Bismillah All Minproj
Bismillah All Minproj
PENDAHULUAN
1
Masalah gizi merupakan sindroma kemiskinan yang erat kaitannya dengan
masalah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga juga menyangkut aspek
pengetahuan dan perilaku yang kurang mendukung pola hidup sehat. Masalah gizi
secara garis besar disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor langsung dan faktor tidak
langsung. Faktor langsung yang mempengaruhi status gizi adalah asupan makanan
(energi dan protein) dan penyakit penyerta. Sedangkan faktor tidak langsung adalah
tingkat pengetahuan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, pola asuh, sosial
budaya, ketersediaan pangan, pelayanan kesehatan dan faktor lingkungan 1.
Menurut hasil UNICEF-WHO (2012), diperkirakan terdapat 101 juta anak
dibawah usia lima tahun di seluruh dunia mengalami masalah berat badan kurang,
menurun dibandingkan dengan perkiraan sebanyak 159 juta pada tahun 1990.
Meskipun prevalensi berat badan kurang pada anak usia dibawah lima tahun
mengalami penurunan sejak tahun 1990, rata-rata kemajuan kurang berarti dengan
jutaan anak masih termasuk dalam kategori beresiko.
Di Indonesia, persoalan gizi ini juga merupakan salah satu persoalan utama
dalam pembangunan manusia. Sebagai salah satu negara dengan kompleksitas
kependudukan yang sangat beraneka ragam, Indonesia dihadapi oleh dinamika
persoalan gizi. Indonesia masih dalam kondisi masalah gizi yang kompleks terlihat
dari angka nasional Indonesia, dimana 1 dari 23 anak meninggal sebelum usia 5
tahun dan 1 dari 3 anak balita terhambat pertumbuhannya 3.
Dilihat dari kecenderungan data statistik, masih banyak persoalan yang perlu
diselesaikan terutama yang menyangkut persoalan balita gizi kurang. Secara nasional
prevalensi gizi buruk dan gizi kurang (berat badan menurut umur) pada balita di
Indonesia memberikan gambaran yang fluktuatif. Prevalensi gizi kurang pada tahun
2007 yaitu 18,4% menurun menjadi 17,9% tahun 2010 namun kemudian meningkat
lagi menjadi 19,6% tahun 2013. Sementara itu prevalensi gizi buruk pada tahun 2007
yaitu 5,4% menurun menjadi 4,9% pada tahun 2010 namun kembali meningkat 5,7%
tahun 2013 4.
Dari 33 provinsi di Indonesia 16 provinsi diantaranya Nusa Tenggara Barat
sudah ada di bawah garis rata-rata prevalensi nasional (3,7%) yaitu 2,1% prevalensi
gizi buruk dan gizi kurang 7,2% dari rata-rata prevalensi nasional yaitu 8,2% 5.
Sementara itu menurut hasil survei Pemantauan Status Gizi (PSG) yang
dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat menujukkan
2
bahwa prevalensi gizi kurang dan buruk mengalami kencenderungan penurunan.
Prevalensi gizi buruk pada balita menurun dari 4,83% pada tahun 2014 menjad
i3,12% pada tahun 2015 dan 2,1% pada tahun 2016 dan prevalensi gizi kurang
menurun dari 16,78% menjadi 13,7% dan 7,2%. Untuk kabupaten Lombok Barat
sendiri pada tahun 2015 angka gizi buruk menduduki 3 teratas (3,31%), posisi kedua
gizi kurang (17,39%), dan posisi ketiga terendah untuk gizi baik (79,99%) 6.
Oleh karena beragamnya penyebab dari masalah gizi pada anak balita dan
begitu juga dengan karakteristik anak balita serta karakteristik Ibu balita yang
mengalami masalah gizi, maka perlu dilihat bagaimana karakteristik tersebut guna
mempermudah upaya penanggulangan masalah gizi di masing-masing daerah.
