Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kolelithiasis dimaksudkan untuk penyakit batu empedu yang dapat
ditemukan di dalam kandung empedu atau didalam ductus choleaductus, atau
pada keduanya. Sebagian besar batu empedu terutama batu kolesterol, terbentuk
di dalam kandung empedu (kolesistolitiasis). Batu kandung empedu berpindah ke
dalam saluran empedu ekstrahepatik yang disebut batu saluran empedu sekunder
atau koledokolitiasis. 1
Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu,
tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu ekstrahepatik
maupun intrahepatik. Batu primer dari saluran empedu, harus memenuhi kriteria
sebagai berikut: ada masa asimptomatik setelah kolesistektomi, morfologik
cocok dengan batu empedu primer, tidak ada sisa duktus sistikus yang panjang. 1
Sekitar 16 juta orang di AS menderita batu empedu, yang mengharuskan
dilakukakannya sekitar 500.000 kolesistektomi setahun. Batu empedu bertanggung
jawab secara langsung bagi sekitar 10.000 kematian setahun. Prevalensi batu empedu
bervariasi sesuai dengan usia dan jenis kelamin. Wanita dengan batu empedu
melebihi jumlah pria dengan perbandingan 4 : 1. Wanita yang minum estrogen
mempunyai peningkatan resiko, yang melibatkan lebih lanjut dasar hormon. Batu
empedu tidak biasa ditemukan pada orang yang berusia kurang dari 20 tahun (1 %),
lebih sering pada usia 40-60 tahun (11 %) dan ditemukan sekitar 30 % pada orang
yang berusia diatas 80 tahun. 2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1
2.1 Embriologi dan Anatomi
2.1.1 Embriologi
Cikal bakal saluran empedu dan hati adalah penonjolan sebesar 3 mm,
yang timbul di daerah ventral usus depan. Bagian kranial tumbuh menjadi
hati dan bagian kaudal menjadi kandung empedu. Dari tonjolan berongga
yang bagian padatnya kelak menjadi sel hati, tumbuh saluran empedu yang
bercabang-cabang seperti pohon di antara sel hati tersebut. 1
2.1.2 Anatomi
Kandung empedu adalah kantung berbentuk buah pir, panjang sekitar
7 sampai 10 cm, dengan kapasitas rata-rata 30 sampai 50 ml. Ketika obstruksi,
kandung empedu dapat distensi dan berisi hingga 300 ml. 3
Kandung empedu terletak di fossa pada permukaan inferior hati.
Sebuah garis dari fossa ini ke vena cava inferior membagi hati menjadi lobus
hati kanan dan kiri. Kantong empedu dibagi menjadi empat bidang anatomi :
fundus, corpus (tubuh), infundibulum, dan leher. Fundus adalah bulat,
akhirnya yang biasanya meluas 1 sampai 2 cm di atas margin hati. Berisi
sebagian besar otot polos organ, berbeda dengan corpus, yang merupakan
tempat penyimpanan utama dan berisi sebagian besar jaringan elastis. Tubuh
memanjang dari fundus dan mengecil ke leher, daerah berbentuk corong yang
menghubungkan dengan duktus sistikus. Leher biasanya mengikuti kurva
lembut, konveksitas yang dapat diperbesar untuk membentuk infundibulum
atau kantong Hartmann. Leher terletak di bagian terdalam dari fossa kandung
empedu dan meluas ke bagian bebas dari ligamen hepatoduodenal. 3
Lapisan peritoneum yang sama yang meliputi hati meliputi fundus dan
permukaan inferior kantong empedu. Kadang-kadang, kandung empedu
memiliki penutup peritoneal lengkap dan ditangguhkan dalam mesenterium
dari permukaan rendah hati, dan jarang, itu tertanam jauh di dalam parenkim
hati (sebuah kantung empedu intrahepatik). 3

2
Lendir disekresikan ke kandung empedu berasal dari kelenjar tubuloalveolar yang
ditemukan pada mukosa yang melapisi infundibulum dan leher kandung empedu,
tetapi absen dari tubuh dan fundus. Lapisan epitel kandung empedu didukung oleh
lamina propria. Lapisan otot memiliki serat longitudinal dan melingkar miring, tapi
tanpa lapisan berkembang dengan baik. Subserosa perimuskular mengandung
jaringan ikat, saraf, pembuluh, limfatik, dan adiposit. Kantong empedu secara
histologi tidak memiliki mukosa muskularis dan submukosa. 3

