Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang
menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu, hal tersebut diperjelas dalam
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 1333/MENKES/SK/XII/1999 tentang standar
pelayanan rumah sakit yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi adalah bagian
yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi
kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi
klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat (Anonim,2004).

Tuntutan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan farmasi, mengharuskan


adanya perubahan paradigma baru yaitu patient oriented dengan filosofi Pharmaceutical
Care (pelayanan kefarmasian). Praktek pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan
yang terpadu.

Penyimpanan obat adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan


cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari
pencurian serta gangguan dari fisik yang dapat merusak mutu obat.

Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan penyimpanan


sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan
keamanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai
dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi
persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan
penggolongan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Tujuan penyimpanan obat-obatan adalah untuk:

a) Untuk memelihara mutu obat


b) Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab
c) Menjaga kelangsungan persediaan
d) Memudahkan pencarian dan pengawasan

Komponen yang harus diperhatikan antara lain:


1. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan Obat diberi label yang
secara jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama kemasan dibuka, tanggal
kadaluwarsa dan peringatan khusus.

1
2. Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali untuk
kebutuhan klinis yang penting.

3. Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien dilengkapi
dengan pengaman, harus diberi label yang jelas dan disimpan pada area yang
dibatasi ketat (restricted) untuk mencegah penatalaksanaan yang kurang hati-hati.

4. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang dibawa oleh
pasien harus disimpan secara khusus dan dapat diidentifikasi.

5. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang lainnya


yang menyebabkan kontaminasi.

Instalasi Farmasi harus dapat memastikan bahwa Obat disimpan secara benar dan
diinspeksi secara periodik. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang harus disimpan terpisah yaitu:
a. Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan diberi tanda
khusus bahan berbahaya.
b. Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi penandaaan untuk
menghindari kesalahan pengambilan jenis gas medis. Penyimpanan tabung gas
medis kosong terpisah dari tabung gas medis yang ada isinya. Penyimpanan tabung
gas medis di ruangan harus menggunakan tutup demi keselamatan.
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan,
dan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan disusun
secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In
First Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen. Penyimpanan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang penampilan dan penamaan yang
mirip (LASA, Look Alike Sound Alike ) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi
penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan Obat.
Rumah Sakit harus dapat menyediakan lokasi penyimpanan Obat emergensi untuk
kondisi kegawatdaruratan. Tempat penyimpanan harus mudah diakses dan terhindar
dari penyalahgunaan dan pencurian. Pengelolaan Obat emergensi harus menjamin:
a. Jumlah dan jenis Obat sesuai dengan daftar Obat emergensi yang telah
ditetapkan;

b. tidak boleh bercampur dengan persediaan Obat untuk kebutuhan lain;

c. bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti;

d. dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa; dan

e. dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.

2
B. Tujuan Pedoman

1. Sebagai pedoman penyimpanan obat di rumah sakit

2. Memelihara mutu sediaan farmasi


3. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab
4. Menjaga ketersediaan
5. Memudahkan pencarian dan pengawasan

C. Ruang Lingkup

a. Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin implan yang tidak


mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, serta pemulihan
kesehatan, pada manusia dan atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi
tubuh.

b. Mutu pelayanan farmasi rumah sakit adalah pelayanan farmasi yang


menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan dalam menimbulkan kepuasan
pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata masyarakat, serta
penyelenggaraannya sesuai dengan standar pelayanan profesi yang ditetapkan
serta sesuai dengan kode etik profesi farmasi.

c. Obat yang menurut undang-undang yang berlaku, dikelompokkan ke dalam obat


keras, obat keras tertentu dan obat narkotika harus diserahkan kepada pasien
oleh Apoteker

D. Batasan Operasional

a. Perbekalan farmasi adalah sediaan farmasi yang terdiri dari obat, bahan obat,
alat kesehatan, reagensia, radio farmasi dan gas medis.

b. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan


untuk menyelenggarakan upaya kesehatan, yang terdiri dari sediaan farmasi, alat
kesehatan, gas medik, reagen dan bahan kimia, radiologi, dan nutrisi.

c. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.

