ABSTRAK. Karat putih yang disebabkan oleh Puccinia horiana merupakan salah satu penyakit pada krisan yang
dapat menimbulkan kehilangan hasil sampai 100% . Selama ini untuk mengendalikan patogen tersebut, petani sering
menggunakan pestisida kimiawi. Hal tersebut sangat mengkhawatirkan mengingat penggunaan fungisida sintetik
secara berlebihan dapat mencemari lingkungan yang membahayakan bagi kehidupan makhluk hidup. Oleh karena
itu, cara pengendalian alternatif yang efektif dan aman bagi lingkungan diperlukan untuk mengendalikan penyakit
karat putih pada krisan. Salah satu alternatif cara pengendalian penyakit karat yaitu dengan mengaplikasikan
biopestisida yang ramah lingkungan. Penelitian dilakukan di laboratorium, rumah kaca, dan rumah plastik Kebun
Percobaan Balai Penelitian Tanaman Hias (1.100 m dpl), pada bulan April 2009 sampai Februari 2010. Tiga spesies
bakteri antagonis sebagai bahan aktif biopestisida (Bacillus subtilis Cs 1a, Corynebacterium sp.1, dan Pseudomonas
flurescens 3 Sm) dan bahan pembawa (campuran antara ekstrak kascing, molase, gula pasir, dan atau kentang),
masing-masing diformulasi dalam 12 jenis formula biopestisida cair. Formulasi biopestisida difermentasikan selama
3 minggu dalam keadaan aerobik menggunakan biofermentor. Viabilitas bahan aktif dalam bahan pembawa diuji
setiap bulan, yaitu pada periode sebelum dan sesudah fermentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi bahan
aktif setelah difermentasi selama 3 minggu selalu meningkat, populasi bahan aktif sebelum fermentasi sejumlah 105
cfu/ml meningkat menjadi 106-7 cfu/ml. Dua bulan setelah fermentasi, populasi bahan aktif biopestisida masih tetap
tinggi yaitu berkisar antara 106-11 cfu/ml. Perlakuan ekstrak kascing + gula pasir + B. subtilis + P. fluorescens +
Corynebacterium pada tingkat konsentrasi 0,3% merupakan perlakuan terbaik. Disamping dapat menekan intensitas
serangan P. horiana (38,49%), formulasi biopestisida tersebut juga dapat menaikkan hasil panen bunga krisan layak
jual sebanyak 14,58%.
Katakunci: Krisan; Dendranthema grandiflora; Bacillus subtilis; Pseudomonas fluorescens; Corynebacterium sp.;
Puccinia horiana; Biopestisida; Penyakit karat putih.
ABSTRACT. Hanudin, W. Nuryani, E. Silvia, I. Djatnika, and B. Marwoto. 2010. Formulation of Biopesticide
Containing Bacilllus subtilis, Pseudomonas fluorescens, and Corynebacterium sp. for Controlling White
Rust Disease on Chrysanthemum. White rust caused by Puccinia horiana is one of the contagious diseases of
chrysanthemum that is able to cause yield losses up to 100%. Chemical synthetic fungicides have been used to
control the disease. Because of harmful effects of the synthetic fungicides, the other alternative measure to control
the disease have to be developed in order to support the sustainable farming system. One of the recommended control
measures is the application of biopesticide which is environmentaly friendly. The experiments were conducted in
the laboratory, glasshouse, and plastichouse of Indonesia Ornamental Crops Research Institute (1,100 m asl), from
April 2009–February 2010. Three candidates of biocontrol agents, i.e. B. subtilis Cs 1a, Corynebacterium sp.1, and
P. fluorescens 3 Sm, were formulated with organic basal medium made from fermented worm manure, molasses,
sugar, and or potatoes extracts. Twelve formulations were tested for their effectiveness to control the disease in the
field. The viability of the biocontrol agents in the formulations was monthly tested before and after fermentation
process during storage. Population of the biocontrol agents, after fermentation for 3 weeks was increased from 105
to 106-7 cfu/ml. Two months after fermentation the population of the biocontrol agents was still high (106-11 cfu/ml).
The results showed that the formulation of vermicompost + sugar + B. subtilis + P. fluorescens + Corynebacterium
at the concentration level of 0.3%, was proven to be the best treatment. The treatment was effective to supress white
rust up to 38.49%, and could also increase the yield of marketable chrysanthemum flowers up to 14.58%.
Penyakit karat putih pada krisan (PKPKr) kerusakan daun secara nyata dan menurunkan
yang disebabkan oleh Puccinia horiana kualitas bunga. Kehilangan hasil akibat
P. Henn merupakan penyakit yang paling serangan patogen ini dapat mencapai 100%
penting, sebab kehadirannya mengakibatkan (Ellis 2007).
247
J. Hort. Vol. 20 No. 3, 2010
Berbagai upaya pengendalian PKPKr telah Barat, biopestisida ini dapat menekan PKPKr
dilakukan, di antaranya yang paling banyak sebesar 15,72% (Hanudin et al. 2008). Untuk
dilakukan di Indonesia ialah menggunakan meningkatkan daya efikasi Prima BAPF,
fungisida sintetik dan teknik budidaya. Teknik bahan aktif biopestisida tersebut perlu ditambah
budidaya dengan cara perompesan daun-daun dengan bakteri lain yang lebih efektif dan
bawah diikuti dengan penyemprotan fungisida kompatibel.