Apalagi Kabupatan Lombok Barat yang angka presentasi status gizi balitanya masih
tergolong jelek, maka di lakukanlah penelitian tentang gambaran status gizi balita
disalah satu kecamatannya, yaitu Kecamatan Kediri. Penelitianpun dilakukan untuk
menilai status gizi selama 6 bulan.
3
1.4.3 Bagi Mayarakat
Kebutuhan gizi anak dapat terpenuhi sesuai pertumbuhan di usianya yang
masih usia 1 - 5 tahun.
Sebagai sumber pengetahuan guna lebih meningkatkan pemahaman
masyarakat terutama bagi para ibu tentang kebutuhan gizi pada anak usia 1-5 tahun.
.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat mengonsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Secara klasik, kata gizi hanya dihubungkan dengan
kesehatan tubuh, yaitu untuk menyediakan energi, membangun dan memelihara
jaringan tubuh serta mengatur proses-proses kehidupan dalam tubuh 7.
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari pemakaian, penyerapan,
dan penggunaan makanan. Pengertian lain menyebutkan bahwa status gizi
merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu ,
atau perwujudan daristatus tubuh yang berhubungan dengangizi dalam bentuk
variabel tertentu 8.
Status gizi baik terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang
digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat
setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu
atau lebih zat gizi esensial. Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat gizi
dalam jumlah banyak sehingga menimbulkan efek toksis atau membahayakan 7.
Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran perubahan ukuran
tubuh, tetapi lebih dari itu, pertumbuhan merupakan indikator yang baik dari
perkembangan status gizi anak 4.
Status gizi merupakan indikator kesehatan yang penting karena anak usia di
bawah lima tahun merupakan kelompok yang rentan terhadap kesehatan dan gizi 1.
5
2.3.1. Penilaian Status Gizi Secara Langsung
1) Antropometri
Antropometri Gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi
tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Penggunaan
antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan
protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan
proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. Dalam
program gizi masyarakat, pemantauan status anak balita menggunakan metode
antropometri.
Pengukuran antropometri adalah yang paling relatif sederhana dan banyak
dilakukan. Di Indonesia pun yang paling umum dilakukan adalah dengan pengukuran
antropometri karena lebih praktis dan mudah dilakukan 8.
Dari beberapa ukuran antropometri, yang paling sering digunakan untuk
menentukan keadaan pertumbuhan pada masa balita adalah :
a. Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran antropometri yang terpenting
karena dipakai untuk memeriksa kesehatan anak pada semua umur (Nursalam, dkk,
2005:48). Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral
pada tulang. Berat badan merupakan pilihan utama karena berbagai pertimbangan,
antara lain :
1) Parameter yang paling baik, mudah terlihat perubahan dalam waktu singkat karena
perubahan-perubahan konsumsi makanan dan kesehatan.
2) Memberikan gambaran status gizi sekarang dan apabila dilakukan secara periodik
memberikan gambaran yang baik tentang pertumbuhan.
3) Merupakan ukuran antropometri yang sudah dipakai secara umum dan luas di
Indonesia sehingga tidak merupakan hal baru yang memerlukan penjelasan secara
meluas.
4) Ketelitian pengukuran tidak banyak dipengaruhi oleh ketrampilan pengukur.
5) KMS (Kartu Menuju Sehat) yang digunakan sebagai alat yang baik untuk pendidikan
dan memonitor kesehatan balita menggunakan berat badan sebagai dasar
pengisiannya 8.
Meskipun berat badan merupakan ukuran yang dianggap paling penting,
namun ukuran tersebut mempunyai kelemahan, yaitu :
6
1. Tidak sensitif terhadap proporsi tubuh, misalnya pendek gemuk atau tinggi kurus.
Anak yang mempunyai umur dan berat badan yang sama tetapi tinggi badannya
berbeda akan memiliki postur tubuh yang berbeda pula.
