Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan adalah suatu hal yang penting bagi manusia, tanpa kesehatan
manusia tidak dapat melakukan aktivitas sehari-harinya. Keadaan sehat menurut
World Helath Organization (WHO) merupakan suatu keadaan sejahtera meliputi
fisik, mental, dan sosial yang bebas dari penyakit atau kecacatan. Kesehatan
merupakan faktor yang penting untuk meningkatkan kualitas hidup manusia secara
sosial dan ekonomi (Maulana, 2009). Hasil sensus penduduk pada tahun 2010,
jumlah penduduk Indonesia telah mencapai sekitar 237,6 juta jiwa (Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2011). Jumlah penduduk yang
cukup besar tersebut harus diimbangi pula dengan upaya peningkatan kualitas
hidup penduduk. Penyebaran penduduk yang belum merata, tingkat sosial ekonomi
dan pendidikan yang belum memadai, menyebabkan masyarakat kurang mampu
menjangkau tingkat kesehatan tertentu. Salah satu masalah kesehatan yang menjadi
perhatian dalam masyarakat adalah kesehatan reproduksi. Kesehatan reproduksi
menurut International Conference on Population and Development (ICPD) (1994)
dalam Efendi & Makhfudli (2009) merupakan suatu keadaan sejahtera fisik,
mental, dan sosial dalam berbagai hal yang berkaitan dengan fungsi, peran, dan
sistem reproduksi. Kesehatan reproduksi yang cukup mendapatkan perhatian yaitu
kesehatan reproduksi pada wanita. Banyak permasalahan yang menyangkut tentang
kesehatan reproduksi, salah satunya 2 adalah kanker serviks yang merupakan jenis
kanker pembunuh nomor dua setelah kanker payudara pada wanita (Irianto, 2014).
Menurut Sukaca (2009), kanker serviks merupakan suatu jenis kanker yang terjadi
pada daerah leher rahim, yaitu bagian rahim yang terletak di bawah yang membuka
ke arah lubang vagina. Kanker ini disebabkan oleh infeksi Human Papilloma Virus
(HPV). Menurut WHO (2008) dalam Departemen Kesehatan Republik Indonesia
(2010) sekitar 490.000 wanita di seluruh dunia didagnosa menderita kanker serviks
dan 240.000 kasus kematian wanita akibat kanker serviks dan 80% kasus terjadi di
negara berkembang. Menurut Yayasan Peduli Kanker Serviks Indonesia tahun
2012 penderita kanker serviks di Indonesia mencapai 15.000 kasus, sedangkan di
provinsi Jawa Tengah terdapat 2.259 kasus (Dinas Kesehatan Jawa Tengah, 2012),

1
dan di Kabupaten Sukoharjo sebanyak 74 kasus (Dinas Kesehatan Sukoharjo,
2014). Beberapa faktor yang dapat meningkatkan kejadian kanker leher rahim
tersebut antara lain paritas tinggi dengan jarak persalinan pendek, melakukan
hubungan seksual pada usia muda atau menikah di usia muda, berganti-ganti
pasangan seksual, perokok pasif dan aktif, penggunaan kontrasepsi oral dalam
jangka waktu yang lama lebih dari 5 tahun, penyakit menular seksual, dan status
ekonomi yang rendah (Irianto, 2014). Salah satu faktor penyebab tingginya angka
kejadian kanker serviks pada wanita akibat rendahnya cakupan deteksi secara dini
akibat kurangnya informasi pada masyarakat. Deteksi dini pada kanker serviks ini
merupakan sebuah terobosan yang inovatif dalam kesehatan untuk mengurangi
angka 3 kematian dan kesakitan akibat kanker tersebut (Depkes RI, 2008).
Sebagian besar wanita yang didiagnosis kanker leher rahim tidak melakukan
skrinning test atau menindak lanjuti setelah ditemukan hasil yang abnormal, selain
itu biaya untuk pemeriksaan dini kanker serviks tersebut tidak murah, sehingga
keterlambatan pemeriksaanpun terjadi akibat kurangnya pengetahuan pada
masyarakat tentang kanker serviks, sehingga kesadaran untuk melakukan deteksi
dini kanker serviks tidak dilaksanakan. Deteksi dini kanker pada leher rahim
tersebut sangat penting dilakukan, karena potensi kesembuhan akan sangat tinggi
jika masih ditemukan pada tahap prakanker. Pencegahan kanker serviks dapat
dilakukan dengan program deteksi dini (skrinning) dan pemberian vaksinasi.
Adanya program deteksi dini di negara maju, angka kejadian kanker serviks dapat
menurun (Rasjidi, 2009). Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan menurut
Rasjidi (2009) antara lain dengan Pap Smear (mengambil lendir serviks untuk
dilakukan pemeriksaan di laboratorium), kolposkopi (pemeriksaan yang dilakukan
dengan menggunakan teropong), biopsy (pemeriksaan dengan mengambil sedikit
jaringan serviks yang dicurigai), dan IVA Test (Inspeksi Visual Asam Asetat). Tes
IVA adalah sebuah pemeriksaan skrinning pada kanker serviks dengan
menggunakan asam asetat 3-5% pada inspekulo dan dapat dilihat dengan
pengamatan secara langsung. Berdasarkan hasil uji diagnostik, pemeriksaan IVA
memiliki sensitifitas 84%, spesifisitas 89%, nilai duga positif 87%, dan nilai duga
negatif 88%, 4 sedangkan pemeriksaan pap smear memiliki sensitifitas 55%,
spesifisitas 90%, nilai duga positif 84%, dan nilai duga negatif 69%, sehingga dari
hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan IVA lebih cepat memberikan

