Eklamsia
Eklamsia
Eklampsia adalah gangguan yang ditandai dengan terjadinya kejang sebanyak satu kali atau
lebih saat preeklamsi. Telah dilaporkan bahwa angka fatalitas kasusnya adalah 1,8% dan
sampai dengan 35 % ibu mengalami komplikasi mayor. (buku patologi pada kehamilan :
manajemen dan asuhan kebidanan, 2013:36). Eklampsia merupakan kelanjutan dari
preeklamsia ringan dan berat serta dapat terjadi antepartum, intrapartum dan pascapartum
sekitar 24 jam pertama. Eklampsia selalu ditandai oleh stadia “impending eklampsia”
(manuaba, 2001:421). Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia, yang
disertai dengan kejang menyeluruh dan koma. (sarwono,edisi keempat, 2010:550)
Disamping eklamsia, preeklampsi berat harus di dipertimbangkan secara tepat.
Preeklamsia berat. Preeklamsia berat lebih sulit didefinisikan, tetapi tekanan darah sistolik
> 170 mmHg atau tekanan diastolik >110 mmHg dengan proteinuria >1 g/l adalah definisi
yang dapat diterima.
Manifestasi Klinik
Pada penderita preeklampsia, yang akan kejang, umumnya memberi gejala-gejala atau
tanda-tanda yang has, yang dapat dianggap sebagai tanda prodoma akan terjadinya kejang.
Tanda dan gejalanya adalah sakit kepala hebat, gangguan penglihatan, nyeri epigastrik,
muntah, nyeri tekan dihati, klonus/hiperrefleksia, trombosit rendah, papiloedema, fungsi
hati abnormal (ALT [alanine transminase] atau AST [aspartate transaminase] > 70 IU/l).
Preeklampsia berat dan eklampsia dapat terjadi dalam periode kehamilan atau pascapartum.
Sampai dengan 44% kasus eklampsia telah dijelaskan terjadi di masa postnatal (sampai
dengan empat minggu). Sampai dengan 13% ibu pengidan eklampsia mengalami hipertensi
kronis atau hipertensi esensial yang mendasari terjadinya eklampsia.
Komplikasi
Proteinuria hampir selalu didapatkan, produksi urin berkurang, bahkan kadang – kadang
sampai anuria dan pada umumnya terdapat hemoglobinuria. Setelah persalinan urin output
akan meningkat dan ini merupakan tanda awal perbaikan kondisi penderita. Proteinuria dan
edema menghilang dalam waktu beberapa hari sampai 2 minggu setelah persalinan. Apabila
keadaan hipertensi menetap setelah persalinan maka hal ini merupakan akibat penyakit
vaskuler kronis. Edema pulmo dapat terjadi setelah kejang eklampsia. Hal ini dapat terjadi
karena pneumonia aspirasi dari isi lambung yang masuk ke dalam saluran nafas yang
disebabkan penderita muntah saat kejang. Selain itu dapat pula karena penderita mengalami
dekompensasio kordis, sebagai akibat hipertensi berat dan pemberian cairan yang
berlebihan. Pada kira – kira 10 % kasus, kejang eklampsia dapat diikuti dengan kebutaan
dengan variasi tingkatannya. Kebutaan jarang terjadi pada pre eklampsia. Penyebab
kebutaan ini adalah terlepasnya perlekatan retina atau terjadinya iskemia atau edema pada
lobus oksipitalis. Prognosis penderita untuk dapat melihat kembali adalah baik dan
biasanya pengelihatan akan pulih dalam waktu 1 minggu. Pada kira- kira 5 % kasus kejang
eklampsia terjadi penurunan kesadaran yang berat bahkan koma yang menetap setelah
kejang. Hal ini sebagai akibat edema serebri yang luas. Sedangkan kematian pada kasus
eklampsia dapat pula terjadi akibat herniasi uncus trans tentorial. Pada kasus yang jarang
kejang eklampsia dapat diikuti dengan psikosis, penderita berubah menjadi agresif. Hal ini
biasanya berlangsung beberapa hari sampai sampai 2 minggu namun prognosis penderita
untuk kembali normal baik asalkan tidak terdapat kelainan psikosis sebelumnya. Pemberian
obat – obat antipsikosis dengan dosis yang tepat dan diturunkan secara bertahap terbukti
efektif dalam mengatasi masalah ini. Sindrom hellp dapat muncul sebagai gangguan yang
berat dan mendadak dimasa antepartum atau pascapartum. Pemulihan memerlukan waktu
sampai dengan dua minggu dan terdapat laporan tentang hiperkoagulabilitas setelah
terjadinya kasus help. Dengan demikian menyadari kemungkinan terjadinya penyakit
tromboembolik yang dapat berakibat fatal. Komplikasi lebih lanjut pada kasus berat dapat
menyebabkan perdarahan dibawah kapsula hati yang dapat menyebabkan terjadinya rupture
kapsula, hemoperitoneum, dan tidak jarang menyebabkan kematian.