Gambar 1. Anatomi Hepar 8

3
Gambar 2. Anatomi Hepar dan Kandung Empedu 8

Empedu di sekresi oleh sel hepar ke dalam ductulus biliaris yang bersatu
menjadi ductulus biliaris interlobularis yang bergabung untuk membentuk ductus
hepaticus dexter dan ductus hepaticus sinister. Ductus hepaticus dexter menyalurkan
empedu dari lobus hepatis dexter, dan ductus hepaticus sinister menyalurkan empedu
dari lobus hepatis sinister, termasuk lobus caudatus dan hampir seluruh lobus
quadratus. Setelah melewati porta hepatis, kedua ductus hepaticus bersatu untuk
membentuk ductus hepaticus communis. Dari sebelah kanan ductus cysticus bersatu
dengan ductus hepaticus communis untuk membentuk ductus choledochus (biliaris)
yang membawa empedu ke dalam duodenum. 4
Ductus choledochus berawal di sisi bebas omentum minus dari persatuan
ductus cysticus dan ductus hepaticus communis. Ductus choledochus melintas ke
kaudal di sebelah dorsal pars superior duodenum dan menempati alur pada
permukaan dorsal caput pancreatic. Disebelah kiri bagian duodenum yang menurun,
ductus choledochus bersentuhan dengan ductus pancreaticus. Kedua ductus ini
melintas miring melalui dinding bagian kedua duodenum, lalu bersatu membentuk

4
ampulla hepatopancreatica. Ujung distal ampulla hepatopancreatica bermuara ke
dalam duodenum melalui papilla duodeni major. Otot yang terdapat pada ujung distal
ductus choledochus menebal untuk membentuk musculus sphinter ductus choledochi.
Jika musculus sphinter ductus choledochi mengkerut, empedu tidak dapat memasuki
ampula hepatopancreatica dan atau duodenum, maka empedu terbentdung dan
memasuki ductus cysticus ke dalam vesica biliaris untuk dipekatkan dan disimpan. 4

Gambar 3. Anatomi Kandung Empedu, Vesica biliaris (fellea), saluran


empedu. 8

5
2.2 Fisiologi
Fungsi kandung empedu, yaitu :
a. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan
empedu yang ada di dalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan
elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh
sel hati.
b. Garam empedu menyebabkan meningkatkan kelarutan kolesterol,
lemak dan vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu
penyerapannya dari usus. Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel
darah merah diubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan
dibuang ke dalam empedu 3,5
Kandung empedu mampu menyimpan 40-60 ml empedu. Diluar waktu
makan, empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu. Empedu hati
tidak dapat segera masuk ke duodenum, akan tetapi setelah memasuki ductus
hepaticus, empedu masuk ke duktus sistikus dan ke kandung empedu. Dalam
kandung empedu, pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorpsi air dari
garam-garam anorganik, sehingga empedu dalam kandung empedu kira-kira lima
kali lebih pekat dibandingkan empedu hati. 10,11
Empedu disimpan didalam kandung empedu selama periode interdigestif dan
diantarkan ke duodenum setelah rangsangan makanan. Pengaliran cairan empedu
diatur oleh 3 faktor, yaitu : 10,11
1. Sekresi empedu oleh sel hati
2. Kontraksi kandung empedu
3. Tahanan sfingter koledokus
Dalam keadaaan puasa, empedu yang diproduksi akan dialirkan ke dalam
kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter
relaksasi dan empedu mengalir ke duodenum. Memakan makanan akan
menimbulkan pelepasan hormon duodenum, yaitu kolesistokinin (CGK), yang
merupakan stimulus yang lebih kuat. Reseptor CGK telah dikenal terletak dalam
otot polos dari dinding kandung empedu. Pengosongan maksimum terjadi dalam

6
waktu 90 – 120 menit setelah konsumsi makanan. Empedu secara primer terdiri
dari air, lemak, organic, dan elektrolit, yang normalnya disekresi oleh hepatosit.
Zat terlarut organik adalah garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid. 1,3
Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk di dalam kandung empedu
dan hanya sedikit empedu yang mengalir dari hati. Makanan di dalam duodenum
memicu serangkaian sinyal hormonal dan sinyal saraf sehingga kandung empedu
berkontraksi. Sebagai akibatnya, empedu mengalir ke dalam duodenum dan
bercampur dengan makanan. 10,11
Empedu memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan penyerapan lemak,
berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin
yang berasal dari penghacuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol, garam
empedu merangsang pelepasan air oleh usus besar untuk membantu
menggerakkan isinya, bilirubin (pigmen utama dari empedu) dibuang ke dalam
empedu sebagai limbah dari sel darah merah yang dihancurkan, serta obat dan
limbah lainnya dibuang dari empedu dan selanjutnya dibuang dari tubuh. 10,11
Garam empedu kembali diserap ke dalam usus, disuling oleh hati dan
dialirkan kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai sirkulasi
enterohepatik. Seluruh garam empedu didalam tubuh mengalami sirkulasi
sebanyak 10-12 kali/hari. Dalam setiap sirkulasi, sejumlah kecil garam empedu
masuk ke dalam usus besar (kolon). Di dalam kolon, bakteri memecah garam
empedu menjadi berbagai unsur pokok. Beberapa dari unsur pokok ini diserap
kembali dan sisanya dibuang bersama tinja. Hanya sekitar 5 % dari asam empedu
yang di sekresi ke dalam feses. 1,3

2.3 Definisi Kolelithiasis


Istilah kolelithiasis dimaksudkan untuk penyakit batu empedu yang dapat
ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada
keduanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di
dalam kandung empedu (kolesistolitiasis). kalau batu kandung empedu ini

