Anda di halaman 1dari 12

1.

Crushing
Crushing adalah proses pengecilan ukuran. Secara garis besar, prinsip
pengecilan ukuran (kominusi) pada crusher dikelompokkan dalam tiga kelompok
gaya penyebab, yaitu
a. Abrasion, Gaya abrasion terjadi ketika energi yang bekerja pada material bijih
terlalu kecil sehingga yang terjadi adalah localized stressing pada bijih. Hal ini
menyebabkan fenomena yang terjadi hanya berupa penggerusan pada
permukaan bijih.
b. Cleavage/compression, mekanisme compression terjadi ketika energi yang
bekerja pada bijih tepat cukup unutk menghancurkan bijih sehingga dihasilkan
produk crushing dengan ukuran hampir seragam.
c. Impact/shatter. Energi yang dihasilkan oleh gaya impact jauh lebih dari cukup
untuk memecahkan bijih sehingga dihasilkan produk dengan distribusi ukuran
yang besar.
Jenis crusher yang digunakan adalah jaw crusher sebagai primary crusher dan
roll crusher sebagai secondary crusher. Alat ini digunakan untuk menghasilkan
bijih dengan ukuran yang lebih kecil. Jaw Crusher adalah alat kominusi di mana
tujuan utamanya adalah pembebasan mineral berharga dari gangue. Bijih yang
memiliki ukuran diameter 1.5 m menjadi 10-20 cm. Ciri khas dari Jaw Crusher
adalah memiliki dua plate yang membuka dan menutup. Sample dimasukan
kedalam jaw secara bergantian dijepit dan dilepaskan kedalam crushing chamber.
Produk yang dihasilkan adalah batu yang berukuran 6.3 mm - 0.4 mm. Sampel
yang akan digiling dimasukkan ke dalam mesin crusher dengan terlebih dahulu
mengatur jarak jaw untuk mendapatkan ukuran yang diinginkan. Sambil mesin
dinyalakan, sampel secara perlahan dituangkan melalui mulut jaw crusher dan
dikumpulkan dalam kotak penampung.
Gambar 1. Jaw Crusher

Roll crusher adalah alat kominusi untuk ukuran sampel yang dimasukkan ±
13mm. Apabila sampel yang dimasukan ke dalam mesin roll crusher terlalu besar,
pada umumnya akan menyebabkan mesin berhenti. Sampel hasil roll crusher akan
berukuran ± 3.5-3 mm. Sampel yang akan digiling dimasukkan ke dalam mesin
crusher dengan cara dituangkan melalui mulut crusher dan dikumpulkan dalam
kotak penampung sambil mesin dinyalakan. Setiap satu sampel, jaw crusher
maupun roll crusher harus dibersihkan menggunakan air gun (compressed air) atau
apabila sampel menempel pada crusher, alat harus dibersihkan dengan menggiling
batu cucian.

Gambar 2. Roll Crusher


2. Grinding
Proses penggerusan atau grinding adalah proses reduksi dari bijih yang
berukuran halus, dengan kombinasi impact, attrition, dan shear. Setiap bijih
mempunyai ukuran optimum yang ekonomis tergantung ukuran butir mineral
berharga dalam bijih atau ukuran liberasi dan ukuran pemisahan yang diperlukan
untuk proses selanjutnya. Penggerusan dapat dilakukan dengan cara basah maupun
kering. Faktor yang menentukan penggerusan dilakukan dengan cara kering atau
basah antara lain
1) Pengolahan berikutnya apakah cara kering atau bersih
2) Penggerusan cara bersih memerlukan energi lebih sedikit dibandingkan
dengan cara kering
3) Klasifikasi cara basah lebih mudah dan memerlukan ruang yang lebih kecil
dibandingkan dengan cara kering
4) Lingkungan pada penggerusan cara basah lebih bersih dan tidak
memerlukan alat penangkap debu
5) Penggerusan cara kering memerlukan material yang betul-betul kering
sehingga perlu proses pengeringan terlebih dahulu
6) Pada penggerusan cara basah konsumsi media gerus dan bahan pelapis
lebih banyak karena terjadi korosi.
Penggerusan dilakukan dalam alat berbentuk silinder yang berputar pada
sumbu horizontalnya. Di dalam silinder terdapat media untuk menggerus bijih yang
disebut media penggerusan, material yang digerus, dan air (pada cara basah).
Beberapa media penggerus antara lain
1) Grinding Ball
Grinding ball merupakan media penggerus berbentuk bola yang dapat
dibentuk dari baja maupun keramik. Sebelum proses penggerusan
dilakukan sampel dimasukkan ke dalam alat penggerus terlebih dahulu lalu
dilanjutkan dengan penambahan ball mill ke dalam alat penggerus.