benomil dan mankozeb merupakan perlakuan Corynebacterium sp. merupakan bakteri
yang dapat mengurangi intensitas serangan antagonis yang pernah ditemukan hidup pada
penyakit karat pada tanaman krisan (Djatnika daun padi di daerah Jatisari Karawang. Bakteri
1993). Penyiangan, baik secara manual maupun ini berhasil diisolasi dan terbukti efektif
kimiawi (herbisida), hanya dapat mengurangi mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh
intensitas serangan pada awal pertumbuhan cendawan dan bakteri pada tanaman pangan dan
tanaman saja (Djatnika et al. 1994). Di Great hortikultura, seperti penyakit kresek pada padi dan
Britain, penyakit karat putih dapat dikendalikan penyakit layu, serta bercak daun pada cabai serta
menggunakan fungisida myclobutanil pada dosis kubis-kubisan. Biopestisida yang berbahan dasar
100 mg b.a/l (Dickens 1990, 1991), Bonde Corynebacterium sp. dibuat formulasinya oleh
et al. (1995), sedangkan Exley et al. (1993), Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu
Orlikowski dan Wojdyla (1981) melaporkan Tumbuhan (BB POPT) dan Kelompok Tani Patih
bahwa selain myclobutanil, fungisida dari di Subang dalam bentuk cair dan diberi nama
kelompok hexaconazole, dan propiconazole dagang ANTIKRES (BBPOPT 2007). Meidiantie
efektif dapat mengendalikan P. horiana. et al. 2010 dalam Rismansyah (2010) melaporkan
Sejauh ini tingkat penggunaan fungisida bahwa Corynebacterium sp. dapat menekan 52%
sintetik, seperti klorotalonil, benomil, gejala penyakit bacterial red stripe (BRS) yang
kaptafol, zincofol, dan maneb, meningkat disebabkan oleh Pseudomonas sp.) dan 28%
drastis sekitar 20-40% seiring dengan makin penyakit hawar daun bacterial leaf blight (BLB
berkembangnya penyakit di lapangan. Hal ini yang disebabkan oleh Xanthomonas campestris
sangat mengkhawatirkan mengingat penggunaan pv. oryzae) pada padi.
fungisida sintetik secara berlebihan dapat Corynebacterium sp. ditemukan pula pada
mencemari lingkungan yang membahayakan bagi filosfir daun krisan di Segunung, tetapi belum
kehidupan makhluk hidup. Oleh karena itu, perlu diuji daya antagonisnya terhadap patogen/
dicari cara pengendalian alternatif yang efektif penyakit pada tanaman hias. Isolat ini telah
dan aman bagi lingkungan untuk mengendalikan dikombinasikan dengan B. subtilis dan P.
penyakit karat putih pada krisan. fluorescens dengan tujuan meningkatkan daya
Pada tahun 2003, Balai Penelitian Tanaman efikasi terhadap PKPKr. Kombinasi tiga atau
Hias (Balithi) telah merakit biopestisida ramah lebih spesies agens hayati yang kompatibel dan
lingkungan dengan nama dagang Prima BAPF. efektif dalam pengendalian penyakit penting pada
Biopestisida ini berbahan aktif Bacillus subtilis krisan, belum banyak diteliti. Kombinasi tersebut
dan Pseudomonas fluorescens telah mendapat sangat diperlukan untuk penerapan pengendalian
sertifikat paten dari Departemen Hukum dan yang efektif dan efisien.
Hak Azasi Manusia Republik Indonesia melalui Tujuan penelitian ialah mendapatkan informasi
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual viabilitas bahan aktif dalam bahan pembawa
(Dirjen Haki). Hak Paten tersebut diberikan untuk biopestisida. Di samping untuk mendapatkan
formulasi biopestisida dalam bentuk suspensi komposisi dan konsentrasi biopestisida terbaik
yang efektif mengendalikan berbagai patogen dalam mengendalikan penyakit karat serta
tanaman. Adapun nomor Sertifikat Paten adalah mempertahankan hasil panen bunga laik jual
ID. 0 022 384, 12 Januari 2009 (Hanudin et al. pada krisan.
2009). Hipotesis yang diajukan pada penelitian
Berdasarkan hasil uji lapangan yang ialah perlakuan ekstrak kascing + gula pasir +
dilakukan pada tahun 2006 di Desa Cihanjuang B. subtilis + P. fluorescens + Corynebacterium
Rahayu, Parongpong, Kabupaten Bandung diduga merupakan perlakuan terbaik.
248
Hanudin et al.: Formulasi Biopestisida Berbahan
Aktif Bacillus subtilis dan ...
12,5 cm, dan jarak antarpetak 40 cm. Jumlah biopestisida (HSA) sampai dengan 27 HSA.
tanaman tiap petak 48 batang. Pemupukan terdiri Pengamatan dilakukan terhadap 10 tanaman
atas pupuk kandang setara dengan 30 t/ha (4,6 kg/ sampel yang ditentukan secara acak sistematis.
petak) sebagai pupuk dasar diberikan 2 minggu Tiap tanaman sampel dinilai berdasarkan indeks
sebelum tanam. Pupuk dasar disebar dan diaduk penyakit (karat) dengan kriteria seperti yang
merata, pupuk buatan diberikan tiap 3 minggu digunakan pada percobaan Suhardi (2009)
sebanyak empat kali, yaitu umur 2, 5, 8, dan 11 sebagai berikut:
minggu setelah tanam (Sutater 1992). 0 = tidak ada serangan,
Pupuk buatan yang digunakan ialah NPK 1 = terdapat 1-3 pustul, serangan terbatas pada
(15:15:15) setara dengan 600 kg/ha (masing- daun-daun bawah,
masing sekitar 234,4 g/petak). Tanaman dipelihara 2 = terdapat >5 pustul/daun, serangan terbatas
di bawah hari panjang selama 30 hari pertama pada daun-daun bawah, atau serangan
setelah tanam dengan penambahan pencahayaan merata di seluruh daun namun tiap daun
antara jam 22.00-02.00. Cahaya tambahan hanya terdapat 1-3 pustul,
berasal dari lampu pijar 75 watt yang dipasang serangan mencapai daun-daun tengah,
150 cm di atas tiap bedengan dengan jarak 200 3 = umumnya >5 pustul/daun, serangan men-
cm antarlampu (Sanjaya 1994). capai daun-daun atas, umumnya >5 pustul/
4 = daun,
Pengendalian hama dilakukan dengan serangan terdapat hampir pada seluruh
menyemprotkan abamectin 18 EC (0,2 ml/l) 5 = daun, sebagian daun telah mengering.
