Pendahuluan
Latar Belakang
Thrombocytopenia yang terjadi mencapai 10% dari total wanita hamil dan dapat
menyebabkan berbagai kondisi obstetrik. Walaupun beberapa diantaranya tidak berhubungan
dengan akibat langsung dengan kehamilan atau kelahiran, yang lainnya dapat berhubungan
langsung dengan morbiditas dan mortalitas maternal maupun janin (1).
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Thrombocytopenia dapat menjadi komplikasi sampai 10% dari semua kehamilan, dan
dapat dihasilkan oleh sejumlah penyebab. Beberapa diantaranya khas pada kehamilan, dan
beberapa diantaranya dapat meningkat frekuensinya selama kehamilan. Beberapa kelainan
thrombocytopenia tidak berhubungan dengan kehamilan, dan yang lainnya mempunyai
hubungan dengan terjadinya morbiditas dan mortalitas ibu atau anak yang signifikan (3).
Tabel 1. Penyebab Thrombocytopenia yang berhubungan dengan Kehamilan (3).
Epidemiologi
Insiden Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP) pada anak antara 4,0-5,3 per
100.000, Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP) akut umumnya terjadi pada anak-anak
usia antara 2-6 tahun. 7-28% anak-anak dengan Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP)
akut berkembang menjadi kronik 15-20%. Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP) pada
anak yang berkembang menjadi bentuk Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP) kronik
pada beberapa kasus menyerupai Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP) dewasa yang
khas insidensi Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP) kronis pada anak diperkurakan 0,46
per 100.000 anak per tahun (5).
Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP) terjadi pada 1-2 tiap 1000 kehamilan dan
terjadi 5% kasus kehamilan yang berhubungan dengan thrombocytopenia. Walaupun jarang
terjadi dibandingkan thrombocytopenia gestasional, Immune Thrombocytopenic Purpura
(ITP) merupakan penyebab umum terjadinya isolated thrombocytopenia pada trimester
pertama dan kedua (3).
Patofisiologi
Antigen pertama yang berhasil diidentifikasi berasal dari kegagalan antibodi Immune
Thrombocytopenic Purpura (ITP) untuk berikatan dengan trombosit yang secara genetik
kekurangan kompleks glikoprotein IIb/IIIa. Kemudian berhasil diidentifikasi antibodi yang
bereaksi dengan glikoprotein Ib/IX, Ia/IIa, IV dan V dan determinan trombosit yang lain.
Juga dijumpai antibodi yang berekasi terhadap berbagai antigen yang berbeda. Destruksi
trombosit dalam sel penyaji antigen yang diperkirakan dipicu oleh antibodi, akan
menimbulkan pacuan pembentukan neoantigen, yang berakibat produksi antibodi yang cukup
untuk menimbulkan thrombocytopenia (gambar 1) (5).
Dari gambar 1 dapat memperjelas bahwa faktor yang memicu produksi autoantibodi
tidak diketahui. Kebanyakan pasien mempunyai antibodi terhadap glikoprotein pada
permukaan trombosit pada saat penyakit terdiagnosis secara klinis. Pada awalnya
glikoprotein IIb/IIIa dikenali oleh autoantibodi, sedangkan antibodi yang mengenali
glikoprotein Ib/IX belum terbentuk pada tahap ini. (1). Trombosit yang diselimuti
autoantibodi akan berikatan dengan sel penyaji antigen (makrofag atau sel dendritik) melalui
reseptor Fcg kemudian mengalami proses internalisasi dan degradasi. (2). Sel penyaji antigen
tidak hanya merusak glikoprotein IIb/IIIa, tetapi juga memproduksi epitop kriptik dari
glikoprotein trombosit yang lain. (3). Sel penyaji antigen yang teraktivasi (4)
mengekspresikan peptida baru padda permukaan sel dengan bantuan kostimulasi (yang
ditunjukkan oleh interaksi antara CD 154 dan CD 40) dan sitokin yang berfungsi
memfasilitasi proliferasi inisiasi CD4-positif T ccell clone (T-cell clone-1) dan spesifitas
tambahan (T-cell clone2) (5). Reseptor sel imunoglobulin sel B yang mengenali antigen
trombosit (B-cell clone 2) dengan demikian akan mengiduksi proliferasi dan sintesis
antiglikoprotein 1 b/IX antibodi dan juga meningkatkan produksi anti-glikoprotein IIb/IIIa
antibodi oleh B-cell clone 1 (5).
