Anda di halaman 1dari 72

BAB I

KARAKTERISTIK BIOGEOGRAFI
DAN SOSIOANTROPOLOGI WILAYAH INDONESIA

A. Karakteristik Biogeografi Indonesia


Biogeografi adalah bidang ilmu atau suatu studi yang mempelajari dan berusaha untuk
menjelaskan mengenai penyebaran hewan dan tumbuhan(biodiversiras/ keanekaragaman)
atau distribusi organisme di permukaan bumi. dalam ruang dan waktu di permukaan
bumi, bagaimana penyebaran itu terjadi. Di dunia ini dikenal 6 daerah biogeografi dengan
masing-masing daerah yang memiliki perbedaan dan keseragaman tertentu (unik). Daerah
biogeografi ini dinamakan Australia, Oriental, Ethiopia, Neotropika, Paleartik dan Neartik.
Karena fauna Paleartik dan Neartik adalah serupa, maka kedua daerah biogeografi ini
kadang-kadang digabung menjadi Holartik. Daerab-daerah biogeografi di dunia dengan
beberapa organisme yang khas :
1. Australia
Australia, Irian Jaya, Selandia Baru, dan kepulauan di Samudera Pasifik. Misalnya: Semua
Monotremata, Marsupialia (mammalia tidak berplasenta/mammalia berkantung).
Rodentia, Kelelawar, burung Kaswari, burung Cenderawasih, jenis-jenis burung Kakaktua,
ikan Paru-paru Australia dan burung Kiwi, Kangguru.
2. Oriental.
Daerah Asia bagian selatan pegunungan Himalaya, India, Sri Langka, Semenanjung
Melayu, Sumatera, Jawa, Kalirnantan, Sulawesi, dan Filipina. Misalnya: Siamang, Orang
utan, Gajah, Badak, Burung Merak.
3. Ethiopia
Afrika, Madagaskar dan pulau-pulau sekitar Afrika Misalnya: Gajah Afrika, Gorilla,
Simpanse, Badak Afrika, Singa, Kuda Nil, Zebra, Jerapah, Burung Onta.
4. Neotropik
Amerika Selatan dan Tengah, Meksiko Misalnya: Armadillo, kelelawar Vampire, Burung
Kolibri.
5. Neartik
Amerika Utara dari dataran tinggi Meksiko sampai kawasan kutub utara dan Greenland.
Misalnya: Kambing gunung, Karibon, tikus air (Beaves).
6. Paleartik
Eurasia sebelah selatan ke Himalaya, Afghanistan, Iran dan Afrika bagian utara dari gurun
Sahara. Misalnya: Landak, Babi hutan dan Rusa kecil.

Sejarah pembentukan Kepulauan Nusantara di sabuk khatulistiwa itu menghasilkan


tiga kawasan biogeografi utama, yaitu: Paparan Sunda, Wallacea, dan Paparan Sahul.
Masing-masing kawasan biogeografi adalah cerminan dari sebaran bentuk kehidupan
berdasarkan perbedaan permukaan fisik buminya. Asal mula fauna Indonesia sangat
dipengaruhi oleh aspek geografi dan peristiwa geologi di benua Asia dan Australia. Pada
zaman purba, pulau Irian (New Guinea) tergabung dengan benua australia.
Pada abad ke-19, Alfred Russel Wallace à Garis Wallace, yang suatu garis imajiner yang
membagi kepulauan Indonesia ke dalam dua daerah, daerah zoogeografis Asia dan daerah
zoogeografis Australasia (Wallacea). Garis tersebut ditarik melalui kepulauan Melayu,
diantara Kalimantan (Borneo) dan Sulawesi (Celebes); dan diantara Bali dan Lombok.
Berdasarkan biogeografi Kepulauan Nusantara adalah ketampakan alam yang muncul dari
proses pertemuan antara tiga lempeng bumi. Hingga hari ini pun, ketiga lempeng bumi itu
masih terus saling mendekati. Akibatnya, antara lain, gempa bumi sering terjadi di negeri
kepulauan ini. Sejarah pembentukan Kepulauan Nusantara di sabuk khatulistiwa itu
menghasilkan tiga kawasan biogeografi utama, yaitu: Paparan Sunda, Wallacea, dan Paparan

1|Pendidikan Lingkungan Hidup


Sahul. Masing-masing kawasan biogeografi adalah cerminan dari sebaran bentuk kehidupan
berdasarkan perbedaan permukaan fisik buminya. Kawasan Paparan Sunda (di bagian barat)
Paparan Sunda adalah lempeng bumi yang bergerak dari Kawasan Oriental(Benua Asia) dan
berada di sisi barat Garis Wallace. Garis Wallace merupakan suatu garis khayal pembatas
antara dunia flora fauna di Paparan Sunda dan di bagian lebih timur Indonesia. Garis ini
bergerak dari utara ke selatan, antara Kalimantan dan Sulawesi, serta
antara Bali dan Lombok. Garis ini mengikuti nama biolog Alfred Russel Wallace yang,
pada 1858, memperlihatkan bahwa sebaran flora fauna di Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan
Bali lebih mirip dengan yang ada di daratan Benua Asia.
Kawasan Paparan Sahul (di bagian timur) adalah lempeng bumi yang bergerak dari Kawasan
Australesia(Benua Australia) dan berada di sisi timur Garis Weber. Garis Weber adalah
sebuah garis khayal pembatas antara dunia flora fauna di Paparan Sahul dan di bagian lebih
barat Indonesia. Garis ini membujur dari utara ke selatan antara Kepulauan Maluku
dan Papua serta antara Nusa Tenggara Timur dan Australia. Garis ini mengikuti nama
biolog Max Weber yang, sekitar 1902, memperlihatkan bahwa sebaran flora fauna di
kawasan ini lebih serupa dengan yang ada di Benua Australia.
Garis Wallace-Weber, yaitu garis maya yang memisahkan Daratan Indonesia Barat dengan
daerah Wallacea (Indonesia Tengah).
Garis Lyedekker, yaitu garis maya yang memisahkan daerah Wallacea (Indonesia Tengah)
dengan daerah IndonesiaTimur.
Kawasan Wallacea / Laut Dalam (di bagian tengah), Lempeng bumi pinggiran Asia Timur ini
bergerak di sela Garis Wallace dan Garis Weber. Kawasan ini mencakup Sulawesi,
Kepulauan Sunda Kecil (Nusa Tenggara), dan Kepulauan Maluku. Sumba, Sumbawa,
Lombok dan Timor. Flora fauna di kawasan ini banyak merupakan jenis-jenis endemik
(hanya ditemukan di tempat bersangkutan, tidak ditemukan di bagian lain manapun di dunia).
Memiliki hewan-hewan khas (terutama di Pulau Sulawesi) tidak sama dengan hewan oriental
dan hewan Australia, misal: Anoa, burung Mako, kera hitam.
Namun, kawasan ini memiliki juga unsur-unsur baik dari Kawasan Oriental maupun dari
Kawasan Australesia. Wallace berpendapat bahwa laut tertutup es pada Zaman Es sehingga
tumbuhan dan satwa di Asia dan Australia dapat menyeberang dan berkumpul di Nusantara.
Kalaupun jenis Asia tetap lebih banyak terdapat di bagian barat dan jenis Australia di bagian
timur, hal ini karena Kawasan Wallacea sesungguhnya dulu merupakan palung laut yang
teramat dalam sehingga fauna sukar untuk melintasinya dan flora berhenti menyebar.
Negara Kesatuan Republik Indonesia terletak pada posisi silang antara dua benua dan dua
samudera dengan iklim tropis dan cuaca serta musim yang menghasilkan kondisi alam
yang tinggi nilainya. Di samping itu Indonesia mempunyai garis pantai terpanjang kedua di
dunia dengan jumlah penduduk yang besar. Indonesia mempunyai kekayaan keanekaragaman
hayatidan sumber daya alam yang melimpah. Kekayaan itu perlu dilindungi dan dikelola
dalam suatu sistem perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang terpadu dan
terintegrasi antara lingkungan laut, darat, dan udara berdasarkan wawasan Nusantara.
Indonesia juga berada pada posisi yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim.
Dampak tersebut meliputi turunnya produksi pangan, terganggunya ketersediaan
air, tersebarnya hama dan penyakit tanaman serta penyakit manusia, naiknya permukaan laut,
tenggelamnya pulau-pulau kecil, dan punahnya keanekaragaman hayati.
Ketersediaan sumber daya alam secara kuantitas ataupun kualitas tidak merata, sedangkan
kegiatan pembangunan membutuhkan sumber daya alam yang semakin meningkat. Kegiatan
pembangunan juga mengandung risiko terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Kondisi ini dapat mengakibatkan daya dukung, daya tampung, dan produktivitas lingkungan
hidup menurun yang pada akhirnya menjadi beban sosial. Oleh karena itu, lingkungan hidup
Indonesia harus dilindungi dan dikelola dengan baik berdasarkan asas tanggung jawab
negara, asas keberlanjutan, dan asas keadilan. Selain itu, pengelolaan lingkungan hidup harus
dapat memberikan kemanfaatan ekonomi, sosial, dan budaya yang dilakukan berdasarkan

2|Pendidikan Lingkungan Hidup


prinsip kehati-hatian, demokrasi lingkungan, desentralisasi, serta pengakuan dan penghargaan
terhadap kearifan lokal dan kearifan lingkungan. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup menuntut dikembangkannya suatu sistem yang terpadu berupa suatu kebijakan nasional
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan secara taat asas dan
konsekuen dari pusat sampai ke daerah. Penggunaan sumber daya alam harus selaras, serasi,
dan seimbang dengan fungsi lingkungan hidup. Sebagai konsekuensinya, kebijakan, rencana,
dan/atau program pembangunan harus dijiwai oleh kewajiban melakukan pelestarian
lingkungan hidup dan mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan.
1. Yang dimaksud dengan “asas kelestarian dan keberlanjutan” adalah bahwa setiap orang
memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang dan terhadap
sesamanya dalam satu generasi dengan melakukan upaya pelestarian daya dukung
ekosistem dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup.
2. Yang dimaksud dengan “asas keserasian dan keseimbangan” adalah bahwa pemanfaatan
lingkungan hidup harus memperhatikan berbagai aspek seperti kepentingan ekonomi,
sosial, budaya, dan perlindungan serta pelestarian ekosistem.
3. Yang dimaksud dengan “asas keterpaduan” adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup dilakukan dengan memadukan berbagai unsur atau menyinergikan
berbagai komponen terkait.
4. Yang dimaksud dengan “asas manfaat” adalah bahwa segala usaha dan/atau kegiatan
pembangunan yang dilaksanakan disesuaikan dengan potensi sumber daya alam dan
lingkungan hidup untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan harkat manusia selaras
dengan lingkungannya.
5. Yang dimaksud dengan “asas kehati-hatian” adalah bahwa ketidakpastian mengenai
dampak suatu usaha dan/atau kegiatan karena keterbatasan penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi bukan merupakan alasan untuk menunda langkah-langkah meminimalisasi
atau menghindari ancaman terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
6. Yang dimaksud dengan “asas ekoregion” adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup harus memperhatikan karakteristik sumber daya alam, ekosistem,
kondisi geografis, budaya masyarakat setempat, dan kearifan lokal.
7. Yang dimaksud dengan “asas keanekaragaman hayati” adalah bahwa perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan upaya terpadu untuk
mempertahankan keberadaan, keragaman, dan keberlanjutan sumber daya alam hayati
yang terdiri atas sumber daya alam nabati dan sumber daya alam hewani yang bersama
dengan unsur nonhayati di sekitarnya ecara keseluruhan membentuk ekosistem.
8. Yang dimaksud dengan “asas kearifan lokal” adalah bahwa dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam
tata kehidupan masyarakat.
Biogeografi Ekologi
Memusatkan pada interaksi organisme pada saat ini dengan lingkungan fisik dan
interaksi satu sama lainnya serta untuk memahami bagaimana hubungan-hubungan ini
mempengaruhi dimana spesies dan takson yang lebih luar ditemukan pada masa sekarang.

1. Penyebaran Hewan Di Indonesia


Indonesia adalah suatu negara kepulauan yang terletak di antara 2 daerah biogeografi
besar, yaitu antara daerah biogeografi Oriental dan daerah biogeografi Australian.
Didasarkan kepada sejarah asal wilayah Nusantara beberapa pakar membagi wilayah
Indonesia menjadi beberapa kawasan. Kawasan-kawasan tersebut adalah:
 Kawasan Indonesia Barat: Meliputi Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan. Hewan-
hewannya menyerupai hewan daerah oriental, misalnya: gajah, harimau, orang utan,
dan lain-lain.
 Kawasan Indonesia Timur: meliputi Irian Jaya dan sekitarnya. Hewan-hewannya
menyerupai hewan di daerah Australia.

3|Pendidikan Lingkungan Hidup


2. Flora Malesiana
Malesiana adalah suatu daerah luas yang meliputi Malaysia, Indonesia, Papua
Nugini dan Kepulauan Solomon. Daerah ini merupakan wilayah bioma hutan hajan
tropika dan memiliki beberapa jenis tumbuhan yang khas, misal: rotan, jati, kayu
hitam, meranti, anggrek, kayu cendana, makroni dan lain-lain.
Sebagian ahli membagi Indonesia atas tiga wilayah geografis utama yakni:
 Kepulauan Sunda Besar meliputi pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi.
 Kepulauan Sunda Kecil meliputi Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
 Kepulauan Maluku dan Irian
Pada zaman es terakhir, sebelum tahun 10.000 SM (Sebelum Masehi), pada bagian
barat Indonesia terdapat daratan Sunda yang terhubung ke benua Asia dan memungkinkan
fauna dan flora Asia berpindah ke bagian barat Indonesia. Di bagian timur Indonesia, terdapat
daratan Sahul yang terhubung ke benua Australia dan memungkinkan fauna dan flora
Australia berpindah ke bagian timur Indonesia. Pada bagian tengah terdapat pulau-pulau yang
terpisah dari kedua benua tersebut.
Karena hal tersebut maka ahli biogeografi membagi Indonesia atas kehidupan flora dan fauna
yakni:
 Daratan Indonesia Bagian Barat dengan flora dan fauna yang sama dengan benua Asia.
 Daratan Indonesia Bagian Tengah (Wallacea) dengan flora dan fauna endemik/hanya
terdapat pada daerah tersebut.
 Daratan Indonesia Bagian Timur dengan flora dan fauna yang sama dengan benua
Australia.
Berdasarkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993, maka wilayah
Indonesia dibagi menjadi 2 kawasan pembangunan:
Kawasan Barat Indonesia. Terdiri dari Jawa, Sumatra, Kalimantan, Bali.
Kawasan Timur Indonesia. Terdiri dari Sulawesi, Maluku, Irian/Papua, Nusa Tenggara Barat
dan Nusa Tenggara Timur.
A. Kepulauan Sunda Besar
Terdiri atas pulau-pulau utama: Sumatra, Kalimantan, Jawa dan Sulawesi dan dengan
ribuan pulau-pulau sedang dan kecil berpenduduk maupun tak berpenghuni. Wilayah ini
merupakan konsentrasi penduduk Indonesia dan tempat sebagian besar kegiatan ekonomi
Indonesia berlangsung.
1. Pulau Sumatra
Pulau Sumatra, berdasarkan luas merupakan pulau terbesar keenam di dunia. Pulau ini
membujur dari barat laut ke arah tenggara dan melintasi khatulistiwa, seolah membagi pulau
Sumatra atas dua bagian, Sumatra belahan bumi utara dan Sumatra belahan bumi
selatan. Pegunungan Bukit Barisan dengan beberapa puncaknya yang melebihi 3.000 m di
atas permukaan laut, merupakan barisan gunung berapi aktif, berjalan sepanjang sisi barat
pulau dari ujung utara ke arah selatan; sehingga membuat dataran di sisi barat pulau relatif
sempit dengan pantai yang terjal dan dalam ke arah Samudra Hindia dan dataran di sisi timur
pulau yang luas dan landai dengan pantai yang landai dan dangkal ke arah Selat
Malaka, Selat Bangka dan Laut China Selatan.
Di bagian utara pulau Sumatra berbatasan dengan Laut Andaman dan di bagian selatan
dengan Selat Sunda. Pulau Sumatra ditutupi oleh hutan tropik primer dan hutan tropik
sekunder yang lebat dengan tanah yang subur. Gungng berapi yang tertinggi di Sumatra
adalah Gunung Kerinci di Jambi, dan dengan gunung berapi lainnya yang cukup terkenal
yaitu Gunung Leuser di Nanggroe Aceh Darussalam dan Gunung Dempo di perbatasan
Sumatra Selatan dengan Bengkulu. Pulau Sumatra merupakan kawasan episentrum gempa
bumi karena dilintasi oleh patahan kerak bumi disepanjang Bukit Barisan, yang
disebut Patahan Sumatra; dan patahan kerak bumi di dasar Samudra Hindia disepanjang lepas

4|Pendidikan Lingkungan Hidup


pantai sisi barat Sumatra. Danau terbesar di Indonesia, Danau Toba terdapat di pulau
Sumatra.
Kepadatan penduduk pulau Sumatra urutan kedua setelah pulau Jawa.
Saat ini pulau Sumatra secara administratif pemerintahan terbagi atas 8 provinsi yaitu:
Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau, Jambi, Sumatra
Selatan, Bengkulu dan Lampung dan 2 provinsi lain yang merupakan pecahan dari provinsi
induk di pulau Sumatra yaitu Riau Kepulauan dan Kepulauan Bangka Belitung.
2. Pulau Kalimantan (Borneo)
Kalimantan merupakan nama daerah wilayah Indonesia di pulau Borneo (wilayah
negara Malaysia dan Brunei juga ada yang berada di pulau Borneo), berdasarkan luas
merupakan pulau terbesar ketiga di dunia, setelah Irian dan Greenland. Bagian utara pulau
Kalimantan, Sarawak dan Sabah, merupakan wilayah Malaysiayang berbatasan langsung
dengan Kalimantan wilayah Indonesia dan wilayah Brunei Darussalam; di bagian selatan
dibatasi oleh Laut Jawa. Bagian barat pulau Kalimantan dibatasi oleh Laut China
Selatan dan Selat Karimata; di bagian timur dipisahkan dengan pulau Sulawesi oleh Selat
Makassar. Di bagian tengah pulau merupakan wilayah bergunung-gunung dan berbukit;
pegunungan di Kalimantan wilayah Indonesia tidak aktif dan tingginya dibawah 2.000 meter
diatas permukaan laut; sedangkan wilayah pantai merupakan dataran rendah, berpaya-paya
dan tertutup lapisan tanah gambut yang tebal.
Pulau Kalimantan dilintasi oleh garis katulistiwa sehingga membagi pulau Kalimantan atas
Kalimantan belahan bumi utara dan Kalimantan belahan bumi selatan. Kesuburan tanah di
pulau Kalimantan kurang bila dibanding kesuburan tanah di pulau Jawa dan pulau Sumatera,
demikian pula kepadatan penduduknya tergolong jarang. Pulau Kalimantan sama halnya
pulau Sumatera, diliputi oleh hutan tropik yang lebat (primer dan sekunder). Secara geologik
pulau Kalimantan stabil, relatif aman dari gempa bumi (tektonik dan vulkanik) karena tidak
dilintasi oleh patahan kerak bumi dan tidak mempunyai rangkaian gunung berapi aktif seperti
halnya pulau Sumatera, pulau Jawa dan pulau Sulawesi. Sungai terpanjang di
Indonesia, Sungai Kapuas, 1.125 kilometer, berada di pulau Kalimantan.
Saat ini pulau Kalimantan secara administratif pemerintahan terbagi atas 4 provinsi yaitu:
Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur.
3. Pulau Jawa
Pulau Jawa, merupakan pulau yang terpadat penduduknya per kilometer persegi di
Indonesia. Pulau melintang dari Barat ke Timur, berada di belahan bumi selatan.
Barisan pegunungan berapi aktif dengan tinggi diatas 3.000 meter diatas permukaan laut
berada di pulau ini, salah satunya Gunung Merapi di Jawa Tengah dan Gunung Bromo di
Jawa Timur yang terkenal sangat aktif. Bagian selatan pulau berbatasan dengan Samudera
India, pantai terjal dan dalam, bagian utara pulau berpantai landai dan dangkal berbatasan
dengan Laut Jawa dan dipisahkan dengan pulau Madura oleh Selat Madura. Di bagian barat
pulau Jawa dipisahkan dengan pulau Sumatera oleh Selat Sunda dan di bagian timur pulau
Jawa dipisahkan dengan pulau Bali oleh Selat Bali.
Hutan di pulau Jawa tidak selebat hutan tropik di pulau Sumatera dan pulau Kalimantan dan
areal hutan dipulau Jawa semakin sempit oleh karena desakan jumlah populasi di pulau Jawa
yang semakin padat dan umumnya merupakan hutan tersier dan sedikit hutan sekunder. Kota-
kota besar dan kota industri di Indonesia sebagian besar berada di pulau ini dan ibukota
Republik Indonesia, Jakarta, terletak di pulau Jawa. Secara geologik, pulau Jawa merupakan
kawasan episentrum gempa bumi karena dilintasi oleh patahan kerak bumi lanjutan patahan
kerak bumi dari pulau Sumatera, yang berada dilepas pantai selatan pulau Jawa.
Saat ini pulau Jawa secara administratif pemerintahan terbagi atas 6 provinsi yaitu:
Banten, Daerah Khusus Ibukota – Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa –
Yogyakarta dan Jawa Timur.

5|Pendidikan Lingkungan Hidup


4. Pulau Sulawesi
Pulau Sulawesi, merupakan pulau yang terpisah dari Kepulauan Sunda Besar bila
ditilik dari kehidupan flora dan fauna oleh karena garis Wallace berada di sepanjang Selat
Makassar, yang memisahkan pulau Sulawesi dari kelompok Kepulauan Sunda Besar di
zaman es. Pulau Sulawesi merupakan gabungan dari 4 jazirah yang memanjang, dengan
barisan pegunungan berapi aktif memenuhi lengan jazirah, yang beberapa di antaranya
mencapai ketinggian diatas 3.000 meter diatas permukaan laut; tanah subur, ditutupi
oleh hutan tropik lebat (primer dan sekunder).
Sulawesi dilintasi garis katulistiwa di bagian seperempat utara pulau sehingga sebagian besar
wilayah pulau Sulawesi berada di belahan bumi selatan. Di bagian utara, Sulawesi dipisahkan
dengan pulau Mindanao – Filipina oleh Laut Sulawesidan di bagian selatan pulau dibatasi
oleh Laut Flores. Di bagian barat pulau Sulawesi dipisahkan dengan pulau Kalimantan
oleh Selat Makassar, suatu selat dengan kedalaman laut yang sangat dalam dan arus bawah
laut yang kuat. Di bagian timur, pulau Sulawesi dipisahkan dengan wilayah geografis
Kepulauan Maluku dan Irian oleh Laut Banda.
Pulau Sulawesi merupakan habitat banyak satwa langka dan satwa khas Sulawesi; di
antaranya Anoa, Babi Rusa, kera Tarsius. Secara geologik pulau Sulawesi sangat labil secara
karena dilintasi patahan kerak bumi lempeng Pasifik dan merupakan titik tumbukan antara
Lempeng Asia, Lempeng Australia dan Lempeng Pasifik.
Saat ini pulau Sulawesi secara administratif pemerintahan terbagi atas 6 provinsi yaitu:
Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Tenggara, Gorontalodan Sulawesi Utara.
B. Kepulauan Sunda Kecil
Kepulauan Sunda Kecil merupakan gugusan pulau-pulau lebih kecil membujur di
selatan katulistiwa dari pulau Bali di bagian batas ujung barat Kepulauan Sunda Kecil,
berturut-turut ke timur adalah, pulau Lombok, pulau Sumbawa, pulau Flores, pulau Solor,
pulau Alor; dan sedikit ke arah selatan yaitu pulau Sumba, pulau Timor dan pulau Sawu yang
merupakan titik terselatan gugusan Kepulauan Sunda Kecil.
Kepulauan Sunda Kecil merupakan barisan gunung berapi aktif dengan tinggi sekitar 2.000
sampai 3.700 meter diatas permukaan laut. Diantaranya yang terkenal adalah Gunung
Agung di Bali, Gunung Rinjani di Lombok, Gunung Tambora di Sumbawa dan Gunung
Lewotobi di Flores. Kesuburan tanah di Kepulauan Sunda Kecil sangat bervariasi dari sangat
subur di Pulau Bali hingga kering tandus di Pulau Timor. Di bagian utara gugus kepulauan
dibatasi oleh Laut Flores dan Laut Banda dan di selatan gugus kepulauan ini dibatasi
oleh Samudera Hindia. Di bagian barat Kepulauan Sunda Kecil dipisahkan dengan pulau
Jawa oleh Selat Bali dan di bagian timur, berbatasan dengan Kepulauan Maluku dan Irian
(dipisahkan oleh Laut Banda) dan dengan Timor Leste berbatasan darat di pulau Timor.
Berdasarkan kehidupan flora dan fauna maka sebenarnya pulau Bali masih termasuk
Kepulauan Sunda Besar karena garis Wallace dari Selat Makassar di utara melintasi Selat
Lombok ke selatan, memisahkan pulau Bali dengan gugusan Kepulauan Sunda Kecil lainnya
di zaman es.
Hutan di Kepulauan Sunda Kecil sangat sedikit, bahkan semakin ke timur gugus pulau maka
hutan telah berganti dengan sabana; demikian juga kepadatan populasi di Kepulauan Sunda
kecil sangat bervariasi, dari sangat padat di pulau Bali dan semakin ke timur gugus pulau
maka kepadatan penduduk semakin jarang. Secara geologik, kawasan Sunda Kecil juga
termasuk labil karena dilintasi oleh patahan kerak bumi di selatan gugusan Kepulauan Sunda
Kecil yang merupakan lanjutan patahan kerak bumi diselatan pulau Jawa. Komodo, reptilia
terbesar di dunia terdapat di pulau Komodo, salah satu pulau di kepulauan Sunda
kecil. Danau Tiga Warna, merupakan kawasan yang sangat unik juga terdapat di Kepulauan
Sunda Kecil, yaitu di Pulau Flores.
Saat ini secara administratif pemerintahan Kepulauan Sunda kecil dibagi atas 3 provinsi
yaitu: *Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

6|Pendidikan Lingkungan Hidup


Kepulauan Maluku dan Irian
Kepulauan Maluku dan Irian, terdiri dari 1 pulau besar yaitu pulau Irian dan beberapa pulau
sedang seperti pulau Halmahera, pulau Seram, pulau Buru dan Kepulauan
Kei dan Tanimbar serta ribuan pulau-pulau kecil lainnya baik berpenghuni maupun
tidak. Garis Weber memisahkan kawasan ini atas dua bagian yaitu Irian
dan Australia dengan kepulauan Maluku sehingga di kepulauan Maluku, flora dan fauna
peralihan sedangkan di Irian, flora dan fauna Australia.
Sebagian besar kawasan ini tertutup hutan tropik primer dan sekunder yang lebat, kecuali di
kepulauan Tanimbar dan Aru merupakan semak dan sabana. Gunung berapi yang tertinggi di
kepulauan Maluku adalah Gunung Binaiya, setinggi 3.039 meter; sedangkan di pulau Irian
pegunungan berapi aktif memlintang dari barat ke timur pulau, gunung yang tertinggi
adalah Puncak Jaya setinggi 5.030 meter di atas permukaan laut.
Pulau Irian juga merupakan pulau dengan kepadatan penduduk yang paling jarang di
Indonesia, yaitu sekitar 2 orang per kilometer persegi. Secara geologik, kawasan Maluku dan
Irian juga termasuk sangat labil karena merupakan titik pertemuan tumbukan ketiga lempeng
kerak bumi, Lempeng Asia, Lempeng Australia dan Lempeng Pasifik. Palung laut terdalam
di Indonesia terdapat di kawasan ini, yaitu Palung Laut Banda, kedalaman sekitar 6.500 meter
dibawah permukaan laut.
Saat ini secara administratif pemerintahan Kepulauan Maluku dan Irian dibagi atas:
Maluku Utara, Maluku, Papua Barat dan Irian Jaya.

Mengidentifikasi Tumbuhan dan Hewan Langka


Pemerintah kini terus berupaya untuk menyelamatkan berbagai kekayaan sumberdaya
alam berupa tumbuhan dan hewan langka yang bermanfaat bagi manusia melalui usaha
memperbanyak kebun raya, taman nasional, cagar alam dan daerah-daerah konservasi di
seluruh Indonesia.
1. Tumbuhan Langka
Beberapa tumbuhan langka antara lain sebagai berikut.
a. Bunga Bangkai (Rafflesia Arnoldi).
Ditemukan oleh rombongan Sir Thomas Stamford Raffles (Gubernur East Indie
Company di Sumatera dan Jawa) dan Dr. Joseph Arnorld, seorang naturalis yang
mengadakan ekspedisi di Bengkulu pada tanggal 20 Mei 1818. Kedua nama tersebut
diabadikan menjadi nama latin bunga ini yaitu Rafflesia Arlnoldi. Masyarakat
Bengkulu lebih dahulu mengenal tanaman ini dengan nama bunga Benalu, Krubut,
Ambun, Pelimun, Ambai–ambai dan Sekedai.
b. Anggrek Pensil (Vanda Hookeriana).
Anggrek pensil (Vanda hookeriana) asal Sumatra adalah jenis anggrek yang langka.
Anggrek yang banyak diminati para pencinta bunga itu hidup menumpang pada bunga
bakung (Crinum asiaticum). Langkanya anggrek ini, dikarenakan habitat anggrek yang
ada di Cagar Alam Dusun Besar (CADB), Bengkulu sudah rusak oleh tangan manusia.
c. Bunga Edelweis (Anaphalis Javanica)
Edelweis (Anaphalis Javanica) adalah tumbuhan gunung yang terkenal, tumbuhan ini
dapat mencapai ketinggian 8 m dan memiliki batang sebesar kaki manusia, tetapi
tumbuhan yang cantik ini sekarang sangat langka. Penelitian yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa edelweis dapat diperbanyak dengan mudah melalui pemotongan
cabang-cabangnya. Oleh karena itu potongan-potongan itu mungkin dapat dijual
kepada pengunjung untuk mengurangi tekanan terhadap populasi liar.
d. Tanaman Pakis Ekor Monyet
Tanaman ini terbilang langka, sinonimnya cukup banyak yaitu pakis hanoman, pakis
sun go kong, dll. Nama yang banyak disandangnya tidak lain disebabkan karena
penampilan luar dari tanaman pakis ini sendiri. Tidak seperti tanaman lain yang
berdaun, tanaman ini justru berbulu/berambut seperti monyet.

