Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERKULOSIS PARU (TBC)

Oleh:

Erlina Ariesetyawati

Kelompok II

RUMAH SAKIT PRIMA HUSADA

MALANG

2018
TUBERCULOSIS PARU

A. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis.(Price dan Wilson, 2005).
Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim
paru. ( Smeltzer, 2001).
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobakterium Tuberculosa
yang merupakan bakteri batang tahan asam, dapat merupakan organisme patogen atau saprofit
(Sylvia Anderson, 1995).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru (Bruner dan
Suddart. 2002).
Tuberkulosis adalah contoh lain infeksi saluran nafas bawah. Penyakit ini disebabkan oleh
mikrooganisme Mycobacterium tuberculosis (Elizabeth J. Corwn, 2001).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobakterium tuberkulosa gejala
yang sangat bervariasi (FKUI, 2001).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tuberkulosis paru adalah suatu
penyakit infeksi pada saluran nafas bawah yang menular disebabkan mycobakterium tuberkulosa
yaitu bakteri batang tahan asam baik bersifat patogen atau saprofit dan terutama menyerang
parenkim paru.

B. Etiologi
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium
tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-
4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid).
Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkkohol) sehingga disebut
bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat
bertahan hidup pada udara kering maupun dingin (dapat tahan bertaun-tahun dalam lemari es). Hal
ini terjadi karena kuman bersifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit lagi dan
menjadikan tuberculosis menjadi aktif lagi. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini
menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi oksigennya. Dalam hal ini
tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini
merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis. (Amin, 2007)
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-
tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat
dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain
kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi
kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian
lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet
infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar
getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya dinamakan
tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan.
Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik
terhadap basil mikobakterium.
Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pada usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut
tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan
ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.
Faktor predisposisi penyebab penyakit tuberkulosis antara lain ( Elizabeth J powh 2001)
1). Mereka yang kontak dekat dengan seorang yang mempunyai TB aktif
2). Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien kanker, individu dalam terapi kartikoteroid
atau terinfeksi HIV)
3). Pengguna obat-obat IV dan alkoholik
4). Individu tanpa perawatan yang adekuat
5). Individu dengan gangguan medis seperti : DM, GGK, penyimpanan gizi, by pass
gatrektomi.
6). Imigran dari negara dengan TB yang tinggi (Asia Tenggara, Amerika Latin Karibia)
7). Individu yang tinggal di institusi (Institusi psikiatrik, penjara)
8). Individu yang tinggal di daerah kumuh
9). Petugas kesehatan

C. Manifestasi Klinis
Keluhan yang diraskan pasien pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah
banyak ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan .keluhan yang
terbanyak:
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang pana badan dapat
mencapai 40-410 Celsius. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar ,tetapi kemudian
dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbul demam influenza ini ,sehingga pasien
merasa tidak pernah terbeba dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat terpengaruh
oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkolosis masuk.
2. Batuk/batuk berdarah
gejala ini bayak ditemukan.batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus.batuk ini
diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada
setiap penyakit tidak sama.mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam
jaringan paru yakni setelah minggu-mimggu atau berbulan-bulan peradangan bermula.sifat
batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradagan menjadi
produktif(menghasilkal sputum). keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena
terdapat pembuuh darah yang pecah.kebanyakan batuk darah pada tuberkulusis terjadi pada
kavitas,tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3. sesak bernafas
pada penyakit ringan (baru tumbuh)belum dirasakan sesak nafas.sesak nafas akan ditemukan
pada penyakit yang sudah lanjut,yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru
dan takipneu.
4. nyeri dada
gejala ini agak jarang ditemukan.nyeri dada timbul bila infiltrasinya radang sudah sampai ke
pleura sehingga menimbulkan pleuritis .terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien
menarik/melepaskan napasnya.
5. Malaise dan kelelahan
Penyakit tuberculosis bersifat radang menahun, gejala malaise sering ditemukan berupa
anaoreksia tidak ada nafsu makan,badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala,
keringat malam, dll. Selain itu juga terjadi kselitan tidur pada malam hari (Price, 2005). Gejala
malaise ini makin lama makin berat dan terjadi ilang timbul secara tidak teratur.