7
berpindah ke dalam daluran empedu ekstrahepatik disebut batu saluran empedu
sekunder atau koledokolithiasis sekunder. 10,11
Kolelitiasis disebut juga dengan sinonimnya yaitu batu empedu, gallstones,
biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di
dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa
unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam
kandung empedu. 10,11

Gambar 4. Batu dalam kandung empedu


Komposisi dari kolelitiasis adalah campuran dari kolesterol, pigmen
empedu,kalsium dan matriks inorganik. Lebih dari 70% batu saluran empedu pada
anak-anak adalah tipe batu pigmen, 15-20% tipe batu kolesterol dan sisanya
dengan komposisi yang tidak diketahui. Batu empedu dapat bervariasi ukurannya
dari sebesar pasir hingga sebesar bola golf. Jumlah yang terbentuk juga bisa
mencapai beberapa ribu. Bentuknya juga berbeda-beda tergantung dari jenisnya.
10,11

Secara garis besar batu empedu dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Batu kolesterol
Batu kolesterol murni jarang terjadi dan memperhitungkan <10%
dari semua batu. Mereka biasanya terjadi sebagai batu-batu besar tunggal
dengan permukaan yang halus. Sebagian besar batu kolesterol lainnya
mengandung jumlah variabel pigmen empedu dan kalsium, tapi selalu >

8
70% kolesterol. Batu-batu ini biasanya banyak, dengan ukuran variabel,
dan mungkin sulit dan faceted atau tidak beraturan irreguller berbentuk
seperti murbei, dan lembut. Warna berkisar dari keputihan kuning dan
hijau menjadi hitam. 10,11
Kebanyakan batu kolesterol yang radiolusen dan <10% yang
radiopak. Oleh karena itu, kadar kolesterol empedu dan batu empedu yang
tinggi dianggap sebagai salah satu penyakit. Kolesterol sangat nonpolar
dan tidak larut dalam air dan empedu. Kelarutan kolesterol bergantung
pada konsentrasi relatif dari kolesterol, garam empedu, dan lesitin
(fosfolipid utama dalam empedu). Supersaturasi hampir selalu disebabkan
oleh kolesterol hipersekresi bukan oleh sekresi berkurang dari fosfolipid
atau garam empedu. 3
Jenis kolesterol ini merupakan 80% dari keseluruhan batu empedu.
Penampakannya biasanya berwarna hijau namun dapat juga putih atau
kuning. Batu kolesterol dapat terbentuk jika empedu mengandung terlalu
banyak kolesterol dibadingkan dengan garam empedu. Selain itu 2 faktor
yang berperan dalam pembentukan batu kolesterol adalah seberapa baik
kantung empedu kita berkontraksi untuk mengeluarkan empedu dan
adanya protein dalam hati yang berperan untuk menghambat masuknya
kolesterol kedalam batu empedu. Kenaikan hormon estrogen dalam
kehamilan dan pasien yang mendapat terapi hormone atau penggunaan KB
dapat meningkatkan kandungan kolesterol dalam empedu dan mengurangi
kontraksinya sehingga mempermudah pembentukan batu empedu. 10,11

2. Batu pigmen
Batu pigmen mengandung < 20% kolesterol dan berwarna gelap
karena kandungan kalsium bilirubin. Batu pigmen hitam biasanya
berukuran kecil, rapuh, hitam, dan kadang-kadang spiculated. Mereka
dibentuk oleh jenuh kalsium bilirubinate, karbonat, dan fosfat, paling
sering sekunder untuk gangguan hemolitik seperti sferositosis herediter

9
dan penyakit anemia sel sabit, dan pada penyakit sirosis. Seperti batu
kolesterol, mereka hampir selalu terbentuk di kandung empedu. Bilirubin
tak terkonjugasi jauh lebih larut dari terkonjugasi bilirubin dalam empedu.
Deconjugation bilirubin terjadi biasanya dalam empedu pada tingkat yang
lambat. Tingkat berlebihan bilirubin terkonjugasi, seperti di negara-negara
hemolitik, menyebabkan peningkatan laju produksi bilirubin tak
terkonjugasi. Sirosis dapat menyebabkan peningkatan sekresi bilirubin tak
terkonjugasi. Ketika kondisi berubah menyebabkan peningkatan kadar
bilirubin dalam empedu deconjugated, curah hujan dengan kalsium terjadi.
Di negara-negara Asia seperti Jepang, persentase batu hitam jauh lebih
tinggi dari batu empedu. 10,11
Batu coklat biasanya dengan ukuran < 1 cm, berwarna kuning
kecoklatan, lunak, dan sering lunak. Dapat membentuk di dalam kantong
empedu atau di saluran empedu, biasanya infeksi sekunder yang
disebabkan oleh stasis empedu. Endapan kalsium bilirubinate dan badan
sel bakteri membentuk bagian utama dari batu. 10,11
Bakteri seperti Escherichia coli mensekresikan β-glucuronidase
yang enzimatik membelah bilirubin glukuronida untuk menghasilkan larut
bilirubin tak terkonjugasi. Hal endapan dengan kalsium, dan bersama
dengan badan sel bakteri mati, membentuk coklat yang lembut batu di
saluran empedu.3

3. Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung
20-50% kolesterol.

