Anda di halaman 1dari 15

Pengertian

Eklampsia adalah gangguan yang ditandai dengan terjadinya kejang sebanyak satu kali atau
lebih saat preeklamsi. Telah dilaporkan bahwa angka fatalitas kasusnya adalah 1,8% dan
sampai dengan 35 % ibu mengalami komplikasi mayor. (buku patologi pada kehamilan :
manajemen dan asuhan kebidanan, 2013:36). Eklampsia merupakan kelanjutan dari
preeklamsia ringan dan berat serta dapat terjadi antepartum, intrapartum dan pascapartum
sekitar 24 jam pertama. Eklampsia selalu ditandai oleh stadia “impending eklampsia”
(manuaba, 2001:421). Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia, yang
disertai dengan kejang menyeluruh dan koma. (sarwono,edisi keempat, 2010:550)
Disamping eklamsia, preeklampsi berat harus di dipertimbangkan secara tepat.
Preeklamsia berat. Preeklamsia berat lebih sulit didefinisikan, tetapi tekanan darah sistolik
> 170 mmHg atau tekanan diastolik >110 mmHg dengan proteinuria >1 g/l adalah definisi
yang dapat diterima.

Manifestasi Klinik
Pada penderita preeklampsia, yang akan kejang, umumnya memberi gejala-gejala atau
tanda-tanda yang has, yang dapat dianggap sebagai tanda prodoma akan terjadinya kejang.
Tanda dan gejalanya adalah sakit kepala hebat, gangguan penglihatan, nyeri epigastrik,
muntah, nyeri tekan dihati, klonus/hiperrefleksia, trombosit rendah, papiloedema, fungsi
hati abnormal (ALT [alanine transminase] atau AST [aspartate transaminase] > 70 IU/l).
Preeklampsia berat dan eklampsia dapat terjadi dalam periode kehamilan atau pascapartum.
Sampai dengan 44% kasus eklampsia telah dijelaskan terjadi di masa postnatal (sampai
dengan empat minggu). Sampai dengan 13% ibu pengidan eklampsia mengalami hipertensi
kronis atau hipertensi esensial yang mendasari terjadinya eklampsia.

Gambaran klinis eklampsia


Eklampsia selalu didahului oleh preeclampsia. Kejang-kejang di,ulai dengan kejang tonik.
Tanda-tanda kejang tonik ialah dimulainya gerakan kejang berupatwitching dari otot-otot
muka khususnya sekitar mulut, yang beberapa detik kemudian disusul kontraksi otot-otot
tubuh yang menegang, sehingga seluruh tubuh menjadi kaku. Pada keadaan ini wajah
pendarita mengalami distorsi, bola mata menonjol, kedua lengan fleksi, tangan
menggenggam, kedua tungkai dalam posisi inverse. Semua otot tubuh pada saat ini dalam
keadaan kontraksi tonik. Keadaan ini berlangsung 15-30 detik. Kejang tonik ini segera
disusul dengan kejang klonik. Kejang klonik dimulai dengan dengan terbukanya rahang
secara tiba-tiba dan tertutup kembali dengan kuat disertai pula dengan terbuka dan
tertutupnya kelopak mata. Kemudian disusul dengan kontraksi intermiten pada otot-otot
muka dan otot-otot seluruh tubuh. Begitu kuat kontraksi otot-otot tubuh ini sehingga
seringkali penderita terlempar dari tempat tidur. Seringkali pula lidah tergigit akibat
kontraksi otot rahang yang terbuka dan tertutup dengan kuat. Dari ulut keluar liur berbusa
yang kadang-kadang disertai bercak-bercak darah. Wajah tampak membengkak karena
kongesti dan pada konjungtiva mata dijumpai bintik-bintik perdarahan. Pada waktu timbul
kejang, diafragma terfiksir, sehingga pernafasan tertahan, kejang klonik berlangsung
kurang lebih 1 menit. Setelah itu berangsur-angsur kejang melemah dan akhirnya penderita
diam tidak bergerak serta penderita jatuh kedalam koma. Pada waktu timbul kejang,
tekanan darah dengan cepat meningkat. Demikian juga suhu badan meningkat, yang
mungkin oleh karena ganggual serebral. Penderita mengalami inkontinensia disertai dengan
oligouria atau anuria dan kadang-kadang terjadi aspirasi bahan muntah. Koma yang terjadi
setelah kejang ,berlangsung sangat bervariasi dan bila tidak segera diberi obat-obat
antikejang akan segera disusul dengan episode kejang berikutnya. Setelah berakhirnya
kejang, frekuensi pernafasan meningkat, dapat mencapai 50 kali permenit akibat
hiperkardia, atau hipoksia. Pada beberapa kasus bahkan dapat menimbulkan sianosis.
Penderita yang sadar kembali dari koma, umumnya mengalami diorientasi dan sedikit
gelisah. Untuk menilai derajat hilangnya kesadaran, dapat dipakai beberapa cara. Dirumah
sakit Dr.soetomo telah diperkenalkan suatu cara untuk menilai derajat kedalaman koma
tersebut yaitu Glasgow coma scale.
Faktor predisposisi terjadinya eklampsia
1) Primigravida
2) Kehamilan kembar
3) Diabetes melitus
4) Hipertensi essensial kronik
5) Mola hidatidosa
6) Hidrops fetalis
7) Bayi besar
8) Obesitas
9) Riwayat pernah menderita preeklampsia atau eklamsia
10) Riwayat keluarga pernah menderita preeklampsia atau eklamsia, lebih sering dijumpai
pada penderita preeklampsia dan eklampsia.