D. Klasifikasi
Adapun klasifikasi TB paru berdasarkan petogenesisnya yaitu:
Kelas Tipe Keterangan

0 Tidak ada pejanan TB. Tidak ada riwayat terpajan.

Tidak terinfeksi Reaksi terhadap tes tuberculin


negative.
1 Terpajan TB Riwayat terpajan

Tidak ada bukti infeksi Reaksi tes kulit tuberkulin negative


2 Ada infeksi TB Reaksi tes kulit tuberculin positif

Tidak timbul penyakit Pemeriksaan bakteri negative (bila


dilakukan)

Tidak ada bukti klinis, bakteriologik


atau radiografik Tb aktif

3 TB, aktif secara klinis Biakan M. tuberkulosis (bila


dilakukan).

Sekarang terdapat bukti klinis,


bakteriologik, rsdiografik penyakit
4 TB, Riwayat episode TB atau

Tidak aktif secara klinis Ditemukan radiografi yang abnormal


atau tidak berubah;reaksi tes kulit
tuberkulin positif dan tidak ada bukti
klinis atau radiografik penyakit
sekarang
5 Tersangka TB Diagnosa ditunda

(Price, 2005)

E. Patofisiologi
Tempat masuk kuman M. Tuberkulosis adalah saluran pernapasan, saluran perncernaan (GI),
dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui udara , yaitu melalui inhalasi
doplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Saluran pencernaan merupakan tempat masuk utama bagi jenis bovin.
M.tuberculosis var. bovis yang biasa dikenal M. bovis merupakan jenis bakteri tuberculosis
yang dapat menginfeksi hewan ternak terutama sapi, hewan ternak lain, hewan liar dan manusia,
penularan bekteri ini dapat terjadi secara langsung yaitu melalui udara dan pernafasan pada orang-
orang yang sering kontak langsung atau berada di dekat kandang hewan yang terinfeksi, sedangkan
penularan secara tidak langsung dapat terjadi susu yang terkontaminasi oleh bakteri M. bovis yang
berasal dari sapi perah yang terinfeksi.
TB adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imun diperatarai sel. Sel efektor adalah
makrofag, dan limfosit( biasanya sel T) adalah sel imunoresponsif. Basil tuberculin yang mencapai
permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu samapi tiga basil;
gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus
dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruangan alveolus, biasanya di bagian atas
lobus atas, basil tuberkel ini mengakibatkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak
pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri , namun tidak membunuh organism tersebut. Sesudah
hari-hari pertama, leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang mengalami konsolidasi
dan timbul pneumonia akut. Basil juga menyebar melaui getah bening melalui menuju ke kelenjar
getang benung regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian
bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini
biasanya membutuhkan waktu 10-20 hari.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relative padat dan seperti keju disebut
nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya
yang terdiri dari sel epiteloid dan fibrolas menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan granulasi
menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut kolagenosa yang akhirnya akan membentuk suatu
kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru disebut fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional
dan lesi primer disebut kompleks Ghon. Kompleks Ghon yang mengalami perkapuran ini dapat
dilihat pada orang yang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin. Namun,
kebanyakan infeksi TB paru tidak terlihat secara klinis atau dengan radiografi.
Respons lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, yaitu bahan cair lepas
ke dalam bronkus yang berhubungan dan menimbulkan kavitas. Bahan tubercular yang dilepaskan
dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat berulang,
atau basil dapat terbawa sampai ke laringtelinga tengah atau usus.
Walaupun peradangan dapat mereda, kavitas yang kecil dapat menutup dan meninggalkan
jaringan parut fibrosis. Bila peradangan mereda, lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh
jaringan parut yang terdapat dengan taut bronkus dan rongga. Bahan perkejuan dapat mengental dan
tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijuan
dan lesi mirip dengan kapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala
dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan
aktif.
Penyakit ini dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos
dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil yang kadang-kadang
dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran
lomfo hematogen yang biasanya sem buh sendiri. (Price, 2005)

F. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan keperawatan diantaranya dapat dilakukan dengan cara:
a. Promotif
1. Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
2. Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara penularan, cara
pencegahan, faktor resiko
3. Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
b. Preventif
1. Vaksinasi BCG
2. Menggunakan isoniazid (INH)
3. Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
4. Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat diketahui secara dini.
2) Penatalaksanaan secara medik
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
1. Jangka pendek.
Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 – 3 bulan.
* Streptomisin injeksi 750 mg.
* Pas 10 mg.
* Ethambutol 1000 mg.
* Isoniazid 400 mg.
2. Jangka panjang
Tata cara pengobatan : setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan, tetapi setelah
perkembangan pengobatan ditemukan terapi.
Terapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan
jenis :
* INH.
* Rifampicin.
* Ethambutol.
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi 6-9
bulan.
3. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan dalam
pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat :
* Rifampicin.
* Isoniazid (INH).
* Ethambutol.
* Pyridoxin (B6).
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah
kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai
penularan. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis
obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH,
Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan adalah Kanamisin,
Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan lokasi
tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat
pengobatan sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB
yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan
oleh WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam penanggulangan TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang pemeriksaan
penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit
pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh
Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus
minum obat setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.

