Anda di halaman 1dari 17

A.

Pendahuluan
Sejauh ini kita baru membicarakan gerak partikel dalam satu dimensi.
Mengingat gerak di alam ini umumnya dalam ruang tiga dimensi, maka kita
perlu mempersiapkan diri untuk menerapkan pokok-pokok metode fisika
kuantum pada gerak tiga dimensi ini.
Besaran dinamis (observable) yang memegang peranan penting dalam
analisis gerak tiga dimensi adalah momentum sudut (anguler momentum).
Oleh sebab itu, pada bab ini kita akan membahas bagaimana fisika kuan-tum
mendeskripsikan momentum sudut.
Sebagai ilustrasi betapa pentingnya peranan momentum sudut dalam
pembahasan gerakan tiga dimensi, marilah kita ingat kembali beberapa temuan
besar yang berhasil dirumuskan berdasarkan telaah momentum sudut. Contoh
dalam khasanah makroskopis kita jumpai hukum Kepler tentang gerakan tata
surya, sedangkan dalam khasanah mikroskopis kita jumpai teori Bohr tentang
atom hidrogen.
Ada dua hal pokok yang akan kita bahas dalam bab ini terkait dengan
momentum sudut, yaitu tentang operator yang mewakili vektor momen-tum
sudut beserta hubungan komutasi yang melibatkan komponen-kom-ponennya,
dan tentang nilai eigen beserta fungsi eigen momentum sudut. Sebelum
membahas dua pokok besar tersebut, bahasan akan dimulai de-ngan tinjauan
singkat definisi klasik momentum sudut beserta sifat-sifat pentingnya.
Untuk memberi contoh salah satu penerapan Persamaan Schrödinger
dalam ruang tiga dimensi, bab ini juga memaparkan tinjauan kuantum untuk
atom berelektron tunggal. Hasilnya kemudian diterapkan pada atom hidrogen
dan selanjutnya diperbandingkan dengan teori Bohr untuk melihat
kesepadanannya.
Besaran-besaran fisis seperti momentum sudut dan energi atom
hidrogen adalah besaran yang terkuantisasi. Kehadiran medan magnet luar
dalam atom hidrogen mampu mengubah sifat simetre dalam atom dengan
degenerasi. Selain itu hadirnya medan magnet luar dalam sistem atom hidrogen
mamu memecah energi atom yang selanjutnya berkonsekuensi pada pecahnya
spectrum yang dipancarkan oleh atom pada saat terjadi transisi dari tingkat
energi yang lebih tinggi menuju tingkat energi yang lebih rendah. Tidak kalah
pentingnya kehadiran medan magnet dalam sistem atom hidrogen juga mampu
mengkuatisasi arah momentum sudut dalam ruang.

Selanjutnya untuk membahas hal-hal tersebut di atas maka pada bab ini
secara berturut-turut akan dibahas tentang batasan momentum sudut (Anguler);
Kuantisasi Momentum Anguler dan Energi dalam Atom Hidrogen; Tingkat
Energi Atom Hidrogen pada Berbagai Bilangan Kuantum n dan l; dan Transisi
Tingkat Energi Atom Hidrogen.

B. Batasan Momentum Anguler


Momentum sudut suatu partikel terhadap titik pusat koordinat O
didefinisikan sebagai hasil perkalian silang (cross product) antara vektor posisi
r dan momentum linear p.
L=r𝑥p (1)
Beradasarkan definisi tersebut diperoleh tiga komponen Cartesan momentum
sudut sebagai berikut.
Lx = ypz – zpy , (2)
Ly = zpx – xpz ,
Lz = xpy – ypx .
Gambar B. Definisi momentum sudut
partikel terhadap titik pusat koordinat O
ketika partikel berada di posisi r dan bergerak
dengan momentum linear p.

𝑖̂ 𝑗̂ 𝑘̂
̅𝐿 = 𝑟̅ 𝑥𝑝̅ = | 𝑥 𝑦 𝑧 | = 𝑖̂𝐿𝑥 − 𝑗̂𝐿𝑦 − +𝑘̂𝐿𝑧
𝑝𝑥 𝑝𝑦 𝑝𝑧

= 𝑖̂(𝑦𝑝𝑧 − 𝑧𝑝𝑦 ) − 𝑗̂(𝑥𝑝𝑧 − 𝑧𝑝𝑥 ) + 𝑘̂(𝑥𝑝𝑦 − 𝑦𝑝𝑥 )

Dalam hubungannya dengan telaah atom hidrogen:

𝑟̅ merupakan vector kedudukan electron terhadap inti atom.

