OLEH
1
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
2
o Sampul
o Kata Pengantar........................................................................i
o Daftar IsI..................................................................................ii
o BAB 1 : PENDAHULUAN.....................................................1
1.1Latar Belakang.....................................................................1
1.2Maksud, Tujuan, dan Manfaat.............................................2
1.2.1 Maksud.............................................................................2
1.2.2 Tujuan..............................................................................2
1.2.3 Manfaat............................................................................2
o BAB 2 : LANDASAN TEORI................................................3
2.1Metode Geolistrik Resistivitas.............................................3
2.1.1 Rumus-Rumus Dasar Listrik............................................3
2.1.2 Sifat Kelistrikan Batuan...................................................3
2.1.3 Aliran Listrik dalam Bumi...............................................4
2.1.4 Distribusi Arus Listrik......................................................5
2.1.5 Konfigurasi Elektroda dan Tabel Resistivitas..................6
2.2 Kondisi Geologi..................................................................7
2.3 Batubara............................................................................11
o BAB 3 : PELAKSANAAN SURVEI............................................12
3.1 Lokasi Survei....................................................................12
3.2 Waktu Pelaksanaan ..........................................................15
3.3 Peralatan............................................................................15
3.4 Pengolahan dan Interpretasi Data.....................................17
o BAB 4 : HASIL, ANALISIS & INTERPRETASI DATA...................18
4.1 Hasil..................................................................................18
4.1.1 Survei 2-D (profilling)...................................................18
4.1.2 Penampang 3-D (profilling)...........................................19
4.2 Analisis dan Interpretasi....................................................20
4.2.1 penampang 2-D (profilling)..........................................21
4.3.2 Penampang 3-D (profilling)...........................................21
o BAB 5 : PENUTUP....................................................................22
5.1 Kesimpulan.......................................................................22
5.2 Saran.................................................................................22
3
BAB 1
PENDAHULUAN
1
dalamMusa, 2004). Penurunan potensial yang terukur
dipermukaan bumi akibat injeksi sumber arus mengikutiasumsi
bahwa bumi tersusun oleh lapisan-lapisan dalam medium
homogen isotropis (Telford, dkk.,1990).
1.2 Maksud, Tujuan dan Manfaat
1.2.1 Maksud
Maksud dari survei dengan metode geolistrik resistivitas
konvigurasi Wenner adalah untuk memperoleh model bawah
permukaan (subsurface) mengenai kedalaman dan ketebalan
lapisan batubara di bawah permukaan. Metode geolistrik
resistivitas ini didasarkan pada kenyataan bahwa mineral
penyusun batuan (batubara) yang berbeda akan mempunyai
nilai resistivitas yang berbeda ketika dialiri arus listrik,
sehingga dengan menggunakan metode ini akan diketahui
susunan lapisanbawah permukaan tanah dan lapisan lokasi
survey.
1.2.2 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam survei ini adalah untuk
mengetahui sebaran nilai resistivitas batuan dalam penentuan
letakkedalaman dan ketebalan lapisanbatubara bawah
permukaan dengan menggunakan metode geolistrik resistivitas
konvigurasi wenner pada lokasi survey.
1.2.3 Manfaat
Adapun manfaat dari hasil survei ini adalah sebagai berikut :
1. Memberikan informasi bagi instansi terkait tentang
metode geolistrik resistivitas sebagai salah satu metode
yang dapat digunakan untuk menentukan letak kedalaman
dan ketebalan batubara pada lokasi survei.
2. Sebagai bahan masukan bagi peneliti/penyelidik lain
dalam mengembangkan survei lain tentang penggunaan
geolistrik dalam menentukan kondisi geologi bawah
permukaan khususnya dalam eksplorasi batubara.
BAB 2
2
LANDASAN TEORI
A
L
3
bersifat dielektrik terhadap aliran arus listrik yatiu terjadi
polarisasi saat bahan dialiri arus listrik.
Berdasarkan harga resistivitas listriknya, batuan/mineral
digolongkan menjadi tiga macam, yaitu: konduktor baik (10 -
8
<< 1) m, konduktor pertengahan (1 << 107) m, dan
isolator (> 107) m.
2.1.3 Aliran Listrik dalam Bumi
Pembahasan mengenai aliran listrik di dalam bumi
didasarkan pada asumsi bahwa bumi merupakan medium
homogen isotropik. Disini akan diamati potensial listrik
disekitar titik arus di dalam bumi dan di permukaan bumi.