2. Terjadi perubahan yang berfluktuasi setiap harinya dalam batas-batas normal.
Perubahan ini dapat terjadi sebagai akibat pengaruh asupan (intake), seperti
makanan/minuman, da output seperti urine, keringat dan pernafasan 9.
b. Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang penting
bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan
tepat. Disamping tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting, karena dengan
menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan (Quac stick), faktor umur dapat
dikesampingkan 8.
Tinggi badan untuk anak kurang dari 2 tahun sering disebut dengan panjang
badan. Tinggi badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting kedua.
Keuntungan dari pengukuran tinggi badan ini adalah alatnya yang murah, mudah
dibuat, dan dibawa sesuai keinginan. Selain itu, tinggi badan merupakan indikator
yang baik untuk pertumbuhan fisik yang sudah lewat (stunting) dan untuk
perbandingan terhadap perubahan relatif, seperti nilai berat badan dan lingkar lengan
atas. Dengan menggunakan tabel tinggi dan berat badan dan mengetahui tinggi dan
berat anak, maka keadaan status gizi anak tersebut dapat diketahui. Sementara
kerugiannya adalah perubahan dan pertambahan tinggi badan yang relatif pelan serta
sulit di ukur, karena terdapat selisih nilai antara posisi pengukuran saat berdiri dan
tidur 9.
c. Lingkar Kepala
Lingkar kepala terutama dihubungkan dengan ukuran otak dan tulang
tengkorak. Ukuran otak meningkat secara cepat selama tahun pertama, akan tetapi
besar lingkar kepala tidak menggambarkan keadaan kesehatan dan gizi.
Bagaimanapun juga ukuran otak dan lapisan tulang kepala dan tengkorak dapat
bervariasi sesuai dengan keadaan gizi. Secara normal, pertambahan ukuran lingkar
pada setiap tahap relatif konstan dan tidak dipengaruhi oleh faktor ras, bangsa dan
letak geografis. Saat lahir, ukuran lingkar kepala normalnya adalah 34-35 cm.
Kemudian akan bertambah sebesar ±0,5 cm/bulan pada bulan pertama atau menjadi
±44 cm. Pada 6 bulan pertama ini, pertumbuhan kepala paling cepat dibandingkan
7
dengan tahap berikutnya, kemudian tahun-tahun pertama lingkar kepala bertambah
tidak lebih dari 5 cm/bulan, setelah itu sampai usia 18 tahun lingkar kepala hanya
bertambah ±10 cm.
Pengukuran lingkar kepala lebih sulit untuk dilakukan bila dibandingkan
dengan ukuran antropometri lainnya dan jarang dilakukan pada balita, kecuali
apabila ada kecurigaan akan pertumbuhan yang tidak normal. Alat yang dibutuhkan
cukup sederhana, yaitu dengan pita pengukuran (meteran) 9.
d. Lingkar Lengan Atas
Lingkar lengan atas (LLA) mencerminkan tumbuh kembang jaringan lemak
dan otot yang tidak terpengaruh baynak oleh keadaan cairan tubuh dibandingkan
dengan berat badan. LLA dapat dipakai untuk menilai keadaan gizi/tumbuh kembang
pada kelompok umur pra sekolah. Laju tumbuh lambat, dari 11 cm pada saat lahir
menjadi 16 cm pada umur satu tahun. Selanjutnya tidak banyak berubah selama 1-3
tahun. Keuntungan penggunaan LLA adalah alatnya murah, bisa dibuat sendiri,
mudah dibawa, cepat penggunaannya, dan dapat dipakai oleh tenaga tidak terdidik.
Sedangkan kerugiannya adalah LLA hanya untuk identifikasi anak dengan gangguan
gizi/pertumbuhan yang berat, sukar menentukan pertengahan LLA tanpa menekan
jaringan, dan hanya untuk anak umur 1-3 tahun, walaupun ada yang mengatakan
dapat untuk anak umur 6 bulan sampai dengan 5/6 tahun 10.
e. Lipatan kulit
Tebalnya lipatan kulit pada daerah tiseps dan subskapular merupakan refleksi
tumbuh kembang jaringan lemak dibawah kulit, yang mencerminkan kecukupan
energi. Dalam keadaan defisiensi, lipatan kulit menipis dan sebaliknya menebal jika
masukan energi berlebihan. Tebal lipatan kulit dimanfaatkan untuk menilai
terdapatnya keadaan gizi lebih, khususnya pada kasus obesitas 10.