7|Pendidikan Lingkungan Hidup


e. Pohon Cendana (Santalum album Linn)
Pohon cendana termasuk tumbuhan berkayu yang dapat menghasilkan bau harum pada
batang dan akarnya. Karena keharumannya pohon ini menjadi sangat berharga. Kayu
cendana dipakai sebagai bahan dasar parfum dan sabun. Sifat kayunya yang halus
digunakan untuk membuat hiasan. Pohon cendana merupakan tumbuhan kebanggaan
dan ciri khas provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Pohon cendana sekarang
jumlahnya semakin berkurang sehingga digolongkan tumbuhan langka.
f. Palem Jawa (Ceratolobus glaucescens) Rotan Endemik Jawa
Palem jawa termasuk tumbuhan langka Indonesia. Selain endemik jawa, jenis palem
ini juga termasuk salah satu tanaman yang dilindungi di Indonesia Palem
jawa mempunya nama latin (ilmiah) Blume yang bersinonim dengan Calamus
glaucescensD.Dietr.Beberapa tempat yang menjadi habitat populasi palem jawa
(Ceratolobus glaucescens) antara lain Cagar Alam Sukawayana dan Pelabuhan Ratu
(Sukabumi), Taman Nasional Ujung Kulon (Banten), dan Taman Nasional Gunung
Halimun-Salak. Tumbuhan ini merupakan langka endemik Jawa Barat
Daftar tanaman langka Indonesia yang masuk dalam daftar status
konservasi Endangered (Terancam Punah), yaitu:
a. Shorea Sp. Beberapa spesies Shorea berpredikat spesies berstatus konservasi
Endangered (Terancam Punah) sehingga keberadaannya semakin langka,
seperti; Shorea agami (Meranti Putih).
b. Nepenthes Sp (Kantong Semar). Terdapat 3 spesies kantong semar (Nepenthes) yang
tergolong sebagai tanaman langka dengan status Endangered (Terancam),
yaitu: Nepenthes boschiana, Nepenthes pilosa, dan Nepenthes talangensis.
c. Kawoli (Alloxylon brachycarpum). Sejenis tanaman hias, tumbuh di Indonesia
(Papua, Maluku) dan Papua New Guinea.
d. Bintangur (Calophyllum insularum). Sejenis Kosambi atau Nyamplung (Calophyllum
inophyllum) Endemik Papua.
e. Canarium kipella. Sejenis Kacang Kenari endemik Jawa Barat.
f. Maple Silkwood (Flindersia pimenteliana). Indonesia (Papua), Australia, dan Papua
New Guinea.
g. Kokoleceran atau Resak Banten (Vatica bantamensis). Endemik Ujung Kulon,
Banten.
h. Nothofagus womersleyi; endemik Papua.
i. Nyatoh (Manilkara kanosiensi); Indonesia (Maluku) dan Papua New Guinea.

2. Hewan Langka
Indonesia memiliki banyak jenis hewan yang hanya ada di Indonesia. Berkut ini
contoh contoh hewan langka dan terancam terancam punah.

a. Anoa
Anoa merupakan binatang khas dari Pulau Sulawesi. Hewan tersebut hanya hidup di Pulau
Sulawesi. Jumlah hewan itu terus berkurang karena tempat hidupnya terus dirusak.
b. Badak Sumatra.
Badak Sumatra (Dicerorhinus sumatrensis) adalah badak berukuran paling kecil di antara
semua spesies badak di dunia. Badak kebanggaan Indonesia yang hidup di pulau
Sumatera ini dinyatakan terancam punah karena saat ini hanya tersisa sekitar enam
populasi di alam liar atau tinggal 300 ekor saja. Faktor utama berkurangnya jumlah badak
ini adalah perburuan liar.
c. Komodo
Komodo adalah kadal terbesar di dunia. Komodo hanya hidup di Kepulauan Flores
terutama hidup di Pulau Komodo. Komodo membutuhkan 5 tahun untuk tumbuh sampai

8|Pendidikan Lingkungan Hidup


ukuran 2 meter. Komodo dapat hidup sampai 30 tahun. Komodo dewasa dapat menyerang
manusia.
d. Jalak Bali (Leucopsar rothschildi)
Jalak Bali termasuk burung yang memiliki bulu yang indah, karena keindahannya burung
ini banyak di tangkap oleh pemburu liar untuk di jual atau di peliharan sendiri, sehingga
sekarang jumlah burung ini di alam bebas semakin berkurang. Penurunan jumlah jalak
Bali disebabkan karena habitat tempat burung ini berlindung dan berkembang biak mulai
menyempit seiring dengan semakin meningkatnya penebangan hutan.
e. Cendrawasih
Burung Cendrawasih terkenal karena keindahan bulunya yang berwarna-warni.
Umumnya bulu-bulunya sangat cerah dengan kombinasi hitam, coklat kemerahan,
oranye, kuning, putih, biru, hijau, bahkan juga ungu. Burung ini hidup menyendiri di
lembah lembah pegunungan hutan tropis dan biasa bersarang di atas kanopi pohon yang
tinggi besar. Burung ini merupakan ciri khas dari Papua. Penebangan hutan, untuk
perkebunan sawit, dan pencarian kayu gaharu hutan di pedalaman Papua menyebabkan
perubahan lingkungan tempat hidup cendrawasih sehingga jumlahnya kian menurun dari
tahun ketahun.

Upaya Pelestarian Hewan dan Tumbuhan Langka


Cara yang dilakukan untuk melestarikan hewan dan tumbuhan umumnya dengan
menyediakan segala kebutuhannya. Di antaranya dengan menyediakan makanan, air, dan
tempat tinggal yang memadai. Usaha pelestarian hewan dan tumbuhan dapat dilakukan
melalui pelestarian in situ dan pelestarian ex situ.
1) Pelestarian In Situ
Pelestarian in situ adalah pelestarian yang dilakukan pada tempat asli hewan atau tumbuhan
tersebut berada. Contoh pelestarian in situ adalah cagar alam, suaka margasatwa, hutan
lindung, dan taman nasional.
a) Cagar Alam
Kawasan cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai
kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi
dan perkembangannya berlangsung secara alami. Sesuai dengan fungsinya, cagar alam dapat
dimanfaatkan untuk a) penelitian dan pengembangan, b) ilmu pengetahuan, c) pendidikan, d)
kegiatan penunjang budidaya.
Beberapa kegiatan yang dilarang karena dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan
cagar alam adalah sebagai berikut.
v melakukan perburuan terhadap satwa yang berada di dalam kawasan.
v memasukan jenis-jenis tumbuhan dan satwa bukan asli ke dalam
v kawasan.
v memotong, merusak, mengambil, menebang, dan memusnahkan tumbuhan dan satwa
dalam dan dari kawasan.
v menggali atau membuat lubang pada tanah yang mengganggu kehidupan tumbuhan dan
satwa dalam kawasan, atau
v mengubah bentang alam kawasan yang mengusik atau mengganggu kehidupan tumbuhan
dan satwa.
b) Suaka Margasatwa
Kawasan Suaka Margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai cirri khas berupa
keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat
dilakukan pembinaan terhadap habitatnya. Sesuai dengan fungsinya, Suaka Margasatwa
dapat dimanfaatkan untuk a) penelitian dan pengembangan, b) ilmu pengetahuan, c)
pendidikan, d) wisata alam terbatas, e) kegiatan penunjang budidaya.
Beberapa Suaka Margasatwa di Indonesia :
v • Langkat barat dan langkat selatan di Sumatera Utara

9|Pendidikan Lingkungan Hidup


v • Kerumutan di Riau
v • Berbak di Jambi
v • Way Kambas di Lampung
v • Pangandaran di Jawa Barat
v • Gunung Rinjani di Nusa Tenggara Barat
2) Pelestarian Ex Situ
Pelestarian ex situ adalah pelestarian yang dilakukan di luar tempat tinggal aslinya. Hal itu
dilakukan karena hewan dan tumbuhan kehilangan tempat tinggal aslinya. Selain itu,
pelestarian ex situ dilakukan sebagai upaya rehabilitasi, penangkaran, dan pembiakan hewan
maupun tumbuhan langka. Contoh pelestarian ex situ antara lain kebun botani,
Taman Safari, kebun binatang, dan penangkaran.
D. Akibat Hilangnya Jenis Makhluk Hidup
1. Terganggunya dan putusnya rantai makanan dalam siklus kehidupan.
2. Terputusnya siklus materi dalam ekosistem.
3. Keseimbangan alam/lingkungan terganggu.

B. Karakteristik Sosioantropologi Indonesia


Sosioantropologi adalah studi tentang bagaimana manusia berprilaku dalam kelompok
sosialnya. Antropologi sosial (sosioantropologi) merupakan cabang dan antropologi yang
mempelajari bagaimana perilaku manusa dalam kelompok-kelompok sosial.
Dengan berperilaku manusia dapat dilihat melalui teropong sosiologi maupun
antropologinya, kontribusi pada perilaku sosio-antropologinya (manusia dan struktur
sosialnya).

Pengertian Perilaku
Perilaku adalah sebuah gerakan yang dapat diamati dari luar, seperti orang berjalan,
naik sepeda, dan mengendarai motor atau mobil. Untuk aktifitas ini mereka harus berbuat
sesuatu, misalnya kaki yang satu harus diletakkan pada kaki yang lain. Jelas, ini sebuah
bentuk perilaku. Cerita ini dari satu segi. Jika seseorang duduk diam dengan sebuah buku
ditangannya, ia dikatakan sedang berperilaku. Ia sedang membaca..
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup)yang bersangkutan.
Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh –
tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai
aktifitas masing – masing.
Sehingga yang dimaksud perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktifitas
dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan,
berbicara, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya
Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Faktor internal yaitu karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau
bawaan misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.
2. Faktor eksternal yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, fisik, ekonomi, politik, dan
sebagainya. Faktor lingkungan ini sering menjadi factor yang dominant yang mewarnai
perilaku seseorang. (Notoatmodjo, 2007 hal 139) Proses Tejadinya Perilaku Sebelum
orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi
proses yang berurutan, yakni.
1) Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
setimulus (objek) terlebih dahulu.
2) Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus
3) Evaluation (menimbang – nimbang baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya).Hal
ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi
4) Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru

10 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
5) Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran,
dan sikapnya terhadap stimulus. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi
perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetanhuan, kesadaran, dan
sikap yang positif maka perilaku tersebut akan menjadi kebiasaan atau bersifat
langgeng (long lasting).
Perbedaan cara pandang sosiologi dan antropologi muncul pada hubungan antar manusia .
Sosiologi, lebih pada keterikatan hubungan personal dengan rural life. Cara pandang ini
berkembang lebih awal dalam ilmu sosial dengan pemikiran evolusi sosial.
Antropologi, lebih pada pertalian keluarga dan kelompok yang similar terkait dengan urban
setting yang diorganisasi oleh klan (marga) dan kesukuan. Hal itu juga terdapat di Indonesia.
Bagaimana seharusnya kita berperilaku terhadap lingkungan hidup kita?
Perilaku manusia Indonesia di:
A. Kepulauan Sunda Besar
 Pulau Sumatra
tanah yang subur sehingga pertanian dan perkebunan berkembang pesat
Kepadatan penduduk pulau Sumatra urutan kedua setelah pulau Jawa.
 Minang kabau adalah suku dari Sumatera Barat .Suku ini terkenal karena
adatnya yang matrilineal (garis keturunan ibu). Orang-orang Minang sangat
kuat memeluk agama Islam. Adat basandi syara’, syara’ basandi Kitabullah
artinya Adat bersendikan hukum, hukum bersendikan Al Qur’an. Adat
Minangkabau adalah adat yang berlandaskan Islam. Suku Minang suka
merantau. Suku Minang yang merantau disebut Minang Perantauan.
 Pulau Kalimantan (Borneo).
wilayah pantai merupakan dataran rendah, berpaya-paya dan tertutup lapisan
tanah gambut yang tebal sehingga sulit ditanami. Kesuburan tanah di pulau
Kalimantan kurang bila dibanding kesuburan tanah di pulau Jawa dan pulau
Sumatera, demikian pula kepadatan penduduknya tergolong jarang. Sungai
terpanjang di Indonesia sehingga kehidupan rakyatnya banyak bergantung
pada sungai, bahkan perkampungan dan perumahan ada yang dibangun diatas
sungai.
 Pulau Jawa.
Pulau Jawa, merupakan pulau yang terpadat penduduknya, desakan jumlah
populasi di pulau Jawa yang semakin padat akibat migrasi dari berbagai
daerah. Orang Jawa dipandang sebagai suku bangsa yang sopan dan halus.
Sifat orang Jawa ingin menjaga kerukunan dan menghindari pertengkaran.
Suku Sunda sangat menjujung tinggi sopan santun. Sifat masyarakat sunda,
ramah tamah (someah), murah senyum lemah lembut dan sangat menghormati
orang tua. Itulah cermin budaya dan kultur masyarakat sunda. Suku Madura
terkenal karena gaya bicaranya yang terus terang. Suku Madura juga dikenal
hemat, disiplin, dan rajin bekerja. Selain itu orang Madura dikenal mempunyai
tradisi Islam yang kuat, sekalipun kadang melakukan ritual Pethik Laut atau
Rokat Tasse (sama dengan larung sesaji). Harga diri, juga paling penting
dalam kehidupan orang Madura, mereka memiliki sebuah peribahasa “lebbi
bagus pote tollang, atembang pote mata”. Artinya, lebih baik mati (putih
tulang) daripada malu (putih mata). Sifat yang seperti ini melahirkan tradisi
carok pada masyarakat Madura.
B. Kepulauan Sunda Kecil
Kesuburan tanah di Kepulauan Sunda Kecil sangat bervariasi dari sangat subur
di Pulau Bali hingga kering tandus di Pulau Timor, sehingga bahkan semakin ke timur
gugus pulau maka hutan telah berganti dengan sabana.

11 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
C. Kepulauan Maluku dan Irian
Pulau Irian juga merupakan pulau dengan kepadatan penduduk yang paling jarang di
Indonesia.

C. Sumber Daya Alam Indonesia


Kekayaan Sumberdaya Alam
v Panas bumi (no.1 di dunia)
v Batubara (no.2 di dunia)
v Timah, Nikel (no. 2 dan 4 di dunia)
v Sawit, Karet, Kakao (no.1, 2, 2 di dunia)

3. Penyebaran Hewan Di Indonesia


Harimau Sumatra, subspesies harimau terkecil yang hanya ada di Indonesia.
Fauna Indonesia memiliki keanekaragaman yang tinggi karena wilayahnya yang luas
dan berbentuk kepulauan tropis. Keanekaragaman yang tinggi ini disebabkan
oleh Garis Wallace, membagi Indonesia menjadi dua area; zona zoogeografi Asia,
yang dipengaruhi oleh fauna Asia, dan zona zoogeografi Australasia, dipengaruhi oleh
fauna Australia. Pencampuran fauna di Indonesia juga dipengaruhi
oleh ekosistem yang beragam diantaranya: pantai, bukit pasir, muara, hutan bakau,
dan terumbu karang.
Masalah ekologi yang muncul di Indonesia adalah proses industrialisasi dan
pertumbuhan populasi yang tinggi, yang menyebabkan prioritas pemeliharaan
lingkungan menjadi terpinggirkan. Keadaan ini menjadi semakin buruk akibat
aktivitas pembalakan liar, yang menyebabkan berkurangnya area hutan; sedangkan
masalah lain, termasuk tingginya urbanisasi, polusi udara, manajemen sampah dan
sistem pengolahan limbah juga berperan dalam perusakan hutan.
Asal fauna Indonesia (Garis Wallace) membagi fauna Indonesia ke dua kategori. Asal mula
fauna Indonesia sangat dipengaruhi oleh aspek geografi dan peristiwa geologi di benua Asia
dan Australia. Pada zaman purba, pulau Irian (New Guinea) tergabung dengan benua
australia. Nama dari benua Ausralia 12.000.000 tahun yang lalu untuk sebagai landasan
benua Australia yang akan dibentuk dari batuan yang umurnya muda yaitu kurang dari 2 juta
tahun. Benua Australia membentuk superbenua yang dinamakan superbenua
selatan Gondwana. Superbenua ini mulai terpecah 140 juta tahun yang lalu, dan daerah New
Guinea (yang dikenal sebagai Sahul) bergerak menuju khatulistiwa. Akibatnya, hewan
di New Guinea berpindah ke benua Australia dan demikian pula sebaliknya, menimbulkan
berbagai macam spesies yang hidup di berbagai area hidup dalam ekosistem. Aktivitas ini
terus berlanjut dua daerah ini benar-benar terpisah.
Di lain pihak, pengaruh benua Asia merupakan akibat dari reformasi superbenua Laurasia,
yang timbul setelah pecahnya Rodinia sekitar 1 milyar tahun yang lalu. Sekitar 200 juta tahun
yang lalu, superbenua Laurasia benar-benar terpisah,
membentuk Laurentia (sekarang Amerika) dan Eurasia. Pada saat itu, sebagian wilayah
Indonesia masih belum terpisah dari superbenua Eurasia. Akibatnya, hewan-hewan dari
Eurasia dapat saling berpindah dalam wilayah kepulauan Indonesia, dan dalam ekosistem
yang berbeda, terbentuklah spesies-spesies baru.
Pada abad ke-19, Alfred Russel Wallace mengusulkan ide tentang Garis Wallace, yang
merupakan suatu garis imajiner yang membagi kepulauan Indonesia ke dalam dua daerah,
daerah zoogeografis Asia dan daerah zoogeografis Australasia (Wallacea). Garis tersebut
ditarik melalui kepulauan Melayu, diantara Kalimantan(Borneo) dan Sulawesi (Celebes); dan
diantara Bali dan Lombok.[6] Walaupun jarak antara Bali dan Lombok relatif pendek, sekitar
35 kilometer, distribusi fauna di sini sangat dipengaruhi oleh garis ini. Sebagai contoh,
sekelompok burung tidak akan mau menyeberang laut terbuka walaupun jaraknya pendek.

12 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
 Paparan Sunda
Gajah Kalimantan, subspesies Gajah Asia, Hewan-hewan di daerah paparan Sunda,
yang meliputi Sumatra, Jawa, Kalimantan dan pulau-pulau kecil yang mengelilinginya,
memiliki karakteristik yang menyerupai fauna di Asia. Selama zaman es, setelah Laurasia
terpecah, daratan benua Asia terhubung dengan kepulauan Indonesia. Selain itu, kedalaman
laut yang relatif dangkal memungkinkan hewan-hewan untuk bermigrasi ke paparan Sunda.
Spesies-spesies besar seperti harimau, badak, orangutan, gajah, dan leopard ada di daerah ini,
walaupun sebagian hewan ini sekarang dikategorikan terancum punah. Selat Makassar, laut
antara Kalimantan dan Sulawesi, serta selat Lombok, antara Bali dan Lombok, yang menjadi
pemisah dari Garis Wallace, menandakan akhir dari daerah paparan Sunda.
 Mamalia.
Paparan Sunda memiliki spesies berjumlah total 381. Dari jumlah itu, 173 di
antaranya merupakan spesies endemik daerah ini.[7] Sebagian besar dari spesies-spesies ini
terancam keberadaannya. Dua spesies orangutan, Pongo pygmaeus(orangutan Kalimantan)
dan Pongo abelii (orangutan Sumatra) termasuk dalam daftar merah IUCN. Mamalia terkenal
lain, seperti kera berhidung panjang Kalimantan (Nasalis larvatus), badak
Sumatra (Dicerorhinus sumatrensis), dan Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) juga sangat
terancam jumlah populasinya.
 Burung
Menurut Konservasi International, sebanyak 771 spesies unggas terdapat di paparan
Sunda. Sebanyak 146 spesies merupakan endemik daerah ini. Pulau Jawa dan Bali memiliki
paling sedikit 20 spesies endemik, termasuk Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) dan Cerek
Jawa (Charadrius javanicus).
Berdasarkan data dari Burung Indonesia, jumlah jenis burung di Indonesia sebanyak 1598
jenis . Dengan ini membawa Indonesia menempati urutan pertama sebagai negara yang
memiliki jumlah jenis burung terbanyak se-Asia. Sejak tahun 2007, Burung Indonesia secara
berkala memantau status keterancaman dari burung-burung terancam punah yang berada di
Indonesia berdasarkan data dari BirdLife International. Tahun 2007-2009 terjadi penurunan
status keterancaman burung secara berturut-turut mulai dari 119 jenis (2007), 118 jenis
(2008), dan 117 jenis (2009).
 Reptil dan Amfibia
Sebanyak 449 spesies dari 125 genus reptil diperkirakan hidup di paparan Sunda. Sebanyak
249 spesies dan 24 genus di antaranya adalah endemik. Tiga famili reptil juga merupakan
endemik di wilayah ini: Anomochilidae, Xenophidiidae and Lanthanotidae. Famili
Lanthanotidae diwakili oleh earless monitor (Lanthanotus borneensis), kadal coklat
Kalimantan yang sangat langka dan jarang ditemui. Sekitar 242 spesies amfibia dalam 41
genus hidup di daerah ini. Sebanyak 172 spesies, termasuk Caecilian dan enam genus adalah
endemik.
 Ikan
Sebanyak hampir 200 spesies baru ditemukan di daerah ini dalam sepuluh tahun terakhir.
Sekitar 1000 spesies ikan diketahui hidup di dalam sungai, danau, dan rawa-rawa di paparan
Sunda. Kalimantan mempunyai sekitar 430 spesies, dan sekitar 164 di antaranya diduga
endemik. Sumatra memiliki 270 spesies, sebanyak 42 di antaranya endemik.[8] Ikan arwana
emas (Scleropages formosus) yang cukup terkenal merupakan contoh ikan di daerah ini.
 Wallacea
Wallacea merupakan daerah transisi biogeografis antara paparan Sunda ke arah barat, dan
daerah Australasian ke arah timur. Daerah ini meliputi sekitar 338.494 km² area daratan,
terbagi ke dalam banyak pulau kecil. Pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan sebagian Nusa
Tenggara merupakan bagian dari daerah ini. Karena faktor geografinya, daerah ini terdiri dari
banyak jenis hewan endemik dan spesies fauna yang unik.
 Mamalia

13 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
Wallacea mempunyai sejumlah 223 spesies asli mamalia. Sebanyak 126 di antaranya
merupakan endemik daerah ini. Sebanyak 124 spesies kelelawar bisa ditemukan di daerah
ini. Sulawesi, sebagai pulau terbesar di daerah ini memiliki jumlah mamalia yang paling
banyak. Sejumlah 136 spesies, 82 spesies dan seperempat genus di antaranya adalah
endemik. Spesies yang luar biasa, seperti anoa (Bubalus depressicornis) dan babi
rusa (Babyrousa babyrussa) hidup di pulau ini. Sedikitnya tujuh spesies kera (Macaca spp.)
dan lima spesies tarsius(Tarsius spp.) juga merupakan hewan khas daerah ini.
 Burung
Lebih dari 700 jenis burung bisa ditemui di Wallacea, dan lebih dari setengahnya
adalah endemik kawasan ini. Di antara 258 genus yang ada, ada 11%-nya adalah endemik
kawasan Wallacea. Sejumlah 16 genus hanya dapat dijumpai di subkawasan Sulawesi.
Subkawasan Sulawesi terdiri dari pulau utama Sulawesi, dan pulau-pulau kecil di sekitarnya,
termasuk Kepulauan Talaud dan Sangihe di utara, Pulau Madu di Laut Flores di sebelah
selatan, termasuk juga Kep. Togian, Kep. Banggai, Kep. Tukangbesi, dan Kep. Sula yang
menjembatani kekayaan keragaman burung antara subkawasan Sulawesi dan Maluku.
Banyaknya jumlah jenis endemik di subkawasan ini tidak hanya berasal dari pulau utama
Sulawesi tapi juga tersebar di banyak pulau-pulau kecil di sekitarnya, seperti Serindit
sangihe(Loriculus catamene[9]), Seriwang sangihe (Eutrichomyias rowleyi[10]), Gagak
banggai (Corvus unicolor[11]), Punggok Togian (Ninox burhani), Gosong sula (Megapodius
bernsteinii), Kepudang-sungu sula (Coracina sula), dan Raja-perling sula (Basilornis
galeatus). Sedangkan jenis-jenis endemik pulau Sulawesi meliputi Anis
sulawesi (Cataponera turdoides), Sikatan matinan (Cyornis sanfordi), Julang
sulawesi (Aceros cassidix) dan Kangkareng sulawesi (Penelopides exarhatus). Banyak jenis
yang hanya terdapat di subkawasan ini adalah jenis-jenis terancam punah secara global.
 Reptil dan Amfibia
Dengan 222 spesies, 99 di antaranya endemik, Wallacea memiliki jenis reptil yang
sangat beragam. Di antaranya adalah 118 spesies kadal yang 60 di antaranya adalah endemik;
98 spesies ular, 37 spesies di antaranya adalah endemik; lima spesies kura-kura, dua
spesiesnya merupakan endemik; dan satu spesies buaya, buaya Indo-Pasifik (Crocodylus
porosus). Tiga genus endemik ular yang hanya dapat ditemukan di wilayah
ini: Calamorhabdium, Rabdion, dan Cyclotyphlops. Salah satu reptil yang mungkin paling
terkenal di Wallacea adalah komodo (Varanus komodoensis), yang diketahui keberadaannya
hanya di Pulau Komodo, Padar, Rinca, dan tepi barat Flores.
Sebanyak 58 spesies amfibia khas dapat ditemukan di Wallacea. Sebanyak 32 spesies di
antaranya adalah endemik. Ini menggambarkan kombinasi elemen katak daerah Indo-Melayu
dan Australasia yang mempesona.
 Ikan
Ada sekitar 310 spesies ikan tercatat dari sungai-sungai dan danau-danau Wallacea.
Sebanyak 75 spesies di antaranya adalah endemik. Walaupun masih sedikit yang dapat
diketahui mengenai ikan ikan dari Kepulauan Maluku dan Kepulauan Sunda Kecil, 6 spesies
diketahui sebagai endemik. Di pulau Sulawesi, ada 69 spesies yang diketahui, 53 di antaranya
adalah endemik. Danau Malili di Sulawesi Selatan, dengan kedalamannya yang kompleks
dan arusnya yang deras memiliki paling sedikit 15 jenis ikan telmatherinid endemik, dua di
antaranya mewakili genus endemik, tiga endemik Oryzia, dua endemik halfbeaks, dan tujuh
endemik gobie.
 Invertebrata
Terdapat sekitar 82 spesies kupu-kupu yang ada di daerah Wallacea, 44 spesies di
antaranya adalah endemik. Sejumlah 109 spesies kumbang juga terdapat di sekitar daerah
wilayah ini, 79 di antaranya adalah endemik. Satu spesies yang mengagumkan dan mungkin
merupakan lebah terbesar di dunia, (Chalicodoma pluto) terdapat di utara Maluku. Serangga

14 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
yang hewan betinanya bisa tumbuh sampai 4 cm ini, membangun sarang secara komunal
pada sarang rayap di pepohonan hutan dataran rendah.
Sekitar 50 moluska endemik, tiga spesies kepiting endemik, dan sejumlah spesies udang
endemik juga diketahui berasal dari Wallacea.
Konservasi
Walaupun 45% daerah Indonesian masih belum berpenghuni dan ditutupi hutan
tropis, pertumbuhan populasi Indonesia yang tinggi dengan industrialisasinya, secara
perlahan mempengaruhi keberadaan fauna di Indonesia. Ditambah lagi, perdagangan hewan
ilegal semakin menambah parah kondisi fauna Indonesia, termasuk di antaranya badak,
orangutan, harimau, dan beberapa spesies amfibia Hingga 95% hewan yang dijual di pasar
diambil langsung dari hutan dan bukannya melalui konservasi; dan lebih dari 20% hewan ini
meninggal dalam perjalanan.. Pada tahun 2003, World Conservation Union mencatat 147
spesies mamalia, 114 burung, 91 ikan dan 2 invertebrata termasuk dalam hewan-hewan yang
terancam punah. D. Sumberdaya manusia Indonesia
Pendidikan menduduki posisi sentral dalam pembangunan karena sasarannya adalah
peningkatan kualitas sumberdaya manusia, oleh sebab itu pendidikan juga merupakan alur
tengah dari seluruh sektor pembangunan. Pembangunan dalam keterkaitannya dengan
pengembangan sumberdaya manusia yang berarti bahwa pembangunan adalah tidak semata-
mata pembangunan material dan fisik tetapi yang pembangunan spiritual yaitu pembangunan
manusia yang menjadi tugas utama pendidikan.

E. Budaya Nusantara
Ciri khas bangsa Indonesia yaitu mempunyai keanekaragaman suku bangsa dengan
latar belakang kebudayaan berbeda. Keragaman suku dan budaya adalah wujud ke-
“bhinneka”-an. Penduduk Indonesia terdiri dari berbagai suku-bangsa yang membaur dengan
bangsa bangsa asing lainnya. Bangsa-bangsa asing yang pernah datang dan berada di
Indonesia inilah yang membawa pengaruh tersendiri dalam kebudayaan Indonesia. Indonesia
mempunyai semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”. Kebhinekaan suku bangsa dan
keanekaragaman wilayah nusantara mengakibatkan adanya beraneka ragam seni budaya,
bahasa, adapt istiadat, tata cara, kebiasaan, serta agama. Meskipun penduduk Indonesia
bersifat “bhinneka”, namun dalam kehidupan sehari-hari mencerminkan ke-“ika”-an berupa
satu kesatuan yang tunggal. Semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” menggambarkan keadaan
masyarakat Indonesia yang mempunyai banyak perbedaan dalam kebudayaan karena adanya
berbagai Suku bangsa.
Negara Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan. Pulau-pulau di Indonesia
berjumlah 13.667 pulau besar dan kecil. Jumlah penduduk Indonesia lebih dari 200 juta
orang. Mereka tinggal tersebar di pulau-pulau di seluruh Indonesia. Mulai dari pegunungan,
tepi hutan, pesisir, dataran rendah, pedesaan, hingga perkotaan. Penduduk Indonesia berasal
dari berbagai suku bangsa. Suku bangsa merupakan sekumpulan masyarakat yang memiliki
kebiasaan dan budaya yang sama. Bangsa Indonesia terdiri lebih dari 300 suku bangsa.
Suku bangsa di Indonesia antara lain Suku Jawa, Suku Sunda, Suku Tengger, Suku Aceh,
Suku Batak, Suku Minangkabau, Suku Asmat, Suku Dayak, Suku Bali, Suku Sasak dan lain
sebagainya. Suku bangsa terbesar di Indonesia adalah suku Jawa, Sunda, Madura, dan
Minangkabau. Suku Jawa berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Suku Sunda pada
awalnya mendiami bagian barat Pulau Jawa. Suku Madura pada awalnya mendiami Pulau
Madura, bagian timur Pulau Jawa dan Kepulauan Kangean. Suku Minangkabau dari propinsi
Sumatera Barat. Penduduk Indonesia ada berasal dari etnis Tionghoa. Etnis Tionghoa
memiliki leluhur yang berasal dari Cina.

