Anda di halaman 1dari 2

3 Perumpamaan Sifat Manusia dalam Al-Qur’an

‫ال أن أشهد المشركون كره ولو كله الدين على ليظهره الحق ودين بالهدى رسوله أرسل الذى هلل الحمد‬
‫ نستعين وإياه نعبد إياه الصمد الواحد هللا غال إله‬,‫إلى وداعيا ونذيرا بشيرا ورسوله عبده محمدا أن اشهد‬
‫بعد أما منيراز وسراجا بإذنه هللا‬: ‫فوزا فاز فقد هللا بتقوى بنفسى أصيكم هللا رحمكم المسلمون أيها فيا‬
‫عظيما‬

. ‫ العزيز كتابه فى وتعالى سبحانه هللا قال فقد‬: ‫ُّك َوأَ ْو َحى‬
ََ ‫ل ِإلَى َرب‬
َِ ‫ن النَّ ْح‬َِ َ ‫ل ِمنََ ات َّ ِخذِي أ‬ َِ ‫بُيُوتًا ْال ِج َبا‬
َّ ‫شونََ َو ِم َّما ال‬
ََ‫ش َج َِر َو ِمن‬ ُ ‫َي ْع ِر‬

Hadirin Jama’ah Jum’at di mulikan oleh Allah

Di dalam al-Qur’an ada tiga binatang kecil diabadikan oleh Allah menjadi nama surah,
yaitu al-Naml ( semut), al-‘Ankabut (laba-laba), dan al-Nahl (lebah). Ketiga binatang ini
masing-masing memiliki karakter dan sifat, sebagimana digambarkan oleh al-Qur’an. Dan hal
itu patut dijadikan pelajaran oleh manusia.
1. Semut memiliki sifat suka menghimpun makanan sedikit demi sedikit tanpa henti-hentinya.
Konon dalam sebuah penelitian waktu dan kesibukannya digunakan mengumpul makanan
untuk bertahun-tahun sedangkan usianya tidak lebih dari satu tahun. Kelobaanya
sedemikian besar sehingga ia berusaha memikul sesuatu yang lebih besar dari badannya,
meskipun sesuatu itu tidak berguna baginya.
2. Lain halnya dengan laba-laba, waktu dan kesibukannya adalah membangun sarang atau
rumah sebagaimana digambarkan dalam al-Qur’an surah Al Ankabut : 41 bahwa sarang laba-
laba adalah tempat yang paling rapuh,

َ‫ن ات َّ َخذُوا الَّذِينََ َمث َ ُل‬


َْ ‫ُون ِم‬ ََّ ‫ل أ َ ْو ِليَا ََء‬
َِ ‫ّللاِ د‬ َِ ‫ت ْالعَ ْن َكبُو‬
َِ َ ‫ت َك َمث‬ َِ ‫ت لَبَيْتَُ ْالبُيُو‬
ََّ ‫ت أ َ ْوهَنََ َو ِإ‬
َْ َ‫ن َب ْيتًا اتَّ َخذ‬ َِ ‫َي ْعلَ ُمونََ كَانُوا لَ َْو ْالعَ ْن َكبُو‬

Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah


seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah
rumah laba-laba kalau mereka mengetahui

Rumah laba-laba bukan tempat yang aman, apa pun yang berlindung di sana atau disergapnya
akan binasa. Jangankan serangga yang tidak sejenis, jantannya pun setelah selesai menggauli
betina, maka akan disergapnya untuk dimusnahkan oleh betinanya itu. Telur-telurnya yang
menetas saling berdesakan sehingga dapat saling memusnahkan. Demikianlah kata sebagian
ahli. Sebuah gambaran yang sangat mengerikan dari sejenis binatang.

Ayat di atas kadang memberikan gambaran bahwa di dalam kehidupan bernegara, masyarakat
atau rumah tangga yang keadaannya seperti laba-laba; rapuh, anggotanya saling tindih-
menindih, sikut menyikut seperti anak laba-laba yang baru lahir. Antara pimpinan dan bawahan
saling curiga. Rakyat curiga dengan pemimpinnya, pemimpinnya memantik kegaduhan.
Kehidupan keluarga, ayah dan ibu serta anak-anak tidak harmonis.

Jamaah shalat jum’at rahimakumullah,


3. Lantas bagaimana dengan kesibukan lebah? Al-Qur’an memiliki insting yang—dalam bahasa
Al-Quran lebah bergerak atas atas ilham dari Tuhan sehingga ia mampu memilih memilih
gunung dan pohon-pohon sebagai tempat tinggal.