sesuai keperluan, terutama untuk pengendalian
kutu daun Rophalosiphum sanbornii, pengorok Intensitas serangan tiap petak dihitung dengan
daun (Liriomyza sp.), dan trips. rumus:
Pengamatan meliputi intensitas penyakit S (v x n)
P= x 100%
karat mulai diamati pada 3 hari setelah aplikasi N x Z
P = intensitas penyakit karat (100%),
Tabel 2. Perlakuan dalam uji konsentrasi v = indeks penyakit tiap kategori serangan,
biopestisida berbahan aktif B. n = jumlah tanaman tiap kategori serangan,
s u b t i l i s , P. f l u o r e s c e n s , d a n Z = indeks penyakit dari kategori serangan ter-
Corynebacterium sp. untuk tinggi,
pengendalian PKPKr (Number N = jumlah tanaman yang diamati.
of treatments on biopesticide Pengolahan data dilakukan menggunakan
concentration test to control white program IRISTAT pada tingkat kepercayaan 95%.
rust of chrysanthemum) Uji beda antarperlakuan menggunakan Uji Jarak
Perlakuan komposisi
Konsentrasi Berganda Duncan pada taraf nyata 5%. Selain
formulasi
(Concentrations) intensitas serangan diamati juga tinggi tanaman,
(Composition of formula-
tions treatments)*
% jumlah bunga laik jual saat panen, dan persentase
Ktng + Mol + bp 0,1; 0,3; dan 0,5 penekanan dibanding kontrol. Persentase
Ksc + Gp+ bp 0,1; 0,3; dan 0,5 penekanan sebagai bahan pertimbangan kriteria
Ksc + Mol+ bp 0,1; 0,3; dan 0,5 efikasi, dihitung berdasarkan rumus:
Ktng + Ksc + Gp+ bp 0,1; 0,3; dan 0,5 PP = (K – T/K) x 100%.
Ktng + Ksc + Mol+ bp 0,1; 0,3; dan 0,5
Ktng + Gp + bpC 0,1; 0,3; dan 0,5 PP = persentase penekanan,
Ktng + Mol + bpC 0,1; 0,3; dan 0,5 K = kontrol,
Ksc + Gp+ bpC 0,1; 0,3; dan 0,5
T = perlakuan.
Ksc + Mol+ bpC 0,1; 0,3; dan 0,5
Ktng + Ksc + Gp+ bp 0,1; 0,3; dan 0,5 Luas Areal di Bawah Kurva Perkembangan
Ktng + Ksc + Mol+ bcp 0,1; 0,3; dan 0,5 Penyakit dan Laju Infeksi P. horiana
Amistar top 0,1% (pem- 0,1
banding) Luas areal di bawah kurva perkembangan
Kontrol (Air ledeng) - penyakit (AUDPC) dihitung menggunakan
250
Hanudin et al.: Formulasi Biopestisida Berbahan
Aktif Bacillus subtilis dan ...
integrasi trapezoidal dengan rumus Jeger dan pengukuran pH media telah dilaksanakan
Viljanen-Rollinson (2001). sebanyak tiga kali yaitu sebelum fermentasi, 1,
Di mana: dan 2 bulan setelah fermentasi berakhir. Bakteri
berkembang dengan baik pada pH normal atau
n-1 (Y + Y )
1+1 1 sedikit basa. Dalam penelitian ini pH media
AUDPC = S ti+1-t1
2 setelah dicampur dengan tiga spesies bakteri
i
antagonis (sebelum difermentasi) menunjukkan
Y i + 1 = data pengamatan ke i + 1,
pH 7,4 dan menurun menjadi pH 3,5 setelah
Y i = data pengamatan ke i,
difermentasi selama 3 minggu. Data hasil
t i + 1 = waktu pengamatan ke i + 1,
penghitungan populasi agens biokontrol dan pH
t i = waktu pengamatan ke i,
dalam formulasi disajikan dalam Tabel 3.
n = jumlah total pengamatan
Sedangkan laju infeksi dihitung dengan rumus Dari Tabel 3 diketahui bahwa populasi
Semangoen (1989): bahan aktif (bakteri antagonis) setelah dilakukan
proses fermentasi selama 3 minggu meningkat
e X
r= Log 10 1 dibandingkan sebelum fermentasi. Populasi awal
t X0
bakteri antagonis sebelum fermentasi (pH 7,4) rerata
r = laju infeksi, 106 meningkat menjadi 107-9 cfu/ml pada 1 bulan
e = bilangan alam (2,30259), setelah fermentasi (pH 3,5, dan 7,4). Populasi ketiga
t = selang pengamatan (6 hari), agens biokontrol tersebut setelah 2 bulan disimpan
Xt = proporsi daun terinfeksi (diperoleh dari nilai cenderung stabil berkisar antara 106-11 cfu/ml. Hal ini
intensitas serangan waktu ke t), menandakan bahwa bahan pembawa berupa hasil
X0 = proporsi daun terinfeksi pada awal penga- fermentasi bahan organik berupa ekstrak kascing,
matan). kentang, gula pasir, dan molase tidak berpengaruh
Kriteria laju infeksi: r ≤ 0,11 unit/hari, maka pato- terhadap bahan aktif biopestisida (bakteri antagonis
gen kurang agresif atau laju infeksi lambat. dari spesies B. subtilis, Corynebacterium sp., dan P.
Pengaruh Komposisi Formulasi dan fluorescens). Di samping itu, pH media juga tidak
Konsentrasi Biopestisida terhadap Hasil berpengaruh terhadap dinamika populasi bakteri.
