Anda di halaman 1dari 11

“Benign Prostatic Hypertrophy (BPH)”

Steven Hartanto K
102016280

Fakultas KedokteranUniversitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA)

Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11470

Email:hk_steven@yahoo.com

Pendahuluan
Prostat hipertrofi merupakan kelainan yang sering dijumpai di klinik urologi di
Indonesia. Di Jakarta prostat hipertrofi merupakan kelainan kedua tersering setelah
batu saluran kemih. Di Rumah sakit RSCM, subbagian urologi setiap tahun
ditemukan antara 200- 300 penderita baru dengan prostat hipertrofi.
Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat oleh karena sebenarnya yang terjadi
ialah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak jaringan prostat
yang asli ke perifer. 1 BPH umumnya tumor jinak yang ditemukan pada laki- laki dan
kejadiannya berhubungan dengan umur, kira- kira 20% BPH ditemukan pada umur
41- 50 tahun, 50% pada umur 51-60% dan lebih 90% pada umur lebih dari 80%.
Berdasarkan data yang ada, sedikitnya gejala yang timbul pada BPH
berhubungan dengan umur, pada umur 55 tahun 25% gejala berkaitan dengan obtruksi
yaitu susah untuk buang air kecil. Pada umur 75 tahun, 50% laki- laki mengeluh
kekuatan dan pancaran urine berkurang.

KASUS
Seorang laki-laki berusia 60 tahun datang ke Poliklinik dengan keluhan sering BAK,
terutama pada malam hari. Setiap setelah selesai BAK, pasien selalu merasa tidak lampias
dan pancaran urinnya lemah. Keluhan ini sudah dirasakan selama 6 bulan terakhir dan dirasa
semakin memberat.

Anamnesis

1
 Identitas pasien
 Keluhan utama
o Sering BAK malam hari
o BAK tidak lampias
o Urin lemah
 Riwayat penyakit sekarang
Pasien merasa nyeri saat BAK, pancaran kencing lemah, BAK anyang-anyangan
(sering, sedikit-sedikit, seperti ada yang tersisa dan tidak puas). Harus mengejan jika
BAK. Urin pasien berwarna kemerahan, tidak pernah keruh, dan tidak pernah keluar
batu. Jika malam kadang terbangun untuk BAK. Dalam semalam dapat BAK 4 kali. Hal
ini dirasakan sudah lama. Nyeri perut dirasakan di semua region abdomen dan menjalar
sampai kedua pinggang. Tidak mual, tidak muntah, dan tidak panas.
 Riwayat penyakit dahulu
 Riwayat trauma pada abdomen dan alat genital.
 Riwayat sesak nafas dan edema di muka, perut, kaki dan tangan.
 Riwayat hipertensi.
 Riwayat minum jamu.
 Riwayat penyakit keluarga.1

Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik

 Tampak sakit sedang


 Kesadaran : Compos mentis
 Tekanan darah meningkat
 Suhu normal
 Frekuensi nadi cepat/meningkat
 Pernapasan meningkat
 Inspeksi :
o Ada benjolan supra pubik
 Palpasi :
o Nyeri tekan supra pubik
o Teraba benjolan
o Konsistensi benjolan : kenyal (berfluktuasi) di supra pubik
o Balotemen (negative)
o Rectal toucher :
 Pemeriksaan rectal toucher dapat memberikan gambaran tonus
sfingter ani mukosa rectum, adanya kelainan lain sepeerti benjolan
di dalam rectum dan tentu saja meraba prostat. Pada perabaan
prostat harus diperhatikan konsistensi yang pada pembesaran
prostat jinak konsistensinya kenyal, adakah asimetri, adakah nodul
pada prostat, apakah batas atas dapat diraba dan apabila batas atas
masih dapat diraba biasanya berat prostat diperkirakan kurang dari

2
60 gram. Pada adeno carcinoma prostat pada pemeriksaan rectal
toucher akan teraba prostat dengan konsistensi keras atau adanya
asimetri dengan bagian yang lebih keras. Dengan rectal toucher
dapat diketahui adanya batu prostat yaitu apabila dapat diraba
adanya krepitasi.
 Perkusi :
o Nyeri ketok CVA (negative).1

Pemeriksaan penunjang

 Pemeriksaan laboratorium
o Urinalisis untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri, infeksi dan hematuria
o Pemeriksaan elektrolit, kadar ureum dan kadar kreatinin darah merupakan
informasi dasar dari fungsi ginjal dan status metabolik.
o Pemeriksaan Prostate Spesific Antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar
penentuan perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini keganasan.