2) Grinding Rod
Grinding ball merupakan media penggerus berupa batang baja silinder yang
panjangnya hampir sama dengan panjang mill. Sebelum melakukan
pengerjaan, rod ditimbang dan dibersihkan terlebih dahulu. Sampel yang
akan digerus memiliki berat maksimum 1000 gram, lalu dimasukkan ke
dalam alat penggerus. Kemudian alat diposisikan ke arah horizontal di atas
roller dan diatur kecepatan putarnya (rpm).

Gambar 3. Grinding Rod

Gambar 4. Rod Mill dan Grinding Rod


Gambar 5. Roller

Pada proses penggerusan juga terdapat Grind Establishment Test yaitu


pengujian yang dilakukan untuk menentukan waktu penggerusan yang
dibutuhkan untuk mendapatkan P80 pada ukuran tertentu. Tahap awal dari
Grind Establishment test yaitu dengan menimbang sampel sebanyak 1000
gram dan dimasukkan ke dalam alat Rod Mill. Lalu air ditambahkan sesuai
% solid yang di butuhkan. Misal 1000 gram sampel dengan 62.5 % solid,
maka berat air yang dibutuhkan yaitu
37,5%
Berat air = 62,5% x 1000 = 600 gram

Setelah air dimasukkan, kecepatan diatur untuk memutar tabung pada Rod
Mill dan tentukan waktu awal untuk menjalankan rod mill. Kemudian
dilakukan PSD untuk mendapatkan ukuran target. Waktu kedua untuk
menjalankan rod mill dilakukan kembali seperti langkah awal. Bentuk
grafik dengan sumbu x % passing dan sumbu y waktu grinding lalu
dilakukan regresi atau forecast dari dua titik yang diketahui untuk
mengetahui waktu grinding selanjutnya agar diperoleh ukuran target.
Setelah itu dilakukan rod mill dengan waktu hasil regresi untuk mencapai
ukuran target.

3. Sieving
Setelah dilakukan penggerusan atau grinding akan diperoleh ukuran partikel
yang bermacam-macam sehingga perlu dilakukan pemisahan berdasarkan ukuran
partikel agar sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan pada tahap selanjutnya. Pada
umumnya sizing dibagi menjadi dua yaitu saringan (sieving) yang digunakan pada
skala laboratorium dan ayakan (screen) yang digunakan pada skala industri.

Gambar 6. Saringan

Gambar 7. Mesin Sieving

Pengayakan atau penyaringan (screening atau sieving) adalah proses pemisahan


secara mekanik berdasarkan perbedaan ukuran partikel atau pengelompokan
partikel berdasarkan besar lubang ayakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
lewatnya material melalui lubang ayakan, antara lain
1) Dari segi material yang diayak
a. Bentuk partikel
b. Prosen near size, under size, dan oversize yang ada dalam umpan
c. Kandungan air dan kelengketan partikel
d. Kemungkinan remuknya material pada waktu diayak
e. Density material
2) Dari segi operasi
a. Amplitude dan frekuensi getaran
b. Arah dorongan getaran
c. Laju pengumpanan
d. Ratanya material di atas ayakan
3) Dari segi ayakan
a. Macam ayakan
b. Persen lubang yang terbuka
c. Bentuk lubang ayakan
d. Korosi atau rusaknya lubang ayakan
e. Tata cara pemasangan ayakan pada alat
Proses sieving dapat dibagi menjadi dua macam yaitu dry sieving dan wet
sieving. Dry sieving dilakukan pada partikel yang berukuran lebih kasar dari 75
mikron. Wet sieving dilakukan untuk memisahkan butiran halus dari butiran kasar
dengan mencuci sampel pada mesh saringan 75 mikron. Pada dry sieving, ayakan
disusun dengan urutan bukaan paling besar yang berada di posisi paling atas,
hingga ukuran paling kecil yang berada di posisi bawah. Pan lalu dipasang pada
posisi paling bawah. Kemudian sampel dimasukkan ke ayakan dengan bukaan
paling besar. Set getaran pada angka 50-60 dan waktu 10 menit (untuk sampel
kasar) atau 20 menit (untuk sampel halus). Sampel kemudian dipisahkan sesuai
dengan fraksi ukuran yang akan ditimbang per fraksi ukuran.
Pada wet sieving, ayakan diurutkan dengan bukaan terbesar berada di
urutan paling atas dan oversize tidak dibutuhkan atau dapat dibuang. Sampel yang
akan dilakukan ayak ditimbang terlebih dahulu lalu dimasukkan ke ayakan dengan
ukuran paling besar. Pan juga dipasang dengan fungsi sebagai penampung air. Pada
wet sieving dibutuhkan air mengalir yang akan dialirkan ke bagian penutup ayakan.
Aliran air yang keluar untuk proses wet sieving diatur alirannya sehingga air keluar
seperti spray. Getaran diset pada angka 50-60 dan waktu 10 menit (untuk sampel
kasar) atau 20 menit (untuk sampel halus). Sampel yang telah dilakukan wet
sieving lalu dikeringkan menggunakan oven.

