PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang
menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu, hal tersebut diperjelas dalam
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 1333/MENKES/SK/XII/1999 tentang standar
pelayanan rumah sakit yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi adalah bagian
yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi
kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi
klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat (Anonim,2004).
1
2. Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali untuk
kebutuhan klinis yang penting.
3. Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien dilengkapi
dengan pengaman, harus diberi label yang jelas dan disimpan pada area yang
dibatasi ketat (restricted) untuk mencegah penatalaksanaan yang kurang hati-hati.
4. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang dibawa oleh
pasien harus disimpan secara khusus dan dapat diidentifikasi.
Instalasi Farmasi harus dapat memastikan bahwa Obat disimpan secara benar dan
diinspeksi secara periodik. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang harus disimpan terpisah yaitu:
a. Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan diberi tanda
khusus bahan berbahaya.
b. Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi penandaaan untuk
menghindari kesalahan pengambilan jenis gas medis. Penyimpanan tabung gas
medis kosong terpisah dari tabung gas medis yang ada isinya. Penyimpanan tabung
gas medis di ruangan harus menggunakan tutup demi keselamatan.
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan,
dan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan disusun
secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In
First Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen. Penyimpanan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang penampilan dan penamaan yang
mirip (LASA, Look Alike Sound Alike ) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi
penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan Obat.
Rumah Sakit harus dapat menyediakan lokasi penyimpanan Obat emergensi untuk
kondisi kegawatdaruratan. Tempat penyimpanan harus mudah diakses dan terhindar
dari penyalahgunaan dan pencurian. Pengelolaan Obat emergensi harus menjamin:
a. Jumlah dan jenis Obat sesuai dengan daftar Obat emergensi yang telah
ditetapkan;
2
B. Tujuan Pedoman
C. Ruang Lingkup
D. Batasan Operasional
a. Perbekalan farmasi adalah sediaan farmasi yang terdiri dari obat, bahan obat,
alat kesehatan, reagensia, radio farmasi dan gas medis.
c. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.
E. Landasan Hukum
3
a. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
( Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5072 )
b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian.
c. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 / Menkes / SK / II /
2008 tentang berlakunya Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit
d. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 / MENKES / SK / X /
2004 Tentang Standar Pelayanan Farmasi Di Rumah Sakit.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
4
BAB III
STANDAR FASILITAS
Petugas yang melakukan kegiatan ini harus memiliki pengetahuan tentang cara
menyimpan obat sesuai aturan yang berlaku. Standar penyimpanan obat yang sering di
gunakan adalah sebagai berikut :
1. Persyaratan gudang
a. Luas minimal 3 x 4 m2
b. Ruang kering tidak lembab
c. Ada ventilasi agar ada aliran udara dan tidak lembab
d. Cahaya cukup
e. Lantai dari tegel atau semen
f. Dinding dibuat licin
g. Hindari pembuatan sudut lantai dan dinding yang tajam
h. Ada gudang penyimpanan obat
i. Ada pintu dilengkapi kunci ganda
j. Ada lemari khusus untuk narkotika
5
BAB IV
TATA LAKSANA
6
memaksimalkan umur hidup dari obat sekaligus bermanfaat dalam
memperpanjang dan memperbaiki kondisi kerja. Idealnya dalam gudang
terdapat AC, namun biayanya akan menjadi mahal untuk ruang gudang yang
luas. Alternatif lain adalah menggunakan kipas angin. Apabila kipas angin belum
cukup maka perlu ventilasi melalui atap.
3. Kondisi penyimpanan khusus.
a. Vaksin memerlukan “Cold Chain” khusus dan harus dilindungi dari
kemungkinan putusnya aliran listrik.
b. Narkotika dan bahan berbahaya harus disimpan dalam lemari khusus dan
selalu terkunci,
c. Bahan-bahan mudah terbakar seperti alkohol dan eter harus disimpan dalam
ruangan khusus, sebaiknya disimpan di bangunan khusus terpisah dari
gudang induk.
4. Pencegahan kebakaran
Perlu dihindari adanya penumpukan bahan-bahan yang mudah terbakar seperti
dus, kartun dan lain-lain. Alat pemadam kebakaran harus dipasang pada tempat
yang mudah dijangkau.
8
sehingga memudahkan pengeluaran dan perhitungan.
c. Penyimpanan bersusun dapat dilaksanakan dengan adanya forklift untuk
obat-obat berat.
d. Obat-obat dalam jumlah kecil dan mahal harganya disimpan dalam lemari
terkunci dipegang oleh petugas Penyimpanan.
e. Satu jenis obat disimpan dalam satu lokasi ( rak, lemari dan lain-lain ).
f. Obat dan alat kesehatan yang mempunyai sifat khusus disimpan dalam
tempat khusus. Contoh : Eter, Film dan lain-lain.
Kartu stok memuat nama obat, satuan, asal (sumber) dan diletakkan
bersama obat pada lokasi penyimpanan.
Bagian judul pada kartu Stok diisi dengan dengan nama obat,
kemasan, isi kemasan. Kolom-kolom pada Kartu Stok diisi sebagai berikut:
1) Tanggal penerimaan atau pengeluaran.
2) Nomor dokumen penerimaan atau pengeluaran.
3) Sumber asal obat atau kepada siapa obat dikirim.
4) No. Batch/No. Lot.
5) Tanggal kadaluwarsa
6) Jumlah penerimaan
7) Jumlah pengeluaran
8) Sisa stok
9) Paraf petugas yang mengerjakan
Catatan : Pada akhir bulan sedapat mungkin kartu stok ditutup, sekaligus untuk
memeriksa kesesuaian antara catatan dengan keadaan fisik. Untuk melakukan hal ini
maka pada setiap akhir bulan beri tanda atau garis dengan warna yang berbeda
dengan yang biasa digunakan, misalnya warna merah.
9
penyediaannya. Sebagai contoh, di kamar suntik pusat pelayanan kesehatan
acap kali ditemukan obat injeksi yang diatasnya diletakkan jarum dalam posisi
terbuka. Dengan alasan apapun (misalnya segi kepraktisan saat pemindahan
obat ke dalam spuit), cara ini jelas keliru dan harus dihindari, oleh karena
memungkinkan terjadinya kontaminasi dengan udara luar dan berbagai bakteri,
sehingga prinsip obat dalam kondisi steril sudah tidak tercapai lagi. Untuk
sediaan lain seperti cream, salep atau sirup, meskipun risikonya lebih kecil,
tetapi sering juga terjadi kontaminasi, misalnya karena udara yang terlalu
panas, kerusakan pada pengepakannya, dsb, yang tentu saja mempengaruhi
mutu obatnya.
b. Medication error.
Keadaan ini tidak saja dapat terjadi pada saat manufaktur (misalnya kesalahan
dalam mencampur 2 atau lebih obat sehingga dosisnya menjadi terlalu besar
atau terlalu kecil), tetapi dapat juga terjadi saat praktisi medik ingin
mencampur beberapa jenis obat dalam satu sediaan sehingga menimbulkan
risiko terjadinya interaksi obat-obat. Akibatnya efek obat tidak seperti yang
diharapkan bahkan dapat membahayakan pasien.
c. Berubah menjadi toksik (toxic degradation).
Beberapa obat, karena proses penyimpanannya dapat berubah menjadi toksik
(misalnya karena terlalu panas atau lembab), misalnya tetrasiklin. Beberapa
obat yang lain dapat berubah menjadi toksik karena telah kadaluwarsa. Oleh
sebab itu obat yang telah expired (kadaluwarsa) atau berubah warna, bentuk
dan wujudnya, tidak boleh lagi dipergunakan.
d. Kehilangan potensi (loss of potency).
Obat dapat kehilangan potensinya sebagai obat aktif antara lain apabila
ketersediaan hayatinya buruk, telah melewati masa kadaluwarsa, proses
pencampuran yang tidak sempurna saat digunakan, atau proses penyimpanan
yang keliru (misalnya terkena sinar matahari secara langsung). Setiap obat
sebenarnya telah memiliki batas keamanan (margin of safety) yang dapat
dipertanggung jawabkan
Adapun Tanda-tanda perubahan mutu obat sesuai standar yang di tetapkan
yaitu:
1) Tablet.
a) Terjadinya perubahan warna, bau atau rasa
b) Kerusakan berupa noda, berbintik-bintik, lubang, sumbing, pecah, retak
dan atau terdapat benda asing, jadi bubuk dan lembab
c) Kaleng atau botol rusak, sehingga dapat mempengaruhi mutu obat
2) Kapsul.
a) Perubahan warna isi kapsul
b) Kapsul terbuka, kosong, rusak atau melekat satu dengan lainnya
10
3) Tablet salut.
a) Pecah-pecah, terjadi perubahan warna dan lengket satu dengan yang
lainnya
b) Kaleng atau botol rusak sehingga menimbulkan kelainan fisik
4) Cairan.
a) Menjadi keruh atau timbul endapan.
b) Konsistensi berubah
c) Warna atau rasa berubah
d) Botol-botol plastik rusak atau bocor
5) Salep.
a) Warna berubah
b) Konsistensi berubah
c) Pot atau tube rusak atau bocor
d) Bau berubah
6) Injeksi.
a) Kebocoran wadah (vial, ampul)
b) Terdapat partikel asing pada serbuk injeksi
c) Larutan yang seharusnya jernih tampak keruh atau ada endapan
d) Warna larutan berubah
B. Pengaturan penyimpanan obat di unit pelayanan farmasi
1. Obat yang diambil dari gudang diperiksan kondisi dan
kadaluarsanya kemudian disimpan di dalam rak di ruang
penyimpanan obat.
2. Obat ditata berdasarkan:
a. Kombinasi metode FIFO dan FEFO, yaitu obat yang masa
kadaluarsanya paling cepat habis diletakkan di paling depan.
Obat yang masa kadaluarsanya paling lama diletakkan di paling
belakang.
b. Penyusunan nama obat berdasarkan aspek bentuk sediaan dan
alfabetik.
3. Khusus obat-obat yang memerlukan suhu rendah, disimpan rak
khusus di dalam kulkas yang mempunyai termometer yang dicek
secara berkala.
penyimpanan.
b. Obat ditata berdasarkan:
1) Kombinasi metode FIFO dan FEFO, yaitu obat yang masa
kadaluarsanya paling cepat habis diletakkan di paling depan.
Obat yang masa kadaluarsanya paling lama diletakkan di
paling belakang.
2) Penyusunan nama obat berdasarkan aspek bentuk sediaan dan
alfabetik.
c. Khusus obat-obat yang memerlukan suhu rendah, disimpan rak khusus
di dalam kulkas yang mempunyai termometer yang dicek secara
11
berkala.
12
2. Radio Aktif
Rumah sakit Bhayangkara Tk.III tidak melakukan pengadaan Radio Aktif
3. Obat Sample
Rumah sakit Bhayangkara Tk.III tidak melakukan pengadaan Obat
Sample
BAB V
PENUTUP
13