2
hasil sensitivitas yang tinggi. Metode IVA ini merupakan sebuah metode skrinning
yang praktis dan murah, sehingga diharapkan temuan kanker serviks dapat
diketahui secara dini. Penyebab yang menjadi kendala pada wanita dalam
melakukan deteksi dini kanker serviks adalah keraguan akan pentingnya
pemeriksaan, kurang pengetahuan, dan takut akan rasa sakit serta keengganan
karena malu saat dilakukannya pemeriksaan. Kesadaran yang rendah pada
masyarakat tersebut menjadi salah satu faktor yang berkontribusi terhadap
tingginya angka kejadian kanker leher rahim di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah Pengertian Tes IVA?
1.2.2 Bagaimana Keunggulan Tes IVA?
1.2.3 Bagaimana Syarat Tes IVA?
1.2.4 Apakah Faktor Risiko Penilaian IVA?
1.2.5 Apakah Tujuan Pemeriksaan IVA?
1.2.6 Apakah Peralatan dan Bahan yang Digunakan dalam Pemeriksaan IVA?
1.2.7 Bagaimana Hasil Pemeriksaan IVA?
1.2.8 Bagaimana Tindakan Pemeriksaan IVA?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Untuk Mengetahui Pengertian Tes IVA
1.3.2 Untuk Mengetahui Keunggulan Tes IVA
1.3.3 Untuk Mengetahui Syarat Tes IVA
1.3.4 Untuk Mengetahui Faktor Risiko Penilaian IVA
1.3.5 Untuk Mengetahui Tujuan Pemeriksaan IVA
1.3.6 Untuk Mengetahui Peralatan dan Bahan yang Digunakan dalam
Pemeriksaan IVA
1.3.7 Untuk Mengetahui Hasil Pemeriksaan IVA
1.3.8 Untuk Mengetahui Tindakan Pemeriksaan IVA

3
4
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)


2.1.1 Pengertian
IVA adalah cara yang mudah murah dan dapat dilakukan oleh bidan
atau tenaga medis puskesmas, prinsip kerja pemeriksaan ini adalah dengan
cara mengolesi mulut rahim dengan asam asetat. Kondisi kesamaan lendir
di permukaan mulut rahim yang telah terinfeksi oleh sel prakanker akan
berubah warna menjadi putih. Melalui bantuan cahaya petugas medis akan
dapat melihat bercak putih pada mulut rahim.
Pemeriksaan serviks secara visual menggunakan asam cuka (IVA)
berarti melihat serviks dengan mata telanjang untuk mendeteksi
absornormalitas setelah pengolesan asam asetat atau cuka (3-5%). Daerah
yang tidak normal akan berubah warna dengan batas yang tegas menjadi
putih (acetowhite), yang mengindikasikan bahwa serviks mungkin memiliki
lesi prakanker. IVA adalah praktek yang dianjurkan untuk fasilitas dengan
sumber daya rendah dibandingkan dengan jenis penapisan lain.
2.1.2 Keunggulan IVA
a. Aman, tidak mahal dan mudah dilakukan
b. Kinerja tes tersebut sama dengan tes-tes lain yang digunakan untuk
penapisan kanker rahim
c. Dapat dipelajari dan dilakukan oleh hampir semua tenaga kesehatan
disemua jenjang sistem kesehatan
d. Memberikan hasil segera sehingga dapat segeradiambil keputusan
mengenai penatalaksanaannya (pengobatan atau rujukan)

e. Sebagian besar peralatan dan bahan untuk pelayanan ini mudah didapat

f. Pengobatan langsung dengan krioterapi berkaitan dengan penapisan

g. Tidak bersifat infasif dan dengan efektif dapat mengidentifikasi


berbagai lesi prakanker.