4. Homogenisasi
Proses homogenisasi di PT Geoservices, Ltd. dilakukan dengan
menggunakan alat Rotary Sample Divider. Rotary Sample Divider terdiri dari
feeder, konveyor, dan splitter yang terdiri dari beberapa kapasitas, seperti 2, 15,
dan 50 kg. Sebelum Rotary Sample Divider dijalankan, mesin penyedot debu
dinyalakan terlebih dahulu dan mesin rotary splitter dibersihkan menggunakan
spray udara.

Gambar 8. Rotary Sample Divider kapasitas 2 kg


Gambar 9. Rotary Sample Divider kapasitas 15 kg

Gambar 10. Rotary Sample Divider kapasitas 50 kg

Proses homogenisasi diawali dengan memasukkan sampel ke feeder mesin.


Lalu level vibrasi konveyor diatur agar feed yang akan masuk ke dalam splitter
tidak terlalu cepat, terutama pada sample yang halus, yang dapat menyebabkan
sampel tidak terhomogenisasi atau hanya masuk ke dalam satu kontainer. Jika
sample perlu dihomogenkan untuk komposit atau penggabungan sampel, dilakukan
pengulangan 5 kali. Kemudian sampel ditimbang dan sampel yang sudah terbagi
sesuai kebutuhan berat dari proses selanjutnya dicatat lalu dimasukkan ke tray atau
plastic bag sesuai kebutuhan.

5. Pelindian Au
Leaching adalah pelarutan selektif logam berharga didalam bijih atau
konsentrat dengan tanpa atau meminimalkan pelarutan pengotor. Pengotor tetap
berada dalam bentuk solid dan ditransportasikan ke pembuangan. Dalam proses
pelindian emas, reaksi yang diperhatikan paling utama adalah pelarutan emas
dalam larutan aqueous. Sianida digunakan secara universal pada proses pelindian
emas karena harganya relatif murah, efektivitas yang tinggi pada pelarutan emas
dan perak, dan selektivitasnya pada emas dan perak terhadap metal lainnya. Proses
leaching yang terdapat di PT Geoservices, Ltd. dilakukan dalam beberapa macam,
seperti cyanide leach, intensive leach, dan diagnostic leach.

1) Cyanide Leaching Emas


Cyanide leaching emas merupakan proses pelindian selektif emas dengan
menggunakan sianida sebagai larutan pelindi. Pada proses ini parameter
pelindian yang diperhatikan antara lain
a. Berat Sample, Persen solid
b. pH dan air yang digunakan
c. DO dan injeksi oksigen
d. Konsentrasi NaCN
e. Waktu Pelindian
f. Kebutuhan sampling (jika diperlukan)
g. Analisa (dengan AAS) pada sample-sample solution dan
sample-sample tail

2) Diagnostic Leaching Emas


Diagnostic leaching adalah proses pelarutan selektif emas dengan
cara bertahap. Konsep dari diagnostic leaching yaitu mendestruksi mineral
tertentu agar emas yang berada dalam mineral tersebut terbuka sehingga
dapat diekstraksi menggunakan sianida. Kerugian dari diagnostic leaching
adalah perlakuan sebelum proses leaching umumnya tidak spesifik untuk
suatu mineral dan dapat melarutkan beberapa mineral, yang dapat
mempersulit interpretasi data sianidasi. Untuk mengetahui distribusi dari
emas murni maupun emas dan perak dapat diketahui dengan cara mengukur
proporsi mineral emas sebelum dan sesudah tiap tahap leaching sehingga
didapatkan ukuran tingkat kelarutan dari masing-masing mineral emas.
Tahap pertama dari proses diagnostic leaching emas yaitu preparasi
sampel, seperti menyiapkan larutan NaCN 0.1%, larutan HCl 3M, larutan
HNO3 20%, dan larutan AgNO3. Proses pelindian pertama yaitu dilakukan
sianidasi menggunakan larutan NaCN yang digunakan untuk mengekstraksi
Au yang bebas. Setelah itu residu dari proses sianidasi digunakan untuk
proses kedua dengan menggunakan larutan HCl. Larutan HCl digunakan
untuk mendestruksi mineral pyrrhotite, calcite, dolomite, galena, goethite,
dan calcium carbonate. Kemudian dilakukan kembali proses sianidasi untuk
mengekstraksi Au yang sudah terbebas dari mineral yang terdestruksi.
Setelah itu residunya kembali digunakan untuk proses ketiga menggunakan
larutan HNO3 dan kemudian dilakukan kembali proses sianidasi. Larutan
HNO3 digunakan untuk mendestruksi mineral pyrite, arsenopyrite, dan
marcasite. Larutan yang telah dipisahkan dari residu pada masing-masing
proses dilakukan analisis Au dan Ag menggunakan AAS.

