Anda di halaman 1dari 17

Data Identitas Pasien (10 Oktober 2016)

 Nama : Tn. MN
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Umur : 60 tahun
 Alamat : Kec. Manggala, Maros
 Pekerjaan : Tidak bekerja
 Agama : Islam
 Suku : Makassar
 Dirujuk oleh Dept. Bedah Saraf untuk pemantauan post operasi

Keluhan Utama : Pusing

Riwayat Penyakit

 Pusing seperti oleng/ingin jatuh dialami sejak 1 hari yang lalu, hilang timbul, muncul
terutama saat berubah posisi dari posisi tidur ke duduk. Lemah pada tungkai bawah
ada. Terdapat nyeri post operasi laminektomi 2 bulan lalu, nyeri memberat ketika
duduk dan nyeri dirasakan berkurang ketika berbaring atau setelah mengonsumsi
analgetik. Sejak laminectomy pasien lebih sering baring dikarenakan nyeri jika berubah
posisi.
 Riwayat trauma ada, jatuh terduduk di kamar mandi 5 bulan yang lalu. Tidak ada
riwayat muntah, pingsan, serta kejang setelah jatuh. Pasien dibawa ke RS Bhayangkara
2 bulan yang lalu karena nyeri punggung. Dan menjalani operasi laminectomy di RS
Wahidin pada tanggal 12 September 2017.
 Pasien tidak bisa menahan BAK dan BAB (inkontinensia uri & alvi)
 Pasien pernah dirujuk oleh dokter bedah saraf ke Dept. Rehabilitasi Medik setelah
operasi untuk pemasangan thoracolumbal spinal orthosis (TLSO).

Riwayat Penyakit Terdahulu

 DM : (-)
 HT : (-)

Pemeriksaan Fisis

STATUS UMUM

 Compos Mentis, Independent ambulation (wheel chair), Gait : sulit dinilai, Postur :
sulit dinilai
 BMI: 20.94 (normal)
 BP : 90/60 mmHg, HR :108 x/mnt, RR : 20 x/mnt
 Head & Neck : Normal
 Thorax : Cor : Normal
Pulmo : Normal
 Abdomen : Liver/Spleen : tidak teraba
 Extremitas : Extremitas Atas : Normal
Extremitas Bawah :
Inspection : Atrofi di kedua tungkai
Palpation : Hipotonus di kedua tungkai

Pemeriksaan Muskuloskeletal

ROM MMT
Cervical
Flexion Full (0-450) 5
Extension Full 0-450) 5
Lateral Flexion Full/Full (0-450) 5/5
Rotation Full/Full (0-600) 5/5
Trunk
Flexion Full (0-800) 5
Extension Full (0-300) 5
Lateral Flexion Full/Full (0-350) 5/5
Rotation Full/Full (0-450) 5/5
Shoulder
Flexion Full/Full (0-1800) 5/5
Extension Full/Full (0-600) 5/5
Abduction Full/Full (0-1800) 5/5
Adduction Full/Full (0-450) 5/5
Ext. Rotation Full/Full (0-700) 5/5
Int. Rotation Full/Full (0-900) 5/5
Elbow
Flexion Full/Full (0-1350) 5/5
Extention Full/Full (135-00) 5/5
Forearm Supination Full/Full (0-900) 5/5
Forearm Pronation Full/Full (0-900) 5/5
Wrist
Flexion Full/Full (0-800) 5/5
Extension Full/Full (0-700) 5/5
Radial Deviation Full/Full (0-200) 5/5
Ulnar Deviation Full/Full (0-350) 5/5
Fingers
Flexion 5/5
0
MCP Full/Full (0-90 ) 5/5
PIP Full/Full (0-1000) 5/5
DIP Full/Full (0-900) 5/5
Extension Full/Full (0-300) 5/5
Abduction Full/Full (0-200) 5/5
Adduction Full/Full (200-00) 5/5
Thumbs
Flexion 5/5
MCP Full/Full (0-900) 5/5
IP Full/Full (0-800) 5/5