5
2.1.3 Syarat IVA
a. Dilakukan diluar siklus haid
b. Pada masa kehamilan, nifas dan paska keguguran
c. Sebelum menopaus.Pada pasien menopause sudah tidak kelihatan,
deteksi bisa dilakukan dengan pap smear

2.1.4 Faktor risiko penilaian IVA


a. Paritas
b. Usia pertama kali berhubungan seksual atau usia pertama kali menikah
c. Pemakaian alat KB
d. Jumlah pasangan seksual atau sudah berapa kali menikah
e. Riwayat infeksi menular seksual (termasuk HIV)
f. Merokok
g. Riwayat hasil tes pap smear sebelumnya yang abnormal
h. Ibu atau saudara perempuan kandung yang menderita kanker leher
rahim
i. Penggunaan steroid atau obat-obat alergi yang lama (kronis)

2.1.5 Tujuan pemeriksaan IVA


a. Mendapatkan kanker serviks pada stadium lebih awal
b. Untuk mendeteksi secara dini adanya perubahan sel mulut rahim yang
dapat mengarah ke kanker mulut rahim beberapa tahun kemudian
c. Penangan secara dini dapat dilakukan sehingga terhindar dari kanker
mulut rahim
d. Pengobatan diharapkan berhasil lebih baik

2.1.6 Peralatan dan bahan


Peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk pemeriksaan IVA
menurut Depkes RI (2007):
a. Meja periksa gynekologi dan kursi
b. Sumber cahaya yang memadai agar cukup menyinari vagina dan serviks
c. Spekulum graves bivalved (cocor bebek)

6
d. Nampan atau wadah
e. Sarana pencegahan infeksi
f. Kapas lidi
g. Sarung tangan periksa sekali pakai
h. Spatula kayu yang masih baru
i. Larutan asam asetat (3-5%)
j. Larutan clorin 0,5% untuk mensterilkan alat dan sarung tangan

2.1.7 Hasil pemeriksaan IVA


Ada beberapa kategori yang dapat dipergunakan, salah satu kategori
adalah:
a. IVA negatif, maka akan menunjukkan leher rahim normal
b. IVA radang, adalah serviks dengan radang (servisitis) atau kelainan
jinak lainnya (polip serviks)
c. IVA positif, adalah ditemukannya bercak putih (aceto white
epithelium), inilah gejala prakanker. Kelompok ini yang menjadi
sasaran temuan skrining kanker seviks dengan metode IVA. Sebab
temuan ini mengarah pada diagnosis serviks prakanker (displasia
ringan, sedang, berat atau kanker serviks insitu).
Bila ditemukan IVA Positif, dilakukan krioterapi, elektrokauterisasi atau eksisi
LEEP/LLETZ.
- Krioterapi dilakukan oleh dokter umum, dokter spesialis obstetri dan ginekologi
atau konsultan onkologi ginekologi
- Elektrokauterisasi, LEEP/LLETZ dilakukan oleh dokter spesialis obstetri dan
ginekologi atau konsultan onkologi ginekologi

7
IV Positif (lesi<75%, lesi < 2 mm di luar batas krioprob termasuk ujung
prob, tidak ada perluasan dinding vagina ke dalam kanal di luar jangkauan
krioprob)

Tawarkan Tawarkan
pengobatan segera Tawarkan pengobatan waktu
Ibu tidak pindah pengobatan setelah kunjungan berbeda
ruang intara tes IVA konseling Ibu Ibu mendapat janji
dan pengobatan. meninggalkan untuk konseling
Dia harus ruang pemeriksaan dan pengobatan
menerima dan mendapat pada hari lain atau
konseling mengenai konseling di ruang di tempat lain.
pengobatan yang berbeda. Waktu kunjungan
sebelum tes dimulai Setelah konseling harus spesifik.
dan diberi selesai, dia dapat Petugas harus
kesempatan untuk kembali ke ruang mampu
bertanya atau periksa/pengobatan menghubungi ibu
memperkuat untuk mendapat jika ada perubahan
konseling di antara pengobatan. jadwal atau jika ibu
tes dan pengobatan. tidak datang.

d. IVA kanker serviks,pada tahap ini sangatsulit menemukan temuan


stadium kanker serviks
e. Walaupun demikian akan bermanfaat pada penurunan kematian, akibat
kanker serviks bila ditemukan masih dalam stadium invasiv dini
(Stadium IB-IIA).