10
Gambar 5. Klasifikasi batu dalam kandung empedu

2.4 Epidemiologi
Penyakit batu empedu merupakan salah satu masalah yang paling umum
yang mempengaruhi saluran pencernaan. Laporan otopsi menunjukkan prevalensi
batu empedu dari 11% menjadi 36 %. Prevalensi batu empedu berhubungan
dengan banyak faktor, termasuk usia, jenis kelamin, dan latar belakang etnis.
Kondisi tertentu predisposisi yang pengembangan batu empedu. Obesitas,
kehamilan, faktor makanan, penyakit Crohn, reseksi ileum terminal, operasi
lambung, sferositosis herediter, penyakit sel sabit, dan talasemia yang semua yang
berhubungan dengan peningkatan risiko mengembangkan batu empedu. Wanita
tiga kali lebih mungkin untuk mengembangkan batu empedu dibandingkan laki-
laki, dan kerabat tingkat pertama pasien dengan batu empedu memiliki prevalensi
dua kali lipat lebih besar. 6
Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di
negara barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis,
6
sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Dua per tiga dari
penyakit batu empedu adalah asimptomatis dimana pasien tidak mempunyai
keluhan dan yang berkembang menjadi nyeri kolik tahunan hanya 1-4%.
Sementara pasien dengan gejala simtomatik batu empedu mengalami komplikasi
12% dan 50% mengalami nyeri kolik pada episode selanjutnya. Risiko

11
penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil.
Walaupun demikian, sekali batu empedu menimbulkan masalah serangan nyeri
kolik yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan
terus meningkat.6
Di negara Barat 10-15% pasien dengan batu kandung empedu juga disertai
batu saluran empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat
terbentuk primer di dalam saluran empedu intra-atau ekstra-hepatik tanpa
melibatkan kandung empedu. Batu saluran empedu primer lebih banyak
ditemukan pada pasien di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di negara
Barat.6

2.5 Etiologi
Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam
chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3%
bilirubin.2 Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun
yang paling penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh
perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. 3
Sementara itu, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol yang
biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena
kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di
luar empedu. 10,11

2.6 Manifestasi Klinis


Pada anamnesis, didapatkan setengah sampai dua pertiga penderita batu
kandung empedu adalah asimtomatik. Keluhan yang mungkin timbul berupa
dyspepsia yang kadang disertai intoleransi terhadap makanan berlemak. Pada
asimptomatik, keluhan berupa nyeri didaerah epigastrium, kuadran kanan atau
precordium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung
lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian.

12
Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan, tetapi pada sepertiga kasus timbul
secara tiba-tiba. Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, scapula, atau
puncak bahu, disertai mual dan muntah. 10,11
Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri menghilang
setelah makan antacid. Kalau terjadi kolesistitis, keluhan nyeri menetap dan
bertambah pada waktu menarik nafas dalam dan sewaktu kandung empedu
tersentuh ujung jari tangan sehingga pasien menarik nafas, yang merupakan tanda
rangsangan peritoneum setempat (Murphy sign). 1
Gejala empedu simtomatik terutama yang terkait dengan batu adalah nyeri.
Rasa sakit adalah konstan dan peningkatan keparahan selama setengah jam
pertama atau lebih dan tipikal berlangsung selama 1 sampai 5 jam. Hal ini terletak
di epigastrium atau kuadran kanan atas dan sering menyebar ke punggung bagian
atas kanan atau antara skapula. Rasa sakit parah dan datang pada tiba-tiba,
biasanya pada malam hari atau setelah makan lemak. Hal ini sering dikaitkan
dengan mual dan muntah kadang-kadang. Rasa sakit adalah episodik.
Pemeriksaan fisik dapat mengungkapkan ringan kuadran kanan atas nyeri selama
episode nyeri.3

2.7 Patofisiologi
Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan
berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigment dan batu
campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang
mengandung > 50% kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung 20-
50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana
mengandung < 20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu
antara lain adalah keadaan statis kandung empedu, pengosongan kandung empedu
yang tidak sempurna dan konsentrasi kalsium dalam kandung empedu. Batu
kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk di
dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan
fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi
13
bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolesterol,
kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi dan membentuk nidus untuk pembentukan
batu. Kristal yang yang terbentuk terbak dalam kandung empedu, kemuadian
lama-kelamaan kristal tersubut bertambah ukuran,beragregasi, melebur dan
membetuk batu. Faktor motilitas kandung empedu, biliary stasis, dan kandungan
empedu merupakan predisposisi pembentukan batu empedu empedu. 6,8,10,11
Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan
mengakibatkan/ menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang
tadi ada dalam kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus,
batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus
sitikus secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi
infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu
dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga
membentuk suatu fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat
juga berakibat terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat
mengakibatkan nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan
dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi
kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata. Batu kandung
empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat kontraksi dari
kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus kemudian
menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang
menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif,
kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis. Batu kandung empedu dapat lolos ke
dalam saluran cerna melalui terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu
empedu cukup besar dapat menyumbat pad bagian tersempit saluran cerna (ileum
terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi. 2,6,7,10,11

