Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis,
konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok)
dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau
membuatnya tidak berdaya. Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi
berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan
integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
Dalam pandangan interaksionis terdapat 2 konflik yang dapat menyelesaikan tujuan kelompok
dan konflik yang menghambat tujuan kelompok, yaitu:
• Konflik fungsional. Yaitu konflik yang mendukung tujuan kelompok dan meningkatkan
kinerjanya
• Konflik disfungsional. Yaitu konflik yang menghambat kinerja kelompok
Jenis Konflik
Menurut Stephen P.Robbin, proses konflik dapat dipahami sebagai sebuah proses yang terdiri
atas lima tahapan: potensi pertentangan atau ketidakselarasan, kognisi dan personalisasi, maksud,
perilaku, dan akibat.
Tahap pertama dalam proses konflik adalah munculnya kondisi-kondisi yang menciptakan
peluang bagi pecahnya konflik. Kondisi-kondisi tersebut tidak mesti mengarah langsung ke
konflik, tetapi salah satu darinya diperlukan jika konflik hendak muncul. Kondisi-kondisi
tersebut (sebab atau sumber konflik) dapat dipadatkan ke dalam tiga kategori umum :
komunikasi, struktur, dan variabel-variabel pribadi.
Yaitu tahap dimana isu-isu konflik biasanya didefinisikan dan pada gilirannya akan menentukan
jalan panjang menuju akhir penyelesaian konflik. Sebagai contoh, emosi yang negatif dapat
menyebabkan peremehan persoalan, menurunnya tingkat kepercayaan dan interpretasi negatif
atas perilaku pihak lain. Konflik disyaratkan adanya persepsi dengan kata lain bahwa tidak
berarti konflik itu personalisasi. Selanjutnya konflik pada tingkatan perasaan yaitu ketika orang
mulai terlibat secara emosional.
Tahap 3 : Maksud
Maksud mengintervensi antara persepsi serta emosi orang dan perilaku luaran mereka. Maksud
adalah keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu. Banyak konflik bertambah parah semata-
mata karena salah satu pihak salah dalam memahami maksud pihak lain. Selain itu, biasanya ada
perbedaan yang besar antara maksud dan perilaku, sehingga perilaku tidak selalu mencerminkan
secara akurat maksud seseorang. muncul karena salah-satu pihak salah dalam memahami maksud
pihak lain.
Tahap 4 : Perilaku
Meliputi pernyataan aksi dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik.
Dengan demikian dalam konflik dibutuhkan teknik-teknik manajemen konflik sehingga
mendorong konflik mencapai tingkat konflik yang diinginkan. Untuk meredakan konflik
yang ada, diperlukan untuk mempelajari teknik-teknik manajemen konflik. Manajemen
konflik adalah pemanfaatan teknik-teknik resolusi dan dorongan (stimulasi) untuk mencapai
tingkat konflik yang diinginkan.
Tahap 5 : Akibat
Jalinan aksi reaksi antara pihak yang berkonflik menghasilkan konsekuensi. Akibat atau
konsekuensi ini bisa bersifat fungsional, dalam arti konflik tersebut menghasilkan kinerja
kelompok, atau juga bersifat disfungsional karena justru menghambat kinerja kelompok.
Akibat Fungsional, menjelaskan bahwa konfik dapat menjadi suatu penggerak yang
meningkatkan kinerja kelompok. Konflik bersifat konstruktif ketika hal tersebut
memperbaiki kualitas keputusan, merangsang kreativitas dan inovasi, mendorong minat dan
keingintahuan di antara anggota-anggota kelompok, menyediakan media atau sarana untuk
mengungkapkan masalah dan menurunkan ketegangan, serta menumbuhkan suasana yang
mendorong evaluasi diri dan perubahan.
Akibat Disfungsional, menjelaskan bahwa konflik dapat menghambat kinerja dari sebuah
kelompok. Di antara konsekuensi-konsekuensi yang tidak diharapkan tersebut, terdapat
lambannya komunikasi, menurunnya kekompakan kelompok, dan subordinasi tujuan
kelompok oleh dominasi perselisihan antaranggota.