2.1.8 Tindakan pemeriksaan IVA


Tindakan IVA menurut (Depkes RI, 2007) meliputi:
a. Menanyakan riwayat singkat tentang kesehatan reproduksi antara lain:
1. Paritas
2. Usia pertama kali berhubungan seksual atau usia pertama kali
menikah
3. Pemakaian alat KB
4. Jumlah pasangan seksual atau sudah berapa kali menikah
5. Riwayat infeksi menular seksual (termasuk HIV)
6. Merokok
7. Riwayat hasil tes pap sebelumnya yang abnormal

8
8. Ibu atau saudara perempuan kandung yang menderita kanker leher
rahim
9. Penggunaan steroid atau obat-obatan alergi yang lama (kronis)

b. Langkah yang dilakukan


1. Inspeksi genetalia eksterna, apakah terjadi discharge pada mulut
uretra
2. Masukkan spekulum sepenuhnya secara perlahan untuk melihat
serviks. Atur spekulum sehingga seluruh leher rahim dapat terlihat
3. Pindahkan sumber cahaya agar serviks dapat terlihat dengan jelas
4. Amati serviks apakah ada infeksi, keputihan, kista
5. Gunakan lidi kapas untuk membersihkan cairan yang keluar. Buang
lidi kapas ke dalam wadah
6. Identifikasi ostium servikalis dan daerah di sekitarnya
7. Basahi kapas lidi dengan larutan asam asetat dan oleskan pada
serviks sampai seluruh permukaan serviks benar-benar telah terolesi
secara merata. Buang kapas lidi yang telah terpakai.
8. Tunggu 1 menit agar terserap dan memunculkan reaksi acetowhite
9. Periksa serviks dengan teliti. Lihat apaka serviks mudah berdarah.
Cari adanya bercak putih yang tebal atau epithel acetowhite yang
menandakan IVA positif
10. Bila pemeriksaan visual telah selesai, gunakan kapas lidi yang baru
untuk menghilangkan sisaasam asetat dari serviks dan vagina. Buang
lidi kapas ke dalam wadah
11. Lepaskan speculum secara halus
12. Lakukan pemeriksaan bimanual dan rektovaginal (bila ada indikasi)

c. Setelah tes IVA


1. Bersihkan lampu secara PI
2. Celupkan sarung tangan ke dalam larutan klorin
3. Cuci tangan dengan air dan sabun
4. Minta ibu agar berpakaian

9
5. Catat semua hasil tes IVA bersama temuan lain. Gambarkan sebuah
peta serviks pada area yang berpenyakit pada catatan
6. Diskusikan dengan klien hasil tes IVA dan pemeriksaan panggul
7. Jika hasil negatif, beritahu kapan harus kontrol. Jika hasil tes positif
atau diduga kanker, beritahu pengobatan segera yang dapat diberikan

2.1.9 Klasifikasi IVA


a. Tes IVA negatif : Halus berwarna merah muda, seragam, tidak
berfitur, ektropion, servitis, ovula Nabothin, dan lesi acetowhite tidak
signifikan.
b. Tes IVA positif : Bercak putih (acetowhite epitheliumsangat jelas
jelas terlihat) dengan batas yang tegas dan meninggi, tidak mengkilap yang
terhubung atau meluas dari daerah squamo columnar juncon
Dicurigai kanker : Pertumbuhan massa seperti kemang kol yang
mudah berdarah atau luka bernanah

Pada serviks diatas

10
2.1.10 Pemberi pelayanan IVA
a. Bidan terlatih IVA
b. Dokter umum terlatih IVA
c. Dokter spesialis Obstetri dan Gynekologi

2.1.11 Tempat pelayanan


a. Rumah sakit
b. Puskesmas
c. Pustu
d. Polindes
e. Klinik dokter spesialis/ dokter umum/ bidan