Dari gambar 2. Dijelaskan bahwa pada umumnya obat yang digunakan sebagai terapi
awal Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP) menghambat terjadinya klirens antibodi yang
menyelimuti trombosit oleh ekspresi reseptor Fcg pada makrofag jaringan(1). Splenektomi
sedikitnya bekerja pada sebagian mekanisme ini namun mungkin pula mengganggu interaksi
sel T dan sel B yang terlibat dalam sintesis antibodi pada beberapa pasien. Kortikosteroid
dapat pula meningkatkan produksi trombosit dengan cara menghalangi kemampuan makrofag
dalam sumsum tulang untuk menghancurkan trombosit, sedangkan trombopoeitin berperan
merangsang progenitor megakariosit (2). Beberapa imunosupresan non spesifik seperti
azathioprin dan siklosporin, bekerja pada tingkat sel-T. (3). Antibodi monoklonal terhadap
CD 154 yang saat ini menjadi target uji klinik, merupakan kostimulasi molekul yang
diperlukan untuk mengoptimalkan sel-T makrofag dan interaksi sel-T dan sel-b yang terlibat
dalam produksi antibodi dan pertukaran klas (4). Immunoglobulin iv mengandung
antiidiotypic antibody yang dapat menghambar produksi antibodi. Antibodi monoklonal yang
mengenali ekspresi CD 20 pada sel-sel B juga masih dalam penelitian (5). Plasmaferesis
dapat mengeluarkan antibodi sementara dari plasma (6). Transfusi trombosit diperlukan pada
kondisi darurat untuk terapi perdarahan. Efek dari stafilokokkus protein A pada susunan
antibodi masih dalam penelitian (5).
Gejala Klinis
Sebagian besar wanita dengan ITP mempunyai riwayat mudah memar, petechiae,
mimisan dan perdarahan gusi yang terjadi sebelum kehamilan (1).
Pemeriksaan Laboratorium
Pada wanita hamil yang tidak berespon terhadap terapi steroid atau immunoglobulin,
dilakukannya open atau laparoscopic splenectomy dapat efektif. Pada kehamilan trimester
akhir, pembedahan secara tekhnik lebih sukar dan kemungkinan sectio caesarea perlu untuk
dilakukan. IgG anti-D 50-75µg/kgBB secara intravena dianjurkan untuk terapi Immune
Thrombocytopenic Purpura (ITP) resisten pada pasien D-positif. Dimana biasanya
didapatkan peningkatan dalam 1-3 hari dan akan mencapai puncaknya pada hari ke 8.
Sieunarine et al pada tahun 2008 melaporkan terapi yang sama pada wanita hamil lainnya (7).
Efek pada Janin dan Bayi
Lini pertama tatalaksana Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP) baik pada pasien
hamil maupun tidak yaitu dengan menggunakan immunoglobulin intravena dan
kortikosteroid (8).
Prednison
Immunoglobulin Intravena
Mekanisme kerja IgIV pada Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP) masih belum
banyak diketahui, namun meliputi blokade fc reseptor, anti-idiotype antibodies pada IgIV
yang menghambat ikatan autoantibodi dengan trombosit yang bersirkulasi dan imunosupresi
(5)
.
Splenektomi
Splenectomy dapat dipertimbangkan sebagai pilihan lain untuk pasien yang telah
gagal memberikan respon terhadap pemberian kortikosteroid atau IgIV yang adekuat. Remisi
Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP) pada awalnya dicapai 75% dari wanita hamil yang
menjalani splenectomy. Jika diperlukan, splenectomy dapat dilakukan pada trimester kedua,
pembedahan yang dilakukan terlalu dini pada kehamilan dapat menginduksi terjadinya
persalinan prematur dan splenectomy yang dilakukan pada akhir kehamilan akan
menyebabkan kesulitan secara tekhnik karena lapangan operasi yang sempit karena terhalang
oleh uterus gravid. Laparascopic splenectomy dapat secara aman dilakukan pada wanita
hamil (3).
