Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Instrumen keuangan adalah suatu kontrak yang menambah nilai aset keuangan
suatu entitas dan kewajiban keuangan atau instrumen ekuitas dari entitas lain (IAI,
2012). Ada beberapa instrumen keuangan banyak digunakan oleh perusahaan seperti
perdagangan piutang dagang, obligasi, saham biasa dan saham preferen. Tetapi ada
beberapa instrumen lain yang sangat kompleks dan penggunaan instrumen tersebut
digunakan oleh manajer untuk kepentingan pajak, untuk melakukan lindung nilai aset
atau liabilitas dari suatu entitas terhadap risiko pasar seperti suku bunga, dan lindung
nilai valuta asing dan digunakan untuk membuat laporan keuangan agar terlihat baik
(Wolk et al.,2013).
perdagangan internasional seperti impor, ekspor, dan aktivitas pasar modal semakin
dinamis sehingga dapat meningkatkan tingkat risiko pada perusahaan dan investor.
Salah satu risiko yang paling penting yang terkait dengan perdagangan internasional
dan investasi adalah ketidakpastian tentang masa depan nilai tukar mata uang asing
dan tingkat suku bunga. Perubahan di pasar keuangan global dan terkait inovasi
mengurangi risiko dengan cara lindung nilai yang timbul dari perubahan kedua nilai
1
2
tukar dan suku bunga. Masalah utama dengan instrumen ini adalah standar akuntansi
al., 1997).
Pada laporan posisi keuangan bank umum hampir seluruhnya terdiri dari
investasi yang dimiliki hingga jatuh tempo, pinjaman kredit, tabungan deposito,
akan menghasilkan keuntungan dan kerugian yang belum direalisasi yang merupakan
bagian dari operasional bank dan strategi risiko manajemen (Hodder et al., 2006).
Oleh karena itu diperlukan adanya peraturan yang mengatur tentang instrumen
keuangan agar dapat memberikan informasi yang menggambarkan kinerja entitas dan
pengguna laporan keuangan (investor, kreditor, dan calon kreditor) dalam proses
mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini atau masa depan, menegaskan,
atau mengoreksi, hasil evaluasi pengguna di masa lalu. Misalnya ketika pengguna
peluang dan bereaksi dalam situasi yang merugikan (IAI, 2012). Sehingga pada
PSAK 50 (revisi 2010) yang merupakan turunan dari IAS 32, PSAK 55 (revisi 2011)
yang merupakan turunan dari IAS 39 dan PSAK 60 merupakan adopsi dari IFRS 7.
Pada Januari 2010, peraturan mengenai instrumen ini efektif diterapkan setelah
sebelumnya ditunda. Tanggal efektif tersebut tertuang dalam surat dari Dewan
Pengumuman Perubahan Tanggal Efektif PSAK No. 50 (revisi 2006) dan PSAK No.
55 (revisi 2006) tertanggal 30 Desember 2008. Namun selanjutnya PSAK ini direvisi
kembali yang akhirnya diterbitkan PSAK No. 50 (revisi 2010) telah disahkan pada
tanggal 26 November 2010, PSAK No. 55 (revisi 2011) telah disahkan pada tanggal
26 Januari 2011 dan PSAK No.60 yang disahkan pada tanggal 26 November 2010
antara PSAK No. 50 dan PSAK No. 55 (revisi 2006) dengan PSAK No. 50 (revisi
2010), PSAK No. 55 (revisi 2011) dan PSAK No. 60 yaitu tentang reklasifikasi dari
4
diukur pada nilai wajar melalui laba rugi ke pinjaman yang diberikan dan piutang dan
reklasifikasi dari tersedia untuk dijual ke pinjaman yang diberikan dan piutang. Tetapi
pengungkapan aset atau liabilitas keuangan yang diukur pada nilai wajar,
menyatakan bahwa harga penawaran terkini berlaku biasanya merupakan harga yang
sesuai untuk digunakan dalam pengukuran nilai wajar aset yang dimiliki. Menurut
terutama dalam hal instrumen keuangan. Penggunaan akuntansi nilai wajar telah
Hal ini sesuai dengan pendapat yang ada pada penelitian Rayman (2007), penggunaan
kerangka konseptual untuk pelaporan keuangan yang lebih baik pada sistem akuntansi
pengukuran yang jauh lebih didasarkan pada nilai wajar dan bukan pada nilai buku,
5
Selain itu IASB dan FASB mempercayai bahwa pengukuran nilai wajar untuk
beberapa aset keuangan dan kewajiban keuangan akan menyediakan informasi yang
biaya. Karena pengukuran nilai wajar mencerminkan arus kas dari instrumen
keuangan daripada biaya transaksi pada masa lalu (Kieso et al., 2011). PSAK 50 dan
keuangan di Indonesia (Oktavia dkk, 2014). Informasi nilai wajar harus mampu
maka informasi tersebut dikatakan tidak relevan terhadap keputusan yang diambil.