Komplikasi
Proteinuria hampir selalu didapatkan, produksi urin berkurang, bahkan kadang – kadang
sampai anuria dan pada umumnya terdapat hemoglobinuria. Setelah persalinan urin output
akan meningkat dan ini merupakan tanda awal perbaikan kondisi penderita. Proteinuria dan
edema menghilang dalam waktu beberapa hari sampai 2 minggu setelah persalinan. Apabila
keadaan hipertensi menetap setelah persalinan maka hal ini merupakan akibat penyakit
vaskuler kronis. Edema pulmo dapat terjadi setelah kejang eklampsia. Hal ini dapat terjadi
karena pneumonia aspirasi dari isi lambung yang masuk ke dalam saluran nafas yang
disebabkan penderita muntah saat kejang. Selain itu dapat pula karena penderita mengalami
dekompensasio kordis, sebagai akibat hipertensi berat dan pemberian cairan yang
berlebihan. Pada kira – kira 10 % kasus, kejang eklampsia dapat diikuti dengan kebutaan
dengan variasi tingkatannya. Kebutaan jarang terjadi pada pre eklampsia. Penyebab
kebutaan ini adalah terlepasnya perlekatan retina atau terjadinya iskemia atau edema pada
lobus oksipitalis. Prognosis penderita untuk dapat melihat kembali adalah baik dan
biasanya pengelihatan akan pulih dalam waktu 1 minggu. Pada kira- kira 5 % kasus kejang
eklampsia terjadi penurunan kesadaran yang berat bahkan koma yang menetap setelah
kejang. Hal ini sebagai akibat edema serebri yang luas. Sedangkan kematian pada kasus
eklampsia dapat pula terjadi akibat herniasi uncus trans tentorial. Pada kasus yang jarang
kejang eklampsia dapat diikuti dengan psikosis, penderita berubah menjadi agresif. Hal ini
biasanya berlangsung beberapa hari sampai sampai 2 minggu namun prognosis penderita
untuk kembali normal baik asalkan tidak terdapat kelainan psikosis sebelumnya. Pemberian
obat – obat antipsikosis dengan dosis yang tepat dan diturunkan secara bertahap terbukti
efektif dalam mengatasi masalah ini. Sindrom hellp dapat muncul sebagai gangguan yang
berat dan mendadak dimasa antepartum atau pascapartum. Pemulihan memerlukan waktu
sampai dengan dua minggu dan terdapat laporan tentang hiperkoagulabilitas setelah
terjadinya kasus help. Dengan demikian menyadari kemungkinan terjadinya penyakit
tromboembolik yang dapat berakibat fatal. Komplikasi lebih lanjut pada kasus berat dapat
menyebabkan perdarahan dibawah kapsula hati yang dapat menyebabkan terjadinya rupture
kapsula, hemoperitoneum, dan tidak jarang menyebabkan kematian.

