Anda di halaman 1dari 37

REFRESHING

ANAMNESIS, PEMERIKSAAN FISIK, STATUS DERMATOLOGIKUS


DALAM BIDANG DERMATOLOGI

Diajukan untuk memenuhi penilaian kepaniteraan klinik


Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin di RS Islam Jakarta Cempaka Putih

Pembimbing :
Dr. Sri Katon Sulistyaningrum, Sp.KK.
Disusun Oleh :
Astri Kartika Sari (2011730124)

KEPANITERAAN KLINIK STASE


ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2016
1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya pada kami sehingga kami dapat menyelesaikan laporan refreshing dengan judul
”Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Status Dermatologikus dalam Bidang Dermatologi” sesuai
pada waktu yang telah ditentukan.
Salawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, serta
para pengikutnya hingga akhir zaman. Laporan ini kami buat sebagai dasar kewajiban dari
suatu proses kegiatan yang kami lakukan yang kemudian diaplikasikan dalam bentuk praktik
kehidupan sehari-hari.
Terimakasih kami ucapkan kepada seluruh pembimbing yang telah membantu kami
dalam kelancaran pembuatan laporan ini, Dr. Sri Katon Sulistyaningrum, Sp.KK. Semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Kami harapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk menambah kesempurnaan
laporan kami.

Jakarta, Juli 2016

Penyusun

2
BAB I

PENDAHULUAN

Pada umumnya kontak pertama antara seorang dokter dan pasien dimulai dari
anamnesis. Dari sini hubungan terbangun sehingga akan memudahkan kerjasama dalam
memulai tahap-tahap pemeriksaan berikutnya. Dalam menegakkan suatu diagnosis anamnesis
mempunyai peranan yang sangat penting bahkan terkadang merupakan satu-satunya petunjuk
untuk menegakkan diagosis.

Kemampuan anamnesis dan pemeriksaan fisik bisa menyingkirkan Different


Diagnosis (DD) yang kemudian menegakkan diagnosis. Ketidakmampuan dalam mencari
informasi ketika meng-anamnesa pasien membuat kita tidak bisa menentukan pemeriksaan
fisik yang diperlukan untuk menyingkirkan different diagnosis. Kesalahan mendiagnosis juga
berarti kesalahan melakukan terapi yang tepat. Perlu diingat lagi bahwa keterampilan
anamnesa sudah memenuhi 70% dalam penegakan diagnosis. Untuk itu buat sejawat yang
bekerja di perifer dengan keterbatasan alat pemeriksaan penunjang, ada baiknya mempelajari
lagi bagaimana menganamnesa pasien yang baik dan bagaimana melakukan pemeriksaan
fisik yang diperlukan untuk menyingkirkan different diagnosis.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. ANAMNESIS

Bila pasien datang untuk pertama kali pada dokter, tanyakan keluhan utama yang
menyebabkan pasien datang. Hal yang ditanyakan pada pasien :1

1. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang mendorong pasien untuk meminta pertolongan medis. Bila
pasien datang pertama kali pada dokter dapat ditanyakan pasien datang dengan keluhan
apa. Ada pun kompone-komponen dari keluhan utama seperti :

a. Subjektif (gatal, nyeri, baal, gangguan kosmetik)


b. Objektif (benjolan, bercak, beruntusan, biduran, lenting, lepuh)
c. Lokasi
d. Onset
2. Riwayat perjalanan penyakit dan kejadian selama penyakit berlangsung1,2
- Sejak kapan mulai sakit (berapa hari, minggu, bulan)
- Bagaimana dan berupa kelainan apa pada awalnya (merah-merah, bintik-bintik,
luka, dsb)
- Dimana kelainan pertama kali timbul (kaki, kepala, wajah, anggota gerak)
- Apakah menjalar/tidak, atau hilang timbul
- Apakah gatal, sakit atau bagaimana
- Apakah keluar cairan/kering
- Apakah ada gejala lain yang menyertai (keluhan pada sendi, fenitalia, kuku)
- Riwayat pengobatan dan penggunaan obat-obatan
 Apakah ada obat-obatan yang digunakan sebelum keluhan timbul
 Apakah ada obat-obatan yang telah digunakan untuk keluhan saat ini. Bila ada
bagaimana pengaruhnya, apakah membaik, menetap atau memburuk.
- Riwayat penyakit dahulu
 Apakah penah mengalami keluhan serupa
 Apakah pernah mengalami penyakit kulit lain sebelumnya
 Apakah pasien memiliki penyakit diabetes

4
- Riwayat penyakit keluarga
 Apakah ada keluarga pasien yang mengalami keluhan serupa dengan pasien.
 Apakah orang yang tinggal serumah dengan pasien pernah atau juga
menngalami keluhan serupa dengan paasien.
 Apakah pasien memiliki allergi makanan, obat, cuaca, beda atau zat-zat
tertentu.
- Riwayat psikososial
 Tanyakan kebiasaan sehari-hari pasien mengenai kebersihan diri dan tempat
tinggal pasien.
 Tanyakan mengenai kodisi sosial ekonomi, jumlah penghuni dalam rumah
pasien, kondisi tempat tinggal pasien.
 Tanyakan apakah pasien sering terpapar sinar matahari sepanjang hidup.

Anamnesis tidak perlu lebih rinci, tetapi dapat dilakukan lebih terarah pada diagnosa
kerja setelah dan sewaktu inspeksi. 1

B. PEMERIKSAAN FISIK

1. Inspeksi

Pemeriksaan keadaan umum perlu dicari hubungannya dengan penyakit kulit yang
sedang diderita. Pemeriksaan kulit harus dikerjakan ditempat terang, jika perlu dengan
bantuan kaca pembesar. Bila ada kelainan tempat lain, perlu dilakukan inspeksi seluruh
kulit tubuh pasien. Periksa kuku, rambut dan selaput lendir (mukosa, mulut, mukosa
genital dan anal).1

Pada inspeksi perlu diperhatikan lokalisasi, warna, bentuk, ukuran, penyebaran, batas,
efloresensi yang khusus. Bila terdapat kemerahan pada kulit ada tiga kemungkinan:
Eritema, purpura, dan telangiektasis. Cara membedakkannya yakni ditekan dengan jari dan
digeser. Pada eritema warna kemerahan akan hilang dan warna tersebut akan kembali
setelah jari dilepaskan karena terjadi vasodilatasi kapiler. Sebaliknya pada purpura tidak
menghilang sebab terjadi perdarahan di kulit, demikian pula telangiektasis akibat pelebaran
kapiler yang menetap. Cara lain ialah yang disebut diaskopi yang berarti menekan dengan
benda transparan (diaskop) pada tempat kemerahan tersebut. Diaskopi disebut positif jika
warna merah menghilang (eritema), disebut negatif bila warna merah tidak menghilang

5
(purpura atau telengektasis). Pada telengektasis tampak kapiler yang berbentuk seperti tali
yang berkelok-kelok dapat berwarna merah atau biru.1,3

2. Palpasi

Setelah inspeksi selesai dapat dilakukan palpasi. Pada pemeriksaan ini diperhatikan
adanya tanda-tanda peradangan akut atau tidak, misalnya dolor, kalor, fungsio lesa (rubor
dan tumor dapat pula dilihat), ada tidaknya indurasi, fluktuasi, dan pembesaran kelenjar
regional maupun generalisata.1,3

Setelah pemeriksaan dermatologic (inspeksi dan palpasi) dan pemeriksaan umum


selesai dapat dibuat diagnosis sementara dan diagnosis banding.