1. Suku Bangsa Jawa


Untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia diperlukan Human Development
Index (HDI) dapat mencerminkan bagaimana posisi sebuah negara dengan negara lain dalam

15 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
tingkat kesejahteraan masyarakat yaitu pembangunan manusianya termasuk di dalamnya
pembangunan di bidang pendidikan sehingga analisis HDI (Human Development Index)
dapat digunakan sebagai acuan untuk melaksanakan pembangunan.
Tahun 2005, HDI Indonesia berada di peringkat 107 dunia. Tahun 2006, Indonesia
berada di peringkat 109 dunia. Tahun 2007/2008, peringkat Indonesia kembali ke 107.
Suku bangsa Jawa, adalah suku bangsa terbesar di Indonesia. Jumlahnya sekitar 90 juta jiwa.
Suku Jawa berasal dari pulau Jawa. Suku Jawa tinggal di provinsi Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Di provinsi Jawa Barat juga banyak ditemukan Suku Jawa, terutama di Kabupaten
Indramayu dan Cirebon. Di Lampung, Banten, Jakarta, dan Sumatera Utara jumlah suku Jawa
cukup banyak. Suku Jawa juga memiliki anak suku, yaitu Osing dan Tengger. Suku bangsa
Jawa sebagian besar menggunakan bahasa Jawa dalam bertutur sehari-hari. Di dalam bahasa
Jawa diajarkan bagaimana menggunakan bahasa halus untuk orang tua. Orang Jawa sebagian
besar menganut agama Islam. Tetapi ada juga yang menganut agama Kristen Protestan,
Katolik, Budha dan Hindu. Orang Jawa terkenal dengan budaya seni yang dipengaruhi oleh
agama Hindu-Buddha, yaitu pementasan wayang. Cerita wayang atau lakon sebagian besar
berdasarkan cerita Ramayana dan Mahabharata. Orang Jawa dipandang sebagai suku bangsa
yang sopan dan halus. Sifat orang Jawa ingin menjaga kerukunan dan menghindari
pertengkaran.

2. Suku Bangsa Sunda


Suku Sunda berasal dari bagian barat pulau Jawa, yaitu Ujung Kulon Banten,
sebagian DKI Jakarta, dan sebagian Jawa Tengah. Bahasa yang digunakan oleh suku ini
adalah bahasa Sunda. Suku Sunda sangat menjujung tinggi sopan santun. Sifat masyarakat
sunda, ramah tamah (someah), murah senyum lemah lembut dan sangat menghormati orang
tua. Itulah cermin budaya dan kultur masyarakat sunda. Di dalam bahasa Sunda diajarkan
bagaimana menggunakan bahasa halus untuk orang tua.

3. Suku Bangsa Madura


Suku Madura berasal dari Pulau Madura dan pulau-pulau sekitarnya, seperti Gili Raja,
Sapudi, Raas, dan Kangean. Suku Madura tinggal di bagian timur Jawa Timur, dari Pasuruan,
Probolinggo, Situbondo, Bondowoso, Jember sampai Banyuwangi. Orang Madura jarang
yang bisa bahasa Jawa. Orang Madura juga banyak yang bertransmigrasi ke wilayah lain
terutama ke Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Suku Madura terkenal karena gaya
bicaranya yang terus terang. Suku Madura juga dikenal hemat, disiplin, dan rajin bekerja.
Selain itu orang Madura dikenal mempunyai tradisi Islam yang kuat, sekalipun kadang
melakukan ritual Pethik Laut atau Rokat Tasse (sama dengan larung sesaji). Harga diri, juga
paling penting dalam kehidupan orang Madura, mereka memiliki sebuah peribahasa “lebbi
bagus pote tollang, atembang pote mata”. Artinya, lebih baik mati (putih tulang) daripada
malu (putih mata). Sifat yang seperti ini melahirkan tradisi carok pada masyarakat Madura.

4. Suku Bangsa Minangkabau


Suku Minangkabau atau Minang adalah suku yang berasal dari Provinsi Sumatera
Barat. Suku ini terkenal karena adatnya yang matrilineal (garis keturunan ibu). Orang-orang
Minang sangat kuat memeluk agama Islam. Adat basandi syara’, syara’ basandi Kitabullah
artinya Adat bersendikan hukum, hukum bersendikan Al Qur’an. Adat Minangkabau adalah
adat yang berlandaskan Islam. Suku Minang suka merantau. Suku Minang yang merantau
disebut Minang Perantauan. Minang Perantauan pada umumnya bermukim di kota-kota
besar, seperti Jakarta, Bandung, Pekanbaru, Medan, Batam, Palembang, dan Surabaya. Suku
Minang banyak terdapat di Malaysia terutama Negeri Sembilan dan Singapura. Di seluruh
Indonesia dan bahkan di mancanegara, masakan khas suku ini yang populer dengan sebutan
masakan Padang yang banyak digemari.

16 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
Keberagaman suku bangsa di Indonesia diikuti adat istiadat dan nilai-nilai budaya
yang beragam. Budaya kelompok-kelompok suku bangsa di Indonesia berbeda-beda, mulai
bahasa, pakaian adat, hingga rumah adat.
Kebudayaan luar juga mempengaruhi kebudayaan yang ada di Indonesia. Peristiwa yang
demikian disebut asimilasi. Asimilasi kebudayaan menambah ragamnya jenis kebudayaan
yang ada di Indonesia. Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat
dihindari. Keragaman suku bangsa dan kebudayaan yang beragam menjadi ciri khas bangsa
Indonesia.
Budaya dan adat istiadat daerah dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Maka
terbentuklah bermacam-macam adat istiadat dan budaya sendiri. Ada bermacam-macam adat
istiadat. Contohnya upacara adat yang dipakai waktu orang menikah, waktu orang
melahirkan, waktu orang meninggal, dan masih banyak lagi yang lainnya. Kadangkadang,
upacara-upacara ini dipadukan dalam agama yang dianut masyarakat. Meskipun berbeda-
beda, adat istiadat ini menunjukkan kekayaan budaya yang sangat indah yang dimiliki bangsa
Indonesia. Bagaimana dengan adat istiadat di daerahmu? Coba ceritakan! Setiap daerah atau
suku bangsa biasanya memiliki pakaian adat dan rumah adapt yang khas.

1. Pakaian adat
Pakaian adat adalah pakaian yang dibuat dan diperuntukkan sebagai pakaian dalam
acara-acara adat. Hampir semua daerah di Indonesia mempunyai pakaian adat sendiri.
Pakaian adat tersebut selain indah juga mempunyai arti tertentu. Biasanya pakaian adat
digunakan saat upacara adat, upacara perkawinan atau pakaian pengantin dan saat
memperagakan tarian atau pertunjukan daerah. Berikut ini merupakan beberapa contoh
pakaian adat.
2. Rumah Adat
Bentuk bangunan rumah adat setiap suku bangsa berbeda-beda dengan arsitektur yang
baragam. Bangunan khas Jawa umumnya berbentuk joglo, bangunan khas Sulawesi Utara
bentuk panggung. Arsitektur atap juga beragam, ada yang berbentuk limas (dara gepak),
bentuk srontongan (empyak setangkep) atau kerucut. Nama rumah adat Jawa adalah Joglo.
Rumah adat Toraja disebut Tongkonan. Rumah adat Sulawesi Utara disebut Rumah
Panggung Woloan. Rumah Gadang adalah rumah adat Sumatra Barat. Rumah adapt
Kalimantan Tengah disebut rumah betang. Rumah adat Bali disebut Natar.
Nama nama rumah adat :
1. Rumah gadang, rumah adat sumatera barat
2. Aceh: Rumoh Aceh
3. Sumatera Barat: Rumah Gadang
4. Sumatera Selatan: Rumah Limas
5. Jawa: Joglo
6. Papua: Honai
7. Sulawesi Selatan: Tongkonang (Tana Toraja), Bola Soba (Bugis Bone), Balla
Lompoa (Makassar Gowa).
8. Sulawesi Tenggara: Istana buton.
9. Sulawesi Utara: Rumah Panggung Woloan.
10. Kalimantan Barat: Rumah Betang
11. Nusa Tenggara Timur: Lopo
12. Rumah Sao Ala Mosa Lakitana dari NTT
13. Rumah Natar dari Bali
14. Maluku: Balieu (dari bahasa Portugis)
15. Rumah Kari Wari dar Papua
3. Tarian
1. Tarian Pakarena di pulau Selayar di masa Hindia Belanda
2. Jawa: Bedaya, Kuda Lumping, Reog

17 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
3. Bali: Kecak, Barong/ Barongan, Pendet
4. Maluku: Cakalele, Orlapei, Katreji
5. Aceh: Saman, Seudati
6. Minangkabau: Tari Piring, Tari Payung, Tari Indang, Tari Randai, Tari Lilin
7. Betawi: Yapong
8. Sunda: Jaipong, Tari Topeng
9. Tari jaipong, Tarian daerah Jawa Barat
10. Timor NTT: Likurai, Bidu, Tebe, Bonet, Pado’a, Rokatenda, Caci
11. Batak Toba & Suku Simalungun: Tortor
12. Sulawesi Selatan: Tari Pakkarena, Tarian Anging Mamiri, Tari Padduppa, Tari 4 Etnis
13. Sulawesi Tengah: Dero
14. Gorontalo : Tari Saronde , Tari Elengge ,Tari Dana-Dana ,Tari Polopalo ,Tari Pore-
Pore
15. Pesisir Sibolga/Tapteng: Tari Sapu Tangan , Tari Adok , Tari Anak , Tari
Pahlawan , Tari Lagu Duo , Tari Perak ,
16. Tari PayungRiau: Persembahan, Zapin, Rentak Bulian, Serampang Dua Belas
17. Lampung: Bedana, Sembah, Tayuhan, Sigegh, Labu Kayu
18. Irian Jaya: ( Musyoh, Selamat Datang )
19. Nias: Famaena
4. Lagu
1. Jakarta: Kicir-kicir, Jali-jali, Lenggang Kangkung, Keroncong
Kemayoran, Surilang, Terang Bulan
2. Maluku: Rasa Sayang-sayange, Ayo Mama, Buka Pintu, Burung Tantina, Goro-
Gorone, Huhatee, Kole-Kole, Mande-Mande, Ole Sioh, O Ulate, Sarinande, Tanase
3. Melayu: Tanjung Katung
4. Aceh: Bungong Jeumpa, Lembah Alas, Piso Surit
5. Kalimantan Selatan: Ampar-Ampar Pisang, Paris Barantai, Saputangan Bapuncu
Ampat.
6. Nusa Tenggara Timur: Anak Kambing Saya, Oras Loro Malirin, Sonbilo, Tebe
Onana, Ofalangga, Do Hawu, Bolelebo, Lewo Ro Piring Sina, Bengu Re Le Kaju, Aku
Retang, Gaila Ruma Radha, Desaku, Flobamora, Potong Bebek Angsa
7. Sulawesi Selatan: Angin Mamiri, Pakarena, Sulawesi Parasanganta, Ma Rencong
8. Sumatera Utara: Anju Ahu, Bungo Bangso, Cikala Le Pongpong, Bungo Bangso
9. Butet, Dago Inang Sarge, Lisoi, Madekdek Magambiri, Mariam Tomong, Nasonang
Dohita Nadua, Rambadia, Sengko-Sengko, Siboga Tacinto, Sinanggar Tulo, Sing Sing
So, Tapian Nauli
10. Papua/Irian Barat: Apuse, Yamko Rambe Yamko
11. Sumatera Barat: Ayam Den Lapeh, Barek Solok, Dayung Palinggam, Kambanglah
Bungo, Kampuang Nan Jauh Di Mato, Ka Parak Tingga, Malam Baiko, Kampuang nan
Jauh di Mato, Kambanglah Bungo, Indang Sungai Garinggiang, Rang Talu
12. Jambi: Batanghari, Soleram
13. Jawa Barat: Bubuy Bulan, Cing Cangkeling, Es Lilin, Karatagan Pahlawan, Manuk
Dadali, Panon Hideung, Peuyeum Bandung, Pileuleuyan, Tokecang
14. Kalimantan Barat: Cik-Cik Periuk, Cak Uncang, Batu Ballah, Alok Galing, Tandak
Sambas, Sungai Sambas Kebanjiran, Alon-Alon
15. Sumatera Selatan: Cuk Mak Ilang, Dek Sangke, Gending Sriwijaya, Kabile-bile, Tari
Tanggai
16. Banten: Dayung Sampan
17. Sulawesi Utara: Esa Mokan, O Ina Ni Keke, Si Patokaan, Sitara Tillo

18 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
18. Jawa Tengah: Gambang Suling, Gek Kepriye, Gundul Pacul, Ilir-ilir, Jamuran, Bapak
Pucung, Yen Ing Tawang Ono Lintang, Stasiun Balapan
19. Nusa Tenggara Barat: Helele U Ala De Teang, Moree, Orlen-Orlen, Pai Mura
Rame, Tebe Onana, Tutu Koda
20. Kalimantan Timur: Indung-Indung
21. Jambi: Injit-Injit Semut, Pinang Muda, Selendang Mayang
22. Kalimantan Tengah: Kalayar
23. Jawa Timur: Keraban Sape, Tanduk Majeng
24. Bengkulu: Lalan Belek
25. Bali: Mejangeran, Ratu Anom
26. Sulawesi Tenggara: Peia Tawa-Tawa
27. Yogyakarta: Pitik Tukung, Sinom, Suwe Ora Jamu, Te Kate Dipanah
28. Sulawesi Tengah: Tondok Kadadingku, Tope Gugu
29. Sulawesi Barat: Bulu Londong, Malluya, Io-Io, Ma’pararuk
30. Gorontalo: Hulondalo li Pu’u , Bulalo Lo Limutu , Wanu Mamo Leleyangi
5. Musik
1. Jakarta: Keroncong Tugu.
2. Maluku:
3. Melayu: Hadrah, Makyong, Ronggeng
4. Minangkabau:
5. Aceh:
6. Makassar: Gandrang Bulo, Sinrilik
7. Pesisir Sibolga/Tapteng: Sikambang
6. Alat musik
Gamelan
1. Jawa: Gamelan, Kendang Jawa.
2. Nusa Tenggara Timur: Sasando, Gong dan Tambur, Juk Dawan, Gitar Lio.
3. Gendang Bali
4. Gendang Simalungun
5. Gendang Melayu
6. Gandang Tabuik
7. Sasando
8. Talempong
9. Tifa
10. Saluang
11. Rebana
12. Bende
13. Kenong
14. Keroncong
15. Serunai
16. Jidor
17. Suling Lembang
18. Suling Sunda
19. Dermenan
20. Saron
21. Kecapi
22. Bonang
23. Angklung
24. Calung
25. Kulintang

19 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
26. Gong Kemada
27. Gong Lambus
28. Rebab
29. Tanggetong
30. Gondang Batak
31. Kecapi
32. Kesok-Kesok

6. Gambar
1. Jawa: Wayang.
2. Tortor: Batak
7. Patung
1. Jawa: Patung Buto, patung Budha.
2. Bali: Garuda.
3. Irian Jaya: Asmat.
8. Pakaian
1. Jawa: Batik.
2. Sumatra Utara: Ulos, Suri-suri, Gotong.
3. Sumatra Utara, Sibolga: Anak Daro & Marapule.
4. Sumatra Barat/ Melayu:
5. Sumatra SelatanSongket
6. Lampung: Tapis
7. Sasiringan
8. Tenun Ikat Nusa Tenggara Timur
9. Bugis – MakassarBaju Bodo dan Jas Tutup, Baju La’bu
10. Papua Timur : Manawou
11. Papua Barat : Ewer
9. Suara
1. Jawa: Sinden.
2. Sumatra: Tukang cerita.
3. Talibun: (Sibolga, Sumatera Utara)
4. Gorontalo: (Dikili)
10. Sastra/tulisan
1. Jawa: Babad Tanah Jawa, karya-karya Ronggowarsito.
2. Bali: karya tulis di atas Lontar.
3. Sumatra bagian timur (Melayu): Hang Tuah
4. Sulawesi Selatan Naskah Tua Lontara
5. Timor Ai Babelen, Ai Kanoik
11. Makanan: Daftar masakan Indonesia
1. Timor: Jagung Bose, Daging Se’i, Ubi Tumis.
2. Sumatera bagian Barat: Sate Padang
3. Sumatera bagian Selatan: Pempek Palembang
4. Jogjakarta: Gado-Gado
5. Gorontalo: Binde Biluhuta
12. Kebudayaan Modern Khas Indonesia
1. Musik Dangdut: Elvie Sukaesih, Rhoma Irama.
2. Film Indonesia: “Daun di Atas Bantal” (1998) yang mendapat penghargaan Film
terbaik di “Asia Pacific Film Festival” di Taipei.
3. Sastra: Pujangga Baru.
Nilai luhur Budaya Indonesia Budaya Indonesia sangat beragam. Budaya
Indonesia mengandung nilai-nilai luhur. Setiap suku bangsa mempunyai nilai luhur

20 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
budaya. Kebudayaan Minangkabau mengandung nilai luhur tangguh dalam
berdagang. Nilai luhur kebudayaan Bugis yaitu mandiri sehingga berani merantau
sampai ke mancanegara. Nilai luhur kebudayaan Batak yaitu berani berterus terang
dalam menyampaikan maksud sehingga tidak menimbulkan salah faham. Nilai luhur
kebudayaan Jawa yaitu tekun bekerja. Nilai luhur kebudayaan Sunda yaitu lemah
lembut tetapi pantang untuk ditaklukkan. Nilai-nilai luhur budaya suku bangsa
Indonesia harus dipertahankan untuk kemajuan bangsa Indonesia. Permainan
tradisional suku bangsa Indonesia selain menyenangkan anak-anak juga
mengasyikkan. Berbagai permainan tradisional yang sudah cukup dikenal antara lain
congklak, bekel, lompat tali, gala ulung, hingga benteng-bentengan. Permainan
tradisional selain asyik untuk dimainkan juga sarat akan nilai-nilai yang luhur.
Congklak atau dakon misalnya, sebuah permainan kompetisi namun mengajarkan
anak-anak untuk rajin menabung. Permainan benteng-bentengan yang selain dapat
membuat fisik bugar juga menanamkan nilai-nilai kerja sama tim, kekompakan, dan
berpikir strategis ketika harus menolong temannya yang ada di benteng musuh dan
untuk memenangkan permainan.
Bangsa Indonesia sangat beragam. Walaupun bangsa Indonesia serba
beragam, kita harus menjaga persatuan. Mengapa persatuan penting bagi bangsa kita?
Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa. Namun, bangsa Indonesia
mempunyai tujuan yang sama. Tujuannya adalah menciptakan masyarakat adil dan
makmur. Persatuan sangat penting bagi bangsa Indonesia, karena dengan persatuan
kita bisa kuat, dengan persatuan dan kerja sama kita bisa mencapai tujuan. Ini sesuai
dengan peribahasa “bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Bangsa Indonesia juga
bisa kuat dan jaya jika bersatu. Namun jika tidak bersatu, kita akan lemah. “Bhinneka
Tunggal Ika”. Ingat semboyan itu? Kita bisa menemukan semboyan itu di kaki burung
Garuda Pancasila. Bhinneka Tunggal Ika berarti berbeda-beda tetapi tetap satu.
Mengapa semboyan itu dipilih oleh para pendiri negara kita? Semboyan itu sesuai
dengan keadaan bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia dari berbagai suku bangsa. Akan
tetapi, bangsa Indonesia merupakan satu kesatuan Menghargai budaya suku lain akan
memperkokoh persatuan dan kesatuan. Menghargai budaya suku lain wajib dilakukan
dalam kehidupan sehari-hari. Cara menghargai budaya suku lain sebagai berikut.
1. Menerima dan menghargai suku, agama, budaya, dan adat istiadat orang lain.
2. Ikut memelihara, melestarikan, dan mengembangkan tradisi dan budaya yang
ada dalam masyarakat.
3. Mau mempelajari adat istiadat, kebiasaan, dan hasil kesenian suku bangsa lain.
4. Tidak menganggap suku sendiri yang paling baik dan suku yang lain jelek.
5. Tidak meremehkan dan menghina adat istiadat, kebiasaan, dan hasil kesenia
suku bangsa lain.
D. Karakteristik Sosioantropologi Indonesia
Antropologi sosial (sosioantropologi) merupakan cabang dari antropologi yang
mempelajari bagaimana perilaku manusa dalam kelompok-kelompok sosial. Perilaku pada
hakikatnya adalah tindakan atau aktifitas dari manusia itu
1) Perilaku manusia Indonesia di:
- Kepulauan Sunda Besar
1. Pulau Sumatra
 tanah yang subur sehingga pertanian dan perkebunan berkembang pesat
 Kepadatan penduduk pulau Sumatra urutan kedua setelah pulau Jawa.Minang
kabau adalah suku dari Sumatera Barat .Suku ini terkenal karena adatnya yang
matrilineal (garis keturunan ibu). Orang-orang Minang sangat kuat memeluk
agama Islam. Adat basandi syara’, syara’ basandi Kitabullah artinya Adat
bersendikan hukum, hukum bersendikan Al Qur’an. Adat Minangkabau adalah

21 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
adat yang berlandaskan Islam. Suku Minang suka merantau. Suku Minang
yang merantau disebut Minang Perantauan.
2. Pulau Kalimantan (Borneo)
 wilayah pantai merupakan dataran rendah, berpaya-paya dan tertutup lapisan
tanah gambut yang tebal sehingga sulit ditanami.
 Kesuburan tanah di pulau Kalimantan kurang bila dibanding kesuburan tanah
di pulau Jawa dan pulau Sumatera, demikian pula kepadatan penduduknya
tergolong jarang.
 Sungai terpanjang di Indonesia sehingga kehidupan rakyatnya banyak
bergantung pada sungai, bahkan perkampungan dan perumahan ada yang
dibangun diatas sungai
3. Pulau Jawa
 Pulau Jawa, merupakan pulau yang terpadat penduduknya, desakan jumlah
populasi di pulau Jawa yang semakin padat akibat migrasi dari berbagai
daerah. Orang Jawa dipandang sebagai suku bangsa yang sopan dan halus
Sifat orang Jawa ingin menjaga kerukunan dan menghindari pertengkaran. Suku Sunda
sangat menjujung tinggi sopan santun. Sifat masyarakat sunda, ramah tamah (someah), murah
senyum lemah lembut dan sangat menghormati orang tua. Itulah cermin budaya dan kultur
masyarakat sunda. Suku Madura terkenal karena gaya bicaranya yang terus terang. Suku
Madura juga dikenal hemat, disiplin, dan rajin bekerja. Selain itu orang Madura dikenal
mempunyai tradisi Islam yang kuat, sekalipun kadang melakukan ritual Pethik Laut atau
Rokat Tasse (sama dengan larung sesaji). Harga diri, juga paling penting dalam kehidupan
orang Madura, mereka memiliki sebuah peribahasa “lebbi bagus pote tollang, atembang pote
mata”. Artinya, lebih baik mati (putih tulang) daripada malu (putih mata). Sifat yang seperti
ini melahirkan tradisi carok pada masyarakat Madura.

22 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
BAB II
KARAKTERISTIK BIOGEOGRAFI DAN SOSIOANTROPOLOGI JAWA BARAT

A. Menganalisis karakteristik biogeografi Jawa Barat

Lambang Propinsi Jawa Barat : “Gemah Ripah Repeh Rapih” (Bahasa Sunda:
“Makmur Sentosa Sederhana Rapi”). Gemah Ripah Repeh Rapih, merupakan pepatah lama
Sunda yang bermaksud menyatakan bahwa Jawa Barat adalah daerah yang kaya raya yang
didiami oleh banyak penduduk yang rukun dan damai. Bentuk bulat telur pada lambang
Jawa Barat berasal dari bentuk perisai yang banyak dipakai oleh para laskar kerajaan zaman
dahulu. Kujang merupakan alat serba guna yang dikenal pada hampir setiap rumah tangga
Sunda dan apabila perlu dapat juga digunakan sebagai alat penjaga diri dan lima lubang pada
kujang tersebut melambangkan lima sila pada dasar negara Pancasila. Padi merupakan bahan
makanan pokok masyarakat Jawa Barat sekaligus juga melambangkan pangan dan jumlah
padi 17 menggambarkan hari tanggal 17 dari bulan Proklamasi. Kapas melambangkan
sandang dan jumlah kapas 8 buah menyatakan bulan ke-8 dari tahun Proklamasi. Gunung,
adalah lambang yang menunjukan bagian terbesar dari Jawa Barat berupa daerah
pegunungan. Sungai dan Terusan melambangkan sungai, terusan dan saluran air yang
banyak terdapat di Jawa Barat; Sawah dan Perkebunan; menyatakan luasnya lahan
persawahan dan perkebunan (dibagian selatan dan tengah) di Jawa Barat. Dam, Saluran Air
dan Bendungan kegiatan dibidang irigasi merupakan salah satu perhatian pokok mengingat
Jawa Barat merupakan daerah agraris. Jawa Barat adalah sebuah provinsi di Indonesia. Ibu
kotanya ber ada di Kota Bandung. Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa
Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor :
378). Provinsi Jawa Barat dibentuk berdasarkan UU No.11 Tahun 1950, tentang
Pembentukan Provinsi Jawa Barat. Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk
terbanyak di Indonesia. Bagian barat laut provinsi Jawa Barat berbatasan langsung
dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta, ibu kota negara Indonesia. Pada tahun 2000, Provinsi
Jawa Barat dimekarkan dengan berdirinya Provinsi Banten, yang berada di bagian barat. Saat
ini terdapat wacana untuk mengubah nama Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi Pasundan,
dengan memperhatikan aspek historis wilayah ini.

Populasi
Pada tahun 2003, jumlah penduduk telah bertambah menjadi 38.059.540 jiwa dengan
kepadatan penduduknya mencapai rata-rata 1.064 jiwa per kilometer persegi.
Topografi

Ciri utama daratan Jawa Barat adalah bagian dari busur kepulauan gunung api (aktif dan
tidak aktif) yang membentang dari ujung utara Pulau Sumatera hingga ujung utara Pulau
Sulawesi. Daratan dapat dibedakan atas wilayah pegunungan curam di selatan dengan
ketinggian lebih dari 1.500 m di atas permukaan laut, wilayah lereng bukit yang landai di
tengah ketinggian 100 1.500 m dpl, wilayah dataran luas di utara ketinggian 0 . 10 m dpl, dan
wilayah aliran sungai.

Iklim
Iklim di Jawa Barat adalah tropis, dengan suhu 9 0 C di Puncak Gunung Pangrango dan 34 0 C
di Pantai Utara, curah hujan rata-rata 2.000 mm per tahun, namun di beberapa daerah
pegunungan antara 3.000 sampai 5.000 mm per tahun.

23 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
Geografi

Provinsi Jawa Barat berada di bagian barat Pulau Jawa. Wilayahnya berbatasan dengan Laut
Jawa di utara, Jawa Tengah di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Banten dan DKI
Jakarta di barat. Kawasan pantai utara merupakan dataran rendah. Di bagian tengah
merupakan pegunungan, yakni bagian dari rangkaian pegunungan yang membujur dari barat
hingga timur Pulau Jawa. Titik tertingginya adalah Gunung Ciremay, yang berada di sebelah
barat daya Kota Cirebon. Sungai-sungai yang cukup penting adalah Sungai
Citarum dan Sungai Cimanuk, yang bermuara di Laut Jawa.
B. Menganalisis Karakteristik Sosioantropologi Jawa Barat

Sosioantropologi adalah studi tentang bagaimana manusia berprilaku dalam kelompok


sosialnya.

Antropologi sosial (sosioantropologi) merupakan cabang dan antropologi yang mempelajari


bagaimana perilaku manusa dalam kelompok-kelompok sosial. Dengan berperilaku manusia
dapat dilihat melalui teropong sosiologi maupun antropologinya, kontribusi pada perilaku
sosio-antropologinya (manusia dan struktur sosialnya).

Sebagian besar penduduk Jawa Barat adalah Suku Sunda, yang bertutur
menggunakan Bahasa Sunda. Di beberapa kota di pesisir utara, dituturkan bahasa Jawa dialek
Cirebon, yang mirip dengan Bahasa Banyumasan dialek Brebes. Di daerah perbatasan dengan
DKI Jakarta seperti sebagian Bekasi, sebagian Depok, dan Kabupaten Bogor bagian utara
dituturkan bahasa Indonesia dialek Betawi.Jawa Barat merupakan wilayah berkarakteristik
kontras dengan dua identitas; masyarakat urban yang sebagian besar tinggal di wilayah
JABOTABEK (sekitar Jakarta) dan masyarakat tradisional yang hidup di pedesaan
yang tersisa.Pada tahun 2002, populasi Jawa Barat mencapai 37.548.565 jiwa, dengan rata-
rata kepadatan penduduk 1.033 jika/km persegi.Dibandingkan dengan angka pertumbuhan
nasional (2,14% per tahun), Provinsi Jawa Barat menduduki peringkat terendah, dengan
2,02% per tahun.

 Memahami karakteritik Biogeografi dan Sosioantropologi wilayah Jawa Barat


Manfaat analisis karakteristik biogeografi ini adalah untuk mengetahui dimana dan
pada tingkat mana suatu organisme hidup. Manfaat dari analisis karakteristik
sosioantropologi ini adalah untuk mengeksplorasi manfaat dari maksud-maksud, ambiguitas
dan kontradiksi kehidupan sosial, pola-pola sosialitas, kekerasan dan konflik. dan logika-
logika dari pelaku sosial. Para pakar sosioantropologi mengacu kepada diversitas kedudukan
dan sudut pandang yang harus ditemukan dalam setiap kelompok sosial.

Sosioantropologi Jawa Barat

Falsafah Sunda

Silih Asah-silih Asih-silih Asuh

— Masyarakat Jawa Barat di kenal sebagai masyarakat yang agamis, dengan kekayaan
warisan budaya dan nilai-nilai luhur tradisional, serta memiliki prilaku sosial yang
berfalsafah pada silih asih, silih asah, silih asuh, yang secara harfiah berarti saling mengasihi,
saling memberi pengetahuan dan saling mengasuh diantara warga masyarakat.

24 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
— Silih Asah-silih Asih-silih Asuh, kata-kata puitis tersebut bukan sembarangan puisi,
melainkan sebagal filsafat hidup yang dianut mayoritas penduduk Jawa Barat. Filosofi ini
mengajarkan manusia untuk safing mengasuh dengan landasan saling mengasihi dan saling
berbagi pengetahuan dan pengalaman. Sejatinya, inilah suatu konsep kehidupan demokratis
yang berakar pada kesadaran dan keluhuran akal budi, yang akar filsafatnya menusuk jauh ke
dalam bumi dalam pengertian hafiah. Berbeda dengan peradaban masyarakat lain
diNusantara, peradaban masyarakat Jawa Barat yang berpenduduk asli dan berbahasa Sunda
sangat dipengaruhi oleh alam yang subur dan alami. ltulah sebabnya, dalam interaksi sosial,
masyarakat di sana menganut falsafah seperti di kutip di atas.