Agar relevan, informasi harus tersedia bagi pengambil keputusan sebelum informasi
al., 2011).
Harga pasar yang menjadi dasar pengukuran nilai wajar dapat diintervensi
sehingga menyebabkan suatu transaksi yang tidak wajar. Hal ini dilakukan oleh
beberapa bank yang memanipulasi pasar valuta asing. Lima bank besar secara
bersama-sama dikenai denda 3,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 39 triliun oleh
badan pengawas Inggris dan Amerika Serikat atas klaim bahwa bank-bank berusaha
memanipulasi kurs mata uang asing di pasar valuta asing. Citigroup, HSBC,
JPMorgan Chase, Royal Bank of Scotland, dan UBS didenda 5,4 miliar dollar AS
kepada lima bank setelah diadakan penyelidikan selama satu tahun tentang dugaan
bahwa pasar mata uang asing dimanipulasi. Di pasar itu, bank dan perusahaan
keuangan saling membeli dan menjual valuta asing. Jumlah valuta asing yang
diperdagangkan setiap hari mencapai 5,3 triliun dollar AS, jauh lebih besar dibanding
pasar saham dan obligasi. Sekitar 40 persen transaksi valuta asing dunia diperkirakan
menggunakan nilai tukar mata uang untuk menghargai aset mereka dan mengelola
Selain itu pengukuran nilai wajar pada instrumen keuangan sangat kompleks.
Karena apabila tidak adanya harga pasar dari pasar aktif maka pengukuran nilai wajar
manipulasi. Dengan kata lain akuntansi nilai wajar mungkin dapat meningkatkan
mengatakan banyak kelemahan terkait relevansi pengukuran nilai wajar, hal ini
berkaitan apabila tidak ada harga pasar yang tersedia, sehingga hanya mengandalkan
mengatakan bahwa harga pasar merupakan ekspektasi dari pembeli dan penjual yang
terjadi di pasar. Ekspektasi ini berdasarkan prediksi yang mana belum tentu
harga menjadi sangat tinggi atau sangat rendah. Penman (2011) berpendapat bahwa
akuntansi nilai wajar menyebabkan nilai buku akuntansi menjadi jangkar yang lemah
7
bagi investor, namun tingkat kebenaran informasi dapat dipengaruhi oleh kesalahan
atau penilai eksternal. Sedangkan penelitian yang dilakukan Yuan Lu and Mande
(2014) mengatakan bahwa hierarki dari pengukuran nilai wajar terutama berkaitan
subyektivitas. Dalam prakteknya, ketika pasar aktif untuk aset dan kewajiban
keuangan tidak ada maka pengukuran nilai wajar mungkin tidak dapat didefinisikan
dengan baik (Landsman, 2007). Di dalam model pengukuran yang ditetapkan oleh
IAS 39 terdapat beberapa instrumen keuangan yang diukur melalui nilai wajar
melalui laporan laba rugi sedangkan instrumen keuangan yang lainnya diukur
menyebabkan volatilitas laba buatan (Fietcher, 2011). Selain itu adanya kompleksitas
dari akuntansi untuk instrumen keuangan seperti opsi saham, sekuritas yang dapat
dikonversi, dan saham preferen yang sering disebut dengan sekuritas dilutif. Sekuritas
dilutif tersebut mempunyai karakteristik sebagai sekuritas utang dan ekuitas sehingga
perusahaan dapat mencatat sebagai instrumen utang atau instrumen ekuitas dalam
laporan keuangan perusahaan yang akan berdampak kepada perhitungan laba per
aset keuangan atau kewajiban keuangan yang dinilai pada nilai wajar melalui laporan
laba rugi (financial asset at fair value through profit or loss/FVTPL), investasi yang
piutang (Loan and Receivable/ L&R), dan aset keuangan tersedia untuk dijual
(available for sale/AFS). Keempat kategori aset keuangan yang tersebut diukur
nilai wajar. Pertama, pengukuran akuntansi nilai wajar untuk investasi yang dimiliki
hingga jatuh tempo yang tidak mencerminkan kondisi keuangan bank yang
sebenarnya. Konsisten dengan pandangan ini, Sheila Bair, yaitu Ketua Federal
Deposit Insurance Corporation (FDIC), yang berpendapat bahwa tidak ada relevansi