𝑝̅ merupakan vector momentum linear gerak electron terhadap inti atom.

Perubahan momentum sudut, jika ada disebabkan oleh momen gaya N


terhadap pusat koordinat O menurut hubungan
𝒅𝑳
N = 𝒅𝒕 (3)

N didefinisikan sebagai momen gaya terhadap O:

L=r𝑥p

 r  p  
dL d dr dp
p  r 
dt dt dt dt

𝑑𝑝 𝑑𝑝
= m v v + r × 𝑑𝑡 = mv2 + r × 𝑑𝑡
𝑑2 𝑟 𝑑𝑝
=𝒎 + r × 𝑑𝑡
𝑑𝑡

𝑑2 𝑟
Dimana =F
𝑑𝑡

Maka,

N=r𝑥F (4)

Jika gaya yang bekerja pada partikel merupakan gaya sentral, yaitu
besarnya hanya bergantung pada jarak terhadap pusat dan arahnya berimpit
dengan vektor posisi, maka N bernilai nol. Dalam hal ini, menurut. Persamaan
(3), momentum sudut partikel bersifat kekal. Hukum Kepler, khususnya tentang
kecepatan sapu vektor radius, merupakan konsekuensi dari berlakunya
kekekalan momentum sudut tersebut. (Mechanics edisi 3, oleh Symon, terbitan
Addison Wesley 1971, halaman135).
Berdasarkan Persamaan (1) sampai (4) dapat disimpulkan bahwa
momentum sudut, berdasarkan tinjauan klasik, dapat bernilai sembarang. Kita
akan meninjau, secara kuantum, apakah spektrum momentum sudut bersifat
kontinu atau diskret. Kita juga akan meninjau apakah momentum sudut partikel
yang bergerak di bawah pengaruh potensial sentral juga bersifat sebagai tetapan
gerak seperti dinyatakan dalam fisika klasik.

C. OPERATOR MOMENTUM SUDUT


1. Perumusan Operator
Komponen Cartesan momentum sudut, secara klasik, dinyatakan oleh
Persamaan (2). Kita lihat bahwa semua komponen tersebut telah
dinyatakan sebagai fungsi koordinat (x, y, dan z) dan momentum linear (px,
py, dan pz). Selain itu, kita juga melihat bahwa semua suku di ruas kanan
persamaan itu merupakan perkalian dua besaran (misalnya xpy) yang
operatornya merupakan pasangan operator yang saling komut. Dengan
demikian, operator yang mewakili komponen Cartesan momentum sudut
dapat kita peroleh dengan mengganti semua besaran dalam Persamaan (2)
itu dengan operator yang mewakilinya. Jadi kita dapatkan:

Perhatikan bahwa antara x, y, dan z, yang muncul sebagai indeks dan


besaran, mengikuti urutan siklus: x, y, z, x.
Ada besaran lain, selain komponen, yang penting untuk kita temukan
operatornya. Besaran itu adalah kuadrat momentum sudut L2. Definisi
besaran itu adalah

(5)

Semua operator yang mewakili komponen Cartesan momentum sudut


yang muncul di ruas kanan Persamaan (5) sudah kita dapatkan. Dengan
demikian, operator yang mewakili kuadrat momentum sudut kita
definisikan berdasarkan operator-operator komponen Cartesannya itu. Jadi
kita dapatkan

Dalam sistem koordinat Cartesan, bentuk eksplisit operator-operator


komponen momentum sudut tersebut adalah
Operator tersebut dapat dinyatakan dalam sistem koordinat bola r, 𝜃, ∅,
melalui hubungan
x = r sin ∅ cos ∅ , y = r sin ∅ sin ∅ , z = r cos ∅ , (6)
Gambar C. Definisi koordinat bola (r, 𝜃, ∅,) dan
koordinat Cartesan (x, y, z) untuk sebarang titik P