Panen Bunga Krisan Laik Jual Hal ini berarti bahwa antara bahan aktif dan bahan
Untuk mengamati bunga krisan laik jual, pembawa bersifat kompatibel pada kondisi pH 3,5
digunakan cara perhitungan menurut kriteria PT atau 7,4.
Alam Indah Nusantara (PT Alinda) (Komunikasi Molase berperan sebagai bahan pembawa,
pribadi 2010). Adapun parameter yang digunakan pelindung sinar matahari, dan sebagai sumber
ialah tangkai bunga lurus dengan tinggi berkisar nutrisi. Kandungan utama molase ialah senyawa
antara 65 dan 75 cm, bunga mulus dan kompak gula terutama sukrosa (Burges dan Jones 1998).
berdiameter minimal 7 cm, daun lengkap dengan Bahan lain yang digunakan sebagai sumber
kandungan karat maksimal 1%. Data dikumpulkan makanan ialah tepung gandum dan jagung, dedak
mulai panen pertama sampai keempat (panen gandum, kecambah gandum, tepung kedelai, dan
terakhir) yang dihitung berdasarkan rumus: gluten jagung (Paau 1998).
A/N x 100%,
Selanjutnya Burges dan Jones (1998)
di mana:
menyebutkan bahwa molase merupakan salah satu
A = jumlah tanaman yang menghasilkan bunga
bahan additive yang paling bermanfaat dan salah
laik jual/plot,
satu dari sedikit bahan yang banyak memberikan
N = populasi tanaman/plot = 48.
manfaat positif di laboratorium maupun di
HASIL DAN PEMBAHASAN lapangan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
sifatnya yang multifungsi, sebagai pelindung
Uji Viabilitas Bahan Aktif dalam Bahan matahari, pengental, phagostimulant, dan sebagai
Pembawa Biopestisida penutup faktor perlawanan dari daun. Selain itu
Pengamatan terhadap viabilitas bahan molase juga dapat berperan sebagai pengawet
aktif biopestisida dalam bahan pembawa dan (preservative) selama penyimpanan.
251
J. Hort. Vol. 20 No. 3, 2010
Tabel 3. Dinamika populasi agens biokontrol dalam berbagai formulasi biopestisida setelah
fermentasi (Population dynamics of biocontrol agents on biopesticide formulations
after fermentation)
Dinamika populasi bakteri antagonis pada ... bulan setelah fermentasi
Jenis formulasi biopestisida (Population dynamics of bacterial antagonists on ... month after fermenta-
sebelum difermentasi tions), cfu/ml
(Type of biopesticide formulations
0 bulan 1 bulan 2 bulan
before fermentation)
(Month) (Month) (Months)
Jenis formulasi biopestisida Dinamika populasi bakteri antagonis pada ... bulan setelah fermentasi
setelah difermentasi (Population dynamics of bacterial antagonists on ... month after fermenta-
(Type of biopesticide formula- tions), cfu/ml
tions after fermented on) 0 bulan 1 bulan 2 bulan
pH 7,4 (Month) (Month) (Months)
Ktng + Gp + bp B: 2x105 P: 3x105 B: 5x108 P: 7x109 B: 2x108 P: 6x109
Ktng + Mol + bp B: 2x105 P: 7x105 B: 5x107 P: 6x109 B: 5x107 P: 5x109
Ksc + Gp+ bp B: 6x105 P: 5x105 B: 9x108 P: 2x108 B: 8x108 P: 3x108
Ksc + Mol+ bp B: 4x10 5
P: 8x105
B: 6X10 11
P: 7x107
B: 7X10 11
P: 6x107
Ktng + Ksc + Gp+ bp B: 7x105 P: 5x105 B: 8x109 P: 7x107 B: 7x109 P: 6x107
Ktng + Ksc + Mol+ bp B: 7x105 P: 6x105 B: 7x105 P: 9x107 B: 5x105 P: 9x107
Ktng + Gp + bpC B: 3x105 C: 2x105 B: 2x107 C: 5x108 B: 4x107 C: 4x108
P: 2x105 P: 2x109 P: 3x109
Ktng + Mol + bpC B: 4x105 C: 5x105 B: 9x107 C: 3x108 B: 8x107 C: 2x108
P: 3x105 P: 2x109 P: 3x109
Ksc + Gp+ bpC B: 6x105 C: 7x105 B: 8x108 C: 5x109 B: 7x108 C: 5x109
P: 5x105 P: 3x107 P: 2x107
Ksc + Mol+ bpC B: 4x105 C: 4x105 B: 9x107 C: 8x107 B: 7x107 C: 7x107
P: 7x105 P: 7x108 P: 9x108
Ktng + Ksc + Gp+ bpC B: 9x105 C: 6x105 B: 3x107 C: 4x108 B: 2x107 C: 3x108
P: 5x105 P: 7x105 P: 8x105
Ktng + Ksc + Mol+ bpC B: 8x105 C: 7x105 B: 7x107 C: 4x109 B: 8x107 C: 5x109
P: 2x105 P: 9x108 P: 7x108
dilanjutkan ...
252
Hanudin et al.: Formulasi Biopestisida Berbahan
Aktif Bacillus subtilis dan ...
lanjutan...