2
Extension Full/Full (0-300) 5/5
Abduction Full/Full (0-700) 5/5
Adduction Full/Full (50-00) 5/5
Opposition Full 5/5
Hip
Flexion 0/0 (0-1200) 0/5
Extension 0/0 (0-300) 0/5
Abduction 0/0 (0-450) 0/5
Adduction 0/0 (0-200) 0/5
Ext. Rotation 0/0 (0-450) 0/5
Int. Rotation 0/0 (0-450) 0/5
Knee
Flexion 0/0 (0-1350) 0/5
Extension 0/0 (135-00) 0/5
Ankle
Plantar Flexion 0/0 (0-200) 0/5
Dorsi Flexion 0/0 (0-500) 0/5
Inversion 0/0 (0-1500) 0/5
Eversion 0/0 (0-350) 0/5
Toes
Flexion
MTP 0/0 (0-300) 0/5
IP 0/0 (0-500) 0/5
Extension 0/0 (0-800) 0/5
Big Toe
Flexion
MTP 0/0 (0-250) 0/5
IP 0/0 (0-250) 0/5
Extension 0/0 (0-800) 0/5

Pemeriksaan Neurologis

 DTRS : BPR +/+ KPR -/-


TPR +/+ APR -/-
 Refleks Patologis : Babinski : (-)
Chaddock : (-)
Hoffman-Tromner : (-)
 Defisit sensoris : hipestesi extremitas inferior batas tertinggi di umbilikus

Local Status Regio Trunk

- Inspeksi : bengkak (-), deformitas (-), udem (-), atrofi (-)


- Palpasi : tender point (+)

3
Pemeriksaan Khusus

Tidak dilakukan

Pemeriksaan Penunjang

 Laboratorium:
Pemeriksaan Hasil
WBC 9500
Hb 12,6
RBC 4.950.000
Plt 249.000
PT 10,4
APTT 24,1
GDS 129
Ureum 24
Creatinin 0,67
SGOT 27
SGPT 16
HbsAg Non-reaktif
 X-ray thoraks, Hasil: tidak nampak kelainan radiologik
 MRI lumbosacral, Hasil : Fraktur kompresi vertebra thorakal 9-10, spondylosis
lumbalis degenerative disc level L2-3, L3-L4 bulging disk level L3-L4,L4-L5,
broadbased type menekan techal sac dan recessus lateralis, bilateral hipertrofi
ligamentumm flavum level L3-4,L4-5

Diagnosis : Sindroma imobilisasi+hipotensi ortostatik+Spondylosis lumbalis+Paraplegi

Diagnosis Fungsional :

4
 Impairment : Sindroma imobilisasi + hipotensi ortostatik + Fraktur kompresi V.
Thorakal 9-10 + Spondylosis lumbalis + Paraplegi
 Disability : Gangguan ADL (transfer) = Sulit berubah dari posisi duduk ke berdiri
 Handicap : Keterbatasan melakukan kegiatan sehari-hari

5
Daftar Masalah

 Surgical : laminektomi
 Medical : - Pusing/oleng
- Hipotensi ortostatik
- Fraktur kompresi v. Thorakal 9-10
- Spondilosis lumbalis
- Paraplegia

Perencanaan Rehabilitasi Medik

 Perencanaan diagnostik : -
 Perencanaan terapi :
- Latihan :
- ROM exercise
- Position turning and transfering
- Proper positioning
- Bladder bowel training
- Tilt table
- Modalitas : - TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation)
 Perencanaan pengawasan : ADL
 Perencanaan edukasi : - Penjelasan kondisi pasien
- Home exercise program

6
Resume

Pasien laki-laki, 60 tahun, dirujuk dari bagian bedah saraf untuk kontrol post operasi.
Keluhan utama pasien saat ini adalah pusing.

Pusing seperti oleng/ingin jatuh dialami sejak 1 hari yang lalu, hilang timbul, muncul
terutama saat berubah posisi dari posisi tidur ke duduk. Lemah pada tungkai bawah ada.
Terdapat nyeri post operasi laminektomi 2 bulan lalu, nyeri memberat ketika duduk dan nyeri
dirasakan berkurang ketika berbaring atau setelah mengonsumsi analgetik. Sejak laminectomy
pasien lebih sering baring dikarenakan nyeri jika berubah posisi. Riwayat trauma ada, jatuh
terduduk di kamar mandi 5 bulan yang lalu. Tidak ada riwayat muntah, pingsan, serta kejang
setelah jatuh. Pasien dibawa ke RS Bhayangkara 2 bulan yang lalu karena nyeri punggung.
Dan menjalani operasi laminectomy di RS Wahidin pada tanggal 12 September 2017. Pasien
pernah dirujuk oleh dokter bedah saraf ke Dept. Rehabilitasi Medik setelah operasi untuk
pemasangan thoracolumbal spinal orthosis (TLSO).

