis -/- , cekung -/-,
sclera ikterik -/-

Keadaan umum : cukup

Kesadaran : compos
mentis

TD: 110/70 mmHg G2P1A0


03 Perdarahan 27 tahun  Operasi hari ini
N: 80 x/menit
Agustus dari jalan dengan  R/ Evakuasi jaringan
2017 lahir (+). RR : 20 x/menit mola
hidatidosa
Sb: 36,5°C

Mata : konjungtiva
anemis -/- , cekung -/-,
sclera ikterik -/-

03 Agustus 2017
LAPORAN KURETASE
Pasien diberikan anestesia regional lalu dibaringkan terlentang di meja operasi
dalam posisi litotomi. Dilakukan pengosongan kandung kemih, kemudian
dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada daerah vulva dan sekitarnya
dengan betadine. Spekulum seems dipasang secara lega artis, tenakulum dipasang
arah jam 11. Dilakukan sondase uterus, uterus antefleksi dengan ukuran ± 13 cm.
Dilakukan kuretase suction secara sistematis hingga bersih. Setelah yakin tidak
ada jaringan tertinggal kuretase suction dihentikan. Didapatkan jaringan mola dan
darah ± 600 cc. Tenakulum dilepas sisa darah dibersihkan. Spekulum dilepas.
Kuretase suction selesai. Perdarahan ± 600 cc.

18
Gambar 2. Jaringan Mola

Follow Up

Tanggal S O A P

Keadaan Umum :
Cukup Terapi post kuretase:

Kesadaran :  IVFD NaCl 0,9% + 1 amp metergin = 20


03
compos mentis gtt/menit
Agustus
2017 TD: 110/70  Ceftriaxone 3x1 gr iv
mmHg  Metronidazole 2x 500 mg iv
(Post  SF 1x1 tab
Op) N: 70 x/menit  Asam traneksamat 3×1 amp iv
 Cek DL 6 jam post kuretase, jika Hb<8
RR : 20 x/menit gr/dL, transfus PRC

Sb: 36,5°C

Hasil Laboratorium 6 Jam Post Kuretase Tanggal 3 Agustus 2017

Parameter Hasil

Leukosit 8500 /uL


Eritrosit 4,10 x 106 /uL
Hemoglobin 12,6 g/dl
Hematokrit 36,3 %
Trombosit 248.000/uL
MCH 30,7 pg

19
MCHC 34,7 g/dL
MCV 88,5 fL

Follow Up

Tanggal S O A P

keadaan umum : cukup P1A0 27


kesadaran : compos tahun
 Ceftriaxone 3x1 gr iv
Perdarahan mentis post  Metronidazole 2x500 mg drips
04
(-), mual TD: 110/70 mmHg kuretase iv
Agustus
(+), nyeri N: 84 x/menit suction  SF 1x1
2017 RR : 20 x/menit
ulu hati a/i mola
 Metergin 3x1 tab
Sb: 36,2C hidatidosa
 Syr. antacid 3x 2 C
Abdomen : TFU tidak (H-1)
teraba
Keadaan umum : cukup P1A0 27
Kesadaran : compos  Ceftriaxone 3x1 gr iv
tahun
 Metronidazole 2x 500 mg drips
Perdarahan mentis post
05 iv
(-), mual TD: 110/70 mmHg kuretase
Agustus 
(+), nyeri N: 84 x/menit suction SF 1x1
2017 RR : 20 x/menit
ulu hati a/i mola  Metergin 3x1 tab
Sb: 36,2C hidatidosa  Syr. antacid 3x 2 C
Abdomen : TFU tidak (H-2)
teraba

Hasil Laboratorium Tanggal 5 Agustus 2017

Parameter Hasil

Leukosit 8400 /uL


Eritrosit 4,17 x 106 /uL
Hemoglobin 12,4 g/dl
Hematokrit 48,2 %

20
Trombosit 249.000/uL
MCH 30 pg
MCHC 33,1 g/dL
MCV 90,4 fL

SGOT 56 U/L

SGPT 89 U/L

Ureum 9 mg/dL

Creatinin 0,3 mg/dL

Urin Acid 4

GDS 103mg/dL

Albumin 2,8 g/dL

Globulin 2,43

Clorida 99 mEq/L

Kalium 3,64 mEq/L

Natrium 136 mEq/L

Beta HCG Kuantitatif >10000

Protein Total 5,23

TSHS 0,005 (0.50 – 4.00 )