Tabel 2. Tatalaksana Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP) pada Kehamilan- ASH and
BCSH Guidelines (3).
Pada pasien dengan Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP) refrakter yang berat
terhadap kortikosteroid dan IgIV, dan telah melewati trimester kedua yang merupakan
trimester yang baik dilakukannya splenectomy, intravenous anti-D telah berhasil digunakan.
Pada satu laporan, 6 dari 8 wanita telah menerima anti-D pada trimester kedua dan ketiganya
telah menunjukkan respon yang baik, tanpa disertai dengan komplikasi maternal ataupun
pada janin. Walaupun, penelitian dengan menggunakan terapi ini pada kehamilan sangat
terbatas pada kehamilan, namun keamanannya masih belum dapat dijelaskan (3).
Splenektomi perlu bagi orang dewasa pada umumnya yang relaps atau yang tidak
berespon dengan kortikosteroid, imunoglobulin iv dan imunoglobulin anti-D (5).
Dari gambar 3 dijelaskan bahwa lebih banyak spesialis yang menggunakan AT<30.000/µL
sebagai ambang batas untuk memulai terapi pada Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP)
daripada AT>30.000/µL. Tidak ada konsensus yang menetapkan lama terapi kortikosteroid.
Penggunaan immunoglobulin anti-D sebagai terapi awal masih dalam penelitian dan hanya
cocok untuk pasien Rh-positif. Apakah penggunaan IgIV atau immunoglobulin anti-D
sebagai terapi awal tergantung pada beratnya trombocytopenia dan luasnya perdarahan
mukokutaneus. Untuk memutuskan apakah terapi pasien yang mempunyai AT 30.000/µL
sampai 50.000µ/L bergantung pada ada tidaknya faktor resiko perdarahan yang menyertai
dan ada tidaknya faktor perdarahan yang menyertai dan ada tidaknya resiko tinggi untuk
trauma. Pada AT>50.000µ/L perlu diberi IgIV sebelum pembedahan atau setelah trauma pada
beberapa pasien. Pada pasien Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP) kronik dan
AT>30.000/µL IgIV atau metilprednisolon dapat membantu meningkatkan AT dengan segera
sebelum splenektomi. Daftar medikasi untuk terapi Immune Thrombocytopenic Purpura
(ITP) kronik pada pasien yang mempunyai AT<30.000µ/L dapat dipergunakan secara
individual, namun danazol atau dapson sering dikombinasi dengan prednison dosis rendah
dibutuhkan untuk mencapai suatu AT hemostasis. IgIV dan anti-D imunoglobulin umumnya
sebagai cadangan untuk Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP) berat yang tidak berespon
dengan terapi oral. Untuk memutuskan apakah perlu dilakukan splenektomi, kemudian terapi
medis diteruskan atau dosis diturunkan dan akhirnya terapi dihentikan pada pasien Immune
Thrombocytopenic Purpura (ITP) kronik dengan AT 30.000/mL atau lebih, bergantung pada
intensitas terapi yang diperlukan, toleransi efek samping, resiko yang berhubungan dengan
pembedahan dan pilihan pasien (5).
Terapi Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP) Kronik Refrakter
IgG maternal secara aktif ditransportasikan kepada sirkulasi janin sehingga terikat
pada reseptor Fcɣ pada sel syncytiotrophoblast dari placenta, yang dapat menyebabkan
terjadinya fetal thrombocytopenia dan berhubungan dengan peningkatan resiko perdarahan
selama persalinan. Pada sebuah penelitian meta analisis yang besar, yang meneliti 288 bayi
lahir hidup. Ditemukan jumlah trombosit kurang dari 50.000/µL pada 10,1% dari seluruh
bayi, dan jumlah trombosit kurang dari 20.000/µL pada 4,2% (3).
Komplikasi yang paling ditakuti terhadap terjadinya thrombocytopenia pada janin
yaitu resiko terjadinya perdarahan intrakranial yang dapat terjadi akibat trauma kepala selama
pengeluaran janin pada persalinan per vagina.
Prognosis