E. Landasan Hukum

Landasan hukum buku pedoman penyimpanan obat adalah :

3
a. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
( Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5072 )
b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian.
c. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 / Menkes / SK / II /
2008 tentang berlakunya Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit
d. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 / MENKES / SK / X /
2004 Tentang Standar Pelayanan Farmasi Di Rumah Sakit.

BAB II
STANDAR KETENAGAAN

4
BAB III
STANDAR FASILITAS

Petugas yang melakukan kegiatan ini harus memiliki pengetahuan tentang cara
menyimpan obat sesuai aturan yang berlaku. Standar penyimpanan obat yang sering di
gunakan adalah sebagai berikut :
1. Persyaratan gudang
a. Luas minimal 3 x 4 m2
b. Ruang kering tidak lembab
c. Ada ventilasi agar ada aliran udara dan tidak lembab
d. Cahaya cukup
e. Lantai dari tegel atau semen
f. Dinding dibuat licin
g. Hindari pembuatan sudut lantai dan dinding yang tajam
h. Ada gudang penyimpanan obat
i. Ada pintu dilengkapi kunci ganda
j. Ada lemari khusus untuk narkotika

5
BAB IV
TATA LAKSANA

Pengaturan penyimpanan obat dilakukan dengan :


a. Menurut bentuk sediaan dan Alfabetis
b. Menerapkan sistem FIFO dan FEFO
c. Menggunakan lemari, rak dan pallet
d. Menggunakan lemari khusus untuk menyimpan narkotika dan psikotropika
e. Menggunakan lemari khusus untuk perbekalan farmasi yang memerlukan
penyimpanan pada suhu tertentu
f. Dilengkapi kartu stock obat

Kegiatan penyimpanan obat meliputi:

A. Pengaturan Gudang Obat


Dalam pengaturan gudang yang akan dipakai untuk penyimpanan obat haruslah
dapat menjaga agar obat:
a. Tidak rusak secara fisik dan kimia. oleh karena itu, harus diperhatikan
ruangnya tetap kering, adanya ventilasi untuk aliran udara agar tidak
panas, cahaya yang cukup, gudang harus ditata berdasarkan sistem arus
lurus, arus U, agar memudahkan dalam bergerak, dan penempatan rak
yang tepat serta penggunaan Pallet akan dapat meningkatkan sirkukasi
uara dan gerakan stok obat.
b. Aman. Agar obat tidak hilang maka perlu adanya ruangan khusus untuk
gudang dan pelayanan, dan sebaiknya ada lemari/rak yang terkunci, serta
ada lamari laci khusus untuk narkotika yang selalu terkunci.
Untuk mendapatkan kemudahan dalam penyimpanan, penyusunan, pencarian
dan pengawasan obat-obat, maka diperlukan pengaturan tata ruang gudang dengan
baik.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merancang gudang adalah
sebagai berikut:
1. Kemudahan bergerak
Untuk kemudahan bergerak, maka gudang perlu ditata sebagai berikut :
a. Gudang menggunakan sistem satu lantai jangan menggunakan sekat-sekat
karena akan membatasi pengaturan ruangan. Jika digunakan sekat,
perhatikan posisi dinding dan pintu untuk mempermudah gerakan.
b. Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran obat, ruang gudang
dapat ditata berdasarkan sistem, arus garis lurus, arus U dan arus L
2. Sirkulasi udara yang baik
Salah satu faktor penting dalam merancang gudang adalah adanya sirkulasi
udara yang cukup didalam ruangan gudang. Sirkulasi yang baik akan

6
memaksimalkan umur hidup dari obat sekaligus bermanfaat dalam
memperpanjang dan memperbaiki kondisi kerja. Idealnya dalam gudang
terdapat AC, namun biayanya akan menjadi mahal untuk ruang gudang yang
luas. Alternatif lain adalah menggunakan kipas angin. Apabila kipas angin belum
cukup maka perlu ventilasi melalui atap.
3. Kondisi penyimpanan khusus.
a. Vaksin memerlukan “Cold Chain” khusus dan harus dilindungi dari
kemungkinan putusnya aliran listrik.
b. Narkotika dan bahan berbahaya harus disimpan dalam lemari khusus dan
selalu terkunci,
c. Bahan-bahan mudah terbakar seperti alkohol dan eter harus disimpan dalam
ruangan khusus, sebaiknya disimpan di bangunan khusus terpisah dari
gudang induk.
4. Pencegahan kebakaran
Perlu dihindari adanya penumpukan bahan-bahan yang mudah terbakar seperti
dus, kartun dan lain-lain. Alat pemadam kebakaran harus dipasang pada tempat
yang mudah dijangkau.