Dengan menggunakan Persamaan (6), maka operator-operator dapat diubah


menjadi
𝜕 𝜕
𝐿𝑥 = 𝑖ħ (sin 𝜑 + 𝑐𝑜𝑡𝜃 𝑐𝑜𝑠𝜑 )
𝜕θ 𝜕θ

𝜕 𝜕
𝐿𝑦 = 𝑖ħ (− cos 𝜑 + 𝑐𝑜𝑡𝜃 𝑠𝑖𝑛𝜑 )
𝜕θ 𝜕θ
𝜕
𝐿𝑧 = − 𝑖ħ (7)
𝜕θ

Dalam sistem koordinat bola adalah


L2 = r2 p2 – (𝑟̅ . 𝑝̅ )2 + 𝑖ħ𝑟̅ . 𝑝̅
𝜕 𝜕
= r2 (-ħ2 ∇2) – (-𝑖ħ𝑟 𝜕r)2 + ħ2r 𝜕r
𝜕2 𝜕 1 𝜕 𝜕 1 𝜕2
= -ħ2 {𝑟 2 + 2𝑟 𝜕r + 𝑠𝑖𝑛 𝜃 𝜕𝜃 + 𝑠𝑖𝑛2 𝜃 𝜕𝜑2 }
𝜕𝑟 2 𝑠𝑖𝑛𝜃 𝜕𝜃

𝜕2 𝜕 𝜕
− {−ħ2 𝑟 2 − ħ2 𝑟 2 }+ħ2
𝜕𝑟 2 𝜕𝑟 𝜕𝑟
1 𝜕 𝜕 1 𝜕2
= -ħ2 { 𝑠𝑖𝑛𝜃 𝜕𝜃 (𝑠𝑖𝑛 𝜃 𝜕𝜃) + 𝑠𝑖𝑛2 𝜃 𝜕𝜑2 }

(8)
Berdasarkan ungkapan pada Persamaan (7) dan (8) terlihat bahwa operator-
operator momentum sudut tidak memuat derivatif terhadap r. Dengan
demikian, analisis momentum sudut akan lebih mudah dikerjakan dengan
menggunakan sistem koordinat bola daripada menggunakan sistem koordinat
Cartesan. Sebab, jika menggunakan sistem koordinat bola kita hanya
berhadapan dengan dua macam derivatif parsial, sedangkan jika menggunakan
sistem Cartesan kita harus berhadapan dengan tiga macam derivatif parsial.
Selain itu, dengan sistem koordinat bola kita segera melihat bahwa operator
momentum sudut berkomutasi dengan sebarang fungsi r.

2. Hubungan Komutasi

Hal penting untuk kita selidiki adalah apakah hasil kali antar-operator
komponen momentum sudut bersifat komutatif atau tidak. Sifat ini penting
diketahui untuk menetapkan apakah pengukuran serempak terhadap
komponen-komponen momentum sudut dapat menghasilkan ketelitian
mutlak atau tidak. Ingat bahwa ketidakpastian pengukuran serempak
terhadap dua observabel yang berbeda bergantung pada hubungan
komutasi antar-observabel itu. Kita selidiki hubungan komutasi
antarkomponen momentum sudut, misalnya antara . Lx dan Ly

(9)

Komutator di suku kedua dan ketiga pada ruas kanan baris kedua
Persamaan (9) menghasilkan operator. Dengan demikian Persamaan (9)
dapat disederhanakan Menjadi
⌊𝐿𝑥 , 𝐿𝑦 ⌋ = ⌊(𝑦𝑝𝑧 − 𝑧𝑝𝑦 ), (𝑧𝑝𝑥 − 𝑥𝑝𝑧 )⌋
= [𝑦𝑝𝑧 , 𝑧𝑝𝑥 ] − [𝑦𝑝𝑧 , 𝑥𝑝𝑧 ] − [𝑧𝑝𝑦 , 𝑧𝑝𝑥 ] + [𝑧𝑝𝑦 , 𝑥𝑝𝑧 ]
= {𝑦[𝑝𝑧 , 𝑧𝑝𝑥 ] + [𝑦, 𝑧𝑝𝑥 ]𝑝𝑧 } − {𝑦[𝑝𝑧 , 𝑥𝑝𝑧 ] + [𝑦, 𝑥𝑝𝑧 ]𝑝𝑧 }
−{𝑧[𝑝𝑦 , 𝑧𝑝𝑥 ] + [𝑧, 𝑧𝑝𝑥 ]𝑝𝑦 } + {𝑧[𝑝𝑦 , 𝑥𝑝𝑧 ] + [𝑧, 𝑥𝑝𝑧 ]𝑝𝑦 }
= {𝑦([𝑝𝑧 , 𝑧]𝑝𝑥 + 𝑧[𝑝𝑧 , 𝑝𝑥 ]) + 0} − {0 + 0} − {0 + 0}
+{0 + ([𝑧, 𝑥]𝑝𝑧 + 𝑥[𝑧, 𝑝𝑥 ])𝑝𝑦 }
= 𝑦((−𝑖ℎ)𝑝𝑥 + 0) + (0 + 𝑥(𝑖ℏ))𝑝𝑦