Beberapa indikator antropometri yang sering digunakan yaitu:
a) Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Indikator BB/U memberikan gambaran tentang status gizi yang sifatnya
umum, tidak spesifik namun sensitif untuk melihat perubahan status gizi dalam
jangka waktu pendek, lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum, baik untuk
mengatur status gizi akut dan kronis, berat badan dapat berfluktuasi serta dapat
mendeteksi kegemukan.Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air
dan mineral pada tulang. Dalam keadaan normal dan keadaan kesehatan baik,
8
keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin maka berat badan
berkembang mengikuti bertambahnya umur. Dalam keadaan abnormal ada dua
kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu berkembang cepat atau lebih lambat
dari keadaan normal.
b) Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)
Indikator TB/U dapat memberikan gambaran riwayat keadaan gizi masa
lampau dan dapat dijadikan indicator keadaan social ekonomi penduduk. Indikator
TB/U ini tidak dapat menggambarkan keadaan gizi saat ini dan sering mengalami
kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang pada kelompok usia balita di negara
berkembang 11.
c) Berat Badan Menurut Tinggi badan (BB/TB)
Indikator BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat
kini (Supariasa, 2002). Pada tahun 1978, WHO lebih menganjurkan penggunaan
BB/TB karena dapat menghilangkan faktor umur yang menurut pengalaman sulit
didapatkan secara benar, dan lebih menggambarkan keadaan kurang gizi akut pada
waktu sekarang, walaupun tidak dapat menggambarkan keadaan gizi pada waktu
lampau.
2) Klinis
Penggunaan pemeriksaan klinis untuk mendeteksi defisiensi gizi, secara
umum dibagi menjadi :
a. Medical history (riwayat medis) yaitu catatan mengenai perkembangan penyakit.
Dalam riwayat medis kita mencatat semua kejadian yang berhubungan dengan gejala
yang timbul pada pnderita beserta faktor yang mempengaruhi, catatan itu meliputi :
identitas penderita, lingkungan fisik dan sosial budaya yang berkaitan dengan
timbulnya penyakit, sejarah timbulnya penyakit 8.
b. Pemeriksaan fisik, yaitu melihat dan mengamati gejala gangguan gizi baik gejala dan
symptom. Perubahan-perubahan tersebut dapat dilihat pada kulit atau jaringan epitel,
yaitu jaringan yang membungkus permukaan tubuh kita seperti rambut, mata, muka,
mulut, lidah, gigi dan kelenjar tiroid 8.
3) Biokimia
Cara biokimia lazim juga disebut cara laboratorium. Cara ini dapat digunakan
untuk mendeteksi keadaan defisiensi subklinis yang semakin penting dalam era
pengobatan preventif. Metode ini sangat bersifat objektif, bebas dari factor emosi
9
dan subjektif lain sehingga biasanya digunakan untuk melengkapi cara penilaian
status gizi lainnya.
4) Biofisik
Cara biofisik adalah dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan)
dan melihat perubahan struktir jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi
tertentu seperti kejadian buta senja epidemik, cara yang digunakan adalah tes
adaptasi gelap.
2.3.2 Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung
Penilaian status secara gizi tidak langsung dapat dibedakan menjadi tiga
metode yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi 8.
1) Survei konsumsi makanan
Informasi tentang konsumsi makanan dapat dilakukan dengan cara survei dan
akan menghasilkan data yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Secara
kuantitatif akan diketahui jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi, metode
pengumpulan data yang dapat dilakukan adalah metode recall 24 jam, food records,
dan weighing method. Secara kualitatif akan diketahui frekuensi makan maupun cara
memperoleh makanan. Metode yang dapat digunakan adalah food frequency
questionnaire dan dietary history.
