Berbicara mengenai ilmu dalam perspektif Islam, berbeda dengan syariat lain atau
undang-undang dan peraturan buatan manusia. Pembahasan tentang ilmu menurut
kaca mata Islam harus menyertakan tiga hal penting, yaitu ilmu itu sendiri, arang
yang berilmu (‘alim) dan penuntut ilmu.
a. Ilmu
Islam sangat memperhatikan, menghormati dan menjunjung tinggi martabat ilmu
dan orang yang memiliki ilmu, sebagaimana firman Tuhan di berbagai ayat dalam
al Qur’an. Salah satunya bunyi ayat surat al mujadalah:11 di bawah ini: “ Niscaya
Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman di antara kamu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
Melalui ayat ini, dapat dikemukakan bahwa dalam ajaran Islam, pengertian ilmu
bukan hanya didasarkan pada jumlah ilmu yang dipelajarinya. Akan tetapi ilmu
yang benar adalah ilmu yang dirasakan manfaatnya oleh manusia pada umumnya
(baca bermakna untuk kemaslahatan manusia lain). Sebagaimana dikatakan oleh
DR. Hasan al Syarqawi dalam bukunya Manhaj Ilmiah Islami, “Ilmu juga dapat
menjadi cahaya yang dapat menerangi jalan dalam mencapai petunjuk dan
kebaikan”. Ungkapan Syarqawi tersebut, hemat saya sejalan dengan firman Tuhan
dalam al Qur’an surat al Baqarah: 269 yang berbunyi: “Dan barangsiapa yang
diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak”.
Dalam kaitannya dengan hal di atas, jelas kita lihat bahwa tujuan utama bagi
penuntut ilmu adalah mengambil manfaat ilmunya guna melayani dan menjadi
rujukan bagi manusia dalam melaksanakan kebajikan. Bila tujuan tersebut tidak
menjadi perioritas utama dalam proses pencarian ilmu, maka ia telah melakukan
kekeliruan dalam memasang niatnya. Dengan demikian, ilmu yang haq adalah
ilmu yang membawa manfaat bagi pemiliknya dan orang di sekitarnya. Terlebih
lagi dapat mendekatkan diri pemiliknya kepada Allah SWT, Tuhan bagi seluruh
umat manusia.
c. Penuntut Ilmu
Dalam perspektif Islam, penuntut ilmu adalah orang yang bekerja sama dengan
‘alim dalam melakukan kebajikan. Untuk menguatkan hal ini, saya teringat
dengan sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Abu Darda ra. bahwa Rasulullah
Saw. bersabda: ”Orang ‘alim dan orang yang menuntut ilmu berserikat dalam
kebaikan. Selain keduanya tidak ada kebajikan”. (HR. Al Thabrani).
Jadi menurut pandangan Islam, penuntut ilmu adalah orang yang selalu berpihak
kepada kebenaran, menebarkan kebajikan, mendamaikan kedua belah pihak yang
bersiteru, melakukan kreasi-kreasi baru untuk kemajuan dan kesejahteraan
bersama dan selalu menegakkan keadilan untuk umat manusia di atas muka bumi.
Lalu bagaimana sebenarnya kedudukan ilmu dalam Islam? Posisi ilmu dalam
Islam sangatlah sentral. Vitalitas dan keutamaan ilmu terungkap dalam sanjungan
dan kehormatan yang diberikan kepada para ilmuan, tersirat dalam wahyu pertama
yang diterima oleh Rasulullah saw. yang menjadi kunci ilmu, yakni perintah
“membaca”. Tercermin dalam ajakan untuk bertakwa hanya kepada orang yang
berakal, tersurat dalam peringatan bahwa ketiadaan ilmu (kebodohan) akan
menyesatkan, serta dengan tegas dinyatakan bahwa menuntut ilmu itu wajib dan
berlaku seumur hidup. Kenyataan yang juga bisa kita lihat, bahwa di dalam al
Qur’an terdapat puluhan ayat yang menerangkan tentang ilmu, tentang ajakan
untuk berfikir dan melakukan penalaran ( mengamati, memperhatikan,
memikirkan, dan menyelidiki dengan seksama), serta sanjungan kepada orang-
orang yang suka menggunakan akal fikirannya (ilmuan) adalah bukti otentik yang
tak dapat diragukan lagi akan sangat pentingnya kedudukan ilmu dalam
pandangan Islam.
Imam Ali karramallahu wajhah berkata, Ilmu adalah kehidupan Islam dan pilar
agama. Dan mencari ilmu adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki dan muslim
perempuan. Dengan ilmu Tuhan ditaati, dengan ilmu silaturahmi dihubungkan,
dengan ilmu yang halal dan haram diketahui. Ilmu adalah pemimpin amal, dan
amal adalah pengikut ilmu, ilmu adalah penghidup yang mati.