3) Intensive Leaching Emas


Intensive leaching emas adalah pelarutan selektif emas dengan
menggunakan sianida, dimana konsentrasi sianida yang digunakan untuk
intensive leaching lebih tinggi dibandingkan dengan proses pelindian emas
biasanya (Cyanide Leach). Intensive leaching emas yang dilakukan di PT
Geoservices, Ltd. dapat dilakukan dengan menggunakan bottle roll maupun
dengan proses stirring. Larutan pelindi yang digunakan pada proses
intensive leaching dapat berupa larutan CN maupun larutan NaCN. pH
larutan pelindi dipastikan diatas 8, untuk menghindari terbentuknya HCN
dengan menambahkan NaOH untuk mengatur pH. Berat larutan NaCN
yang diperlukan dihitung berdasarkan persen solid yang dinyatakan pada
flowsheet.

𝑵𝒂𝑪𝑵 𝑨𝒅𝒅𝒊𝒕𝒊𝒐𝒏 = 𝑁𝑎𝐶𝑁 𝑐𝑜𝑛𝑐𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑡𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡 𝑥 𝑆𝑜𝑙𝑢𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑤𝑒𝑖𝑔ℎ𝑡


(100 − %𝑠𝑜𝑙𝑖𝑑𝑠)
𝑾𝒆𝒊𝒈𝒉𝒕 𝒐𝒇 𝑵𝒂𝑪𝑵 𝑺𝒐𝒍𝒖𝒕𝒊𝒐𝒏 = 𝑥𝑊𝑒𝑖𝑔ℎ𝑡 𝑜𝑓 𝑠𝑜𝑙𝑖𝑑 𝑜𝑟𝑒
%𝑠𝑜𝑙𝑖𝑑𝑠

Jika dinyatakan lain dalam flowsheet, target konsentrasi CN (bukan NaCN)


dalam larutan, maka perhitungan penambahan NaCN akan menyertakan
berat molekul relatif. Setelah pelindian dilakukan, slurry ±500mL
dituangkan ke dalam botol sentrifugal sehingga mendapatkan larutan jernih
untuk penentuan Sianida Bebas akhir. Slurry sisanya dilakukan
washing(termasuk material padat hasil sentrifugasi) lalu material padat tail
dipisahkan dari larutannya menggunakan Filter Press. Sample padat tail
digunakan untuk analisa Au dengan Fire Assay dan sample larutan dianalisa
dengan AAS.

6. Laser Particle Size Analysis


Laser Particle Size Analysis digunakan untuk mengukur ukuran partikel
dalam suatu material. Ukuran partikel dihitung dengan mengukur sudut cahaya
yang tersebar oleh partikel saat partikel melewati sinar laser. Laser Particle Size
Analyzer menggunakan beberapa detektor cahaya, dengan lebih banyak elemen
detektor yang memperluas sensitivitas dan batas ukuran. Waktu yang diperlukan
untuk mengukur ukuran partikel bervariasi berdasarkan instrumen, mulai dari dua
detik hingga sepuluh menit per sampel. Sumber cahaya yang digunakan oleh Laser
Particle Size Analyzer juga mempengaruhi batas pengukuran ukuran partikel.
LPSA yang terdapat di PT Geoservices menggunakan dua metode, yaitu
metode kering dan metode basah. Program yang digunakan pada metode kering
dan basah yaitu Malvern Mastersizer. Untuk sampel dengan ukuran lebih dari 2000
mikron, lakukan ayak manual dengan menggunakan ayakan (untuk kemudian
hasilnya digabungkan dengan hasil mastersizer). Sedangkan untuk sampel dengan
ukuran lebih kecil dari 2000 mikron dapat langsung diukur menggunakan
mastersizer.

Anda mungkin juga menyukai