Pemeriksaan fisis ditemukan nyeri pada punggung , MRI : Fraktur kompresi vertebra
thorakal 9-10, spondylosis lumbalis degenerative disc level L2-3, L3-L4 bulging disk level L3-
L4,L4-L5, broadbased type menekan techal sac dan recessus lateralis, bilateral hipertrofi
ligamentumm flavum level L3-4,L4-5

Didiagnosa sebagai hipotensi ortostatik akibat imobilisasi lama. Perencanaan terapi


yang diberikan adalah pelatihan ROM exercise, Position turning and transfering, Proper
positioning, Bladder bowel training dan terapi modaitas yaitu TENS (Transcutaneous
Electrical Nerve Stimulation).

7
REVIEW
Nyeri Punggung Bawah

Etiologi

1. Penyakit Diskus Lumbalis


Merupakan penyebab yang sering pada keadaan akut, kronik, maupun nyeri punggung
bawah berulang. Penyakit diskus ini paling sering terjadi pada L4-L5 atau L5-S1.
Penyebabnya masih belum di ketahui, namun factor risiko meningkat pada orang yang
memiliki berat adan berlebih (obesitas). Pada keadaan yag parah, nukleus vertebra
dapat menglami protrusi melewati annulus (HNP). Herniasi atau rupture diskus bisa
terjadi ketika diskus intervertebral terkompresi keluar atau rupture.

2. Kondisi Degeneratif
Lumbar Spinal Stenosis (LSS) digambarkan sebagai sebuah penyempitan kanalis
lumbalis dan umumnya asimtomatik. Tipe ini biasanya ditandai dengan nyeri pada
bagian belakang hingga ke paha yang di induksi oleh berjalan atau pun berdiri dan
berkurang saat duduk.

3. Spondylosis dan Spondylolisthisis

Spondylosis, penyakit osteoarthritis tulang belakang, umumnya terjadi dengan keluhan


nyeri pada punggung belakang dan meningkat pada saat digerakkan dan biasanya
dihubungkan denga rasa kaku dan berkurang pada saat tidak digerakkan.

Spondylolisthesis adalah kondisi dimana vertebra bagian bawah bergeser dari


tempatnya dan menekan saraf yang terletak di kolumna spinalis.

4. Neoplasma/Tumor

Tumor merupakan penyebab yang jarang pada kasus nyeri punggung bawah.
Terkadang, tumor di tulang belakang bukan murni berasal dari tulang belakang namun
tumor tersebut berasal dari tempat lain yang bermetastase.

5. Infeksi

Infeksi adalah bukan penyebab utama dari nyeri punggung bawah. Bagaimanapun
juga, infeksi bisa menyebabkan nyeri ketika menginfeksi tulang belakang, sperti pada
kondisi osteomyelitis .

6. Trauma
a. Sprains and Strain
Sprains and strains adalah penyebab tersering kasus akut pada nyeri tulang
belakang. Sprains disebabkan karena peregangan berlebihan atau ligament yang
robek, dan strain adalah putus pada tendon atau otot. Keduanya dapat timbul
akibat mengangkat sesuatu dengan posisi berputar atau dengan posisi yang tidak
8
tepat, mengangkat sesuatu yang sangat berat, atau menarik terlalu kuat.
Beberapa gerakan dapat menjadi pemicu spasme otot tulang belakang yang
dapat menimbulkan nyeri yang hebat.

b. Fraktur Vertebra akibat Trauma


Fraktur vertebra akibat trauma biasa disebabkan akibat jatuh dari ketinggian,
kecelakaan mobil. Fraktur akibat trauma pada tulang belakang pada umumnya
penyebabkan kompresi anterior pada struktur vertebra.

7. Penyakit Metabolik
Osteoporosis adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan menurunnya densitas
dan kekuatan tulang, dapat memicu nyeri akibat fraktur pada tulang belakang.

