Anda di halaman 1dari 18

REFLEKSI KASUS Agustus 2018

“Tinea Cruris”

DISUSUN OLEH:

NAMA : Riski Nyamin Payungallo


STAMBUK : N 111 16 040
PEMBIMBING KLINIK : dr. Sumarni M.Kes, Sp.GK
dr. Adhelaide Krisnawati Borman

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah
perineum, dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun,
bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangung seumur hidup. Lesi
kulit dapat terbatas pada daerah genito krural (lipat paha, genitalia
eksterna, sekitar anus dan dapat meluas ke bokong dan perut bagian
bawah).
Faktor penting yang berperan dalam penyebaran dermatofita ini
adalah kondisi kebersihan lingkungan yang buruk, daerah pedesaan yang
padat, dan kebiasaan menggunakan pakaian yang ketat atau lembab.
Obesitas dan diabetes melitus juga merupakan faktor resiko tambahan oleh
karena keadaan tersebut menurunkan imunitas untuk melawan infeksi.
Penyakit ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan
penyakit yang berlangsung seumur hidup. Indonesia merupakan salah satu
negara beriklim tropis yang memiliki suhu dan kelembaban tinggi,
merupakan suasana yang baik bagi pertumbuhan jamur, sehingga jamur
dapat ditemukan hampir di semua tempat. Mikosis superfisial mengenai
lebih dari 20% hingga 25% populasi sehingga menjadi bentuk infeksi yang
tersering
Di Indonesia, dermatofitosis merupakan 52% dari seluruh
dermatomikosis dan tinea kruris dan tinea korporis merupakan
dermatofitosis terbanyak. Dermatofit tersebar di seluruh dunia dan
menjadi masalah terutama dinegara berkembang. Berdasarkan urutan
kejadian dermatofitosis, tinea korporis (57%), tinea unguinum (20%),
tinea kruris (10%), tinea pedis dan tinea barbae (6%), dan sebanyak 1%
tipe lainnya. Di berbagai negara saat ini terjadi peningkatan bermakna
dermatofitosis. Di Kroasia dilaporkan prevalensi dermatofitosis 26% pada
tahun 1986 dan meningkat menjadi 73% pada tahun 2001

2
Menurut data UPTD Puskesmas Baluase angka kejadian Tinea
termasuk dalam 10 penyakit terbanyak di Puskesmas Baluase tahun 2017
yaitu menempati urutan kesembilan, dengan jumlah kasus 82 kasus (
Dermatitis Infeksi).

Tabel 1 Data 10 Penyakit Terbesar UPTD Urusan Puskesmas


Baluase Tahun 2017

No Nama Penyakit Jumlah


1 ISPA 1972
2 Gastritis 1126
3 Hipertensi 1018
4 Mialgia 494
5 Dermatitis Alergi 374
6 Diare 327
7
Dengue Fever 131
8
Kecelakaan dan Ruda Paksa 114
9
Dermatitis Infeksi 82
10
Suspek TB 69

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penyaji memilih Tinea


sebagai refleksi kasus karena insiden Tinea masih cukup tinggi serta
mengetahui faktor-faktor lingkungan yang dapat menjadi pemicu
timbulnya Tinea di wilayah kerja Puskesmas Baluase

3
1.2 Tujuan
Adapun tujuan penyusunan laporan refleksi kasus ini meliputi :
1. Sebagai syarat penyelesaian tugas akhir di bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat
2. Sebagai gambaran penyebaran penyakit dan beberapa faktor resiko
penyebarannya di wilayah kerja Puskesmas Baluase

4
BAB II

KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.W
Umur : 22 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Baluase
Tanggal pemeriksaan : 31 Juli 2018
Tempat Pemeriksaan : Puskesmas Baluase

II. ANAMNESIS
 Keluhan utama : Gatal pada selangkangan
 Riwayat Penyakit Sekarang :

Gatal sejak 1 minggu yang lalu. Gatal dirasakan semakin berat


terutama bila berkeringat dan berkurang bila tidak berkeringat atau tidak
lembab pada lipatan paha kanan dan kiri. Kulit kadang sampai lecet karena
sering menggaruknya akibat garukan yang terus-meneru timbul kemerahan
bekas garukan.