dalam menggunakan akuntansi nilai wajar untuk investasi yang dimiliki hingga jatuh
tempo (Blankespoor et al., 2013). Seperti penerapan opsi nilai wajar untuk investasi
yang dimiliki hingga jatuh tempo. Ketika perusahaan berencana akan mengelola
sekuritas tersebut hingga jatuh tempo. Tetapi pada akhir tahun perusahaan dapat
memilih menggunakan pengukuran nilai wajar atau biaya historis untuk mencatatkan
ketidakonsistenan dalam hal pencatatan dan hal ini akan berdampak pada laporan laba
Kedua, akuntansi nilai wajar untuk investasi utang tidak tepat karena pasar utang
sering tidak likuid dan pengukuran akuntansi nilai wajar untuk utang dengan suku
9
bunga tetap, menyebabkan peningkatan risiko kredit terhadap nilai utang, dan laba
bersih (Blankespoor et al., 2013). Ketiga, menurut supervisor dari Bank Sentral Eropa
mengkawatirkan dari penggunaan pengukuran nilai wajar yang dilakukan secara tidak
tepat. Institusi ini mempercayai bahwa penilaian dari instrumen keuangan seperti aset
keuangan atau kewajiban keuangan yang dinilai pada nilai wajar melalui laporan laba
rugi akan berbasis subyektifitas, penerapan opsi nilai wajar dari aset kewajiban
keuangan yang menghasilkan laba atau rugi akan digunakan untuk mempengaruhi
peringkat kredit dari suatu perusahaan dan penggunaan nilai wajar cenderung akan
Keempat, akuntansi nilai wajar terhadap kondisi operasional keuangan bank yang
terkait dengan pinjaman kredit yang dikeluarkan dengan tabungan yang diterima.
Supaya dapat mencerminkan kondisi ekonomi suatu bank maka pinjaman kredit yang
dikeluarkan dan tabungan harus diukur dengan alat ukur yang sama. Dilihat dari
perspektif ini, maka akan sulit untuk mengukur nilai wajar terhadap tabungan, maka
kedua-duanya yaitu pinjaman dan deposito sebaiknya diakui pada saat biaya
perolehan yang diamortisasi. Perbedaan pengukuran nilai wajar untuk pinjaman kredit
dan biaya historis untuk tabungan berjangka, seperti giro dan tabungan deposito yang
memiliki tarif bunga yang rendah, sehingga akan mempengaruhi secara signifikan
terhadap kondisi operasional suatu bank. Tabungan deposito berjangka tidak sensitif
digunakan untuk lindung nilai terhadap dampak perubahan suku bunga pada pinjaman
keuangan dengan volatilitas laba suatu perusahaan. Seperti hasil penelitian yang
dilakukan oleh Geraldina (2014) yang menunjukkan bahwa setelah penerapan PSAK
50 & 55 (Revisi 2006), penggunaan nilai wajar aset keuangan menurunkan informasi
tentang laba masa depan perusahaan. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Fargher dan Zhang (2014) yang menemukan bahwa adanya pengaruh kebijakan
manajer dalam menggunakan pengukuran nilai wajar dengan manajemen laba dan
rendahnya informasi laba. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Oktavia dkk
dari nilai wajar lindung nilai instrumen derivatif berpengaruh positif terhadap
penggunaan nilai wajar atas penyajian nilai suatu aset perusahaan sehingga
11
penyajiannya sudah mengadopsi konsep nilai wajar dimana pendapatan yang diakui
terhadap relevansi instrumen keuangan terhadap return saham pada perusahaan yang
penting karena terdapat klaim yang menyatakan bahwa laporan keuangan berbasis
biaya historis telah kehilangan sebagian besar relevansinya bagi investor yang
(Francis dan Schipper, 1999). Oleh sebab itu penulis tertarik mengambil judul
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan di atas, maka penulis dapat
dapat dikonversi, dan saham preferen yang sering disebut dengan sekuritas
dan ekuitas sehingga perusahaan dapat mencatat sebagai instrumen utang atau
instrumen keuangan yang diukur melalui nilai wajar melalui laporan laba rugi
buatan.
