Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus
permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera
(konjungtiva bulbaris). Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme
dan substansi-substansi dari lingkungan luar yang mengganggu. (Vaughan dan Asbury, 2010)
Peradangan pada konjungtiva disebut konjungtivitis. Ditandai dengan pembengkakan,
pembentukan cairan eksudat dan mata tampak merah (pink eye). (Khurana, 2007)
Konjungtivitis menjadi penyakit mata yang paling umum di seluruh dunia, yang umumnya
disebabkan eksogen, namun dapat pula endogen. (Garcia dan Schwab, 2007) Berdasarkan
penyebab konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, klamidia, alergi, toksik, dan
molluscum contangiosum. (Khurana, 2007; Cavuoto et al., 2008)
Konjungtivitis dapat dijumpai di seluruh dunia, pada berbagai ras, usia, jenis kelamin
dan strata sosial. Pada 3% kunjungan di departemen penyakit mata di Amerika serikat, 30%
adalah keluhan konjungtivitis akibat bakteri dan virus, dan 15% adalah keluhan konjungtivitis
alergi (Marlin, 2009). Di Indonesia pada tahun 2014 diketahui dari 185.863 kunjungan ke
poli mata, konjungtivitis juga termasuk dalam 10 besar penyakit rawat jalan terbanyak pada
tahun 2015 (KEMENKES RI, 2015).
Konjungtivitis bakteri umumnya disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Haemophilus
influenzae, Streptococcus pneumoniae (pneumococcus), Streptococcus pyogenes,
Pseudomonas pyocyanea, Neisseria gonorrhoeae, Neisseria meningitidis (meningococcus),
dan Corynebacterium diphtheriae. (Khurana, 2007; Cavuoto et al., 2008) Konjungtivitis
ringan biasanya jinak dan sembuh sendiri atau mudah diobati dengan antibiotik.
Konjungtivitis berat seperti yang disebabkan oleh gonokokus dapat menyebabkan kebutaan
dan dapat menandakan penyakit sistemik yang mendasari. (Ilyas, 2010) Penelitian yang
dilakukan di Filadelfia menunjukkan insidensi konjungtivitis bakteri sebesar 54% dari semua
kasus di departemen mata pada tahun 2005 hingga 2006 (Patel, 2007).
Gambaran klinis yang terlihat pada konjungtivitis bervariasi tergantung dari agen
penyebabnya, dapat berupa hiperemi konjungtiva bulbi (injeksi konjungtiva), lakrimasi,
eksudat dengan sekret yang lebih nyata di pagi hari, pseudoptosis, kemosis, hopertrofi papil,
folikel, membran, pseudomembran, granulasi, flikten, mata merasa seperti adanya benda
asing dan adenopati preaulikular. (Garcia dan Schwab, 2007; Cavuoto et al., 2008)

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 DEFINISI
Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini adalah
penyakit mata yang paling umum di dunia. Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh
banyak mikroorganisme dan faktor-faktor lingkungan lain yang mengganggu (Vaughan
dan Asbury, 2010). Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata
berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental (Hurwitz, 2009).
Jumlah agen-agen yang pathogen dan dapat menyebabkan infeksi pada mata
semakin banyak, disebabkan oleh meningkatnya penggunaan obat-obatan topical dan
agen imunosupresif sistemik, serta meningkatnya jumlah pasien dengan infeksi HIV dan
pasien yang menjalani transplantasi organ dan menjalani terapi imunosupresif (Therese,
2002).

II.2 EPIDEMIOLOGI
Konjungtivitis bakteri terjadi pada semua ras dengan perbedaan frekuensi dapat
tercermin dari variasi geografis prevalensi bakteri patogen. Prevalensi konjungtivitis
bakteri pada laki-laki dan perempuan sama. Perbedaan tingkat infeksi terjadi pada pola
lingkungan dan perilaku. Usia merupakan faktor yang berhubungan dengan
konjungtivitis bakteri. (Khurana, 2007; Garcia dan Schwab, 2007) Insidensi
konjungtivitis di Indonesia berkisar antara 2-75%. Diperkirakan 10% dari jumlah
penduduk Indonesia seluruh golongan umur pernah menderita konjungtivitis. Data lain
menunjukkan bahwa dari 10 penyakit mata utama, konjungtivitis menduduki tempat
kedua (9,7%) setelah kelainan refraksi (25,35%). (Ilyas, 2010)

II.3 PEMBAGIAN KONJUNGTIVITIS


1. Konjungtivitis Bakteri
a. Definisi
Konjungtivitis Bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang disebabkan oleh
bakteri. Pada konjungtivitis ini biasanya pasien datang dengan keluhan mata
merah, sekret pada mata dan iritasi mata (James et al., 2005).

2
b. Etiologi dan Faktor Resiko
Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu hiperakut,
akut, subakut dan kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut biasanya disebabkan
oleh N gonnorhoeae, Neisseria kochii dan N meningitidis. Bentuk yang akut
biasanya disebabkan oleh Streptococcus pneumonia dan Haemophilus aegyptyus.
Penyebab yang paling sering pada bentuk konjungtivitis bakteri subakut adalah H
influenza dan Escherichia coli, sedangkan bentuk kronik paling sering terjadi pada
konjungtivitis sekunder atau pada pasien dengan obstruksi duktus nasolakrimalis
(Jatla, 2009).
Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian mengenai
mata yang sebelah melalui tangan dan dapat menyebar ke orang lain. Penyakit ini
biasanya terjadi pada orang yang terlalu sering kontak dengan penderita, sinusitis
dan keadaan imunodefisiensi (Marlin, 2009).
c. Patofisiologi
Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal seperti
streptococci, staphylococci dan jenis Corynebacterium. Perubahan pada
mekanisme pertahanan tubuh ataupun pada jumlah koloni flora normal tersebut
dapat menyebabkan infeksi klinis. Perubahan pada flora normal dapat terjadi
karena adanya kontaminasi eksternal, penyebaran dari organ sekitar ataupun
melalui aliran darah (Rapuano, 2008).
Penggunaan antibiotik topikal jangka panjang merupakan salah satu
penyebab perubahan flora normal pada jaringan mata, serta resistensi terhadap
antibiotik (Visscher, 2009).
Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang
meliputi konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan sekundernya adalah
sistem imun yang berasal dari perdarahan konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin
yang terdapat pada lapisan air mata, mekanisme pembersihan oleh lakrimasi dan
berkedip. Adanya gangguan atau kerusakan pada mekanisme pertahanan ini dapat
menyebabkan infeksi pada konjungtiva (Amadi, 2009).
d. Gejala Klinis
Gejala-gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri biasanya dijumpai
injeksi konjungtiva baik segmental ataupun menyeluruh. Selain itu sekret pada
kongjungtivitis bakteri biasanya lebih purulen daripada konjungtivitis jenis lain,

3
dan pada kasus yang ringan sering dijumpai edema pada kelopak mata. (James et
al., 2005)

Gambar 1. Injeksi Konjungtiva (Khurana, 2007)

Gambar 2. Konjungtiva purulen (Khurana, 2007)

Ketajaman penglihatan biasanya tidak mengalami gangguan pada


konjungtivitis bakteri namun mungkin sedikit kabur karena adanya sekret dan
debris pada lapisan air mata, sedangkan reaksi pupil masih normal. Gejala yang
paling khas adalah kelopak mata yang saling melekat pada pagi hari sewaktu
bangun tidur. (James et al., 2005)
e. Diagnosis
Pada saat anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi usia, karena mungkin
saja penyakit berhubungan dengan mekanisme pertahanan tubuh pada pasien yang

4
lebih tua. Pada pasien yang aktif secara seksual, perlu dipertimbangkan penyakit
menular seksual dan riwayat penyakit pada pasangan seksual. Perlu juga
ditanyakan durasi lamanya penyakit, riwayat penyakit yang sama sebelumnya,
riwayat penyakit sistemik, obat-obatan, penggunaan obat-obat kemoterapi, riwayat
pekerjaan yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit, riwayat alergi dan
alergi terhadap obat-obatan, dan riwayat penggunaan lensa-kontak (Marlin, 2009).
f. Komplikasi
Blefaritis marginal kronik sering menyertai konjungtivitis bateri, kecuali
pada pasien yang sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut di konjungtiva
paling sering terjadi dan dapat merusak kelenjar lakrimal aksesorius dan
menghilangkan duktulus kelenjar lakrimal. Hal ini dapat mengurangi komponen
akueosa dalam film air mata prakornea secara drastis dan juga komponen mukosa
karena kehilangan sebagian sel goblet. Luka parut juga dapat mengubah bentuk
palpebra superior dan menyebabkan trikiasis dan entropion sehingga bulu mata
dapat menggesek kornea dan menyebabkan ulserasi, infeksi dan parut pada
kornea (Vaughan dan Asbury, 2010).
g. Penatalaksanaan
Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen
mikrobiologiknya. Terapi dapat dimulai dengan antimikroba topikal spektrum
luas. Pada setiap konjungtivitis purulen yang dicurigai disebabkan oleh
diplokokus gram-negatif harus segera dimulai terapi topical dan sistemik . Pada
konjungtivitis purulen dan mukopurulen, sakus konjungtivalis harus dibilas
dengan larutan saline untuk menghilangkan sekret konjungtiva (Ilyas, 2010).
2. Konjungtivitis Virus
a. Definisi
Konjungtivitis viral adalah penyakit umum yang dapat disebabkan oleh
berbagai jenis virus, dan berkisar antara penyakit berat yang dapat menimbulkan
cacat hingga infeksi ringan yang dapat sembuh sendiri dan dapat berlangsung
lebih lama daripada konjungtivitis bakteri (Vaughan dan Asbury, 2010).
b. Etiologi dan Faktor Resiko
Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi adenovirus
adalah virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini, dan dapat disebabkan
oleh virus Varicella zoster, picornavirus (enterovirus 70, Coxsackie A24),
poxvirus, dan human immunodeficiency virus (Scott, 2010).

5
Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering kontak dengan penderita
dan dapat menular melalu di droplet pernafasan, kontak dengan benda-benda
yang menyebarkan virus (fomites) dan berada di kolam renang yang
terkontaminasi (Ilyas, 2010).
c. Patologi
Mekanisme terjadinya konjungtivitis virus ini berbeda-beda pada setiap jenis
konjungtivitis ataupun mikroorganisme penyebabnya (Hurwitz, 2009).
Mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit ini dijelaskan pada etiologi.
d. Gejala Klinis
Gejala klinis pada konjungtivitis virus berbeda-beda sesuai dengan
etiologinya. Pada keratokonjungtivitis epidemik yang disebabkan oleh adenovirus
biasanya dijumpai demam dan mata seperti kelilipan, mata berair berat dan
kadang dijumpai pseudomembran. Selain itu dijumpai infiltrat subepitel kornea
atau keratitis setelah terjadi konjungtivitis dan bertahan selama lebih dari 2 bulan
(Vaughan dan Asbury, 2010).
Pada konjungtivitis ini biasanya pasien juga mengeluhkan gejala pada
saluran pernafasan atas dan gejala infeksi umum lainnya seperti sakit kepala dan
demam (Senaratne & Gilbert, 2005).
Pada konjungtivitis herpetic yang disebabkan oleh virus herpes simpleks
(HSV) yang biasanya mengenai anak kecil dijumpai injeksi unilateral, iritasi,
sekret mukoid, nyeri, fotofobia ringan dan sering disertai keratitis herpes.
Konjungtivitis hemoragika akut yang biasanya disebabkan oleh enterovirus dan
coxsackie virus memiliki gejala klinis nyeri, fotofobia, sensasi benda asing,
hipersekresi airmata, kemerahan, edema palpebra dan perdarahan subkonjungtiva
dan kadang-kadang dapat terjadi kimosis (Scott, 2010)
e. Diagnosis
Diagnosis pada konjungtivitis virus bervariasi tergantung etiologinya, karena
itu diagnosisnya difokuskan pada gejala-gejala yang membedakan tipe-tipe
menurut penyebabnya. Dibutuhkan informasi mengenai, durasi dan gejala-gejala
sistemik maupun ocular, keparahan dan frekuensi gejala, faktor-faktor resiko dan
keadaan lingkungan sekitar untuk menetapkan diagnosis konjungtivitis virus.
Pada anamnesis penting juga untuk ditanyakan onset, dan juga apakah hanya
sebelah mata atau kedua mata yang terinfeksi (Gleadle, 2007).

6
Konjungtivitis virus sulit untuk dibedakan dengan konjungtivitis bakteri
berdasarkan gejala klinisnya dan untuk itu harus dilakukan pemeriksaan lanjutan,
tetapi pemeriksaan lanjutan jarang dilakukan karena menghabiskan waktu dan
biaya (Hurwitz, 2009).
f. Komplikasi
Konjungtivitis virus bisa berkembang menjadi kronis, seperti
blefarokonjungtivitis. Komplikasi lainnya bisa berupa timbulnya
pseudomembran, dan timbul parut linear halus atau parut datar, dan keterlibatan
kornea serta timbul vesikel pada kulit (Vaughan dan Asbury, 2010).
g. Penatalaksanaan
Konjungtivitis virus yang terjadi pada anak di atas 1 tahun atau pada orang
dewasa umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak diperlukan terapi, namun
antivirus topikal atau sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya
kornea (Scott, 2010). Pasien konjungtivitis juga diberikan instruksi hygiene untuk
meminimalkan penyebaran infeksi (James et al., 2005).
3. Konjungtivitis Alergi
a. Definisi
Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paing sering dan
disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh sistem
imun (Cuvillo et al, 2009). Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat
pada alergi di konjungtiva adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1 (Majmudar,
2010).
Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu konjungtivitis
alergi musiman dan konjungtivitis alergi tumbuh-tumbuhan yang biasanya
dikelompokkan dalam satu grup, keratokonjungtivitis vernal, keratokonjungtivitis
atopik dan konjungtivitis papilar raksasa (Vaughan dan Asbury, 2010).
b. Etiologi dan Faktor Resiko
Etiologi dan faktor resiko pada konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai
dengan subkategorinya. Misalnya konjungtivitis alergi musiman dan tumbuh-
tumbuhan biasanya disebabkan oleh alergi tepung sari rumput, bulu hewan, dan
disertai dengan rinitis alergi serta timbul pada waktu-waktu tertentu. Vernal
konjungtivitis sering disertai dengan riwayat asma, eksema dan rinitis alergi
musiman. Konjungtivitis atopik terjadi pada pasien dengan riwayat dermatitis

7
atopic, sedangkan konjungtivitis papilar rak pada pengguna lensa-kontak atau
mata buatan dari plastik. (Asokan, 2007)
c. Gejala Klinis
Gejala klinis konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan sub-
kategorinya. Pada konjungtivitis alergi musiman dan alergi tumbuh-tumbuhan
keluhan utama adalah gatal, kemerahan, air mata, injeksi ringan konjungtiva, dan
sering ditemukan kemosis berat. Pasien dengan keratokonjungtivitis vernal sering
mengeluhkan mata sangat gatal dengan kotoran mata yang berserat, konjungtiva
tampak putih susu dan banyak papila halus di konjungtiva tarsalis inferior.
(Vaughan dan Asbury, 2010).
Sensasi terbakar, pengeluaran sekret mukoid, merah, dan fotofobia
merupakan keluhan yang paling sering pada keratokonjungtivitis atopik.
Ditemukan jupa tepian palpebra yang eritematosa dan konjungtiva tampak putih
susu. Pada kasus yang berat ketajaman penglihatan menurun, sedangkan pada
konjungtiviitis papilar raksasa dijumpai tanda dan gejala yang mirip
konjungtivitis vernal. (Vaughan dan Asbury, 2010).
d. Diagnosis
Diperlukan riwayat alergi baik pada pasien maupun keluarga pasien serta
observasi pada gejala klinis untuk menegakkan diagnosis konjungtivitis alergi.
Gejala yang paling penting untuk mendiagnosis penyakit ini adalah rasa gatal
pada mata, yang mungkin saja disertai mata berair, kemerahan dan fotofobia
(Weissman, 2010).
e. Komplikasi
Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada kornea
dan infeksi sekunder (Jatla, 2009).
f. Penatalaksanaan
Penyakit ini dapat diterapi dengan tetesan vasokonstriktor-antihistamin
topikal dan kompres dingin untuk mengatasi gatal-gatal dan steroid topikal jangka
pendek untuk meredakan gejala lainnya (Vaughan dan Asbury, 2010).
4. Konjungtivitis Jamur
Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida albicans dan
merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak
putih dan dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistem imun
yang terganggu. Selain Candida sp, penyakit ini juga dapat disebabkan oleh

8
Sporothrix schenckii, Rhinosporidium serberi, dan Coccidioides immitis walaupun
jarang (Vaughan dan Asbury, 2010).
5. Konjungtivitis Parasit
Konjungtivitis parasit dapat disebabkan oleh infeksi Thelazia californiensis, Loa
loa, Ascaris lumbricoides, Trichinella spiralis, Schistosoma haematobium, Taenia
solium dan Pthirus pubis walaupun jarang (Vaughan dan Asbury, 2010).
6. Konjungtivitis kimia atau iritatif
Konjungtivitis kimia-iritatif adalah konjungtivitis yang terjadi oleh pemajanan
substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis. Substansi-substansi iritan yang
masuk ke sakus konjungtivalis dan dapat menyebabkan konjungtivitis, seperti asam,
alkali, asap dan angin, dapat menimbulkan gejala-gejala berupa nyeri, pelebaran
pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme. (Vaughan dan Asbury, 2010).
Selain itu penyakit ini dapat juga disebabkan oleh pemberian obat topikal jangka
panjang seperti dipivefrin, miotik, neomycin, dan obat-obat lain dengan bahan
pengawet yang toksik atau menimbulkan iritasi. Konjungtivitis ini dapat diatasi
dengan penghentian substansi penyebab dan pemakaian tetesan ringan. (Vaughan dan
Asbury, 2010).
7. Konjungtivitis lain
Selain disebabkan oleh bakteri, virus, alergi, jamur dan parasit, konjungtivitis
juga dapat disebabkan oleh penyakit sistemik dan penyakit autoimun seperti penyakit
tiroid, gout dan karsinoid. Terapi pada konjungtivitis yang disebabkan oleh penyakit
sistemik tersebut diarahkan pada pengendalian penyakit utama atau penyebabnya.
Konjungtivitis juga bisa terjadi sebagai komplikasi dari acne rosacea dan dermatitis
herpetiformis ataupun masalah kulit lainnya pada daerah wajah. (Vaughan dan
Asbury, 2010)

9
BAB III
LAPORAN KASUS

III.1 IDENTITAS
Identitas Pasien
Nama : Tn. IS
No RM : 107xx
Tempat/ tanggal lahir : Mojokerto/ 23 November 1982
Usia : 35 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Dusun Gondoruso, Desa Japanan, Kecamatan Kemlagi,
Mojoketo
Pendidikkan terakhir : SMA
Pekerjaan : Karyawan Pabrik Swasta

III.2 ANAMNESIS
A. Keluhan Utama : Kedua mata merah
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan kedua mata merah sejak 1 miggu yang lalu.
Awalnya keluhan hanya dirasakan di mata kiri tetapi beberapa hari kemudian
keluhan juga dirasakan di mata kanan. Pasien juga mengeluh kedua mata terasa
perih, nyeri, bengkak, dan sedikit gatal. Setiap terkena angin dan debu kedua mata
berair. Setiap pagi hari kedua mata pasien juga mengeluarkan kotoran berwarna
kuning dan lengket. Pandangan kabur (-) dan Silau (-).Pasien menyangkal kalau
sebelumnya matanya terkena benda asing.
C. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat sakit serupa : Disangkal
Riwayat pandangan kabur : Disangkal
Riwayat pemakaian kacamata : Disangkal
Riwayat Alergi : Disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat sakit serupa : Disangkal

10
E. Riwayat Kebiasaan :
Riwayat penggunaan lensa kontak : Disangkal
Pasien bekerja di pabrik pengelasan besi dan kurang menjaga higienitas diri.
F. Riwayat Pengobatan :
Disangkal

III.3 PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-tanda Vital :
Tekanan darah : 110/70 mm.Hg
Nadi : 80x / mnt
Suhu : 36.30C
Pernapasan : 20x/ menit
Status Generalis
Kepala
Rambut : Hitam, rambut tidak mudah dicabut
Mata : Visus OD 6/6 OS 6/6, hiperemis (+/+), oedem palpebra (+/+),
injeksi konjungtiva palpebra dan bulbi (+/+)
Hidung : Sekret (-), bau (-), darah (-)
Telinga : Sekret (-), bau (-), darah (-)
Mulut : Sianosis (-)
Leher
KGB : Pembesaran (-)
Tiroid : Pembesaran (-)
Thorax
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Redup
Auskultasi : BJ I-II tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
Inspeksi : Gerakan nafas simetris
Palpasi : Fremitus raba simetris

11
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Ves (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Dinding perut // dinding dada
Auskultasi : Bising usus (+)
Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel, Organomegali (-), nyeri tekan (-)
Ekstremitas
Akral hangat : Superior (+/+)
Inferior (+/+)
Oedema : Superior (-/-)
Inferior (-/-)
Status Lokalis

Gambar 3. Regio Orbita Dextra et Sinistra

Regio Orbita Dextra et Sinistra


Tampak hiperemis, oedem palpebra, injeksi konjungiva palpebra dan bulbi

III.4 RESUME
Seorang pasien Tn. IS usia 35 tahun mengeluh kedua mata merah sejak 1 minggu
lalu. Awalnya hanya di mata kiri, tetapi kemudian mata kanan juga merah. Pasien juga
merasakan perih, nyeri, bengkak, sedikit gatal, berair, dan mengeluarkan kotoran
kuning dan lengket setiap pagi hari. Pasien menyangkal kalau sebelumnya matanya
terkena benda asing. Pasien bekerja di pabrik pengelasan besi dan kurang menjaga
12
higienitas diri. Pada pemeriksaan fisik oftalmologi didapatkan visus OD 6/6 OS 6/6,
hiperemis, oedem palpebra, injeksi konjungiva palpebra dan bulbi.

III.5 DIAGNOSIS
Konjungtivitis Bakteri

III.6 DIAGNOSIS BANDING


1. Uveitis akut
2. Episkleritis
3. Keratitis

III.7 PENATALAKSANAAN
Edukasi :
1. Memberi penjelasan kepada pasien tentang penyakit pasien, penyebab, cara
penularan, tatalaksana, sampai prognosisnya.
2. Membersihkan sekret mata
3. Menggunakan obat yang telah diberikan.
4. Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah membersihkan
atau meneteskan obat, penderita harus mencuci tangannya bersih-bersih.
5. Tidak mengucek-ngucek mata.
6. Tidak menggunakan handuk secara bergantian dengan orang lain untuk
mencegah penularan
7. Menjaga kebersihan lingkungan rumah dan sekitar
8. Datang kembali apabila 3 hari belum perbaikan

Medikamentosa
1. Kloramfenikol tetes mata 6x1 tetes
2. Asam Mefenamat 3x500 mg
3. Vit. C 1x50 mg

III.9 PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam
Ad sanationam : Bonam
Ad fuctionam : Bonam

13
BAB IV
ANALISA KASUS

Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien adalah seorang laki-laki usia 35 tahun
mengeluh kedua mata merah. Awalnya hanya dimata kiri tetapi kemudian keluhan juga
dirasakan di mata kanan. Pasien juga mengeluh kedua mata terasa perih, nyeri, bengkak,
sedikit gatal, dan berair. Setiap pagi hari kedua mata pasien juga mengeluarkan kotoran
berwarna kuning dan lengket. Menurut pustaka yang ada hal ini sesuai dengan gejala yang
terdapat pada konjungtivitis bakteri. Konjungtivitis Bakteri adalah inflamasi konjungtiva
yang disebabkan oleh bakteri. Konjungtivitis bakterial biasanya memang dimulai pada satu
mata kemudian mengenai mata yang sebelah melalui tangan yang terkontaminasi dan dapat
menyebar ke orang lain. Gejala-gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri biasanya
dijumpai mata merah, nyeri, dan berair. Selain itu sekret pada kongjungtivitis bakteri
biasanya lebih purulen daripada konjungtivitis jenis lain, dan pada kasus yang ringan sering
dijumpai edema pada kelopak mata.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan Visus OD 6/6 OS 6/6, kedua mata hiperemis, oedem
palpebra, dan juga terdapat injeksi konjungtiva palpebra dan bulbi. Ketajaman penglihatan
biasanya tidak mengalami gangguan pada konjungtivitis bakteri namun mungkin sedikit
kabur karena adanya sekret dan debris pada lapisan air mata, sedangkan reaksi pupil masih
normal. Biasanya dijumpai injeksi konjungtiva palpebra dan bulbi baik segmental ataupun
menyeluruh seperti pada pasien.
Pasien ini diberikan terapi Kloramfenikol tetes mata 6x1 tetes, Asam Mefenamat 3x500
mg, Vit. C 1x50 mg. Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen
mikrobiologiknya. Terapi dapat dimulai dengan antimikroba topikal spektrum luas. Pada
pasien diberikan antibiotik topikal yaitu kloramfenikol tetes mata. Pada pasien diberikan
asam mefenamat untuk meredakan rasanyeri pada mata. Asam mefenamat merupakan
golongan obat antiinflamasi nonsteroid yang berfungsi menghambat enzim yang
memproduksi prostaglandin. Prostaglandin adalah senyawa yang dilepas tubuh dan
menyebabkan rasa sakit serta reaksi peradangan. Vitamin C diberikan sebagai antioksidan
yang mampu menetralkan radikal bebas diseluruh tubuh. Sehingga vitamin C dapat
meningkatkan daya tahan tubuh agar mampu melawan infeksi bakteri. Konjungtivitis
bakterial umumnya baik dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan yang berlangsung 10-14
hari dan jika diobati berlangsung 1-3 hari

14
BAB IV
KESIMPULAN

Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva yang disebabkan oleh bakteri,


virus, klamidia, alergi, toksik, dan molluscum contangiosum. Ditandai dengan
pembengkakan, pembentukan cairan eksudat dan mata tampak merah (pink eye).
Konjungtivitis Bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang disebabkan oleh bakteri. Umumnya
disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Streptococcus pneumoniae,
dan Neisseria gonorrhoeae. Gejala-gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri biasanya
dijumpai mata merah visus tidak turun, sekret purulen atau mukopurulen, dan edema pada
kelopak mata. Diagnosis konjungtivitis bakteri didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan
fisik oftalmologi.
Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen mikrobiologiknya.
Terapi dapat dimulai dengan antimikroba topikal spektrum luas tetapi apabila dicurigai
disebabkan oleh diplokokus gram-negatif harus segera dimulai terapi topikal dan sistemik.
Konjungtivitis bakterial umumnya baik dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan yang
berlangsung 10-14 hari dan jika diobati berlangsung 1-3 hari. Penyulit konjungtivitis yang
disebabkan oleh golongan gonokokus karena dapat masuk ke dalam darah yang
menyebabkan septikemia dan meningitis

15
DAFTAR PUSTAKA

Amadi, A., et al., 2009. Common Ocular Problems in Aba Metropolis of Albia State, Eastern
Nigeria. Federal Medical Center Owerri. Available from:
http://docsdrive.com/pdfs/medwelljournals/pjssci/2009/32-35.pdf. [Accessed 29 Juli
2018].

Asokan, N., 2007. Asthma and Immunology Care. Diplomate of American Board of Allergy
& Immunology and American Board of Pediatrics. Available from:
http://www.trinityallergy.com/md-natarajan-asokan-trinity-allergy-asthma-
immunology-kingman-az.htm. [Accessed 29 Juli 2018].

Cavuoto K, et al. Update on Bacterial Conjunctivitis in South Florida. American Academy of


Ophthalmology. 2008. vol.115. hal 51-6

Garcia FJ and Schwab IR. Conjunctivitis. Dalam Eva PR, Whitcher JP. Editors. General
Ophthalmology. New York : Mc Graw Hill. 2007

Gleadle, J., 2007. Sistem Penglihatan. Dalam: Gleadle, J. (ed). Anamnesis dan Pemeriksaan
Fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga, 44-45.

Hurwitz SA. Antibiotics Versus Placebo for Acute Bacterial Conjunctivitis. The Cochrane
Collaboration. 2009. hal. 1-17

Ilyas S. Mata Merah dengan Penglihatan Normal. Dalam : Ilyas S. Author. Ilmu Penyakit
Mata. Ed. 3th. 2010

James, B., Chew, C., Bron, A., 2005. Konjungtiva, Kornea, dan Sklera. Dalam: Bruce, J., et
al. (eds). Lecture Notes Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta: Penerbit Erlangga, 6-66.
Jatla, K.K., 2009. Neonatal Conjunctivitis. University of Colorado Denver Health Science
Center. Available at: http://emedicine.medscape.com/ article/1192190-overview.
[Accessed Accessed 29 Juli 2018].

Kemenkes RI. (2015). Rencana Strategis Kementrian Kesehatan Tahun 2015-2019. Available
at http://www.depkes.go.id. Akses 29 Juli 2018.

Khurana AK. Disease of the Conjunctiva. Dalam : Khurana AK. Author. Comprehensive
Opthalmology. Ed. 4th. New Delhi : New Age International. 2007. hal.51-87

Majmudar, P.A., 2010. Allergic Conjunctivitis. Rush-Presbyterian-St Luke’s Medical Center.


Available from: http://emedicine.medscape.com/ article/1191467-overview. [Accessed
29 Juli 2018].
Marlin, DS. (2009). Bacterial Conjunctivitis. Penn state College of Medicine.
http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview. Accsessed 29 Juli 2018.

16
Patel, P.B., et al., 2007. Clinical Features of Bacterial Conjunctivitis in Children. Division of
Pediatric Emergency Medicine-Dupont Hospital for Children. Available from:
http://journals.lww.com/pidj/Abstract/ 2009/01000/aspx. [Accessed 29 Juli 2018].

Rapuano, C.J., et al., 2008. Conjunctivitis. American Academy of Ophthalmology. Available


from: http://one.aao.org/asset.axd. [Accessed 29 Juli 2018].

Scott, I.U., 2010. Viral Conjunctivitis. Departement of Opthalmology and Public Health
Sciences: Available from: http://emedicine.medscape.com/article/ 1191370-overview.
[Accessed 29 Juli 2018].

Senaratne, T., Gilbert, C., 2005. Conjunctivitis Primary Eye Care. Community Eye Health
Journal. Available from: http://www.cehjournal.org/download/ ceh_18_53_073.pdf.
[Accessed 29 Juli 2018].

Therese, L.K., 2002. Microbiological Procedures for Diagnosis of Ocular Infection. Available
from: http://www.ijmm.org/documents/ocular.pdf. [Accessed 29 Juli 2018].
Vaughan A and Asbury. 2010. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC.
Visscher, K.L., et al., 2009. Evidence-based Treatment of Acute Infective Conjunctivitis.
Canadian Family Physician. Available from:
http://171.66.125.180/content/55/11/1071.short. [Accessed 29 Juli 2018].

Weissman, B.A., 2008. Giant Papillary Conjunctivitis. University of California at Los


Angeles. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/ 1191641-overview.
[Accessed 29 Juli 2018].

17

Anda mungkin juga menyukai