14
2.8 Faktor Resiko
Faktor resiko untuk kolelitiasis, yaitu : 10,11
a. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia. Orang dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk
terkena kolelitiasis di bandingkan dengan usia yang lebih muda. Di
Amerika serikat 20 % wanita lebih dari 40 tahun mengidap batu empedu.
Semakin meningkat usia, prevalensi batu empedu semakin tinggi. Hal ini
disebabkan oleh: 10,11
1. Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan.
2. Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai
dengan bertambahnya usia.
3. Empedu semakin itogenik bila usia semakin bertambah.
b. Jenis Kelamin

15
Wanita memiliki resiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria, hal ini disebabkan karena pada wanita
dipengaruhi oleh hormon estrogen, yang berpengaruh terhadap
peningkatan eksresi kolesterol oleh kandung empedu. Hingga decade ke-6,
20 % pada wanita dan 10 % pada pria menderita batu empedu dan
prevalensinya meningkat dengan bertambahnya usia, walaupun umumnya
selalu pada wanita. 10,11
c. Berat Badan (BMI)
Pada orang yang memiliki Body Mass Indeks (BMI) tinggi,
mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis, hal ini
dikarenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol di dalam
kandung empedu tinggi dan mengurangi garam empedu serta mengurangi
kontraksi / pengosongan kandung empedu. 10,11
d. Makanan
Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani
beresiko untuk menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen
dari lemak. Jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu
melebihi batas normal, maka cairan empedu dapat mengendap dan lama
kelamaan menjadi batu. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan
yang cepat mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu
dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu. 10,11
e. Aktivitas fisik
Kurangnya aktivitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko
terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu
lebih sedikit berkontraksi. 10,11

2.9 Diagnosis
Diagnosis batu empedu simtomatik atau kolesistitis kronis tergantung pada
kehadiran gejala-gejala yang khas dan demonstrasi batu pada pencitraan
diagnostik. USG abdomen adalah tes diagnostik standar untuk batu empedu. Batu
empedu kadang-kadang diidentifikasi pada radiografi abdomen atau CT scan.

16
Dalam kasus ini, jika pasien memiliki gejala yang khas, USG kantong empedu
dan saluran bilier harus ditambahkan sebelum intervensi bedah. Batu dapat di
diagnosis kebetulan pada pasien tanpa gejala harus dibiarkan di tempat seperti
yang dibahas sebelumnya di anamnesa. Kadang-kadang, pasien dengan serangan
khas nyeri bilier tidak memiliki bukti batu pada ultrasonografi. Kadang-kadang
hanya lumpur di kantong empedu ditunjukkan pada ultrasonografi. Jika pasien
memiliki serangan nyeri bilier yang khas dan lumpur terdeteksi pada dua atau tiga
kali, kolesistektomi dibenarkan. Selain sludge dan batu, cholesterolosis dan
adenomyomatosis dari kantong empedu dapat menyebabkan gejala empedu yang
khas dan dapat dideteksi pada ultrasonografi. Cholesterolosis disebabkan oleh
akumulasi kolesterol dalam makrofag di mukosa kandung empedu, baik secara
lokal atau polip. Ini menghasilkan penampilan makroskopik klasik dari
"strawberry kandung empedu." Adenomyomatosis atau kolesistitis glandularis
proliferans adalah dikarakterisasikan pada mikroskop oleh hipertrofi bundel otot
polos dan dengan ingrowths dari kelenjar mukosa ke dalam lapisan otot
(pembentukan sinus epitel). Polip granulomatosa berkembang di lumen di fundus,
dan dinding kandung empedu menebal dan septae atau striktur dapat dilihat di
kantong empedu. Pada pasien simptomatik, kolesistektomi adalah pengobatan
pilihan untuk pasien dengan kondisi ini. 10,11
Pada pemeriksaan fisik pada batu kandung empedu, kalau ditemukan
kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan
peritonitis local atau umum, hidrops kandung empedu, empiema kandung empedu,
atau pankretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum
maksimum di daerah letak anatomi kandung empedu. Tanda murphy positif apabila
nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung
empedu kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan
pasien berhenti menarik nafas.