 Riwayat penyakit dahulu :

2 bulan yang lalu pasien pernah menderita yang sama seperti ini

 Riwayat penyakit keluarga :


Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan yang
sama.
 Riwayat sosial-ekonomi :

Pasien berasal dari keluarga ekonomi menengah kebawah. pasien bekerja


sebagai seorang petani di kebun.

5
 Riwayat kebiasaan dan lingkungan :
Pasien setiap harinya bekerja sebagai seorang petani di kebun.
Pasien memulai kerja dari jam 08.00 WITA hingga pukul 14.00 WITA.
Pada saat bekerja sering terpapar sinar matahari sehingga membuat pasien
berkeringat. Selesai melakukan kegiatan di kebun, pasien jarang
membersihkan badan dan jarang mengganti pakaian. Pasien biasanya
mandi dalam 2 hari sekali.
Tempat tinggal pasien adalah rumah beratap rumbia+seng terdapat
plavon, dengan lantai tanah dan semen, yang terdiri dari 1 kamar tidur.
Satu ruang tamu, satu ruang keluarga yang tergabung dengan ruang
makan. Terdapat dapur. Terdapat sumber air yang berasal dari
sumur/sungai. Rumah pasien tidak memiliki WC. Anggota keluarga
biasanya buang air besar WC umum yang ada di dekat rumah pasien.

III. PEMERIKSAAN FISIK


 Keadaan Umum
Derajat sakit : Sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Berat badan : 45
Tinggi badan : 155 cm
Status Gizi : Gizi baik (2SD)
 Tanda vital
Denyut nadi : 80 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu badan : 36,9 0C
 Kulit
LESI

a. Tipe : macula hiperpigmentasi, skuama halus diatasnya

b Bentuk : berbatas tegas

c. Ukuran : -

6
d. Susunan : -

e. Distribusi : intertriginosa

f. Warna : coklat

g. Konsistensi : -

h. Lokasi : Regio inguinalis sinistra dan regio inguinalis dekstra

 Kepala:
 Bentuk : Normocephal
 Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, tebal.
 Mata : Konjungtiva : anemis (-/-),
sklera : ikterik (-/-)
refleks cahaya: (+/+),
refleks kornea: (+/+),
Pupil: Bulat, isokor.
 Telinga : Otorrhea (-)
 Hidung :Pernafasan cuping hidung(-), epistaksis: (-) Rhinorea (-)
 Mulut : Bibir: Sianosis (-), Tonsil :T1-T1 tidak hiperemis.
 Leher :
Pembesaran kelenjar getah bening : (-)
Pembesaran kelenjar thiroid : (-)

 Toraks :
a. Dinding dada/paru :
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris bilateral
Palpasi : Vokal fremitus simetris kiri dan kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : vesikular (+/+), Rhonki (-/-),Wheezing (-/-)
b. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

7
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula
sinistra
Perkusi : Batas Jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 murni regular. Murmur (-),

 Abdomen :
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Peristaltik usus (+) : Kesan normal
Perkusi : Bunyi : Timpani (+), asites : (-)
Palpasi : Nyeri tekan : (-), Distensi Abdomen (+)

 Ekstremitas :
Atas : Akral hangat (+/+), edema (-/-), sianosis (-/-)

Bawah : Akral hangat (+/+), edema (-/-), sianosis (-/-)

 Genitalia : Tidak ada kelainan kongenital

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak dilakukan

V. DIAGNOSIS
Tinea Cruris
VI. DIAGNOSIS BANDING
Eritrasma
Kandidiasis intertriginosa

VII. TERAPI
- Sistemik
1. Antimikotik oral : Ketokonazol 1 x 200 mg/hari selama 2 minggu.
2. Antihistamin oral : Loratadin 1 x 10 mg/hari selama 10 hari.