FT4 2.880 (0.700 – 1.550)

FT3 5.910 (4.100 – 6.700)

21
Follow Up

Tanggal S O A P

keadaan umum : cukup


kesadaran : compos P A  Aff infuse
1 0 27
mentis  Cefadroxyl 3x500 mg
tahun
TD: 110/70 mmHg  Metergin 3x1 tab
post
06-08 
Perdarahan N: 88 x/menit kuretase Syr. antacid 3 x CI
Agustus RR : 20 x/menit  SF 1x1 tab
(-) suction
2017 Sb: 36,5C a/i mola  PTU tab 4x200 mg PO
Mata : Konjungtiva hidatidosa  Propanolol tab 4x10mg PO
anemis -/- (H 3-4)  R/ Rawat jalan
Abdomen : TFU tidak
teraba

22
BAB III
PEMBAHASAN

Pada kasus ini diperoleh, seorang wanita berinisial TL G2P1A0 umur 27


tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir. Beberapa
permasalahan yang akan didiskusikan pada kasus ini, antara lain diagnosis,
penanganan, komplikasi, dan prognosis.

A. Diagnosis
Pada penderita ini diagnosis Mola hidatidosa ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan ginekologi dan
pemeriksaan penunjang.
Pada kasus ini didapatkan seorang wanita G2P1A0 umur 27 tahun
masuk rumah sakit dengan keluhan keluar darah sedikit-sedikit dari jalan
lahir, warna merah segar, bergumpal-gumpal, dan bergelembung sejak 2
hari yang lalu. Mola hidatidosa merupakan salah satu penyebab perdarahan
pervaginam selama pada masa-masa awal kehamilan yang terjadi pada
0,1% wanita hamil. Perdarahan dapat terjadi antara bulan pertama sampai
ketujuh, tetapi rata-rata terjadi pada trimester pertama. Sifat perdarahannya
bisa intermiten, sedikit-sedikit, atau langsung banyak.4-8 Hal ini sesuai
dengan sifat sel trofoblas yang mengadakan invasi kedalam pembuluh
darah sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada pembuluh darah
tersebut.5
Pada pasien ini terdapat riwayat terlambat haid. Menurut
kepustakaan, amenorea termasuk dalam gejala suatu Mola hidatidosa.
Penderita juga mengeluhkan selalu merasa mual dan muntah, hal ini sesuai
dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa pada dasarnya Mola
hidatidosa merupakan suatu kehamilan, walaupun bentuknya patologis.
Oleh karena itu, pada bulan-bulan pertama, tanda-tandanya tidak berbeda
dengan kehamilan biasa, yaitu dimulai dengan amenorea, mual dan
muntah. 4-10

23
Perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat
dengan sifat perdarahan bisa intermiten selama beberapa minggu sampai
bulan sehingga dapat menyebabkan anemia defisiensi besi. Bila dijumpai
keadaan tersebut, dapat ditemukan kelainan berupa konjungtiva tampak
anemis pada pemeriksaan fisik.4,8,9 Pada pasien ini ditemukan konjungtiva
anemis dan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb masih 8 gr/dL.
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan fisik dan didapatkan uterus
yang membesar tidak sesuai usia kehamilan. Berdasarkan HPHT (8-4-
2017) kehamilan terhitung 6-7 minggu tetapi besar uterus setinggi 2 jari di
bawah pusat, sesuai dengan usia kehamilan 16-18 minggu. Pada palpasi
tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen, juga gerakan janin. Pada
auskultasi tidak terdengar bunyi jantung janin. Berdasarkan kepustakaan,
pada Mola hidatidosa vili korialis mengalami degenerasi hidropik,
berkembang dengan cepat mengisi seluruh kavum uteri, akibatnya uterus
ikut membesar dengan cepat, sehingga ukuran uterus lebih besar dari usia
kehamilan atau lamanya amenorea, selain itu pada pemeriksaan fisik
abdomen bagian-bagian janin, balotemen, dan gerakan janin tidak teraba.
Pada auskultasi bunyi jantung janin tidak terdengar. Ini merupakan tanda-
tanda klinis dari Mola hidatidosa.9,10
Pemeriksaan penunjang yang seharusnya dilakukan yaitu
pemeriksaan laboratorium dan radiologi. Dalam hal ini pemeriksaan
laboratorium menyangkut darah lengkap, fungsi organ, dan kadar hCG
serum. Sejak implantasi terjadi, hCG (human chorionic gonadotropin)
merupakan hormon peptida yang dihasilkan oleh sel sinsitiotrofoblas. Pada
awal kehamilan, konsentrasi hCG dalam serum meningkat pesat seiring
dengan peningkatan ukuran trofoblastik. Sedangkan, untuk radiologis USG
masih menjadi salah satu pilihan yang cukup baik untuk membantu
ditegakannya diagnosis Mola hidatidosa. Pada USG bisa didapatkan
adanya kesan suatu Mola hidatidosa dimana dapat terlihat berupa
gambaran khas yaitu menyerupai badai salju atau sarang tawon.4 Namun
saat ini dengan kemajuan teknologi, hasil USG memberikan gambaran
vesicular pattern sound. Bila gelembung mola mempunyai diameter yang