2) Statistik vital
Penilaian status gizi dengan menggunakan statistik vital adalah dengan
menganalisis data statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur,
angka kesakitan dan kematian akibat penyakit tertentu dan data lainnya yang
berhubungan dengan gizi. Penggunannya dipertimbangkan sebagai indikator tidak
langsung status gizi masyarakat.
3) Variabel ekologi
Malnutrisi merupakan masalah ekologi yang merupakan hasil akhir dari
interaksi multi faktor dari faktor lingkungan fisik, biologi, sosial, ekonomi, politik
dan budaya. Jumlah makanan yang tersedia juga bergantung pada keadaan ekologi
seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain.
10
sedang, gizi baik dan gizi lebih. Baku WHO-NCHS (World Health Organization-
National Centre for Health Statics) digunakan sebagai baku antropometri Indonesia
Dimana penilaian status gizi balita dibedakan antara anak laki-laki dan perempuan
12
.
Beberapa indikator status gizi sebagai hasil kesimpulan dari penilaian status gizi
tersebut dikategorian sebagai berikut:
a. Jika BB/U dan TB/U rendah sedangkan BB/TB normal ; kesimpulannya keadaan gizi
anak saat ini baik, tetapi anak tersebut mengalami masalah kronis, karena berat badan
anak proporsional dengan tinggi badan.
b. BB/U normal ; TB/U rendah; BB/TB lebih ; kesimpulannya anak mengalami
masalah gizi kronis dan pada saat ini menderita kegemukan (Overweight) karena
berat badan lebih dari proporsional terhadap tinggi badan.
c. BB/U , TB/U dan BB/TB rendah ; anak mengalami kurang gizi berat dan kronis.
Artinya pada saat ini keadaan gizi anak tidak baik dan riwayat masa lalunya juga
tidak baik.
11
d. BB/U, TB/U dan BB/TB normal ; kesimpulannya keadaan gizi anak baik pada saat
ini dan masa lalu.
e. BB/U rendah; TB/U normal; BB/TB rendah ; kesimpulannya anak mengalami
kurang gizi yang berat (kurus), keadaan gizi anak secara umum baik tetapi berat
badannya kurang proporsional terhadap tinggi badannya karena tubuh anak
jangkung.
12
bulanan yang diisikan ke dalam KMS untuk dinilai naik (N) atau tidaknya (T). Tiga
bagian kegiatan penting dalam pemantauan pertumbuhan adalah : ada kegiatan
penimbangan yang dilakukan terus menerus secara teratur, ada kegiatan mengisikan
data berat badan anak ke dalam KMS, ada penilaian naik atau tidaknya berat badan
anak sesuai dengan arah garis pertumbuhannya 13.
13
O Balita yang tidak Rekapitulasi Rekapitulasi Rekapitulasi
ditimbang bulan jumlah balita jumlah balita jumlah balita
sebelumnya yang tidak yang tidak yang tidak
ditimbang ditimbang bulan ditimbang bulan
bulan sebelumnya dari sebelumnya dari
sebelumnya seluruh desa seluruh desa di
dari seluruh diwilayah wilayah
posyandu di desa puskesmas kecamatan
Status Gizi:
Balita - Gizi Baik
- Gizi Kurang
- Gizi Buruk
14
BAB III
METODE PENELITIAN
15
b) Anak balita adalah anak berusia di bawah lima tahun (0-59 bulan) dari keluarga
responden.
c) Umur adalah usia balita saat dilakukan penelitian. Umur dihitung dalam bulan
yang ditentukan dari tanggal lahir sampai tanggal penimbangan berat badan.
3.6 Aspek Pengukuran
a) Status gizi dilihat dari skor z dengan indeks BB/U yang dihitung dengan
menggunakan aplikasi WHO-Anthro.