4. Akuntansi nilai wajar menyebabkan nilai buku akuntansi menjadi jangkar yang
adalah apakah relevansi nilai dari informasi nilai wajar instrumen keuangan
meningkat setelah revisi PSAK 50, 55 dan 60 tentang instrumen keuangan pada
permasalahan tidak meluas. Supaya penelitian ini mendapatkan temuan yang fokus
dan mendalam serta untuk menghindari penafsiran yang tidak diinginkan, maka
pokok masalah penelitian ini dibatasi pada relevansi nilai dari informasi nilai wajar
13
instrumen keuangan meningkat setelah revisi PSAK 50, 55 dan 60 tentang instrumen
keuangan pada perusahaan keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2009-2013.
Sesuai dengan pertanyaan penelitian, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menguji peningkatan relevansi nilai dari informasi nilai wajar instrumen keuangan
setelah dan sebelum revisi PSAK 50, 55 dan 60 tentang instrumen keuangan pada
1. Penelitian mengenai relevansi nilai menjadi penting karena terdapat klaim yang
1999).
2. Terdapat beberapa perbedaan antara PSAK No. 50 dan PSAK No. 55 (revisi
2006) dengan PSAK No. 50 (revisi 2010), PSAK No. 55 (revisi 2011) dan PSAK
No. 60 yaitu tentang reklasifikasi dari diukur pada nilai wajar melalui laba rugi
ke pinjaman yang diberikan dan piutang dan reklasifikasi dari tersedia untuk
dijual ke pinjaman yang diberikan dan piutang. Selain itu juga terkait dengan
14
pengungakapan aset atau liabilitas keuangan yang diukur pada nilai wajar,
3. Adanya fenomena yang menarik terkait dengan harga pasar. Ternyata harga pasar
yang menjadi dasar pengukuran nilai wajar dapat dimanipulasi atau dapat
diintervensi. Hal ini dilakukan oleh beberapa bank yang memanipulasi pasar
valuta asing. Lima bank besar yaitu Citigroup, HSBC, JPMorgan Chase, Royal
Bank of Scotland, dan UBS berusaha memanipulasi kurs mata uang asing di
pasar valuta asing. Citigroup, HSBC, JPMorgan Chase, Royal Bank of Scotland,
dan UBS didenda 5,4 miliar dollar AS oleh Komisi Perdagangan Berjangka
Komoditi Amerika Serikat. Lima bank tersebut di duga memanipulasi pasar mata
tukar mata uang untuk menghargai aset mereka dan mengelola risiko keuangan
1. Manfaat Teoritis
Informasi nilai wajar harus mampu membuat perbedaan dalam sebuah keputusan.
Jika tidak mempengaruhi keputusan, maka informasi tersebut dikatakan tidak relevan
terhadap keputusan yang diambil (Kieso et al., 2011). Tetapi ada fenomena yang
menarik terkait harga pasar yang menjadi dasar pengukuran nilai wajar dapat
tidak wajar. Lima bank besar yaitu Citigroup, HSBC, JPMorgan Chase, Royal Bank
of Scotland, dan UBS berusaha memanipulasi kurs mata uang asing di pasar valuta
asing.
bagi investor, namun tingkat kebenaran informasi dapat dipengaruhi oleh kesalahan
atau penilai eksternal. Dalam prakteknya, ketika pasar aktif untuk aset dan kewajiban
keuangan tidak ada maka pengukuran nilai wajar mungkin tidak dapat didefinisikan
Penelitian mengenai relevansi nilai menjadi penting karena terdapat klaim yang
sebagian besar relevansinya bagi investor yang diakibatkan oleh perubahan besar-
pengetahuan atau masukan teori baru yang berkaitan tentang relevansi nilai pada nilai
mereka dapat menentukan nilai wajar instrumen keuangan yang dimiliki, meramalkan
keuangan mereka.
2. Manfaat Praktis
relevansi nilai dari informasi nilai wajar instrumen keuangan setelah penerapan
PSAK 50, 55 dan 60 tentang instrumen keuangan pada perusahaan keuangan yang
b. Bagi Regulator
Indonesia supaya dapat membuat Standar Akuntansi Keuangan yang Long Lasting.
c. Bagi Investor
tambahan tentang relevansi nilai dari informasi nilai wajar instrumen keuangan
sehingga investor dapat menilai arus kas masa depan instrumen keuangan yang
dimilikinya, daya saing kegiatan perusahaan yang berisiko, menentukan nilai wajar
instrumen keuangan yang dimiliki ketika akan menjual instrumen keuangan tersebut
BAB I : PENDAHULUAN.
17
Bab ini akan menguraikan teori relevan dengan penelitian dan hasil
penelitian.
hipotesis.
pembahasannya.
BAB V : PENUTUP.