24
lebih besar, gambarannya tampak seperti rangkaian buah anggur (grape de
raisins).3

Gambar 3. Foto USG


Pada kasus ini, dari USG didapatkan kesan adanya suatu Mola
hidatidosa dimana dapat terlihat berupa gambaran khas vesikuler di cavum
uteri.

B. Penanganan
Mola hidatidosa termasuk dalam kelompok Penyakit Trofoblast
Gestasional yang memiliki kemungkinan paling kecil untuk mengancam
jiwa, namun pengawasan setelah penanganan menjadi amat penting
mengingat kemungkinannya untuk berkembang menjadi tumor trofoblas
gestasional (TTG). Penanganan utama dari Mola hidatidosa yaitu evakuasi
jaringan yang diikuti dengan pemantauan kadar β-hCG. Secara umum,
penanganan pada Mola hidatidosa terdiri dari empat tahap, yaitu:11,12

1. Perbaikan keadaan umum


Perbaikan keadaan umum pasa pasien Mola hidatidosa mencakup
koreksi dehidrasi, transfusi darah bila anemia (Hb ≤ 8 gr%), bila ada
gejala pre eklampsia dan hiperemesis gravidarum diobati sesuai dengan
protokol penanganannya. Bila ada gejala-gejala tirotoksikosis segera
dikonsulkan ke bagian penyakit dalam. 12
Pada kasus ini, pasien masuk dalam keadaan umum yang cukup,
dimana tanda-tanda vital masih dalam batas normal dengan perdarahan
sedikit-sedikit yang menyebabkan anemia (Hb 8gr/dL) yang telah

25
diatasi dengan transfuse darah. Sehingga pasien direncanakan untuk
dilakukan evakuasi jaringan mola setelah keadaan umum membaik.

2. Pengeluaran jaringan mola


Evakuasi jaringan mola dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu
kuretase dan histerektomi. Pada pasien ini dilakukan suction kuretase.
Kuretase adalah pembersihan sisa-sisa jaringan yang ada dalam rahim.
Kuretase merupakan pilihan utama mengingat ukuran uterus dan
keinginan pasien untuk mempertahankan fertilitas. Histerektomi totalis
tetap dapat dipilih biasanya pada kasus wanita berusia 40 tahun atau
lebih dan tidak menginginkan fungsi reproduksi lagi, karena frekuensi
penyakit trofoblastik ganas pada kelompok usia ini cukup besar, Tow
(1996) melaporkan bahwa 37 persen dari wanita berusia lebih dari 40
tahun dengan MHK akan menjadi tumor trofoblastik gestasional.
Walaupun tidak menghilangkan tumor trofoblastik, histerektomi cukup
banyak mengurangi kemungkinan kekambuhan penyakit.13
Umumnya penyakit trofoblas gestasional yang menjadi ganas ialah
mereka yang termasuk golongan resiko tinggi seperti :14
a. Umur diatas 35 tahun
b. Besar uterus diatas 20 minggu
c. Kadar β-hCG diatas 105mIU/ml
d. Gambaran PA yang mencurigakan