Kategori status gizi berdasarkan skor z dengan indeks BB/U adalah:
1. Gizi lebih : > 2 SD
2. Gizi baik : - 2 SD s/d +2 SD
3. Gizi kurang : - 3 SD s/d -2 SD
4. Gizi buruk : < -3 SD
b) Jenis kelamin dikategorikan atas:
1. Laki-laki
2. Perempuan
c) Umur anak balita dikategorikan atas:
1. 0-6 bulan
2. 6-11 bulan
3. 12-23 bulan
4. 24-59 bulan
3.7 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah penngukuran langsung
balita dengan pengukuran BB/U. Alat ukur yang digunakan adalah dengan
menggunakan timbangan balita dan untuk mengukur tinggi badan balita yang
digunakan sendiri oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka, yang terdiri dari dua
bagian yaitu :
a. Data demograpi yang didapat berupa : nama, inisial, umur, jumlah anggota keluarga,
dan apakah ibu pernah mendapat informasi tentang gizi, dan data balita
b. Sedangkan untuk mendapatkan data status gizi balita digunakan alat ukur berat badan
(timbangan badan) dan tabel berat badan per umur (BB/U) berdasarkan standar
Harvard.
.
3.8 Analisa Data
Setelah semua data terkumpul, maka dianalisa melalui beberapa tahap.
16
a. Pertama, memeriksa kelengkapan identits dan data responden serta memastikan
bahwa semua tak ada yang terlewati.
b. Data diklarifikasi dengan mentabulasi data yang telah dikumpulkan. Pengolahan
data dilakukan dengan menggunakan teknik manual untuk mengetahui status gizi
balita yaitu dengan grafik BB/U. Analisa data status gizi balita yang terdiri dari
3 (tiga) kategori yaitu dimana, status gizi baik, kurang, buruk
c. Dari hasil pengolahan data tersebut, maka hitung frekuensi dan persentase untuk
mendiskripsikan tentang data demograpi dan status gizi balita.
d. Dibuat presentasi perbulannya dari masing-masing kategori.
.
17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
18
4.1.2 Sarana dan Prasarana Puskesmas Kediri
Sarana tidak bergerak yaitu gedung dan perumahan yang terdiri dari beberapa
ruangan antara lain loket, poli anak, poli dewasa, poli remaja, poli gigi, apotik,
Instalasi Gawat Darurat, poli KIA/KB, klinik sanitasi, konseling gizi, laboratorium,
rawat inap, dokter, bendahara, Kepala TU, Promosi kesehatan (promkes), kepala
puskesmas, aula, imunisasi, gudang obat, dapur, mushola, dan ruang komputer.
Perumahan karyawan terdiri dari perumahan dokter, paramedis dan penjaga
puskesmas.
Sarana transportasi yang ada di Puskesmas Kediri yaitu kendaraan roda
empat sebanyak 2 buah dalam kondisi baik dan kendaraan roda dua sebanyak 8 buah
dengan kondisi baik, sebanyak 7 buah dan rusak berat 1 buah.
Sarana untuk pelayanan rawat inap dengan kapasitas 26 tempat tidur dengan
rincian sebagai berikut: ruang pria 5 tempat tidur, ruang wanita kapasitas 5 tempat
tidur, ruang rehidrasi 4 tempat tidur, ruang nifas 3 tempat tidur dan ruang bersalin 3
tempat tidur, disamping itu puskesmas Kediri menyiapkan pelayanan rawat inap
mandiri dengan kapasitas 4 tempat tidur dan ruang perawatan gizi buruk/ therapeutic
feeding center (TFC) dengan kapasitas 2 tempat tidur.