Jenis formulasi biopestisida Dinamika populasi bakteri antagonis pada ... bulan setelah fermentasi
setelah difermentasi (Population dynamics of bacterial antagonists on ... month after fermenta-
(Type of biopesticide formulations tions), cfu/ml
after fermented) 0 bulan 1 bulan 2 Bulan
pH 3,5 (Month) (Month) (Months)
Ktng + Gp + bp B: 7x105 P: 5x105 B: 7x108 P: 9x109 B: 2x108 P: 5x109
Ktng + Mol + bp B: 4x105 P: 7x105 B: 6x107 P: 7x109 B: 3x107 P: 4x109
Ksc + Gp+ bp B: 3x105 P: 4x105 B: 9x108 P: 7x108 B: 7x108 P: 5x108
Ksc + Mol+ bp B: 9x105 P: 7x105 B: 7X1011 P: 9x107 B: 6X1011 P: 5x107
Ktng + Ksc + Gp+ bp B: 7x105
P: 4x105
B: 5x109
P: 9x107
B: 6x109 P: 7x107
Ktng + Ksc + Mol+ bp B: 9x105 P: 3x105 B: 9x105 P: 8x107 B: 8x105 P: 7x107
B: 7x105 C: 5x105 B: 5x107 C: 7x108 B: 3x107 C: 9x108
Ktng + Gp + bpC
P: 7x105 P: 7x109 P: 5x109
B: 3x105 C: 7x105 B: 9x107 C: 9x108 B: 7x107 C: 5x108
Ktng + Mol + bpC
P: 7x105 P: 7x109 P: 2x109
B: 5x105 C: 9x105 B: 7x108 C: 8x109 B: 8x108 C: 3x109
Ksc + Gp+ bpC
P: 7x105 P: 6x107 P: 7x107
B: 4x105 C: 5x105 B: 7x107 C: 7x107 B: 6x107 C: 5x107
Ksc + Mol+ bpC
P: 6x105 P: 7x108 P: 7x108
B: 5x105 C: 6x105 B: 6x107 C: 7x108 B: 5x107 C: 4x108
Ktng + Ksc + Gp+ bpC
P: 7x105 P: 7x105 P: 7x105
B: 8x105 C: 7x105 B: 9x107 C: 8x109 B: 2x107 C: 7x109
Ktng + Ksc + Mol+ bpC
P: 5x105 P: 7x108 P: 9x108
B = B. subtilis C = Corynebacterium sp. P = P. fluorescens
Ekstrak kentang merupakan salah satu bahan ditambah gula pasir dan isolat B. subtilis, P.
media biakan dan kaya nutrisi yang dibutuhkan fluorescens, serta Corynebacterium, merupakan
mikroba (bakteri dan cendawan) untuk hidup. formulasi biopestisida yang paling efektif
Selain itu penambahan gula pasir dalam formulasi mengendalikan P. horiana pada krisan, walaupun
biopestisida dimaksudkan sebagai sumber bahan secara statistik tidak berbeda nyata dengan
makanan tambahan lainnya dalam bentuk glukosa bagi perlakuan lainnya termasuk eskstrak kentang atau
Bacilllus, P. florescens, dan Corynebacterium sp.. kascing secara tunggal yang ditambah dengan
Kascing (vermi kompos) ialah kotoran cacing gula pasir dan isolat B. subtilis, P. fluorescens,
yang berperan sebagai pupuk organik hasil sekresi serta Corynebacterium. Hal tersebut ditunjukkan
cacing dari jenis Lumbricus rubellus. Sebagian dengan intensitas serangan P. horiana yang paling
besar bahan organik yang dicerna oleh cacing rendah (18,89%).
tersebut dikembalikan ke dalam tanah dalam Penelitian terhadap tanah-tanah bera bekas
bentuk nutrisi yang mudah dimanfaatkan oleh tambang di Ohio, Amerika Serikat menunjukkan
tanaman dan mikroba. Kascing merupakan bahan bahwa, penggunaan kascing dapat meningkatkan
yang telah terseleksi dan mengalami pengayaan kadar P dan K tersedia bagi tanaman masing-
selama proses dalam usus cacing tanah, sehingga masing yaitu 16,5 dan 19% (Khairuman dan Amri
memiliki keunggulan tersendiri dibanding dengan 2009). Selain itu, kascing mengandung hormon
bahan aslinya (Nusantara et al. 2007). auksin, sitokinin, dan giberelin, serta memiliki
Pengaruh Komposisi Formulasi dan kapasitas tukar kation, mampu menyimpan air,
Konsentrasi Biopestisida Berbahan Aktif B. dan mengandung populasi jasad hidup yang tinggi
subtilis, P. fluorescens, dan Corynebacterium (Aira et al. 2006).
sp. terhadap PKPKr Ekstrak kentang mengandung ekstrak mineral
juga mengandung pati (amilum) yang merupakan
Pengaruh komposisi formulasi biopestisida
bentuk dari polisakarida sebagai bahan makanan
terhadap P. horiana pada krisan
tambahan bakteri antagonis. Dengan adanya
Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan unsur-unsur tersebut, tanaman menjadi sehat
gabungan antara eskstrak kentang dan kascing sehingga dapat menangkal serangan organisme
253
J. Hort. Vol. 20 No. 3, 2010
pengganggu tanaman (OPT) termasuk di dalamnya yang ditambah dengan gula pasir dan isolat B.
P. horiana pada krisan. Serangan P. horiana pada subtilis, P. fluorescens, serta Corynebacterium
tanaman yang mendapat perlakuan tersebut, dan AUDPC 373,29 dengan laju infeksi (r) = 0,15
cenderung lebih rendah bila dibandingkan dengan unit/hari (Tabel 5).
perlakuan lainnya.
AUDPC terendah kedua dan ketiga berturut-
turut ditunjukkan oleh ekstrak kentang dan
Luas areal di bawah kurva perkembangan gabungan antara eskstrak kascing dan kentang
penyakit dan laju infeksi P. horiana yang ditambah dengan gula pasir dan isolat B.
subtilis, P. fluorescens, serta Corynebacterium
Pengaruh perlakuan gabungan antara eskstrak
dengan AUDPC dan laju infeksinya masing-
kascing yang ditambah dengan gula pasir
masing ialah 379,98, dan 0,15, serta 408,33, dan
dan isolat B. subtilis, P. fluorescens, serta
0,11 unit/hari.