3. Pemeriksaan Rambut
Pada kelainan di rambut, perlu di lakukan penilaian perubahan rambut seperti:3,4
- Kehilangan rambut (alopesia).
a. Alopesia areata : adalah kebotakan yang terjadi setempat-setempat dan berbatas
tegas, umumnya terdapat pada kulit kepala namun juga dapat mengenai daerah
berambut lainnya.
b. Alopesia universalis adalah kebotakan yang mengenai seluruh rambut yang ada
pada tubuh.
c. Alopesia totalis adalah kebotakan yang mengenai seluruh rambut kepala
- Hirsutisme : Pertumbuhan rambut yang berlebihan pada wanita dan anak-anak
pada tempat yang merupakan tanda seks sekunder, misalnya kumis, janggut dan
cambang.
- Hipertrikosis : adalah penambahan jumlah rambut pada tempat-tempat yang
biasanya juga ditumbuhi oleh rambut.

4. Pemeriksaan Kuku
Pada kelainan di kuku, perlu di lakukan penilaian perubahan kuku seperti:3,4
- Koilonikia : kuku tipis dan berbentuk cembung dengan pinggir yang meniggi.
Dapat dijumpai pada penyakit anemia defisiensi Fe, pajanan asam kuat, hipertiroid,
nail patella syndrome, raynaud disease.
- Onikauksis : kuku menjadi menebal tanpa kelainan bentuk. Dapat disebabkan oleh
trauma, infeksi jamur, penyakit darier, psoriasis, defek ektodermal.

6
- Onikogrifosis : Kuku berubah bentuk dan menebal seperti cakar. Dapat disebabkan
oleh trauma neuropati perifer.

- Hiperkeratosis subungual : disebabkan karena gangguan inflamasi yang


menyebabkan keratinisasi abnormal kuku distal dan hyponychium dengan
akumulasinya dibawah lempeng kuku. Penyebab tersering pada psoriasis,
onikomikosis, trauma, dermatitis atopik dan kontak.

C. Efloresensi kulit1

Efloresensi kulit menurut kejadiannya:

Efloresensi Primer Efloresensi Sekunder Efloresensi khusus

- Makula - Skuama - Kanalikuli


- Eritema - Krusta - Milia
- Papul - Erosi - Komedo
- Nodula - Ekskoriasi - Eksantema
- Vesikula - Ulkus - Roseola
- Bula - Rhagaden - Purpura
- Pustula - Sikatriks
- Urtika - Keloid
- Tumor - Abses
- Kista - Likenifikasi
- Guma
- Hiperpigmentasi
- Hipopigmentasi

Morfologi kulit terbagi atas :

Lesi Lesi Lesi yang Lesi dengan Lesi yang Lesi vaskular
menimbul kehilangan rata dengan perubahan pada berisi
jaringan permukaan permukaan cairan
sekitar

- Papul - Erosi - Macula - Scale - Vesicle Purpura


- Plaq - Ulcer - Patch - Crust - Bulla
- Nodul - Atrofi - Erythema - Excoriation - Pustule Telangiektasis
- Kista - Poikiloderma - Eritroderma - Fissure - Furuncle
Eschar
- Wheal - Sinus - Lichenification - Abscess
- Scar - Striae - Keratoderma
- Comedo - Burrow - Eschar
- Horn - Sclerosis
- Calcinosis

7
Morfologi yang menonjol

- Papul adalah penonjolan di atas permukaan kulit, sirkumsrip, berukuran diameter


lebih kecil dari ½ cm, dan berisikan zat padat. Bentuk papul dapat bermacam-macam,
misalnya setengah bola, contohnya pada eksem atau dermatitis, kerucut pada keratosis
folikularis, datar pada veruka plana juvenilis, datar dan berdasar polygonal pada liken
planus, berduri pada veruka vulgaris, bertangkai pada fibroma pendulans dan pada
veruka filiformis. Warna papul dapat merah akibat peradangan, pucat, hiperkrom,
putih, atau seperti kulit di sekitarnya. Beberapa infiltrat mempunyai warna sendiri
yang biasanya baru terlihat setelah eritema yang timbul bersamaan ditekan dan hilang
(lupus, sifilis). Letak papul dapat epidermal atau kutan. Contohnya pada : tinea
versikolor, morbus hansen.

- Plak (plaque) adalah peninggian di atas permukaan kulit, permukaannya rata dan
berisi zat padat (biasanya infiltrate), diameternya 2 cm atau lebih. Contonya papul
yang melebar atau papul-papul yang berkonfluensi pada psoriasis.

8
- Nodus adalah massa padat sirkumskrip, terletak di kutan atau subkutan, dapat
menonjol. (jika diameter < 1 cm disebut nodulus). Contoh pada prurigo nodularis.

- Kista adalah ruangan berdinding dan berisi cairan, sel, maupun sisa sel. Kista
terbentuk bukan akibat peradangan, walaupun kemudian dapat meradang. Dinding
kista merupakan selaput yang terdiri atas jaringan ikat dan biasanya dilapisi sel epitel
atau endotel. Kista terbentuk dari kelenjar yang melebar dan tertutup, saluran kelenjar,
pembuluh darah, saluran getah bening, atau lapisan epidermis,. Isi kista terdiri atas
hasil dindingnya, yaitu serum, getah bening, keringat, sebum, sel-sel eitel, lapisan
tanduk, dan rambut. (seperti pada kista epidermoid).

- Urtika adalah penonjolan di atas kulit akibat edema setempat dan dapat hilang
perlahan-lahan dalam waktu < 24 jam, misalnya pada dermatitis medikamentosa dan
gigitan serangga. Urtikaria yang menetap > 48 jam terdapat pada urtikaria vasculitis.
Urtikaria yang setelah menghilang meninggalkan bercak keunguan terdapat pada
urtikaria pigmentosa (maculopapular cutaneous mastocytosis).

9
- Parut (sikatriks) adalah jaringan ikat yang menggantikan epidermis dan dermis yang
sudah hilang. Jaringan ikat ini dapat cekung dari kulit sekitarnya (sikatriks atrofi),
dapat lebih menonjol (sikatriks hipertrofi), dan dapat normal (eutrofi/luka sayat).
Sikatriks tampak licin, garis kulit dan adneksa hilang.

- Komedo (Black head) adalah ruam kulit berupa bintik-bintik hitam yang timbul
akibat proses oksidasi udara terhadap sekresi kelenjar sebasea dipermukaan kulit,
seperti acne.
- Kalsinosis adalah deposit kalsium di dermis atau subkutan yang keras, seperti nodul
berwarna keputihan, dengan atau tanpa perubahan pada permukaan kulit.

Lesi yang dangkal

- Erosi adalah kelainan kulit yang disebabkan oleh kehilangan jaringan yang tidak
melampui stratum basal. Contoh bila kulit digaruk sampai stratum spinosum akan
keluar cairan serous dari bekas garukan. Misalnya pada dermatitis kontak.

10
- Ulkus adalah hilangnya jaringan yang lebih dalam dari ekskoriasi. Ulkus dengan
demikian mempunyai tepi, dinding, dasar, dan isi. Termasuk erosi dan ekskoriasi
dengan bentuk linier ialah fisura atau rhagades, yakni belahan kulit yang terjadi oleh
tarikan jaringan di sekitarnya, terutama terlihat pada sendi dan batas kulit dengan
selaput dasar. Kerusakan kulit (epidermis dan dermis) yang memiliki dasar, dinding,
tepi dan isi. Misal ulkus tropikum, ulkus durum.