Asumsi dasar yang digunakan adalah bahwa medium
bawah permukaan (sub surface) tanah bersifat homogen
isotropis. Jika medium tersebut dialiri arus listrik searah I
(karena diberi medan listrik E), maka elemen arus I yang
melalui elemen luas A dengan kerapatan arus J adalah:
δ I ĵ δA ....................................…… (5)
ˆ ˆ ˆ
Menurut hukum Ohm : J E dan E V , jika didalam
medium tidak ada arus yang mengalir maka
Ĵ.dA J dV 0
S S sehingga Ĵ (σσV 0 yang dikenal
sebagai hukum kekekalan muatan atau dapat ditulis menjadi
2 V 0 yang merupakan Persamaan Laplace.
4
C1
V(r) C2
r ……………………………….......... (8)
Dengan C1 dan C2 konstanta sembarang. Nilai kedua konstanta
tersebut ditentukan dengan menerapkan syarat batas yang
harus dipenuhi potensial V(r) yaitu pada r = (jarak yang
C1
V(r)
sangat jauh), V() = 0 sehingga C2 = 0 dan r .
5
ΔV
ρK
I ..........
...... (12)
dengan
1
1 1 1 1
K 2π
AM BM AN BN
6
Gambar 2.3Diagram Resistivitas (Sumber: Moombarriga Geoscience)
7
watampone bagian barat Sulawesi selatan ( Rab.
Sukamto,1975 ).
Terdapat dua pengunungan yang memanjang hampir
sejajar dengan daerah utara-barat laut yang dipisahkan oleh
lembah sungai wallanae. Pengunungan di bagian barat
menempati hampir setengah luasan daerah , melebar dibagian
selatan, menyempit di bagian utara. Puncak tertingginya
994 meter. Pembentuknya sebagian besar merupakan
batuan gunung api. Di lereng barat dan beberapa lereng
dibagian timur terdapat topografi karst yang mencerminkan
adanya batugamping. Di lereng barat terdapat perbukitan yang
dibentuk oleh batuan Pra-tersier. Pegunungan di bagian barat
daya dibatasi oleh daratan pangkajenne maros yang luasannya
sebagai lanjutan daratan dari selatan.
Pengunungan dibagian timur relatif lebih rendah dan
sempit, dengan ketinggian rata-rata 700 meter dengan puncak
tertinggi adalah 787 meter. Batuan penyusunnya juga sebagian
besar adalah batuan gunungapi. Bagian selatannya melebar dan
meninggi, dan keutaranya menyempit dan merendah dan
akhirnya menujam kebawah antara lembah wallanae dan
daratan bone yang sangat luas. Bagian utara pegunungan ini
bertopografi karst yang permukaannya berkerucut. Batasnya di
timur laut adalah daratan bone.
Lembah wallanae memisahkan dua pengunungan
ini dibagian utara sebesar 35 kilometer , tetapi bagian
selatan hanya 10 kilometer saja. Bagian tengah dari sungai
wallanae mengalir keutara, bagian selatan merupakan
perbukitan rendah dan bagian utara terdapat daratan alluvial
yang sangat luas ( Rab. Sukamto 1982)
2.2.2 Stratigrafi regional
Perkembangan evolusi geologi pulau Sulawesi dapat
dibedakan menjadi empat jalur tektonik ( simanjuntak ,1966 ) ,
jalur continental banggai-sula , meliputi sualwesi bagian timur
dan Sulawesi bagian tengah , jalur vulkanik dan plutonik
meliputi daerah sulawesi utara. Sulawesi tengah bagian barat
dan Sulawesi selatan. Jalur vulkanik plutonik identik dengan
8
dengan mandala Sulawesi barat yang dikemukakanoleh ( rab.
Sukamto,1982 ).
Stratigrafi mandala Sulawesi barat bagian selatan
menurut ( rab. Sukamto,1982 ) merupakan kelompok batuan tua
yang umurnya belum diketahui dengan pasti yang terdiri dari
batuan ultrabasa, batuan malihan dan batuan-batuan mélange.
Batuan terbreksisasi , tergerus dan mendaun, dan sentuhannya
denga formasi di sekitarnya berupa sesar dan ketidak selarasan .
penarikan radiometri pada sekis menunjukkan umur 111 juta
tahun memungkinkan menunjukkan peristiwa malihan akhir
pada tektonik yang terjadi pada zaman kapur . batuan ini terdih
dan tidak selaras oleh endapan flish formasi ballang baru dan
formasi marada yang tebalnya kira-kira 2000 meter
danberumur kapur akhir. Kegiatan magma pada saat itu sudah
mulai ada dengan bukti adnay sisipan lava pada endapan flysh.