5. Penyusunan Stok Obat.


Obat disusun menurut bentuk sediaan dan alfabetis, apabila tidak
memungkinkan obat yang sejenis dapat dikelompokkan menjadi satu.
Untuk memudahkan pengendalian stok maka dilakukan langkah-langkah
sebagai berikut :
a. Gunakan prinsip FIFO dan FEFO dalam penyusunan obat yaitu obat yang
pertama diterima harus pertama juga digunakan dengan memperhatikan
obat yang kadaluwarsa lebih awal maka haruss digunakan terlebih dahulu
pula.
b. Susun obat yang berjumlah besar di atas pallet secara rapi dan teratur.
c. Gunakan lemari khusus untuk menyimpan narkotika,psikotropika,prekusor
dan obat-obat tertentu yang diawasi khusus oleh BPOM.
d. Susun obat yang dapat dipengaruhi oleh temperatur, udara, cahaya dan
kontaminasi bakteri pada tempat yang sesuai.
e. Susun obat dalam rak dan berikan kartu stok, pisahkan obat dalam dengan
obat-obatan untuk pemakaian luar.
f. Cantumkan nama masing-masing obat pada rak dengan rapi
g. Apabila gudang tidak mempunyai rak maka dus-dus bekas dapat
dimanfaatkan sebagai tempat penyimpanan.
h. Barang-barang yang memakan tempat seperti kapas dapat disimpan dalam
dus besar, sedangkan dus kecil dapat digunakan untuk menyimpan obat-
obatan dalam kaleng atau botol.
i. Apabila persediaan obat cukup banyak, maka biarkan obat tetap dalam
box masing-masing, ambil seperlunya dan susun dalam satu dus bersama
7
obat-obatan lainnya. Pada bagian luar dus dapat dibuat daftar obat yang
disimpan dalam dus tersebut.
j. Obat-obatan yang mempunyai batas waktu pemakaian maka perlu
dilakukan rotasi stok agar obat tersebut tidak selalu berada dibelakang
yang dapat menyebabkan kadaluarsa obat

6. Pencatatan Stok Obat


Kartu stok berfungsi:
a. Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi obat (penerimaan,
pengeluaran, hilang, rusak atau kadaluwarsa)
b. Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data mutasi 1
(satu) jenis obat yang berasal dari 1 (satu) sumber dana
c. Tiap baris data hanya diperuntukkan mencatat 1 (satu) kejadian mutasi
obat
d. Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan, perencanaan
pengadaan-distribusi dan sebagai pembanding terhadap keadaan fisik
obat dalam tempat penyimpanannya.

Adapun Kegiatan yang harus dilakukan :


a. Kartu stok diletakkan bersamaan/berdekatan dengan obat bersangkutan
b. Pencatatan dilakukan secara rutin dari hari ke hari
c. Setiap terjadi mutasi obat ( penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak/
daluwarsa ) langsung dicatat di dalam kartu stok
d. Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan pada setiap akhir bulan

Adapun Informasi yang didapat yaitu:


a. Jumlah obat yang tersedia (sisa stok)
b. Jumlah obat yang diterima
c. Jumlah obat yang keluar
d. Jumlah obat yang hilang/rusak/daluwarsa
e. Jangka waktu kekosongan obat

Adapun manfaat informasi yang didapat :


a. Untuk mengetahui dengan cepat jumlah persediaan obat.
b. Perencanaan pengadaan dan penggunaan pengendalian persediaan.

Obat disusun menurut ketentuan-ketentuan berikut :


a. Obat dalam jumlah besar disimpan diatas pallet atau ganjal kayu secara
rapi, teratur dengan memperhatikan tanda-tanda khusus (tidak boleh
terbalik, berat, bulat, segi empat dan lain-lain).
b. Penyimpanan antara kelompok/jenis satu dengan yang lain harus jelas

8
sehingga memudahkan pengeluaran dan perhitungan.
c. Penyimpanan bersusun dapat dilaksanakan dengan adanya forklift untuk
obat-obat berat.
d. Obat-obat dalam jumlah kecil dan mahal harganya disimpan dalam lemari
terkunci dipegang oleh petugas Penyimpanan.
e. Satu jenis obat disimpan dalam satu lokasi ( rak, lemari dan lain-lain ).
f. Obat dan alat kesehatan yang mempunyai sifat khusus disimpan dalam
tempat khusus. Contoh : Eter, Film dan lain-lain.
Kartu stok memuat nama obat, satuan, asal (sumber) dan diletakkan
bersama obat pada lokasi penyimpanan.
Bagian judul pada kartu Stok diisi dengan dengan nama obat,
kemasan, isi kemasan. Kolom-kolom pada Kartu Stok diisi sebagai berikut:
1) Tanggal penerimaan atau pengeluaran.
2) Nomor dokumen penerimaan atau pengeluaran.
3) Sumber asal obat atau kepada siapa obat dikirim.
4) No. Batch/No. Lot.
5) Tanggal kadaluwarsa
6) Jumlah penerimaan
7) Jumlah pengeluaran
8) Sisa stok
9) Paraf petugas yang mengerjakan

Catatan : Pada akhir bulan sedapat mungkin kartu stok ditutup, sekaligus untuk
memeriksa kesesuaian antara catatan dengan keadaan fisik. Untuk melakukan hal ini
maka pada setiap akhir bulan beri tanda atau garis dengan warna yang berbeda
dengan yang biasa digunakan, misalnya warna merah.

7. Pengamatan mutu obat.


Istilah mutu obat dalam pelayanan farmasi berbeda dengan istilah mutu obat
secara ilmiah, yang umumnya dicantumkan dalam buku-buku standard seperti
farmakope. Secara teknis, kriteria mutu obat mencakup identitas, kemurnian,
potensi, keseragaman, dan ketersediaan hayatinya.
Beberapa hal berikut perlu mendapat perhatian sehubungan dengan mutu
obat, oleh karena di samping berkaitan dengan efek samping, potensi obat, juga
dapat mempengaruhi efek obat aktif, yaitu:
a. Kontaminasi.
Beberapa jenis sediaan obat harus selalu berada dalam kondisi steril, bebas
pirogen dan kontaminan, misalnya obat injeksi. Oleh sebab itu proses
manufaktur, pengepakan, dan distribusi hingga penyimpanannya harus
memenuhi syarat-syarat tertentu. Dalam prakteknya kerusakan obat jenis ini
umumnya berkaitan dengan kesalahan dalam penyimpanan dan

9
penyediaannya. Sebagai contoh, di kamar suntik pusat pelayanan kesehatan
acap kali ditemukan obat injeksi yang diatasnya diletakkan jarum dalam posisi
terbuka. Dengan alasan apapun (misalnya segi kepraktisan saat pemindahan
obat ke dalam spuit), cara ini jelas keliru dan harus dihindari, oleh karena
memungkinkan terjadinya kontaminasi dengan udara luar dan berbagai bakteri,
sehingga prinsip obat dalam kondisi steril sudah tidak tercapai lagi. Untuk
sediaan lain seperti cream, salep atau sirup, meskipun risikonya lebih kecil,
tetapi sering juga terjadi kontaminasi, misalnya karena udara yang terlalu
panas, kerusakan pada pengepakannya, dsb, yang tentu saja mempengaruhi
mutu obatnya.
b. Medication error.
Keadaan ini tidak saja dapat terjadi pada saat manufaktur (misalnya kesalahan
dalam mencampur 2 atau lebih obat sehingga dosisnya menjadi terlalu besar
atau terlalu kecil), tetapi dapat juga terjadi saat praktisi medik ingin
mencampur beberapa jenis obat dalam satu sediaan sehingga menimbulkan
risiko terjadinya interaksi obat-obat. Akibatnya efek obat tidak seperti yang
diharapkan bahkan dapat membahayakan pasien.
c. Berubah menjadi toksik (toxic degradation).
Beberapa obat, karena proses penyimpanannya dapat berubah menjadi toksik
(misalnya karena terlalu panas atau lembab), misalnya tetrasiklin. Beberapa
obat yang lain dapat berubah menjadi toksik karena telah kadaluwarsa. Oleh
sebab itu obat yang telah expired (kadaluwarsa) atau berubah warna, bentuk
dan wujudnya, tidak boleh lagi dipergunakan.
d. Kehilangan potensi (loss of potency).
Obat dapat kehilangan potensinya sebagai obat aktif antara lain apabila
ketersediaan hayatinya buruk, telah melewati masa kadaluwarsa, proses
pencampuran yang tidak sempurna saat digunakan, atau proses penyimpanan
yang keliru (misalnya terkena sinar matahari secara langsung). Setiap obat
sebenarnya telah memiliki batas keamanan (margin of safety) yang dapat
dipertanggung jawabkan
Adapun Tanda-tanda perubahan mutu obat sesuai standar yang di tetapkan
yaitu:
1) Tablet.
a) Terjadinya perubahan warna, bau atau rasa
b) Kerusakan berupa noda, berbintik-bintik, lubang, sumbing, pecah, retak
dan atau terdapat benda asing, jadi bubuk dan lembab
c) Kaleng atau botol rusak, sehingga dapat mempengaruhi mutu obat
2) Kapsul.
a) Perubahan warna isi kapsul
b) Kapsul terbuka, kosong, rusak atau melekat satu dengan lainnya

10
3) Tablet salut.
a) Pecah-pecah, terjadi perubahan warna dan lengket satu dengan yang
lainnya
b) Kaleng atau botol rusak sehingga menimbulkan kelainan fisik
4) Cairan.
a) Menjadi keruh atau timbul endapan.
b) Konsistensi berubah
c) Warna atau rasa berubah
d) Botol-botol plastik rusak atau bocor
5) Salep.
a) Warna berubah
b) Konsistensi berubah
c) Pot atau tube rusak atau bocor
d) Bau berubah
6) Injeksi.
a) Kebocoran wadah (vial, ampul)
b) Terdapat partikel asing pada serbuk injeksi
c) Larutan yang seharusnya jernih tampak keruh atau ada endapan
d) Warna larutan berubah
B. Pengaturan penyimpanan obat di unit pelayanan farmasi
1. Obat yang diambil dari gudang diperiksan kondisi dan
kadaluarsanya kemudian disimpan di dalam rak di ruang
penyimpanan obat.
2. Obat ditata berdasarkan:
a. Kombinasi metode FIFO dan FEFO, yaitu obat yang masa
kadaluarsanya paling cepat habis diletakkan di paling depan.
Obat yang masa kadaluarsanya paling lama diletakkan di paling
belakang.
b. Penyusunan nama obat berdasarkan aspek bentuk sediaan dan
alfabetik.
3. Khusus obat-obat yang memerlukan suhu rendah, disimpan rak
khusus di dalam kulkas yang mempunyai termometer yang dicek
secara berkala.

C. Pengaturan penyimpanan obat yang harus diwaspadai


1. Penyimpanan obat hign alert di Instalasi Farmasi :
a. Obat High Alert yang diterima disimpan di dalam rak khusus di ruang

penyimpanan.
b. Obat ditata berdasarkan:
1) Kombinasi metode FIFO dan FEFO, yaitu obat yang masa
kadaluarsanya paling cepat habis diletakkan di paling depan.
Obat yang masa kadaluarsanya paling lama diletakkan di
paling belakang.
2) Penyusunan nama obat berdasarkan aspek bentuk sediaan dan
alfabetik.
c. Khusus obat-obat yang memerlukan suhu rendah, disimpan rak khusus
di dalam kulkas yang mempunyai termometer yang dicek secara

11
berkala.

2. Penyimpanan obat LASA di Instalasi Farmasi :


a. Obat LASA yang diterima disimpan di dalam rak di ruang
penyimpanan obat.
b. Obat ditata berdasarkan:
1) Kombinasi metode FIFO dan FEFO, yaitu obat yang masa
kadaluarsanya paling cepat habis diletakkan di paling depan.
Obat yang masa kadaluarsanya paling lama diletakkan di paling
belakang.
2) Penyusunan nama obat berdasarkan aspek bentuk sediaan dan
alfabetik.
3) Obat LASA di beri pembatas minimal 1 jenis obat yang berbeda
( bukan LASA ) untuk menghindari kesalahan dalam pengambilan
c. Khusus obat-obat yang memerlukan suhu rendah, disimpan rak di
dalam kulkas yang mempunyai termometer yang dicek secara
berkala dengan ketentuan diberi pembatas minimal 1 jenis obat yang
berbeda ( bukan LASA ) untuk menghindari kesalahan dalam
pengambilan

D. Penyimpanan obat emergensi


1. Siapkan obat yang akan disimpan di dalam Troli emergensi, sesuai daftar
obat mergensi yang telah ditetapka Rumah Sakit
2. Susun Obat mergensi di dalam Troli emergensi
3. Kunci Troli emergensi dengan kunci disposable
4. Obat ditata berdasarkan:
a. Kombinasi metode FIFO dan FEFO, yaitu obat yang masa kadaluarsanya
paling cepat habis diletakkan di paling depan. Obat yang masa
kadaluarsanya paling lama diletakkan di paling belakang.
b. Penyusunan nama obat berdasarkan aspek bentuk sediaan dan alfabetik.
5. Khusus obat-obat yang memerlukan suhu rendah, disimpan rak khusus di
dalam kulkas yang mempunyai termometer yang dicek secara berkala.
6. Setiap minggu petugas instalasi farmasi melakukan pengecekan terhadap
kesesuaian jenis dan jumlah terhadap daftar obat emergensi serta
pengecekan keadaan fisik dan tanggal kadaluarsa

E. Penyimpanan Produk Nutrisi, Radioaktif dan Obat Sample


1. Produk Nutrisi
a. Menyimpan produk nutrisi yang diterima pada rak yang sesuai
berdasarkan aspek farmakologi, bentuk sediaan, secara alfabetis
atau penyimpanan khusus dan lain -lain.
b. Setiap penyimpanan produk nutrisi harus mengikuti prinsip FIFO
(First In First Out = pertama masuk - pertama keluar) dan FEFO
(First Expired First Out = pertama kadaluarsa - pertama keluar);
dan harus dicatat di dalam kartu persediaan
c. Mengisi kartu stok setiap penambahan dan pengambilan.
d. Menjumlahkan setiap penerimaan dan pengeluaran produk nutrisi
pada kartu stok dan memberi garis dengan wama merah di
bawah jumlah penerimaan dan pengeluaran dan dibubuhi paraf
petugas di setiap akhir bulan.
e. Menyediakan tempat khusus di luar ruang peracikan untuk
menyimpan produk nutrisi yang rusak maupun kadaluarsa

12
2. Radio Aktif
Rumah sakit Bhayangkara Tk.III tidak melakukan pengadaan Radio Aktif

3. Obat Sample
Rumah sakit Bhayangkara Tk.III tidak melakukan pengadaan Obat
Sample

7. Penyimpanan narkotika, psikotropika dan B3


Penyimpanan obat yang bersifat khusus diantaranya narkotika dan
psikotropika, serta B3 sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang
berlaku untuk masing-masing,

BAB V
PENUTUP

Pedoman Penyimpanan obat ini sangat penting untuk meningkatkan pelayanan


kefarmasian yang berorientasi pada pasien. Diharapkan agar buku ini dapat dijadikan
acuan bagi pihak rumah sakit dan setiap staf farmasi dalam meningkatkan pelayanan
farmasi yang bermutu.
Pedoman penyimpanan obat ini diberlakukan kepada:
a. Instalasi Farmasi yaitu unit pelayanan maupun gudang obat
b. Seluruh nurse station,OK dan UGD
c. Laboratorium dan Radiologi seluruh pemberi pelayanan,
Pelaksana pedoman ini adalah Apoteker atau Tenaga Tekhnis Kefarmasian yang
bertugas mengawasi dan melakukan penyimpanan obat.

13

Anda mungkin juga menyukai