Prognosis
Eklampsia selalu menjadi masalah yang serius, bahkan merupakan salah satu keadaan
paling berbahaya dalam kehamilan. Statistik menunjukkan di Amerika Serikat kematian
akibat eklampsia mempunyai kecenderungan menurun dalam 40 tahun terakhir, dengan
persentase 10 % - 15 %. Antara tahun 1991 – 1997 kira – kira 6% dari seluruh kematian ibu
di Amerika Serikat adalah akibat eklampsia, jumlahnya mencapai 207 kematian. Kenyataan
ini mengindikasikan bahwa eklampsia dan pre eklamsia berat harus selalu dianggap sebagai
keadaan yang mengancam jiwa ibu hamil.

Penanganan dan asuhan kebidanan pada eklampsia


Penanganan Umum adalah segera rawat penderita dan lakukan pemeriksaan klinis terhadap
keadaan umum, sambil mencari tahu riwayat kesehatan sekarang dan terdahulu pasien atau
keluarganya. Jika pasien tidak bernafas, bebaskan jalan nafas, berikan O2 dengan sungkup
dan lakukan intubasi jika perlu. Jika pasien kehilangan kesadaran/koma, bebaskan jalan
nafas, baringkan pada satu sisi, ukur suhu dan periksa apakah ada kaku kuduk.
A. Masalah Kehamilan dan Persalinan
1. Pengontrolan tekanan darah
2. Penatalaksanaan cairan
3. Pencegahan kejang
a) Penatalaksanaan Dan Asuhan Medis
 Hipertensi mungkin dapat diatasi saat klien baru datang dengan menggunakan agens
oral (labetalol atau nifedipin); penggunaan nifedifin.
 Pemberian parenteral labetalol atau hidralazin lazim dilakukan diunit yang ada
diseluruh inggris. Biasanya diberika pertamakali dalam bentuk bolus dan kemudian
dalam bentuk infus meskipun protokolnya pasti beragam. Laporan tertentu
CEMACH menjelaskan bahwa pengontrolan hipertensi yang tidak adekuat
bertanggung jawab atas sebagian besar kematian dalam kehamilan. Tekanan darah
>170/110 mmHg memerlukan intervensi segera.
 Tidak jarang unit tersebut memberikan bolus cairan (biasanya 250 ml larutan koloid)
pada ibu yang mengalami preeklampsia berat sebelum mereka diterapi untuk
mengurangi insidens abnormalitas CTG. Abnormalitas CTG dapat terlihat ketika
agens antihipertensi menurunkan tekanan darah.
 Pembatasan cairan disarankan untuk mengurangi risiko kelebihan beban cairan di
masa intrapartum atau pascapartum.
 Regimen yang bisa diberikan adalah 1 ml/kg/jam atau 80-85ml/jam
 Regimen tersebut memperlihatkan penurunan yang signifikan pada edema paru dan
kematian akibat komplikas dari preeklampsia; pembatasan ciran biasanya terus
diterapkan sampai terdapat bukti terjadinya dieresis pascapartum
 Situasi ini diperumit jika terjadi perdarahan sehingga penggantian cairan lebih baik
dikontrol melalui pemantauan tekanan vena sentral.
b) Penatalaksanaan Dan Asuhan Kebidanan
 Observasi sering, pemantauan HDU/ITU dan dokumentasi, serta tinjauan
pemeriksaan darah setiap 6 jam
 Penatalaksanaan keseimbangan cairan dan pompa cairan per IV
 Pemberian obat per IV dalam bentuk bolus dan infuse
B. Masalah Persalinan
Asuhan kebidanan umum, observasi, dan dukungan harus diingat sebagai hal yang
penting.
a) Penatalaksanaan dan Asuhan Medis
 Tekanan darah: terapi IV mungkin saja dibutuhkan
 Keseimbangan cairan: keseimbangan cairan ketat yang diterapkan seringkali
membutuhkan pemantauan tekanan vena sentral secara invasive
 Profilaksis eklampsia: mangnesium sulfat mungkin digunakan dalam peripartum
b) Penatalaksanaan Asuhan Kebidanan
 Lanjutkan dengan asuhan dependensi yang tinggi dalam persalinan seperti diatas
 Persiapkan untuk kemungkinan kelahiran prematur dan atau bayi yang kondisi
kurang baik.
 Asuhan pra dan pascaoperasi-bergantung pada cara pelahiran
C. Masalah pascapartum
Dapat terjadi eklampsia pasca partum
a) Penatalaksanaan Asuhan Medis
 Obat tekanan darah dilanjutkan sampai hipertensi teratasi