— “Silih Asah-silih Asih-silih Asuh” (filsafat hidupàsaling mengasuh dengan landasan


saling mengasihi dan saling berbagi pengetahuan dan pengalamanàSejatinya, inilah suatu
konsep kehidupan demokratis yang berakar pada kesadaran dan keluhuran akal budi, yang
akar filsafatnya menusuk jauh ke dalam bumi dalam pengertian hafiah .

Herang Caina Beunang Laukna

Tatanan kehidupannya lebih mengedepankan keharmonisan seperti tergambar pada pepatah;


“Herang Caina Beunang Laukna” yang berarti menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan
masalah baru atau prinsip saling menguntungkan.

Tatanan kehidupannya keharmonisan àHerang Caina beunang Iaukna (menyelesikan masalah


tanpa menimbulkan masalah baru atau prinsip saling menguntungkan.

Ulah Unggut Kalinduan, Ulah gedag Kaanginan dan “Sing Katepi ku Ati Sing Kahontal ku
Akal.

— Masyarakat Jawa Barat memiliki komitmen yang kuat terhadap nilai-nilai kebajikan. Hal
ini terekspresikan pada pepatah “Ulah Unggut Kalinduan, Ulah gedag Kaanginan”; yang
berarti konsisten dan konsekuen terhadap kebenaran serta menyerasikan antara hati nurani
dan rasionalitas, seperti terkandung dalam pepatah “Sing Katepi ku Ati Sing Kahontal ku
Akal”, yang berarti sebelum bertindak tetapkan dulu dalam hati dan pikiran secara seksama.

1. memiliki komitmen yang kuat terhadap nilai-nilai kebajikan. àpepatah, “ ulah unggut
kelinduan, ulah gedag keanginan “ (konsisten dan konsekuen terhadap kebenaran
serta menyerasikan antara hati nurani dan rasionalitas, seperti terkandung dalam
pepatah “sing katepi ku ati sing kahontal ku akal à sebelum bertindak siapkan dulu
dalam hati dan pikiran secara seksama.

Triangle of life:

n Akrab dengan alam lingkungan

n Bergaul dengan sesama manusia

n Dekat dengan Tuhan yang menciptakan dan menciptakan alam semesta tempat mereka
berkehidupanà masyarakat yang agamais, relijius.

25 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
PERKEMBANGAN AGAMA MASYARAKAT SUNDA

Masyarakat Jawa Barat dikena sebagai orang Sunda dan sebagian dan mereka bekerja sebagai
petani yang tinggal di daerah pertanian yang berada di !embah-lembah pegunungan yang
subur menghijau.

Agama Hindu adalah agama yang pertama datang ke Jawa Barat. Pada catatan batu bertulis
yang ditemukan di wilayah ini disebutkan bahwa Raja Purnawarman dari kerajaan
Tarumanegara adalah penganut agama Namun kemudian pada abad ke-7 kerajaan ini
diserang dan dihancurkan oleh kerajaan Sriwijaya yang beragama Budha. Pengaruh islam
muncul di Jawa Barat ketika seorang penyebar agama Islam bernama Nurullah atau Sunan
Gunungjati, utusan dari kerajaan Demak, pada tahun 1524 menguasai pelabuhan Banten dan
Sunda Kelapa. Kedatangan Nurulllah ke wilayah ini adalah sebagai bagian dan ekspansi
kerajaan Demak.

Sejarah
Temuan arkeologi tnghuni Jawa Barat.ditemukan di Anyer dengan ditemukannya budaya
logam perunggu dan besi dari sebelum milenium pertama. Gerabah tanah liat prasejarah
zaman Buni (Bekasi kuno) dapat ditemukan merentang dari Anyer sampai Cirebon Jawa
Barat pada abad ke-5 merupakan bagian dari Kerajaan Tarumanagara Prasasti peninggalan
Kerajaan Tarumanagara banyak tersebar di Jawa Barat. Ada tujuh prasasti yang ditulis dalam
aksara Wengi (yang digunkan dalam masa Palawa India) dan bahasa Sansakerta yang
sebagian besar menceritakan para raja Tarumanagara
Setelah runtuhnya kerajaan Tarumanagara, kekuasaan di bagian barat Pulau Jawadari Ujung
Kulon sampai Kali Serayu dilanjutkan oleh Kerajaan Sunda. Salah satu prasasti dari zaman
Kerajaan Sunda adalah prasasti Kebon Kopi II yang berasal dari tahun 932. Kerajaan sunda
beribukota di Pakuan Pajajaran (sekarang kota Bogor)
Pada abad ke-16, Kesultanan Demak tumbuh menjadi saingan ekonomi dan politik Kerajaan
Sunda. Pelabuhan Cerbon (kelak menjadi Kota Cirebon) lepas dari Kerajaan Sunda karena
pengaruh Kesultanan Demak. Pelabuhan ini kemudian tumbuh menjadi Kesultanan
Cirebon yang memisahkan diri dari Kerajaan Sunda. Pelabuhan Banten juga lepas ke tangan
Kesultanan Cirebon dan kemudian tumbuh menjadi Kesultanan Banten.

Untuk menghadapi ancaman ini, Sri Baduga Maharaja, raja Sunda saat itu, memint
putranya, Surawisesa untuk membuat perjanjian pertahanan keamanan dengan
orang Portugis di Malaka untuk mencegah jatuhnya pelabuhan utama, yaitu Sunda Kalapa,
kepada Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Demak. Pada saat Surawisesa menjadi raja
Sunda, dengan gelar Prabu Surawisesa Jayaperkosa, dibuatlah perjanjian pertahanan
keamanan Sunda-Portugis, yang ditandai dengan Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal,
ditandatangani dalam tahun 1512. Sebagai imbalannya, Portugis diberi akses untuk
membangun benteng dan gudang di Sunda Kalapa serta akses untuk perdagangan di sana.
Untuk merealisasikan perjanjian pertahanan keamanan tersebut, pada tahun 1522 didirikan
suatu monumen batu yang disebut padrão di tepi Ci Liwung.
Meskipun perjanjian pertahanan keamanan dengan Portugis telah dibuat,
pelaksanaannya tidak dapat terwujud karena pada tahun 1527 pasukan aliansi Cirebon –
Demak, dibawah pimpinan Fatahilah atau Paletehan, menyerang dan menaklukkan pelabuhan
Sunda Kalapa. Perang antara Kerajaan Sunda dan aliansi Cirebon – Demak berlangsung lima
tahun sampai akhirnya pada tahun 1531 dibuat suatu perjanjian damai antara Prabu
Surawisesa dengan Sunan Gunung Jati dari Kesultanan Cirebon.

26 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
Dari tahun 1567 sampai 1579, dibawah pimpinan Raja Mulya, alias Prabu Surya Kencana,
Kerajaan Sunda mengalami kemunduran besar dibawah tekanan Kesultanan Banten. Setelah
tahun 1576, kerajaan Sunda tidak dapat mempertahankan Pakuan Pajajaran, ibu kota
Kerajaan Sunda, dan akhirnya jatuh ke tangan Kesultanan Banten. Zaman pemerintahan
Kesultanan Banten, wilayah Priangan (Jawa Barat bagian tenggara) jatuh ke
tangan Kesultanan Mataram.
Jawa Barat sebagai pengertian administratif mulai digunakan pada tahun 1925ketika
Pemerintah Hindia Belanda membentuk Provinsi Jawa Barat. Pembentukan provinsi itu
sebagai pelaksanaan Bestuurshervormingwet tahun 1922, yang membagi Hindia Belanda atas
kesatuan-kesatuan daerah provinsi. Sebelum tahun 1925, digunakan
istilah Soendalanden (Tatar Soenda) atau Pasoendan, sebagai istilah geografi untuk menyebut
bagian Pulau Jawa di sebelah barat Sungai Cilosari dan Citanduy yang sebagian besar dihuni
oleh penduduk yang menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa ibu.
Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Propinsi Jawa Barat merupakan Propinsi yang
pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Propinsi Jawa Barat
dibentuk berdasarkan UU No.11 Tahun 1950, tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat.
Pada 17 Agustus 1945, Jawa Barat bergabung menjadi bagian dari Republik Indonesia.
Pada tanggal 27 Desember 1949 Jawa Barat menjadi Negara Pasundan yang merupakan salah
satu negara bagian dari Republik Indonesia Serikat sebagai hasil kesepakatan tiga pihak
dalam Konferensi Meja Bundar: Republik Indonesia, Bijeenkomst voor Federaal Overleg
(BFO), dan Belanda. Kesepakatan ini disaksikan juga oleh United Nations Commission for
Indonesia (UNCI) sebagai perwakilan PBB.
Jawa Barat kembali bergabung dengan Republik Indonesia pada tahun 1950. Saat ini
Propinsi Jawa Barat terdiri dari : 16 Kabupaten dan 9 Kotamadya, dengan membawahkan 584
Kecamatan, 5.201 Desa dan 609 Kelurahan.
Sumber Daya Alam Provinsi Jawa Barat
Sumber daya alam Jawa Barat cukup melimpah. Provinsi ini pada tahun 2006 memiliki lahan
sawah ber-irigasi teknis seluas 380.996 ha, sementara sawah ber irigasi setengah teknis
116,443 ha, dan sawah ber irigasi non teknis seluas 428.461 ha. Total saluran irigasi di Jawa
Barat sepanjang 9.488.623 km, Sawah-sawah inilah yang pada 2006 menghasilkan 9.418.882
ton padi, terdiri atas 9,103.800 ton padi sawah clan 315.082 ton padi ladang.

Di antara tanaman palawija, pada 2006 ketela pohon menempati urutan pertama. produksi
palawija, mencapai 2.044.674 ton dengan produktivitas 179,28 kuintal per ha, Kendati
demikian, luas tanam terluas adalah untuk komoditas jagung yang mencapai 148.505 ha,
Jawa Barat juga menghasilkan hortikultura terdiri dari 2.938.624 ton sayur mayur, 3.193.744
ton buah buahan, dan 159.871 ton tanaman obat/biofarmaka.

Hutan di Jawa Barat juga luas, mencapai 764.387,59 ha atau 20,62% dari total luas provinsi,
terdiri dari hutan produksi seluas 362.980.40 ha (9,79%), hutan lindung seluas 228.727,11 ha
(6,17%), dan hutan konservasi seluas 172.680 ha (4,63%). Pemerintah juga menaruh
perhatian serius pada hutan mangrove yang mencapai 40.129,89 ha, tersebar di 10 kabupaten
yang mempunyai pantai. Selain itu semua, ada lagi satu hutan lindung seluas 32.313,59 ha
yang dikelola oleh Perum Perhutani Unit III jawa Barat dan Banten.

Dari hutan produksi yang dimilikinya, pada 2006 Jawa Barat memetik hasil 200.675 m³ kayu,
meskipun kebutuhan kayu di provinsi ini setiap tahun sekitar 4 juta m³. Sampai 2006, luas
hutan rakyat 214.892 ha dengan produksi kayu sekitar 893.851,75 m³. Jawa Barat juga
menghasilkan hasil hutan non kayu cukup potensial dikembangkan sebagai aneka usaha
kehutanan, antara lain sutera alat jamur, pinus, gerah damar, kayu putih, rotan, bambu, dan

27 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
sarang burung walet.

Di sektor perikanan, komoditas unggulan adalah ikan mas, nila, bandeng, lele, udang
windu, kerang hijau, gurame, patin, rumput laut dan udang vaname. Di tahun 2006, provinsi
ini memanen 560,000 ton ikan hasil budidaya perikanan dan payau, atau 63,63% dari total
produksi perikanan Jawa Barat.

Di bidang peternakan, sapi perah, domba, ayam buras, dan itik adalah komoditas unggulan di
Jawa Barat. Data 2006 menyebutkan kini tersedia 96.796 sapi perah (25% populasi nasional),
4.249.670 domba, 28.652.493 ayam buras 5.596.882 itik (16% populasi nasional). Kini hanya
tersedia 245.994 sapi potong di jawa Barat (3% populasi nasional), padahal kebutuhan setiap
tahunnya sekitar 300 ribu sapi potong. Untuk memenuhi kebutuhan Jawa Barat harus
mengimpor 150 ribu ternak sapi dari Australia setiap tahunnya, di samping berharap pasokan
ternak hidup dari provinsi lain terutama Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah lstimewa
Yogyakarta, Lampung, Bali, Lombok, dan lain lain. Dalam memaksimalisasi sektor
peternaknya, Jawa Barat membagi kawasan pengembangan andalan peternakan ke dalam tiga
wilayah, yaitu:

1. Jawa Barat Bagian Utara untuk peternakan itik;

2. Jawa Barat Bagian Tengah untuk sapi perah, ayam ras, dan domba; serta

3. Jawa Barat Bagian Selatan untuk domba dan sapi potong,

Provinsi ini memiliki banyak objek unggulan di bidang perkebunan, antara lain teh, cengkeh,
kelapa, karet, kakao, tembakau, kopi, tebu, dan akar wangi. Dari semua jenis komoditas itu,
cengkeh, kelapa, karet, kakao, tembakau, dan kopi merupakan komoditas unggulan nasional
asal Jawa Barat. Dari sisi lahan, produktivitas terbaiknya, yakni luas areal tanam sama
dengan Iuas tanaman yang menghasilkan, adalah komoditas tembakau dan tebu. Dari sisi
produksi, produktivitas terbanyak adalah kelapa sawit (6,5 ton per ha) dan tebu (5,5 ton per
ha).

Jawa Barat juga menghasilkan produksi tambang unggulan. Pada 2006, berhasil dieksplorasi
5.284 ton zeolit, 47.978 ton bentonit, serta pasir besi, semen pozolan, felspar dan barn
permata/gemstone. Potensi pertambangan batu mulia umumnya banyak terdapat di daerah
Kabupaten Garut, Tasikmalaya, Kuningan, dan Sukabumi.

Keanekargaman Hayati
Di Jawa Barat terdapat 3.882 spesies tumbuhan berbunga dan tumbuhan paku asli Jawa Barat
dan 258 jenis yang dimasukkan dari luar Jawa Barat. Khusus untuk Anggrek (Orchidaceae) di
Pulau Jawa, di Jawa Barat terdapat 607 jenis alami, 302 jenis (50%) hanya ada di Jawa Barat.
Tumbuhan yang termasuk pohon, di Jawa Barat terdapat 1.106 jenis dengan 51 jenis disebut
dengan pohon-pohon yang penting, diantaranya jati, rasamala, kepuh, jamuju, bayur, puspa,
kosambi, beleketebe, pasang, pedada, baku, dll.

Tipe-tipe vegetasi yang ada di Jawa Barat menurut Van Steenis adalah :

28 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
1. Vegetasi Litoral

2. Hutan Bakau

3. Formasi Pantai

4. Hutan Rawa Dataran Rendah

5. Hutan Hujan Dataran Rendah dan Perbukitan

6. Hutan Hujan Pegunungan

7. Danau dan Rawa Pegunungan

8. Vegetasi Sub Alpin, di atas 2400 m dpl

Beberapa Spesies Tumbuhan Dikotiledon yang Dianggap Endemik di Jawa Barat

Familia Spesies Catatan


Acanthaceae Blepharis exigua Herba merambat
Saurauia bogoriensis Gn. Salak Bogor
S. cauliflora
Actinidiaceae S. lanceolata
Boraginaceae Cynoglossum sp.
Kemungkinan jarang, di Gn.
Salak dan dekat Pelabuhan
Burseraceae Canarium kipella Ratu
Callitrichaeae Callitriche sp. Kebun Botani Cibodas
Dipterocarpaceae Shorea sp. Leuweung Sancang
Dyplicosia pilosa
Rhododendron
Ericaceae wilhelminae
Lithocarpus
Fagaceae kostermansii hutan bukit hingga 1000 m
1 tegakan di Kebun Botani
Leguminoseae Ormosia sp. Cibodas
Lepeostegeres
Loranthaceae gemmiflorus

29 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
Mitrasacme
bogoriensis
Hanya di Gn. Galunggung
Myrtaceae Eguenia ampliflora sebelum meletus 1982
Lasianthus
Rubiaceae tomentosum Gn. Salak, pada 1700m
Zanthoxylum
Rufuceae penjualensis Panjalu
Sylidium
Stylidiaceae incospicuum Indramayu
Symplocos
Symplocaceae junghuhnii Mungkin sangat langka
Beberapa Spesies Tumbuhan Monokotiledon yang Dianggap Endemik di Jawa Barat
Familia Spesies Catatan
Cyperaceae Hypolytrum humile
Dioscoreaceae Dioscorea blumei Gn. Salak
Nastus
elegantissimus Gn. Tilu, Cibodas
Schyzostacium
Gramineae bilforum Gn. Salak
Calamus asperrimus
C. burkianus
C. heteroideus
Ceratolobus
glaucescens Pelabuhan Ratu
Daemonorops rubra Bogor
Daemonorops. Sp Cibarengkok – Ciwidey
Korthalsia
Calamoideae junghuhnii Bogor
Amomum
hochrentineri
A. pseudofoetens
Eltingera foetens Bogor
E. parvum
Zingiberaceae E.walang Bogor

30 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
Hornstedtia
horsfieldii
H. mollis
H. paludosa
H. rubra
Keanekaragaman Fauna
Secara Umum, baik di Jawa Barat maupun di dunia, dunia fauna dapat dikelompokan
menjadi kelompok-kelompok sebagai berikut :

Kelompok ini memiliki berbagai macam manfaat.


Salah satu perannya yang sangat penting adalah
proses penyerbukan yang dilakukan oleh kupu-kupu.
Namun saat ini keberagamannya sudah sangat
berkurang, dikarenakan berkurangnya habitat dan
Kelompok Serangga eksploitasi oleh manusia.
Ikan – ikan yang dijumpai di tiga daerah aliran
sungai citarum dan tiga waduk besar di wilayah
Jawa Barat yaitu : Jatiluhur, Carita, dan Saguling
dijumpai jenis-jenis ikan sebagai berikut : Ikan yang
menjadi ciri khas Sungai Citarum : tagih/baung,
hampal, keting, dan udang batu Ikan khas Sungai
Citarum yang tidak ditemukan lagi setelah
pembangunan waduk : tawes, lelawak, sengal,
arengan, walangi Ikan yang masih bisa ditemukan di
Sungai dan Waduk : deleg, sidat/moa, betok,
pepetek, kebo gerang, julung-julung, keting,
beureum panon, beunter, sepat, paray, betutu/bodo,
jeler, oleng, gabus, belut Ikan budidaya yang
diintroduksi ke perairan waduk : patin, ikan mas,
nila, gurame Ikan hias yang diintroduksi ke perairan
waduk : arwana, golsom, oskar Ikan yang secara
tradisi dikonsumsi oleh masyarakat sekitar :
tagih/baung Ikan atau udang yang dijumpai dalam
Kelompok Pisces periode tertentu : Udang batu
Kelompok ini semakin hari semakin langka, hal ini
disebabkan habitat yang tersedia semakin berkurang
dan belum satupun dari jenis kelompok ini yang
dibudidayakan. Beberapa jenis Ampibi dan Reptil
Kelompok Ampibi atau yang masih bisa dijumpai adalah : biawak
Reptil (Tasikmalaya) dan Kura-Kura (Bogor)
Kelangkaan jenis burung lebih dikarekanakan nilai
ekonomis burung yang sangat tinggi sebagai hewan
peliharaan. Di danau-danau kecil di Sentul (Bogor)
beberapa jenis burung air masih bisa dijumpai,
Kelompok Aves seperti : belekok, bangau, dan raja udang.

31 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
Kelangkaan jenis mamalia disebabkan dua hal,
aktivis perburuan, dan habitatnya terganggu. Banten
di Hutan Sancang (Garut) dan Pangandaran sudah
semakin berkurang. Rusa ditangkarkan di Ranca
Kelompok Mamalia Upas.
Beberapa Spesies Hewan yang Diperkirakan Endemik di Jawa Barat
Takson Spesies Catatan
Mamalia
Insectivora
Soricidae Crocidura orientalis Gn. Gede Pangrango

Chiroptera
Hipposideros sorenseni Gua Kramat Pangandaran
Hipposideridae H.sp Gua Cidolog, Sukabumi
Pipistrellus modax
Vespertilonidae Gischropus javanus Gn. Gede Pangrango
Molossidae Otomops formossus Gn. Gede Pangrango
Primata
Cerchopitidae Presbytis comata Juga di Jawa Tengah
Hylobatidae Hylobates moloch Juga di Jawa Tengah
Rodentia
Sciuridae Hylopetes barteisi Gn. Gede Pangrango
Mus vulcani
Pithecheir melanurus Gn. Gede Pangrango
Pegunungan, tikus besar ekor
Muridae Sunadymus maxi panjang

Aves
Strigiformes
Gn. Gede Pangrango dan Tk
Strigidae Otus angelinae Perahu
Apodiformes
Apodidae Aerodramus Gn. Gede Pangrango

32 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
vulcanorum
Passeriformes
Timaliidae Crocias albonotatus

Reptil
Squamata
Thylopidae Thylops bisubocularis kemungkinan punah ?
Pseudoxenodon
Colubridae inornatus kemungkinan punah ?

Amfibi
Anura
Ichtyyophiidae Leptophryne cruentata Gn. Gede, 1400 – 2500 m dpl
Philautus pallidipes Gn. Pangrango
Rhacophoridae Rhacophorus javanus Gn. Gede dan Gn. Malabar

Pisces
Perciformes
Gobiidae Sycopterus parvei Garut

Kupu-Kupu
Papilionidae Papilio lampsacus Gn. Gede
Appias lucasii Catatan terakhir 1937
Delias dorylaea jarang
Eurema beatrix 1939
Pieridae Prioneris autothisbe
Amathusiinae Zeuxidia dohrni Gn. Gede
Celaenorrhinus
saturatus
Hesperiidae Halpe zandra
Pertambangan

33 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
Daerah Jawa Barat mempunyai berbagai potensi bahan tambang dan galian, seperti minyak
dan gas bumi di daerah Cirebon dan Indramayu, tambang emas di Gunung Pongkor, Gunung
Limbung, dan Purwakarta. Selain itu, Jawa Barat juga memiliki bahan galian marmer di
daerah Tasikmalaya, Bandung, dan Sukabumi. Batu kwarsa banyak terdapat di Bogor,
Sukabumi, Bekasi dan Cirebon, fosfat banyak terdapat di daerah Ciamis dan Sukabumi, serta
bentonit, zeloit dan gips tersebar di beberapa daerah.
Produksi bahan galian golongan C di Jawa Barat tahun 1997 adalah sebagai berikut: batu
kapur 12.650.408 ton, pasir 1.487.630 ton, pasir kuarsa 144.710 ton, sirtu 2.158.126 ton,
tanah liat 2.074.489 ton, dan tanah urug 1.623.186 ton; andesit 4.620.641 ton; bentonit
41.591 ton; fosfat 9.454 ton; kaolin 2.623 ton; trass 768.280 ton; dan zeolit 2.553 ton.

Hasil produksi bahan galian tahun 1998 menunjukkan data berikut: andesit 1.342.321 ton;
batu kapur 3.481.841 ton; bentonit 43.576 ton; diatom 19.361 ton; feldspar 5.457 ton; gipsum
1.648 ton; marmer 103 ton; sirtu 274.474 ton; pasir 48.626 ton; pasir kuarsa 126.286 ton;
tanah liat 85.182 ton; trass 42.936 ton; zeolit 1.452 ton; dan yarosit 324 ton.

Kehutanan
Selain itu, di Jawa Barat juga terdapat potensi hutan alam dan hutan tanaman yang belum
dimanfaatkan sepenuhnya, meskipun potensi itu tidak sebesar daerah Sumatra dan
Kalimantan. Dalam konteks ini, hutan punya peranan penting untuk menjaga stabilitas
sumber daya alam dan memiliki empat fungsi, yakni hutan lindung, hutan produksi, hutan
suaka dan wisata, serta hutan cadangan.
Luas kawasan hutan di daerah Jawa Barat dari tahun, ke tahun mengalami penurunan yang
cukup signifikan karena ulah dan keserakahan manusia.

Pertanian: Lahan dan Perairan

Dikenal sebagai salah satu ‘lumbung padi’ nasional,., hasil pertanian Provinsi Jawa
Barat menyumbangkan 15 persen dari nilai total pertanian Indonesia.Hasil tanaman
pangan Jawa Barat meliputi beras, kentang manis, jagung, buah-buahan dan
sayuran, disamping itu juga terdapat komoditi seperti teh, kelapa, minyak sawit,
karet alam, gula, coklat dan kopi. Perternakannya menghasilkan 120.000 ekor sapi
ternak, 34% dari total nasional.

Kelautan dan Perikanan

Jawa Barat berhadapan dengan dua sisi lautan Jawa pada bagian utara dan samudera Hindia
di bagian selatan dengan panjang pantai sekitar 1000 km. Berdasarkan letak inilah Provinsi
Jawa Barat memiliki potensi perikanan yang sangat besar. Suatu perencanaan terpadu tengah
dilaksanakan untuk pengembangan Pelabuhan Cirebon, baik sebagai pelabuhan Pembantu
Tanjung Priok Jakarta, maupun sebagai pelabuhan perikanan Jawa Barat yang dilengkapi
dengan industri perikanan.Untuk potensi perairan darat, tidak hanya dari sejumlah sungai
yang mengalir di Jawa Barat, Tetapi potensi ini juga diperoleh dari penampungan air / DAM
saguling di Cirata dan DAM Jatiluhur yang selain menghasilkan tenaga listrik juga berguna
untuk mengairi area pertanian dan industri perikanan air tawar.
Budidaya perikanan di Jawa Barat berupa perikanan laut dan darat yang didukung oleh
perikanan air tawar di waduk Saguling, Jatiluhur, Cirata, dan sungai-sungai serta budi daya

34 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
udang sampai sekarang belum sepenuhnya dikembangkan secara optimal. Zone Ekonomi
Ekslusif (ZEE) juga belum dimanfaatkan padahal dalam era kelautan seperti sekarang ini
potensi perikanan di daerah Jawa Barat seharusnya dapat dikembangkan lebih baik lagi.
Apalagi sekarang sudah ada departemen baru, yakni Departemen Kelautan dan Perikanan,
sehingga hasil potensi perikanan, khususnya perikanan laut, harus dapat ditingkatkan.
Setelah bangsa ini terpuruk dalam krisis ekonomi yang dahsyat dan
berkepanjangan, kini.178 ton; kemiri 88 ton; kenanga 80 ton; kencur 16.842 ton; kina 213
ton; kopi 5.036 ton; saatnya untuk membangun sektor perikanan sebagai basis sektor riil.
Kekayaan laut kita memberikan sumbangan yang signifikan terhadap pendapatan nasional.
Jika “penjarahan hasil kekayaan laut” kita yang setahunnya mencapai lebih dari Rp 30 trilyun
bisa kita hentikan, pendapatan nasional termasuk pendapat daerah yang memiliki potensi
perikanan akan bertambah besar. Jumlah itu akan bermanfaat untuk mengurangi hutang
pemerintahan kita yang sudah mencapai ratusan milyar dollar AS.
Dengan potensi sumber daya kelautan (termasuk perikanan) yang melimpah negeri ini
memiliki peluang yang cukup besar untuk memulihkan perekonomian nasional. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa permintaan akan hasil perikanan, baik dari dalam maupun
luar negeri, kini cenderung meningkat. Pendek kata, sektor perikanan laut dan hasil laut
lainnya akan dapat dijadikan sektor penyelamat keterpurukan ekonomi Indonesia.

Peternakan
Peternakan yang potensial untuk dikembangkan di Jawa Barat antara lain unggas, sapi,
kambing, dan sapi perah..
Penurunan populasi ternak di Jawa Barat dari tahun 1997 hingga 1998 disebabkan oleh krisis
moneter yang dilanjutkan oleh krisis ekonomi yang dahsyat dan berlarut-larut yang kemudian
mengakibatkan para peternak gulung tikar.

Industri
Kontribusi industri cukup menonjol bagi perekonomian nasional, termasuk bagi daerah Jawa
Barat. Hampir 60% industri pengolahan berlokasi di Jawa Barat, sehingga perekonomian
nasional sangat dipengaruhi oleh kinerja industri di daerah ini. Dalam struktur perekonomian
di Jawa Barat, sektor industri memiliki kontribusi terbesar dan menduduki peringkat pertama,
disusul oleh sektor pertanian. Sektor industri ini, khususnya industri pengolahan, mampu
menyerap jumlah tenaga kerja terbesar kedua sesudah pertanian.
Berbagai industri di Jawa Barat sudah berkembang dengan pesat, antara lain industri pesawat
terbang, industri senjata ringan, dan telekomunikasi di Bandung dan industri dinamit di
Tasikmalaya. Industri lain yang cukup menonjol antara lain industri besi baja di Cilegon,
industri elektronik di Bandung, industri kertas di Padalarang dan Bekasi, industri semen di
Cibinong, Citeureup, dan Cirebon, industri pupuk di Cikampek, aneka industri dengan
komoditas tekstil, benang tenun, dan pakaian jadi di daerah cekungan Bandung, serta industri
minuman, makanan, rokok, kulit, keramik di sekitar Bandung, Tangerang, Bekasi, dan
Cirebon. Industri-industri kecil dan rumah tangga yang banyak terdapat di Bekasi, Bogor,
Tangerang, Depok, Kota Bandung, Cianjur, dan Tasikmalaya juga berkembang pesat dalam
beberapa tahun terakhir.

Potensi lain yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan berbagai aneka industri dan
industri utama di Jawa Barat adalah perguruan tinggi dan lembaga penelitian yang ada di
daerah itu, seperti Institut Teknologi Bandung (ITB); Institut Teknologi Bogor (IPB);
LAPAN, dan Badan Reaktor Atom Negara (BATAN). Selain itu, besarnya jumlah penduduk
dan SDM yang berkualitas merupakan potensi pendukung untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi tinggi (Iptek) di Jawa Barat.

35 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
Perkebunan
Perkebunan di Jawa Barat pada umumnya merupakan perkebunan rakyat, perkebunan swasta
besar, dan perkebunan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan komoditas utama berupa
teh, karet, kelapa, kelapa sawit, tebu, kopi, cengkeh, coklat, dan sebagainya.;

Keanekaragaman Fauna
Secara Umum, baik di Jawa Barat maupun di dunia, dunia fauna dapat dikelompokan
menjadi kelompok-kelompok sebagai berikut :

Kelompok ini memiliki berbagai macam manfaat.