Pemeriksaan fisik pada batu saluran empedu, batu saluran empedu tidak
menimbulkan gejala atau tanda dalam fase tenang. Kadang teraba hati agak
membesar dan sclera ikterik, patut diketahui bahwa bila kadar bilirubin darah

17
kurang dari 3mg /dl. Gejal ikterus tidak jelas, apa bila sumbatan saluran empedu
bertambah berat, akan timbul ikterus klinis. Apa bila timbul seranagan kolangitis
yang umumnya disertai obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai
dengan beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis akut yang ringan sampai sedang
biasanya kolangitis bacterial nonpyogenik yang ditandai dengan trias charcot
yakni demam dan menggigil, nyeri didaerah hati dan ikterus. Apabila terjadi
kolangiolitis, biasanya berupa kolangitis pyogenik intra hepatic akan timbul lima
gejala pentade reynold berpa tiga gejala trias, charcot, ditambah syok, dan
kekacauan mental atau penuruan kesadaran sampai koma. Kalau ditemukan
riwayat kolangitis hilang timbul harus dicurigai kemungkinan hepatolithiasi.

2.10 Pemeriksaan Penunjang


1.Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan
kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut,
dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan
kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh
batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di
dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga
kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi
serangan akut.1, 10,11

2.Pemeriksaan Radiologis
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas
karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak.
Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium
tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung
empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat
sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran
udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.1,3,5,9
18
Gambar 6. Foto rongent pada kolelitiasis

3.Pemeriksaan Ultrosonografi (USG)


USG akan menunjukkan batu di kandung empedu dengan sensitivitas dan
spesifisitas > 90 %. Terdapat batu dengan bayangan akustik dan
mencerminkan gelombang ultrasound kembali ke transduser ultrasonik.
Karena batu memblokir bagian dari gelombang suara ke daerah belakang dan
menghasilkan bayangan akustik. 3
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi
untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu
intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding
kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan
oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus
koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam
usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung
empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa. 1

19
Gambar 7. USG Kandung Empedu Normal

Terlihat kontur, besar dan batas yang normal, dinding tidak menebal. Terletak diantara
parenkim hati lobus kanan pada fossa vesika felea. Ekocairan homogen

Gambar 8. Kolelitiasis terlihat hiperekoik dengan bayangan akuistik di bawahnya


4.Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena
relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen
sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan
gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2

20
mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut
kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih
bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.1

2.11 Komplikasi
Komplikasi Kolelithiasis dapat berupa kolesistitis akut yang dapat
menimbulkan perforasi dan peritonitis, kolesistitis kronik, icterus obstruktif,
kolangitis, kolangiolitis piogenik, fisitel bilienterik, ileus batu empedu, ankreatitis
dan perubahan keganasan. Batu empedu dari ductus koledokus dapat masuk ke
dalam duodenum melalui papila Vater dan menimbulkan kolik, iritasi, perlukaan
mukosa, peradangan, udem, dan striktur papilla vater. 10,11

1. Kolesistitis Akut
Hampir semua kolesititis akut terjadi akibat sumbatan duktus
sistikus oleh batu yang terjebak di dalam kantung Hartmann, komplikasi
ini terjadi pada penderita kolelittiasis 5%. Gambaran klinis, keluhan utama
ialah nyeri akut di perut kuadran kanan atas, yang kadang-kadang
menjalar ke belakang di daerah scapula. Pada kolesistitis, nyeri menetap
dan disertai tanda rangsang peritoneal berupa nyeri tekan, lepas, dan
defans muscular otot dinding perut. Kandung empedu yang membesar dan
dapat diraba. Pada separuh penderita dapat disertai mual dan muntah. 10,11
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan jumlah leukosir
meningkat atau dalam batas normal. Pada pemeriksaan USG kolesistisis
akut ialah sering ditemukan batu, penebalan dinding kandung empedu,
hidrops dan kadang-kdang terlihat eko cairan di sekelilingnya yang
menandakan adanya perikolesisitisis atau perforasi. Sering diikuti rasa
nyeri pada penekanan dengan transduser yang dikenal sebagai Morgan
sign positif atau positive transducer sign. 9,7,8

21
Gambar 9. Kolesistitis akut, ditandai dengan penebalan dinding dan
adanya ekocairan disekelilingnya (cirri khas) sebagai reaksi perikolesistisis

2. Kolesititis Kronik
Kolesititis kronik merupakan kelainan kandung empedu yang
paling umum ditemukan. Penyebabnya adlah hampir selalu batu empedu.
Diagnosis Kolesititis kronik adalah kolik bilier, dyspepsia dan ditemukan
batu kandung empedu pada pemeriksaan ultrasonografi. Nyeri kolik bilier
yang khas dapat dicetuskan oleh makanan berlemak dan khas kolik bilier
dirasakan di perut kanan atas, dan nyeri alih ke titik boas. 10,11
Kandung empedu sering tidak/sukar terlihat. Dinding menjadi
sangat tebal dan eko cairan lebih terlihat hiperekoik. Sering terdapat pada
kolesistisis kronik lanjut dimana kandung empedu sudah mengisut
(contracted gallbladder). Kadang-kandang hanya eko batunya saja yang
terlihat pada fossa vesika felea.9

22
Gambar 10. USG Kolesistitis kronik, terlihat dinding yang menebal, kandung empedu
mengkisut dan batu yang disertai bayangan akuistik.