 Direkomendasikan untuk melakukan tinjauan postnataldan perencanaan prakonsepsi
b) Penatalaksanaan Dan Asuhan Kebidanan
 Dokumentasi hipertensi dan proteinuria yang telah sembuh sangat penting untuk
menyingkirkan dugaan hipertensi kronis dan penyakit ginjal
 Pertahankan observasi sampai kondisi stabil. Biasanya ibu tetap berada diruang
rawat inap sampai empat hari dan bayi mungkin ditempatkan diunit neonatal
sehingga ibu memerlukan bantuan suportif. Ibu dimotivasi untuk menyusui
Pengobatan pada eklampsia
A. Pengobatan medikamentosa
Tujuan utama pengubatan medikamentosa eklampsia ialah mencegah dan
menghentikan kejang, mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya hipertensi krisis,
mencapai stabilisasi ibu seoptimal mungkin sehingga dapat melahirkan janin pada saat
dan dengan cara yang tepat.
1) Obat anti kejang
Antikejang yang menjadi pilihan utama ialah mangnesium sulfat. Bila dengan jenis
obat ini kejang masih sukar diatasi, dapat dipakai obat jenis lain, misalnya thiopental.
Diazepam dapat dipakai sebagai alternative pilihan, namun mengingat dosis yang
diperlukan sangat tinggi, pemberian diazepam hanya dilakukan oleh mereka yang telah
berpengalaman. Pemberian diuretikum hendaknya selalu disertai dengan memonitor
plasma elektrolit. Obat kardiotonika ataupun obat-obat antihipertensi hendaknya selalu
disiapkan dan diberikan benar-benar atas indikasi.
2) Magnesium sulfat (MgSO4)
Pemberian magnesium sulfat pada dasarnya sama seperti pemberian magnesium sulfat
pada preeklampsia berat. Pengobatan suportif terutama ditujukan untuk gangguan
fungsi organ-organ penting, misalnya tindakan-tindakan untuk memperbaiki asidosis,
mempertahankan ventilasi paru-paru, mengatur tekanan darah, mencegah
dekompensasi kordis. Magnesium sulfat harus dipertimbangkan untuk ibu dengan
preeklampsia berat karena dapat mengurangi risiko kejang eklamatik sekitar 58%. Jika
berat, maka 63 ibu akan diterapi untuk mencegah satu serangan eklampsia, sedangkan
jika ringan dan kemudian diterapi maka 109 ibu akan diterapi untuk mencegah satu
serangan. Apabila rencana penatalaksanaan konservatif direkomendasikan, pemberian
magnesium sulfat dapat ditunda sampai pelahiran direncanakan; harus dilanjutkan
untuk 24 jam setelah pelahiran pelahiran atau 24 jam setelah kejang. Magnesium sulfat
adalah terapi baris pertama: 4 gr dengan infus IV lambat (dalam 5-10 menit) dan
dilanjutkan dengan infus 1 g/jam selama 24 jam. Apabila kejang berulang berikan,
berikan bolus sebanyak 2 gr atau tigkatkan laju infuse menjadi 1,5-2 gr/jam. Toksisitas
magnesium dapat dideteksi dengan hilangnya refleks tendon profunda. Apabila
haluaran urin berkurang sampai kurang dari 20 ml/jam, terapi magnesium serum perlu
diukur untuk memantau toksisitas. Pada penderita yang mengalami kejang dan
koma, nursing care sangat penting, misalnya meliputi cara-cara perawatan penderita
dalam suatu kamar isolasi, mencegah aspirasi, mengatur infuse penderita, dan
monitoring produksi urine.
B. Pengobatan obstetric
Sikap terhadap kehamilahn ialah semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri,
tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Persalinan diakhiri bila sudah
mencapai stabilisasi (pemulihan) hemodinamika dan metabolisme ibu. Pada perawatan
pasca persalinan, bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda-tanda vital
dilakukan sebagimana lazimnya. Prognosis apabila penderita tidak terlambat dalam
pemberian pengobatan, maka gejala perbaikan akan tampak jelas setelah kehamilannya
diakhiri. Segera setelah persalinan berakhir perubahan patofisiologik akan segera pula
mengalami perbaikan. Dieresis terjadi 12 jam kemudian setelah persalinan. Keadaan