Corynebacterium, tampak konstans terlihat pada
setiap pengamatan mulai sampai dengan 27 HSA Berdasarkan kriteria Semangoen (1989)
(Gambar 1). hampir semua perlakuan menunjukkan laju
infeksi yang cepat karena nilai r ≥ 0,11 unit/hari,
Pada Gambar 1 terlihat bahwa perlakuan
kecuali perlakuan ksc + BP + molase (r = 0,08)
kascing yang ditambah dengan gula pasir
dan kntg + ksc + BP+ molase (r = 0,10) unit/hari
dan isolat B. subtilis, P. fluorescens, serta
menunjukkan laju infeksi yang lambat.
Corynebacterium selalu menunjukkan slope yang
paling rendah pada setiap pengamatan ketiga Pengaruh komposisi formulasi dan konsentrasi
sampai dengan 27 HSA. biopestisida terhadap P. horiana pada krisan
Tinggi rendahnya angka luas areal di Hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa
bawah kurva perkembangan penyakit (AUDPC) intensitas serangan P. horiana nyata ditentukan
menunjukkan efektivitas suatu perlakuan dalam oleh pengaruh perlakuan komposisi biopestisida.
menekan patogen. Apabila angka AUDPC Dari Tabel 6 diketahui bahwa, intensitas serangan
semakin rendah, maka perlakuan tersebut P. horiana pada perlakuan eskstrak kascing atau
semakin efektif dalam mengendalikan patogen. kentang secara tunggal ditambah gula pasir, isolat
Perlakuan yang menunjukkan slope yang paling B. subtilis, Corynebacterium, dan P. fluorescens
rendah menunjukkan angka AUDPC yang paling pada level konsentrasi 0,3% masing-masing
rendah pula, yaitu perlakuan ekstrak kascing tidak berbeda nyata dan paling rendah 13,33%.
254
Hanudin et al.: Formulasi Biopestisida Berbahan
Aktif Bacillus subtilis dan ...
25
20
(P. horiana attack) %
Serangan P. horiana
15 ksc + BP + GP
ksc + BP + Mol
10
ksc + BPC + GP
0
3 9 15 21 27
Hari setelah aplikasi (Days after application)
Namun intensitas serangan P. horiana perlakuan Tabel 5. Luas areal di bawah kurva perkem-
tersebut berbeda nyata dengan perlakuan lainnya bangan penyakit dan laju infeksi
(eskstrak kascing atau kentang secara tunggal dan P. horiana pada 12 perlakuan jenis
gabungannya yang ditambah dengan gula pasir komposisi biopestisida (Area under
atau molase, isolat B. subtilis, dan P. fluorescens diseases progress curve and infection
pada level konsentrasi 0,1 dan 0,5%). rate for the mean of 12 composition
Hal ini berarti perlakuan eskstrak kascing atau of biopesticides formulations)
kentang secara tunggal yang ditambah dengan Laju
infeksi
gula pasir, isolat B. subtilis, Corynebacterium, Jenis formulasi AUD- (Infection
dan P. fluorescens pada level konsentrasi 0,3% (Kind of formulations) PC rate
efektif mengendalikan P. horiana pada krisan. unit/hari
Signifikansi pengaruh kedua perlakuan tersebut (Unit/day)
tampak tidak berubah terlihat pada setiap Kntg + BP + gula pasir 386,67 0,18
Kntg + BP+ molase 431,70 0,11
pengamatan mulai 3 sampai dengan 27 HSA
Kntg + BPC + gula pasir 379,98 0,13
(Tabel 7).
Kntg + BPC + molase 395,07 0,14
Pada pengamatan 3 HSA, perlakuan Ksc + BP + gula pasir 410,04 0,12
gabungan antara eskstrak kentang dan kascing Ksc + BP+ molase 441,64 0,08
yang ditambah dengan gula pasir dan isolat B. Ksc + BPC + gula pasir 373,29 0,15
subtilis, Corynebacterium, dan Pf pada level Ksc + BPC + molase 453,33 0,11
konsentrasi 0,3% (ktng+ksc+Gp+BPC kons Kntg + ksc + BP + gula pasir 436,65 0,17
0,3%), menunjukkan intensitas serangan yang Kntg + ksc + BP+ molase 478,29 0,10
paling rendah (13,33%) dan tidak berbeda Kntg + ksc + BPC + gula pasir 408,33 0,11
nyata dengan perlakuan ktng+Gp+bpC 0,1%, Kntg + ksc + BPC + molase 421,62 0,14
ktng+Gp+bpC 0,3%, Ksc+Gp+BPC 0,1%,
ksc+Gp+bpC 0,3%, ktng+mol+bpC 0,1%, Pada pengamatan 9-15 HSA, perlakuan
ktng+ksc+mol+bpC 0,1%, dan perlakuan eskstrak kascing atau kentang secara tunggal
ktng+mol+bpC 0,3%, tetapi berbeda nyata ditambah dengan gula pasir dan isolat B. subtilis,
dengan perlakuan lainnya. Corynebacterium, dan P. fluorescens (Ksc + Gp
255
J. Hort. Vol. 20 No. 3, 2010
+ BPC atau Ktng + Gp + BPC), keduanya pada tunggal ditambah gula pasir dan isolat B. subtilis,
level konsentrasi 0,3% sama-sama menunjukkan Corynebacterium, dan P. fluorescens (Ksc + Gp +
intensitas serangan yang paling rendah (13,33%) BPC atau ktng + Gp + BPC), keduanya pada level
dibanding kontrol. Selain itu, kedua perlakuan konsentrasi 0,3% merupakan komposisi formulasi
tersebut tidak berbeda nyata dengan ekstrak dan konsentrasi terbaik untuk mengendalikan
kascing ditambah gula pasir dan isolat B. subtilis, P. horiana pada krisan. Pada komposisi dan
Corynebacterium, dan P. fluorescens pada konsentrasi tersebut, ketiga isolat bakteri
konsentrasi 0,1% (Ksc + Gp + BPC kons 0,1% antagonis mendapatkan energi dan lingkungan
IS = 18,33%), ekstrak kascing ditambah gula yang kondusif untuk berkembang, sehingga
pasir, isolat B. subtilis, dan P. fluorescens pada dalam keadaan optimum untuk menekan P.
konsentrasi 0,3% (Ksc + Gp + BP kons 0,3%) dan horiana. Adapun mekanisme penekan ketiga
Azoksistrobin konsentrasi 0,1% (pembanding). isolat bakteri tersebut terhadap P. horiana ialah
kolonisasi dan antibiosis.