8. Autoimmune Inflamatory Arthritis


Seperti arthritis, seperti osteoarthritis yang dapat menyerang struktur vertebra
menyebakan rasa nyeri pada tulang belakang.

9. Nyeri Punggung Akibat Postur


Sekelompok pasien dengan non spesifik kronik LBP dimana pada mereka tidak
ditemukan lesi anatomi. Nyeri tulang belakang yang dirasakan terasa samar. Nyeri
yang dirasakan pada saat duduk atau berdiri dan berkurang ketika istirahat. Latihan
untuk penguatan paraspinal dan otot abdominal terkadang membantu.

(Kasper, 2006)

Patofisiologi

Penyebab nyeri punggung bawah (LBP) mekanik umumnya dikaitkan dengan peristiwa trauma
akut, namun juga dapat mencakup trauma kumulatif sebagai penyebabnya. Keparahan dari
suatu trauma akut bervariasi, dari terputar hingga kecelakaan lalu lintas. LBP mekanik akibat
trauma kumulatif cenderung lebih sering terjadi di tempat kerja.

Patofisiologi LBP mekanik masih kompleks dan beragam. Beberapa struktur anatomi dan
elemen-elemen dari tulang belakang (mis, tulang, ligamen, tendon, diskus, otot) semua diduga
memiliki peranan. Banyak dari komponen-komponen dari tulang belakang ini memiliki
inervasi sensoris yang dapat menghasilkan sinyal nosiseptif sebagai respon terhadap
rangsangan kerusakan jaringan. Penyebab lainnya bisa berupa neuropatik (yaitu, sciatica).
Sebagian besar kasus LBP yang kronik kemungkinan besar melibatkan campuran etiologi
nosisepsi dan neuropati.

Faktor Risiko

Faktor risiko penting diketahui untuk memberikan informasi tentang variabel penting dalam
etiologi mekanik nyeri punggung serta potensi resistensi terhadap pemulihan dari sakit
punggung. Dua kategori utama dari faktor risiko yang diduga untuk nyeri punggung bawah
adalah faktor individu dan faktor aktivitas yang berhubungan dengan (pekerjaan dan alamat).
9
faktor individu termasuk pada demografi, antropometri, fisik, dan faktor psikososial. Faktor
risiko ini bersifat multifaktorial, hanya padapopulasi tertentu, dan tidak terlalu berpengaruh
dengan perkembangan nyeri pinggang.
1. Faktor-faktor individu yang ada penelitian yang paling termasuk genetika, jenis
kelamin, usia, body build, kekuatan, dan fleksibilitas. Faktor genetik telah dikaitkan
dengan gangguan spesifik tulang belakang seperti degenerasi disk.
2. Faktor psikososial tampaknya memainkan peran prognostik yang lebih besar dari faktor
fisik sakit punggung. Ada konsensus yang berkembang bahwa distress / depresi
memainkan peranan penting pada tahap awal.
3. Meskipun beberapa variabel individu dan gaya hidup telah dikaitkan dengan prevalensi
nyeri pinggang, faktor yang sama mungkin tidak memiliki pengaruh pada pemulihan
pasien yang sudah memiliki sakit punggung. Misalnya, riwayat nyeri punggung,
kepuasan kerja, tingkat pendidikan, status perkawinan, jumlah tanggungan, merokok,
bekerja lebih dari 8 jam shift, pekerjaan, dan ukuran industri atau perusahaan tidak
mempengaruhi durasi cuti sakit karena nyeri pinggang.
4. Pada remaja, faktor gaya hidup yang telah dipelajari sehubungan dengan risiko nyeri
punggung termasuk aktivitas fisik dan beban mekanik. Sehubungan dengan aktivitas
fisik, terdapat risiko pada olahraga tertentu (misalnya, angkat besi, body building,
rowing) terkait dengan nyeri pinggang.