 Pemeriksaan radiologi
o Foto polos abdomen, dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius,
pembesaan ginjal atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik
sebagai tanda metastasis dari keganasan prostat serta osteoporosis akibat
kegagalan ginjal.
o Pielografi intravena, dapat dilihat suprsi komplit dari fungsi renal,
hidronefrosis dan hidroureter, fish hook appearance (gambaran ureter
berbelok-belok di vesika), indentasi pada dasar buli-buli, divertikel, residu
urin atau filling defect di vesika.
o USG, dapat diperkirakan besarnya prostat, memeriksa massa ginjal,
mendeteksi residu urin, batu ginjal, divertikulum atau tumor buli-buli.2

Diagnosa

Gejala pasien BPH Ca Prostat ISK Striktur uretra


60 tahun   +/- +/-
Pria    
BAK tidak
  +/- 
lampias
Nocturia  - - -
Urin lemah   +/- 
Berat badan -  +/- -

3
berkurang
Riwayat
- - +/- +
kateterisasi
Demam - - + -
Differential diagnosa
1. Ca Prostat

Kanker prostat adalah keganasan pada laki-laki yang paling sering kedua di Amerika
Serikat dan kanker penyebab kematian paling sering ketiga setelah kanker paru dan
kolorektal pada laki-laki yang berusia di atas 55 tahun. Jarang pada orang Asia, lebih
sering pada orang kulit hitam daripada orang kulit putih ( keturunan Afrika-Amerika).
Penyebab kanker prostat tidak diketahui.

Manifestasi klinik

Gejala awal tidak muncul atau tidak spesifik pada perjalanan penyakit, dan pria
dengan penyakit yang sudah lanjut dapat juga tanpa gejala. Gejala yang paling sering
adalah disuria, kesulitan dalam menahan kemih, sering berkemih, retensio urine, nyeri
pinggang, dan hematuria; dengan obstruksi yang meningkat, pada pasien dapat timbul
uremia.3

2. Infeksi Saluran Kemih (ISK) Bawah


ISK adalah istilah umum yang menunjukan keberadaan mikroorganisme (MO) dalam
urin. Bakteriuria bermakna (significant bacteriuria) : bakteriuria bermakna menunjukkan
pertumbuhan mikroorganisme (MO) murni lebih dari 10 5 colony forming unit (cfu/ml)
pada biakan urin.
Pada umumnya ISK disebabkan mkroorganisme (MO) tunggal :
 Escherichia coli merupakkan MO yang paling sering diisolasi dari pasien dengan
infeksi simtomatis naupun asimtomatis.
 Mikroorganisme lainnya yang sering ditemukan seperti Proteus spp (33% ISK anak
laki-laki berusia 5 tahun), Klebsiella spp, dan Stafilokokus dengan koagulase
negatif.
 Infeksi yang disebabkan Pseudomonas spp dan MO lainnya seperti Stafilokokus
jarang dijumpai, kecuali pasca kateterisasi.

4
Manifestasi klinik

ISK bawah (sistitis). Presentasi klinis sistitis seperti sakit suprapubik, polakisuria,
nokuria, disuria, dan stranguria.4

3. Striktur uretra

Pada striktur uretra terjadi penyempitan dari lumen uretra akibat terbentuknya
jaringan fibrotik pada dinding uretra. Striktur uretra menyebabkan gangguan dalam
berkemih, mulai dari aliran berkemih yang mengecil sampai sama sekali tidak dapat
mengalirkan urin keluar dari tubuh. Urin yang tidak dapat keluar dari tubuh dapat
menyebabkan banyak komplikasi, dengan komplikasi terberat adalah gagal ginjal.