 Efek Samping OAT :


Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun
sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya
efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat ringan
atau berat, bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian
OAT dapat dilanjutkan.adapun efek samping OAT antara lain yaitu:
1. Isoniazid (INH)
 Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi, kesemutan, rasa
terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin
dengan dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut
pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom
pellagra).
 Efek samping berat dapat berupa hepatitis imbas obat yang dapat timbul pada kurang lebih
0,5% pasien. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik, hentikan OAT dan pengobatan
sesuai dengan pedoman TB pada keadaan khusus.

2. Rifampisin
 Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan simtomatik ialah
: Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang, Sindrom perut berupa sakit
perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-kadang diare, Sindrom kulit seperti gatal-
gatal kemerahan
 Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :
- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dulu dan
penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus
- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari gejala
ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi walaupun
gejalanya telah menghilang
- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
- Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata, air liur.
Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal
ini harus diberitahukan kepada pasien agar dimengerti dan tidak perlu khawatir.
3. Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada
keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang dapat
menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi
dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi
kulit yang lain.
4. Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman,
buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler tersebut
tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari
atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal
dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada
anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi
5. Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan
keseimbangan dan pendengaran.
Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang
digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan meningkat pada pasien dengan gangguan
fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus),
pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan
atau dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan
makin parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli).
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit
kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi)
seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah
suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr.
Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada wanita
hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1) PENGKAJIAN
1. Identitas klien: selain nama klien, asal kota dan daerah, jumlah keluarga.
2. Keluhan: penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit.
3. Riwayat penyakit sekarang:
Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada tempat-tempat kelenjar
seperti: leher, inguinal, axilla dan sub mandibula.
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat sosial ekonomi dan lingkungan.
 Riwayat keluarga.
Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama.
 Aspek psikososial.
Merasa dikucilkan dan tidak dapat berkomunikasi dengan bebas, menarik diri.
 Biasanya pada keluarga yang kurang mampu.
Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang
lama dan biaya yang banyak.Tidak bersemangat dan putus harapan.
 Lingkungan:
Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang padat, ventilasi rumah
yang kurang sehingga pertukaran udara kurang, daerah di dalam rumah lembab,
tidak cukup sinar matahari, jumlah anggota keluarga yang banyak.

Pola fungsi kesehatan.


1) Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan.
Kurang menerapkan PHBS yang baik, rumah kumuh, jumlah anggota keluarga banyak,
lingkungan dalam rumah lembab, jendela jarang dibuka sehingga sinar matahari tidak dapat
masuk, ventilasi minim menybabkan pertukaran udara kurang, sejak kecil anggita keluarga
tidak dibiasakan imunisasi.
2) Pola nutrisi - metabolik.
Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun, turgor kulit jelek, kulit kering dan
kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit menelan.
3) Pola eliminasi
Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan
hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan splenomegali.

4) Pola aktifitas – latihan


Pola aktivitas pada pasien TB Paru mengalami penurunan karena sesak nafas, mudah lelah,
tachicardia, jika melakukan aktifitas berat timbul sesak nafas (nafas pendek).
5) Pola tidur dan istirahat
sulit tidur, frekwensi tidur berkurang dari biasanya, sering berkeringat pada malam hari.
6) Pola kognitif – perceptual
Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang umum, sedangkan dalam hal
daya panca indera (perciuman, perabaan, rasa, penglihatan dan pendengaran) jarang
ditemukan adanya gangguan
7) Pola persepsi diri
Pasien tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah, selain itu Ketakutan dan kecemasan akan
muncul pada penderita TB paru dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang pernyakitnya
yang akhirnya membuat kondisi penderita menjadi perasaan tak berbedanya dan tak ada
harapan. (Marilyn. E. Doenges, 2000)
8) Pola peran – hubungan
Penderita dengan TB paru akan mengalami gangguan dalam hal hubungan dan peran yang
dikarenakan adanya isolasi untuk menghindari penularan terhadap anggota keluarga yang
lain. (Marilyn. E. Doenges, 1999).
 Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan dan kelelahan
Tanda : Kesulitan tidur pada malam atau demam malam hari dan berkeringat pada malam
hari
 Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan
Tanda : Penurunan BB
 Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk, gangguan tidur pada malam hari
Tanda : pasien meringis, tidur tidak nyenyak
 Pernapasan
Gejala : batuk berdarah, Batuk produktif, Sesak nafas, Takipnea
 Cardiovaskuler
Gejala : takikardia
(Doengoes, 2000)

Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi
Konjungtiva mata pucat karena anemia, malaise, badan kurus/ berat badan menurun.
Bila mengenai pleura, paru yang sakit terlihat agak tertinggal dalam pernapasan.
 Perkusi
Terdengar suara redup terutama pada apeks paru, bila terdapat kavitas yang cukup
besar, perkusi memberikan suara hipersonar dan timpani. Bila mengenai pleura, perkusi
memberikan suara pekak.
 Auskultasi
Terdengar suara napas bronchial. Akan didapatkan suara napas tambahan berupa rhonci
basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrasi ini diliputi oleh penebalan pleura, suara
napas menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, auskultasi
memberikan suara amforik. Bila mengenai pleura, auskultasi memberikan suara napas
yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali.
 Palpasi
badan teraba hangat (demam)

Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
 Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit
 Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) :
Positif untuk basil asam-cepat.
 Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih
besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal antigen) menunjukkan infeksi masa
lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi
bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat
diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang berbeda.
 Anemia bila penyakit berjalan menahun
 Leukosit ringan dengan predominasi limfosit
 LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut kembali normal pada
tahap penyembuhan.
 GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru.
 Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya sel raksasa
menunjukkan nekrosis.
 Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi; contoh
hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB paru
kronis luas.
b. Radiologi
 Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium lesi sembuh
primer atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas TB dapat termasuk rongga
akan fibrosa. Perubahan mengindikasikan TB yang lebih berat dapat mencakup area
berlubang dan fibrous. Pada foto thorax tampak pada sisi yang sakit bayangan hitam dan
diafragma menonjol ke atas.
 Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau
kerusakan paru karena TB.
 Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC adalah penebalan pleura, efusi
pleura atau empisema, penumothoraks (bayangan hitam radio lusen dipinggir paru atau
pleura).
c. Pemeriksaan fungsi paru
Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara residu:
kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi
parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural.

Data Subyektif
 Pasien mengeluh panas
 Batuk/batuk berdarah
 Sesak bernafas
 Nyeri dada
 Malaise dan kelelahan

Data Obyektif
 Ronchi basah, kasar dan nyaring.
 Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberi suara
limforik.
 Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
 Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak)
 Pembesaran kelenjar biasanya multipel.
 Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla, inguinal dan sub mandibula.
 Kadang terjadi abses.

2) Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah,
kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan
paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema
bronchial.
3. Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan
kemampuan finansial.
4. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.
5. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan
tidak ada yang menerangkan, interpretasi yang salah, informasi yang didapat tidak
lengkap/tidak akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012, Asuhan Keperawatan Tb Paru, diakses tanggal 30 Oktober 2012 jam 09.03 dari
http://akperpemprov.jatengprov.go.id/

Anonim. 2002. Tuberkulosis Pedoman diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia. diakses tanggal
30 Oktober 2012 jam 10.15 dari http://www.klikpdpi.com/ konsensus/tb/tb.pdf 2002

Barbara, C.L., 1996, Perawatan Medikal Bedah (suatu pendekatan proses keperawatan), Bandung

Dewi, Kusma . 2011. Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Tuberkulosis Paru. Diakses
tanggal 30 Oktober 2012 jam 10.15 dari http://www.scribd.com /doc/52033675/

Doengoes, Marylinn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Ed. 3, EGC: Jakarta.

Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta:Media Aeculapius

Nanda.2005.Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda definisi dan Klasifikasi 2005-2006. Editor :


Budi Sentosa.Jakarta:Prima Medika

Price, S.A, 2005, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta : EGC

Smeltzer, C.S.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Edisi 8.
Jakarta : EGC

Sudoyo dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: FKUI.

Anda mungkin juga menyukai