19
5. Kesehatan Jiwa.
6. Kesehatan Remaja
7. Upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pelayanan Penunjang Upaya Kesehatan Wajib dan Upaya Kesehatan
Pengembangan/Pilihan, yaitu :
1. Pemeriksaan Laboratorium
2. SP2TP (Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas)
NO NAMA DESA
20
NO NAMA DESA
21
(99,5%) (0,5%) (0%)
5. Ombe Baru 503 488 10 5
(97,1%) (2,0%) (0,9%)
6. Jagaraga Indah 407 398 7 2
(97,8%) (1,7%) (0,5%)
Jumlah 3347 3274 50 23
22
Tabel 4.7 Status Gizi Bulan Februari 2017
No Nama Desa Jumlah Gizi Baik Gizi Kurang Gizi Buruk
Balita
1. Kediri 778 751 25 2
(96,6%) (3,2%) (0,2%)
2. Kediri Selatan 485 447 36 2
(92,2%) (7,4%) (0,4%)
3. Montong Are 513 470 33 10
(91,7%) (6,4%) (1,9%)
4. Gelogor 661 629 28 4
(95,2%) (4,2%) (0,6%)
5. Ombe Baru 484 434 44 5
(90,0%) (9,0%) (1,0%)
6. Jagaraga Indah 368 308 60 0
(83,0%) (17,0) (0%)
Jumlah 3289 3039 226 45
23
Gambar 4.1 Grafik Perbandingan Status Gizi Desa Kediri
Kediri
2.1 0.7 1.9 0.8 1.5 0.2 3.3 1.8 3.2 0.2 4.3 1
Kediri Selatan
97.2 98.2 99
91.9 92.2 89.6
2.1 0.7 1.2 0.6 0.2 0.8 7.2 0.9 7.4 0.4 9.2 1.2
24
Gambar 4.3 Grafik Perbandingan Status Gizi Desa Montong Are
Montong Are
97 97.4 97.8
91.3 91.7 90.5
1.3 1.7 1.3 1.3 0.9 1.3 6.5 2.2 6.4 1.9 8 1.5
Gelogor
25
Gambar 4.5 Grafik Perbandingan Status Gizi Desa Ombe Baru
Ombe Baru
Jagaraga Indah
26
Gambar 4.7 Grafik Perbandingan Status Gizi Bulan Oktober 2016 – Maret 2017
Status Gizi
4.3 Pembahasan
Pada penelitian ini hingga bulan Maret 2017 didapat hasil dari jumlah 3236
balita, terdapat gizi buruk pada yang terhitung presentasinya konstan antara 0,7% -
1,4%.
Sementara persentasi gizi kurang sendiri pada bulan Maret 2017 yaitu 7,7%.
Angka gizi kurang ini terus meningkat dalam pengamatan 3 bulan terahir ini. Angka
ini juga merupakan setengah dari presentasi gizi kurang di Kabupaten Lombok Barat
itu sendiri pada tahun 2015 yaitu 13,77%. Dan ini merupakan masalah yang serius
mengingat dampak yang diakibatkan oleh gizi kurang tersebut. Semakin banyak anak
balita yang menderita gizi kurang, maka daerah itu akan semakin menghadapi sebagian
masalah sumber daya.
Banyaknya jumlah anak yang menderita gizi kurang ini harus mendapatkan
perhatian yang serius agar keadaan tidak menjadi gizi buruk pada akhirnya. Sebab jika
hal ini dibiarkan berlarut-larut maka akan menurunkan derajat kesehatan anak dan
menghambat pertumbuhan fisik dan mental anak.
27
Hal ini sesuai dengan penelitian Ucu Suhendri (2009) yang menyebutkan
resiko relatif (RR) angka kematian bagi penderita gizi buruk adalah sebesar 8,4 kali
dan gizi kurang 4,6 kali dibandingkan anak balita dengan gizi baik. Dengan demikian
keadaan anak yang menderita gizi kurang, pertumbuhan dan perkembangannya akan
terhambat karena pada proses pertumbuhan dibutuhkan zat gizi yang optimal.
Gizi kurang atau gizi buruk merupakan keadaan tidak sehat yang timbul karena
tidak cukup makan dengan demikian komsumsi energi dan protein krang selama
jangka waktu tertentu (Minarto, 2010).