2.1.12 Orang yang dirujuk tes IVA


a. Setiap wanita yang sudah atau pernah menikah (berhubungan seksual/
coitus)
b. Wanita yang berisiko tinggi terkena kanker serviks, seperti perokok,
menikah muda, sering berganti pasangan
c. Memiliki banyak ana
d. Mengidap penyakit infeksi Menular seksual

11
BAB 3
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
IVA adalah cara yang mudah murah dan dapat dilakukan oleh bidan atau
tenaga medis puskesmas, prinsip kerja pemeriksaan ini adalah dengan cara
mengolesi mulut rahim dengan asam asetat. Kondisi kesamaan lendir di permukaan
mulut rahim yang telah terinfeksi oleh sel prakanker akan berubah warna menjadi
putih. Melalui bantuan cahaya petugas medis akan dapat melihat bercak putih pada
mulut rahim.
Keunggulan IVA aman yaitu tidak mahal dan mudah dilakukan, kinerja tes
tersebut sama dengan tes-tes lain yang digunakan untuk penapisan kanker rahim,
dapat dipelajari dan dilakukan oleh hampir semua tenaga kesehatan disemua jenjang
sistem kesehatan, memberikan hasil segera sehingga dapat segeradiambil keputusan
mengenai penatalaksanaannya (pengobatan atau rujukan), sebagian besar peralatan
dan bahan untuk pelayanan ini mudah didapat, pengobatan langsung dengan
krioterapi berkaitan dengan penapisan, tidak bersifat infasif dan dengan efektif
dapat mengidentifikasi berbagai lesi prakanker.
Syarat IVA dilakukan diluar siklus haid, pada masa kehamilan, nifas dan
paska keguguran dan sebelum menopaus.Pada pasien menopause sudah tidak
kelihatan, deteksi bisa dilakukan dengan pap smear.
Faktor risiko penilaian IVA adalah paritas, usia pertama kali berhubungan
seksual atau usia pertama kali menikah, pemakaian alat KB, jumlah pasangan
seksual atau sudah berapa kali menikah, riwayat infeksi menular seksual (termasuk
HIV), merokok, riwayat hasil tes pap smear sebelumnya yang abnormal, ibu atau
saudara perempuan kandung yang menderita kanker leher rahim, penggunaan
steroid atau obat-obat alergi yang lama (kronis).
Tujuan pemeriksaan IVA ialah mendapatkan kanker serviks pada stadium
lebih awal, untuk mendeteksi secara dini adanya perubahan sel mulut rahim yang
dapat mengarah ke kanker mulut rahim beberapa tahun kemudian, penangan secara
dini dapat dilakukan sehingga terhindar dari kanker mulut rahim, pengobatan
diharapkan berhasil lebih baik.

12
3.1 SARAN
Diharapkan dengan pembuatan maklah ini, pengetahuan yang dimiliki mahasiswa
kebidanan dapat bertambah dan pemahaman mengenai inspeksi visual asam asetat.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai acuan untuk mempelajari dan
memahami mata kuliah ini.

13
DAFTAR PUSTAKA

Maulana, Heri, d.j.Promosi Kesehatan.2009.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Irianto Koes.2014.Ilmu Kesehatan Masyarakat.Bandung: Alfabet

Sukaca, S.2009.Cara Cerdas Menghadapi Kanker Serviks.Yogyakarta: Genius Printika

Rasjidi, Imam.2009.Deteksi Dini dan Pencegahan Kanker pada Wanita.Jakarta: Sagung


Seto

Effendi, F dan Makhfudii.2009.Teori dan Praktek Dalam Keperawatan.Jakarta: Salemba


Medika

Artiningsih, ninik. (2011). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan dan Sikap Wanita Usia
Subur dengan Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat dalam Rangka Deteksi Dini
Kanker Cerviks (di Puskesmas Blooto Kecamatan Prajurit Kulon Mojokerto) masters
thesis. Universitas Sebelas Maret

Farid, Nila.2015. . Di akses pProgram Nasional Gerakan Pencegahan Dan Deteksi Dini
Kanker KaPanduan nker Leher Rahim Dan Kanker Payudara.
http://www.pptm.depkes.go.id/ckms/frontend/ebook/Buku_Panduan_Pelaksanaan_IVA-
SADANIS_2015.pdfada 11 Februari 2018

Nugroho, Taufan.2012.Obsgyn Obstetri dan Ginekologi.Yogyakarta : Nuha Medika.

14
15

Anda mungkin juga menyukai