- Atrofi adalah berkurangnya ukuran sel, jaringan, organ atau bagian dari tubuh. Atrofi
epidermis tampak mengkilat, hampir transparan, tipis dan keriput. Contoh penyakit
dermatitis kontak alergik.

- Sinus adalah hubungan dari ruang supuratif yang dalam antara satu dengan yang lain
pada permukaan kulit. Sinus berisi pus, cairan atau keratin yang mengalir ke
permukaan ketika ada sebuah saluran. Sering terdapat pada kulit kepala, leher, aksilla,
pangkal paha, dan rektum. Contohnya : hidradenitis supuratif.

11
- Burrow adalah terowongan yang berkelok-kelok yang meninggi di epidermis

superfisial yang ditimbulkan oleh parasit. Contoh : Burrow pada skabies.

- Striae adalah depresi linear kulit dengan panjang beberapa cm dan terbentuk dari
perubahan kolagen yang menyebabkan peregangan kulit. Contohnya : striae
gravidarum, striae atrofikans.

Lesi setinggi permukaan kulit

- Makule adalah efloresensi primer yang berbatas tegas, hanya berupa perubahan
warna kulit tanpa perubahan bentuk, seperti pada tinea versikolor, morbus Hansen,
melanoderma, leukoderma, purpura, petekie, ekimosis

A. Hiperpigmentasi,
pigmen melanin

B. Biru, bayangan
melanosit

C. Eritema,
vasodilatasi
kapiler

D. Purpura,
ekstravasai
eritrosit 12
- Bercak / patch: lesi mendatar pada kulit atau membran mukosa dengan warna yang
berbeda dengan sekitarnya. Biasanya > 0.5 cm. Contoh : Vitiligo.

- Eritema : kemerahan pada kulit atau membran mukosa yang berkaitan dengan
pelebaran pembuluh darah pada dermis pars papilare dan retikulare.

Lesi dengan perubahan pada permukaan


- Skuama adalah lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit. Skuama dapat halus
sebagai taburan tepung, maupun lapisan tebal dan luas sebagai lembaran kertas. Dapat
dibedakan, misalnya pitiriasiformis (halus), psoriasiformis (berlapis-lapis),
iktiosiformis (seperti ikan), kutikular (tipis), lamelar (berlapis), membranosa atau
eksfoliativa (lembaran-lembaran), dan keratolitik (terdiri atas zat tanduk).
Skuama halus tidak dapat dilihat langsung, jadi harus direnggangkan / digores.
Sedangkan skuama kasar dapat dilihat dengan jelas.

- Krusta adalah onggokan cairan darah, kotoran, nanah, dan obat yang sudah
mongering di atas permukaan kulit, misalnya pada impetigo krustosa, dermatitis
kontak. Krusta dapat berwarna hitam (pada jaringan nekrosis), merah (asal darah),
atau cokelat (asal darah, nanah, serum).

13
- Ekskoriasi bila garukan lebih dalam lagi sehingga tergores sampai ujung papil, maka
akan terlihat darah yang keluar selain serum. Kelainan kulit yang disebabkan oleh
hilangnya jaringan sampai ujung stratum papilaris sehingga kulit tampak merah
disertai bintik-bintik perdarahan. Ditemukan pada dermatitis kontak dan eksima.

- Rhagade/fissure adalah belahan-belahan kulit dengan dasar yang sangat kecil/dalam


misal pada keratoskisis, keratodermia.

- Likenifikasi adalah penebalan kulit sehingga garis-garis lipatan/relief kulit tampak


lebih jelas, seperti pada prurigo, neurodermatitis.

14
Lesi berisi cairan

- Vesikel : gelembung berisi cairan dengan ukuran ≤0.5 cm.

- Bula : vesikel dengan ukuran yang lebih besar.

- Pustul : gelembung yang sirkumsrip di epidermis yang berisi pus.

- Abses : akumulasi material purulen di dermis atau subkutan dan biasanya


pusnya tidak terlihat dari permukaan kulit.

15
Lesi Vaskular

- Purpura : ekstravasasi dari eritrosit dari pembuluh darah kutaneus ke dalam kulit
atau membran mukosa.

- Telangiektasis : dilatasi persisten dari pembuluh kapiler pada permukaan dermis


yang terlihat halus, terang, kemerahan non-pulsatil.

- Eschar : nekrosis daerah kutaneus akibat oklusi pembuluh darah di kulit akibat
inflamasi.

C. STATUS DERMATOLOGIKUS

1. Lokasi
Terdapat beberapa cara untuk mendeskripsikan lokasi ruam. Dapat di deskripsikan
berdasarkan regio, generalisata, niversal. Bila ingin absolute memakai system absis
dan ordinat. Bisa juga cara simetrikal (simetris/asimetris). Dapat pula dengan cara
kranio kauda (dari ujung rambut sampai ujung kaki), namun yang paing sering
digunakan ialah gabungan sistem region digilir secara beraturan menurut sistem
kranio-kauda.1,2,5
o Generalisata : Tersebar pada sebagian besar tubuh
o Universali : Hampir atau seluruh tubuh (90-100%)
o Regional : Mengenai daerah tertentu
o Solitar : Hanya satu lesi
o Konfluens : Dua atau lebih lesi yang menjadi satu
o Diskret : Terpisah satu dengan yang lainnya
o Serpiginosa : Proses menjalar ke satu arah diikuti oleh penyembuhan di
bagian yang ditinggalkan.
o Iriformis : Eritema berbentuk bulat lonjong dengan vesikel berwarna
lebih gelap ditengahnya.
o Simetris : mengenai kedua belah badan yang sama
o Bilateral : Mengenai kedua belah badan
o Unilateral : Mengenai sebelah badan

16
2. Penampakan Lesi
Susunan bentuk1
- Soliter : Sendiri
- Diseminata : Menyebar rata keseluruh tubuh tapi terpisah (scabies dan
varicella)
- Herpetiformis : vesikel berkelompok mirip herpes zoster

Gambaran1

- Liniar : Seperti garis lurus


- Sirsinar/anular : Seperti lingkaran
- Arsinar : Berbentuk bulan sabit
- Polikistik : Bentuk pinggiran lesi yang sambung-menyambung
- Korimbiformis: Susunan seperrti induk ayam yang dikelilingi anaknya.