Manifestasi klinik

Gejala dari striktur uretra yang khas adalah pancaran buang air seni kecil dan
bercabang. Gejala yang lain adalah iritasi dan infeksi seperti frekuensi, urgensi, disuria,
inkontinensia, urin yang menetes, kadang-kadang dengan penis yang membengkak,
infiltrat, abses dan fistel. Gejala lebih lanjutnya adalah retensi urin.5

Working diagnosa
Benign Prostat Hypertrophy (BPH), merupakan penyakit yang disebabkan oleh penuaan.
Biasanya muncul pada lebih dari 50% laki-laki yang berusia 50 tahun ke atas.

Etiologi
Penyebab BPH belum jelas. Kemungkinan berkaitan dengan penuaan dan disertai
dengan perubahan hormon. Dengan penuaan, kadar testoteron serum menurun, dan kadar
estrogen serum meningkat. Terdapat teori bahwa rasio estrogen/andogen yang lebih tinggi
akan merangsang hyperplasia jaringan prostat.3

Epidemiologi

5
BPH merupakan masalah umum yang mempengaruhi kualitas hidup di sekitar
sepertiga pria yang lebih tua dari 50 tahun. BPH sangat jelas terjadi secara histologi hinga
90% pria dengan usia 85 tahun. Sebanyak 14 juta pria di Amerika Serikat memiliki gejala
BPH. Seluruh dunia, sekitar 30 juta pria memiliki gejala yang berhubungan dengan BPH.
Prevalensi BPH pada orang kulit putih dan Afrika-Amerika mirip. Namun, BPH cenderung
lebih parah dan progresif di Afrika-Amerika. Mungkin karena tingkat testosteron tinggi,
aktivitas 5-alpha-reductase, ekspresi reseptor androgen dan aktivitas faktor pertumbuhan pada
populasi ini. Aktivitas meningkat menyebabkan tingkat peningkatan hiperplasia prostat dan
pembesaran prostat.6

Patofisiologi

Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada traktus
urinarius juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran
prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta m. detrusor
hipertrofi dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan m.
detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah
dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga
terjadi retensio urin yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran
kemih atas. Adapun patofisiologi dari masing-masing gejala adalah:

 Penurunan kekuatan aliran yang disebabkan resistensi uretra adalah gambaran awal
dan menetap dari BPH.
 Hesitancy terjadi karena detrusor membutuhkan waktu yang lama untuk dapat
melawan resistensi uretra.
 Intermittency terjadi karena detrusor tidak dapat mengatasi resistensi uretra sampai
akhir miksi. Terminal dribbling dan rasa belum puas sehabis miksi terjadi karena
jumlah residu urin yang banyak dalam buli-buli.
 Nokturia dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap pada tiap
miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek.
 Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan normal dari
korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang selama tidur.
 Urgensi dan disuria jarang terjadi, jika ada disebabkan oleh ketidakstabilan detrusor
sehingga terjadi kontraksi involunter.

6
Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya penyakit urin
keluar sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli
mencapai compliance maksimum, tekanan dalam buli-buli akan cepat naik melebihi tekanan
sfingter.2

Manifestasi klinis
Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritan. Gejala dan tanda obstruksi
saluran kemih berarti penderita harus menunggu pada permulaan miksi (hesitancy), miksi
terputus (intermittency), menetes pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi lemah, dan rasa
belum puas sehabis miksi. Gejala iritasi disebabkan hipersensivitas otot detrusor berarti
bertambahnya frekuensi miksi, sering miksi waktu malam hari (nokturia), miksi sulit ditahan
(urgency), nyeri saat miksi (disuria).7

Penatalaksanaan

1. Observasi
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasihat yang diberikan ialah
mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia, menghindari
obat-obat dekongestan (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi dan tidak
diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Setiap tiga bulan
lakukan kontrol keluhan (sistem skor), residu urin, dan pemeriksaan colok dubur.