Dalam kaitannya dengan Imam Ali kw. Diatas, al Qur’an menganggap ilmu
sebagai kehidupan dan cahaya, sedangkan kebodohan merupakan kematian dan
kegelapan. Seperti diketahui, semua bentuk kejahatan disebabkan oleh ketiadaan
kehidupan dan cahaya, dan semua kebaikan disebabkan oleh cahaya dan
kehidupan. Karena cahaya akan membuka hakikat-hakikat segala sesuatu. Di
sinilah kedudukan ilmu menjadi hal yang sangat penting dalam rangka mengajak
manusia untuk membedakan mana yang baik dan buruk dalam kehidupannya.
Wallahu a’lam
Kedudukan Ilmuwan
B. Teks Hadits
Terjemah:
“Dan sesungguhnya para ulama itu adalah pewaris para nabi. Dan sungguh para
nabi tidaklah mewariskan dinar maupun dirham, hanya saja mereka mewariskan
1
ilmu. Maka barangsiapa yang mengambilnya (ilmu tersebut) berarti dia telah
mengambil bagian ilmu yang banyak.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi).
Hadits di atas Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 6298
dari Abud Darda’ radhiyallahu ‘anhu)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu berkata
(Syarh Riyadhish Shalihin, 3/434): “Tidaklah mewarisi dari para nabi kecuali para
ulama. Maka merekalah pewaris para nabi. Merekalah yang mewarisi, ilmu, amal
dan tugas membimbing umat kepada syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Dalam al-Quran Surat AlMujadalah ayat 11 dikemukakan: “Allah akan
mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan
beberapa derajat” mengilhami kepada kita untuk serius dan konsisten dalam
memperdalam dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Beberapa tokoh penting
(ilmuwan) dalam sejarah Islam jelas menjadi bukti janji Allah s.w.t akan
terangkatnya derajat mereka baik dihadapan Allah maupun sesama manusia.
DR Wahbah Zuhaili dalam Tafsir Al Munir nya memaknai kata ‘darajaat’
(beberapa derajat) dengan beberapa derajar kemuliaan di dunia dan akhirat. Orang
‘alim yang beriman akan memperoleh fahala di akhirat karena ilmunya dan
kehormatan serta kemulyaan di sisi manusia yang lain di dunia. Karena itu Allah
s.w.t meninggikan derajat orang mu’min diatas selain mu’min dan orang-orang ‘
alim di atas orang-orang tidak berilmu.2[2]
Dalam perspektif sosiologis, orang yang mengembangkan ilmu berada
dalam puncak piramida kegiatan pendidikan. Banyak orang sekolah/ kuliah tetapi
tidak menuntut ilmu. Mereka hanya mencari ijazah, status/gelar. Tidak sedikit
pula guru atau dosen yang mengajar tetapi tidak mendidik dan mengembangkan
ilmu. Mereka ini berada paling bawah piramida dan tentunya jumlahnya paling
banyak. Kelompok kedua adalah mereka yang kuliah untuk emnuntu ilmu tetapi
tidak emngembangkan ilmu. Mereka ini ingin memiliki dan menguasai ilmu
pengetahuan untuk bekal hidupnya atau untuk dirinya sendiri, tidak
mengembangkannya untuk kesejahteraan masyarakat. Kelompok ini berada di
tengah piramida kegiatan pendidikan. Sedangkan kelompok yang paling sedikit
dan berada di puncak piramida adalah seorang yang kuliah dan secara
2
bersungguh-sungguh mencintai dan mengembangkan ilmu. Salah satunya adalah
dosen yang sekaligus juga seorang pendidik dan ilmuwan. (Tobroni:36)
Keutamaan orang ‘alim (ilmuwan) dibanding lainnya diperkuat oleh hadist
Nabi dari Mu’adz;3[3]
" "فضلل العالم على العابد كفضل القمر ليلة البدر على سائر الكواكب
“Keutamaan orang ‘alim atas hamba (lainnya) adalah seperti kelebihan
bulan purnama atas bintang-bintang” H.R Abu Daud, Turmudzi, Nasa’i , dan Ibn
hibban.
3
4
Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata: “Telah
diketahui bahwa ilmu yang diwariskan oleh para Nabi adalah ilmu syari’at Allah
‘Azza wa Jalla, bukan lainnya. Sehinga para Nabi tidaklah mewariskan ilmu
tekhnologi dan yang berkaitan dengannya kepada manusia.”5[5]
Ini bukan berarti bahwa ilmu dunia itu terlarang atau tidak berfaedah.