ini merupakan tanda prognosis yang baik, karena hal ini merupakan gejala pertama
penyembuhan. Tekanan darah kembali normal dalam beberapa jam kemudian.
Eklampsia tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali pada janin dari ibu yang
sudah mempunyai hipertensi kronik. Prognosis janin pada penderita eklampsia juga
tergolong buruk. Seringkali janin mati intrauterine atau mati pada fase neonatal karena
memang kondisi bayi sudah sangat inferior.
1) Perawatan eklampsia
Perawatan eklampsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabilasi fungsi vital, yang
harus selalu diingat airway, breathing, circulation (ABC), mengatasi dan mencegah
kejang, mengatasi hipoksemia dan asidemia mencegah trauma pada pasien pada waktu
kejang, mengendalikan tekanan darah, khususnya pada waktu krisis hipertensi,
melahirkan janin pada waktu yan tepat dan dengan cara yang tepat.
2) Perawatan pada waktu kejang
Pada penderita yang mengalami kejang, tujuan pertama pertolongan ialah mencegah
penderita mengalami trauma akibat kejang-kejang tersebut. Dirawat dikamar isolasi
cukup terang, tidak dikamar gelap, agar bila terjadi sianosis segera dapat diketahui.
Penderita dibaringkan ditempat tidur yang lebar,dengan rail tempat tidurharus
dipasang dan dikunci dengan kuat. Selanjutnya masukkan sudap lidah kedalam mulut
penderita dan jangan mencoba sudap lidah yang sedang tergigit karena dapat
mematahkan gigi. Kepala direndahkan dan daerah orofaring dihisap. Hendaknya dijaga
agar kepala dan ekstremitas penderita yang kejang tidak terlalu kuat menghentak-
hentak benda keras disekitarnya. Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor,
guna menghindari fraktur. Bila penderita selesai kejang-kejang, segera beri oksigen.
3) Perawatan koma
Perlu diingat bahwa penderita koma tidak dapat bereaksi atau mempertahankan diri
terhadap suhu yang ekstrem, posisi tubuh yang menimbulkan nyeri dan aspirasi, karena
hilangnya efek muntah. Bahaya terbesar yang mengancam penderita koma, ialah
terbuntunya jalan nafas atas. Setiap penderita eklampsia yang jatuh koma harus
dianggap bahwa jalan nafas atas terbuntu, kecuali dibuktikan lain. Oleh karena itu,
tindakan pertama-tama pada penderita yang jatuh koma (tidak sadar), ialah menjaga
dan mengusahakan jalan nafas atas tetap terbuka. Untuk menghindari terbuntunya jalan
nafas atas oleh pangkal lidah dan epiglottis dilakukan tindakan sebagai berikut. Cara
sederhana cukup efektif dalam menjaga terbukanya jalan nafas atas, ialah dengan
maneuver head tilt-neck-lift, yaitu kepala direndahkan dan leher dalam posisi ekstensi
kebelakan atau head tilt-chainlift,yaitu dengan kepala direndahkan dan dagu ditari
keatas, tau jaw-trust, yaitu mandibula kiri kanan diekstensikan keatas sambil
mengangkat kepala kebelakang. Tindakan ini kemudian dapat dilanjutkan dengan
pemasanganoropharyngealairway. Hal penting kedua yang perlu diperhatikan ialah
bahwa penderita koma akan kehilanga refleks muntah sehingga kemungkinan
terjadinya aspirasi bahan lambung sangat besar. Lambung ibu hamil harus selalu
dianggap sebagai lambung penuh. Oleh karena itu, semua benda yang ada dalam
rongga mulut dan tenggorokan, baik berupa lender maupun sisa maupun sisa makanan,
harus segera diisap secara intermiten. Penderita ditidurkan dalam posisi stabil untuk
drainase lendir. Monitoring kesadaran dan dalamnya koma memakai Glasgow coma
scale. Pada perawatan koma perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan
penderita. Pada koma yang lama, bila nutrisi tidak mungkin; dapat diberikan
melalui Naso Gastric Tube (NGT).
4) Perawatan edema paru
Bila terjadi edema paru sebaiknya penderita dirawat di ICU karena membutuhkan
perawatan animasi dengan respirator.

