SEKTOR KONSTRUKSI
SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG
EDISI 2011
BUKU INFORMASI
Materi Pelatihan Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sektor Konstruksi Sub Sektor Bangunan Gedung INA.5230.223.23.03.07
DAFTAR ISI
BAB I
PENGANTAR
2) Buku Kerja.
Buku kerja ini harus digunakan oleh peserta pelatihan untuk mencatat setiap
pertanyaan dan kegiatan praktek, baik dalam Pelatihan Klasikal maupun
Pelatihan Individual / Mandiri.
Buku ini diberikan kepada peserta pelatihan dan berisi:
• Kegiatan-kegiatan yang akan membantu peserta pelatihan untuk
mempelajari dan memahami informasi.
1.4.2 Standardisasi.
Standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan serta menerapkan suatu
standar tertentu.
1.4.4 Pelatihan.
Pelatihan adalah proses pembelajaran yang dilaksanakan untuk mencapai suatu
kompetensi tertentu dimana materi, metode dan fasilitas pelatihan serta
lingkungan belajar yang ada terfokus kepada pencapaian unjuk kerja pada
kompetensi yang dipelajari.
1.4.5 Kompetensi.
Kompetensi adalah kemampuan seseorang yang dapat terobservasi mencakup
aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja dalam menyelesaikan suatu
pekerjaan atau sesuai dengan standar unjuk kerja yang ditetapkan.
BAB II
STANDAR KOMPETENSI
BATASAN VARIABEL
1. Konteks Variabel.
1.1. Unit kompetensi ini diterapkan dalam satuan kerja individu dan atau berkelompok, pada
lingkup pekerjaan jasa konstruksi utamanya pada pekerjaan Pengukuran Bangunan
Gedung.
1.2 Unit ini berlaku untuk melakukan pengukuran bangunan gedung sesuai dengan
instruksi kerja dalam melaksanakan pekerjaan pada:
1.2.1. Bangunan gedung.
1.2.2. Jalan dan jembatan.
1.2.3. Bangunan air.
1.2.4. Bangunan fisik lainnya.
2.2.9 Payung.
2.2.10 Tataan penulis lapangan.
3. Tugas-tugas yang harus dilakukan.
3.1. Penyiapan peralatan ukur dan perlengkapannya.
3.2. Pemeriksaan peralatan ukur dan perlengkapannya.
3.3. Kemampuan penggunaan/pengoperasian alat ukur.
3.4. Pengecekan hasil kalibrasi peralatan ukur.
3.5. Pembuatan laporan kondisi kualitas alat ukur.
3.6. Perawatan dan pemeliharaan alat ukur
3.7. Penyimpanan alat ukur
PANDUAN PENILAIAN
1. Kondisi Pengujian.
Kompetensi ini yang tercakup dalam unit kompetensi ini harus di ujikan secara konsisten
pada seluruh elemen dan dilaksanakan pada situasi pekerjaan yang sebenarnya di tempat
kerja atau di luar kerja secara simulasi dengan kondisi seperti tempat kerja normal dengan
menggunakan kombinasi metode uji untuk mengungkap pengetahuan, keterampilan dan
sikap kerja sesuai dengan tuntutan standar.
Metode uji antara lain :
1.1. Tes tertulis.
1.2. Tes lisan/wawancara.
1.3. Praktek menggunakan alat peraga/simulasi.
1.4. Praktek ditempat kerja.
1.5. Portofolio atau metode lain yang relevan.
5. Aspek Kritis.
5.1. Menunjukkan kecermatan dan ketelitian dalam pemeriksaan alat ukur.
5.2. Menunjukkan kemampuan dalam membaca hasil kalibrasi alat ukur.
5.3. Menunjukkan kemampuan dalam mengelompokkan alat-alat ukur.
5.4. Menunjukkan kecermatan dalam membuat laporan kondisi alat ukur.
5.5. Menunjukkan kemampuan dalam penggunaan dan pengoperasian peralatan ukur.
5.6. Menunjukkan kemampuan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait.
6. Kompetensi Kunci
No. Kompetensi Kunci dalam unit ini Tingkat
1. Mengumpulkan, menganalisa dan mengorganisasikan informasi 1
2. Mengkomunikasikan informasi dan ide-ide 1
3. Merencanakan dan mengorganisasikan kegiatan 1
4. Bekerjasama dengan orang lain dan kelompok 2
5. Menggunakan gagasan secara matematis dan teknis 2
6. Memecahkan masalah 2
7. Menggunakan teknologi 1
BAB III
STRATEGI DAN METODE PELATIHAN
3.1.4 Implementasi.
1) Menerapkan pelatihan kerja yang aman.
2) Mengamati indikator kemajuan yang telah dicapai melalui kegiatan praktek.
3) Mempraktekkan keterampilan baru yang telah diperoleh.