Salah satu perannya yang sangat penting adalah
proses penyerbukan yang dilakukan oleh kupu-kupu.
Namun saat ini keberagamannya sudah sangat
berkurang, dikarenakan berkurangnya habitat dan
Kelompok Serangga eksploitasi oleh manusia.
Ikan – ikan yang dijumpai di tiga daerah aliran
sungai citarum dan tiga waduk besar di wilayah
Jawa Barat yaitu : Jatiluhur, Carita, dan Saguling
dijumpai jenis-jenis ikan sebagai berikut : Ikan yang
menjadi ciri khas Sungai Citarum : tagih/baung,
hampal, keting, dan udang batu Ikan khas Sungai
Citarum yang tidak ditemukan lagi setelah
pembangunan waduk : tawes, lelawak, sengal,
arengan, walangi Ikan yang masih bisa ditemukan di
Sungai dan Waduk : deleg, sidat/moa, betok,
pepetek, kebo gerang, julung-julung, keting,
beureum panon, beunter, sepat, paray, betutu/bodo,
jeler, oleng, gabus, belut Ikan budidaya yang
diintroduksi ke perairan waduk : patin, ikan mas,
nila, gurame Ikan hias yang diintroduksi ke perairan
waduk : arwana, golsom, oskar Ikan yang secara
tradisi dikonsumsi oleh masyarakat sekitar :
tagih/baung Ikan atau udang yang dijumpai dalam
Kelompok Pisces periode tertentu : Udang batu
Kelompok ini semakin hari semakin langka, hal ini
disebabkan habitat yang tersedia semakin berkurang
dan belum satupun dari jenis kelompok ini yang
dibudidayakan. Beberapa jenis Ampibi dan Reptil
Kelompok Ampibi atau yang masih bisa dijumpai adalah : biawak
Reptil (Tasikmalaya) dan Kura-Kura (Bogor)
Kelangkaan jenis burung lebih dikarekanakan nilai
ekonomis burung yang sangat tinggi sebagai hewan
peliharaan. Di danau-danau kecil di Sentul (Bogor)
beberapa jenis burung air masih bisa dijumpai,
Kelompok Aves seperti : belekok, bangau, dan raja udang.
Kelangkaan jenis mamalia disebabkan dua hal,
Kelompok Mamalia aktivis perburuan, dan habitatnya terganggu. Banten

36 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
di Hutan Sancang (Garut) dan Pangandaran sudah
semakin berkurang. Rusa ditangkarkan di Ranca
Upas.

Minyak-Mineral dan Geothermal

Minyak dapat ditemukan di sepanjang Laut Jawa, utara Jawa Barat, sementara cadangan
geothermal (panas bumi) terdapat di beberapa derah di Jawa Barat. Tambang lain sepert Batu
gamping, andesit, marmer, tanah liat merupakan pertambangan mineral yang dapat
ditemukan, termasuk mineral lain yang cadangan depositnya sangat potensial, Emas yang
dikelola PT. Aneka Tambang, potensinya sebesar 5,5 million ton, dan menghasilkan 12,1
gram emas per ton.

Status Konservasi Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas)


Macan tutul jawa (Panthera pardus melas) merupakan hewan endemik Pulau Jawa yang
dijadikan flagship species Jawa Barat, tetapi masih belum banyak diketahui informasi status
dan habitatnya. Macan tutul jawa yang dijumpai perlu diteliti untuk penentuan program
pelestariannya. Studi status macan tutul jawa dilakukan di daerah Cagar Alam Gunung Tilu.
Lokasi studi ditentukan dengan mencatat dan mendatangi daerah yang dilaporkan terdapat
macan tutul jawa di sekitar daerah Cagar Alam. Studi distribusi dilakukan dengan mencari
bukti keberadaan macan tutul berupa cakaran, tapak kaki, feces serta bukti-bukti lain yang
mendukung, seperti bekas pemangsaan atau tempat yang potensial untuk dijadikan sarang.
Metodologi penelitian dilakukan berdasarkan metode Mosby dan Giles (1969). Selain itu
dilakukan survey singkat kepada masyarakat mengenai persepsi, pengetahuan dan sikap
terhadap macan tutul. Dari hasil yang didapat, macan tutul jawa terdistribusi secara acak di
sekitar kawasan Gambung, Cipanji, Mandala dan dengan konsentrasi terbesar di Dewata. Di
dalam Cagar Alam, macan tutul jawa masih terlindungi dengan baik. Mangsa utama macan
tutul adalah babi hutan dan surili.Bagi masyarakat, macan tutul bukan merupakan ancaman,
tetapi merupakan hewan yang tidak boleh diganggu keberadaannya di dalam hutan. Di lokasi
penelitian terdapat beberapa ancaman terhadap macan tutul, berupa perburuan liar terhadap
mangsa macan tutul, penebangan liar, pencurian hasil hutan, dan pembukaan perkebunan liar
yang dilakukan oleh masyarakat. Usaha yang diperlukan untuk menjaga konservasi macan
tutul antara lain penyuluhan dan pendidikan kepada masyarakat dan stakeholder lainnya,
penelitian ekologi macan tutul, serta peningkatan penjagaan di dalam kawasan Cagar Alam
Gunung Tilu.
Hewan
Hutan tropis merupakan ekosistem yang sangat kaya, dan ketika memasuki hutan, Anda pasti
ingin melihat satwa apa saja yang ada dihutan tersebut. Jika anda ingin melihat satwa di
hutan, Anda harus mempunyai waktu yang lebih banyak dan khusus, terutama bila Anda
memasuki hutan hujan pegunungan yang kaya dengan beragam flora dan fauna.

Beberapa satwa bahkan spektakuler, misalnya kelompok serangga, yang berukuran kecil.
Pengamatan daun-daun dengan cermat akan sangat menarik. Dengan binokuler dan dan buku
petunjuk burung, Seorang pengamat burung dapat melakukan pengamatan perilaku berbagai
jenis satwa, termasuk monyet, trenggiling, bajing, dll. Waktu yang cukup ideal untuk
pengamatan adalah dini hari dan menjelang malam, karena waktu-waktu tersebut satwa
cukup aktif.

37 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
Berikut ini merupakan penjelasan beberapa jenis satwa yang ada di TNGP. Jenis satwa akan
diterangkan dengan nama latin, dan nama lokal satwa, dan penjelasan tentang frekwensi
satwa ditemukan , sebagai berikut:

Frekwensi perjumpaan:
Sering terlihat ***
Kadang-kadang terlihat **
Jarang terlihat *
Burung

A baby Javan hawk-eagle: this bird can be frequently seen in TNGP

Kawasan TNGP terkenal dengan kekayaan jenis burung, dengan tercatat lebih 250 jenis
burung ada di kawasan TNGP. Pengunjung yang suka mengamati burung (Bird watchers)
dapat menghubungi petugas TNGP bila ingin melakukan pengamatan.

Elang / Eagles (Family ACCIPITRIDAE) ***

Ada 16 jenis elang, tercatat berada di kawasan TNGP. Jenis Elang yang paling sering
ditemukan adalah elang berjambul (crested serpent). Elang ini berukuran sedang (50 cm)
dengan kepala berjambul kecil dan ekor berwarna putih.

Selain itu terdapat burung pemangsa yaitu Elang Hitam, yang berukuran besar (70 cm)
dengan bulu-bulu hitam. Elang hitam ini sering terlihat di sekitar Air Terjun Cibeureum.
Sering berpasangan, dan diikuti oleh seekor anak, saling memanggil, dan terbang cukup
rendah di atas pepohonan.

TNGP juga merupakan habitat bagi Elang Jawa yang langka. Elang ini berwarna creamy-buff
dan berukuran besar (60 cm). Elang Jawa memiliki bulu jambul yang besar di bagian
kepalanya. Walaupun langka dan sudah masuk kategori Endangered (E) dalam daftar IUCN
(International Union for the Conservation of Nature), dan termasuk endemik Jawa Barat,
namun satwa ini tidak sulit dijumpai. Elang jawa ini suka hinggap di dahan pohon yang
terbuka dimana merupakan tempat ideal untuk melihat mangsanya, misalnya ayam hutan dan
jenis mamalia kecil. Burung ini dikenal sebagai model dari lambang negara Indonesia
”Garuda”

Jenis burung lain: Burung hantu / Owls (order STRIGIFORMES) ***


Meninting / Fork tails (Enicurus spp.) ***
Tiung batu / Sunda whistling thrush (Myiophoneus glaucinus) ***

Javan gibbbon: the world’s most endangered gibbon

Mamalia Owa Jawa / Javan gibbon (Hylobates moloch) ***


Termasuk kategori Endangered menurut IUCN. Tubuh Owa Jawa ditutupi rambut yang
berwarna kecoklatana sampai keperakan atau kelabu, bagian atas kepala berwarna hitam,
Muka seluruhnya berwarna hitam. Owa Jawa ini mudah dikenal terutama karena tidak
berekor, sehingga tergolong kelompok kera (Apes), kelompok monyet mempunyai ekor.

38 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
Owa termasuk satwa monogami dan hanya mempunyai satu pasangan untuk seumur hidup.
“Keluarga inti”, biasanya terdiri dari 2 jantan dan 2 remaja, dan sangat territorial. Tidak
seperti jenis Owa lain, Owa Jawa Betina yang bersuara untuk mengontrol teritorialnya setiap
pagi dengan melakukan kontes suara/bernyanyi. Nama Owa berasal dari vokalisasi Owa yang
sangat khas yang bisa didengar di hutan-hutan habitat Owa.

Terdaftar dalam IUCN masuk dalam kategori Endangered. Owa Jawa sudah dilindungi
melalui Peraturan Perundang-Undangan RI sejak tahun 1931. Seperti Owa lainnya, Owa
Jawa juga sering dipelihara sebagai hewan peliharaan (Pet), dan dijual di pasar hewan.
Namun, karena peraturan perlindungan satwa ini cukup ketat, perdagangan Owa sudah tidak
dilakukan secara terang-terangan.

Kadal / Lizards (Suborder SAURIA) ***

Sedikitnya ada 3 famili kadal dapat ditemukan di kawasan TNGP yaitu : tokek, yang sering
terlihat dirumah-rumah; bengkarung, dan kadal pemanjat (the tree-climbing Agamids) .

Bunglon (Gonocephalus chamaeleontinus) / Bunglon **

Satwa ini sering menunjukkan ekspresi muka ketakutan. Seperti nama ilmiahnya,
chameleons, satwa ini dapat mengubah warna tubuhnya: dari warna hijau sampai
hitam/coklat. Anggapan salah bila dikatakan satwa ini beracun, sehingga bunglon
seringsekali di bunuh. Tidak ada keluarga kadal di Asia Tenggara yang beracun.

Jenis kadal lain: Bunglon / False calotes lizard (Pseudocalotes tympanistriga) ***
Bengkarung / Skinks (Family SCINCIDAE) ***

Ular / Snakes (Suborder SERPENTES) **

Ular pada umumnya binatang yang pemalu dan lebih suka diam. Ular hanya menyerang jika
terganggu. Walaupun, sangat jarang orang tergigit ular di dalam kawasan, tetapi lebih baik
menghindari resiko ketika berhadapan dengan ular. Banyak jenis ular di dalam kawasan
TNGP, ada yang berukuran kecil seperti cacing sampai ular besar Phyton, yang panjangnya
bisa mencapai 10 m.

Amfibi

Katak, Kodok /
Frogs, Toads Lizards (Order ANURA) ***

Jika anda ingin mencoba kehebatan anda dalam melakukan observasi, cobalah mencari
katak/kodok. Hutan di TNGP banyak terdapat katak. Mereka hidup dibawah akar-akar pohon,
didaun yang terapung di air, di atas pohon, di kumpulan air yang terdapat didasar daun
pandan, dan disekitar rawa-rawa dan sungai.

White-lipped frog (Rana chalconota) ***

39 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
Ini adalah jenis katak yang ditemukan ditempat-tempat terbuka, mudah dikenali melalui bibir
bawahnya yang putih. Katak bibir bawah putih ini tergolong pemanjat yang cukup baik,
karena itu sering disebut sebagai katak pemanjat. Memiliki jari-jari kaki yang besar dan
membulat di ujungnya, seperti penyangga untuk membantu memanjat dengan mengeluarkan
cairan seperti lem. Seperti umumnya katak, jenis ini dapat merubah warna kulitnya: hijau
ketika siang hari, coklat atau ungu ketika malam.

Surili Jawa atau Presbytis comata atau Javan Leaf Monkey merupakan lutung endemik Jawa.
Lutung yang terkadang disebut Surili saja ini hanya dapat ditemukan di Jawa bagian barat
dan tengah. Surili Jawa juga ditetapkan sebagai fauna identitas kabupaten Bogor, Jawa Barat

Surili (Presbytis comata). Surili memiliki ciri warna bulu pada bagian belakang hitam
keabuan, pada bagian kepala sampai jambul berwarna hitam. Tubuh bagian depan mulai dari
bawah dagu, dada, perut, bagian dalam lengan, kaki dan ekor berwarna putih. Warna kulit
muka dan telinga hitam pekat agak kemerahan. Warna iris mata coklat gelap.
Primata ini sangatlah pemalu dan berhati-hati. Surili hidup berkelompok dengan jumlah
anggota antara 7-12 ekor. Setiap kelompok biasanya terdiri dari satu jantan dengan satu atau
lebih betina (one male multi female troop). Surili aktif pada siang hari (diurnal) dan lebih
banyak melakukan aktivitasnya pada bagian atas dan tengah dari tajuk pohon (arboreal).
Kadang-kadang Surili turun ke dasar hutan untuk memakan tanah. Kebiasaan ini berkaitan
dengan pola makan Surili yaitu memakan dedaunan yang tinggi akan serat, sehingga ia
memerlukan unsur tambahan mineral dan juga bakteri untuk membantu proses pencernaan
daun. Surili termasuk jenis primata yang banyak mengkonsumsi daun muda atau kuncup
daun sebagai makanannya Surili merupakan satwa yang hanya terdapat (endemik) di Jawa
Barat dan Banten. Satwa ini dilindungi oleh perundang-undangan yang berlaku di Indonesia
yaitu berdasarkan SK Menteri Pertanian 5 April 1979, No. 247/Kpts/Um/1979, SK Menteri
Kehutanan tanggal 10 Juni 1991, No. 301/Kpts-II/1991 dan Undang-undang No. 5 Tahun
1990.

Penyusutan habitat merupakan ancaman terbesar bagi populasi Surili. Saat ini jenis primata
ini hanya dapat dijumpai di kawasan lindung dan konservasi dengan jumlah yang tersisa
berkisar antara 4000-6000 ekor.

TANAMAN JAWA BARAT

Setidaknya di Jawa Barat juga terdapat 1.106 jenis pohon dengan 51 jenis dengan beberapa
contoh di antaranya merupakan jenis pohon yang penting secara ekonomi dan langka
misalnya jati (Tectona grandis), rasamala (Altingia excelsa), kepuh (Sterculia foetida),
jamuju (Podocarpus imbricatus), bayur (Pterospermum javanicum), puspa (Schima wallichii),
kosambi (Schleichera oleosa), beleketebe (Sloenea sigum), pasang (Lithocarpus spp.), pedada
(Sonneratia alba), dan bakau (Rhizophora mucronata).

Pohon Gandaria Flora Identitas Provinsi Jawa barat

Gandaria merupakan nama pohon dan buah yang mempunyai nama latin (ilmiah) Bouea
macrophylla. Pohon gandaria juga ditetapkan sebagai flora identitas dari provinsi Jawa Barat,
mendampingi macan tutul (Panthera pardus) yang ditetapkan sebagai fauna identitas provinsi
Jawa Barat. Pohon gandaria (Bouea macrophylla) disebut juga
sebagai ramania atau kundangan di beberapa daerah di Indonesia disebut dengan berbagai

40 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
nama yang berbeda
seperti gandaria (Jawa), jatake, gandaria (Sunda), remieu (Gayo), barania (Dayak
ngaju), dandoriah (Minangkabau), wetes (Sulawesi Utara), Kalawasa, rapo-rapo
kebo (Makasar), buwa melawe (Bugis).
Pohon gandaria yang rimbun

Gandaria dimanfaatkan mulai dari buah, daun, hingga batangnya. Buah gandaria yang masih
muda sering dikonsumsi sebagai rujak atau campuran sambal gandaria. Buah gandaria yang
matang dapat dimakan langsung. Daun gandaria sering digunakan sebagai lalap. Sedangkan
batang gandaria dapat dimanfaatkan sebagai papan dan bahan bangunan.

Ciri-ciri. Pohon gandaria (Bouea macrophylla) mempunyai tinggi hingga mencapai 27


meter. Pohon yang ditetapkan sebagai flora identitas Jawa Barat ini memiliki tajuk yang
membulat, rimbun dengan untaian daunnya yang berjuntai. Pohon ini lambat
pertumbuhannya.
Habitat dan Persebaran. Tanaman gandaria (Bouea macrophylla) merupakan tumbuhan asli
Indonesia yang juga terdapat di semenanjung Malaysia dan Thailand. Di Indonesia tanaman
ini banyak ditemukan di Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Maluku.
Pohon gandaria tumbuh di daerah beriklim tropis yang basah. Secara alami, tumbuhan yang
menjadi flora identitas provinsi Jawa barat ini tumbuh di daerah dataran rendah hingga pada
ketinggian 300 meter dpl. Namun pada tanaman yang dibudidayakan, gandaria mampu
tumbuh dengan baik hingga ketinggian 850 meter dpl.

Pemanfaatan. Gandaria dimanfaatkan mulai dari buah, daun, hingga batangnya. Buah
gandaria yang masih muda banyak dimanfaatkan sebagai rujak atau sebagai campuran pada
sambal gandaria yang banyak diminati di Jawa Barat (Sunda). Buah Gandaria yang masih
muda dapat pula diramu menjadi rujak Kanistren yang dipergunakan dalam upacara Tebus
Wetengan pada saat wanita sunda hamil 7 bulan. Selain dibuat asinan dan sirup buah gandaria
yang sudah matang juga dapat dikonsumsi (dimakan) langsung.
Daun gandaria yang masih muda sering kali dimanfaatkan sebagai lalap. Sedangkan batang
pohon gandaria bisa digunakan sebagai papan dan bahan bangunan lainnya.

Di samping manfaat dari buah, daun, dan batang (kayu) gandaria. Pohon ini juga cocok
ditanam di halaman sebagai tanaman peneduh karena memiliki tajuk yang lebat.

Maka tidak ada salahnya ikut berpartisipasi dalam program one man one treesekaligus
mensukseskan tahun 2010 sebagai Tahun Internasional Biodiversitydengan menanam pohon
gandaria.
Klasifikasi Ilmiah: Kerajaan: Plantae; Divisi: Magnoliophyta; kelas: Magnoliopsida; Ordo:
Sapindales; Famili: Anacardiaceae; Genus: Bouea; Spesies: Bouea macrophylla.
Nama Binomial: Bouea macrophylla. Nama Indonesia: Gandaria
Kemang Tanaman Buah yang Makin Langka

Kemang (Mangifera kemanga) merupakan tanaman yang mulai langka di Indonesia.


Padahal, konon dari nama pohon sejenis mangga ini nama daerah Kemang di Jakarta berasal.
Pohon kemang yang mempunyai buah khas berbau harus menusuk dengan rasa yang masam
manis ini juga telah ditetapkan sebagai flora identitas kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Sayangnya, tumbuhan penghasil buah ini mulai langka dan sulit ditemukan.

41 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
Tanaman kemang yang makin langka ini sering kali dianggap sebagai spesies yang sama
dengan binjai, namun sejumlah pakar memisahkannya dalam jenis yang berbeda. Flora
identitas kabupaten Bogor ini mempunyai nama Indonesia, kemang. Di daerah Kalimantan
Timur sering disebut sebagai palong sedangkan berdasarkan nama ilmiah, kemang
dinamai Mangifera kemanga yang bersinonim dengan Mangifera polycarpa dan Mangifera
caesia.
Ciri-ciri Kemang. Pohon kemang tingginya mampu mencapai 45 m dengan garis tengah
batang mencapai 120 cm. Tajuk tumbuhan langka ini berbentuk menyerupai kubah dengan
percabangan yang tidak terlalu rapat. Kulit batang kemang berlekah dan mengandung getah
yang dapat menyebabkan iritasi.
Daun kemang berbentuk jorong sampai lanset. Daun-daunnya seringkali mengumpul di
ujung-ujung percabangan. Tangkai daun agak duduk (bertangkai sangat pendek) pada ranting.
Tepi daun tanaman yang langka ini terlihat menyempit di sekitar pangkal daunnya.

Perbungaan malai di ujung-ujung percabangan. Bunga kemang (Mangifera kemanga)


berwarna merah muda pucat dan beraroma harum. Buah kemang , berbentuk bulat telur
terbalik sampai lonjong dengan kulit buah tipis dan berwarna coklat kuning suram apabila
masak. Daging buah kemang berwarna keputihan, lunak, berair dan berserat. Aroma buah
kemang sangat khas dan tajam sedangkan rasa buahnya mulai asam sampai manis. Biji
kemang jorong sampai lanset.
Musim berbunga pohon kemang dimulai bulan Oktober sampai Desember. Sedang musim
berbuahnya terjadi pada musim penghujan yaitu mulai bulan November sampai Maret.

Habitat, Persebaran, dan Pembudidayaan. Pohon kemang umumnya tumbuh di dataran


rendah di daerah tropika basah di bawah ketinggian 400 m dpl. walaupun dapat dijumpai juga
hingga ketinggian 800 m dpl. Tanaman penghasil buah langka ini memerlukan persebaran
curah hujan yang merata sepanjang tahun dan tumbuh baik di pinggiran sungai yang secara
berkala tergenang air.
Pohon langka kemang ini tersebar secara alami di semenanjung Malaya, Sumatera,
Kalimantan, dan Jawa terutama bagian barat. Di sekitar Kabupaten Bogor, tumbuhan ini
banyak dibudidayakan sehingga tidak mengherankan jika kemudian berdasarkan SK Bupati
Nomor 522/185/kpts/Huk/1996, kemang ditetapkan sebagai flora identitas kabupaten Bogor.
Konon, nama daerah Kemang di Jakarta juga bermula dari banyak dijumpainya tumbuhan ini
di daerah tersebut pada masa silam.
Kemang biasanya ditanam di pekarangan dan di kebun-kebun serta di pinggiran/bantaran
sungai. Perbanyakan tanaman kemang tidak terlalu sulit, umumnya dengan cara
mengecambahkan bijinya. Namun dimungkinkan juga dengan cara enten.

Pemanfaatan. Kemang banyak dimanfaatkan buahnya yang dimakan segar ketika buah telah
masak. Buah langka ini juga dijadikan campuran dalam es buah atau digunakan juga sebagai
bahan pembuatan sirup (sari buah).
Buah yang masih muda sering dimanfaatkan sebagai bahan rujak. Biji buah kemang juga
sering dimakan dengan diiris-iris tipis dan setelah dibumbui dan ditambahi kecap. Sedangkan
daun kemang yang masih muda sering dijumpai dipergunakan oleh masyarakat Sunda
sebagai lalapan.

Mumpung tahun ini bertepatan dengan Tahun Internasional Biodiversitas dan menjelang
peringatan Hari Internasuional untuk Keanekaragaman Hayati pada 22 Mei mendatang tidak
ada salahnya jika kita menanam satu pohon kemang yang mulai langka ini untuk

42 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
menyelamatkan kepunahan biodiversity kita.
Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Plantae; Filum: Magnoliophyta; Kelas: Magnoliopsida; Ordo:
Sapindales; Famili: Anacardiaceae; Genus: Mangifera; Spesies: Mangifera kemanga;
Sinonim: Mangifera polycarpa, Mangifera caesia. Nama binomial Mangifera
kemanga (Blume, 1850).
Flora Identitas Provinsi Jawa barat

Gandaria (Bouea macrophylla), ditetapkan sebagai flora identitas dari provinsi Jawa Barat,

Kemang (Mangifera kemanga) merupakan tanaman telah ditetapkan sebagai flora identitas
kabupaten Bogor,
Elang Jawa
Elang Jawa atau dalam nama ilmiahnya Spizaetus bartelsi adalah salah satu spesies elang
berukuran sedang yang endemik di Pulau Jawa. Satwa ini dianggap identik dengan lambang
negara Republik Indonesia, yaitu Garuda. Dan sejak 1992, burung ini ditetapkan sebagai
maskot satwa langka Indonesia.
Ciri-ciri elang Jawa
Elang yang bertubuh sedang sampai besar, langsing, dengan panjang tubuh antara 60-70 cm
(dari ujung paruh hingga ujung ekor).
Kepala berwarna coklat kemerahan (kadru), dengan jambul yang tinggi menonjol (2-4 bulu,
panjang hingga 12 cm) dan tengkuk yang coklat kekuningan (kadang nampak keemasan bila
terkena sinar matahari). Jambul hitam dengan ujung putih; mahkota dan kumis berwarna
hitam, sedangkan punggung dan sayap coklat gelap. Kerongkongan keputihan dengan garis
(sebetulnya garis-garis) hitam membujur di tengahnya. Ke bawah, ke arah dada, coret-coret
hitam menyebar di atas warna kuning kecoklatan pucat, yang pada akhirnya di sebelah bawah
lagi berubah menjadi pola garis (coret-coret) rapat melintang merah sawomatang sampai
kecoklatan di atas warna pucat keputihan bulu-bulu perut dan kaki. Bulu pada kaki menutup
tungkai hingga dekat ke pangkal jari. Ekor kecoklatan dengan empat garis gelap dan lebar
melintang yang nampak jelas di sisi bawah, ujung ekor bergaris putih tipis. Betina berwarna
serupa, sedikit lebih besar.
Iris mata kuning atau kecoklatan; paruh kehitaman; sera (daging di pangkal paruh)
kekuningan; kaki (jari) kekuningan. Burung muda dengan kepala, leher dan sisi bawah tubuh
berwarna coklat kayu manis terang, tanpa coretan atau garis-garis.
Ketika terbang, elang Jawa serupa dengan elang brontok (Spizaetus cirrhatus) bentuk terang,
namun cenderung nampak lebih kecoklatan, dengan perut terlihat lebih gelap, serta berukuran
sedikit lebih kecil.
Bunyi nyaring tinggi, berulang-ulang, klii-iiw atau ii-iiiw, bervariasi antara satu hingga tiga
suku kata. Atau bunyi bernada tinggi dan cepat kli-kli-kli-kli-kli. Sedikit banyak, suaranya ini
mirip dengan suara elang brontok meski perbedaannya cukup jelas dalam nadanya.
Penyebaran, ekologi dan konservasi
Elang Jawa atau dalam nama ilmiahnya Spizaetus bartelsi adalah salah satu spesies elang
berukuran sedang yang endemik di Pulau Jawa. Satwa ini dianggap identik dengan lambang
negara Republik Indonesia, yaitu Garuda. Dan sejak 1992, burung ini ditetapkan sebagai
maskot satwa langka Indonesia.
Sebaran elang ini terbatas di Pulau Jawa, dari ujung barat (Taman Nasional Ujung Kulon)
hingga ujung timur di Semenanjung Blambangan Purwo. Namun demikian penyebarannya
kini terbatas di wilayah-wilayah dengan hutan primer dan di daerah perbukitan berhutan pada
peralihan dataran rendah dengan pegunungan. Sebagian besar ditemukan di separuh belahan
selatan Pulau Jawa. Agaknya burung ini hidup berspesialisasi pada wilayah berlereng.
Elang Jawa menyukai ekosistem hutan hujan tropika yang selalu hijau, di dataran rendah

43 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
maupun pada tempat-tempat yang lebih tinggi. Mulai dari wilayah dekat pantai seperti di
Ujung Kulon dan Meru Betiri, sampai ke hutan-hutan pegunungan bawah dan atas hingga
ketinggian 2.200 m dan kadang-kadang 3.000 m dpl.
Pada umumnya tempat tinggal elang jawa sukar untuk dicapai, meski tidak selalu jauh dari
lokasi aktifitas manusia. Agaknya burung ini sangat tergantung pada keberadaan hutan primer
sebagai tempat hidupnya. Walaupun ditemukan elang yang menggunakan hutan sekunder
sebagai tempat berburu dan bersarang, akan tetapi letaknya berdekatan dengan hutan primer
yang luas.
Burung pemangsa ini berburu dari tempat bertenggernya di pohon-pohon tinggi dalam hutan.
Dengan sigap dan tangkas menyergap aneka mangsanya yang berada di dahan pohon maupun
yang di atas tanah, seperti pelbagai jenis reptil, burung-burung sejenis walik, punai, dan
bahkan ayam kampung. Juga mamalia berukuran kecil sampai sedang seperti tupai dan
bajing, kalong, musang, sampai dengan anak monyet.
Masa bertelur tercatat mulai bulan Januari hingga Juni. Sarang berupa tumpukan ranting-
ranting berdaun yang disusun tinggi, dibuat di cabang pohon setinggi 20-30 di atas tanah.
Telur berjumlah satu butir, yang dierami selama kurang-lebih 47 hari.
Pohon sarang merupakan jenis-jenis pohon hutan yang tinggi, seperti rasamala (Altingia
excelsa), pasang (Lithocarpus dan Quercus), tusam (Pinus merkusii), puspa (Schima
wallichii), dan ki sireum (Eugenia clavimyrtus). Tidak selalu jauh berada di dalam hutan, ada
pula sarang-sarang yang ditemukan hanya sejarak 200-300 m dari tempat rekreasi.
Di habitatnya, elang Jawa menyebar jarang-jarang. Sehingga meskipun luas daerah
agihannya, total jumlahnya hanya sekitar 137-188 pasang burung, atau perkiraan jumlah
individu elang ini berkisar antara 600-1.000 ekor. Populasi yang kecil ini menghadapi
ancaman besar terhadap kelestariannya, yang disebabkan oleh kehilangan habitat dan
eksploitasi jenis. Pembalakan liar dan konversi hutan menjadi lahan pertanian telah
menyusutkan tutupan hutan primer di Jawa. Dalam pada itu, elang ini juga terus diburu orang
untuk diperjual belikan di pasar gelap sebagai satwa peliharaan. Karena kelangkaannya,
memelihara burung ini seolah menjadi kebanggaan tersendiri, dan pada gilirannya
menjadikan harga burung ini melambung tinggi.
Mempertimbangkan kecilnya populasi, wilayah agihannya yang terbatas dan tekanan tinggi
yang dihadapi itu, organisasi konservasi dunia IUCN memasukkan elang Jawa ke dalam
status EN (Endangered, terancam kepunahan). Demikian pula, Pemerintah Indonesia
menetapkannya sebagai hewan yang dilindungi oleh undang-undang.
Sesungguhnya keberadaan elang Jawa telah diketahui sejak sedini tahun 1820, tatkala van
Hasselt dan Kuhl mengoleksi dua spesimen burung ini dari kawasan Gunung Salak untuk
Museum Leiden, Negeri Belanda. Akan tetapi pada masa itu hingga akhir abad-19, spesimen-
spesimen burung ini masih dianggap sebagai jenis elang brontok.
Baru di tahun 1908, atas dasar spesimen koleksi yang dibuat oleh Max Bartels dari Pasir
Datar, Sukabumi pada tahun 1907, seorang pakar burung di Negeri Jerman, O. Finsch,
mengenalinya sebagai takson yang baru. Ia mengiranya sebagai anak jenis dari Spizaetus
kelaarti, sejenis elang yang ada di Sri Lanka. Sampai kemudian pada tahun 1924, Prof.
Stresemann memberi nama takson baru tersebut dengan epitet spesifik bartelsi, untuk
menghormati Max Bartels di atas, dan memasukkannya sebagai anak jenis elang gunung
Spizaetus nipalensis.
Demikianlah, burung ini kemudian dikenal dunia dengan nama ilmiah Spizaetus nipalensis
bartelsi, hingga akhirnya pada tahun 1953 D. Amadon mengusulkan untuk menaikkan
peringkatnya dan mendudukkannya ke dalam jenis yang tersendiri, Spizaetus bartelsi.
Di Jawa sendiri keberadaan elang Jawa terancam kepunahan, di habitatnya di Kaliurang,
Sleman, saat ini tinggal 10 ekor. Sedang secara keseluruhan populasi elang Jawa yang
merupakan binatang langka dan dilindungi ini, tidak lebih dari 100 ekor. Jumlah itu
diperkirakan akan terus menyusut mengingat banyak pemburu liar dan sulitnya

44 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
menangkarkan jenis burung ini.
Upaya pelestarian elang Jawa melalui penangkaran sangatlah sulit. Selain karena
kebiasaannya yang suka terbang jarak jauh dan habitatnya di hutan tropis basah dataran
tinggi, elang ini juga hidup secara liar.