Bentuk1

- Teratur : Misalnya bulat, lonjong, sepeti ginjal, dan sebagainya


- Tidak teratur : Tidak mempunnyai bentuk teratur

Ukuran1

- Miliar : Sebesar kepala jarum pentul


- Lentikular : Sebesar biji jagung
- Numular : Sebesar koin logam 100 rupiah
- Plakat : Lebih besar dari nummular

Batas1

- Sirkukrip : Berbatas tegas


- Difus : Tidak berbatas tegas

Nilai pula lesi sekunder yang ditemukan :1

 Bentuk
 Jumlah
 Ukuran
 Susunan
 Letak
17
 Gambaran

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG DERMATOLOGI

Tak dapat dipungkiri bahwa dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan saja tidak
selalu dapat memberikan informasi yang cukup. Ada beberapa kelainan kulit yang hampir
selalu membutuhkan pemeriksaan penunjang lebih lanjut; baik untuk memastikan suatu
diagnosis dengan prognosisnya yang penting atau yang menyangkut terapi (misalnya,
kelainan-kelainan dengan lepuhan), atau untuk mencari kelainan sistemik yang mendasarinya
(misalnya gatal-gatal yang menyeluruh). Kemajuan di bidang genetika modern
memungkinkan darah (atau juga jaringan yang lain) dapat dianalisis untuk mencari adanya
kelainan yang spesifik. Kadang-kadang penemuan klinis saja tidak bisa menentukan
diagnosis kerja yang memuaskan, sehingga diperlukan keterangan lain untuk bisa
merencanakan penanganan yang optimal.6

Sejumlah teknik pemeriksaan yang penting diperlukan untuk mendapatkan informasi


lebih lanjut. Beberapa di antaranya, seperti pemeriksaan darah dan apusan (swab) yang
memadai untuk pemeriksaan bakteriologi dan virologi. Akan tetapi, sejumlah teknik lain
merupakan hal yang lebih spesifik bagi pemeriksan penunjang dermatologis. Pemeriksaan
penunjang khusus yang biasa dilakukan adalah sebagai berikut:6,7

 Pemeriksaan darah - dilakukan untuk kelainan sistemik yang melatarbelakanginya,


dan dikembangkan untuk analisis genetik.
 Swab dan sampel-sampel yang lain ditujukan untuk pemeriksaan apakah terdapat
infeksi
 Lampu Wood (Wood’s Light)–beberapa kelainan menjadi lebih mudah untuk dilihat.
 Kerokan kulit atau guntingan kuku – mikroskopi dan kultur mikologis.
 Biopsi kulit- histopatologi, mikroskopi electron, imunopatologi, sidik DNA.
 Tes tempel (patch test) – untuk membuktikan alergi akibat kontak dengan alergen.

1. Pemeriksaan Khusus
a) Lampu Wood

Lampu Wood, yang merupakan sumber sinar ultraviolet yang difilter dengan nikel
oksida, digunakan untuk memperjelas tiga gambaran penyakit kulit:6

18
i. Organisme tertentu penyebab bercak-bercak jamur (ringworm) pada kulit kepala
memberikan fluoresensi hijau (berguna untuk menentukan diagnosis awal dan
membantu dalam memantau terapi).
ii. Organisme yang berperan dalam terjadinya eritrasma memberikan fluoresensi merah
terang.
iii. Beberapa kelainan pigmen lebih jelas terlihat-terutama bercak-bercak pucat pada
sklerosis tuberose, dan tanda café-au-lait pada neurofibromatosa.

Lampu Wood juga bisa digunakan untuk menginduksi fluoresensi urin pada beberapa
kasus porfiria.5,6

Lampu Wood

Prinsip:
Sinar Wood diarahkan ke lesi akan dipantulkan berdasarkan perbedaan berat molekul
metabolit organisme penyebab, sehingga menimbulkan indeks bias berbeda, dan
menghasilkan pendaran warna tertentu.

Cara :
 Kulit dan rambut yang akan diperiksa harus dalam keadaan sealamiah mungkin.
 Obat topikal, bahan kosmetik, lemak, eksudat harus dibersihkan terlebih dahulu
karena dapat memberikan hasil positif palsu.
 Pemeriksaan harus dilakukan di dalam ruangan kedap cahaya agar perbedaan warna
lebih kontras.
 Jarak lampu Wood dengan lesi yang akan diperiksa ±10-15cm
 Lampu Wood diarahkan ke bagian lesi dengan pendaran paling besar/jelas

19
b) Kerokan

Bahan-bahan dari kulit, rambut, atau kuku dapat langsung diperiksa di bawah
mikroskop dan/atau dikirim untuk kultur. Hal ini bermanfaat khususnya bila dicurigai
adanya infeksi jamur, atau untuk mencari tungau scabies. Sedikit kerokan pada
epidermis akan mengangkat skuama dari permukaan kulit yang dicurigai.5,6

Skuama tadi ditempatkan pada kaca mikroskop, ditetesi dengan kalium hidroksida
(KOH) 10%, dan ditutup dengan kaca penutup. Sesudah didiamkan beberapa menit guna
melarutkan membrane sel epidermis, sediaan siap diperiksa. Pemeriksaan ini bisa
dibantu dengan menambahkan tinta Parker Quink apabila dicurigai adanya infeksi oleh
Malassezia (penyebab pitiriasis versikolor). Terhadap guntingan kuku bisa juga
dilakukan hal yang sama, tetapi diperlukan larutan KOH yang lebih pekat dan waktu
yang lebih lama.6

Pemeriksaan mikroskopis pada rambut bisa juga memberikan informasi tentang


adanya infeksi jamur, abnormalitas struktur batang rambut pada kelainan genetik
tertentu, dan juga bisa bermanfaat untuk menentukan berbagai penyebab terjadinya
kerontokan rambut yang berlebihan.6

Preparat dari kerokan/apusan juga digunakan sebagai alat bantu diagnostic oleh
beberapa dermatology untuk sitodiagnostik pada lepuhan-lepuhan yang dicurigai
disebabkan oleh virus dan pemfigus, dengan menggunakan “preparat Tzank”, yang bisa
diperiksa langsung di klinik.7

c) Biopsi Kulit

Biopsi kulit merupakan teknik pemeriksaan yang sangat penting untuk menentukan
diagnosis pada banyak kelainan kulit. Kadang-kadang hal ini sangat diperlukan untuk
mendapatkan kepastian diagnosis klinis sebelum memulai pengobatan. Contoh yang baik
untuk hal ini adalah kanker, kelainan bulosa, dan infeksi-infeksi seperti tuberculosis dan
lepra. Selain itu biopsi juga perlu dilakukan bila informasi klinis saja belum bisa
memberikan seluruh jawaban.6

Ada dua cara yang biasa digunakan untuk memperoleh sampel kulit untuk
pemeriksaan laboratorium:

1. Biopsi insisi/eksisi

20
2. Punch biopsy
Sediaan yang didapatkan melalui kedua cara tersebut bisa dikirim untuk
pemeriksaan histopatologi yang konvensional- biasanya segera difiksasi dalam larutan
salin-dan/atau pemeriksaan khusus lainnya, misalnya untuk mengetahui fenotipe DNA
dari sel-sel spesifik atau untuk DNA virus. Untuk imunopatologi, kulit biasanya
dibekukan dengan cepat, sedangkan untuk mikroskopi elektron, kulit paling baik difiksasi
dalam glutaraldehida.6

Selalu periksa perinciannya dengan laboratorium sebelum memulai biopsi

(1.) Biopsi

Tindakan ini membutuhkan sampel pemeriksaan yang cukup besar ukurannya (bila
dibutuhkan bisa dibagi-bagi untuk tujuan yang berbeda) dan dapat juga dipakai untuk
mengangkat lesi yang sangat besar.6,7

(a) Pemberian anestesi lokal. Biasanya lidokain (lignokain) 1-2%, penambahan


adrenalin (epinefrin) 1:10.000 membantu mengurangi perdarahan, tetapi jangan
sekali-sekali digunakan pada jari tangan dan jari kaki.