Pemeriksaan Penunjang :

 Pungsi Lumbal
Dengan pungsi lumbal maka dapat diketahui warna cairan serebrospinal (jernih
air, kekuningan/xantokrom, keruh), adanya kesan sumbatan/hambatan aliran cairan
serebrospinal secara total atau parsial, jumlah sel, kadar protein, NaCl, dan glukosa.
Untuk menentukan ada tidaknya sumbatan aliran cairan serebrospinal, maka
dilakukan percobaan Queckenstedt, yaitu pada waktu dilakukan pungsi lumbal,
diperhatikan kecepatan tetesannya, kemudian kedua vena jugularis ditekan dan
diperhatikan perubahan kecepatan tetesannya.
Bila bertambah cepat dengan segera, dan waktu tekanan dilepas kecepatan
tetesan kembali seperti semula berarti tidak ada sumbatan. Bila kecepatan bertambah
dan kembalinya terjadi secara perlahan-lahan berarti ada sumbatan tidak total (parsial).
Bila tidak ada perubahan atau makin lambat tetesannya berarti ada sumbatan total.

 Foto Rontgen
Dengan foto Rontgen polos (dari depan, samping, dan serong atau oblique)
dapat diidentifikasi adanya fraktur korpus vertebra,arkus atau prosesus spinosus;
kemudian juga dapat dilihat adanya dislokasi vertebra, spondilolistesis, bamboo spine,
destruksi vertebra (spondilitis, keganasan), osteofit (spondilosis), ruang antar vertebra
menyempit (spondilosis, HNP), skoliosis, hiperlordosis, penyempitan foramen antar
vertebra (spondilosis) dan sudut Ferguson lebih besar dari 30 derajat.
Setelah memperhatikan hasil foto polos kolumna vertebralis tadi, dan/atau
memperhatikan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik maka dapat pula

10
dipertimbangkan untuk dikerjakan foto paru-paru, misalnya pada kasus yang
mencurigakan adanya tuberkulosis, kegansan, dan sebagainya.
Mielografi ialah pemeriksaan dengan memasukkan bahan kontras melalui
tindakan pungsi lumbal, kemudian dilakukan pemotretan dengan sinar tembus. Dengan
mielografi ini dapat diketahui adanya penyumbatan atau hambatan kanalis spinalis
yang mungkin disebabkan oleh Neoplasma, HNP, ataupun araknoiditis.

 Elektroneuromiografi (ENMG)
Dengan pemeriksaaan ini dapat dilihat adanya fibrilasi, serta dapat pula
dihitung kecepatan hantar saraf tepi dan latensi distal. Juga dapat diketahui adanya
serabut oto yang mengalami kelainan. Tujuan pemeriksaan ENMG ini adalah untuk
mengetahui radiks mana yang terkena, atau apakah justru terlihat adanya polineuropati.

 Sken tomografik
Dengan sken seluruh badan dapat dilihat gambar vertebra dan jaringan di
sekitarnya termaksud diskus interbertebralis. Dengan alat ini dapat dilihat adanya HNP,
neoplasma, penyempitan kanalis spinalis, penjepitan radiks, dan kelainan vertebra.

Penatalaksanaan :

Akut Low Back Pain

Penanganan Nyeri :

1. NSAIDs

Pasien di tangani menggunakan NSAIDs (jika tidak terdapat kontraindikasi). (Oxford,


2010)

NSAIDs sudah terbukti lebih efektif dibandingkan placebo dalam hal menangani masalah
nyeri umum pada kasus akut LBP. (DeLisa,2010)

2. Paracetamol

Bebrapa sumber mengatakan bahwa NSAIDs tidak lebih efektiv di banding paracetamol
untk menangani nyeri akut LBP dan paracetamol memiliki efek sampng yang lebih sedikit di
banding NSAIDs. (DeLisa, 2010)

3. Muscle Relaxants

Penggunaan muscle relaxant seperti metaxalone, cyclobenzaprine, atau methocarbamol


dan penggunaan narkotik dosis rendah dapat digunakan dalam jangka waktu yang singkat
untuk dapat memungkinkan pemulihan gerakan lumbal yang normal. (Oxford, 2010)

11
Terapi fisik dan Terapi Latihan

Terapi untuk tulang belakang lumbal meliputi terapi fisik dan terapi latihan. Seperti disebutkan
sebelumnya, terapi fisik formal dapat mencakup latihan penguatan, koordinasi tulang
belakang, dan latihan daya tahan. latihan preferensi Directional (Williams dan McKenzie
latihan) dapat digunakan dalam diagnosa tertentu. Pasien dapat menjalani terapi air jika latihan
darat tidak dimungkinkan. Modalitas selama terapi termasuk : panas, es, TENS, dan traksi.
Setelah nyeri hilang, program untuk meningkatkan kekuatan otot perut dan fleksibilitas lumbal
harus dimulai.
Terapi latihan termasuk latihan aerobik, seperti berenang, berjalan, dan speda statik. Program
latihan di rumah juga harus diresepkan oleh dokter terapis, di mana latihan akan fokus pada
memperbaiki tulang belakang keselarasan, postur dan kelemahan.