3. Pemberian sitostatika
Pemberian sitostatika profilaksis dapat menghindarkan keganasan
dengan metastase serta mengurangi koriokarsinoma di uterus sebanyak
3 kali. Savage dan Seckl menampilkan panduan untuk menyeleksi
pasien-pasien yang beresiko menjadi ganas dan sebaiknya mendapat
kemoterapi antara lain :14
a. Peningkatan kadar β-hCG 6 bulan setelah evakuasi
b. Tidak terdapat penurunan kadar β-hCG dalam tiga kali
pemeriksaan berturut-turut
c. Kadar β-hCG > 20.000 IU/L setelah 4 minggu pasca evakuasi
d. Peningkatan β-hCG dalam dua kali pemeriksaan berturut-turut
e. Terdapat metastasis ke paru-paru, vulva atau vagina

26
f. Perdarahan pervaginam atau perdarahan intraperitoneal atau
saluran cerna
g. Gambaran koriokarsinoma pada pemeriksaan histopatologi
h. Metastase ke otak, hati, saluran cerna atau paru-paru > 2 cm pada
gambaran foto thoraks

Kemoterapi yang diberikan pada pasien Mola hidatidosa sebagai


tindakan profilaksis yaitu berupa metrotreksat 20 mg/hari, Asam Folat
10 mg 3 kali sehari dan Cursil 35 mg 2 kali sehari selama 5 hari
berturut-turut. Tindakan profilaksis ini dapat menurunkan persentase
keganasan pasca Mola hidatidosa komplit, tetapi hanya terhadap
keganasan di uterus saja, tidak terhadap kemungkinan metastasis di
tempat lain.15
Pada pasien ini belum dapat disingkirkan resiko keganasan, oleh
karena itu pasien direncanakan untuk follow up selama satu tahun.

4. Pemeriksaan tindak lanjut


Tujuan utama tindakan lanjut yaitu deteksi dini setiap perubahan
yang mengisyaratkan keganasan. Pasien direncanakan untuk follow up
selama satu tahun. Dalam tiga bulan pertama pasca evakuasi,
penderita datang untuk kontrol setiap dua minggu. Kemudian, dalam
tiga bulan berikutnya, setiap satu bulan. Selanjutnya, dalam enam
bulan terakhir, tiap dua bulan. Tujuan dari follow up ini untuk melihat
apakah proses involusi berjalan secara normal, baik involusi uterus,
turunnya kadar β-hCG dan kembalinya fungsi haid dan untuk
menentukan adanya transformasi keganasan secara dini. Setelah
jaringan mola dievakuasi, kadar β-hCG akan menurun secara
perlahan-lahan, sampai akhirnya tidak terdeteksi lagi. Waktu yang
diperlukan mencapai kadar normal (<5mIU/ml) yaitu 12 minggu.
Standar follow up dari beberapa penulisan sebagai berikut :
 Pemeriksaan β-hCG serum/ urin, diperiksakan setiap minggu
sampai dinyatakan negatif selama 3 kali pemeriksaan. Selanjutnya
setiap bulan selama 12 bulan kemudian setiap 2 bulan selama 12

27
bulan dan setiap 6 bulan. Apabila hasil pemeriksaan β-hCG tetap
meningkat dapat dicurigai adanya keganasan.
 Pemeriksaan pelvic dilakukan setiap minggu setelah evakuasi suatu
kehamilan sampai batas normal. Selanjutnya setiap 4 minggu
mengevaluasi perubahan-perubahan besar uterus.
 Foto thorax dilakukan untuk memastikan adanya metastase ke
paru – paru. Jika terapi telah selesai tenyata masih tampak sisa
tumor di paru-paru diperlukan pemeriksaan radiografi selama 2
tahun, untuk melihat bukti apakah sisa tumor hilang atau tidak.
Ada beberapa jenis kurva untuk memantau regresi kadar β-hCG
pasca evakuasi, salah satunya kurva regresi Mochizuki.

Gambar 4. Kurva regresi β-hCG normal dan abnormal pascaevakuasi Mola


hidatidosa komplit9

Selama follow up, wanita dianjurkan untuk tidak hamil dulu.