(b) Untuk biopsi insisi (diagnostik). Buat dua sayatan yang berbentuk elips,
pastikan bahwa sediaan tadi diambil melewati tepi lesi, beserta tepi dari kulit yang
normal sekitar lesi. Untuk eksisi yang menyeluruh. Perluas elips mengelilingi
keseluruhan lesi; pastikan tepi eksisi memotong vertical dan tidak miring ke arah
tumornya, karena dapat menghasilkan eksisi yang tidak cukup dalam.

(c) Perbaiki kerusakan yang ditimbulkan. Kedua tepi, baik karena biopsi insisi
maupun eksisi, dirapatkan satu sama lain dengan jahitan; pemilihan benang
jahitan tidaklah terlalu penting, tetapi agar memberikan hasil kosmetik yang
terbaik, pakailah benang yang sehalus mungkin, dianjurkan benang yang sehalus
mungkin, dianjurkan benang monofilament sintetis (misalnya prolen).

21
(2.) Punch biopsy

Cara ini jauh lebih cepat, namun hanya memperoleh sampel yang kecil dan hanya
cocok untuk biopsi diagnostik atau angkat lesi yang kecil:6

1. Lakukan anestesi local.


2. Tusukkan pisau biopsy ke dalam lesi dan lakukan gerakan melingkar.
3. Tarik ke atas jaringan di tengah irisan tadi, dan pisahkan dengan menggunakan
gunting atau pisau scalpel.
4. Atasi perdarahan dengan perak nitrat atau dengan jahitan kecil.

d) Diaskopi
Diaskopi terdiri dari penekanan pada lesi dengan menggunakan sebuah lensa
datar transparan atau objek lain (seperti slide kaca atau sekeping plastik yang tidak
berwarna, jernih, dan kaku). Alat ini mengkompresi darah dari pembuluh darah kecil,

22
supaya warna lain pada lesi dapat dievaluasi. Diaskopi membantu pemeriksa menilai
seberapa banyak darah intravaskular sebuah lesi yang merah atau ungu. Jika lesi
terutama terdiri dari kongesti vaskular, diakopi akan memucat. Tekanan yang lebih
kuat pada kapiler akan mendorong sel darah merah ke dalam pembuluh darah di
sekitarnya yang mempunyai tekanan yang lebih rendah. Jika pada diaskopi gagal
terjadi pucat, atau pucat tidak sempurna, hal ini bermakna banyak sel darah merah
mengalami ekstravasasi atau jaringan pembuluh yang berisi darah tersebut abnormal,
sehingga tidak memungkinkan sel lewat dengan sempurna. Sarkoma Kaposi
mencakup baik pembuluh darah neoplastik aberan maupun eritrosit yang ekstravasasi,
sehingga tidak memucat. Pada nodul granulomatous, tampak gambaran warna
kecoklatan yang trasnlusen, dikenal sebagai nodul ‘apple jelly’ (contohnya pada lupus
vulgaris).3,7

e) Dermoskopi
Dermoskop, juga dikenal sebagai mikroskop epiluminesens adalah lensa tangan
dengan built-in lighting dan magnifikasi 10x hingga 30x; dermoskop membantu
inspeksi terhadap lapisan kulit epidermis yang lebih dalam dan dalam lagi secara non-
invasif. Dermoskopi sangat berguna untuk lesi pigmentasi bagi membedakan corak
pertumbuhan yang jinak atau ganas.7

23
Dermoskopi digital terutama bermanfaat dalam memonitor lesi kulit pigmentasi
karena gambaran atau imej yang diperiksa disimpan secara elektronik dan bisa
didapatkan kembali dan diperiksa di kemudian hari agar bisa dibandingkan secara
kuantitatif dan kualitatif serta untuk mendeteksi perubahan lesi seiring dengan waktu.
Dermoskopi digital menggunakan program analisis imej komputer (computer image
analysis program) yang bisa:7

-menyediakan pengukuran yang objektif terhadap perubahan

-penyimpanan, pengambilan, dan transmisi imej yang cepat kepada spesialis untuk
diskusi lanjutan (teledermatology)

-ekstraksi gambaran morfologi untuk analisis numerikal.

Namun yang demikian, dermoskopi dan dermoskopi digital memerlukan


pelatihan yang khusus.2

2. Tanda-tanda klinis (Clinical signs)


a) Darier sign

Darier’s sign adalah urtikaria dan halo eritematosa yang terbentuk sebagai
respon terhadap penggosokan atau penggoresan lesi mastositosis kutaneus. 7

Darier’s sign dinamai dari dermatologis Perancis yang pertama kali


menggambarkan tanda tersebut, Ferdinand-Jean Darier. Deskripsi mastositosis
pertama kali dibuat oleh Nettleship dan Tay pada tahun 1869, dan pada tahun 1878,
Sangster menciptakan istilah urtikaria pigmentosa.7

b) Metode Elisitasi

Pada Darier’s sign klasik, penggosokan lesi dengan lembut akan diikuti oleh
rasa gatal, eritema dan pembentukan urtika dalam 2 hingga 5 menit. Hal ini mungkin

24
terjadi selama 30 menit hingga beberapa jam. Pada anak, vesikulasi bisa terjadi pada
lesi yang digosok. Walaupun tanda ini positif pada kulit yang berlesi, namun, tanda
ini juga bisa positif pada kulit yang secara klinisnya normal pada pasien dengan
mastositosis. Padaseudoxanthomatous mastocytosis, suatu variant dari diffuse
cutaneous mastocytosis, yang akan timbul hanyalah eritem tampa urtika.3,6

Kondisi Terkait Darier’s Sign

1. Cutaneous mastocytosis: Pada urticaria pigmentosa, bentuk klinis paling sering


dari cutaneous mastocytosis, Darier's sign terdapat pada 94% kasus.
2. Leukemia kutis: Leukemia kutis terjadi pada 25-30% bayi dengan leukemia
kongenital dan lebih sering terkait dengan leukemia myeloid akut berbanding
leukemia limfoblastik akut. Lesi ‘seperti-urtikaria-pigmentosa’ telah dilaporkan
pada leukemia limfoblastik akut.
3. Juvenile xanthogranuloma: Juvenile xanthogranuloma adalah merupakan bentuk
paling sering dari histiocytosis sel non-Langerhans. Nagayo et al. melaporkan
terdapat tanda Darier pada kelainan ini.
4. Histiocytosis X : Foucar et al. menerangkan bahwa terdapat Darier's sign yang
positif pada pasien dengan ‘mast cell rich variant' dari histiocytosis X.
5. Lymphoma: Pada beberapa kasus jarang, Darier's sign telah dilaporkan terdapat
pada cutaneous large T-cell lymphoma dan pada non-Hodgkin's lymphoma.