Penanganan kasus eklampsia di komunitas


Mengingat terbatasnya fasilitas yang tersedia di BPS maupun dipuskesmas, secara prinsip
pasien dengan PEB dan eklampsia harus sirujuk ke tempat pelayanan kesehatan dengan
fasilitas yang lebih lengkap. Persiapan yangperlu dilakukan dalam merujuk pasien PEB
atau eklampsia adalah sebagai berikut :
1) Pada pasien PEB/eklampsia sebelum berangkat, pasang infuse RD5, berikan SM 20%
4 IV pelan-pelan selama 5 menit, bila timbul kejang ulangan berikan injeksi diazepam
10 mg IV secara pelan-pelan selama 2 menit, bila timbul kejang ulangan, ulangi dosis
yang sama.
2) Untuk pasien dengan eklampsia diberikan dosis rumatan setelah initialdose diatas
dengan cara: injeksi SM 40% masing-masng 5 g IM.
3) Pasang oksigen dengan kanul nasal atau sungkup.
4) Menyiapkan surat rujukan berisi riwayat penyakit dan obat-oat yang sudah diberikan.
5) Menyiapkan partus kit dan sudip lidah.
6) Menyiapkan obat-obatan: injeksi SM 20%, injeksi diazepam, cairan infuse, dan tabung
oksigen.
7) Antacid untuk menetralisirkan asam lambung sehingga bila mendadak kejang dapat
mencegah terjadinya aspirasi isi lambung yang sangat asam.
Sistem rujukan
Sistem rujukan adalah sistem yang dikelola secara strategis, proaktif, pragmatif dan
koordinatif untuk menjamin pemerataan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang
paripurna dan komprehensif bagi masyarakat yang membutuhkannya terutama ibu dan bayi
baru lahir, dimanapun mereka bearada dan berasal dari golongan ekonomi manapun agar
dapat dicapai peningkatan derajat kesehatan dan neonatal di wilayah mereka berada
(Depkes RI, 2006). Menurut SK Menteri Kesehatan RI No 32 Tahun 1972 sistem rujukan
adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelipahan
tanggung jawab timbal balik terhadap satu kasus masalah kesehatan secara vertikal, dala
arti unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horizontal
dalam arti antar unit-ubit yang setingkat kemampuannya. Rujuk ke fasilitas yang lebih
lengkap jika terdapat oliguria (<400ml/24 jam), sindrom HELLP, koma berlanjut lebih dari
24 jam setelah kejang.