Hewan endemic Jawa Barat :

Elang Jawa
Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) salah satu spesies endemik di Pulau Jawa, identik dengan
lambang negara Republik Indonesia, yaitu Garuda. Dan sejak 1992, burung ini ditetapkan
sebagai maskot satwa langka Indonesia.
Macan tutul
Macan tutul (Panthera pardus) yang ditetapkan sebagai fauna identitas provinsi Jawa Barat.
Mendeskripsikan sumberdaya manusia wilayah Jawa Barat

Jumlah penduduk yang besar dengan berbagai latar belakang pendidikan yang cukup baik
merupakan potensi tenaga kerja yang cukup besar untuk berbagai kegiatan. Dengan
banyaknya lembaga pendidikan tinggi dan lembaga penelitian yang baik mutunya, maka Jawa
Barat mempunyai potensi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi tinggi
untuk pengembangan industri maupun pengembangan di bidang lain.

E. Mendeskripsikan budaya Jawa Barat


Sosial Budaya
Masyarakat Jawa Barat di kenal sebagai masyarakat yang agamis, dengan kekayaan warisan
budaya dan nilai-nilai luhur tradisional, serta memiliki prilaku sosial yang berfalsafah pada
silih asih, silih asah, silih asuh, yang secara harfiah berarti saling mengasihi, saling memberi
pengetahuan dan saling mengasuh diantara warga masyarakat.
Tatanan kehidupannya lebih mengedepankan keharmonisan seperti tergambar pada pepatah;
Herang Caina beunang laukna yang berarti menyelesikan masalah tanpa menimbulkan
masalah baru atau prinsip saling menguntungkan.
Masyarakat Jawa Barat memiliki komitmen yang kuat terhadap nilai-nilai kebajikan. Hal ini
terekspresikan pada pepatah ulah unggut kalinduan, ulah gedag kaanginan; yang berarti
konsisten dan konsekuen terhadap kebenaran serta menyerasian antara hati nurani dan
rasionalitas, seperti terkandung dalam pepatah sing katepi ku ati sing kahontal ku akal, yang
berarti sebelum bertindak tetapkan dulu dalam hati dan pikiran secara seksama.
Jawa Barat di lihat dari aspek sumber daya manusia memiliki jumlah penduduk terbesar di
Indonesia dan sebagai Propinsi yang mempunyai proporsi penduduk dengan tingkat
pendidikan, jumlah lulusan strata 1, strata 2 dan strata 3, terbanyak dibandingkan dengan
propinsi lain.
Kesenian
1. Pencak silat
2. Jaipong
3. Gamelan
4. Wayang Golek
5. Kuda Renggong
6. Sisingaan
7. Kuda Lumping
8. Angklung
9. Tari Topeng
10. Degung

45 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
11. Calung
12. Tayub
13. Cianjuran
14. Tari Ketuk Tilu
15. Rampak Kendang
Jaipongan adalah sebuah genre seni tari yang lahir dari kreativitas seorang seniman
asal Bandung, Gugum Gumbira. Perhatiannya pada kesenian rakyat yang salah satunya
adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola
gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan/Bajidoranatau Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan,
pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari beberapa kesenian di atas cukup
memiliki inspirasi untuk mengembangkan tari atau kesenian yang kini dikenal dengan nama
Jaipongan.
Sebelum bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh yang melatarbelakangi
bentuk tari pergaulan ini. Di Jawa Barat misalnya, tari pergaulan merupakan pengaruh dari
Ball Room, yang biasanya dalam pertunjukan tari-tari pergaulan tak lepas dari
keberadaan ronggeng dan pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi berfungsi
untuk kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara gaul. Keberadaan ronggeng dalam seni
pertunjukan memiliki daya tarik yang mengundang simpati kaum pamogoran. Misalnya pada
tari Ketuk Tilu yang begitu dikenal oleh masyarakat Sunda, diperkirakan kesenian ini populer
sekitar tahun 1916. Sebagai seni pertunjukan rakyat, kesenian ini hanya didukung oleh unsur-
unsur sederhana, seperti waditra yang meliputi rebab, kendang, dua buah kulanter, tiga
buah ketuk, dan gong. Demikian pula dengan gerak-gerak tarinya yang tidak memiliki pola
gerak yang baku, kostum penari yang sederhana sebagai cerminan kerakyatan.

Ciri khas Jaipongan gaya kaleran, yakni keceriaan, erotis, humoris, semangat, spontanitas,
dan kesederhanaan (alami, apa adanya). Hal itu tercermin dalam pola penyajian tari pada
pertunjukannya, ada yang diberi pola (Ibing Pola) seperti pada seni Jaipongan yang ada di
Bandung, juga ada pula tarian yang tidak dipola (Ibing Saka), misalnya pada seni Jaipongan
Subang dan Karawang. Istilah ini dapat kita temui pada Jaipongan gaya kaleran, terutama di
daerah Subang. Dalam penyajiannya, Jaipongan gaya kaleran ini, sebagai berikut: 1) Tatalu;
2) Kembang Gadung; 3) Buah Kawung Gopar; 4) Tari Pembukaan (Ibing Pola), biasanya
dibawakan oleh penari tunggal atau Sinden Tatandakan (serang sinden tapi tidak bisa nyanyi
melainkan menarikan lagu sinden/juru kawih); 5) Jeblokan dan Jabanan, merupakan bagian
pertunjukan ketika para penonton (bajidor) sawer uang (jabanan) sambil salam tempel. Istilah
jeblokan diartikan sebagai pasangan yang menetap antara sinden dan penonton (bajidor).

Dewasa ini tari Jaipongan boleh disebut sebagai salah satu identitas keseniaan Jawa Barat, hal
ini nampak pada beberapa acara-acara penting yang berkenaan dengan tamu dari negara asing
yang datang ke Jawa Barat, maka disambut dengan pertunjukan tari Jaipongan. Demikian
pula dengan misi-misi kesenian ke manca negara senantiasa dilengkapi dengan tari
Jaipongan. Tari Jaipongan banyak memengaruhi kesenian-kesenian lain yang ada di
masyarakat Jawa Barat, baik pada seni pertunjukan wayang, degung, genjring/terbangan,
kacapi jaipong, dan hampir semua pertunjukan rakyat maupun pada musik dangdut modern
yang dikolaborasikan dengan Jaipong menjadi kesenian Pong-Dut.Jaipongan yang telah
diplopori oleh Mr. Nur & Leni.
Makanan
1. Batagor
2. Cireng
3. Comro
4. Misro
5. Tape singkong (Peuyeum)

46 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
6. Oncom
7. Ubi Cilembu
8. Mochi
9. Dodol Garut
10. Opak
11. Wajit
Wayang Golek
Banyak orang beranggapan bahwa seni wayang berasal dari Negeri India. Padahal menurut
R.Gunawan Djajakusumah dalam bukunya Pengenalan Wayang Golek Purwa di Jawa Barat,
hal itu tidak benar. Menurutnya, wayang adalah kebudayaan asli Indonesia (khususnya di
Pulau Jawa).
Di Jawa Barat seni wayang dinamakan ’Wayang Golek’. Artinya, menjalankan seni wayang
dengan menggunakan boneka terbuat dari kayu hampir menyerupai muka dan tubuh sosok
manusia gambaran wayang. Ada empat macam figure pada wayang golek, yaitu; figure
Rahwana ( goleknya memakai makuta dengan model sekar kluwih dan ukirannya menyerupai
ukiran jaman Kerajaan Pajajaran dan Mataram dengan keturunannya yaitu; Suyudana dan
Dursasana); figure Arjuna (menggambarkan sosok pejuang sejati yang tampan dan gagah
berani ¿ bajunya memakai supit urang ¿ seangkatannya seperti ; Bima dan Gatotkaca); figure
Garuda Mungkur (direka muka garuda dengan lidahnya keluar); figure Bineka Sari (seperti
pohon cemara disusun ke atas seperti pada wayang Kresna, Baladewa, Arimbi, Rama dan
Indra, figure Kuluk, asesoris bajunya memakai gambar garuda atau sumping seperti terdapat
pada wayang Batara guru, Karna dan Kumbangkarna. Figur-figur wayang golek tersebut
dibuat ada yang menggunakan patokan (ugaran) dan berdasarekan seni bakatnya sendiri
(berdasarkan selera masing-masing). Pembuat wayang selama ini terdapat di daerah Bogor
(selacau ¿ Batujajar) dan Cibiru ¿ Bandung.
Bagian-bagian seni wayang golek terdiri dari : Dalang (yang memainkan boneka ¿ golek
berdasarkan ceritanya); goleknya itu sendiri (jumlahnya ratusan); nayaga ¿group atau orang
yang memainkan gamelan, kendang, goong, rebab (alat musk gesek) dan juru kawih serta
juru alok). Semua bagian tersebut menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Satudengan lainnya bersinergi sesuai irama dan jalan ceritannya.
Pertunjukan wayang biasanya dilakukan pada saat adanya kenduri baik kawinan maupun
hajatan sunatan, Agustusan atau karena hal tertentu (bisanya ini dinamakan ruwatan).
Waktunya bisa semalam suntuk atau hanya beberapa jama saja. Isi ceritanya ada yang
menganut prinsip galur (diambil secara utuh berdasarkan cerita Ramayana dan Mahabrata)
dan ada yang menggunakan prinsip sempalan (mengambil bagian-bagian tertentu yang
biasanya menarik penonton seperti; peperangan, dan dialog humor).
Pertujukan wayang yang menggunakan prinsip galur waktunya semalam suntuk sedangkan
yang sempalan biasanya hanya satu sampai dua jam saja. Apalagi apabila pertunjukannya
melalui media televise yang jamtayangnya sangat terbatas mungkin hanya 45 menit saja.
Dalam kondisi masyarakat yang aktifitas socialnya tinggi dan menuntut waktu serba cepat,
maka pertunjukan yang singkat tapi padat ceritanya dan dialog humornya menarik akan
sangat diminati dibandingkan yang menggunakan jalan cerita prinsip galur ¿ dengan lama
hingga waktu subuh. Bagi masyarakat dari golongan generasi tua dan fanatic terhadapprinsip
galur wayang ia akan menyenangi jalan cerita aslinya walaupun ia dengar dan lihat berulang-
ulang. Tapi, bagi generasi muda yang haus hiburan serba instant, maka cerita-cerita sempalan
adalah paling disukai.
Pariwisata, Seni, dan Budaya
Pariwisata
Objek-objek wisata yang menarik dan banyak dikunjungi di daerah Jawa Barat:
1. Pantai Pangandaran, Ciamis
2. Pantai Pelabuhan Ratu, Sukabumi

47 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
3. Gunung Tangkuban Perahu
4. Puncak, Bogor – Cianjur
5. Ciater, Subang
6. Linggajati, kuningan
7. Kebun Raya Bogor
8. Taman Safari Indonesia
9. Taman Wisata Mekarsari
10. Keraton Kasepuhan, Cirebon
11. Keraton Kanoman Cirebon
12. Situ Patenggang, Ciwidey
13. Cipanas, Garut
14. Pantai Ujung Genteng, Sukabumi
15. Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, Bandung
16. Waduk Jatiluhur, Purwakarta
17. Waduk Cirata, Cianjur
18. Taman Bunga Nusantara, Cianjur
19. Kebun Raya Cibodas, Cianjur
20. Taman Wisata Gunung Gede Pangrango, Cipanas, Cianjur
21. Talaga Warna, Puncak, Bogor
22. Curug Cibeureum, Cipanas, Cianjur
23. Observatorium Bosscha, Bandung
24. Museum Prabu Geusan Ulun, Sumedang
25. Kampung Toga, Sumedang
26. Curug Maja, Majalengka
27. Kawah Putih, Ciwidey
Pariwisata
Sektor pariwisata juga merupakan salah satu sektor yang potensial untuk dikembangkan di
Jawa Barat. Daerah ini memiliki obyek wisata yang beragam baik wisata alam, budaya
maupun sejarah. Wisata alam antara lain kawasan Puncak, Salabintana, Lembang, Tangkuban
Perahu, Gunung Papandayan, Kebun Raya Bogor, Taman Hutan Juanda di Bandung, Taman
Nasional Gunung Gede dan Pangrango, Taman Nasional Ujung Kulon, pantai Pelabuhan
Ratu di Sukabumi, Pantai Pangandaran di Ciamis, dan Carita di Anyer. Wisata budaya antara
lain Candi Cangkuang di Leles, Garut, Perkampungan Baduy dan Sisingaan Tasikmalaya,
serta wisata sejarah seperti keraton Kasepuan Cirebon, Banten Lama di kampung Naga
Serang, peninggalan sejarah zaman batu (Megalitikum) di Cipari, Kuningan, dan
peneropongan bintang Boscha di Bandung. Jumlah hotel dan penginapan tahun 1997 adalah
1.262 hotel, dengan kapasitas kamar 37.094 buah. Di luar tempat wisata yang disebutkan itu,
masih banyak obyek wisata lainnya di Jawa Barat.
Kawasan Konservasi Garut, Kaya Keanekaragaman Hayati
Memiliki keanekaragaman hayati plasma nuftah yang bisa dikembangkan menjadi objek
wisata andalan yang alami bahkan dapat berdaya saing tinggi. Di antaranya, terdapat kawasan
hutan Telaga Bodas sebagai Cagar Alam (CA), yang kini berubah statusnya menjadi Taman
Wisata Alam (TWA) di Kecamatan Wanaraja yang sebagian termasuk wilayah Kabupaten
Tasikmalaya. Kekayaan floranya, antara lain Puspa (Schima walichii), Saninten (Castanea
argentea), Pasang (Quercus platycorpa), Suagi (Vaccinium varingifolium) serta Manglid
(Magnolia sp).Floranya berupa satwa liar di antaranya macan kumbang (panthera pardus),
kera ekor panjang (nacaca fascicularis), kijang (muntiacus muntjak), trenggiling (manis
javanicus), tupai (callaciurus notatus), burung kadanca (ducula sp), burung walet (collocalia
vulvonorum), burung puyuh (tumix suscitator) dan burung saeran (discusrus macrocaspus).
Sementara itu, CA dan TWA Papandayan Floranya secara umum didominasi oleh pohon
Suagi (Vaccinium valium) dan Edelweis (Anaphalis javanica), sedangkan vegetasi lainnya

48 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
puspa (schima walichii), saninten (castanopsis argentea), kihujan (engelhardia spicata),
jamuju (podocaspus imbricatus), pasang (quercus sp) serta manglid (magnolia
glauca).Dengan fauna berupa satwa liar antara lain babi hutan (sus vitatus), trenggiling
(manis javanica), kijang (muntiacus muntjak), lutung (trachypitecus auratus) dan beberapa
jenis burung seperti walik (treron griccipilla), dan kutilang (pycononotus aurigaste).
Kebun Raya Bogor
Kebun Raya Bogor adalah sebuah kebun penelitian besar yang terletak di Kota Bogor,
Indonesia. Luasnya mencapai 80 hektar dan memiliki 15.000 jenis koleksi pohon dan
tumbuhan. Saat ini Kebun Raya Bogor ramai dikunjungi sebagai tempat wisata, terutama hari
Sabtu dan Minggu. Di sekitar Kebun Raya Bogor tersebar pusat-pusat keilmuan yaitu
Herbarium Bogoriense, Museum Zoologi, dan IPB.
Kebun Raya Bogor pada mulanya merupakan bagian dari ‘samida’ (hutan buatan atau taman
buatan) yang paling tidak telah ada pada pemerintahan Sri Baduga Maharaja (Prabu
Siliwangi, 1474-1513) dari Kerajaan Pajajaran, sebagaimana tertulis dalam prasasti Batutulis.
Hutan buatan itu ditujukan untuk keperluan menjaga kelestarian lingkungan sebagai tempat
memelihara benih benih kayu yang langka. Di samping samida itu dibuat pula samida yang
serupa di perbatasan Cianjur dengan Bogor (Hutan Ciung Wanara).
Salah satu daya tarik utama Kebun Raya Bogor adalah bunga bangkai (Amorphophalus
titanum) karena saat-saat mendekati mekar akan mengeluarkan bau bangkai yang menyengat.
Bunga ini dapat mencapai tinggi 2m dan merupakan bunga majemuk terbesar di dunia
tumbuhan.

Gunung Gede
Gunung Gede merupakan sebuah gunung yang berada di pulau Jawa, Indonesia. Gunung
Gede berada dalam ruang lingkup Taman Nasional Gede Pangarango, yang merupakan salah
satu dari lima taman nasional yang pertama kali diumumkan di Indonesia pada tahun 1980.
Terletak diantara tiga kabupaten yaitu Kabupaten Bogor, Cianjur dan Sukabumi
Gunung Ciremai
Gunung Ciremai (atau Ceremai, Cereme, Cerme, Careme) secara administratif termasuk
dalam wilayah tiga kabupaten, yakni Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan dan
Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Posisi geografis puncaknya terletak pada 6° 53′
30″ LS dan 108° 24′ 00″ BT, dengan ketinggian 3.078 m di atas permukaan laut.
Gunung ini memiliki kawah ganda. Kawah barat yang beradius 400 m terpotong oleh kawah
timur yang beradius 600 m. Pada ketinggian sekitar 2.900 m dpl di lereng selatan terdapat
bekas titik letusan yang dinamakan Gowa Walet. Kini G. Ciremai termasuk ke dalam
kawasan (calon) Taman Nasional Gunung Ciremai, yang memiliki luas total sekitar 15.000
hektare.
Puncak gunung Ciremai dapat dicapai melalui banyak jalur pendakian. Akan tetapi yang
populer dan mudah diakses adalah melalui Desa Palutungan dan Desa Linggarjati di Kab.
Kuningan, dan Desa Apuy di Kab. Majalengka. Satu lagi jalur pendakian yang jarang
digunakan ialah melalui Desa Padabeunghar di perbatasan Kuningan dengan Majalengka di
utara. Di kota Kuningan terdapat kelompok pecinta alam “Akar” yang dapat membantu
menyediakan berbagai informasi dan pemanduan mengenai pendakian Gunung Ciremai

Pantai Pelabuhan Ratu


Pantai Pelabuhan Ratu yang terletak l.k. 60 km arah selatan dari kota Sukabumi, adalah
sebuah tempat wisata di di pesisir selatan Jawa Barat, di Samudra Hindia. Ombaknya terkenal
sangat kuat dan karena itu bisa berbahaya.
Pantai ini terkenal karena terdiri dari perpaduan antara pantai yang curam dan landai, batu-
batu karang yang terjal, hempasan ombak, dan hutan cagar alam.
Tempat ini mempunyai daya tarik sendiri, sehingga Presiden Soekarno mendirikan tempat

49 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
peristirahatannya pada tahun 1960 di Tanjo Resmi. Selain itu, atas inisiatif Soekarno pula
didirikanlah Samudera Beach Hotel, salah satu hotel mewah pertama yang dibangun di
Indonesia pada kurun waktu yang sama dengan Hotel Indonesia, Bali Beach Hotel, dan Toko
Serba Ada “Sarinah”, yang kesemuanya menggunakan dana pampasan perang dari Jepang.
Menurut kepercayaan rakyat setempat, Pantai Pelabuhan Ratu dihuni oleh Nyai Roro Kidul,
yang diakui sebagai penguasa Pantai Selatan. Kepercayaan ini begitu kuatnya sehingga konon
di Samudera Beach Hotel disediakan sebuah kamar khusus untuk tempat kediaman sang
penguasa.
Orang juga percaya bahwa di pantai Karang Hawu terdapat makam Nyai Roro Kidul

Makam Sunan Gunung Jati


Dihiasi dengan keramik buatan Cina jaman Dinasti Ming. Di komplek makam ini di samping
tempat dimakamkannya Sunan Gunung Jati juga tempat dimakamkannya Fatahilah panglima
perang pembebasan Batavia. Lokasi ini merupakan komplek pemakaman bagi keluarga
Keraton Cirebon, terletak + 6 Km ke arah Utara dari Kota Cirebon.
Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah, lahir sekitar 1450 M, namun ada juga yang
mengatakan bahwa beliau lahir pada sekitar 1448 M. Sunan Gunung Jati adalah salah satu
dari kelompok ulama besar di Jawa bernama walisongo.
Pada usia 89 tahun, Sunan Gunung Jati mundur dari jabatannya untuk hanya menekuni
dakwah. Kekuasaan itu diserahkannya kepada Pangeran Pasarean. Pada tahun 1568 M, Sunan
Gunung Jati wafat dalam usia 120 tahun, di Cirebon (dulu Carbon). Ia dimakamkan di daerah
Gunung Sembung, Gunung Jati, sekitar 15 kilometer sebelum kota Cirebon dari arah barat.
Gunung Tangkuban Parahu
Gunung Tangkuban Parahu atau Gunung Tangkuban Perahu adalah salah satu gunung yang
terletak di provinsi Jawa Barat, Indonesia. Sekitar 20 km ke arah utara Kota Bandung, dengan
rimbun pohon pinus dan hamparan kebun teh di sekitarnya, gunung Tangkuban Parahu
mempunyai ketinggian setinggi 2.084 meter.
Gunung Tangkuban Parahu mempunyai kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp
Atas, hutan Montane, dan Hutan Ericaceous atau hutan gunung.
Asal-usul Gunung Tangkuban Parahu dikaitkan dengan legenda Sangkuriang, yang
dikisahkan jatuh cinta kepada ibunya, Dayang Sumbi. Untuk menggagalkan niat anaknya
menikahinya, Dayang Sumbi mengajukan syarat supaya Sangkuriang membuat perahu dalam
semalam. Ketika usahanya gagal, Sangkuriang marah dan menendang perahu itu, sehingga
mendarat dalam keadaan terbalik. Perahu inilah yang kemudian membentuk Gunung
Tangkuban Parahu.
Museum Asia Afrika
Terletak di Jl Asia Afrika, museum ini merekam peristiwa Konferensi Asia Afrika tahun
1955 lengkap dengan koleksi photo-photo peristiwa tersebut.
Perencanaan dan pembangunan gedung Museum Asia-Afrika tersebut merupakan hasil
kolaborasi biro Aalbers en De Waal dengan WH Hoogland, di mana Hoogland banyak
memberi kontribusi pemikiran bagi pengembangan Kota Bandung.

Gedung Sate
Gedung Sate, dengan ciri khasnya berupa ornamen tusuk sate pada menara sentralnya, telah
lama menjadi penanda (landmark) Kota Bandung yang tidak saja dikenal masyarakat di Jawa
Barat, namun juga seluruh Indonesia bahkan model bangunan itu dijadikan pertanda bagi
beberapa bangunan dan tanda-tanda kota di Jawa Barat. Misalnya bentuk gedung bagian
depan Stasiun Kereta Api Tasikmalaya. Mulai dibangun tahun 1920, gedung berwarna putih
ini masih berdiri kokoh namun anggun dan kini berfungsi sebagai gedung pusat pemerintahan
Jawa Barat.
Arsitektur Gedung Sate merupakan hasil karya arsitek Ir. J.Gerber dan kelompoknya yang

50 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
tidak terlepas dari masukan maestro arsitek Belanda Dr.Hendrik Petrus, yang bernuansakan
wajah arsitektur tradisional Nusantara.

TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN KEADAAN FISIK KAWASAN


Luas dan letak Kawasan Gununga Halimun sejak zaman pemerintahan Belanda (1924)
telah ditetapkan sebagai Hutan Lindung. Kemudian pada tahun 1979 oleh Menteri Pertanian
ditetapkan sebagai Cagar Alam Gunung Halimun dengan luas 40.000 Ha, dan pada tahun
1992 ditetapkan sebagai Taman Nasional (TN) oleh Menteri Kehutanan.
Menurut administrasi pemerintahan TN Gunung Halimun termasuk wilayah Kabupaten
Bogor, Kabupaten Lebak, dan Kabupaten Sukabumi.
1. Topografi Keadaan topografi kawasan ini sebagian besar curam sampai dengan sangat
curam yaitu antara 24-45%. Ketinggian tempatnya bervariasi dari 500 sampai dengan 1929
meter di atas permukaan laut dengan keadaan lapangannya bergunung-gunung. Terdapat
beberapa puncak gunung yaitu : Gunung Halimun (1929 m), gunung Sanggabuana (1.919
m), Gunung Botol (1.720 m), gunung Kendeng (1.400 m), dan Gunung Amdan (1.463 m).
2. Iklim Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson kawasan TN. Gunung Halimun
termasuk dalam tipe iklim A. Curah hujan rata-rata berkisar antara 4.000 – 6.000 mm per
tahun. Pada kondisi normal, bulan Oktober sampai April curah Hujan rata-ratanya mencapai
400-600 mm per bulan. Pada bulan Mei hingga Agustus curah hujan rata-rata mencapai 200
mm per bulan. Musim kemarau umumnya terjadi pada bulan Mei sampai dengan bulan
September.

POTENSI BIOTIK KAWASAN

1. Flora
Vegetasi di TN Gunung Halimun mempunyai kesamaan dengan vegetasi di Sumatera
Selatan. Tipe ekosistemnya terdiri dari Sub Montana (1000-1500 m) dan Montana
(1500-2400 m). SUB MONTANA merupakan hutan yang mempunyai keragaman jenis
yang sangat tinggi dengan dominasi jenis Rasamala (Altingia excelsa), Puspa (Schima
walichii), dan pasang (Quercus sp), dengan berbagai jenis epifit seperti anggrek dan
tumbuhan memanjat. Sedangkan di Montana didominasi oleh jamuju (Podocarpus
imbricatus), kiputri (Podocarpus neriifolius), dengan sedikit jenis tumbuhan bawah. Di
kawasan ini terdapat sekitar 75 jenis anggrek yang diantaranya merupakan jenis langka
yaitu Bulbophylum binnendkii, Bulbophylum angustifolium, Coelogyne
correa, Cymbidium sundaicum dan Dendrobium raciborsckii.
2. Fauna
Dalam sejarah kawasan TN Gunung Halimun pernah tercatat sebagai habitat
kehidupaan badak Jawa (Rhinoceros sondaicus), dan Harimau Jawa (Pantera tigris).
Dari berbagai jenis satwa yang ada di kawasan ini, terdapat beberapa species dari
golongan primata yang sudah tinggal sedikit jumlahnya dan perlu dipertahankan
keberadaan yaitu Owa (Hylobates moloch), Surili (Presbitys comata), Kera (Macaca
fascicularis), dan Lutung (Tracypithacus auratus). Sedangkan satwa-satwa lainnya
adalah macam tutul (Phantera pardus), macam kumbang (Panthera bengalensis),
Kijang (Muntiacus muntjak) dan Babi Hutan (Sus scrofa).
Di kawasan TN Gunung Halimun terdapat lebih dari 130 jenis burung dan 90 jenis
diantaranya merupakan burung yang menetap dan 12 jenis merupakan jenis endemik di
jawa serta dua diantaranya dikhawatirkan punah yaitu burung matahari (Crocias

51 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
albonotatus) dan burung kuda (Gárrulas rufifrons). Jenis lainnya yang endemik di Jawa
Barat yaitu berecet (Psaltria exilis) dan burung-burung lainnya yaitu : rangkong
(Buceros rhinoceros), sepah (Anthereptes malacensis), ekek keling (Cissa thalassina),
elang ruyuk (Spilornis cheela). POTENSI WISATA ALAM
Disamping sebagai tempat penelitian dan sistem peyangga kehidupan, kawasan TN
Gunung Halimun juga merupakan tempat rekreasi dan pariwisata alam yang menarik.
Kegiatan yang dilakukan selain mengamati kehidupan satwa, menikmati pemandangan
dan gejala alam juga memotret, diantaranya beberapa tempat yang menarik untuk
dikunjungi yaitu : Air Terjun : Di dalam kawasan TN Gunung Halimun terdapat delapan
buah air terjun yang potensial untuk dikembangkan, antara lain Curug Cimantaja dan
Cipamulaan di sekitar Desa Cikuray, Kecamatan Cikidang, Curul Piit dan Cihanjawar di
sekitar perkebunan the Nirmala (Blok Hanjawar), Curul Citangkolo dan Ciraksamala di
sekitar Mekarjaya dan Curul Ciberang di Desa Cisarua, Kecamatan Cigudeg.
Bumi Perkemahan : di Cikaniki dan Citalahab yang berada di jalan antara Nirmala –
Kabandungan, tetapi dalam kawasan Taman Nasional terdapat bumi perkemahan yang
akan dikembangkan untuk menjadi bumi perkemahan yang ideal.
Candi Cibedug : di balik keindahan panorama pegunungan TN Gunung Halimun
terdapat candi tua kecil berasal dari zaman megalitik. Candi tersebut terletak di sebelah
Barat Daya, berjarak 8 km atau dua jam jalan kaki dari Desa Citorek. Daya tarik
lainnnya : Di bagian Timur dekat dengan pintu masuk utama di Cipeuteuy, terdapat
beberapa areal pertanian dan di dalam enclave Taman Nasional terdapat perkebunan teh
Nirmala. Kedua tempat tersebut mungkin dapat dikembangkan menjadi obyek wisata
agro.

TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG


(Wilayah kerja Taman Nasional Gunung Gede – Pangrango)

KEADAAN FISIK KAWASAN

Luas dan letak Situ Gunung adalah danau yang dikelilingi oleh hutan alamsub pegunungan
dan hutan tanaman Damar, ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam (TWA) berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 461/Kpts/Um/11/1975 tanggal 27 Nopember
1975 seluas 100 Ha. Menurut administrasi pemerintahan, TWa Situ Gunung termasuk
wilayah Desa Kadudampit, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi.
Secara astronomis terletak antara 106’54’37” – 106’55’30” Bujur Timar dan 06’39’40” –
06’41’12” Lintang Selatan. Topografi TWA Situ Gunung terletak di kaki Gunung
Pangrango pada ketinggian antara 950-1.036 meter dari permukaan laut. Keadaan
topografinya sebagian kecil datar dan sebagian besar bergelombang sampai berbukit.

Iklim
Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson TWA Situ Gunung mempunyai tipe iklim B
dengan curah hujan berkisar antara 1.611-4.311 mm per tahun dengan 106-187 hari hujan
per tahun. Suhu udara berkisar 160C – 280C dan kelembaban rata-rata 84%.
POTENSI BIOTIK KAWASAN
Flora
Kawasan ini mempunyai keanekaragaman flora, diantaranya adalah : Pulpa (Schima
walichii), Rasamala (Altingia Excelsa), Damar (Agathis sp.), Saninten (Castanopsis

52 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
argentea), Hamirung (Vernonea arborea), Gelam (Eugeunia fastigiata), Kisireum
(Cleistocalyx operculata), Lemo (Litsea subeba), Beleketebe (Sloamea sigum), Suren
(Toona sureni), Riung Anak (Castanopsis javanica), Walen (Picus Ribes), Merang
(Hibiscus surattensis), Kipanggung (Trevesia sondaica), Kiputat (Placchonia valida),
Karembi (Homolanthus populnea), Manggong (Macaranga rizoides). Selain jenis-jenis
tersebut di atas, terdapat juga jenis Anggrek yang dilindungi, diantaranya yaitu : Anggrek
Tanah Bunga Merah, Anggrek Tanah Bunga Putih dan Anggrek Bajing Bunga Kuning.
Jenis Anggrek tersebut mudah di jumpai di tepi jalan setapak yang terletak di perbatasan
antara TWA Situ Gunung dengan taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Fauna
Di kawasan TWA Situ Gunung terdapat 62 jenis satwa liar yang terdiri dari 41 jenis burung
(11 jenis dilindungi), dan 21 jenis mamalia (8 jenis dilindungi). Jenis mamalia yang
dilindungi di antaranya : Owa (Hylobates moloch), kucing hutan (Felis bengalensis),
Anjing Hutan (Cuon alpinus), Trenggiling (Manis Javanica), Landak (Hystrix braychura),
Surili (Presbytis comata), Kijang (Muntiacus muntjak) dan Kancil (Tragulus javanicus).
Adapun jenis mamalia yang mudah dijumpai adalah Bajing, Monyet ekor panjang, Lutung
dan Babi Hutan. Jenis burung yang dilindungi di TWA Situ Gunung adalah : Elang Bondol
(Haliastur indus), Alap-alap (Accipiter virgatus), burung Sesep made (Aethopyga eximia),
burung Kipas (Riphidura javanica), Cekakak merah (Anthreptes singalensis), burung made
Merah (Aethopyga siparaja), burung Cabe (Dicaeum trochileum). Sedang burung-burung
yang mudah dijumpai adalah Kutilang. Betet ekor panjang, Prenjak Tuwu, Emprit, Cipoh,
Kepondang, Tulung tumpuk dan Ayam hutan.
POTENSI WISATA ALAM
Daya tarik Obyek
Selain memiliki keindahan pemandangan hutan alam dan hutan tanaman, Situ Gunung
memiliki obyek wisata alam yang sangat menarik untuk dikunjungi, yaitu :

1. Telaga Situ Gunung : Sebuah telaga buatan seluas 10 Ha, dengan panoramanya yang
indah dikelilingi bukit dan tegakkan pohon damar.

2. Air terjun : air terjun Cimanaracun dan Curug Sawer salah satu keindahan alam yang
menyatu dengan lingkungan sekitarnya.

Kegiatan wisata alam yang dapat dilakukan

Sesuai dengan potensi yang di miliki TWA Situ Gunung maka wisatawan dapat melakukan
kegiatan berupa :

1. Wisata alam : berupa rekreasi di alam terbuka sambil menikmati keindahan, keunikan,
kesejukan, gejala dan panorama alam lainnya. Kegiatan lainnya yang dapat dilakukan
adalah memancing, mendaki gunung, lintas alam, photo huting, bersampan dan lain-lain.

2. Wisata Konvensi : kegiatan yang dapat dilakukan adalah konvensi, lokakarya,


workshop, rapat yang dilakukan di lingkungan alam terbuka sambil berwisata.

3. Wisata Pendidikan : berupa rekreasi di alam terbuka sambil belajar tentang alam dan
lingkungan hidup sekitarnya, sehingga dapat menanamkan rasa memiliki dan menyayangi

53 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
alam.

CAGAR ALAM CIBANTENG KEADAAN FISIK KAWASAN


Luas dan letak
Kawasan hutan Cibanteng ditetapkan sebagai Cagar Alam berdasarkan GB. Tanggal 28-5-
1925 Nomor 3 stbl 243, seluas 447 Ha. Cagar Alam ini menyatu dengan Suaka Margasatwa
Cikepuh dan terletak di sebelah Utara menurut administrasi pemerintahan termasuk Desa
Ciwaru, Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi.

Topografi
Keadaan topografi di Cagar Alam ini sebagian besar berbukit-bukit dengan kemiringan
antara 10%-30%, ketinggian berkisar 0-250 meter di atas permukaan laut.
Iklim
Menurut Klasifikasi Schmidt dan Ferguson termasuk tipe iklim C dengan rata-rata curah
hujan per tahun 3.498 mm. Bulan Kering terjadi pada bulan Juni sampai bulan Agustus.
POTENSI BIOTIK KAWASAN

Flora
Tipe vegetasi di kawasan Cagar Alam Cibanteng terdiri dari tipe hutan pantai dan hutan
dataran rendah dengan jenis flora diantaranya yaitu : Katang-katang (Ipomea pescaprae),
rumput angin (Spinefex litoralis), Katapang (Terminalia catappa), Pandan (Pandanus
tectorius), Laban (Vitex pubescens), Gebang (Crypha gebanga), Kelapa (Cocos nucifera),
Kelapa Sawit (Elaesis gunayaensis) dan Palm (Palmae).
Fauna
Kawasan Cagar Alam Cibanteng merupakan daerah hutan dan padang rumput alam yang
cukup baik untuk habitat satwa liar diantaranya : Banteng (Bos javanicus), Kera (Macaca
fascicularis), Kijang (Muntiacus muntjak), Rusa (Cervus sp), burung Rangkong (Acerus
undulatus), burung Udang (Alcedinidae sp), burung Elang Ular (Spilornis cheela bido),
Ular Hijau (Trimeresurus albolabris), ular besi (Kenocropis cellator) dan lain-lain.
AKSESIBILITAS

Untuk mencapai kawasan ini dapat ditempuh melalui rute : Bandung – Cianjur – Sukabumi
– Surade – Lokasi ± 230 Km, atau 130 Km dari sukabumi. Dan melalui laut dari Pelabuhan
ratu ± 35 Km (2 jam pelayaran dengan perahu motor nelayan).

CAGAR ALAM TANGKUBAN PERAHU – PELABUHAN RATU.

KEADAAN FISIK KAWASAN POTENSI BIOTIK KAWASAN

Flora
Jenis tumbuhan yang mendominasi kawasan ini adalah jenis pohon dari vegetasi dataran
rendah seperti : Laban (Vitex pubescens), Kiara (Picus sp), Bayur (Pterospernum
javanicum), Huru (Litsea sp) dan lain-lain.
Fauna
Di Cagar Alam ini satwanya antara lain terdiri dari beberapa jenis burung pemakan Ulat dan
penghisap madu.

54 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
SUAKA MARGASATWA CIKEPUH POTENSI BIOTIK KAWASAN

Flora
Berdasarkan hasil laporan feasibility dari Institut Teknologi Bandung tahun 1975, vegetasi
di kawasan ini dapat dibagi ke dalam bentuk formasi-formasi seperti Formasi Litoral,
Formasi Pescaprea, Formasi Baringtonia, Formasi Hutan Pantai/Dataran Rendah, Formasi
Alluvial, Formasi Padang Rumput (alam dan buatan), Formasi Hutan Tanaman.
Keadaan tipe vegetasi kawasan ini termasuk dalam tipe hutan hujan tropis dataran rendah
yang terdiri dari berbagai formasi vegetasi. Dari formasi litoral dapat ditemukan berbagai
macam ganggang laut seperti jenis Sargassum, Gelidium , Halimeda dan lain-lain. Formasi
Pescaprae tumbuhannya terdiri dari jenis ipomoea pescaprate, Ishaemum muticum, Spinifex
littoralis, Canavalia sp dan lain-lain. Formasi baringtonia tumbuhannya terdiri dari jenis
Nyamplung (Calophyllum inophyllum), katapang (Terminalia catappa), Pandan (Pandanus
tectorius), Pandan bidur, Cycas rumphii, Sophora tomentosa dan lain-lain.
Dari formasi hutan pantai/dataran rendah terdiri dari jenis pohon Kiara (Ficus sp), Laban
(Vitex fubescens), Bungur (Langerstroemi sp), Kepuh (Sterculia foetida), Diosphyros
sp dan lain-lain. Dari formasi daerah alluvial hanya ditumbuhi sejenis pal, yaitu Liguanan
sp. Dan banyak dijumpai Awi Gereng (Bambusa spinosa). Dari formasi padang rumput
terbagi dalam dua jenis, yaitu padang rumput alam yang banayk ditumbuhi oleh jenis
rumput Polonia ciliata, Aplenda mutica. Rottboella sp. Digitarua sp. Cyperus, dan padang
rumput buatan banyak ditumbuhi jenis-jenis Lantana camara, Eupathorium
odoratum, Triumfeta bartramia yang tumbuh secara liar karena padang rumput ini sudah
tidak terurus lagi. Dari formasi hutan tanaman banyak di tumbuhi oleh pohon kelapa (Cocos
nucifera) dan pohon kelapa sawit (Elaesis gynaensis) yang luasnya ± 180 Ha. Karena
daerah ini merupakan bekas daerah perkebunan.
Fauna
Dari berbagai jenis satwa liar yang dilindungi di Cikepuh, terdapat Penyu hijau (Chelonia
mydas) yang merupakan salah satu jenis satwa liar yang sudah langka, sehingga perlu
adanya usaha untuk mempertahankan kelangsungan hidup satwa tersebut. Oleh sebab itu di
Suaka Margasatwa ini telah dilaksanakan usaha-usaha pembinaan populasi penyu, yaitu di
daerah Pantai Citireum.
Jenis-jenis satwa liar lainnya yang juga tidak kalah pentingnya untuk tetap dipertahankan
kelestariannya adalah Banteng (Bos javanicus), Rusa (Cervus timorensis), Kancil (tragulus
javanicus), Babi hutan (Sus vitatus), Owa (Hylobates moloch), Kera (Macaca fascicularis),
Lutung (Trachypitechus auratus), burung Kangkareng (Anthracoceros convenxus), burung
Rangkong (Buceros rhinoceros), burung Udang (Alcendinidae sp), burung kuntul Karang
(Egreta sacra), burung Bangau Putih Susu (Nycteria cinerea), burung Merak (Pavo
muticus), burung Elang (Spilornis cheela bido), biawak (Varanus salvator) dan ular Beusi
(Kenocropis cellator).
Potensi lainnya
Selain dari berbagai jenis flora dan fauna yang beraneka ragam di suaka Margasatwa
Cikepuh dapat juga ditemukan jenis-jenis batuan yang bentuknya sangat menarik, baik yang
membentuk seperti lantai maupun membukit. Potensi lainnya di Suaka Margasatwa
Cikepuh adalah adanya obyek wisata alam yang menarik karena kawasan ini terletak
disepanjang Samudera Indonesia sehingga mempunyai banyak pantai yang menarik. Di
pantai dapat di saksikan berbagai jenis rumput laut. Pada malam harinya di pantai Citireum
dan pantai Cibulakan dapat menyaksikan penyu-penyu yang naik ke darat untuk bertelur
dan dapat di dekati tanpa mengganggunya.

55 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
CAGAR ALAM DAN TAMAN WISATA ALAM SUKAYAWANA
KEADAAN FISIK KAWASAN

Luas dan letak


Cagar Alam dan Taman Wisata Alam ini terletak di pantai Teluk Pelabuhan Ratu Samudera
Hindia/Samudera Indonesia. Menurut administrasi pemerintahan termasuk Desa Cikohok,
Kecamatan Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi.

POTENSI BIOTIK KAWASA


Flora
Cagar alam ini berfungsi sebagai peyangga akibat adanya pengikisan pantai oleh angin dan
air. Dakam cagar alam ini terdapat jenis pohon-pohonan dataran rendah diantaranya :
Merbau (Instsia bijuga), Kihiang (Albizia procera), Puspa (Schima walichii). Kiara (Ficus
sp.), Laban (Vitex pubescens), dan Degel (Crudia batamensis), Katapang (Terminalia
catappa), Pandan (Pandanus sp) dan Bayur (Pterospermum javanicum).
Fauna
Fauna yang terdapat adalah Kera (Macaca fascicularis), Lutung (Tracypithecus auratus)
adari golongan Primata, beberapa jenis burung (Aves) serta Biawak (Varanus salvator) dari
golongan Reptilia.
POTENSI WISATA ALAM

Daya tarik Obyek


Obyek wisata unggulan di TWA Sukawayana adalah terdapatnya keindahan pantai
Samudera Indonesia yang berpasir dan landai dengan latara belakang hutan pantai yang
masih rimbun. Disamping itu di sekitar kawasan ini juga terdapat beberapa obyek wisata
yang merupakan daerah tujuan wisata, diantaranya yaitu :

1. Pelabuhan nelayan dan tempat pelelangan ikan.


2. Pemandangan pantai ”Karang Hawu”.
3. Air panas di Cisolok
4. Adanya upacara adat ”Ngalabuh” yang diselenggarakan setahun sekali dan telah
diagendakan oleh pihak Dinas Pariwisata setempat.

56 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
BAB III
Pola Gaya Hidup Bangsa Indonesia

A. Nilai Sosial Budaya Indonesia

Kebudayaan adalah cara hidup manusia yang diturunkan dari satu generasi kepada yang
berikutnya melalui pengetahuan (baik bahasa maupun media simbolik lain) dan
pengalaman. Kebudayaan adalah jumlah pola-pola perilaku berbeda yang berdasarkan
pola-pola kepercayaan berbeda yang kemudian berdasarkan pola-pola nilai.

- Nilai sosial budaya

Yang sesuai seperti gotong royong.

Yang tidak sesuai, seperti individualis.

Nilal sosial budaya adalah sebuah konsep abstrak dalam diri manusia mengenal apa
yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk, indah atau tidak indah, dan benar
atau salah dalam lingkup hubungan manusia dengan Sang Pencipta, sesama manusia,
alam, dimensi ruang dan waktu, dan dalam memaknai hasil karya mereka. Sebagal
contoh, orang menganggap menolong memiliki nilal balk, sedangkan mencuri
bernilai buruk. Untuk menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau
tidak pantas, harus melalui proses menimbang. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh
kebudayaan yang dianut masyarakat. Tak heran apabila antara masyarakat yang satu
dan masyarakat yang lain terdapat perbedaan tata nilai.

Nilal sosial budaya memiliki ciri-ciri, yaitu:

1. merupakan konstruksi masyarakat sebagal hasil interaksi antarwarga masyarakat;

2. disebarkan di antara warga masyarakat (bukan bawaan lahir);

3. terbentuk melalul sosialisasi (proses belajar);

4. merupakan bagian dari usaha pemenuhan kebutuhan dan kepuasan sosial manusia;

5. bervariasi antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain;

6. dapat mempengaruhi pengembangan diri sosial;

7. memiliki pengaruh yang berbeda antarwarga masyarakat; dan

8. cenderung berkaitan satu sama lain

57 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
Berdasarkan cini-cirinya, nilal sosial budaya dapat dibagi menjadi dua

macam, yaitu sebagal berikut.

1. Nilai dominan, merupakan nilai yang dianggap lebih penting daripada nilai lainnya.
Ukuran dominan tidaknya suatu nilai didasarkan pada hal-hal berikut.

— Banyaknya orang yang menganut nilai tersebut. Sebagai contoh, sebagian besar anggota
masyarakat menghendaki perubahan ke arah yang lebih baik di segala bidang, seperti
politik, ekonomi, hukum, dan sosial budaya.

— Berapa lama nilai tersebut telah dianut oleh anggota masyarakat.

— Tinggi rendahnya usaha orang untuk dapat melaksanakan nilai tersebut. Sebagai contoh,
orang Indonesia pada umumnya berusaha pulang kampung (mudik) di hari-hari besar
keagamaan, seperti Lebaran atau Natal.

2. Nilai mendarah daging (internalized value), merupakan nilai yang telah menjadi
kepribadian dan kebiasaan sehingga ketika seseorang melakukannya, kadang tidak melalui
proses berpikir atau pertimbangan lagi (bawah sadar). Biasanya nilai ini telah tersosialisasi
sejak seseorang masih kecil. Umumnya bila nilai ini tidak dilakukan, Ia akan merasa malu,
bahkan merasa sangat bersalah. Sebagai contoh, seorang kepala keluarga yang belum
mampu memberi nafkah kepada keluarganya akan merasa sebagai kepala keluarga yang
tidak bertanggung jawab. Demikian pula seorang guru yang melihat siswanya gagal dalam
ujian akan merasa gagal dalam mendidik anak tersebut.

Salah satu nilai sosial budaya Indonesia adalah gotong-royong yang berarti bekerja
bersama-sama untuk mencapai suatu hasil yang didambakan. Bersama-sama dengan
musyawarah, pantun, Pancasila, hukum adat, ketuhanan, dan kekeluargaan, gotong royong
menjadi dasar Filsafat Indonesia seperti yang dikemukakan oleh M. Nasroen.

Ada pula nilai sosial budaya yang terbentuk karena pengaruh dan zaman (globalisasi), yaitu
individualistis. Dimana nilai sosial budaya ini tidak sesuai dengan karakteristik biogeografi
dan sosioantropologi Indonesia. Dengan munculnya sikap individualisme yang
menimbulkan ketidakpedulian antarperilaku sesama warga, maka orang tidak akan peduli
dengan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, untuk mengikis sifat individualistis tersebut
perlu dibangun kembali kesetiakawanan sosial dalam masyarakat.

Sifat individualistis merupakan salah satu penyebab terjadinya pola/gaya hidup yang tidak
sesuai dengan karakteristik biogeografi dan sosioantropologi Indonesia yang berwawasan
lingkungan, misalnya dalam hal pengambilan hasil sumber daya alam (hutan dan laut),
seperti berikut.

— Kayu, yang diambil dan pohon-pohon yang ditebang dengan sesuka hati dapat
menyebabkan hutan jadi gundul, sehingga bila hujan datang dapat menyebabkan banjir dan
tanah longsor.

58 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
— Tumbuhan, pemanfaatan tumbuhan yang berlebihan dapat mengakibatkan kerusakan
dan kepunahan. Hal ini akan berkaitan dengan rusaknya rantai makanan, sehingga
keseimbangan ekosistem akan terganggu.

— Hewan, perburuan hewan dengan alasan dimanfaatkan daging, kulit, atau bagian tubuh
lainnya jika tidak memenuhi aturan dapat mengakibatkan punahnya jenis hewan tertentu,
sehingga keseimbangan ekosistem akan terganggu.

— Pengambilan hasil laut secara berlebihan, misalnya dengan menggunakan bahan peledak
atau pukat harimau dapat merusak ekosistem laut.

— Penggalian hasil tambang yang tidak terkendali, bukan saja dapat menguras habis bahan
tambang yang ada,tetapi juga sisa-sisa galiannya dapat menimbulkan kerusakan lingkungan.
Hal ini disebabkan karena tanah sisa galian menjadi rusak, sehingga kondisinya tidak subur.
Keadaan tanah ini menyebabkan tumbuhan tidak dapat tumbuh, sehingga akan mudah
terkena erosi.

— Dari uraian di atas, kita tentu dapat memahami bahwa pola/gaya hidup yang tidak sesuai
dengan karaktenistik biogeografi dan sosioantropologi Indonesia yang berwawasan
lingkungan, dapat menimbulkan berbagai macam kerugian. Untuk itulah, harus dilakukan
pola/gaya hidup yang sesuai dengan karakteristik biogeografi dan sosioantropologi
Indonesia yang berwawasan Iingkungan, antara lain sebagai berikut.

— Melakukan penanaman kembali pohon setelah melakukan penebangan pohon


(reboisasi), serta tidak menebang pohon secara berlebihan.

— Tidak melakukan perburuan hewan secara berlebihan. Pada saat berburu mengikuti
aturan yang berlaku.

— Pupuk maupun pestisida buatan hendaknya digunakan sewajarnya, bila perlu


penggunaannya dihentikan dan diganti dengan pupuk maupun pestisida alami.

— Lakukan penangkapan ikan seperlunya dengan menggunakan alat yang hanya sedikit
merusak ekosistem laut bahkan yang aman bagi ekosistem laut (misalnya: jaring dan
pancingan).

— Sebelum dibuang ke sungai, Iimbah pabrik hendaknya diolah terlebih dahulu

B. Menjabarkan keanekaragaman sumber daya yang dimiliki oleh wilayah

Perlindungan dan pelestarian alam.

Menurut Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya


Alam Hayati dan Ekosistem Fasal 1.

Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dilaksanakan

59 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
melalui kegiatan.

a. pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya;

b. pengawetan jenis tumbuhan dan satwa.

Menurut Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
dan Ekosistem Fasal 13

1. Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa dilaksanakan di dalam dan di luar kawasan
suaka alam.

2. Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa di dalam kawasan suaka alam dilakukan
dengan membiarkan agar populasi semua jenis tumbuhan dan satwa tetap seimbang
menurut proses alami di habitatnya.

3. Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa di luar kawasan suaka alam dilakukan dengan
menjaga dan mengembangbiakkan jenis tumbuhan dan satwa untuk menghindari bahaya
kepunahan.

Konservasi adalah segenap proses pengelolaan suatu tempat agar makna kultural yang
dikandungnya terpelihara dengan baik (Piagam Burra, 1981). Konservasi adalah
pemeliharaan dan perlindungan terhadap sesuatu yang dilakukan secara teratur untuk
mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan cara pengawetan (Peter Salim dan Yenny
Salim, 1991). Kegiatan konservasi selalu berhubungan dengan suatu kawasan, kawasan itu
sendiri mempunyai pengertian yakni wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya
(UU No. 24 Tahun 1992). Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber
daya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan
berkelanjutan. Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan sumber daya buatan.

Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki
sumber daya alam yang sangat banyak. Negara kita memiliki tanah yang kaya akan mineral
dan bahan-bahan galian yang merupakan bahan mentah industri, seperti timah, aluminium,
nikel, tembaga, asbes, emas, dan perak. Di atas tanah juga tumbuh beragam tumbuhan
penghasil bahan-bahan berupa kayu, rotan, tebu, kayu putih, tembakau, sayuran, dan buah-
buahan. Lautan Indonesia juga memiliki sumber kekayaan yang tak terhingga, dan mulai
bermacam-macam ikan, tu.mbuhan laut, maupun bahan galian dan dasar laut, seperti timah
dan minyak bumi.

Sebagai bangsa yang memiliki kekayaan alam yang melimpah, sudah seharusnya kita
bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Apa bentuk syukur yang telah kita lakukan?
Padahal, kenyataannya banyak masalah lingkungan yang terjadi di sekitar kita, seperti
penebangan hutan secara liar, polusi air, polusi udara (Jakarta merupakan kota dengan udara
paling kotor ke-3 di dunia), polusi tanah, perburuan liar, penghancuran terumbu karang,
serta semburan lumpur liar di Sidoarjo (Jawa Timur). Hal mi terjadi karena keserakahan

60 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
manusia terhadap alam, berlomba-lomba menguras sumber daya alam demi kepentingan
ekonomi (eksploitasi sumber daya alam).

Seharusnya manusia memahami bahwa kekayaan alam yang kita miliki adalah bukan
warisan dan nenek moyang yang boleh kita habiskan begitu saja, melainkan harta yang
harus diwariskan secara turun-temurun dalam keadaan utuh. Oleh karena itu, perlindungan
dan pelestarian alam harus dilakukan agar sumber daya alam dapat bermanfaat dalam waktu
yang panjang serta sebagai bentuk rasa syukur kita kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
anugerah-Nya.

Berikut ini upaya-upaya perlindungan dan pelestarian alam.

1. Sumber daya alam harus dikelola untuk mendapatkan manfaat yang maksimal, tetapi
pengelolaan sumber daya alam harus diusahakan agar produktivitasnya tetap berkelanjutan.

2. Eksploitasi sumberdaya alam harusdi bawah batasdaya regenerasinya. Maksudnya,


pemanfaatan sumber daya alam harus dilakukan secara bertahap dan tidak berlebihan. Hal
mi perlu dilakukan agar sumber daya alam tersebut masih dapat beregenerasi, sehingga
terhindar dan kerusakan total maupun kepunahan.

3. Diperlukan kebijaksanaan dalam pemanfaatan sumber daya alam yang ada agar dapat
lestari dan berkelanjutan dengan menanamkan pengertian sikap serasi dengan lingkungan.

4. Di dalam pengelolaan sumber daya alam hayati perlu adanya pertimbangan-


pertimbangan sebagai berikut.

v Teknologi yang dipakai tidak sampai merusak kemampuan sumber daya alam untuk
pembaharuannya.

v Sebagian hasil panen harus digunakan untuk menjamin pertumbuhan sumber daya alam
hayati.

v Dampak negatif pengelolaannya harus ikut dikelola, misalnya dengan daur ulang.

v – Pengelolaannya harus secara serentak disertai proses pembaharuannya.

B. Peranan Manusia dalam Perubahan Sosial


Menurut Beyer (1997:97-98) perubahan sosial bisa terjadi globaluniversal, asumsi asumsi
yang mendasari terjadinya perubahan kehidupan manusia yang bersifat global-universal
adalah karena kehidupan dalam masyarakat terkait dengan pergerakan sosial
(social movement) dari para pemimpin, organisasi yang dianut, dan para pengikutnya.
Dengan mendunianya berbagai ajaran dan kehidupan sosial masyarakat menjadikan
kehidupan masyarakat tidak bisa hanya dipahami secara tradisional-partikular, tetapi
menuntut kajian global-prinsipal yang bersifat universal, seperti ia katakan berikut:
Secara mendasar pergerakan dan perubahan terhadap pelaksanaan kehidupan suatu
masyarakat senantiasa terkait, mengikuti atau nginthil (persistent) terhadap berbagai
peristiwa pergerakan sosial, yang mana pergerakan itu berdampak terhadap pola kehidupan

61 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
sosialbudaya dan keagamaan di permukaan bumi di seluruh dunia dewasa ini.