Signifikan
Darier's sign merupakan patognomonik dari mastositosis kutaneus walaupun beberapa
pasien mungkin mengalami rasa gatal atau urtika yang sedikit atau sama sekali tidak
ada walaupun kulit tersebut menunjukkan populasi padat sel mast, terutama pada
pasien dengan riwayat yang lama dengan kelainan tersebut. Walaubagaimanapun,
Darier’s sign tidak 100% spesifik untuk mastositosis sejak pertama kali ia
dideskripsikan, meskipun jarang, pada xanthogranuloma juvenil dan leukemia
limfoblastik akut.6

c) Auspitz sign

Auspitz’ Sign, atau Auspitz’ Symptom (dinamai dari Heinrich Auspitz, 1835-
1886), merupakan perdarahan pin-point dan lambat yang terjadi setelah sisik psoriasis
diangkat. Auspitz’ Sign terjadi karena dibawah lesi psoriasis, kapiler-kapiler di

25
bawah epidermis adalah sangat banyak dan berlingkar-lingkar, dan berada sangat
dekat dengan permukaan kulit, sehingga pengangkatan skuama tersebut pada dasarnya
akan menarik bagian atas kapiler-kapiler tersebut, yang akhirnya menyebabkan
perdarahan. Auspitz sign juga dapat ditemukan pada kelainan skuama yang lain
seperti pada Darier's disease dan keratosis aktinik.6

Auspitz’ Sign bisa digunakan sebagai sarana diagnostik untuk psoriasis,


dengan peringatan bahwa beberapa penyakit lain juga menghasilkan Auspitz’ Sign.
Walaubagaimanapun, kombinasi dari kulit yang menebal, meradang, dengan skuama
yang berwarna silver dan Auspitz’ Sign merupakan ciri unik dari psoriasis.
Sebaliknya, sebuah laporan dari Bernhard (1990) menyimpulkan bahwa hanya
minoritas dari pasien psoriasis yang mempamerkan Auspitz’ Sign; yang memberi arti
bahwa ia bukanlah tes yang baik walaupun disertai dengan simptom psoriasis yang
lain. Namun yang demikian, laporan ini telah diabaikan.6

Cara untuk melakukan tes ini adalah dengan mengerok skuama dengan
perlahan menggunakan object glass hingga skuama habis. Hasilnya positif apabila
terdapat bintik-bintik perdarahan sebagai akibat dari papilomatosis.6

d) Nikolskiy sign

Nikolsky sign dinamai dari dermatologis Russia Piotr Vasiliyevich Nikolskiy


yang mendeskripsikannya pada tahun 1894. Nikolskiy sign yang positif menunjukkan
pembelahan intraepidermal dan membedakan lepuh intraepidermal dari lepuh
subepidermal.6Tanda ini merupakan patognomonik dari pemfigus dan staphylococcal
scalded skin syndrome.13 Nikolsky sign juga bisa dielisitasi pada ichthyosis bullosa of
Siemens (yang jarang terjadi), di mana ia dinamakan sebagai “mauserung
phenomenon”.6

Tanda ini dielisitasi dengan memberikan tekanan lateral dengan menggunakan


ibu jari atau fingerpad pada kulit pada tonjolan tulang (bony prominence). Hal ini
akan menyebabkan tekanan penggeseran yang akan memisahkan lapisan atas
epidermis dari lapisan bawah epidermis. Penghapus (rubber eraser) atau sebarang
objek tumpul yang bisa mencengkeram kulit dengan utuh juga bisa digunakan.
Nikolsky sign juga bisa dielisitasi pada mukosa oral dengan menggunakan penghapus
atau swab kapas.6
26
Penyebab tersering:
 Kondisi autoimun (Pemphigus vulgaris)
 Infeksi bakteri ( Scalded skin syndrome)
 Toxic drug reaction (Toxic epidermal necrolysis)

Nikolskiy sign memberikan hasil positif pada fase aktif atau progresif penyakit
pemfigus. Bila tanda ini menjadi negatif pada pasien yang menerima terapi
imunosupresif, hal ini memnunjukkan berakhirnya fase akut dari penyakit tersebut.
Namun demikian, kemunculan kembali saat pengobatan menunjukkan terjadinya
flare-up. Pasien ini akan memerlukan peningkatan dosis imunosupresan atau
pemberian obat baru.6

Istilah "Nikolskiy phenomenon" digunakan bila lapisan superfisial epidermis


dirasakan bergerak melewati lapisan yang lebih dalam lagi, dan tidak seperti pada
Nikolsky’s sign yang hanya membentuk erosi, pada Nikolsky phenomenon, lesi lepuh
terbentuk setelah beberapa waktu.6

e) Asboe-Hansen sign

Asboe-Hansen sign (juga dikenal sebagai "indirect Nikolsky sign" atau


"Nikolsky II sign") pertama kali dideskripsikan pada tahun 1960 oleh Gustav Asboe
Hansen (1917-1989), seorang dermatologis Danish. Asboe-Hansen sign juga dikenal
sebagai blister-spread sign yang merujuk kepada terjadinya ekstensi dari lepuh
terhadap kulit normal yang berdekatan dengan lepuh tersebut apabila diberikan
tekanan di atas bula tersebut.6

Pembentukan lepuh yang angular terkait dengan penyakit akantolitik


intraepidermal seperti pemfigus, sedangkan pembentukan lesi lepuh yang bulat terkait
dengan penyakit akantolitik subepidermal seperti pemfigus bulosa. Asboe-Hansen
sign juga bisa ditemukan pada erupsi obat bulosa. Tanda ini sama sekali berbeda dari
Nikolsky Sign.6

3. Tes Klinis ( Clinical tests)


a) Tes Tempel (Patch Test)

Metode ini adalah dengan menerapkan alergi untuk sebuah patch yang
kemudian diletakkan pada kulit. Hal tersebut dapat dilakukan untuk menunjukkan

27
yang memicu dermatitis kontak alergi. Jika ada alergi antibodi dalam sistem tubuh,
kulit akan menjadi jengkel dan mungkin gatal, lebih mirip gigitan nyamuk. Reaksi ini
berarti pasien alergi terhadap zat tersebut.5,6

Pemeriksaan status imunologik selular dapat dilakukan secara in vivo maupun


secara in vitro. Uji kulit tipe lambat digunakan untuk mengukur reaksi imunologi
selular secara in vivo dengan melihat terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe lambat
setelah penyuntikan antigen yang sudah dikenal sebelumnya (recall antigen) pada
kulit.6

Uji ini menggunakan antigen spesifik yang disuntikkan secara intradermal.


Antigen yang digunakan biasanya yang telah berkontak dengan individu normal,
misalnya tetanus, difteria, streptokokus, tuberkulin (OT), Candida albicans, trikofiton,
dan proteus. Pada 85% orang dewasa normal reaksi akan positif dengan paling sedikit
pada satu dari antigen tersebut. Pada populasi anak persentase ini lebih rendah,
walaupun terdapat kenaikan persentase dengan bertambahnya umur. Hanya 1/3 dari
anak berumur kurang dari satu tahun yang akan bereaksi dengan kandida, dan akan
mencapai persentase seperti orang dewasa pada usia di atas 5 tahun.7

Sebuah aplikator sekali pakai yang berisi semua antigen tersebut dengan larutan
gliserin sebagai kontrol, misalnya seperti Multi-test CMI buatan Merieux Institute
sekarang banyak dipakai. Kit ini mengandung 7 jenis antigen (Candida albicans,

28
toksoid tetanus, toksoid difteri, streptokinase, old tuberculine, trikofiton, dan proteus)
serta kontrol gliserin secara bersamaan sekaligus dapat diuji.6

Persiapan
Pastikan bahwa kondisi antigen yang digunakan dalam keadaan layak pakai,
perhatikan cara penyimpanan dan tanggal kadaluarsanya Harus diingat bahwa
kortikosteroid dan obat imunosupresan dapat menekan reaksi ini sehingga memberi
hasil negatif palsu. Setelah itu lakukan anamnesis tentang apakah pernah berkontak
sebelumnya dengan antigen yang akan digunakan.6