 Latihan Flexibilitas Lumbal :

(Williams dan McKenzie latihan)

a. Tilt Panggul

Berbaring telentang dengan lutut ditekuk, kaki rata di lantai. Meratakan punggung
Anda terhadap lantai, tanpa menekan dengan kaki. Tahan selama 5 sampai 10 detik.

b. 1 Lutut ke dada

Berbaring telentang dengan lutut ditekuk dan kaki datar di lantai. Perlahan-lahan tarik
lutut kanan ke arah bahu Anda dan tahan 5 sampai 10 detik. Turunkan lutut dan ulangi
dengan lutut yang lain.

c. 2 Lutut ke dada

Mulailah seperti pada latihan sebelumnya. Setelah menarik lutut kanan ke dada, tarik
lutut kiri ke dada dan memegang kedua lutut selama 5 sampai 10 detik.

12
d. Partial sit-up

Lakukan pelvic tilt (latihan 1) dan, sambil memegang posisi ini, perlahan-lahan
naikkan kepala dan bahu dari lantai. Tahan sebentar. Kembali perlahan-lahan ke posisi
awal.

e. Peregangan Hamstring

Mulai dengan duduk dan kaki diarahkan pada langit-langit dan lutut ekstensi penuh.
Perlahan-lahan turunkan punggung menuju ke ujung jari kaki, Lutut tetap dalam
kondisi ekstensi penuh, lengan terentang di atas kaki, dan mata fokus ke depan.

f. Peregangan Hip Fleksor

Tempatkan satu kaki didepan kaki lainnya dimana lutut kiri (depan) dalam kondisi
fleksi dan yang kanan (belakang) dalam posisi ekstensi penuh. Kemudian majukan
tubuh kedepan sampai lutut kiri bertemu, dan lipatan ketiak tertutup. Ulangi dengan
kaki yang berbeda.

g. Squat

Berdiri dengan kedua kaki sejajar, bahu sejajar. Coba untuk menjaga tubuh dalam
posisi tegak lurus mungkin ke dinding, mata terfokus ke depan, dan kaki datar di lantai,
subjek perlahan menurunkan tubuhnya dengan meregangkan lutut.

Terapi Modalitas

 Terapi dingin

Terapi dingin di gunakan sebagai bagian dari penangangan trauma akut, yang di kenal dengan
RICE. Aplikasi idingin 24-48 jam pasca cedera akut akan memberikan efek pada jaringan
sebagai berikut :

- Mengurangi filtrasi cairan ke dalam intersitium melalui vaso konstriksi


- Mengurangi kerandngan (inflmasi)
- Mengurangi nyeri dan spasme otot
- Mengurangi kecepatan proses metabolik

Indikasi terapi dingin :

- Kondisi gangguan muskuloskeletal misalnya sprein, strein, tendonitis, tenosinovitis,


bursitis, capsulitis.
- Nyeri myofacial
- Pasca bedah ortopedi
- Komponen tatalaksana spastisitas dan spasme otot
- Pengobadan darurat luka bakar ringan
- Menurunkan suhu tubuh

13
- Memfasilitasi kontraksi otot melalui peningkatan eksitabilitas motor neuron

 Terapi Panas

Terapi panas terdiri dari terapi supeerficial heating dan terapi deep heating. Penetrasi terapi
superficial heating dapat mencapi kutis dan sub kutis. Penetrasi terapi deep heating mencapai
lapisan di bawah subkutis.

a. Lampu InfraMerah

Merupakan terapi superficial heating dengan panjang gelombang 750-400.00A.


terdapat 2 jenis generator yaitu luminous dan non-luminous.

Sifat sinar infra merah :

- Di produksi oleh benda dengan energi listrik atau energi lainnya.