َ‫ُّك َوأ َ ْو َحى‬


ََ ‫ل ِإلَى َرب‬
َِ ‫ن النَّ ْح‬ َِ ‫ش َج َِر َو ِمنََ بُيُوتًا ْال ِجبَا‬
َِ َ ‫ل ِمنََ ات َّ ِخذِي أ‬ َّ ‫شونََ َو ِم َّما ال‬
ُ ‫يَ ْع ِر‬

Artinya: “Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: ‘Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di


pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia’." (QS An-Nahl: 68)
Sarang lebah dibuat berbentuk segi enam bukannya lima atau empat agar tidak terjadi
pemborosan dalam lokasi. Yang dimakannya adalah kembang-kembang yang tidak seperti semut
yang menumpuk-numpuk makanannya, lebah mengolah makanannya dan hasil olahannya
adalah lilin dan madu yang sangat bermanfaat bagi manusia. Lilin digunakan untuk penerang
dan madu—kata Al-Quran—dapat menjadi obat yang menyembuhkan. Lebah sangat disiplin,
mengenal pembagian kerja, dan segala yang tidak berguna disingkirkan dari sarangnya. Lebah
tidak mengganggu kecuali yang mengganggunya, bahkan sengatannya pun dapat menjadi obat.

Jamaah shalat jum’at rahimakumullah,

Sikap hidup manusia seringkali diibaratkan dengan berbagai jenis binatang. Jelas ada manusia
yang "berbudaya semut", yaitu menghimpun dan menumpuk ilmu (tanpa mengolahnya) dan
materi atau harta benda (tanpa disesuaikan dengan kebutuhannya). Budaya semut adalah
"budaya menumpuk" yang disuburkan oleh "budaya mumpung". Tidak sedikit problem
masyarakat bersumber dari budaya tersebut. Pemborosan adalah anak kandung budaya ini yang
mendorong hadirnya benda-benda baru yang tidak dibutuhkan dan tersingkirnya benda-benda
lama yang masih cukup indah untuk dipandang dan bermanfaat untuk digunakan. Dapat
dipastikan bahwa dalam masyarakat kita, banyak sekali semut yang berkeliaran.

Entah berapa banyak jumlah laba-laba yang ada di sekitar kita, yaitu mereka yang tidak lagi
butuh berpikir apa, di mana, dan kapan ia makan, tetapi yang mereka pikirkan adalah "siapa
yang akan mereka jadikan mangsa. Ia menjadi kiasan dari sifat manusia mencelakakan, dan
rumah/lembaganya yang menjadi pelindungnya menjerumuskan siapa saja yang terpikat
olehnya.

َ‫هللاُ با َ َر َك‬
َ ‫ي‬ َِ ‫ال َع ِظي َِْم القُ ْر‬، ‫ي‬
َْ ‫آن فِي َولك َْم ِل‬ َِ ‫ال َح ِكي َِْم وال ِذّ ْك َِر ِباآليا‬. ُ‫َج ّوادَ تَعاَلَى إنّ َه‬
َْ ِ‫ت َو ِإيّا ُك َْم َونَفَ َعن‬
َ‫َر ِحيْمَ َرؤ ُْوفَ بَرَ َم ِلكَ َك ِريْم‬
Jamaah shalat jum’at rahimakumullah,

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengibaratkan seorang Mukmin sebagai lebah, sesuatu yang
tidak merusak dan tidak pula menyakitkan: Tidak makan kecuali yang baik, tidak menghasilkan
kecuali yang bermanfaat dan jika menimpa sesuatu tidak merusak dan tidak pula
memecahkannya.

Lebih rinci lagi, lebah setidaknya memiliki dua keistimewaan yang dapat menjadi analogi
tentang karakter ideal manusia. Pertama, lebah tak merusak ranting yang ia hinggapi, sekecil
apa pun pohon tersebut. Hal ini memberi pelajaran manusia agar menghindari berlaku yang
menimbulkan mudarat atau kerugian terhadap orang lain. Lebah memang datang untuk makan,
tapi ia tak ingin merusak untuk kepentingannya pribadinya itu. Bahkan kerap kali lebah justri
berjasa dalam proses penyerbukan sebuah bunga yang ia hinggapi.

Kedua, lebah makan sesuatu yang baik-baik, yakni saripati bunga, sehingga yang dikeluarkannya
pun baik-baik, yakni madu. Manusia dituntut dalam kehidupan yang serba halal. Rezeki yang
halal akan membuahkan perilaku yang positif .

Khatib berwasiat kepada diri sendiri dan jamaah shalat jum’at untuk senantiasa membersihkan
jiwa dari kotoran tamak, keji, dan tak peduli orang lain.

Anda mungkin juga menyukai