8
- Topikal
1. Antimikotik topikal : ketokonazol 2 % 2 x 1 selama 2-4 minggu

Non medikamentosa :
- Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit ini adalah penyakit yang
disebabkan oleh jamur.
- Memberi tahu pasien untuk menggunakan obat secara teratur dan tidak
menghentikan pengobatan tanpa seizin dokter.
- Menjaga kebersihan tubuh seperti mandi 2x sehari, mengganti pakaian
secara teratur terutama pakaian dalam.
- Menganjurkan pasien untuk memakai pakaian yang menyerap keringat.
- Apabila terdapat lembab pada lipatan paha segera dikeringkan

VIII. Analisis Kasus


Pasien adalah seorang wanita usia 22 tahun yang mengalami gatal
pada selangkangan sejak 1 minggu yang lalu. 2 bulan yang lalu pasien
datang berobat ke puskesmas dengan keluhan yang sama. Pasien
merupakan seorang petani dan sering terpapar matahari saat bekerja yang
membuat pasien sering berkeringat. Pasien juga jarang mandi dan
mengganti pakaian setelah bekerja.

IX. Identifikasi Masalah Pada Pasien


1. Bagaimana masalah Tinea di Wilayah kerja Puskesmas Baluase?
2. Faktor resiko apa saja yang mempengaruhi masalah Tinea di
Wilayah kerja Puskesmas Baluase ?
3. Bagaimana pelaksanaan program puskesmas terkait Tinea di
Wilayah kerja Puskesmas Baluase .

9
BAB III

PEMBAHASAN

Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan
sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat
merupakan penyakit yang berlangung seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada
daerah genito krural (lipat paha, genitalia eksterna, sekitar anus dan dapat meluas
ke bokong dan perut bagian bawah). Penyebab dari Tinea kruris adalah
Trichophyton rubrum dan Epidermophyton floccosum. Dapat juga disebabkan
oleh Trichopyton mentagrophytes dan Trichopyton verrucosum. Infeksi Tinea
kruris dapat disebabkan oleh infeksi langsung (autoinoculation) misalnya karena
penderita sebelumnya menderita Tinea manus, Tinea pedis, atau Tinea unguium.
Dapat juga ditularkan secara tidak langsung, misalnya melalui handuk. 1,3

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya kelainan di kulit adalah1:

1. Faktor virulensi dari dermatofita


Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur antropofilik,
zoofilik, geofilik. Selain afinitas ini massing-masing jamur berbeda pula satu
dengan yang lain dalam hal afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian
dari tubuh misalnya: Trichopyhton rubrum jarang menyerang rambut,
Epidermophython fluccosum paling sering menyerang liapt paha bagian dalam.

2. Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur.

3. Faktor suhu dan kelembapan


Kedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada
lokalisasi atau lokal, dimana banyak keringat seperti pada lipat paha, sela-sela
jari paling sering terserang penyakit jamur.

10
4. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat
insiden penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah
sering ditemukan daripada golongan ekonomi yang baik

5. Faktor umur dan jenis kelamin

- Tanda dan Gejala Klinis

Secara subyektif, penderita dengan Tinea kruris mengeluh gatal


yang kadang-kadang meningkat waktu berkeringat. Kelainan kulit yang
tampak pada Tinea kruris pada lipat paha merupakan lesi berbatas tegas
yang bilateral pada lipat paha kiri dan kanan, dapat bersifat akut atau
menahun.1,2,3 Mula-mula sebagai bercak eritema yang gatal, lama
kelamaan meluas secara sentrifugal dan membentuk bangun setengah
bulan dengan batas tegas, yang dapat meliputi skrotum, pubis, gluteal,
bahkan sampai paha, bokong dan perut bawah.1 Tepi lesi aktif (peradangan
pada tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya), bentuk polimorf,
ditutupi skuama dan kadang-kadang dengan banyak papul maupun vesikel
di sekelilingnya.1,2 Bila penyakit ini menjadi menahun (kronis), dapat
berupa bercak hitam disertai sedikit skuama.3 Erosi dan ekskoriasi,
keluarnya cairan serum maupun darah, biasanya akibat garukan maupun
pengobatan yang diberikan.2 Keluhan sering bertambah sewaktu tidur
sehingga digaruk-garuk dan timbul erosi dan infeksi sekunder.3