- Dapat di transmisikan tanpa bantuan medium.
- Sinar matahari terdiri atas 40% - 45% sinar luminous – visible rays dan 52% - 60%
sinar infra merah dan sisanya sedikit sinar ultraviolet

Indikasi :

- Peradangan setelah sub-akut (kontusio, strain, sprain, trauma sinofitis)


- Artirits (RA, OA, Neuralgia, lumbago, myalgia, neuritis)
- Gangguan sirkulasi darah (tromboangitis, obliterans, trombophlebitis, raynauld
disease)
- Penyakit kulit (Folikulitis)

b. Parafin Bath/ Parafin Wax

Merupakan suatu bentuk terapi superficial, di mana wax (lilin) memindahkan energi
panas ke jaringan, menyebabkan lilin mengeras dan mengeluarkan energi. Suhu parafin
wax ini dapat di pertahankan antara 42 derajat -52 derajat C. Supaya parafin mencair,
maka di tambahkan mineral oil dengan perbandingan satu bagian meneral oil di
tambahkan tujuh bagian parafin.

Indikasi :

- Pasca taruma (kekakuan sendi, pemendekan otot)


- Pasca fraktur
- Sprain, strain
- Arthritis kronik

c. MWD (Micro Wave Diathermy)

Merupakan terapi panas dalam yang menggunakan gelombang radiasi elekttromagnetik


dengan panjang gelombang 12cm dan frekuensi 2450mHz.

14
Indikasi :

- Meningkatan vaskularisasi
- Menghilangkan atau mengurangi nyeri
- Membantu resolusi inflamasi
- Mengurangi oedem
- Memberikan efek penenang
- Mengurangi spasme otot
- Menambah suhu jaringan

Kronik Low Back Pain

Gabungan responden - terapi kognitif dan terapi relaksasi progresif lebih efektiv di
bandingkan latihan berkala dalam hal mengontrol nyeri. Namun belum didaptkan hasil yang
pasti apakah hasil dari latihan tersebut bertahan dalam jangka waktu yang panjang.

Terapi latihan tampaknya sedikit efektif mengurangi rasa sakit dan meningkatkan fungsi pada
orang dewasa dengan CLBP, terutama pada populasi perawatan kesehatan.

15
Manajemen Nyeri

Low Level terapi laser (LLLT) mungkin bermanfaat untuk menghilangkan rasa sakit dan
mencegah kecacatan pada pasien dengan CLBP, meskipun efek pengobatan yang kecil.

Physical Therapy and Exercise Therapy : Exercise

Tujuan dari latihan dapat mencakup:

- Mengurangi gejala

- Mengembalikan fungsi , mengurangi kecacatan dan ketakutan melakukan gerakan


terhadap organ yang berhubungan dan mendorong aktivitas fisik secara teratur di
CLBP

- Mencegah kambuh

- Mengurangi sensasi nyeri dapat dikaitkan dengan perubahan biologis pada jaringan,
berkat peningkatan sirkulasi darah, mekanik ditingkatkan dan memperbaiki ligamen,
perbaikan fungsi otot dari stabilisasi otot dan syaraf de-sensitazion jaringan, dan juga
latihan pergerakan yang berulang ulang

16
Referensi

Anthony Delitto,et all. 2012. Low Back Pain, Clinical Practice Guidelines Linked to the
International Classification of Functioning, Disability, and Health from the Orthopaedic
Section of the American Physical Therapy Association. J Orthop Sports PhysTher;42(4).

Cristian, Adrian. 2015. Physical Medicine and Rehabilitation Patient. Centered Care.

DeLisa, Joel A. 2010. DeLisa’s Physical Medicine & Rehabilitation Principel and Practice.

Harsono, dr, DSS. 2005. Kapita Selekta Neurology. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

Heuch I, Hagen K, Heuch I, Nygaard O, Zwart JA. 2010. The impact of body mass index on
the prevalence of low back pain: the HUNT study. Spine (Phila Pa 1976).Apr
1.35(7):764-8.

Kasper, et all. 2006. Harrison’s Principle of Internal Medicine ed. 19th. Edition. Mc Graw
Hill Education:111-123.

Kisner, Carolyn. 2002. Therapeutic Exercise Foundations and Techniques.

Weiss, Lyn D. 2010.Oxford American Hanbook of Physical Medicine and Rehabilitation.

17

Anda mungkin juga menyukai