Bahkan ilmu dunia yang dibutuhkan oleh umat juga perlu dipelajari dengan niat
yang baik.
Beliau juga berkata: “Yang kami maksudkan adalah ilmu syar’i, yaitu:
ilmu yang yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya, yang berupa penjelasan-
penjelasan dan petunjuk. Maka ilmu yang mendapatkan pujian dan sanjungan
hanyalah ilmu wahyu, ilmu yang diturunkan oleh Allah”.6[6]
C. Kedudukan Ulama
1. Orang yang berkedudukan tinggi di sisi Aloh.
Hal ini sebagaimana penegasan sekaligus janjiAllah Subhanahu wa Ta’ala
kepada Ulama’ dalam firmannya yaitu Surat Al Mujaddalah Ayat 11:
Artinya:
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Al-Mujadilah: 11)
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu berkata dalam
tafsirnya: “Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengangkat ahlul ilmi dan ahlul
iman beberapa derajat, sesuai dengan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala
khususkan kepada mereka (berupa ilmu dan iman).”7[7]
2. Orang Yang paling khasyyah/Taqwa kepada Allah.
Sebagaimana dalam Q.S Fathir: 28 Allah memuji Ulama dengan firmannya
yang berbunyi:
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah
ulama.” (Fathir: 28)
5
6
7
Dari Ayat dan hadis ini dapat ditarik kesimpulan bahwa Rosulillah memberikan
gambaran akan Kedududkan Ulama’ sebagai Pewarisnya yakni dalam hal
Khosyahnya kepada Allah.
3. Orang yang paling peduli terhadap umat.
Firman Allah:
öNG u
Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, serta beriman
kepada Allah.” (Ali ‘Imran: 110)
Dalam Ayat ini sangat jelas kedudukan Ulama, sebagai Orang yang Sangat
peduli Pada Umat, Karena Di dunia ini tiada Orang yang sangat getol
mengumandangkan ‘Amar Ma’rur dan Nahi Mungkar selain para Ulama’.
Yahya bin Mu’adz Ar-Razi rahimahullahu berkata “Para Ulama itu lebih
belas kasihan terhadap umat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam daripada
bapak-bapak dan ibu-ibu mereka.” Ditanyakan kepadanya: “Bagaimana
demikian?” Dia menjawab: “Bapak-bapak dan ibu-ibu mereka menjaga mereka
dari api di dunia, sedangkan para ulama menjaga mereka dari api di akhirat.”8[8]
4. Ulama’ adalah rujukan umat dan pembimbing mereka ke jalan yang benar.
Allah SWT berfirman:
Artinya: “Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika
kamu tiada mengetahui.” (Al-Anbiya’: 7)
Ini adalah pelajaran adab dari Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi hamba-
hamba-Nya tentang sikap dan perbuatan mereka yang tidak pantas. Seharusnya,
apabila datang kepada mereka berita penting yang terkait dengan kepentingan
umat, seperti berita keamanan dan hal-hal yang menggembirakan orang-orang
yang beriman, atau berita yang mengkhawatirkan/ menakutkan, yang di dalamnya
ada musibah yang menimpa sebagian mereka, hendaknya mereka memperjelas
terlebih dahulu akan kebenarannya dan tidak tergesa-gesa menyebarkannya.
Namun hendaknya mereka mengembalikan hal itu kepada Rasul Shallallahu
‘alaihi wa sallam (semasa beliau masih hidup) dan kepada ulil amri, yaitu orang
yang ahli berpendapat, ahli nasihat, yang berakal (para ulama). Mereka adalah
8
orang-orang yang paham terhadap berbagai permasalahan dan memahami sisi-sisi
kebaikannya bagi umat, sekaligus mengetahui hal-hal yang tidak bermanfaat bagi
mereka. Apabila mereka melihat sisi kebaikan, motivasi yang baik bagi orang-
orang yang beriman dan menggembirakan mereka bila berita tersebut disebarkan,
atau akan menumbuhkan kewaspadaan mereka terhadap musuh-musuhnya, tentu
mereka akan menyebarkannya (atau memerintahkan untuk menyebarkan).Apabila
mereka melihat (disebarkannya berita tersebut) tidak mengandung kebaikan, atau
dampak negatifnya lebih besar, maka mereka tidak akan menyebarkannya.
Selain Kedudukan Ulama sebagaimana Penjelasan Ayat dan Hadis di atas,
kedudukan mereka dalam agama berikut di hadapan umat, merupakan
permasalahan yang menjadi bagian dari agama. Mereka adalah orang-orang yang
menjadi penyambung umat dengan Rabbnya, agama dan Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam. Mereka adalah sederetan orang yang akan menuntun umat
kepada cinta dan ridha Allah, menuju jalan yang dirahmati yaitu jalan yang lurus.