3. Keganasan
Insidens tumor ganas primer saluran empedu pada penderita
dengan kolelitiasis dan tanpa kolelitiasis, pada perempuan dan laki-laki tidak
berbeda. Umur kejadian rata-rata pada 60 tahun, jarang pada usia muda.
Jenis tumor kebanyakan adenokarsinoma pada duktus hepatikus atau duktus
koledokus. 7,10,11
Gambaran histologik tumor dapat murni sebagai adenokarsinoma,
yang juga disebut kolangiokarsinoma. Keganasan kandung empedu jarang
ditemukan dan biasanya terdapat pada usia lanjut. Kebanyakan berhubungan
dengan batu empedu. Resiko timbul keganasan sesuai dengan lamanya
menderita batu kandung empedu. Tumor gans primer kandung empedu
adalah jenis adenokarsinoma dengan penyebaran invasive langsung ke dalam
hati dan porta hati. 10,11
Gambaran klinis, keluhan biasanya ditentukan oleh
kolesistolitiasis. Sering ditemukan nyeri menetap di perut uadran kanan atas,
mirip kolik bilier. Apabila tejadi obstruksi duktus sstikus, akan timbul
kolesistitis akut. Diagnosis, pada pemeriksaan fisik didapatkan teraba massa
di daerah kandung empedu. Massa ini tidak akan disangka tumor apabila
disertai tanda kolesistitis akut. 8,10,11
Pada pemeriksaan ultrasonografi terlihat sebagai massa dengan
batas tidak rata dan melebar sampai ke parenkim hati. 9

23
Gambar 11. Keganasan : Terlihat massa padat di dalam kandung empedu dengan
batas ireguler,tidak menimbulkan bayangan akustik, kandung empedu
membesar,sehingga batasnya dengan parenkim hepar tidak tegas.
Terlihat area anekoik sekeliling kandung empedu (perikolesistitis)

4. Kolangitis
Kolangitis yang umumnya disertai dengan obstruksi, akan
ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut.
Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya kolangitis bakterial non
piogenik yang ditandai dengan “Trias Charcot” yaitu demam dan menggigil,
nyeri di daerah hati dan ikterus. Apabila tejadi kolangiolitis, biasanya berupa

24
kolangitis piogenik intrahepatic, akan timbul lima gejala pentade “Reynold”,
berupa tiga gejala trias Charcoat, ditambah syok, kekacauan mentau atau
penurunan kesadaran sampai koma. 10,11

2.12 Penatalaksanaan
Terapi asam empedu oral pada dasarnya tidak efektif untuk melarutkan 1.
Batu empedu pigmen, 2. Batu empedu opaq yang mengandung kalsium, 3. Batu
empedu dengan garis tengah lebih besar dari 1,5cm, 4. Batu empedu dalam
kandung empedu.yang sulit tampak pada pemeriksaan KSO. Pada 50% sampai
60% pasien batu empedu radiolusen yang terseleksi terapi dengan asam
kenodeoksikolat (asam kenat CDCA) oral atau asam ursodeoksikolat 7β
epimernya (UDCA) untuk melalutkan batu empedu kolesterol atau campuran
menghasilkan disolusi lengkap atau parsial. Efek terapetik utama CDCA diduga
akibat penurunan aktifitas HMG-KOA reduktase yang pada geliranya
menyebabkan penurunan sistesis kolesterol hati.pemberian UDCA tampaknya
mengahasilakan fase Kristal cair lameler dalam empedu yang memungkinkan
kolesterol dari batu terdispersi melalui cara-cara fisiko kimiawi asam
ursodeoksikolat juga dapat menahan nukliasi Kristal kolesterol. UDCA secara
trapeutik lebih efektif pada dosis yang lebih rendah (5-10mg/kg/hari) dari pada
CDCA dan belum pernah dilaporkan menyababkan diare dan peningkatan
aminotranferase serum seperti yang sering dijumpai pada terapi CDCA.
Penatalaksanaan pasien dengan batu empedu simtomatik harus disarankan
elektif kolesistektomi laparoskopi. Sambil menunggu operasi, atau jika operasi
harus ditunda, pasien harus disarankan untuk menghindari lemak makanan dan
makanan besar. Pasien diabetes dengan batu empedu simtomatik harus
cholecystectomy segera, karena lebih rentan untuk mengembangkan cholesistitis
akut yang sering parah. Wanita hamil dengan batu empedu simtomatik yang tidak
dapat dikelola harap dengan diet modifikasi dapat dengan aman menjalani
kolesistektomi laparoskopi selama trimester kedua. Kolesistektomi laparoskopi
25
aman dan efektif pada anak-anak dan dewasa, kolesistektomi, laparoskopi
terbuka, untuk pasien dengan batu empedu yang simptomatik. Sekitar 90 % dari
pasien dengan gejala khas empedu dan batu tersebut diberikan bebas dari gejala
setelah kolesistektomi. Untuk pasien dengan gejala atypikal atau dispepsia
(kembung, bersendawa, kembung, dan intoleransi lemak dari makanan), hasilnya
tidak seperti yang menguntungkan. 3, 10,11
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan.
Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau
mengurangi makanan berlemak. Jika batu kandung empedu menyebabkan
serangan nyeri berulang meskipun telah dilakukan perubahan pola makan, maka
dianjurkan untuk menjalani pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi).
Pengangkatan kandung empedu tidak menyebabkan kekurangan zat gizi dan
setelah pembedahan tidak perlu dilakukan pembatasan makanan. 1,5,6,7