Melakukan uji
Kalau memungkinkan gunakan aplikator seperti di atas sehingga dapat digunakan
banyak antigen sekaligus. Hati-hati sewaktu melepas penutup antigen, harus dengan
posisi menghadap ke atas sehingga antigen tidak tumpah. Kalau tidak ada aplikator
seperti itu dapat digunakan antigen yang mudah didapat (tetanus, tuberculin, dan
sebagainya). Dengan menggunakan alat suntik tuberkulin, pastikan bahwa sejumlah 0,1
ml antigen masuk secara intrakutan hingga berbentuk gelembung dan tidak subkutan.
Beri tanda dengan lingkaran masing-masing lokasi antigen.6

Hasil pemeriksaan
Hasil uji dibaca setelah 24-48 jam.15 Bila setelah 24 jam hasil tes tetap negatif
maka cukup aman untuk memberikan dosis antigen yang lebih kuat. Indurasi yang
terjadi harus diraba dengan jari dan ditandai ujungnya, diukur dalam mm dengan
diameter melintang (a) dan memanjang (b). Untuk setiap reaksi gunakan formula
(a+b):2. Suatu reaksi disebut positif bilamana (a+b):2=2 mm atau lebih.6

Efek samping
Dapat terjadi suatu reaksi kemerahan yang persisten selama 3-10 hari tanpa
meninggalkan sikatriks. Pada orang yang sangat sensitif dapat timbul vesikel dan
ulserasi pada lebih dari satu lokasi antigen.6

Interpretasi
Uji kulit ini saja tidak cukup untuk menyimpulkan status imunologik selular
seseorang karena untuk dapat disimpulkan hasil uji harus disesuaikan dengan
29
anamnesis dan keadaan klinik. Untuk menilai suatu uji kulit, seperti juga prosedur
diagnostik yang lain, sangat tergantung pada pemeriksanya. Bila disimpulkan bahwa
kemungkinan terdapat gangguan pada sistem imunitas selular, maka dapat
dipertimbangkan pemberian imunoterapi. Tetapi untuk memulai terapi sebaiknya
pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan secara in vivo.6

b) Prick Test (Uji tusuk)

Uji tusuk dapat dilakukan dalam waktu singkat dan lebih sesuai untuk anak.
Tempat uji kulit yang paling baik adalah pada daerah volar lengan bawah dengan jarak
sedikitnya 2 sentimeter dari lipat siku dan pergelangan tangan. Setetes ekstrak alergen
dalam gliserin (50% gliserol) diletakkan pada permukaan kulit. Lapisan superfisial kulit
ditusuk dan dicungkil ke atas memakai lanset atau jarum yang dimodifikasi, atau
dengan menggunakan jarum khusus untuk uji tusuk. Ekstrak alergen yang digunakan
1.000-10.000 kali lebih pekat daripada yang digunakan untuk uji intradermal. Dengan
menggunakan sekitar 5 ml ekstrak pada kulit, diharapkan risiko terjadinya reaksi
anafilaksis akan sangat rendah.6

Uji tusuk mempunyai spesifitas lebih tinggi dibandingkan dengan uji intradermal,
tetapi sensitivitasnya lebih rendah pada konsentrasi dan potensi yang lebih rendah.
Antihistamin dapat mengurangi reaktivitas kulit. Oleh karena itu, obat yang
mengandung antihistamin harus dihentikan paling sedikit 3 hari sebelum uji kulit.
Pengobatan kortikosteroid sistemik mempunyai pengaruh yang lebih kecil, cukup
dihentikan 1 hari sebelum uji kulit dilakukan. Obat golongan agonis β juga mempunyai
pengaruh, akan tetapi karena pengaruhnya sangat kecil maka dapat diabaikan.7

Usia pasien juga mempengaruhi reaktivitas kulit walaupun pada usia yang sama
dapat saja terjadi reaksi berbeda. Makin muda usia biasanya mempunyai reaktivitas
yang lebih rendah. Uji kulit terhadap alergen yang paling baik adalah dilakukan setelah
usia 3 tahun. 6

Reaksi dikatakan positif bila terdapat rasa gatal dan eritema yang dikonfirmasi
dengan adanya indurasi yang khas yang dapat dilihat dan diraba. Diameter terbesar (D)
dan diameter terkecil (d) diukur dan reaksi dinyatakan ukuran (D+d):2. Pengukuran
dapat dilakukan dengan melingkari indurasi dengan pena dan ditempel pada suatu
kertas kemudian diukur diameternya. Uji gores kulit (SPT) disarankan sebagai metode

30
utama untuk diagnosis alergi yang dimediasi IgE dalam sebagian besar penyakit alergi.
Memiliki keuntungan relatif sensitivitas dan spesifisitas, hasil cepat, fleksibilitas, biaya
rendah, baik tolerabilitas, dan demonstrasi yang jelas kepada pasien alergi mereka.
Namun akurasinya tergantung pelaksana, pengamatan dan interpretasi variabilitas.6

c) Injeksi intradermal

Sejumlah 0,02 ml ekstrak alergen dalam 1 ml semprit tuberkulin disuntikkan


secara superfisial pada kulit sehingga timbul 3 mm gelembung. Dimulai dengan
konsentrasi terendah yang menimbulkan reaksi, kemudian ditingkatkan berangsur
masing-masing dengan konsentrasi 10 kali lipat sampai menimbulkan indurasi 5-15
mm. Uji intradermal ini seringkali digunakan untuk titrasi alergen pada kulit.Tes alergi
pengujian injeksi intradermal tidak direkomendasikan untuk penggunaan rutin untuk
aeroallergens dan makanan, tetapi mungkin untuk mendeteksi racun dan diagnosis
alergi obat. Ini membawa resiko lebih besar anafilaksis dan harus dilakukan dengan
tenaga medis yang berkopeten melalui pelatihan spesialis.6

d) Uji Gores (Scratch Test)


Uji gores kulit (SPT)adalah prosedur yang membawa resiko yang relatif rendah,
namun reaksi alergi sistemik telah dilaporkan. Karena test adalah perkutan, langkah-
langkah pengendalian infeksi sangat penting.6

 Pasien harus benar-benar dan tepat mengenai risiko dan manfaat.


 Masing-masing pasien kontraindikasi dan tindakan pencegahan harus
diperhatikan.
 Uji gores kulit harus dilakukan oleh yang terlatih dan berpengalaman staf medis
dan paramedis, di pusat-pusat dengan fasilitas yang sesuai untuk mengobati reaksi
alergi sistemik (anafilaksis).
 Praktisi medis yang bertanggung jawab harus memesan panel tes untuk setiap
pasien secara individual, dengan mempertimbangkan karakteristik pasien, sejarah
dan temuan pemeriksaan, dan alergi eksposur termasuk faktor-faktor lokal.
 Staf teknis perawat dapat melakukan pengujian langsung di bawah pengawasan
medis (dokter yang memerintahkan prosedur harus di lokasi pelatihan yang memadai
sangat penting untuk mengoptimalkan hasil reproduktibilitas.
 Kontrol positif dan negatif sangat penting.