Oleh karena itu ketika seseorang melepaskan diri dari mereka berarti dia telah
melepaskan dan memutuskan tali yang kokoh dengan Rabbnya, agama dan Rasul-
Nya. Ini semua merupakan malapetaka yang dahsyat yang akan menimpa individu
ataupun sekelompok orang Islam. Berarti siapapun atau kelompok mapapun yang
mengesampingkan ulama pasti akan tersesat jalannya dan akan binasa.Al-Imam
Al-Ajurri rahimahullah dalam muqaddimah kitab Akhlaq Al-Ulama mengatakan: 9
[9]
Para ulama adalah lentera hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta'ala,
lambang sebuah negara, lambang kekokohan umat, sumber ilmu dan hikmah,
serta mereka adalah musuh syaithan. Dengan ulama akan menjadikan hidupnya
hati para ahli haq dan matinya hati para penyeleweng. Keberadaan mereka di
muka bumi bagaikan bintang-bintang di langit yang akan bisa menerangi dan
dipakai untuk menunjuki jalan dalam kegelapan di daratan dan di lautan. Ketika
bintang-bintang itu redup (tidak muncul), mereka (umat) kebingungan. Dan bila
muncul, mereka (bisa) melihat jalan dalam kegelapan.
9
Dari ucapan Al-Imam Al-Ajurri di atas jelas bagaimana kedudukan ulama
dalam agama dan butuhnya umat kepada mereka serta betapa besar bahayanya
meninggalkan mereka, Orang yang paling peduli terhadap umat.
Niscaya Allah akan meninggikan beberapa derajat orang-orang yang
beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat (Qur’an Al mujadalah 11)10[10]
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa secara istilah
Merujuk dari lafadz al Ulama dalam al Quran adalah hamba Allah yang takut
melanggar perintah Allah dan takut melalaikan perintahNya dikarenakan dengan
ilmunya ia sangat mengenal keagungan Allah. Kata al Ulama bukan sekedar
istilah dan kedudukan sosial buatan manusia.
Ilmuwan/Ulama’ adalah Orang yang berkedudukan tinggi di sisi Aloh,
Orang Yang paling khasyyah/Taqwa kepada Allah, dan Ulama’ adalah rujukan
umat serta pembimbing mereka ke jalan yang benar. Selain Kedudukan Ulama
sebagaimana Penjelasan di atas, kedudukan mereka dalam agama berikut di
hadapan umat, merupakan permasalahan yang menjadi bagian dari agama. Mereka
adalah orang-orang yang menjadi penyambung umat dengan Rabbnya, agama dan
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
B. Saran
Setelah kita mengetahui sedemikian Agung dan pentingnyanya kedudukan
serta keberadaan Ilmuwan/Ulama’ dalam kehidupan kita, termasuk perkara yang
sangat penting untuk kita ketahui dan pahami adalah manzilah (kedudukan) ahlul
ilmi yang mulia di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sehingga kita bisa beradab
terhadap mereka, menghargai mereka dan menempatkan mereka pada
kedudukannya. Itulah tanda barakahnya ilmu dan rasa syukur kita dengan masih
banyaknya para ulama di zaman ini.
DAFTAR PUSTAKA
Az-Zuhaili, Wahbah. At-Tafsir Al- Munir Fil ‘Aqidah wal Syari’ah wal Manhaj .Juz 28.
Beirut- Libanon: Darul Fikr. 1411 H/1991 M
Ibn Rusn, Abidin. Pemikiran Al Ghazali tentang Pendidikan, Yogyakarta.: Pustaka Pelajar .
1998
Nata, Abuddin. Tafsir Ayat-ayat Pendidikan Tafsir Ayat-Ayat Al- Tarbawiy. Jakarta: P.T
Rajawali Press, 2008
Jamaluddin Mohammad , Ulama Pewaris Para Nabi, Minggu, 2007 Okt. 07 In:
http://wong-cirebon.blogspot.com/
Al-Ustadz Abul ‘Abbas Muhammad Ihsan, Kedudukan Ulama’ dalam Al-Qur`an dan As-
Sunnah, 15/03/2009 In: http://belajaralislam.wordpres.com/
Ulama ahlus sunnah, Pewaris Para Nabi & Rintangan dalam Menuntut Ilmu, In: http://al-
aisar.com
“ Tiga golongan orang yang ditolong di hari kiamat; yaitu para Nabi
kemudian ‘Ulama kemudian syuhada”. (Ihya’: 17)
Kedudukan ilmuwan…