= 𝑖ℏ(𝑥𝑝𝑦 − 𝑦𝑝𝑥 )

= 𝑖ℏ𝐿𝑧

Pada penjabaran tersebut, suku pertama dan kedua pada baris kedua
secara berurutan didapatkan dari suku pertama dan kedua pada baris
pertama. Dengan prosedur yang serupa kita dapatkan hubungan komutasi
antar pasangan komponen momentum sudut lainnya, yaitu

Untuk memudahkan menghafal hubungan komutasi tersebut, perhatika


urutan siklis pada indeks x, y, z, x. Hubungan komutasi antarkomponen
tersebut dapat dirangkum menjadi satu ungkapan

D. HUKUM KEKEKALAN MOMENTUM SUDUT

Di pihak lain, Hamiltonan sistem adalah jumlah energi potensial ditambah


energi kinetik. Dalam gerak tiga dimensi, energi kinetik partikel dapat
dinyatakan dalam bentuk

Dengan menggunakan sistem koordinat bola, operator energi kinetik tersebut


E. Kuantisasi Momentum Anguler dan Energi dalam Atom Hidrogen

Momentum Anguler: 〈𝐿2 〉 = 𝑙(𝑙 + 1)ℏ

Komponen z momentum anguler: 〈𝐿𝑧 〉 = 𝑚ℏ

13,6
Energi sistem atom hidrogen: 𝐸𝑛 = − 𝑒𝑉
𝑛2

Bilangan kuantum 1 dan m secara bersama-sama menentukan bentuk lintas


edan electron mengelilingi inti atom.

F. Pengaruh Medan Magnet Luar Homogen pada Atom Hidrogen

Fungsi potensial V(r) atom hidrogen memiliki simetri bola. Simetri


yang tinggi tersebut memberikan degenerasi yang sangat tinggi. Energi 𝐸𝑛
sistem atom hidrogen yang ditandai oleh bilangan kuantum utama n, ternyata
sesuai dengan 𝑛2 buah fungsi eigen yang kesemuanya memiliki bilangan
kuantum utama n.

Sebagai contoh untuk bilangan kuantum utama 𝑛 = 2, atom hydrogen


memiliki energy total 𝐸2 = −3,4𝑒𝑉. Keadaan kuantum tersebut memiliki 4
buah fungsi eigen yang berbeda (𝜓𝑛,𝑙,𝑚 ), yakni: 𝜓2,0,0 ; 𝜓2,1,0 ; 𝜓2,1,1; dan
𝜓2,1,−1. Jika atom tersebut dikenakan medan magnet homogeny maka potensial
yang dialami oleh electron tidak lagi memiliki simetri bola. Kehadiran medan
magnet luar dengan induksi magnetic ⃗𝑩
⃗ akan menurunkan derajat simetri
permasalahan fisiknya. Fungsi eigen yang tadinya berenergi sama lalu memiliki
energi yang berbeda.
Selanjutnya marilah kita tinjau hubungan Antara dipol magnet:

𝑒 𝜇𝐵
𝜇̅𝑙𝑧 = − 𝐿𝑧 = − 𝐿𝑧
2𝑚𝑒 ℏ

Dengan

𝑒ℏ
𝜇𝐵 = 𝑚𝑎𝑔𝑛𝑒𝑡𝑎𝑛 𝑏𝑜ℎ𝑟 = = 9,2732. 10−24 𝐽𝑜𝑢𝑙𝑒 𝑇𝑒𝑠𝑙𝑎−1
2𝑚𝑒
= 5,6564 𝑒𝑉, 𝑇𝑒𝑠𝑙𝑎−1

Suatu momen dipol magnetik dengan kekuatan 𝜇̅𝑙 yang ditempatkan dalam
⃗ akan memiliki energi potensial:
medan magnet berkekuatan 𝐵

𝑒 𝜇𝐵
𝑉 = −𝜇̅ 𝐿 . 𝐵̅ = 𝐿̅. 𝐵̅ = ∙ 𝐿̅. 𝐵̅
2𝑚𝑒 ℏ

Karena arah z diambil dalam arah maka:

𝜇𝐵
𝑉= 𝐵𝐿 𝑧

Kadang-kadang energy potensial V dapat dituliskan dalam bentuk:

𝜇𝐵
𝑉 = 𝑔𝑙 𝐵𝐿 𝑧

Dengan 𝑔𝑙 = 1, factor orbital

Adapun energy total 𝐸′ atom hydrogen dalam medan magnet luar 𝐵̅ adalah:

∆𝐸 = 〈𝐸 ′ 〉 − 𝐸𝑛

∆𝐸 = (𝑔𝑙 𝜇𝐵 𝐵)𝑚

Dengan m menyatakan bilangan kuantum magnetik. Berdasarkan persamaan


pergeseran energy tersebut dapat diungkap bahwa:
1. Semua keadaan kuantum dengan bilangan kuantum magnetic m = 0, tidak
berubah energinya jika atom tersebut ditempatkan dalam medan magnet
luar 𝐵̅
2. Apabila keadaan kuantum dinyatakan dengan bilangan kuantum magnetik
𝑚 > 0 maka ∆𝐸 > 0. Energi sistem meningkat jika atom ditempatkan
dalam medan magnetik luar 𝐵̅ .
3. Sebaliknya terjadi ∆𝐸 < 0 apabila 𝑚 < 0. Energi sistem menurun jika atom
ditempatkan dalam medan magnet luar 𝐵̅ .

G. Tingkat Energi Atom Hidrogen pada Berbagai Bilangan Kuantum n dan l

Gambar G. Tingkat-Tingkat Energi Atom Hidrogen


Dalam arah vertikal ditempatkan energy dengan bilangan kuantum
utama n yang berlainan, dimulai dengan n=1 yang energinya -13,6 eV. Tingkat
teratas ditempati oleh bilangan kuantum utama n = ~ dengan energy 0. Tingkat
energy dengan n yang sama tetapi l yang berlainan ditempatkan dalam arah
horizontal. Semua tingkat energy dengan n yang sama meskipun l-nya berlainan
adalah berimpit. Sebagai contoh tingkat energy dengan bilangan kuantum
utama n=4, memiliki:
1. 1 fungsi eigen dengan l=0
2. 3 fungsi eigen dengan l=1 (m=-1,0,+1)
3. 5 fungsi eigen dengan l=2 (m=-2,-1,0,+1,+2)
4. 7 fungsi eigen dengan l=3 (m=-3,-2,-1,0,+1,+2,+3)

Angka-angka 3,5, dan 7 menyatakan kegandaan tingkat energy.

Kegandaan tingkat energy untuk bilangan kuantum utama n = 4 adalah:


1+3+5+7=16

Atau = n2 = 16

H. Transisi Tingkat Energi Atom Hidrogen


Transisi dari suatu keadaan dapat pula digambarkan dengan skema yang
vertikal. Sebagai contohh transisi dari subkulit 3p ke 2s tampak pada gambar
sebagai berikut:

GAMBAR H. Transisi Energi Atom Hidrogen

Pergeseran tingkat energy ∆𝐸 = (𝑔, 𝜇BB), karena m=+1 atau m=-1. Tanpa
kehadiran medan magnet luar energy tarnsisinya adalah:
E3-E2=(-1,5-(3,4))eV = 1,9 eV terdapat 1 garis spectrum.
Dengan medan magnet luar, maka terdapat 3 energi transisi yang berlainan,
yakni :
1,9 eV + ∆𝐸 = E1
1,9 eV = E2 terdapat 3 garis spectrum
1,9 eV - ∆𝐸 = E3
Pada tingkat dasar tidak terpecah karena bilangan kuantum
megnetiknya m=0
Selanjutnya berikut ini disajikan transisi yang diijinkan subkulit 4d ke subkulit
3p. Tidak semua transisi diperolehkan. Kaidah seleksi aturan dipol magnetic
adalah sebagai berikut :
∆𝑙 = ±𝑙
∆𝑚 = 0, ±𝑙
Kehadiran medan magnet luar menyebabkan pergeseran energy sistem atom
hydrogen dengan:
∆m E = (𝑔, 𝜇 BB)m = ∆1Em
Dalam hal ini:

∆1Em = 𝑔, 𝜇 BB

Dengan adanya medan magnet luar maka akan terdapat energy transisi sebagai
berikut:

0,65 eV + ∆1 E

0,65 eV

0,65 eV - ∆1 E

Dengan demikian dalam spectrum hanya akan terlihat 3 garis dengan


panjang gelombang yang berbeda. Ketiga garis tersebut berasal dari 9 buah
transisi dari subkulit 4d ke 3p. jadi sat ugaris tunggal dalam spectrum pancaran
atom hydrogen akan menguangi menjadi triplet di dalam pengaruh medan
magnet luar yang homogeny. Dalam pegaruh medan magnet yang cukup besar
pemisahan ini dapat diamati. Fenomena ini dikenal sebagai efek Zeeman.

Gambar H. Transisi dari Subkulit 4d ke3p

Pergeseran energy atom hydrogen berasal dari energy potensial yang


diperoleh momen dipol magnet (electron berputar mengelilingi inti) dalam
medan magnet luar. Besar energy pergeseran ini terkuantisasi memberikan
petunjuk bahwa arah momentum anguler L terkuantisasi dalam ruang yang
dipengaruhi oleh medan magnet B . Dalam ruangan bebas tidak ada arah yang
khusus, semua arah sama keadaannya dan L memiliki kedudukan yang
sembarang dalam ruangan.

Jika dalam ruangan dihadirkan medan luar B maka terjdi perubahan sifat
ruang tersebut. Simetri awal yang berupa simteri bola berubah menjadi simetri
yang lebih rendah, karena interaksi antara dan menghasilkan pergeseran energy
total atom hydrogen yang terkuantisasi maka momentum anguler dalam atom
hydrogen memiliki arah tertentu. Sebagai contoh untuk l=2
1. Besar momentum sudut (anguler) (L) = √𝑙(𝑙 + 1)ħ = ħ √6

2. Sedangkan proyeksi L pada sumbu z adalah

Lz = m ħ = -2 ħ, ħ , 0, + ħ, +2ħ

Kuantisasi momentum sudut dalam ruang dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar H, Kuantisasi Ruang Momentum Sudut dalam Medan Magnet

Hadirnya medan magnet yang homogeny dalam ruang akan


mengkuantisasikan arah momentum sudut dalam ruang. Kuantisasi arah
momentum sudut dalam ruang akan terekam sebagai pergeseran energy total
atom.
Momentum sudut L juga melakukan gerak presis terhadap sumbu z.
dalam pengaruh induksi magnet B, electron atom hydrogen yang memiliki
momen dipol magnet 𝜇 L akan mengamali momen gaya sebesar:

g𝑙 𝜇B
𝝉 = 𝝁L x B = - LxB
ħ

Frekuensi presisi (frekuensi Larmor) adalah:

𝜇B
𝜔L = gl B
ħ

Frekuensi Larmor dalam notasi vector dapat dinyatakan :

𝜇B
𝜔L = gl B
ħ

Frekuensi Larmor memiliki manfaat praktis seperti misalnya untuk


menentukan besar induksi magnetic yang penentuannya didasarkan pada
pengukuran frekuensi.
DAFTAR PUSTAKA

Drs. Yusman Wiyatmo, 2008, Fisika Atom, Yogyakarta:PUSTAKA PELAJAR

Sutopo, 2005, Pengantar Fisika Kuantum, Malang: JICA-IMSTEP

Anda mungkin juga menyukai