31
 Praktisi medis yang bertanggung jawab harus mengamati reaksi dan
menginterpretasikan hasil tes dalam terang sejarah pasien dan tanda-tanda.
 Hasil tes harus dicatat dan dikomunikasikan dalam standar yang jelas dan bentuk
yang dapat dipahami oleh praktisi lain.
 Konseling dan informasi harus diberikan kepada pasien secara individual,
berdasarkan hasil tes dan karakteristik pasien dan lingkungan setempat.

e) Tes Provokasi Oral


Tes Provokasi (TP) adalah administrasi terkontrol dari obat yang digunakan
untuk mendiagnosis reaksi hipersensitivitas. Pengertian lain mengatakan bahwa tes
provokasi merupakan tes yang dilakukan mulai dengan memberikan obat dengan
dosis yang lebih kecil dari dosis yang diduga akan menimbulkan reaksi berat,
kemudian dosis ditingkatkan dan diberikan jarak tertentu sampai tercapai dosis penuh
sesuai dengan yang diharapkan. TP merupakan baku emas (gold standard) yang
digunakan untuk menetapkan dan meniadakan diagnosis hipersensitivitas dari zat
tertentu, tidak hanya yang dapat menyebabkan gejala alergi, tetapi juga manifestasi
klinis yang merugikan terlepas dari mekanismenya. 6
Sebelum melakukan TP, evaluasi resiko dan manfaat harus dilaksanakan terlebih
dahulu. Adapun indikasi untuk melakukan TP adalah :
o Untuk membedakan adanya kemungkinan reaksi yang terjadi bukan suatu reaksi
hipersensitivitas, misalnya terjadinya reflek vagal setelah pemberian anestesi
lokal.
o Untuk memberikan farmakologi (obat) yang aman, yaitu obat yang tidak
berhubungan dengan obat yang terbukti memiliki hipersensitivitas.
o Untuk menyingkirkan kemungkinan adanya reaksi silang (cross-reaktivity) dari
obat-obatan yang berhubungan dalam hipersensitivitas, misalnya sefalosporin
dalam subyek alergi penisilin atau NSAID alternatif pada asma yang sensitif
terhadap aspirin.
o Untuk mengkonfirmasi obat penyebab timbulnya reaksi atau standar baku.

Kontraindikasi TP adalah pada wanita hamil, pada penderita yang diprediksi


kondisinya akan menjadi lebih buruk dengan TP obat tersebut (infeksi akut, asma tak
terkontrol, penderita dengan penyakit jantung, hati dan ginjal). Demikian juga pada
penderita; sindroma vaskulitis, dermatitis exfoliative, sindroma Stevens-Johnson,
Toxic Epidermal Necrolysis (TEN), SLE, Pemphigus Vulgaris, dan Bullous

32
Pemphigoid. Pengecualian dapat dilakukan jika obat dicurigai sangat penting bagi
pasien, misalnya pada neurosifilis dan terapi penisilin. 6
Tes provokasi dikatakan positif jika hasilnya menunjukkan gejala yang
sebenarnya. Jika reaksi sebenarnya diwujudkan dengan gejala yang subjektif dan pada
pengujian ulang menunjukkan hal yang sama, gejala yang tidak diverifikasi, maka tes
berulang dengan plasebo harus dilakukan. Jika dengan placebo hasilnya negatif, maka
pengulangan dengan dosis obat sebelumnya sangat direkomendasikan. 6

E. 10 PENYAKIT KULIT TERBANYAK


1. Dermatitis Kontak Alergi
Efloresensi : Regio Dorsum manus extensor sinistra, tampak lesi membentuk plester, lesi
plakat sebagian berbatas tegas, sebagian tidak berbatas tegas, dasar eritema, skuama,
erosi, krusta.
Predileksi : Tangan, lengan, wajah, bibir, kelopak mata, telinga, leher, badan, genitalia,
tungkai atas dan bawah.

2. Dermatitis Seboroik
Efloresensi :
- Regio capitis dan fasialis tampak lesi skuama iktiosiformis kekuningan, batas tegas.
- Regio fasialis tampak plak eritematosa berkonfluens tersebar rata, batas tegas.

Predileksi : Daerah seboroik (kulit kepala, perbatasan kulit kepala dan wajah).

33
3. Acne Vulgaris
Efloresensi
Regio Bucalis sinistra tampak multipel pustul, tersebar merata, eritematous, skuama,
krusta, white head.
Predileksi
Wajah dan leher 99% , Punggung 60%, Dada (15%)

4. Dermatitis non spesifik


Efloresensi
Regio fibula terdapat pustul eritematosus tersebar tidak merata lentikular, krusta, makula
eritem.

5. Herpes Zoster
Efloresensi : Regio servikalis di dermatom servikalis tampak kelompok vesikel
bergerombol (herpetiformis), batas tegas, dengan dasar eritema, lentikuler.
Predileksi :torak (55%), kranial, lumbal, sakrum.

34
6. Lichen Simplex Chronicus
Efloresensi : Regio servical terdapat lesi plakat berbatas tegas dengan plak-plak milier
hiperkeratosis, krusta dan likenfikasi.
Predileksi : Tempat yang mudah terjangkau seperti leher dan daerah ekstremitas

7. Melasma
Efloresensi : Regio bukalis dextra terdapat makula hiperpigmentasi plakat batas tegas.
Predileksi : Wajah, leher dan lengan.

8. Tinea Cruris
Efloresensi:
- Regio inguinal dextra, tampak lesi makula hiperpigmentasi berbatas tegas,
dengan tepi lebih aktif.
- Regio inguinal bilateral, tampak makula eritematosus, batas tegas, tepi lebih aktif,
papul tersebar merata.

Predileksi : Inguinal, genitalia, pubis, perineum dan kulit perianal.

35
9. Skabies

Regio interdigiti manus ampak multipel papul eritematosa, skuama, krusta

Predileksi : daerah tubuh yg memiliki lapisan korneum yg tipis, axilla, areola


mammae, sekitar umbilikal, genital,pergelangan tangan bagian volar, sela-sela
jari, telapak tangan dan kaki

10. Dermatitis Atopik


Regio bukalis bilateral, tampak plakat eritematosa berbatas tegas, papul, skuama
halus
Bayi : simetris di pipi, skalp, ekstensor ekstremitas, kadang di badan,
Anak : simetris di fleksural ekstremitas, fosa kubiti dan poplitea, lipatan leher,
pergelangan kaki
Dewasa : simetris di leher, badan, ekstensor tungkai bawah

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Aisah S, Budimulja Unandar. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Morfologi dan Cara
Membuat Diagnosis. Edisi Ketujuh. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2016. 47-56
2. Garg. Amit & Levin. Nikki. A. & Bernhard. Jeffrey.D. In : Wloff Klaus et al, editors.
Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. Eight Edition. United States:
McGraw-Hill Companies ; 2010. Chapter 5, Structure of Lesions and Fundamentals
of Clinical Diagnosis ; p.30-41.
3. DA Burns, B Stephen, Cox Neil, G christopher. Rook’s Textbook of Dermatology. 8th
edition. United Kingdom: Wiley-Blackwell Publishing, 2010.
4. Soepardiman L, Legiawati L. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Kelainan Rambut dan
Kuku. Edisi Ketujuh. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2016. 359-
387
5. Hochstein E, Rubin AL. Physical diagnosis text book and work book in methods of
clinical examination. New York : the blakiston Div. Mc Graw-Hill Book Co, : 26-38
6. Graham, Robin dkk. 2005. Pemeriksaan Penunjang: Lectures Notes Dermatologi
Edisi 8. Jakarta: Erlangga. Hal: 123-142

7. J. Rook’s Textbook of Dermatology. 8th edition.1. Cambridge; Wiley-Balckwell,


2010;p 30-32

37

Anda mungkin juga menyukai