Batuan gunung api berumur pleosen yang
diendapakan pada lingkungan laut menindih tidak selaras
batuan flich yang berumur kapur akhir . Batuan sedimen
formasi mallawa yang sebagian besar dicirikan oleh endapan
daratan dengan sisipan batubara menindih tidak selaras batuan
gunungapi pleosen dan flich kapur akhir. Di atas formasi
mallawa ini secara berangsur-angsur beralih keendapan
karbonat formasi tonasa terbentuk secara terus-menerus dari
eosin awal sampai pada bagian bawah miosen tengah di
barat. Sedimen klastik formasi salo kalumpang yang
berumur eosen sampai oligosen bersisipkan batuan gamping
dan mengatasi batuan gunungapi kala miosen awal di timur.
Sebagian besar pengununagn , baik yang berada di
timur barbatuan gunungapi soppeng yang juga diduga
berumur miosen tengah sampai plistosen awal berselingan
dengan batuan gunung api yang berumur antara 8,93 – 9,20 juta
tahun. Secara bersamaan batuan tersebut menyusun formasi
camba yang tebalnya sekitar 5000 meter. Sebagian besar
pegunungan yang di barat terbentuk dari formasi camba. Ini
yang menindih tidak selaras formasi tonasa. Selama miosen
awal sampai pliosen , didaerah yang sekarang menjadi
lembah wallanae diendapakan sedimen kalstik formasi
wallanae. Batuan ini tebalnya sekitar 4500 meter.
9
2.2.3 Struktur geologi regional
Hide, dkk (1967,1977) dalam Sukamto (1985)
mengemukakan bahwa gerakan lempeng pasifik ke arah
terjadi pada Miosen Awal, sehingga berbagai mikrokontinen di
Indonesia bagian Timur makin terdorong ke barat mendekati
sistem busur palung sulawesi. Pada Miosen Tengah
gerakan ke barat tersebut menyebabkan mikrokontinen
Banggai-Sula dan Tukang Besi membentur busur Sulawesi
Timue, dan Busur Sulawesi Timur melewati sistem busur-
palung Sulawesi Barat. Van Leeuwen (1979), menerangkan
bahwa pola struktur Lengan Selatan Pulau Sulawesi, yaitu
struktur sesar Walanae, searah dengan sesar geser Palu Koro di
Sulawesi Tengah. Sesar Walanae terbagi dua yaitu sesar
Walanae Barat dan sesar Walanae Timur yang terbentuk pada
Kala Plio – Plistosen. Rab Sukamto (1982), berpendapat bahwa
kegiatan tektonik pada Kala Miosen Awal menyebabkan
terjadinya permulaan terban Walanae yang memanjang dari
utara ke selatan pada Lengan Sulawesi bagian barat. Struktur
sesar berpengaruh terhadap struktur geologi sekitarnya.
Tekronik ini menyebabkan terjadinya cekungan tempat
terbentuknya Formasi Walanae. Peristiwa ini kemungkinan
besar berlangsung sejak awal Miosen Tengah, dan
menurun perlahan selama sedimentasi sampai Kala Pliosen.
Menurunnya Terban Walanae dibatasi dua sistem sesar normal,
yaitu sesar Walanae yang seluruhny nampak hingga sekarang di
sebelah timur, dan sesar Soppeng yang hanya tersingkap tidak
menerus di sebelah barat. Selama terbentuknya Terban Walanae,
di Timur kegiatan gunungapi terjadi hanya dibagian selatan,
sedangkan di barat terjadi kegiatan gunungapi yang merata
dari selatan ke utara, berlangsung dari Miosen Tengah sampai
Pliosen. Bentuk kerucut gunungapi masih dapat dia amati di
daerah sebleh barat ini, suatu tebing melingkar mengelilingi G.
Benrong, di utara G. Tondongkarambu, mungkin merupakan
suatu sisa kaldera.
Sesar utama yang berarah Utara – Baratlaut terjadi
sejak Miosen Tengah, dan tumbuh sampai setelah Pliosen.
Perlipatan yang berarah hampir sejajar dengan sesar utama
diperkirakan terbentuk sehubungan dengan adanya tekanan
mendatar berarah kira- kira Timur Barat pada waktu sebelum
10
akhir Pliosen. Tekanan ini mengakibatkan pula adanya sesar
sungkup lokal yang mengsesarkan batuan Pra-Kapur Akhir di
daerah Bantimala ke atas batuan Tersier. Perlipatan dan
pensesaran yang relatif lebih kecil di bagian Timur Lembah
Walanae dan di bagian Barat pegunungan yang berarah
Baratlaut – Tenggara, kemungkinan besar terjadi akibat adanya
gerakan mendatar tekanan sepanjang sesar besar
2.3 Batubara
Batubaramerupakan salah satu jenis sumber daya
alamyang tersusun dari bahan organik dan anorganik.Kandungan
bahan organik ini berasal dari sisa-sisatumbuhan yang
mengalami berbagai dekomposisi dan
perubahan sifat-sifat fisik dan kimia, baik sebelummaupun
sesudah tertutup oleh endapan di atasnya.Sedangkan bahan
anorganik terdiri dari bermacammacam mineral, terutama
mineral lempung, karbonat,silikat dan berbagai mineral lainnya
yang jumlahnyalebih sedikit. Sebagai salah satu sumber
energi,batubara mampu menghasilkan kalori/panas yang
cukup tinggi yaitu antara 5.000 sampai 9.000 kalorisetiap gram
(Azhar, 2001).
Menurut Amri (2000) formasi batubara tersebar
diwilayah seluas 298 juta Ha yang meliputi PulauSumatera,
Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Pulau
Jawa dan Papua. Dari jumlah tersebut, sekitar 25%yang sudah
diselidiki, sedangkan yang sudahdieksploitasi baru sekitar 3%
(Azhar, 2001). Potensi
energi nasional sumber daya batubara mencapai 57miliar ton,
cadangannya 19,3 miliar ton, sedangkanyang diproduksi baru
mencapai 130 juta ton (Gunawan,H., 2004). Oleh karena itu,
perlu ditingkatkanpenyelidikan tentang keberadaan batubara
tersebutserta kelayakan lingkungannya.
11
BAB 3
PELAKSANAAN SURVEI
Lintasan 1
Lintasan 2
12
Berikut informasi detail mengenai Akuisisi Data Geolistrik
Resistivitas 2-D:
Lintasan 01
13
Lintasan 02
14
LintasanGabung
15
Utama
Pendukung
- Alat Tulis Kantor
- GPS Garmin Handheld Etrex 10
- Hammer 2 lbs
- Meteran
- Kamera
16
3.4 Pengolahan dan Interpretasi Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan beberapa
perangkat lunak (software). Sedangkan interpretasi data
dilakukan dengan melakukan kombinasi perangkat lunak
(software) dan analisa manual menggunakan Peta Geologi dan
Tabel Resistivitas.
17
BAB 4
HASIL, ANALISIS, DAN INTERPRETASI DATA
4.1 Hasil
4.1.1 Penampang 2-D (profilling)
Data Geolistrik 2-D (profilling) yang sudah didapatkan dari
survei lapangan, kemudian diolah dengan menggunakan perangkat
lunak (software) Res2Dinv sehingga menghasil penampang profilling
dari model inversi data geolistrik resistivitas bawah permukaan
(subsurface) seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini:
Lintasan 1
18
Lintasan 2
19
4.2 Analisis dan Interpretasi
4.2.1 Penampang 2-D (profilling)
Lintasan 1
Pada lintasan 1 dengan arah lintasan berarah TimurLaut
- Barat Daya memiliki ketinggian maksimal340 mdpl,
Kedalaman maksimal yang diperoleh pada hasil pengolahan
data resistivitas lintasan 1 ini adalah 28 meter dari permukaan
tanah dengan kisaran nilai resistivitas dari 0,85 ohm.m sampai
>132 om.m. Pada penampang lintasan 1 ini dapat dibagi
kedalam 3 golongan yakni 1.) nilai resistivitas dari 0.82 ohm.m
– 10 om.m diindikasikan lapisan lempung yang terdistribusi
merata pada lintasan 1 ini. , 2.) nilai resistivitas dari 10 ohm.m –
50 ohm.m diindikasikan sebagai lapisan batubara dan dapat
bertindak sebagai zona lemah karena kurang kompak dan
memiliki pori-pori yang kosong, hal inilah yang menyebabkan
terjadinya amblesan pada jalan di lokassi survey, 3.) nilai
resistivitas 50 ohm.m – >132 ohm.m diindikasikan sebagai
lapisan keras karena merupakan timbunan untuk jalur jalan
mobil (jalanan) yang terdiridari material
kerikilbercampurlempung.