Dari anamnesis, gambaran klinis dan lokalisasinya, tidak sulit


untuk mendiagnosis Tinea kruris. Sebagai penunjang diagnosis dapat
dilakukan pemeriksaan sediaan langsung dari kerokan bagian tepi lesi
dengan KOH dan biakan, kadang-kadang diperlukan pemeriksaan dengan
lampu Wood, yang mengeluarkan sinar ultraviolet dengan gelombang
3650 Ao. Pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH 10-20% positif bila
memperlihatkan elemen jamur berupa hifa panjang dan artrospora.1,3

11
Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat
Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena adanya ketidakseimbangan faktor-
faktor utama yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma
hidup sehat yang diperkenalkan oleh H. L. Bloom mencakup 4 faktor yaitu
1. Faktor genetik (keturunan),
2. Perilaku (gaya hidup) individu atau masyarakat,
3. Faktor lingkungan (sosial ekonomi, fisik, politik) dan
4. Faktor pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan kualitasnya)
Berdasarkan hasil penelusuran kasus di atas, jika dilihat dari segi konsep
kesehatan masyarakat, maka ada beberapa faktor yang menjadi faktor risiko
terjadinya penyakit pnemonia, yaitu:
1. Faktor Genetik
Berdasarkan teori Tinea bukanlah penyakit keturunan
2. Faktor Lingkungan
 Lingkungan fisik
Dalam kasus ini, lingkungan tempat tinggal pasien yang mendukung
terjadinya penyakit Tinea yang dialaminya adalah:
 Pasien tinggal di iklim tropis yang merupakan iklim yang baik untuk
perkembangan jamur penyebab tinea cruris. Pasien juga sering terpapar
sinar matahari yang membuat pasien sering berkeringat.
 Kebiasaan Perilaku Hidup Bersih Sehat
Pasien jarang mandi setelah beraktifitas, biasanya pasien mandi dalam
2x sehari. Pasien juga jarang mengganti pakaian terutama pakaian
dalam setelah beraktifitas.

 Lingkungan sosial-ekonomi
Pasien berada pada status ekonomi menengah kebawah dengan
penghasilan yang kurang. Rendahnya status ekonomi akan menyulitkan
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup dan mendapatkan
pengobatan.

12
3. Faktor prilaku
 Pengetahuan
Pendidikan yang rendah : pasien berpendidikan rendah sehingga
memiliki pengetahuan yang rendah terutama mengenai perilaku hidup
yang bersih dan sehat. Akibatnya, keluarga pasien kurang memiliki
kesadaran untuk berperilaku yang bersih dan sehat dirumah sehingga
memudahkan untuk terjadinya penyakit infeksi. Dalam kasus ini, jika
pengetahuan pasien baik, pasien akan melalukan aktifitas PHBS yang baik
sehingga akan mempersulit timbulnya penyakit yang disebabkan oleh
jamur.
 Sikap
Dari hasil anamnesis faktor perilaku yang mempengaruhi pada kasus ini
yaitu kebiasaan mandi yang kurang dan mengganti pakaian.
4. Faktor Pelayanan Kesehatan
 Kurangnya informasi mengenai penyakit Tinea
Tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah akan berpengaruh
terhadap tindakan yang diambil terhadap pasien yang mengalami infeksi.
Hal ini menyebabkan keluarga pasien memerlukan informasi mengenai
infeksi pada kulit terutama Tinea Cruris sehingga keluarga dapat segera
membawa pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan yang terdekat untuk
dapat mencegah terjadinya penyakit yang semakin memberat bahkan
menganggu aktifitas sehari hari
 Pelayanan UKP
Pelayanan kesehatan masyarakat terkait kinerja puskesmas untuk
menanggulangi Tinea mulai dari pelayanan UKP berbasis pelayanan di
polik Umum dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
diagnosa, penatalaksanaan hingga melakukan edukasi pengenai penyakit
yang dialami kepada pasien. Setelah itu pasien menggambil obat di apotik
sebagai penyedia obat yang sesuai dengan resep dari dokter..