Kontrasepsi yang dianjurkan hanya kondom. Bila sebelum satu tahun
wanita sudah hamil normal lagi, follow up dihentikan atau bila setelah
setahun, tidak ada keluhan, uterus dan kadar β-hCG dalam batas
normal, serta fungsi haid sudah normal kembali follow up dapat
dihentikan, tetapi apabila dalam follow up ditemukan tanda-tanda

28
keganasan, maka pada pasien ini direncanakan untuk dilakukan
histerektomi totalis dan kemoterapi profilaksis.16

C. Komplikasi
Komplikasi pada kasus ini ditemukan adanya indikasi ke arah
tiroksikosis, perdarahan berulang yang menyebabkan anemia. Perforasi
pada kuterase hingga perdarahan intrabdominal. Pada kira-kira 18-20%
kasus akan menjadi mola destruens atau koriokarsinoma.17

D. Prognosis
Setelah dilakukan evakuasi jaringan mola secara lengkap, sebagian
besar penderita Mola hidatidosa akan sehat kembali, kecuali 15-20% yang
mungkin akan mengalami keganasan (Tumor Trofoblas Gestasional).
Resiko untuk terjadinya kehamilan mola berulang sekitar 1% dan
kehamilan mola yang ketiga sekitar 33%. pasien harus patuh melakukan
follow-up sekurang-kurangnya 1 tahun, prognosis pada penderita ini
adalah dubia. Kunci keberhasilan penanganan Mola hidatidosa adalah
diagnosis dini dan follow up yang ketat. 18

29
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Seorang pasien G2P1A0 27 tahun datang dengan keluhan
perdarahan dari jalan lahir, darah berwarna merah segar, bergumpal-
gumpal sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Pada pemeriksaan fisik
uterus membesar tidak sesuai usia kehamilan dan tidak ditemukan tanda-
tanda pasti kehamilan. Dari USG didapatkan kesan Mola hidatidosa, yaitu
gambaran vesikuler di cavum uteri. Pada pemeriksaan fungsi tiroid
ditemukan adanya abnormalitas kadar FT4, FT3. Berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan, pasien
didiagnosa G2P1A0 27 tahun dengan Mola hidatidosa, dan telah dilakukan
penatalaksanaan yang tepat yaitu suction kuretase dengan rencana follow
up 1 tahun. Prognosis pasien ini, dubia.

B. Saran
Apabila ditemukan tanda-tanda mola yang beresiko ganas, dapat
dipertimbangkan pemberian sitostatika.
Dianjurkan pada penderita untuk tetap melakukan kontrol sampai
selama 1 tahun untuk menghindari kemungkinan keganasan dan
seharusnya jangan dulu hamil selama dalam masa pengawasan.
Periksa sedini mungkin kehamilan anda.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Cuninngham. F. G. dkk. 2006. “Mola hidatidosa” Penyakit Trofoblastik


Gestasional Obstetri Williams. Edisi 21. Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran.
EGC Jakarta. Hal 930-8.
2. Syafii, Aprianti S, Hardjoeno. Kadar -hCG penderita Mola hidatidosa
sebelum dan sesudah kuretase. Ind J of Clinic Path and Med Lab; 1(1). 2006:
h. 1-3.
3. Pangkahila Erwin, Pandelaki Karel. Hipertiroid pada kehamilan Mola
hidatidosa. Jurnal Biomedik; vol.1(2). 2009: h.124-130.
4. Savage P, Seckl M. Trophoblast Disease. Edmonds DK, Editor. Dalam :
Dewhurst’s Textbook of Obstetric & Gynaecology. Massachusetts : Blackwell
Publishing, 2007; 117-21.
5. Manuaba IBG. Keganasan pada alat genitalia wanita. Dalam : Setiawan. Ed.
Ilmu kebidanan, penyakit kandungan, dan keluarga berencana. Jakarta : EGC,
1998 ; 419-24
6. Hanifa W, Abdul Bari S, Trijatmo R. Ilmu kandungan. Edisi keenam. 2008:
h.262.
7. Cuninngham. F.G. dkk. “Mola hidatidosa” Penyakit Trofoblastik Gestasional
Obstetri Williams. Edisi 21. Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran. EGG Jakarta.
2006. Hal 938.
8. Mansjoer A, dkk. Mola hidatidosa. Dalam: Kapita selekta kedokteran.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid 1. Media Aesculapius.
Jakarta. 2001: h.265-7.
9. Vardhan CS, Bhattacharyya TK, Kochar SPS, Sodhi B. Bleeding in early
pregnancy. MJAFI. 2007; vol 63. h. 64-66.
10. Cunningham GF, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Wenstrom KD, Gilstrap L.
Williams Obstetric. Ed 22. McGrawHill USA. 2007.
11. Lurain JR. Gestational trophoblastic disease I: epidemiology, pathology,
clinical presentation and diagnosis of gestational trophoblastic disease, and
management of hydatidiform mole. Dalam : American Journal of Obstetrics &
Gynecology Vol. 203, Issue 6. Pittsburgh : 2010; 531-539.