2. Terapi medikamentosa
 Antagonis adrenergik α
Obat-obat yang sering dipakai adalah prazosin, doxazosin, terazosin,
afluzosin atau yang lebih selektif yaitu tamsulosin. Dosis dimulai 1 mg/hari
sedangkan dosis tamsulosin adalah 0,2 – 0,4 mg/hari. Penggunaan antagonis a-
1-adrenergik karena secara selektif mengurangi obstruksi pada buli-buli tanpa
merusak kontraktilitas detrusor. Obat ini menghambat reseptor-reseptor yang
banyak ditemukan pada otot polos di trigonum, leher vesika, prostat dan
kapsul prostat sehingga terjadi relaksasi di daerah prostat. Hal ini akan
menurunkan tekanan pada urethra pars prostatika sehingga gangguan aliran air
seni dan gejala-gejala berkurang. Biasanya pasien mulai merasakan
berkurangnya keluhan dalam waktu 1-2 minggu setelah ia mulai memakai

7
obat. Efek samping yang mungkin timbul adalah pusing-pusing (dizzi-
ness), capek, sumbatan hidung, dan rasa lemah.

 Penghambat enzim 5- a –reduktase


Obat yang dipakai adalah finasteride (Proscar) dengan dosis 1 x 5
mg/hari. Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan DHT sehingga
prostat yang membesar akan mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat
daripada golongan a-bloker dan manfaatnya hanya jelas pada prostat yang
sangat besar. Efektivitasnya masih diperdebatkan karena baru menunjukkan
perbaikan sedikit dari keluhan pasien setelah 6-12 bulan pengobatan bila
dimakan terus-menerus. Salah satu efek samping obat ini adalah melemahkan
libido, ginekomastia, dan dapat menurunkan nilai PSA.

3. Fitoterapi
Pengobatan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain eviprostat. Substansinya
misalnya Pygeum africanum, Saw pahnetto, Serenoa repeus, dll. Efeknya diharapkan
terjadi setelah pemberian selama 1 -2 bulan.

4. Terapi bedah
Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya gejala dan
komplikasi. Indikasi absolut untuk terapi bedah yaitu:
 Retensio urin berulang
 Hematuria
 Tanda penurunan fungsi ginjal
 Infeksi saluran kemih berulang
 Tanda-tanda obstruksi berat yaitu divertikel, hidroureter, dan hidronefrosis
 Urolitiasis.

Intervensi bedah yang dapat dilakukan meliputi Transurethral Resection of the


Prostate (TURP), Transurethral Insision of the Prostate (TUIP), prostatektomi
terbuka, dan prostatektomi dengan laser dengan Nd-YAG atau Ho-YAG. TURP masih
merupakan standar emas. Indikasi TURP ialah gejala-gejala sedang sampai berat,
volume prostat kurang dari 90 g dan pasien cukup sehat untuk menjalani operasi.
Komplikasi TURP jangka pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia atau
8
retensio oleh karena bekuan darah. Sedangkan komplikasi jangka panjang
ialah striktur uretra, ejakulasi retrograd (50-90%), atau impotensi (4-40%). Bila
volume prostat tidak terlalu besar atau ditemukan kontraktur leher vesika atau prostat
fibrotik dapat dilakukan Transurethral Incision of the Prostate (TUIP). Indikasi TUIP
ialah keluhan sedang atau berat, dengan volume prostat normal/kecil. Karena
pembedahan tidak mengobati penyebab BPH, maka biasanya penyakit ini akan timbul
kembali 8-10 tahun kemudian.

5. Terapi invasif minimal


 Transurethral Microwave Thermotherapy (TUMT).

 Dilatasi Balon Transurethral (TUBD).

 High-intensity Focused Ultrasound.

 Ablasi Jarum Transuretra (TUNA).

 Stent Prostat.2

Komplikasi

 Apabila vesika urinaria/buli-buli menjadi dekompensasi, akan menjadi retensi urin


sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin di dalam kandung kemih, dan
timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut, pada suatu saat
akan terjadi kemacetan total sehingga penderita tidak mampu lagi miksi.

 Karena produksi urin terus terjadi, pada suatu saat vesika/buli-buli tidak mampu lagi
menampung urin sehingga tekanan intra-vesika terus meningkat. Apabila tekanan
vesika menjadi lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi, akan terjadi
inkontinesia paradoks.

 Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, dan


gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi.