Jenjang tingkat tempat rujukan

RUMAH SAKIT TIPE A

RUMAH SAKIT TIPEC/D

RUMAH SAKIT TIPE INAP

PUSKESMAS/BP/RB/BKIASWASTA

PUSKESMAS PEMBANTU/BIDAN
POSYANDU/ KADER/DUKUN BAYI
A. Jalur Rujukan
1) Dari kader, dapat langsung merujuk ke :
a. Puskesmas pembantu
b. Pondok bersalin/ bidan desa
c. Puskesmas/ puskesmas rawat inap
d. Rumah sakit pemerintah/ swasta
2) Dari posyandu, dapat langsung merujuk ke :
a. Puskesmas pembantu
b. Pondok bersalin/ bidan desa
c. Puskesmas/ puskesmas rawat inap
d. Rumah sakit pemerintah/ swasta
3) Dari puskesmas pembantu
Dapat langsung merujuk ke rumah sakit tipe D/C atau rumah sakit swasta
4) Dari pondok bersalin
Dapat langsung merujuk ke rumah sakit tipe D. atau rumah sakit swasta
B. Mekanisme rujukan
1) Menentukan kegawadaruratan penderita
a. Pada tingkat kader atau dukun bayi terlatih
Ditemukan penderita yang tidak dapat ditangani sendiri oleh keluarga atau
kader/dukun bayi, maka segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang
terdekat, oleh karena itu mereka belum tentu dapat menerapkan ke tingkat
kegawatdaruratan.
b. Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas
Tenaga kesehatan yang ada pada fasilitas pelayanan kesehatan tersebut harus dapat
menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui, sesuai dengan wewenang
dan tanggung jawabnya, mereka harus menentukan kasus mana yang boleh ditangani
sendiri dan kasus mana yang harus dirujuk.
c. Memberikan informasi kepada penderita dan keluarga
Sebaiknya bayi yang akan dirujuk harus sepengathuan ibu atau keluarga bayi yang
bersangkutan dengan cara petugas kesehatan menjelaskan kondisi atau masalah bayi
yang akan dirujuk dengan cara yang baik.
d. Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju :
 Memberitahukan bahwa akan ada penderita yang dirujuk
 Meminta petunjuk apa yan perlu dilakukan dalam rangka persiapan dan selama
dalam perjalanan ke tempat rujukan
 Meminta petunjuk dan cara penanganan untuk menolong penderita bila penderita
tidak mungkin dikirim.
e. Persiapan penderita (BAKSOKUDA)
Persiapan yang harus diperhatikan dalam melakukan rujukan disingkat
“BAKSOKUDA” yang diartikan sebagi berikut :
 B (Bidan) : Pastikan ibu/ bayi/ klien didampingi oleh tenaga kesehatan yang
kompeten dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan kegawatdaruratan
 A (Alat) : Bawa perlengkapan dan bahan-bahan yang diperlukan seperti spuit, infus
set, tensimeter dan stetoskop
 K (keluarga) : Beritahu keluarga tentang kondisi terakhir ibu (klien) dan alasan
mengapa ia dirujuk. Suami dan anggota keluarga yang lain harus menerima ibu
(klien) ke tempat rujukan.
 S (Surat) : Beri sura ke tempat rujukan yang berisi identifikasi ibu (klien), alasan
rujukan, uraian hasil rujuka, asuhan atau obat-obat yang telah diterima ibu
 O (Obat) : Bawa obat-obat esensial yang diperlukan selama perjalanan merujuk
 K (Kendaraan) : Siapkan kendaraan yang cukup baik untuk memungkinkan ibu
(klien) dalam kondisi yang nyaman dan dapat mencapai tempat rujukan dalam waktu
cepat.
 U (Uang) : Ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam jumlah yang cukup untuk
membeli obat dan bahan kesehatan yang diperlukan di tempar rujukan
 DA (Darah) : Siapkan darah untuk sewaktu-waktu membutuhkan transfusi darah
apabila terjadi perdarahan
f. Pengiriman Penderita
Untuk mempercepat sampai ke tujuan, perlu diupayakan kendaraan/ sarana
transportasi yang tersedia untuk mengangkut penderita
g. Tindak lanjut penderita
 Untuk penderita yang telah dikemalikan
 Harus kunjungan rumah bila penderita yang memerlukan tindakan lanjut tapi tidak
melapor.
DAFTAR PUSTAKA

S.Elizabeth Robson And Jason Waugh.2013.Patologi Pada Kehamilan: Manajemen dan


Asuhan Kebidanan.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Prawirohardjo, Sarwono.2010.Ilmu Kebidanan (Edisi Keempat).Jakarta : P.T. Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo

Syafarudin, Hamidah.2012.Kebidanan Komunitas.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai