Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

Perdarahan subarakhnoid merupakan perdarahan yang terjadi di


rongga subarakhnoid dimana diagnosa ini cenderung mempunyai konotasi
sebagai sindrom klinis daripada diagnosa patologi. Perdarahan ini
kebanyakan berasal dari perdarahan arterial akibat pecahnya suatu
aneurisma pembuluh darah serebral atau malformasi arterio-venosa yang
rupture, di samping juga ada sebab sebab lainnya. Perdarahan yang
menumpuk dalam ruang subarachnoid dapat mencetuskan terjadinya
stroke, kejang dan komplikasi lainnya. Insidensi perdarahan subarakhnoid
bervariasi untuk masing-masing Negara ataupun daerah. Di Jepang
perdarahan ini menyebabkan 25 kematian/100.000 populasi/tahun (6,6%
dari seluruh kematian mendadak) sedangkan angka kematiannya di
Amerika adalah 16/100.000 populasi, dalam hal ini tampaknya ada faktor-
faktor diet, herediter dan keadaan ekonomi yang berperan dalam
patogenesisnya.
Perdarahan subaraknoid dapat diartikan sebagai proses pecahnya
pembuluh darah di ruang yang berada dibawah arakhnoid (subaraknoid).
Perdarahan subarakhnoid memiliki puncak insidens pada usia ekitar 55
tahun untuk laki-laki dan 60 tahun untuk perempuan. Lebih sering dijumpai
pada perempuan dengan rasio 3:2.1
Perdarahan subarachnoid diklasifikasikan menjadi dua kategori
yaitu :
- Traumatic Subarachnoid Hemorrhages
- Spontaneous Subarachnoid Hemorrhages
Traumatic subarachnoid dapat juga menyebabkan kerusakan otak
yang diakibatkan oleh karena kecelakaan. Sedangkan spontaneous
subaracnoid hemoragik disebabkan oleh karena ruptur aneurisma atau
abnormalitas pembuluh darah pada otak.

1
Komplikasi tersering dari perdarahan subarachnoid adalah :
- Hipertensi
- Vasospasm
- Hidrosefalus

Gambar 1. Lapisan Menings

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Pendarahan subarakhnoid ialah suatu kejadian saat adanya darah
pada rongga subarakhnoid yang disebabkan oleh proses patologis.
Perdarahan subarakhnoid ditandai dengan adanya ekstravasasi darah ke
rongga subarakhnoid yaitu rongga antara lapisan dalam (piamater) dan
lapisan tengah (arakhnoid matter) yang merupakan bagian selaput yang
membungkus otak (meninges).2
Perdarahan Subarachnoid adalah perdarahan ke dalam rongga
diantara otak dan selaput otak (rongga subarachnoid). Perdarahan
subarachnoid merupakan penemuan yang sering pada trauma kepala
akibat dari robeknya pembuluh darah leptomeningeal pada vertex di mana
terjadi pergerakan otak yang besar sebagai dampak, atau pada sedikit
kasus, akibat rupturnya pembuluh darah Serebral Major4
SAH biasanya disebabkan oleh tipe perdarahan non-traumatik,
biasanya berasal dari ruptur aneurisma Berry atau arteriovenous
malformation (AVM)/malformasi arteriovenosa (MAV) dan trauma kepala4

B. ETIOLOGI
Etiologi yang paling sering menyebabkan perdarahan subarakhnoid
adalah ruptur aneurisma salah satu arteri di dasar otak dan adanya
malformasi arteriovenosa (MAV). Terdapat beberapa jenis aneurisma
yang dapat terbentuk di arteri otak seperti3 :
1. Aneurisma sakuler (berry)

3
Gambar 2. Aneurisma sakular (berry)
Aneurisma ini terjadi pada titik bifurkasio arteri intrakranial. Lokasi
tersering aneurisma sakular adalah arteri komunikans anterior
(40%),bifurkasio arteri serebri media di fisura sylvii (20%), dinding lateral
arteri karotis interna (pada tempat berasalnya arteri oftalmika atau arteri
komunikans posterior 30%), dan basilar tip (10%). Aneurisma dapat
menimbulkan deficit neurologis dengan menekan struktur disekitarnya
bahkan sebelum rupture. Misalnya, aneurisma pada arteri komunikans
posterior dapat menekan nervus okulomotorius, menyebabkan paresis
saraf kranial ketiga (pasien mengalami diplopia)3.

2. Aneurisma fusiformis

4
Gambar 3. Aneurisma fusiformis

Pembesaran pada pembuluh darah yang berbentuk memanjang


disebut aneurisma fusiformis. Aneurisma tersebut umumnya terjadi pada
segmen intracranial arteri karotis interna, trunkus utama arteri serebri
media, dan arteri basilaris. Aneurisma fusiformis dapat disebabkan oleh
aterosklerosis dan/atau hipertensi. Aneurisma fusiformis yang besar pada
arteri basilaris dapat menekan batang otak. Aliran yang lambat di dalam
aneurisma fusiformis dapat mempercepat pembentukan bekuan intra-
aneurismal terutama pada sisi-sisinya. Aneurisma ini biasanya tidak dapat
ditangani secara pebedahan saraf, karena merupakan pembesaran
pembuluh darah normal yang memanjang, dibandingkan struktur patologis
(seperti aneurisma sakular) yang tidak memberikan kontribusi pada suplai
darah serebral3.

5
3. Aneurisma mikotik

Aneurisma mikotik umumnya ditemukan pada arteri kecil di otak.


Terapinya terdiri dari terapi infeksi yang mendasarinya dikarenakan hal ini
biasa disebabkan oleh infeksi. Aneurisma mikotik kadang-kadang
mengalami regresi spontan; struktur ini jarang menyebabkan perdarahan
subarachnoid.
Malformasi arterivenosa (MAV) adalah anomaly vasuler yang terdiri
dari jaringan pleksiform abnormal tempat arteri dan vena terhubungkan
oleh satu atau lebih fistula. Pada MAV arteri berhubungan langsung
dengan vena tanpa melalui kapiler yang menjadi perantaranya. Pada
kejadian ini vena tidak dapat menampung tekanan darah yang datang
langsung dari arteri, akibatnya vena akan merenggang dan melebar
karena langsung menerima aliran darah tambahan yangberasal dari arteri.
pPembuluh darah yang lemah nantinya akan mengalami ruptur dan
berdarah sama halnya seperti yang terjadi paada aneurisma. MAV
dikelompokkan menjadi dua, yaitu kongenital dan didapat. MAV yang
didapat terjadi akibat thrombosis sinus, trauma, atau kraniotomi1,9.

Gambar 4. Lokasi Aneurisma

6
Adapun faktor pencetus dari perdarahan subarakhnoid ini adalah 5 :
 Merokok
 Tekanan darah tinggi
 Konsumsi minuman beralkohol
 Ada riwayat penyakit yang sama dengan keluarga
 Tumor otak (yang berdampak pada pembuluh darah otak)
 Infeksi pada otak
 Malformasi Arteriovenosa (MAV)
 Penggunaan obat pengencer darah
 Peradangan pada pembuluh darah
 Fibromuscular dysplasia

Bisa dimodifikasi Tidak bisa dimodifikasi


Hipertensi Riwayat pernah menderita PSA
Perokok (masih atau riwayat) Riwayat keluarga dengan PSA
Konsumsi alcohol Penderita atau riwayat keluarga
menderita polikistik renal
Tingkat pendidikan rendah
BMI rendah
Konsumsi kokain dan narkoba
jenis lainnya
Bekerja keras terlalu ekstrim pada
2jam sebelum onset

C. EPIDEMIOLOGI
Perdarahan Subarachnoid menduduki 7-15% dari seluruh kasus
GPDO (Gangguan Peredaran Darah Otak). Prevalensi kejadiannya sekitar
62% timbul pertama kali pada usia 40-60 tahun. Dan jika penyebabnya

7
adalah MAV (malformasi arteriovenosa) maka insidensnya lebih sering
pada laki-laki daripada wanita2.

D. PATOFISIOLOGI
Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang
berkembang secara cepat akibat gangguan otak fokal (atau global)
dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan
dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas
selain vaskular. Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi
vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke
dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke dalam jaringan otak
Perdarahan subarakhnoid adalah salah satu kedaruratan neurologis yang
disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di ruang subarakhnoid13.
Perdarahan subarakhnoid merupakan salah satu jenis patologi stroke
yang sering dijumpai pada usia dekade kelima atau keenam, dengan
puncak insidens pada usia sekitar 55 tahun untuk laki-laki dan 60 tahun
untuk perempuan,lebih sering dijumpai pada perempuan dengan rasio 3 :
213.
Perdarahan subarakhnoid adalah salah satu kedaruratan neurologis
yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di ruang subarakhnoid.
Perdarahan subarakhnoid merupakan salah satu jenis patologi stroke
yang sering dijumpai pada usia dekade kelima atau keenam, dengan
puncak insidens pada usia sekitar 55 tahun untuk laki-laki dan 60 tahun
untuk perempuan; lebih sering dijumpai pada perempuan dengan rasio 3 :
213.
Penyebab paling sering perdarahan subarakhnoid nontraumatik
adalah aneurisma serebral, yaitu sekitar 70% hingga 80% dan malformasi
arteriovenosa (sekitar 5-1-%). Aneurisma sakuler biasanya terbentuk di
titik-titik percabangan arteri, tempat terdapatnya tekanan pulsasi
maksimal. Risiko pecahnya aneurisma tergantung pada lokasi, ukuran,
dan ketebalan dinding enurisma. Aneurisma dengan diameter kurang dari

8
7 mm pada sirkulasi serebral anterior mempunyai risiko pecah terendah;
risiko lebih tinggi terjadi pada aneurisma di sirkulasi serebral posterior dan
akan meningkat sesuai besarnya ukuran aneurisma13.

Bisa dimodifikasi Tidak bisa dimodifikasi


Hipertensi Riwayat pernah menderita PSA
Perokok (masih atau riwayat) Riwayat keluarga dengan PSA
Konsumsi alcohol Penderita atau riwayat keluarga
menderita polikistik renal
Tingkat pendidikan rendah
BMI rendah
Konsumsi kokain dan narkoba
jenis lainnya
Bekerja keras terlalu ekstrim pada
2jam sebelum onset

E. MANIFESTASI KLINIS
Tanda klasik PSA, sehubungan dengan pecahnya aneurisma yang
besar, meliputi :
1. Nyeri kepala yang hebat dan mendadak,
2. Hilangnya kesadaran,
3. Fotofobia
4. Meningismus,
5. Mual dan muntah.

Kebanyakan aneurisma intrakranial yang belum ruptur bersifat


asimptomatik. Apabila terjadi ruptur pada aneurisma, tekanan intrakranial
meningkat. Ini bisa menyebabkan penurunan kesadaran secara tiba-tiba
yang terjadi sebagian daripada pasien. Penurunan kesadaran secara tiba-

9
tiba sering didahului dengan nyeri kepala yang hebat. 10% kasus pada
perdarahan aneurisma yang sangat hebat bisa menyebabkan penurunan
kesadaran selama beberapa hari. Nyeri kepala biasanya disertai dengan
kaku kuduk dan muntah3.
Aneurisma pada arteri komunikan anterior atau Bifurcatio Arteri Serebri
Media bisa ruptur dan defisit yang sering terjadi adalah hemiparesis,
afasia dan abulia. Simptom prodromal bisa menunjukkan lokasi
pembesaran aneurisma yang belum ruptur. Paresis Nervus Cranialis III
yang berkaitan dengan dilatasi pupil, refleks cahaya negatif dan nyeri fokal
di atas atau belakang mata bisa tejadi dengan pembesaran aneurisma
pada persimpangan antara Arteri Comunikan Posterior dan Arteri Carotis
Interna. Paresis Nervus Cranialis VI menunjukkan aneurisma dalam sinus
cavernosus. Gangguan ketajaman penglihatan bisa terjadi dengan
pembesaran aneurisma pada Arteri Serebri Anterior. Nyeri pada Occipital
dan Cervikal Posterior menunjukkan aneurisma pada Arteri Cerebellar
Posterior Inferior atau Arteri Serebellar Anterior Inferior3.
Aneurisma bisa mengalami ruptur kecil dan darah bisa masuk ke
dalam ruang Subarachnoid, ini dinamakan perdarahan sentinel. Nyeri
kepala prodromal dari ruptur kecil dilaporkan pada 30 hingga 50%
aneurisma perdarahan Subarachnoid. Nyeri kepala sentinel dapat muncul
2 minggu sebelum diagnosa perdarahan Subarachnoid. Kebocoran kecil
umumnya tidak memperlihatkan tanda-tanda peningkatan intrakranial atau
rangsang meningeal3.

Tabel Skala Hunt dan Hess1

Grade Gambaran Klinis


I Asimtomatik atau sakit kepala ringan dan iritasi
meningeal
II Sakit kepala sedang atau berat (sakit kepala terhebat

10
seumur hidupnya), meningismus, deficit saraf kranial
(paresis nervus abdusen sering ditemukan)
III Mengantuk, konfusi, tanda neurologis fokal ringan
IV Stupor, deficit neurologis berat (misalnya,
hemiparesis), manifestasi otonom
V Koma, desebrasi

F. DIAGNOSIS
a. Anamnesa12
1. Nyeri kepala
- Pasien mengalami onset mendadak nyeri kepala yang hebat.\
- Nyeri kepala prodromal (peringatan) dari kebocoran darah kecil
(ditunjuk sebagai nyeri kepala sentinel) dilaporkan pada 30-50%
aneurisma PSA.
- Nyeri kepala sentinel dapat muncul beberapa jam sampai beberapa
bulan sebelum ruptur, dengan nilai tengah yang dilaporkan adalah
2 minggu sebelum diagnosa PSA
- Kebocoran kecil umunya tidak memperlihatkan tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial (TIK) atau rangsang meningeal.
- Kebocoran kecil bukanlah gambaran MAV.
- Lebih dari 25% pasien mengalami kejang mendekati onset akut;
lokasi pusat kejang tidak ada hubungannya dengan lokasi
aneurisma.
2. Mual dan/atau muntah
3. Gejala rangsang meningeal (misalnya : Kaku kuduk, Low back pain,
nyeri tungkai bilateral) ini terlihat pada lebih dari 75% kasus PSA,
namun kebanyakan membutuhkan waktu berjam-jam untuk terbentuk.
4. Fotofobia dan perubahan visus
5. Hilangnya kesadaran ; sekitar setengah pasien mengalami hal ini
ketika onset perdarahan.

b. Pemeriksaan Fisik 12
Temuan pada pemeriksaan fisik bisa jadi normal, atau dokter mungkin
menemukan beberapa hal berikut
1. Kelainan neurologis global atau fokal pada lebih dari 25% pasien
2. Sindroma kompresi nervus kranialis

11
- Kelumpuhan nervus okulomotorius (aneurisma arteri komunis
posterior) dengan atau tanpa midriasis ipsilateral
- Kelumpuhan nervus abdusens
- Hilangnya penglihatan monokuler (aneurisma arteri oftalmika
menekan nervusoptikus ipsilateral)
3. Defisit motorik dari aneurisma arteri serebral media pada 15% pasien
4. Tidak ada tanda-tanda lokal pada 40% pasien
5. Kejang
6. Tanda-tanda oftalmologis
- Perdarahan retina subhyaloid (perdarahan bulat kecil, mungkin terlihat
miniskus, dekat dengan pangkal nervus optikus), perdarah retina
lainnya.
- Edema papil
7. Tanda – tanda vital
- Sekitar setengah pasien memiliki peningkatan tekanan darah (TD)
ringan sampai berat
- TD menjadi labil seiring meningkatnya TIK.
- Demam tidak biasa pada awalnya namun umum setelah hari keempat
dari gangguan darah didalam ruang subarachnoid
- Takikardi mungkin muncul selama beberapa hari setelah kejadian
perdarahan.
8. Tingkatan PSA berdasarkan skema berikut:
- Grade I : nyeri kepala ringan dengan atau tanpa rangsang
meningeal
- Grade II : nyeri kepala hebat dan pemeriksaan non -fokal,
dengan atau tanpa midriasis
- Grade III : perubahan ringan pada pemeriksaan neurologis,
termasuk status mental
- Grade IV : pastinya penekanan tingkat kesadaran atau defisit fokal
- Grade V : posturisasi pasien atau koma

Pada pemeriksaan fisik dijumpai semua gejala dan tanda seperti yang
dijelaskan sebelumnya. Untuk menunjang diagnosis, dapat dilakukan
pemeriksan.
c. Pemeriksaan penunjang
1. CT Scan
Pemeriksaan CT scan tanpa kontras adalah pilihan utama karena
sensitivitasnya tinggi dan mampu menentukan lokasi perdarahan lebih

12
akurat; sensitivitasnya mendekati 100% jika dilakukan dalam 12 jam
pertama setelah serangan tetapi akan turun pada 1 minggu setelah
serangan1.

Gambar 5. CT scan Perdarahan Subarakhnoid

Selain skala Hunt dan Hess, skor Fisher juga bisa digunakan untuk
mengklasifikasikan perdarahan subarachnoid berdasarkan munculnya
darah di kepala pada pemeriksaan CT scan.

13
Gambar 6. Acute Subarachnoid Hemorrhage
Tabel Skor Fisher1
Skor Diskripsi adanya darah berdasarkan CT scan kepala
1 Tidak terdeteksi adanya darah
2 Deposit darah difus atau lapisan vertical terdapat darah
ukuran <1 mm, tidak ada jendalan
3 Terdapat jendalan dan/atau lapisan vertical terdapat
darah tebal dengan ukuran >1 mm
4 Terdapat jendalan pada intraserebral atau
intraventrikuler secara difus atau tidak ada darah

2. Pungsi Lumbal
Jika hasil pemeriksaan CT scan kepala negatif, langkah diagnostic
selanjutnya adalah pungsi lumbal. Pemeriksaan pungsi lumbal sangat
penting untuk menyingkirkan diagnosis banding. Beberapa temuan pungsi
lumbal yang mendukung diagnosis perdarahan subarachnoid adalah

14
adanya eritrosit, peningkatan tekanan saat pembukaan, dan atau
xantokromia. Jumlah eritrosir meningkat, bahkan perdarahan kecil kurang
dari 0,3 mL akan menyebabkan nilai sekitar 10.000 sel/mL. xantokromia
adalah warna kuning yang memperlihatkan adanya degradasi produk
eritrosit, terutama oksihemoglobin dan bilirubin di cairan serebrospinal1.

3. Angiografi
Digital-substraction cerebral angiography merupakan baku emas untuk
deteksi aneurisma serebral, tetapi CT angiografi lebih sering digunakan
karena non-invasif serta sensitivitas dan spesifitasnya lebih tinggi.
Evaluasi teliti terhadap seluruh pembuluh darah harus dilakukan karena
sekitar 15% pasien memiliki aneurisma multiple. Foto radiologic yang
negative harus diulang 7-14 hari setelah onset pertama. Jika evaluasi
kedua tidak memperlihatkan aneurisma, MRI harus dilakukan untuk
melihat kemungkinan adanya malformasi vascular di otak maupun batang
otak1.

4. EKG5

a. Sekitar 20% kasus PSA memiliki iskemik miokard akibat peningkatan


sirkulasi katekolamin
b. Hasil khusus adalah ST non-spesifik dan perubahan gelombang T,
segmen QRS memanjang, gelombang U, dan peningkatan interval
QT.
c. Perubahan EKG mencerminkan iskemik miokard atau infark dan harus
diobati dengan cara biasa. Dugaan PSA kontraindikasi untuk terapi
trombolitik dan antikoagulan

5. Tes Laboratorium5
a. Jumlah sel darah lengkap
b. Prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT)

15
c. Pemeriksaan golongan darah :

- pemeriksaan golongan darah diindikasikan ketika PSA


teridentifikasi atau diduga ada perdarahan hebat
- transfusi intra operatif mungkin dibutuhkan
- troponin I (cTnI) : pengukuran cTnI adalah alat prediksi yang sangat
hebat pada kemunculan komplikasi pulmonal dan kardial, namun
cTnI tidak membawa nilai prognosis tambahan untuk hasil akhir
klinis pada pasien dengan aneurisma PSA

G. DIAGNOSIS BANDING
Terdapat beberapa penyakit yang dapat didiagnosis banding dengan
stroke hemoragik akibat perdarahan subarakhnoid, yaitu4 :
1. Migraine
2. Cluster headache
3. Paroxysmal hemicranial
4. Non-hemorrhagic stroke
5. Ensefalitis
6. Emergensi hipertensif
7. Meningitis
8. Arteritis temporal
9. Transient ischemic attack

H. PENATALAKSANAAN

Semua pasien dengan SAH harus dievaluasi dan diobati secara


darurat dengan pemeliharaan jalan napas dan kardiovaskular fungsi.
Setelah stabilisasi awal, pasien harus dirujuk ke pusat-pusat dengan
keahlian neurovaskular dan sebaiknya dengan unit perawatan kritis
khusus neurologis untuk mengoptimalkan perawatan. Tujuan utama dari

16
pengobatan adalah pencegahan rebleeding, pencegahan dan pengelolaan
vasospasme, dan pengobatan lainnya komplikasi medis dan neurologis
yaitu vasospasme, cerebral dan akut hydrocephalus11.
Penatalaksanaan standard termasuk istirahat dan tidak melakukan hal
yang berat, serta pemberian obat analgesik. Hiponatremia sering terjadi
beberapa hari selepas perdarahan Subarachnoid. Pemberian supplemen
garam secara oral ditambah dengan normal saline IV bisa diberikan untuk
mengatasi masalah ini. Risiko perdarahan ulang sangat tinggi dengan 20
hingga 30% dalam tempo 2 minggu, maka penatalaksanaan awal dalam 1
hingga 3 hari setelah perdarahan digalakkan untuk mengelakkan ruptur
ulang dan sekalian penatalaksanaan vasospasme11.
Pengobatan berfokus pada pertama menemukan sumber perdarahan
dan, jika mungkin, pembedahan memperbaiki aneurisma atau AVM untuk
menghentikan pendarahan. Waktu terbaik untuk melakukan operasi masih
kontroversial. Operasi awal (dalam waktu 3 hari pertama) mengurangi
kemungkinan rebleeding, tetapi operasi tertunda (setelah 14 hari)
menghindari waktu antara 3 dan 14 hari ketika kontraksi abnormal dari
arteri (vasospasme) dan konsekuensinya adalah terbesar. Secara umum,
pasien yang sadar dengan defisit neurologis yang minimal pada saat
datang terapi yang terbaik dengan operasi awal, sedangkan individu tidak
sadar lebih baik operasinya ditunda11.
Ruptur aneurisma serebral diperbaiki melalui pembedahan
menggunakan salah satu dari tiga prosedur: menyelaraskan tepi
aneurisma pecah untuk menghentikan pendarahan dengan stainless steel
atau klip paduan kobalt (kliping), mengikat dari pembuluh darah dengan
pendarahan jahitan (ligasi), atau membungkus aneurisma dengan otot.
Cara terbaik untuk mencegah SAH dari pecahnya aneurisma serebral
adalah untuk mendiagnosa dan memperbaiki pembedahan aneurisma
sebelum pecah11.
Setelah aneurisma diperlakukan, tindak lanjut berfokus pada
mencegah komplikasi seperti rebleeding, vasospasme serebral, jumlah

17
abnormal CSS mengumpulkan sekitar otak (hidrosefalus), dan efek dari
tekanan intrakranial tinggi Sejumlah besar cairan intravena (IV) yang
diberikan untuk mengobati vasospasme dengan meningkatkan tekanan
darah untuk meningkatkan aliran darah ke otak. Meningkatnya aliran
darah ini memastikan tingkat oksigen yang cukup ke otak dan
meminimalkan kerusakan pada jaringan otak sekitarnya11.
Jika hidrosefalus tidak terkontrol, kerusakan jaringan otak dapat terjadi
sebagai akibat dari kompresi otak dari kelebihan cairan. Obat anti
inflamasi yang disebut steroid dan obat untuk membersihkan tubuh dari
kelebihan cairan (diuretik) juga dapat digunakan dalam upaya untuk
sementara mengontrol tekanan intrakranial meningkat11.
PSA yang disertai dengan peningkatan tekanan intracranial harus
diintubasi dan hiperventilasi. Pemberian ventilasi harus diatur untuk
mencapai PCO2 sekitar 30-35 mmHg. Beberapa obat yang dapat
diberikan untuk menurunkan tekanan intracranial seperti6 :
a. Osmotic agents (mannitol) dapat menurunkan tekanan intracranial
secara signifikan (50% dalam 30 menit pemberian).

b. Loop diuretics (furosemide) dapat juga menurnukan tekanan


intracranial

c. Intravenous steroid (dexamethasone) untuk menurunkan tekanan


intracranial masih kontroversial tapi direkomendasikan oleh beberapa
penulis lain.

Setelah itu tujuan selanjutnya adalah pencegahan perdarahan ulang,


pencegahan dan pengendalian vasospasme, serta manajemen komplikasi
medis dan neurologis lainnya. Tekanan darah harus dijaga dalam batas
normal dan jika perlu diberi obat-obat antihipertensi intravena, seperti
labetalol dan nikardipin. Akan tetapi, rekomendasi saat ini menganjurkan
penggunaan obat-obat anti hipertensi pada PSA jikalau MABP diatas 130
mmHg. Analgesic seringkali diperlukan, obat- obat narkotika dapat

18
diberikan berdasarkan indikasi. Calcium channel blocker dapat
mengurangi risiko komplikasi iskemik, direkomendasikan nimodipin oral1,6.

I. KOMPLIKASI

Tiga komplikasi terbesar aneurisma perdarahan Subarachnoid adalah


perdarahan ulang, vasospasme dan hidrosefalus. Jika aneurisma
intrakranial tidak dirawat dengan baik, perdarahan ulang bisa terjadi dalam
20% kasus pada dua minggu pertama selepas perdarahan inisial. Risiko
tertinggi adalah 24 jam pertama dan penatalaksanaan dengan surgeri
atau teknik intervensi embolisasi diperlukan. Vasospasme serebri adalah
komplikasi lambat yang sering terjadi pada perdarahan Subarachnoid dan
mempunyai kaitan dengan jumlah darah yang berada di dalam ruang
Subarachnoid6.
Hidrosefalus komunikan adalah komplikasi lain yang bisa terjadi pada
perdarahan Subarachnoid dan sekunder kepada obstruksi cairan
serebrospinal daripada direabsorpsi. Hidrosefalus bisa terjadi pada fasa
akut atau subakut. Beberapa gangguan sistemik bisa terjadi seperti
kardiac arrhythmias dan miokardial iskemia. Komplikasi respiratorius
seperti edema pulmonari, acute respiratory distress syndrome (ARDS) dan
pneumonia sering terjadi. Gangguan lain seperti anemia, perdarahan
gastrointestinal, deep vein thrombosis dan hiponatremia terjadi dengan
frekuensi yang berbeda6.

J. PROGNOSIS
Sekitar 10% penderita PSA meninggal sebelum tiba di RS dan 40%
meninggal tanpa sempat membaik sejak awitan. Tingkat mortalitas pada
tahun pertama sekitar 60%. Apabila tidak ada komplikasi dalam 5 tahun
pertama sekitar 70%. Apabila tidak ada intervensi bedah maka sekitar

19
30% penderita meninggal dalam 2 hari pertama, 50% dalam 2 minggu
pertama, dan 60% dalam 2 bulan pertama5.
Hal-hal yang dapat memperburuk prognosis dapat dilihat pada tabel
Sistem Ogilvy dan Carter berikut ini, Tabel Sistem Ogilvy dan Carter1

Skor Keterangan
1 Nilai Hunt dan Hess > III
1 Skor skala Fisher > 2
1 Ukurn aneurisma > 10 mm
1 Usia pasien > 50 tahun
1 Lesi pada sirkulasi posterior berukuran besar
(≥ 25mm)

Besarnya nilai ditentukan oleh jumlah skor Sistem Ogilvy dan Carter,
yaitu skor 5 mempunyai prognosis buruk, sedangkan skor 0 mempunyai
prognosis lebih baik.
Pendapat lain mengemukakan bahwa prognosis pasien-pasien PSA
tergantung lokasi dan jumlah perdarahan serta ada tidaknya komplikasi
yang menyertai. Disamping itu usia tua dan gejala-gejala yang berat
memperburuk prognosis. Seseorang dapat sembuh sempurna setelah
pengobatan tapi beberapa orang juga meninggal walaupun sudah
menjalani treatment8.
Sedangkan prognosis yang baik dapat dicapai jika pasien-pasien
ditangani secara agresif seperti resusitasi preoperative yang agresif,
tindakan bedah sedini mungkin, penatalaksanaan tekanan intracranial dan
vasospasme yang agresif serta perawatan intensif perioperative dengan
fasilitas dan tenaga medis yang mendukung9.

Adapun beberapa penanganan yang dapat dilakukan sendiri di rumah


pasca pengobatan, seperti10:

20
1. Mengkonsumsi obat secara teratur

2. Rajin memeriksakan tekanan darah

3. Mengkonsumsi makanan yang sehat

4. Minum banyak cairan

5. Menghindari kebiasan merokok

21
BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama : Tn. S
Umur : 56 thn
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama: penurunan kesadaran dan lemah separuh badan

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke RS dengan keluhan penurunan kesadaran dan


lemah separuh badan sebelah kanan sejak 3 hari yang lalu.
Penurunan kesadaran dialami dalam durasi kurang lebih selama 5
menit. Pasien menyangkal mengalami trauma sebelum terjadi
penurunan kesadaran dua hari sebelum masuk rumah sakit. Akan
tetapi pasien mengeluhkan adanya nyeri kepala hebat yang
dirasakan sebelum akhirnya mengalami penurunan kesadaran dan
sadar kembali. Setelah sadar kembali pasien merasa masih
mengalami nyeri kepala hebat yang tidak bisa hilang dengan obat
yang telah pasien konsumsi. Keesokkan harinyan pasien kembali
mengalami penurunan kesadaran disertai lemah separuh badannya
di bagian kanan, pasien susah menggerakkan tangan dan kaki
sebelah kanannya sehingga pasien dibawa kerumah sakit oleh
keluarganya untuk pemeriksaan lebih lanjut. Selain merasakan nyeri
kepala bagian belakang yang hebat dan lemah separuh badannya,
pasien juga merasa bagian kepala belakang dengan daerah sekitar

22
tengkuk terasa kaku. Pasien pernah mengalami muntah sebanyak 2
kali sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesadaran sebelum
masuk rumah sakit. Pasien memiliki riwayat hipertensi yang tidak
terkontrol karena pasien tidak rutin setiap hari meminum obat, hanya
meminum obat dulu saat pertama kali diberitahu memiliki tekanan
darah tinggi.

Riwayat Penyakit Dahulu:


 Hipertensi : ada dan tidak terkontrol
 Diabetes mellitus : disangkal
 Trauma kepala : disangkal
 Sakit kepala sebelumnnya : ada
 Kegemukan : Tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan seperti pasien
saat ini namun terdapat riwayat keluarga yang memiliki tekanan
darah tinggi seperti pasien. Riwayat DM, penyakit jantung dalam
keluarga juga disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK :


Keadaan Umum :
 Kondisi : sakit sedang
 Gizi : baik
 Kesadaran : delirium
Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88 kali/menit
Suhu : 37oC
Pernapasan : 24 kali/menit

23
Pemeriksaan Leher :
Kelenjar getah bening : Pembesaran (-), nyeri tekan (-)
Kelenjar tiroid : Simetris, pembesaran (-), nyeri tekan (-)

Pemeriksaan Thorax :
Paru-paru :
- Inspeksi : Ekspansi dada simetris bilateral, bentuk dada
normal,
retraksi dinding dada (-)
- Palpasi : Ekspansi dada simetris, taktil fremitus kiri = kanan,
- Perkusi : Batas normal
- Auskultasi : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Jantung :
- Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
- Palpasi : Ictus Cordis tidak teraba
- Perkusi : batas jantung normal
- Auskultasi : BJ I-II murni, regular
Pemeriksaan Abdomen :
- Inspeksi : tampak datar
- Auskultasi : bunyi peristaltik usus normal
- Perkusi : tympani
- Palpasi : Nyeri tekan (-), masaa (-)

IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS


 GCS : E3 M6 V4
1. Kepala:
o Penonjolan: (-)
o Posisi : central
o Bentuk/ukuran : normocephal
o Auskultasi : normal

24
2. N. Cranialis:
o N. Olfactorius (I): Normosmia/Normosmia
o N.Optikus (II):
 Ketajaman penglihatan: Baik/Baik
 Lapangan penglihatan: Baik/Baik
o N. Occulomotoris (N.III), N. Trochlearis (N.IV), N. Abducens (N.VI)
 Celah kelopak mata:
 Ptosis: (-)/(-)
 Exopthalmus: (-)/(-)
 Pupil: ukuran: 3 cm
Isokor/anisokor: isokor
Reflex cahaya langsung: (+)/(+)
Ref. cahaya tdk langsung: (+)/(+)
Reflex akomodasi: (+)/(+)
 Gerakan bola mata:
Parese kearah (-) -
Nistagmus (-)
o N. V Trigeminus:
 Sensibilitas: N.V1: (+)
N.V2: (+)
N.V3: (+)
 Motorik: Inspeksi:
Mengigit : (+)/(+)
Membuka mulut : (+)/(+)
o N. VII Facialis
 Motorik: M. Frontalis M. orbik.okuli M. orbik. Oris
Istirahat: simetris simetris simetris
Gerakan mimic: simetris simetris simetris
 Pengecap 2/3 lidah bagian depan: tidak dilakukan pemeriksaan

25
o N. VIII Vestibulocochlearis
 Pendengaran: baik
 Tes rinne/weber: tidak dilakukan pemeriksaan
 Fungsi vestibularis: tidak dilakukan pemeriksaan
o N. IX/X: (Glossopharingeus/vagus):
 Posisi arkus pharinks: simetris
 Reflex telan/muntah: normal
 Pengecap 1/3 lidah bagian belakang: tidak dilakukan
pemeriksaan
 Fonasi: dalam batas normal
 Takikardi/bradikardi: dalam batas normal
o N. XI:
 Memalingkan kepala dengan/tanpa tahanan: (+)/(+)
 Angkat bahu: (+)/(+)
o N.XII:
 Deviasi lidah: simetris
 Fasciculasi: (-)
 Atrofi: tidak ada
 Tremor: tidak ada
 Ataxia: (-)
3. Leher:
 Tanda-tanda perangsangan selaput otak
 Kaku kuduk: (+)
 Kernig’s sign: (-)
 Arteri karotis:
 Palpasi: berdenyut
 Auskultasi: bising (-)
 Kelenjar gondok: tidak terdapat pembesaran
4. Abdomen:
 Reflex kulit dinding perut: dalam batas normal
5. Kolumna vertebralis: dalam batas normal

26
6. Ekstremitas:
 Motorik:
superior Inferior
Dextra sinistra dextra Sinistra
Pergerakkan bebas bebas bebas bebas
Kekuatan 4 5 4 5
Tonus normal normal normal Normal
Bentuk otot eutrofi eutrofi eutrofi Eutrofi

 Otot yang terganggu: tidak ada


 Reflex fisiologi
Superior inferior
Dextra sinistra dextra Sinistra
Biceps ++ ++
Triceps ++ ++
Patella ++ ++
Achilles ++ ++

 Klonus: Lutut: -/-


Kaki: -/-
 Reflex patologis:
Hoffman: -/-
Tromner: -/-
Babinski: -/-
Chaddock: -/-
Gordon: -/-
Schaefer: -/-
Oppenheim: -/-

27
 Sensibilitas:
 Ekstroseptif
Nyeri: dalam batas normal
Suhu: dalam batas normal
Rasa raba halus: dalam batas normal
 Propioseptif
Rasa sikap: dalam batas normal
Rasa nyeri dalam: dalam batas normla
 Fungsi Kortikal Luhur: Normal
7. Pergerakan abnormal yang spontan: (-)
8. Gangguan koordinasi: tidak dilakukan pemeriksaan
9. Gangguan keseimbangan: tidak dilakukan pemeriksaan
10. Pemeriksaan fungsi luhur:
 Fungsi bahasa : tidak dilakukan pemeriksaan
 Fungsi orientasi : tidak dilakukan pemeriksaan
 Fungsi memori : tidak dilakukan pemeriksaan
 Fungsi emosi : gelisah
 Fungsi kognisi : tidak dilakukan pemeriksaan

V. RESUME
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan penurunan kesadaran
dan hemipharesis dextra. Disertai cephalgia berat yang dirasakan
sebelum dan sesudah penurunan kesadaran. Pasien juga merasa
bagian belakang kepala dengan daerah tengkuk terasa kaku
,nausea (+), vomit (+), febris (-), riwayat HT (+), riwayat DM dan
trauma kepala disangkal. Pada pemeriksaan rangsangan
meningeal terdapat kaku kuduk (+) dan pemeriksaan neurologis
tidak terdapat defisit, pada pemeriksaan motorik ekstremitas
superior dan inferior bagian dextra mengalami kelemahan, refleks
fisiologis normal dan refleks patologis tidak ada. TD: 120/80 mmHg,
N: 88 kali/menit, S: 37oC, P: 24 kali/menit

28
VI. DIAGNOSIS
 Diagnosis klinis : penurunan kesadaran + hemipharesis dextra
 Diagnosis Topis : hemisfer sinistra
 Diagnosis Etiologi : HS ( perdarahan Subarachnoid)

VII. TERAPI
Non medikamentosa
- bed rest
Medikamentosa
- Pemasangan NGT
- IVFD RL 20 TPM + drips neurosanbe 1 amp
- Citicholin 3 x 500 mg iv
- Ketorolac 3 x 10 mg iv
- Ceptriaxone 1 gr iv
- Kalnex 3 x 50 mg
- Aprazolam 1x 0,5 mg
- Nimodipin 60 mg/4 jam

VIII. DIFFERENTIAL DIAGNOSA


 Non hemorragic stroke

IX. PROGNOSIS
 Qua ad vitam : dubia ad bonam
 Qua ad sonationem : dubia ad bonam

X. ANJURAN
 CT Scan kepala
 Darah lengkap
 Kimia klinik

29
BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien laki-laki usia 56 tahun datang dengan keluhan penurunan


kesadaran berkali-kali dan lumpuh setengah badannya. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien gelisah, GCS
E3V4M6, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 88x/menit, laju pernapasan
20x/menit, suhu aksila 370C. Pada pemeriksaan neurologis tidak terdapat
defisit neurologis. Pada pemeriksaan motorik terdapat kelamahan alat
gerak di separuh badan pasien sebelah kanan dengan refleks fisiologis
dan refleks patologis yang normal. Pasien mengeluh sakit kepala yang
sulit hilang.

Perdarahan subarachnoid lebih banyak disebabkan oleh adanya


pecah aneurisma dari pembuluh darah. Aneurisma merupakan luka yang
disebabkan karena tekanan hemodinamik pada dinding arteri
percabangan dan perlekukan. Saccular atau biji aneurisma dispesifikkan
untuk arteri intracranial karena dindingnya kehilangan suatu selaput tipis
bagian luar dan mengandung faktor adventitia yang membantu
pembentukkan aneurisma.13,15

Pecahnya aneurisma pembuluh darah secara mendadak ini akan


menyebabkan celah pada subarachnoid terisi oleh darah. Hal ini
kemudian menimbulkan manifestasi sebagai nyeri kepala hebat yang
dirasakan oleh pasien. Selain itu, adanya darah pada celah subarachnoid
akan menimbulkn iritasi pada lapisan meningeal yang kemudian
ditunjukkan secara klinis sebagai kaku kuduk. Pada beberapa kasus, 3-12
jam pasca perdarahan tanda kaku kuduk ini dapat hilang misalnya pada
pasien yang mengalami koma lama dan ekstravasasi yang minimal pada
celah subarachnoid. Akan tetapi, tidak adanya kaku ini kemudian tidak
dapat langsung menyingkirkan diagnosis dari perdarahan
subarachnoid. 15,16

Pada perdarahan subarachnoid tidak selalu menunjukkan adanya


defisit fokal neurologis akan tetapi dapat ditemukan pada perdarahan
yang sampai intra parenkim, terjadi kompressi pada nervus kranialis atau
lesi iskemik karena vasospasme.15

Terdapat beberapa skala pada perdarahan subarachnoid yaitu


menurut Hunt dan Hess juga skala menurut World Federation of

30
Neurosurgeont (WFN). Tujuan pemberian skala ini adalah untuk
menentukan prognosis pasien perdarahan subarachnoid seperti apa.12,14

 Derajat perdarah subarachnoid (Hunt dan Hess)


 Derajat 0 : tidak ada gejala dan aneurisma belum ruptur
 Derajat 1 : sakit kepala ringan
 Derajat 2 : sakit kepala hebat, tanda rangsang meningeal
dan kemungkinan adanya defisit saraf kranialis
 Derajat 3 : kesadaran menurun, defisit fokal neurologi ringan
 Derajat 4 : stupor, hemiparesis sedang sampai berat, awal
deserebrasi
 Derajat 5 : koma dalam, deserebrasi
 Derajat perdarahan subarachnoid menurut World Federation of
Neurosurgeont (WFN) melibatkan Glasgow Coma Scale :

WFN Grade GCS Motor Defisit


I 15 Tidak ada
II 14-13 Tidak ada
III 14-13 Ada
IV 12-7 Ada / tidak ada
V 6-3 Ada / tidak ada

Berdasarkan pada skala Hunt dan Hess pasien termasuk dalam


derajat 3 begitu pun pada skala menurut WFD.

Prinsip tatalaksana pada perdarahan subarachnoid hampir sama


dengan prinsip terapi pada stroke perdarahan yaitu mencegah terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial dan pencegahan terjadinya vasospasme
sebagai komplikasi yang biasa terjadinya pada perdarahan subarachnoid.

Obat yang biasa digunakan sebagai pilihan adalah obat dari


golongan calcium channel blocker. Obat ini dapat mengurangi efek
mengganggu influks kalsium pada pasien dengan trauma saraf akut.
Sayangnya studi eksperimental menggunakan penghambat kanal kalsium
konvensional pada model cedera kepala, hasilnya mengecewakan secara
keseluruhan; bagaimana pun, beberapa studi menyarankan penghambat
kanal kalsium yang mungkin efektif dalam mengurangi edema otak dan
disfungsi kognitif dibandingkan dengan plasebo. Nimodipine (Nimotop)
digunakan untuk memperbaiki cacat neurologis akibat spasme yang
mengikuti PSA disebabkan ruptur kongenital aneurisma intrakranial pada
pasien dalam kondisi neurologis yang baik. Ketika penelitian menunjukkan

31
manfaatnya, tidak ada bukti yang mengidentifikasikan obat untuk
mencegah atau mengurangi spasme arteri serebral, karenanya
mekanisme aksi sesungguhnya tidak diketahui.12,14

Memulai terapi dalam 96 jam setelah PSA. Jika pasien tidak dapat
menelan kapsul karena sedang dalam operasi atau dalam keadaan tidak
sadar. Buatlah lubang pada kedua ujung kapsul dengan jarum 18 gauge
dan pindahkan isinya kedalam spuit, kosongkan isinya kedalam NGT
pasien dan bilas tabung dengan saline isotonik 30 ml.12,16

Selain terapi medikamentosa, pasien dengan perdarahan


subarachnoid dapat dikonsultasikan dengan bagian bedah saraf untuk
dilakukan tindakan pembedahan pada aneurisma. Tindakan pembedahan
tersebut adalah endovaskularisasi coiling yang tujuannya adalah untuk
mengurangi resiko terjadinya perdarahan berulang.16

Prognosis pada pasien ini baik apabila dilakukan terapi segera.


Angka ketahanan hidup dihubungkan dengan tingkatan PSA saat
munculnya. Laporan menggambarkan angka ketahanan hidup 70% untuk
grade I, 60% untuk grade II, 50% untuk grade III, 40% untuk grade IV, dan
10% untuk grade 10%.12,15

32
BAB V

KESIMPULAN

Perdarahan subarakhnoid adalah perdarahan otak yang disebabkan


pecahnya pembuluh darah dalam otak dimana yang berada dibawah
arakhnoid (subarakhnoid). Perdarahan ini mempunyai 3 jenis aneurisma
yaitu : aneurisma sakkuler, aneurisma fusiformis, dan aneurisma mikotik
(MAV). Aneurisma mikotik atau MAV dikelompkkan menjadi yaitu
kongenital dan didapat. MAV yang didapat terjadi akibat thrombosis,
sinus, trauma dan kraniotomi.

Perdarahan Subarachnoid menduduki 7-15% dari seluruh kasus


GPDO (Gangguan Peredaran Darah Otak). Prevalensi kejadiannya sekitar
62% timbul pertama kali pada usia 40-60 tahun. Dan jika penyebabnya
adalah MAV (malformasi arteriovenosa) maka insidensnya lebih sering
pada laki-laki daripada wanita

Hampir 85% dari aneurisma ditemukan dalam sirkulasi anterior dan


15% dalam sirkulasi posterior. Secara keseluruhan, tempat yang paling
umum adalah arteri communicans anterior diikuti oleh arteri communicans
posterior dan arteri bifucartio cerebri. Dalam sirkulasi posterior, situs yang
paling lebih besar adalah di bagian atas bifurkasi arteri basilar ke arterie
otak posterior

Hampir 50% dari pasien yang memiliki PSA, ketika dianamnesis pasti
memiliki riwayat sakit kepala yang sangat berat atau sekitar 2-3 minggu
sebelum perdarahan besar. Hampir setengah dari orang-orang ini
meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Puncak kejadian perdarahan
berikutnya terjadi pada 24 jam pertama, tetapi tetap ada risiko hari-hari
berikutnya dapat mengalami perdarahan. Sekitar 20-25% kembali rupture
dan mengalami perdarahan dalam 2 minggu pertama setelah kejadian
pertama. Kematian terjadi terkait perdarahan kedua hampir 70%

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Setyopranoto I. Penatalaksanaan Perdarahan Subarakhnoid.


Continuing Medical Education. 2012;39.
2. Student Med. Stroke.2011.
3. Baehr M, Frotcsher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS Anatomi,
Fisiologi, Tanda, Gejala. 4th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2012.
4. Jones R, Srinivasan J, Allam GJ, Baker RA. Subarachnoid
Hemorrhage. Netter's Neurology2014. p. 526-37.
5. PERDOSSI. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gajah Mada
University Pres; 2011.
6. Becske T. Subarachnoid Hemorrhage Treatment & Management.
Medscape Reference Drugs, Disease & Procedures. 2014.
7. N S, H K, K K, Y O, A F, etc. Effects of cilotazol on cerebral
vasospasm after aneurysmal subarachnoid hemorrhage: a multicenter
prospective, randomized, open-label blinded end point trial. journal of
Neurosurgery. 2014.
8. Jasmine L. Subarachnoid Hemorrhage. Medline Plus. 2013.
9. Zuccarello M, McMahon N. Arteriovenous Malformation (AVM).
Mayfield Clinic. 2013
10. Wahjoepurmono EJ, Junus J. Tindakan Pembedahan pada Penderita
Aneurisma Intrakranial. 2003;22(2).
11. Yahya RC. Stroke Hemragik - Defenisi, Penyebaba & Pengobatan
Stroke Perdarahan Otak. Jevuska. 2014.
12. Alfa AY, Soedomo A, Toyo AR, Aliah A, Limoa A, et al. Gangguan
peredaraan darah otak (GPDO) dalam Harsono ed. Buku Ajar
Neurologi Klinis Edisi 1. Yogyakarta; Gadjah Madya University press;
2009, hal 59-107
13. Lombardo MC. Penyakit Serebrovaskular dan Nyeri Kepala Dalam;
Price SA eds. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit 4th
ed. Jakarta; EGC; 2008, p. 961-79

34
14. Listiono, Djoko. L, Stroke Hemoragik, Ilmu Bedah Saraf. Jakarta :
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama ; 2008, pg 180-204
15. Venti, Accident dan Agnelli. Subarachnoid Hemorrahage : A
Neurology Emergency The Open Critical Care Medicine journal
Voulme 4. 2011. Pg 55-56
16. Machfoed, Hasan et al.
Buku Ajar Ilmu Penyakit
Saraf Surabaya : Pusat
Penerbitan dan
Pencetakan Unair ;

35
36
2011. Hal 105-108

37

Anda mungkin juga menyukai