Pendapat yang berargumen global-universalisasi kehidupan sosial budaya ini berasumsi


bahwa ideologi dan kondisi politik yang melanda suatu masyarakat dapat mendorong
pluralnya suatu keyakinan dalam kehidupan masyarakat. Dalam studinya di Amerika Latin,
Drougus menemukan bahwa akibat pengaruh ideologi di era berkembangnya liberalisme
yang melanda negara-negara Amerika Latin menjadikan masyarakat Katolik yang
bercirikan wilayah pertanian di negara tersebut terplurarisasi menjadi tiga sekte, yakni
golongan rationale popular Catholic yang berpandangan rasional, renewed traditionale
Catholic yang berpandangan tradisional, dan renewed popular Catholic yang
berpandangan liberalis (Drougus, 2000:263). Menurut Drougus bahwa globalisasi ideologi
atau politik di Amerika Latin memberi pengaruh kepada variasi kehidupan masyarakat yang
terkait pula terhadap pola kehidupan sehari-hari. Di mana masing-masing kelompok
masyarakat tersebut menjalankan kehidupannya sesuai dengan rasionalitas, kondisi wilayah,
dan keyakinannya sendiri. Kelompok rasionalis menjalankan kehidupannya cenderung pada
konsep rasional (pragmatis) sehingga kelompok ini lebih terbuka pada “pembaharuan”
kehidupan sosial budayanya. Hal ini berbeda secara diametral dengan kelompok
tradisionalis yang cenderung tertutup bagi pembaharuan. Kelompok ini dalam menjalankan
kehidupannya cenderung ortodoks dan

pada “penyesuaian” terhadap kehidupan tradisi kedaerahan. Sedangkan kelompok liberalis


dalam menjalankan kehidupannya cenderung terbuka dan agak bebas bagi suatu
pembaharuan, hal ini karena pengaruh kuat dari ideologi liberal yang melanda Amerika
Latin. Dengan kata lain, pola pengelompokan kehidupan masyarakat di negara itu
didasarkan atas “rasionalitas” dalam menjalankan kehidupan sosial budayanya. Sementara
itu, Majid (2000) berasumsi bahwa menggelobalnya kehidupan umat manusia di dunia ini
adalah akibat pengaruh jaman teknologi (technical age) yang telah meramba berbagai
negara di seluruh penjuru dunia. Teori globalisasi “jaman teknologi” ini diadopsi Majid dari
konsep modernisasi Lucian W. Pey di dalamnya mengandung unsur-unsur budaya dan
pengalaman barat. Tesisnya adalah jika kemajuan teknologi itu datangnya dari Mesir atau
Timur Tengah, maka jaman teknologi (modernisasi) itu tentu ala Mesir atau Timur Tengah
dan bukan barat, karenanya jangan salahkan barat. Akibat kemajuan teknologi yang
bersumber dari barat, maka umat manusia tidak lagi dihadapkan kepada permasalahan
kulturalnya sendiri secara terpisah dan berkembang secara otonomi dari yang lain, tetapi
terdorong menuju masyarakat jagat (global) terdiri dari berbagai bangsa yang erat
berhubungan satu sama lain. Penggunaan sepenuhnya teknologi di suatu bagian dunia
(Barat) tidak lagi dapat dibatasi pengaruhnya hanya kepada tempat itu sendiri saja, tetapi
merambah ke seluruh muka bumi, meliputi seluruh budaya manusia tanpa dapat dihindari
sama sekali (Majid, 2000:453). Kemajuan teknologi barat yang pesat merupakan faktor
kunci penyebab tak dapat dihindarinya bagi menggelobalnya kehidupan manusia. Karena
kemajuan teknologi terkait langsung dengan pola kehidupan kemanusiaan. Sehingga
teknologi tak harus dihindari, akan
tetapi harus disikapi sebagai berkah demi perbaikan dan kemajuan kehidupan. Itu berarti
kehidupan sosial, budaya harus dapat diadopsi secara kreatif. Seperti tesis etika Protestan
dari Weber dan tesis kreativitas kehidupan sosial, budaya, dan keagamaan dari Bellah,
Geertz, serta Gran. Contohnya seperti pada kasus bangsa Jepang dengan

Tokugawanya dan Turki dengan Islam modernnya. Namun demikian, dijumpai pula bahwa
perubahan kehidupan suatu masyarakat itu sebenarnya adalah akibat pengaruh atau
senantiasa berkaitan dengan lingkungan di sekitarnya (secara lokal). Para ilmuwan yang

62 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
berpandangan demikian ini antara lain Waldman (2001) dalam karyanya Pikiran Primitif-
Pikiran Modern. Ia menolak teori perubahan global-universal. Asumsinya bahwa kehidupan
sosial dan budaya masyarakat berkembang sesuai dengan karakternya (yang ada di dalam)
dan mengadaptasi atau bahkan “menolak” apa yang datang dari luar. Evolusi yang bersifat
“mempertahankan diri” dalam kehidupan adalah sejalan dengan tata nilai yang ada.
Bagaimanapun kehidupan masyarakat dapat dijelaskan oleh semua perubahan budaya dan
dengan materinya yang luas, sehingga dapat melihat pengaruhnya terhadap konstruksi dan
perubahan sosial yang lebih obyektif. Karenanya perkembangannya tidak hanya bersifat
involusioner tetapi juga evolusioner, karena ia terkait dengan adaptasi terhadap budaya lain.
Walaupun demikian, tradisi kehidupan lokal lebih dipertahankan (Waldman, 2001:130-
132). Dinamika sosial dan budaya berimplikasi secara involusioner yang mengekspresikan
serta membentuk dunia di mana manusia itu hidup, bersifat lokal, dan sejalan dengan
karakter daerahnya (Geertz, 1974:87. Geertz juga menjelaskan bahwa jika disimak lebih
mendalam kekomplekan fenomena kehidupan dalam masyarakat walaupun tampak semakin
modern dan mendunia, tetapi ia sejalan dengan perkembangan kehidupan budayanya yang
involutif (terjadi proses penjlimetan) sejalan dengan kondisi wilayahnya, karena ia
merupakan limpahan kepercayaan yang bersifat isolatif. Yang tampak bahwa taraf
perkembangan sistemsistem kehidupan masyarakat yang bersifat njlimet walau amat
bervariasi, dan tidak semata-mata berdasarkan pada suatu basis evolusioner sederhana.
Sehingga dalam satu masyarakat, tarap penjelasan simbolik tentang aktualitas akhir bisa
mencapai taraf kompleksitas dan uraian sistematis yang luar biasa. Dalam kehidupan
masyarakat Jawa misalnya, walau secara sosial masyarakat tersebut senantiasa berkembang,
namun perumusannya tetap tinggal primitif (dalam arti sesungguhnya), hampir tak lebih
daripada tumpukan tradisi (kepercayaan) awal yang fragmentaris dan berupa gambaran
yang terisolasi dengan dunia lain (Geertz, 1992:48). Kuntowijayo (2001) berasumsi bahwa
kehidupan masyarakat bergerak dari “dalam” aturan menuju “keluar” kepada pola
kehidupan perubahan atau pergerakan sosial-budaya yang menggelobal atau mendunia.
Dengan demikian, maka kehidupan masyarakat yang lokalpartikular tidak sekedar
mempertahankan diri dari serangan globaluniversal, tetapi justru ia berupaya mempengaruhi
secara kreatif terhadap sosial-budaya di dunia luar yang menggelobal itu. Pandangan ini
berbeda secara diametral dari pandangan para materialisme Marxisme yang menganggap
bahwa materi, yang berada “di luar” itu menentukan atau mempe-ngaruhi yang ada “di
dalam” (aturan atau ajaran). Dengan kata lain, struktur menentukan suprastruktur.
Perubahan itu dapat mempengaruhi perubahan sosial maupun kultural. Kegiatan kehidupan
masyarakat berhubungan dengan keterkaitan, solida-ritas, serta kegiatan individu dalam
masyarakat yang terpusat pada simbol-simbol yang dianut dan sejalan dengan keberadaan
kontek daerahnya. Karena ia terkait dengan “makna” individu sendiri. Sehingga kehidupan
masyarakat berkembang dari pengaruh makna yang ada pada masing-masing individu dan
masyarakat di sekitar lingkungannya, bukan masyarakat yang ada di luar lingkungan
kehidupannya. Di sini lingkungan geografik sangat menentukan dan memberi pengaruh
terhadap kehidupan individu dan kelompok masyarakat tertentu. Karenanya terkait dengan
bagaimana individu dan kelompok mengidentifikasi diri mereka sendiri di dunia (dalam
hubungannya satu sama lain dan hubungannya dengan kondisi-kondisi sosial, budaya, dan
alam dari keberadaannya) terutama dalam acuan perubahan dalam kebudayaan, norma,
nilai, dan pranata yang terjadi di sekitarnya. Dengan demikian, berubahnya suatu
masyarakat tergantung pada bagaimana individu-individu tersebut berubah sejalan dengan
kondisi lingkungan yang ada di sekitarnya. Perubahan itu antara lain dalam bentuk sebagai
berikut.
1) Berkembang sesuai karakternya, mengadaptasi dan atau menolak yang datang dari
luar, berubah secara evolutif yang bersifat “mempertahankan diri” sejalan dengan tata nilai

63 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
yang ada (Waldman, 2001).

2) Bergerak secara involusioner, mengekspresikan serta membentuk dunia di mana


manusia itu hidup, dan sejalan fenomena sosial budaya yang bersifat lokal (Geertz, 1974).

3) Bergerak dari “dalam” menuju “keluar”, bahwa suatu kehidupan lokal-partikular


secara kreatif mempengaruhi sosial-budaya yang ada di luar (Kuntowijayo, 2001; Zahar and
Marshal, 2001; Toprak, 1999).

4) Pergerakannya berhubungan dengan keterkaitan, solidaritas, serta kegiatan individu


dan masyarakat yang terpusat pada symbol kehidupan yang dianut (Robertson, 1995;
Kuntowijoyo, 2001).

C. Kearifan Lingkungan

Dewasa ini manusia dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup berusaha mengelola
alam mengandalkan kemampuan teknologi modern dan teknik hasil riset yang maju.
Upaya tersebut sering tidak memperdulikan terhadap keharmonisan ekosistem, hal
tersebut berakibat terhadap kerusakan tatanan lingkungan. Kesadaran kembali
memperhatikan kelangsungan hidup lingkungan secara harmonis setelah melihat
kerusakan lingkungan yang sangat memprihatinkan. Penggalian kembali
pengetahuan pengelolaan lingkungan yang bijak dan berkelanjutan sering
dinyatakan sebagai kearifan lingkungan. Upaya lebih lanjut adalah bagaimana
mempertahankan kearifan lingkungan dengan tetap menerapkan teknologi sebagai
tuntutan untuk mengembangkan kemampuan berkreasi.

1. Pengertian

Dalam pengertian kamus, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata: kearifan
(wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris Indonesia John M. Echols dan Hassan
Syadily, local berarti setempat, sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan.
Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-
gagasan setempat (local)
yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh
anggota masyarakatnya.

Kearifan adalah seperangkat pengetahuan yang dikembangkan oleh suatu kelompok


masyarakat setempat (komunitas) yang terhimpun dari pengalaman panjang menggeluti
alam dalam ikatan hubungan yang saling menguntungkan kedua belah pihak (manusia dan
lingkungan) secara berkelanjutan dan dengan ritme yang harmonis. Kearifan (wisdom)
dapat disepadankan pula maknanya dengan pengetahuan, kecerdikan, kepandaian,
keberilmuan, dan kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan yang berkenaan dengan
penyelesaian atau penanggulangan suatu masalah atau serangkaian masalah yang relatif

64 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
pelik dan rumit.

Kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata: kearifan (wisdom) dan lokal
(local). Local berarti setempat, sedangkan wisdom dapat berarti kebijaksanaan. Secara
umum maka local wisdom (kearifan/kebijaksanaan setempat) dapat dipahami sebagai
gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik,
yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Kearifan lokal merupakan suatu
gagasan konseptual yang hidup dalam masyarakat, tumbuh dan berkembang secara terus-
menerus dalam kesadaran masyarakat serta berfungsi dalam mengatur kehidupan
masyarakat. Kearifan lokal yang tumbuh di masyarakat memiliki ciri yang spesifik, terkait
dengan pengelolaan
lingkungan sebagai kearifan lingkungan. Kearifan lingkungan (ecological wisdom)
merupakan pengetahuan yang diperoleh dari abstraksi pengalaman adaptasi aktif terhadap
lingkungannya yang khas. Pengetahuan tersebut diwujudkan dalam bentuk ide, aktivitas dan
peralatan. Kearifan lingkungan yang diwujudkan ke dalam tiga bentuk tersebut dipahami,
dikembangkan, dipedomani dan diwariskan secara turun-temurun oleh komunitas
pendukungnya. Kearifan lingkungan dimaksudkan sebagai aktivitas dan proses berpikir,
bertindak dan bersikap secara arif dan bijaksana dalam mengamati, memanfaatkan dan
mengolah alam sebagai suatu lingkungan hidup dan kehidupan umat manusia secara timbal
balik. Pengetahuan rakyat yang memiliki kearifan ekologis itu dikembangkan, dipahami dan
secara turun-temurun diterapkan sebagai pedoman dalam mengelola lingkungan terutama
dalam mengolah sumberdaya alam. Pengelolaan lingkungan secara arif dan
berkesinambungan itu dikembangkan mengingat pentingnya fungsi sosial lingkungan untuk
menjamin kelangsungan hidup masyarakat. Manfaat yang diperoleh manusia dari
lingkungan mereka, lebih-lebih kalau mereka berada pada taraf ekonomi sub-sistensi,
mengakibatkanorang merasa menyatu atau banyak tergantung kepada lingkungan mereka.

2. Bagaimana Cara Menggali Kearifan Lingkungan?


Kesadaran untuk mengangkat dan menggali kembali pengetahuan lokal atau kearifan
budaya masyarakat etnik muncul karena kemajuan ekonomi dan sosial masyarakat dunia
sekarang telah diiringi oleh pelbagai kerusakan lingkungan. Kedepan, masyarakat dunia
dihantui akan krisis multidimensi dan berhadapan dengan semakin meningkatnya degradasi
sumberdaya alam dan lingkungan serta pencemaran yang meluas baik di daratan, laut
maupun udara. Pengetahuan lokal yang sudah menyatu dengan sistem kepercayaan, norma
dan budaya, dan diekspresikan di dalam tradisi dan mitos, yang dianut dalam jangka waktu
cukup lama inilah yang disebut ’kearifan budaya lokal’. Pada makna yang sama berlaku
diberbagai bidang yang berkembang di masyarakat, seperti bidang pertanian, pengelolaan
hutan secara adat, pelestarian sumber air, secara umum dinyatakan sebagai kearifan lokal.
Beberapa fungsi dan

makna kearifan lokal, yaitu:

a. Berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumberdaya alam.

b. Berfungsi untuk pengembangan sumberdaya manusia, misalnya berkaitan dengan


upacara daur hidup.

c. Berfungsi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan, misalnya pada

65 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
upacara saraswati, kepercayaan dan pemujaan pada pura Panji.

d. Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan.

e. Bermakna social misalnya upacara integrasi komunal/kerabat.

f. Bermakna sosial, misalnya pada upacara daur pertanian.

g. Bermakna etika dan moral, misal yang terwujud dalam upacara Ngaben dan
penyucian roh leluhur.

h. Bermakna politik, misalnya upacara ngangkuk merana dan kekuasaan patron client.

Dari penjelasan fungsi-fungsi tersebut tampak betapa luas ranah kearifan lokal, mulai dari
yang sifatnya sangat teologis sampai yang sangat pragmatis dan teknis. Kearifan lokal yang
positif diterima secara normatif umum dan tidak ber-tentangan dengan makna kaidah ilmiah
dapat digali sebagai kearifan lingkungan.

Gambar Contoh Kearifan Lokal

Salah satu contoh kearifan lingkungan yang digali dari kearifan lokal pada upaya
pelestarian sumber air adalah kepercayaan pada sumber air yang terdapat pohon rindang
dan besar atau gua yang seram ada penghuni gaib. Konsep “pamali” atau (bhs. Jawa ora
elok) kencing dibawah pohon besar di bawahnya terdapat sumber air merupakan perilaku
masyarakat tradisional memagariperbuatan anak-cucu agar tidak merusak alam sehingga
debit dan kualitas airnya dapat terjaga. Kearifan local tersebut sulit dijelaskan secara ilmiah,
namun dapat direnungi dalam jangka waktu panjang. Bila kita melihat pada satu sisi
rasional yang semuanya harus dapat dipahami secara logika, maka hal tersebut sering
dipahami takhayul secara bulat dampaknya banyak pohon dirusak tanpa ada perasaan salah.
Kearifan lokal sebagai kearifan lingkungan saat ini sangat penting demi keharmonisan
lingkungan untuk

kelangsungan hidup berkelanjutan tanpa harus mengkorbankan rasionalitas ilmu


pengetahuan melebur dalam keyakinan tradisional secara mutlak, melainkan mengutamakan
azas manfaat dan kewajaran. Pengelolaan hutan berbasis kearifan lokal di Kabupaten Timor
merupakan contoh kearifan lingkungan yang digali dari kearifan local pengelolaan hutan
secara adat dan dipertahankan secara turun temurun. Upaya ini diangkat berdasarkan
kondisi hutan tidak dapat dipertahankan fungsinya secara tradisional dan mulai terjadi
penyerobotan lahan oleh

pihak lain yang tidak memahami tentang aturan adat atau telah menurunnya ketaatan aturan
adat oleh masyarakat setempat. Pada penggalian kearifan lokal perlu dipahami beberapa hal
agar kearifan tersebut dapat diterima dan ditaati yaitu :

a. Kearifan tersebut masih ada.

66 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
b. Kearifan tersebut sesuai dengan perkembangan masyarakat.

c. Kearifan tersebut sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

d. Kearifan tersebut diatur dengan Undang-undang.

Di kalangan masyarakat Pulau Timor dikenal konsep segitiga kehidupan “Mansian-Muit-


Nasi, Na Bua” yang berarti manusia, ternak, dan hutan merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dan saling memiliki ketergantungan. Prinsip ekosistem dan jejaring kehidupan
yang saling hidup dan menghidupi sangat dihargai. Manusia mengartikan manfaat dari
ternak dan hutan, ternak mencari makan di hutan dan manusia memelihara hutan. Jika salah
satu dari ketiga unsur ini dipisahkan akan membawa dampak bagi unsur yang lain. Seca-ra
teknis, beberapa bentuk keanekaragaman hayati di NTT sampai saat ini masih mempunyai
kontribusi

yang signifikan dalam rehabilitasi lahan, pengelolaan lingkungan dan sumberdaya hutan.

C. Bagaimana Cara Mempertahankan Kearifan Lingkungan?

Kemajemukan masyarakat Indonesia merupakan faktor pendorong sekaligus kekuatan


penggerak dalam pengelolaan lingkungan hidup. Dalam beradaptasi terhadap lingkungan,
kelompok-kelompok masyarakat tersebut mengembangkan kearifan lingkungan sebagai
hasil abstraksi pengalaman mengelola lingkungan. Keanekaragaman pola-pola adaptasi
terhadap lingkungan hidup yang dikembangkan masyarakat Indonesia yang majemuk
merupakan faktor yang harus diperhitungkan dalam perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan yang berkelanjutan. Keyakinan tradisional mengandung sejumlah besar data
empiris yang berhubungan dengan fenomena, proses dan sejarah perubahan lingkungan,
sehingga membawa implikasi bahwa sistem pengetahuan tradisional dapat memberikan
gambaran informasi yang berguna bagi perencanaan dan proses pembangunan. Dalam hal
ini, keyakinan

tradisional dipandang sebagai kearifan budaya lokal dan merupakan sumber informasi
empiris dan pengetahuan penting yang dapat ditingkatkan untuk melengkapi dan
memperkaya keseluruhan pemahaman ilmiah. Kearifan tersebut banyak berisikan gambaran
tentang anggapan masyarakat yang bersangkutan tentang hal-hal yang berkaitan dengan
struktur lingkungan, misalnya bagaimana lingkungan berfungsi,bagaimana reaksi alam
terhadap tindakan manusia, serta hubungan-hubungan (yang sebaiknya tercipta) antara
manusia (masyarakat) dan lingkungan alamnya. Penggalian terhadap kearifan budaya lokal
ditujukan untuk mengenal dan memahami fenomena alam melalui penelusuran informasi
versi masyarakat pengguna.

Kearifan lokal di masyarakat yang disari dari pengalaman dalam periode waktu panjang
sehingga tertanam keselarasan hidup dengan alam, memahami secara dalam karakter alam
dan kehidupannya diterapkan dalam mengelola alam merupakan cara untuk
mempertahankan

67 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
kearifan lingkungan. Kearifan lingkungan bukanlah tindakan tradisional yang terbelakang,
kita dapat menerapkan teknologi modern pengelolaan lingkungan, tetapi dengan
memperhatikan kearifan lokal, paduan yang porposional akan terwujud kearifan
lingkungan. Kegiatan gotong royong dalam pembuatan rumah adat (Gambar) merupakan
salah satu contoh

kearifan lokal yang dipertahankan sebagai kearifan lingkungan sosial.

Gambar Kearifan Lokal “Gotong Royong Pindah Rumah

beberapa kekayaan budaya, kearifan lokal di Nusantara yang terkait dengan pemanfaatan
alam yang pantas digali lebih lanjut makna dan fungsinya serta kondisinya sekarang dan
yang akan datang. Kearifan lokal terdapat di beberapa daerah:

1. Papua, terdapat kepercayaan te aro neweak lako (alam adalah aku). Gunung Erstberg
dan Grasberg dipercaya sebagai kepala mama, tanah dianggap sebagai bagian dari hidup
manusia. Dengan demikian maka pemanfaatan sumber daya alam secara hati-hati.
2. Serawai, Bengkulu, terdapat keyakinan celako kumali. Kelestarian lingkungan
terwujud dari kuatnya keyakinan ini yaitu tata nilai tabu dalam berladang dan tradisi tanam
tanjak.
3. Dayak Kenyah, Kalimantan Timur, terdapat tradisi tana‘ ulen. Kawasan hutan
dikuasai dan menjadi milik masyarakat adat. Pengelolaan tanah diatur dan dilindungi oleh
aturan adat.
4. Masyarakat Undau Mau, Kalimantan Barat. Masyarakat ini mengembangkan kearifan
lingkungan dalam pola penataan ruang pemukiman, dengan mengklasifikasi hutan dan
memanfaatkannya. Perladangan dilakukan dengan rotasi dengan menetapkan
masa bera, dan mereka mengenal tabu sehingga penggunaan teknologi dibatasi pada
teknologi pertanian sederhana dan ramah lingkungan.
5. Masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawinan, Kampung Dukuh Jawa Barat. Mereka
mengenal upacara tradisional, mitos, tabu, sehingga pemanfaatan hutan hati-hati. Tidak
diperbolehkan eksploitasi kecuali atas ijin sesepuh adat.

6. Bali dan Lombok, masyarakat mempunyai awig-awig.

Kerifan lokal merupakan suatu gagasan konseptual yang hidup dalam masyarakat, tumbuh
dan berkembang secara terus-menerus dalam kesadaran masyarakat, berfungsi dalam
mengatur kehidupan masyarakat dari yang sifatnya berkaitan dengan kehidupan yang sakral
sampai yang profan.

KAMPUNG NAGA

Kampung Naga terletak pada ruas jalan raya yang menghubungkan Tasikmalaya – Bandung
melalui Garut, yaitu kurang lebih pada kilometer ke 30 ke arah Barat kota Tasikmalaya.

Daya tarik obyek wisata Kampung Naga terletak pada kehidupan yang unik dari komunitas
yang terletak di Kampung Naga tersebut. Kehidupan mereka dapat berbaur dengan
masyrakat modern, beragama Islam, tetapi masih kuat memlihara Adat Istiadat leluhurnya.

68 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
Seperti berbagai upacara adat, upacara hari-hari besr Islam misalnya Upacara bulan Mulud
atau Alif dengan melaksanakan Pedaran (pembacaan Sejarah Nenek Moyang) Proses ini
dimulai dengan mandi di Sungai Ciwulan dan Wisatawan boleh mengikuti acara tersebut
dengan syarat harus patuh pada aturan disana.

Bentuk bangunan di Kampung Naga sama baik rumah, mesjid, patemon (balai pertemuan)
dan lumbung padi. Atapnya terbuat dari daun rumbia, daun kelapa, atau injuk sebagi
penutup bumbungan. Dinding rumah dan bangunan lainnya, terbuat dari anyaman bambu
(bilik). Sementara itu pintu bangunan terbuat dari serat rotan dan semua bangunan
menghadap Utara atau Selatan. Selain itu tumpukan batu yang tersusun rapi dengan tata
letak dan bahan alami merupakan ciri khas gara arsitektur dan ornamen Perkampungan
Naga.

Kasepuhan Ciptagelar

Di kampung ini , pertanian bukanlah mata pencaharian seperti daerah lainnya, tani dan
pertanian lebih merupakan bagian hidup dan kehidupan, karena padi kami ditanam satu
tahun sekali dan tidak untukdijual karena itu adat istiadat yang sudah di atur oleh leluhur
menjadi tata aturan adat yang sama sekali tidak boleh dilanggar, pertanian padi yang
diutamakan adalah penanaman padi di huma (lahan kering) yang pada setiap tahunnya
diganti dengan lahan baru penanaman, dan baru bisa kembali ditanami setelah berotasi
tujuh kali atawa tujuh tahun ke tempat semula. sedang sawah terhitung prosesi penanaman
yang tidak diutamakan karena bukan bagian dari keseharusan adat istiadat karena terhitung
proses pertanian baru pasca produksi pangan masyarakat tatanan baru.Padi yang ditanam
pun masih jenis pare kolot atau padi lama yang berbatang tinggi dan membutuhkan waktu
penanaman sekitar empat sampai enam bulanan, dan adat sitiadat mengharuskan hanya
menggunakan etem atau ketam atau ani-ani untuk memotong padi ini satu persatu batang
perbatang.
Globalisasi adalah suatu keadaan, tetapi juga suatu tindakan di mana aktivitas kehidupan
tidak lokal dalam suatu negara tetapi mendunia. Hal ini dapat dilihat pada istilah ekonomi
global ketika transaksi ekonomi dilakukan lintas negara secara massal. Istilah komunikasi
global juga kita temukan ketika kita berbincang-bincang tentang penggunaan internet
sebagai media komunikasi yang dapat mengakses berita dari seluruh dunia tanpa ada aturan
yang terlalu ketat. Globalisasi bukan gejala baru, bahkan negara-negara maju untuk masa
sekarang ini sudah menggunakan istilah globalisasi baru (new globalism). Bagi Indonesia
dan negara-negara Asia, globalisasi masih merupakan pengalaman baru. Globalisasi sebagai
gejala perubahan di masyarakat yang hampir melanda seluruh bangsa sering dianggap
ancaman dan tantangan terhadap integritas suatu negara (Hadi Soesastro dalam Jacob
Oetama, 2000:;36). Dengan demikian bila suatu negara mempunyai identitas lokal tertentu,
dalam hal ini kearifan lokal, ia tidak mungkin lepas dari pengaruh globalisasi ini (lihat juga
Seabrook, 2004).
Dalam lingkungan yang pesimistik, globalisasi menyebabkan adanya globalophobia, suatu
bentuk ketakutan terhadap arus globalisasi sehingga orang atau lembaga harus mewaspadai
secara serius dengan membuat langkah dan kebijakan tertentu. Bagaimana pun globalisasi
merupakan suatu yang tidak dapat dihindari sehingga yang terpenting adalah bagaimana
menyikapi dan memanfaatkan secara baik efek global sesuai dengan harapan dan tujuan
hidup
kita. Dalam hal kearifan lokal Nusantara, bagaimana kearifan lokal tetap dapat hidup dan
berkembang tetapi tidak ketinggalan jaman. Bagaimana kearifan local dapat mengikuti arus
perkembangan global sekaligus tetap dapat mempertahankan identitas lokal kita, akan

69 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
menyebabkan ia akan hidup terus dan mengalami penguatan. Kearifan lokal sudah
semestinya dapat berkolaborasi dengan aneka perkembangan budaya yang melanda dan
untuk tidak larut dan hilang dari identitasnya sendiri.

C. Pembangunan Berkelanjutan.

Pembangunan berkelanjutan atau suistainable development adalah suatu proses


pembangunan yang mengoptimalkan manfaat dari sumberdaya alam, dan sumberdaya
manusia, dengan menyerasikan sumber alam dengan manusia dalam pembangunan
(Yayasan SPES, 1992 :3)

Ada beberapa asumsi dasar serta ide pokok yang mendasari konsep pembangunan berlanjut
ini, yaitu :

1. Proses pembangunan ini mesti berlangsung secara berlanjut, terus menerus di topang
oleh sumber alam, kualitas lingkungan dan manusia yang berkembang secara berlanjut.

2. Sumber alam terutama udara, air, dan tanah memiliki ambang batas, diatas mana
penggunaannya akan menciutkan kualitas dan kuantitasnya. Penciutan ini berarti
berkurangnya kemampuan sumber alam tersebut untuk menopang pembangunan secara
berkelanjutan, sehingga menimbulkan gangguan pada keserasian sumber alam dengan daya
manusia.

3. Kualitas lingkungan berkorelasi langsung dengan kualitas hidup. Semakin baik


kualitas lingkungan, semakin positif pengaruhnya pada kualitas hidup, yang antara lain
tercermin pada meningkatnya kualitas fisik, pada harapan hidup, pada turunnya tingkat
kematian dan lain sebagainya.

4. Pembangunan berkelanjutan memungkinkan generasi sekarang untuk meningkatkan


kesejahteraannya, tanpa mengurangi kemungkinan bagi generasi masa depan untuk

70 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
meningkatkan kesejahteraannya.

Ignas Kleden

Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang disatu pihak mengacu pada


pemanfaatan sumber-sumber alam maupun sumberdaya manusia secara optimal, dan dilain
pihak serta pada saat yang sama memelihara keseimbangan optimal di antara berbagai
tuntutan yang saling bertentangan terhadap sumberdaya tersebut ( yayasan SPES, 1992 :
XV)

Sofyan Effendi

1. pembanguna berkelanjutan adalah pembangunan yang pemanfaatan sumberdayanya,


arah invesinya, orientasi pengembangan teknologinya dan perubahan kelembagaanya
dilakukan secara harmonis dan dengan amat memperhatikan potensi pada saat ini dan masa
depan dalam pemenuhan kebutuhan dan aspirasi masyarakat

2. Secara konseptual, pembangunan berkelanjutan sebagai transformasi progresif


terhadap struktur sosial, ekonomi dan politik untuk meningkatkan kepastian masyarakat
Indonesia dalam memenuhi kepentingannya pada saat ini tanpa mengorbankan kemampuan
generasi mendatang untuk memenuhi kepentingannya.

Konsep pembangunan yang berkesinambungan memang mengimplikasikan batas, bukan


batas absolut akan tetapi batas yang ditentukan oleh tingkat teknologi dan organisasi sosial
sekarang ini mengenai sumberdaya lingkungan serta oleh kemampuan biosfer menyerap
pengaruh-pengaruh kegiatan manusia, akan tetapi teknologi untuk memberi jalan bagi era
baru pertumbuhan ekonomi Dalam definisi diatas dapat dipahami bahwa konsep
pembangunan berkelanjutan didirikan atau didukung oleh 3 pilar, yaitu: ekonomi, sosial,
dan lingkungan. Ketiga pendekatan tersebut bukanlah pendekatan yang berdiri sendiri,
tetapi saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Secara skematis, keterkaitan antar 3
komponen dimaksud dapat digambarkan sebagai berikut (Munasinghe-Cruz, 1995).

Sumber : Askary (2003)


Gambar 2. Tiga Pilar Pembangunan Berkelanjutan
Ekonomi

Jadi sasaran ekonomi dalam pembangunan berkelanjutan adalah peningkatan ketersediaan


dan kecukupan kebutuhan ekonomi, kelestarian aset yaitu efesiensi dalam pembangunan
sumberdaya dengan pengelolaan yang ramah lingkungan dan tetap memperhitungkan
keadilan bagi masyarakat baik saat ini maupun generasi yang akan datang. Dalam hal ini
pembangunan ekonomi tidak hanya mengejar efesiensi dan pertumbuhan yang tinggi saja
tanpa memperhatikan aspek sosial dan lingkungan. Pandangan ekologis didasarkan kepada
pertimbangan bahwa perubahan lingkungan akan terjadi di waktu yang akan datang dan
dipengaruhi oleh segala aktifitas manusia.

Sosial
Pembangunan berkelanjutan adalah menekankan kepada pemberdayaan organisasi sosial
masyarakat. Pendekatan partisipatif masyarakat dalam pembangunan dilakukan dengan
menciptakan kesadaran masyarakat pada peningkatan kemampuan sumberdaya manusia,

71 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p
penghargaan terhadap bentuk kelembagaan dan organisasi sosial masyarakat sebagai satu
sistim kontrol terhadap jalannya pembangunan, pengembangan nilai-nilai masyarakat
tradisional yang mengandung keutamaan dan kearifan, meningkatkan kemandirian dan
kemampuan masyarakat dengan berorganisasi.

Lingkungan.
Disamping itu pembangunan ekonomi tanpa memperhatikan efesiensi penggunaan
sumberdaya dan kelestarian alam akan menyebabkan degradasi alam yang tidak dapat pulih
kembali, sehingga usaha yang dapat dilakukan adalah dengan efesiensi penggunaan
sumberdaya alam dan juga memberikan penilaian terhadap lingkungan dengan
mengevaluasi dampak lingkungan yang ditimbulkannya. Karena bagaimanapun proses
pembangunan yang berjalan sedikit ataupun banyak akan menimbulkan eksternalitas negatif
dimana masyarakat yang akan merasakan akibat dari kerusakan tersebut.

72 | P e n d i d i k a n L i n g k u n g a n H i d u p

Anda mungkin juga menyukai