9
 Pada waktu miksi, penderita harus selalu mengedan sehingga lama-kelamaan
menyebabkan hernia atau hemoroid.

 Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan di dalam kandung
kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria.

 Batu tersebut dapat pula menyebabkan sistitis.

 Bila terjadi refluks, dapat terjadi pielonefritis.7

Pencegahan

Ada beberapa suplemen yang penting untuk menjaga prostat,yaitu :


1. Vitamin A, E, dan C merupakan antioksidan yang mencegah pertumbuhan kanker
karena menurut penelitian BPH dapat berkembang menjadi carcinoma prostat.
2. Glukonat dapat membantu melancarkan BAK dan mendukung fungsi ginjal.
3. L-glisin merupakan senyawa asam amino yang membantu sistem penghantaran
rangsangan ke SSP.
4. Zinc bermanfaat untuk meningkatkan kualitas dan produksi sperma.

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko masalah prostat, antara lain:
1. Mengurangi makanan kaya lemak hewan.
2. Meningkatkan makanan yang mengandung likopen (tomat).
3. Perbanyak konsumsi serat.
4. Berolahraga secara teratur.
5. Pertahankan agar berat badan tubuh ideal.8

Prognosis
Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap individu
walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak segera ditindak memiliki
prognosis yang buruk karena dapat berkembang menjadi kanker prostat.9

Kesimpulan
Benign Prostatic Hyperplasia ( BPH ) merupakan pertumbuhan berlebihan dari sel-sel
prostat yang tidak ganas dan biasa menyerang pria diatas 50 tahun. Penyebab BPH tidak

10
diketahui, tetapi mungkin akibat adanya perubahan kadar hormon yang terjadi karena proses
penuaan. Gejala dan tanda obstruksi saluran kemih berarti penderita harus menunggu pada
permulaan miksi (hesitancy), miksi terputus (intermittency), menetes pada akhir miksi,
pancaran miksi menjadi lemah, dan rasa belum puas sehabis miksi. Gejala iritasi disebabkan
hipersensivitas otot detrusor berarti bertambahnya frekuensi miksi, sering miksi waktu malam
hari (nokturia), miksi sulit ditahan (urgency), nyeri saat miksi (disuria). Penatalaksanaan BPH
berupa watchful waiting, medikamentosa, terapi bedah konvensional, terapi minimal invasif,
dan farmakoterapi. Prognosis BPH tidak dapat diprediksi, tetapi dapat dikatakan buruk jika
tidak segera ditangani karena dapat berkembang menjadi kanker prostat yang bersifat
mematikan. Upaya pencegahan BPH adalah dengan menjalankan pola hidup sehat.

Daftar pustaka
1. Aeronson PI, Ward JPT. At a glance system urogenitalis: Anamnesis dan pemeriksaan
fisik urogenitalis. Ed. 3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2010. hal.68.
2. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani W I, Setiowulan W. Kapita selekta kedokteran. Ed.
3, jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius. 2000. hal. 332.
3. Price S A, Wilson L M. Patofisiologi : konsep klinis dan proses-proses penyakit. Ed. 6,
Vol. 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. hal. 1323.
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K Marcellus S, Setiati S. Ilmu penyakit dalam UI.
Ed. 5, jilid 2. Jakarta: Interna publishing, 2009. hal. 1008-09; 1012.
5. Gilbert, Scott M. Urethral Stricture. 2004. Diakses 22 Oktober 2012, di
http://www.medlineplus.com/medicalencyclopedia.html
6. Purnomo B. Urologi klinik. Ed. 2. Jakarta : CV Sagung seto. 2005. hal. 175.
7. Sjamsuhidajat R, Jong W D. Buku ajar ilmu bedah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 2005. hal. 783.
8. Martono H. BPH : Buku ajar geriatric. Ed. 3. Jakarta : FKUI. 2004. hal. 411.

9. Arasy. BENIGNA HIPERTROPI PROSTAT (BPH). 2009. Diakses 22 Oktober 2012, di


http://arasykasumo.blogspot.com/2009/05/benigna-hipertropi-prostat-bph.html

11

Anda mungkin juga menyukai