Menurut Satoto dalam Diana, tahun 2006 dalam faktor yang cukup dominan
yang menyebabkan meluasnya keadaan gizi kurang ialah perilaku yang kurang benar
dikalangan masyarakat dalam memilih dan memberikan makanan kepada anggota
keluarganya, terutama pada anak–anak. Memberikan makanan dan perawatan anak
yang benar mencapai status gizi yang baik melalui pola asuh yang dilakukan ibu
kepada anaknya akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Selanjutnya Engle tahun 1997, dalam diana (2006) mengatakan bahwa praktek
pengasuhan ditingkat rumah tangga adalah memberikan perawatan kepada anak
dengan pemberian makanan dan kesehatan melalui sumber-sumber yang ada untuk
kelangsungan hidup anak, pertumbuhan dan perkembangan.
28
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Puskesmas Kediri Kecamatan
Kediri Lombok Barat dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Didapatkan jumlah balita yg bervariasi, selain karna bayi baru lahir dan anak yang
sudah lulus, dikarenakan juga banyaknya balita yang tidak datang saat posyandu.
2. Hingga bulan terakhir dari 3236 balita yang terhitung, didapatkan presentasi gizi baik
91,2%, gizi kurang 7,7% dan gizi buruk 1,1%.
3. Terdapat variasi gizi baik dari bulan Oktober 2016 hingga maret 2017, dalam tiga
bulan pertama presentasi terus meningkat, sedangkan tiga bulan berikutnya
presentasi relatif menurun.
4. Terdapat peningkatan presnetasi yang signifikan pada tiga bulan terakhir.
5. Terdapat variasi naik turun presentasi gizi buruk dimana angka presentasinya masih
dibawah angka presentasi kabupaten Lombok barat dan Provinsi Nusa Tenggara
Barat.
5.2 Saran
Mengingat bahwa gizi kurang pada anak balita dapat mengganggu ketahanan
kesehatan tubuh, dan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan balita maka
disarankan kepada:
1. Bagi Puskesmas Kediri
- Berdasarkan data-data yang didapatkan dari penelitian ini maka disarankan
kepada pihak Puskesmas untuk meningkatkan kegiatan monitoring dan penilaian
status gizi secara berkala yang dilaksanakan dalam Pos Gizi dan Klinik Gizi, dan
memberikan bimbingan konsultasi gizi terhadap ibu balita yang dilakukan secara
rutin (± 1x perbulan). Mengingat bahwa anak balita sangat membutuhkan asupan
kecukupan gizi untuk pertumbuhan dan perkembangan yang lebih baik. Mudah-
mudahan kegiatan ini lebih baik dan memberikan dampak positif dalm
peningkatan kelurga sadar gizi.
- Meningkatkan pengadaan penyuluhan kesehatan secara rutin dengan
memasukkan materi gizi yang berisi tentang kebiasaan makan sehari-hari,
29
kebutuhan gizi yang seharusnya dipenuhi, dan penjelasan tentang kandungan zat
gizi pada makanan, sebagai upaya pencegahan agar pola hidup bersih dan sehat,
dan pola makan yang baik tercipta. Sehingga dapat mengurangi tingkat
keparahan penyakit infeksi dan penyebaran infeksi yang lebih luas.
2. Bagi keluarga atau ibu balita
- Disarankan ibu balita untuk lebih memperhatikan pola makan dan asupan
konsumsi makan sesuai dengan kebutuhan gizi setiap anak balita. Dalam
mengkonsumsi makanan sehari-hari biasakan dengan menu seimbang, yaitu nasi
lengkap dengan lauk-pauk, sayuran dan buah.
- Sebaiknya ibu balita dengan anak balita gizi kurang lebih rajin berkunjung ke
Puskesmas sehingga kondisi berat badannya dapat terpantau dengan baik.
- Sebaiknya orang tua balita lebih giat mencari informasi tentang cara merawat
anak balita dan pemberian makanan yang bergizi dan seimbang melalui petugas
kesehatan, di Posyandu, di Puskesmas, maupun melalui media masa atau media
informasi. Sehingga pengetahuan tentang gizi menjadi meningkat dan penyakit
infeksi pada anak tidak terjadi.
30
DAFTAR PUSTAKA
31