Lintasan 2
Pada lintasan 2 dengan arah lintasan berarah Utara
Timur Laut – Selatan Barat Daya memiliki ketinggian maksimal
337,5 mdpl, Kedalaman maksimal yang diperoleh pada hasil
pengolahan data resistivitas lintasan 2 ini adalah 22 meter dari
permukaan tanah dengan kisaran nilai resistivitas dari 0,85
ohm.m sampai >1012 om.m. Pada penampang lintasan 1 ini
dapat dibagi kedalam 4 golongan yakni: 1.) Nilai resistivitas
dari 0.82 ohm.m – 10 om.m diindikasikan lapisan lempung
yang terletak pada posisi lateral 40 meter – 70 meter dengan
kedalaman 17 meter dari permukaan tanah dan ketebalan
maksimal adalah 5 meter dan semakin mengecil pada samping-
sampingnya. 2.) Nilai resistivitas dari 10 ohm.m – 50 ohm.m
diindikasikan sebagai lapisan batubara yang terletak pada posisi
lateral 16 meter – 80 meter dengan kedalaman mulai dari 7
meter – 17 meter dari permukaan tanah. Menurut hasil
ekskavasi yang telah dilakukan bahwa lapisan batubara yang
20
terdapat pada lokasi survey terbagi atas 4 sim yakni sim1, sim2,
sim3 dan sim4. Kedalaman sim1 adalah 7 meter dari permukaan
tanah dengan ketebalan 5 meter, sim2 memiliki ketebalan 3
meter – 4 meter. Antara sim1 dan sim2 terdapat lapisan lempung
dengan ketebalan rata-rata 2 meter. Pada sim3 memiliki
ketebalan 2 meter – 3 meter. Antara sim2 dan sim3 terdapat
lapisan lempung dengan ketebalan 5 meter. Sedangkan sim 4
memiliki ketebalan sekitar 5 meter dengan sisipan lempung
antara lapisannya dengan sim3. Berdasarkan pengklasifikasian
tersebut dan dikorelasikan dengan data geolistrik didapatkan
bahwa hasil penampang yang didapat hanya sampai pada batas
lapisan antara sim2 dan sim3. Sedangkan lapisan batubara
dengan ketebalan 10 meter tersebut terbagi atas 2 sim yakni
sim1 dan sim2 namun untuk pemisahan secara pasti masih
membutukan penelitian yang lebih lanjut. 3.) Nilai resistivitas
dari 50 ohm.m – 1000 ohm.m merupakan lapisan lempung yang
kompak. 4.) Nilai resistivitas > 1000 ohm.m merupakan batuan
garnierite yang digunakan untuk menimbun jalan.
4.2.2 Penampang3-D (profilling)
Dari profil penampang 3 dimensi diatas dapat dilihat
bahwa sebaran batubara tidak terendapkan secara merata
dimana lapisan lempung dan batubara saling tumpang
tindih.Padabagianbaratdidominasiolehlempungsedangkanarahpe
rsebaranbatubaraadalah Tenggara – Barat Laut. Pada hasil
profiling 3 dimensi ini belum bisa menggambarkan secara
keseluruhan profil perlapisan endapan batubara dikarenakan
jangkauan kedalaman yang diperoleh dari hasil survey belum
memadai untuk distribusi lapisan batubara yang ada pada lokasi
survey karena berdasarkan pembahsan pada lintasan dua bahwa
hasil dari survey ini hanya mampu menjangkau pada lapisan
batubara sim2. Diperlukan alat dengan bentangan yang lebih
panjang lagi untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
21
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Geoteknik diperlukan untuk memandu kepada arah
pembuatan desain pit yang optimal dan aman (single slope
degree, overall slope degree, tinggi bench, potensi bahaya
longsor yang ada contohnya: longsoran bidang, baji, topling
busur, dll) sesuai dengan kriteria faktor keamanannya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik permukaan
tanah dan batuan (geologi) yang tersebar di daerah lokasi stock
pile dan langkah-langkah yang diperlukan untuk memenuhi
faktor keamanan sehingga ketika dilakukan kontruksi dan
digunakan tidak terjadi longsoran (failure).
5.1 Saran
Baiknya menggunakan alat dengan jumlah chanel dan
elektroda yang lebih banyak agar menghasilkan bentangan
yang panjang sehingga jangkauan kedalamannya akan lebih
dalam serta menggunakan spasi yang lebih rapat lagi agar
resolusi yang diperoleh lebih baik lagi.
Sebaiknya jadwal kegiatan di buat secara transparan agar
mempermudah dan mempersiapkan kondisi mental dan fisik
praktikan.
Sebaiknya format laporan yang akan di sosialisasikan ke
praktikan seharusnya tidak bervariasi/beragam jenis karena
pengalaman telah membuktikan sesuatu yang variatif akan
menimbulkan dilema yang sangat.
22