Pada pengamatan 21-27 HSA kedua perlakuan
tersebut masih menunjukkan yang paling efektif Kolonisasi B. subtilis telah terbuktikan
menekan P. horiana pada krisan. Persentase efektif pada penyakit karat tanaman buncis
penekanan perlakuan tersebut dibanding kontrol (Uromyces phaseoli typica Art.). Adapun
dan fungisida kimiawi (Azoksistrobin), masing- mekanisme kolonisasi tersebut ialah karena
masing 38,49 dan 33,35%. Di samping itu, kedua bahan eksudat terdiri atas asam amino, asam
perlakuan ini pun diduga dapat mengendalikan P. organik, vitamin, alkaloid, substansi fenolik,
horiana secara kuratif. Hal tersebut ditunjukkan dan unsur anorganik seperti kalium, kalsium,
dengan menurunnya intensitas serangan dari magnesium, dan mangan dimanfaatkan untuk
15,00% pada 21 HSA menjadi 13,33% pada pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga
27 HSA. Penurunan intensitas serangan diduga kesempatan teiospora patogen memanfaatkan
pula disebabkan oleh gugurnya daun terinfeksi, eksudat tersebut untuk perkecambahan, infeksi,
sehingga pada pengamatan berikutnya daun yang dan perkembangannya menjadi berkurang (Baker
terinfeksi pada pengamatan sebelumnya tidak et al. 1985).
tercatat. Berbagai jenis antibiotik diproduksi oleh P.
Apabila digabungkan antara komposisi fluorescens seperti pyuloteorin, oomycin, phenazine
formulasi dan konsentrasi (Tabel 6), maka -1-carboxylic acid atau 2,4-diphloroglucinol.
perlakuan eskstrak kascing atau kentang secara Produksi antibiotik ini telah dibuktikan sebagai
256
Hanudin et al.: Formulasi Biopestisida Berbahan
Aktif Bacillus subtilis dan ...
Ktng + Ksc + Mol+ bcp. 0,5% 10,00 b 8,33 c 23,33 a 25,00 a 28,33 a - -
Azoksistrobin. 0,1% 13,33 b 15,00 b 20,00 a 23,33 a 20,00 a - -
Kontrol (Air ledeng) 6,67 c 8,33 c 18,33 b 20,00 a 21,67 a - -
- = Penekanan <8,35%
257
J. Hort. Vol. 20 No. 3, 2010
panjang berkisar antara 65-75 cm, bunga mulus 0,3% (89,91%). Persentase peningkatan hasil
dan kompak berdiameter minimal 7 cm, daun panen perlakuan tersebut terhadap kontrol
lengkap dengan kandungan karat maksimal 1% dan azoksistrobin, masing-masing 14,58 dan
(Gambar 2a dan 2b). 5,27%. Hal ini berarti perlakuan tersebut dapat
Pada Tabel 8 ditampilkan bahwa rerata mempertahankan hasil panen sebanyak 14,58%.
persentase bunga krisan yang memenuhi kriteria Sejalan dengan hal tersebut Djatnika dan Iskandar
bunga laik jual bergeser antara 77,92 dan 85,48%. (1998) melaporkan bahwa aplikasi P. fluorescens
Hasil panen bunga tertinggi ditunjukkan oleh dapat mengendalikan patogen tular tanah hingga
perlakuan ekstrak kascing ditambah gula pasir 73,3% serta mempertahankan hasil panen
dan difermentasikan dalam suspensi B. subtilis + hortikultura sampai di atas 40%.
P. fluorescens + Corynebacterium (85,48 %), dan
terendah ditunjukkan oleh perlakuan gabungan Hasil panen tertinggi kedua dan ketiga,
antara ekstrak kascing dan kentang ditambah masing-masing ditunjukkan oleh perlakuan
molase dan difermentasikan dalam suspensi B. ekstrak kascing secara tunggal dan gabungan
subtilis + P. fluorescens (77,92 %), walaupun di antara ekstrak kentang dan kascing ditambah
antara perlakuan tersebut tidak berbeda nyata. gula putih yang difermentasikan dalam suspensi
B. subtilis + P. fluorescens + Corynebacterium
Pengaruh komposisi formulasi biopestisida pada level konsentrasi 0,3% (88,89 dan 87,75%).
dan konsentrasinya terhadap hasil panen Apabila dihubungkan antara pengaruh komposisi
bunga krisan laik jual formulasi dan konsentrasi biopestisida terhadap
Pada Tabel 9 tampak bahwa selama intensitas serangan P. horiana (Tabel 7) dan hasil
pertumbuhan tanaman krisan telah dilakukan panen bunga laik jual (Tabel 9), maka perlakuan
panen dengan frekuensi sebanyak empat kali, ekstrak kas-cing + gula pasir + B. subtilis +
yaitu pada saat tanaman berumur 97, 101, 103, dan P. fluorescens + Corynebacterium pada level
108 HST. Hasil panen bunga tertinggi ditunjukkan konsentrasi 0,3%, merupakan perlakuan terbaik.
oleh perlakuan gabungan antara ekstrak kascing Hal ini disebabkan oleh perlakuan tersebut selain
ditambah gula pasir dan difermentasikan dapat menekan intensitas serangan P. horiana
dalam suspensi B. subtilis + P. fluorescens juga dapat meningkatkan hasil panen bunga
+ Corynebacterium pada level konsentrasi krisan laik jual.