Pilihan penatalaksanaan antara lain :


1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga
kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi
adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas
yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling
umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh
kolesistitis akut. 10,11

2. Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan
sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90%
batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko
kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan

26
mengurangi komplikasi pada jantung dan paru.2 Kandung empedu diangkat
melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut. 10,11
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya
kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah
mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien
dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini
dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di
rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja,
nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan
adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi
seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama
kolesistektomi laparaskopi. 10,11

Gambar 12. Kolesistektomi laparaskopi


3. Disolusi medis
Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan
adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi
hanya memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol.
Penelitian prospektif acak dari asam xenodeoksikolat telah mengindikasikan
bahwa disolusi dan hilangnya batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat
ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50% pasien. 10 Kurang dari 10%
batu empedu dilakukan cara ini an sukses.2 Disolusi medis sebelumnya harus

27
memenuhi criteria terapi non operatif diantaranya batu kolesterol diameternya <
20 mm, batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu baik dan duktus sistik
paten. 10,11
4. Disolusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten
(Metil-Ter-Butil-Eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang
diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada
pasien-pasien tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah
angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun). 10,11
5. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-
manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada
pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.

Gambar 13. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)

6. Kolesistotomi
Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di
samping tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat,
terutama untuk pasien yang sakitnya kritis. 10,11
7. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan,
lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam

28
saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada
sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang
menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi
telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000
penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur
ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja biasanya efektif
dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang kandung
empedunya telah diangkat.

Gambar 14. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)

2.13 Prognosis
Untuk penderita dengan ukuran batu yang kecil, pemeriksaan serial USG
diperlukan untuk mengetahui perkembangan dari batu tersebut. Batu bisa
menghilang secara spontan. Untuk batu besar masih merupakan masalah,
karena resiko terbentuknya karsinoma kandung empedu (ukuran batu > 2cm).
Karena resiko tersebut, dianjurkan untuk mengambil batu tersebut. 10,11

29
BAB III

KESIMPULAN

Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus.


dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung
empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip
batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Penyebab Kolelitiasis adalah
gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis
empedu dan infeksi kandung empedu. Sementara itu, komponen utama dari batu
empedu adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu
menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan
membentuk endapan di luar empedu. Batu empedu lebih banyak ditemukan pada
wanita dan faktor resikonya adalah Usia lanjut, Kegemukan (obesitas), Diet tinggi
lemak, dan Faktor keturunan.
Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti
kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu,
empiema kandung empedu, atau pankretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan
dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda

30
Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas
panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan
pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.
Karena komposisi terbesar batu empedu adalah kolesterol, sebaiknya
menghindari makanan berkolesterol tinggi yang pada umumnya berasal dari lemak
hewani. Namun harus diperhatikan pula, apabila batu kandung empedu menyebabkan
serangan nyeri berulang meskipun telah dilakukan perubahan pola makan, maka
dianjurkan untuk menjalani pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi).
Pengangkatan kandung empedu tidak menyebabkan kekurangan zat gizi dan setelah
pembedahan tidak perlu dilakukan pembatasan makanan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah.Edisi 2. Penerbit Buku


Kedokteran EGC. Jakarta ; 2005. Hal 570-579.
2. Coopeland III EM, MD Kirby I, Bland MD. Sabiston Buku Ajar Bedah.
Jakarta; 1995.
3. Brunicardi, CF. Andersen, D.K, Billiar RT, Dunn LD, dkk. Schwartz’s
Principles of Surgery. Tenth Edition. Book 2. Page 1309 – 1334.
4. Moore KL, Anne MR. Anatomi klinis dasar. Jakarta : Hipokrates. 2002 ;
Hal 122 -123.
5. Price S, Lorraine M. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Volume 1. Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta; 2006.
6. Lesmana L. Batu empedu. Dalam : Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi
3. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2000. 380-
384.
7. Robbins, dkk. Buku Ajar Patologi. Volume 2. Edisi 7. Penerbit Buku
KEdokteran EGC. Jakarta ; 2007.
8. Putz RV, Pabst R. Atlas Anatomi Manusia SOBOTTA Batang Badan.
Panggul dan Ekstremitas Bawah Jilid I. Edisi 21. Editor: Suyono YJ. Jakarta;
2000. Hal 142-150.

31
9. Iljas, Mohammad. 2008. Ultrasonografi Hati. Dalam Radiologi Diagnostik
edisi ke 2. Jakarta: balai penerbit FKUI
10. Guyton AC, Hall JE. Sistem Saluran Empedu dalam: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta: EGC, 1997. 1028-1029.
11. Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi IV.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.479 –
481.

32

Anda mungkin juga menyukai