Prognosis
Eklampsia selalu menjadi masalah yang serius, bahkan merupakan salah satu keadaan
paling berbahaya dalam kehamilan. Statistik menunjukkan di Amerika Serikat kematian
akibat eklampsia mempunyai kecenderungan menurun dalam 40 tahun terakhir, dengan
persentase 10 % - 15 %. Antara tahun 1991 – 1997 kira – kira 6% dari seluruh kematian ibu
di Amerika Serikat adalah akibat eklampsia, jumlahnya mencapai 207 kematian. Kenyataan
ini mengindikasikan bahwa eklampsia dan pre eklamsia berat harus selalu dianggap sebagai
keadaan yang mengancam jiwa ibu hamil.
PUSKESMAS/BP/RB/BKIASWASTA
PUSKESMAS PEMBANTU/BIDAN
POSYANDU/ KADER/DUKUN BAYI
A. Jalur Rujukan
1) Dari kader, dapat langsung merujuk ke :
a. Puskesmas pembantu
b. Pondok bersalin/ bidan desa
c. Puskesmas/ puskesmas rawat inap
d. Rumah sakit pemerintah/ swasta
2) Dari posyandu, dapat langsung merujuk ke :
a. Puskesmas pembantu
b. Pondok bersalin/ bidan desa
c. Puskesmas/ puskesmas rawat inap
d. Rumah sakit pemerintah/ swasta
3) Dari puskesmas pembantu
Dapat langsung merujuk ke rumah sakit tipe D/C atau rumah sakit swasta
4) Dari pondok bersalin
Dapat langsung merujuk ke rumah sakit tipe D. atau rumah sakit swasta
B. Mekanisme rujukan
1) Menentukan kegawadaruratan penderita
a. Pada tingkat kader atau dukun bayi terlatih
Ditemukan penderita yang tidak dapat ditangani sendiri oleh keluarga atau
kader/dukun bayi, maka segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang
terdekat, oleh karena itu mereka belum tentu dapat menerapkan ke tingkat
kegawatdaruratan.
b. Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas
Tenaga kesehatan yang ada pada fasilitas pelayanan kesehatan tersebut harus dapat
menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui, sesuai dengan wewenang
dan tanggung jawabnya, mereka harus menentukan kasus mana yang boleh ditangani
sendiri dan kasus mana yang harus dirujuk.
c. Memberikan informasi kepada penderita dan keluarga
Sebaiknya bayi yang akan dirujuk harus sepengathuan ibu atau keluarga bayi yang
bersangkutan dengan cara petugas kesehatan menjelaskan kondisi atau masalah bayi
yang akan dirujuk dengan cara yang baik.
d. Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju :
Memberitahukan bahwa akan ada penderita yang dirujuk
Meminta petunjuk apa yan perlu dilakukan dalam rangka persiapan dan selama
dalam perjalanan ke tempat rujukan
Meminta petunjuk dan cara penanganan untuk menolong penderita bila penderita
tidak mungkin dikirim.
e. Persiapan penderita (BAKSOKUDA)
Persiapan yang harus diperhatikan dalam melakukan rujukan disingkat
“BAKSOKUDA” yang diartikan sebagi berikut :
B (Bidan) : Pastikan ibu/ bayi/ klien didampingi oleh tenaga kesehatan yang
kompeten dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan kegawatdaruratan
A (Alat) : Bawa perlengkapan dan bahan-bahan yang diperlukan seperti spuit, infus
set, tensimeter dan stetoskop
K (keluarga) : Beritahu keluarga tentang kondisi terakhir ibu (klien) dan alasan
mengapa ia dirujuk. Suami dan anggota keluarga yang lain harus menerima ibu
(klien) ke tempat rujukan.
S (Surat) : Beri sura ke tempat rujukan yang berisi identifikasi ibu (klien), alasan
rujukan, uraian hasil rujuka, asuhan atau obat-obat yang telah diterima ibu
O (Obat) : Bawa obat-obat esensial yang diperlukan selama perjalanan merujuk
K (Kendaraan) : Siapkan kendaraan yang cukup baik untuk memungkinkan ibu
(klien) dalam kondisi yang nyaman dan dapat mencapai tempat rujukan dalam waktu
cepat.
U (Uang) : Ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam jumlah yang cukup untuk
membeli obat dan bahan kesehatan yang diperlukan di tempar rujukan
DA (Darah) : Siapkan darah untuk sewaktu-waktu membutuhkan transfusi darah
apabila terjadi perdarahan
f. Pengiriman Penderita
Untuk mempercepat sampai ke tujuan, perlu diupayakan kendaraan/ sarana
transportasi yang tersedia untuk mengangkut penderita
g. Tindak lanjut penderita
Untuk penderita yang telah dikemalikan
Harus kunjungan rumah bila penderita yang memerlukan tindakan lanjut tapi tidak
melapor.
DAFTAR PUSTAKA