31
12. Damongilala S, Tendean H, Loho M. Profil Mola hidatidosa di BLU RSUP
Prof. DR. R. D. Kandou Manado. Dalam: Journal e-clinic (eCl) Vol. 3, No 2.
Manado: 2015; 683-86.
13. Cavaliere A, Ermito S, Dinatale A, Pedata R. Management of Molar
Pregnancy. Dalam : Journal of Prenatal Medicine, 2009; 3(1) : 15-17.
Diunduh dari : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3279094/.
14. Garavaglia E, Gentile C, Cavoretto P, Spagnolo D, et al. Ultrasound imaging
after evacuation as an adjunct to β-hCG monitoring in posthydatidiform molar
gestational trophoblastic neoplasia. Dalam : American Journal of Obstetrics &
Gynecology Vol. 200, Issue 4. Pittsburgh : 2009; 17.e1-417.e.5.
15. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
Gestational Trophoblastic Disease. Dalam : Williams Obstetric 23rd edition.
New York : The McGraw-Hill Companies, 2010; 257-265.
16. Berkowitz RS, Goldstein DP. Presentation and Management of Molar
Pregnancy. Berek JS, Editor. Dalam : Berek & Novak’s Gynecology. Edisi ke
14. Philadelphia: Lippincott Wiliams & Wilkins, 2007; 249-276.
17. Lurain J. Gestational trophoblastic disease I: epidemiology, pathology, clinical
presentation and diagnosis of gestational trophoblastic disease. AmJ Obstet
Gynecol. 2010. 531-9
18. Chu CS. Gestational Trophoblastic Disease. Ppfeifer SM, Editor. Dalam :
NMS Obstetrics and Gynecology. Edisi ke 6. Philadelphia : Lippincott
Wiliams & Wilkins, 2008; 197-200.

DAFTAR PERTANYAAN

32
1. Sebagai dokter umum, bagaiman tindakan awal kita dalam mengahadapi
pasien ini ? (Bill Sumampouw, Minggu 8)
Pada SKDI tertulis bahwa tingkat kemampuan kita pada penyakit ini adalah
2 yang berarti kita hanya bisa mendiagnosa dan merujuk pasien langsung ke
dokter spesialis. Tentunya jika pasien datang ke tempat praktek kita, kita harus
mengecek kondisinya secara keseluruhan, lihat keadaan umumnya. Apabila
keadaannya buruk maka harus diperbaiki keadaan umumnya dan berikan
terapi simptomatik sebelum dirujuk.

2. Apa hubungan mola hidatidosa dengan peningkatan hormon tiroid ?


(Maria Rawis, Minggu 7)
Hipertiroid pada mola hidatidosa disebabkan oleh peningkatan produksi
hormon Tirotropin oleh jaringan mola dan sebagai efek dari peningkatan
hormon estrogen. Kadar T4 plasma yang meningkat pada mola hidatidosa
disebabkan oleh peningkatan kadar hormon hCG pada tempat reseptor TSH,
yang menyebabkan terjadinya hiperfungsi kelenjar tiroid sehingga
menyebabkan terjadinya peningkatan hormon T4 serum.

3. Bagaimana follow-up hormon Beta HCG setelah evakuasi jaringan


mola ? (Astrid Alfonso, Minggu 5)
Menurut FIGO tahun 2000 penanganan paska evakuasi jaringa mola meliputi,
pemeriksaan ß-hCG setiap minggu pada bulan pertama sampai tidak
terdeteksi. Kemudian, pemeriksaan dilanjutkan setiap dua minggu pada bulan
kedua, setiap bulan selama 6 bulan dan setiap 6 bulan selama satu tahun.

33
34
35

Anda mungkin juga menyukai