Gambar 2a. Ukuran dan kondisi bunga krisan Gambar 2b. Panjang tangkai bunga dan kon-
laik jual sesuai kriteria PT. Alinda disi daun krisan laik jual sesuai
(Chrysanthemum flower size and kriteria PT. Alinda (Chrysan-
conditions according to PT Alinda themum flower stalk and leaves
criteria) conditions according to PT Alinda
criteria)
258
Hanudin et al.: Formulasi Biopestisida Berbahan
Aktif Bacillus subtilis dan ...
259
J. Hort. Vol. 20 No. 3, 2010
260
Hanudin et al.: Formulasi Biopestisida Berbahan
Aktif Bacillus subtilis dan ...
18. Hartman, G. L., W. F. Hong, Hanudin, and A.C. Hayward. 27. Paau, A. S. 1998. Formulation of Beneficial Organisms
1993. Potential of Biological and Chemical Control of Applied to Soil. In Burges, H. D. (Ed.). Formulation
Bacterial Wilt. In Hartman, G. L, and Hayward, A.C. of Microbial Biopesticides: Beneficial Microorganisms,
(Eds.). Bacterial Wilt. Proceeding of an International Nemathodes, and Seed Treatments. Kluwer Academic
Conference Aciar Proceeding. No. 45: 322 – 326. Publishe, Dordrecht, Netherlands. 235-254.
19. Hsu, S.T., C.C. Chen, H.Y. Liu, and K.C. Tzeng. 1994. 28. Rismansyah, E.A. 2010. Biofungisida untuk Mengendalikan
Colonization of Roots and Kontrol of Bacterial Wilt of Penyakit Tanaman. http://erlanarismansyah.woordpress.
Tomato by Pseudomonas fluorescens. In Hartman, G. L, com/2010/04/17/biofungisida. [20/04/2010].
and A.C. Hayward. (Eds.). Bacterial Wilt. Proceeding Of 29. Sanjaya, L. 1994. Pengaruh Penambahan Penyinaran
an International Conference Aciar. 45:305-311. dengan Lampu TL dan Pijar terhadap Pertumbuhan dan
20. Jeger, M. J., and S.L.H.Viljanen-Rollinson. 2001. Pembungaan Krisan Pot. Bul. Pen. Tan. Hias 2(2):61-
The Use of The Area Under Disease-Progress Curve 70.
(AUDPC) to Assess Quantitative Disease Resistance in 30 Semangoen, H. 1989. Ekologi Patogen Tropika
Cropcultivars. Theor Appl Genet. 102:32- 40. dan Pemanfaatannya dalam Pengendalian Pernyakit
21. Khairuman dan K. Amri. 2009. Mengeruk Untung Tumbuhan. Prosiding Seminar Nasional X Perhimpunan
dari Beternak Cacing. Http://www.agromedia.net. [27 Fitopatol Ind. Denpasar Bali. Hlm. 1-18.
Agustus 2010]. 31. Suhardi. 2009. Sumber Inokulum, Respons Varietas, dan
22. Keel, C., U. Schneider, M. Maurhoper, C. Voisard, J. Efektivitas Fungisida terhadap Penyakit Karat Putih pada
Laville, U. Burger, P. Wirthner, D. Haas, and G. Defago. Tanaman Krisan. J. Hort. 19 (2):207-209.
1992. Suppression of Root Disease by Pseudomonas 32. Suryana, A dan Cahyono, D. 2008. Teknologi Pembuatan
fluorescens CHO: Importance of Bacterial Secondary Pupuk dan Biopestisida Organik. Diklat Peningkatan
Metabolite 2,4 – diacetylphloroglucinol. Plant- Microbe Kompetensi Pegawai dan Guru Bidang Keahlian
Interact. 5:4-13. Pertanian Organik. Departemen Bioteknologi dan
23. Mulya, K., Y. Takikawa, and S. Tsuyumu. 1996. The Lingkungan. Departemen Pendidikan Nasional, 21-29
Presence of Homologous to Hrp Cluster in Pseudomonas Juli 2008, 37 Hlm.
fluorescens PfG32R. Ann. Phytopathol. Soc. Japan. 33. Sutater, T. 1992. Dosis Pupuk N dan K pada Tanaman
62(4):355-359. Krisan. J. Hort. 2(2):59-62.
24. ________. 1997. Penekanan Perkembangan Penyakit 34. Teliz, O.M. and W.H. Brukholder. 1960. A Strain of
Layu Bakteri Tomat oleh Pseudomonas fluorescens . J. Pseudomonas fluorescens Antagonistics to Pseudomonas
Hort. 7(2):685-691. phaseicola and Other Bacterial Plant Pathogen.
25. Nusantara, A. D., I. Mansyur, C. Kusmana, L. K. Phytopatol. 50:119-123.
Darusman, dan Soedarmadi. 2007. Peran Substrat Alami, 35. Thomashow, L.S and D.M. Weller. 1988. Role of Penazine
Kadar Air, dan Sterilisasi dalam Produksi Spora Melalui Antibiotic from Pseudomonas fluorescens in Biological
Simbiosis Pueraria javanica dan Glomus etunicatum. J. Control of Gaeumannomycetes graminis var. tritici. J.
Akta Agrosia. Eds Khusus (2):204–212. Bacteriol. 170:3499-3508.
26. Orlikowski, L. B., and A. Wojdyla. 1981. Chemicals
Control of Chrysanthemum White Rust. Acta Hortic.
125:201-206.
261