13
 Pelayanan UKM
Dari pelayanan UKM, berbasis pelayanan Kesling yang berhubungan
dengan Tinea yaitu melakukan kegiatan pokok pengawasan rumah yang
berfungsi meningkatan pengetahuan, keterampilan, kesadaran, kemampuan
masyarakat dalam mewujudkan perumahan dan lingkungan sehat. Menurut
penangungjawab program kesehatan lingkungan program pengawasan
rumah turun lapangan diadakan satu kali dalam setiap bulan dengan
mengunjungi kelurahan yang berbeda tiap bulan, untuk kunjungan ke
rumah pasien jarang dilakukan oleh petugas, hal ini dikarenakan
kurangnya SDM untuk dapat menjangkau pemukiman penduduk di
wilayah kerja Puskesmas Baluase, dimana satu orang dapat memegang
lebih dari satu program, sehingga dalam pelaksanaannya kunjungan masih
kurang maksimal.

Dari beberapa faktor tersebut diatas, dapat diketahui bahwa banyak hal
yang dapat menyebabkan pasien dalam kasus ini menderita Tinea cruris yaitu.
Ketidakseimbangan antara faktor pejamu, agen dan lingkungan dapat
menyebabkan timbulnya suatu penyakit. Selain itu adanya faktor-faktor dalam
empat determinan kesehatan, seperti faktor lingkungan, perilaku dan faktor
pelayanan kesehatan masyarakat dapat menjadi penyebab timbulnya suatu
penyakit dalam masyarakat.

14
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Tinea masih termasuk dalam 10 penyakit terbanyak dan menduduki
peringkat sembilan di Puskesmas Baluase tahun 2017.
2. Penyakit Tinea Cruris pada kasus ini berkaitan dengan empat
determinan kesehatan, yaitu faktor lingkungan, perilaku, dan faktor
pelayanan kesehatan masyarakat. Namun faktor yang paling berperan
dalam kasus ini adalah faktor lingkungan dan perilaku, yaitu pasien
terpapar sinar matahari yang membuat pasien sering berkeringat, dan
pasien memiliki perilaku PHBS yang buruk yaitu pasien jarang mandi
dan mengganti pakaian setelah beraktifitas.
3. Untuk faktor pelayan kesehatan juga berperan dalam terjadinya
kekambuhan penyakit yang dialami oleh pasien tersebut, dikarenakan
masih kurangnya penyuluhan yang dilakukan oleh pelayanan kesehatan
di puskesmas Baluase.

B. Saran
- Sebaiknya pengadaan alat pemeriksaan penunjang seperti Lampu wood
agar dapat menunjang diagnosis

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Budimulja U. Mikosis. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S (editor). Ilmu


Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th ed. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI 2010. p.
94-105.
2. Adiguna MS, Rusyati LM. Recent Treatment of Dermatomycosis. In:
Kumpulan Makalah Lengkap Peningkatan Profesionalisme di Bidang Infeksi
Kulit dan Kelamin Serta Pemakaian Anti Mikrobial yang Bijak. Denpasar:
Bag/SMF Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin FK UNUD/RS Sanglah, Bagian
Mikrobiologi Klinik FK UNUD/RS Sanglah 2011. p. 37-38.
3. Verma S, Hefferman MP. Tinea Cruris. In: Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,
Leffel DJ (editor). 7th ed. New York: McGraw-Hill 2008. p. 1807-1821.
4. Kuswadji. Kandidosis. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S (editor). Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th ed. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI 2010. p.
106-109.
5. Gupta AK, Chaudhry M, Elewski B. Tinea Corporis, Tinea Cruris, Tinea
Nigra, and Piedra. Dermatologic Clinics 2003; vol (21). p. 395-400.

16
LAMPIRAN

17
Kamar pasien

Ruang dapur

18

Anda mungkin juga menyukai