3.1.5 Penilaian.
Melaksanakan tugas penilaian untuk penyelesaian belajar peserta pelatihan
BAB IV
PENGUASAAN PERALATAN UKUR
4.1. Umum.
Modul TS-03 : Teori penguasaan peralatan ukur mempresentasikan salah satu unit
kompetensi dari program pelatihan Juru Ukur Bangunan Gedung (Technician Surveying)
Pelat atas dan pelat bawah dapat berputar mengelilingi sumbu vertikal
dengan bebas dimana terdapat sekrup-sekrup tangens untuk sedikit
menggeser kedua pelat tersebut. Agar dapat dipergunakan untuk
pengukuran sudut vertikal, maka pada theodolite dipasang nivo teleskop
dan dilengkapi pula dengan sekrup klem untuk mengencangkan teleskop
dan sekrup tangennya.
Theodolite tipe ganda mempunyai dua buah sumbu pada bagian dalam
dan bagian luar, sehingga memungkinkan pengukuran sudut dengan
pengulangan (repetition) tertentu. Akan tetapi dalam pembuatannya di
pabrik amatlah sulit untuk membuat sedemikian rupa sehingga kedua
sumbu-sumbu tersebut sungguh-sungguh terpusat, maka theodolite tipe
ini tidak cocok untuk pengukuran teliti. Theodolite tipe sumbu tunggal
kadang-kadang disebut alat pengukuran satu arah dan theodolite tipe
sumbu ganda disebut alat pengukuran dengan perulangan.
Gambar 4.2 theodolite (tipe sumbu ganda) Gambar 4.3 theodolite (tipe sumbu tunggal)
b. Nivo.
(i) Nivo Tabung.
Pengukuran sudut dimulai dengan menempatkan sumbu vertikal
theodolite sedemikian rupa sehingga berhimpit dengan garis vertikal
dan kemudian dilakukan pembacaan sudut horisontal dan sudut
vertikalnya. Pengukuran ini dilakukan dengan pertolongan nivo. Nivo
bekerja pada prinsip bahwa cairan akan berada dalam keadaan
tenang, jika permukaannya dalam posisi vertikal terhadap arah gaya
tarik bumi. Terdapat dua tipe nivo, yaitu nivo batangan (bar bubble
tube) dan nivo tabung bundar (circular bubble tube). Nivo tabung
batangan (lihat gambar 4.11) dibuat dengan membentuk busur
lingkaran pada dinding dalam (inside surface) bagian atas tabung
gelas dengan arah axial yang kemudian sebagian diisi dengan
campuran alkohol dan ether, serta sebagian lagi masih terisi udara,
sedang nivo tabung bundar dibuat dengan mengasah dinding dalam
bagian atas tabung sehingga berbentuk speris dan kemudian diisi
cairan seperti tipe pertama (lihat gambar 4.12).
Kedua tipe tersebut mempunyai prinsip kerja yang sama tetapi nivo
tabung bundar lebih baik karena kemiringannya kesegala arah dapat
diketahui dengan segera. Sebaliknya untuk kepekaan yang lebih tinggi
maka nivo memerlukan tabung dengan ukuran yang lebih besar,
sedangkan tabung ukuran besar tidaklah akan serasi untuk dipasang
pada alat pengukuran. Karena itu hanya diproduksi nivo tabung
dengan kepekaan yang rendah yang digunakan untuk alat-alat
pengukuran berketelitian rendah atau untuk alat penyipat-datar
pertama pada alat-alat pengukuran berketelitian tinggi.
Gambar 4.11 Nivo tabung batangan Gambar 4.12 Nivo tabung bundar
dθ 1 dS
∴ = atau dθ =
dS R R
II. Vernir
Vernir terdiri dari empat tipe yaitu vernir langsung (direct vernier),
vernir mundur (refrograde vernier), vernir ganda dan vernir lipat
ganda (double folded vernier).
Seperti yang tertera pada gambar 4.15, untuk vernir langsung
graduasinya panjang dari pembagian (n−1) skala besar, dibagi
dengan n bagian sama panjang. Apabila satu interval graduasi dari
pada skala besar adalah LM , maka akan terjadi hubungan berikut :
(n − 1) LM = nLV
(n − 1) LM L
∴ LM − LV = LM − = M
n n
Karena itu LM /n adalah unit minimum untuk memungkinkan
pengukuran dengan vernir. Pecahan-pecahan dapat dibaca dari
graduasi vernir, apabila skala besar dan vernir berhimpit satu
dengan lainnya (gambar 4.16). Umpamanya pembacaan dengan
vernir dibutuhkan untuk 20” pada interval-interval graduasi
minimum pada skala 20’20” = LM /n =20"/60 jadi 59 graduasi pada
skala besar harus dibagi menjadi 60 bagian yang sama seperti
graduasi pada vernir. Vernir tidak langsung mempunyai graduasi
yang dibuat dengan membagi rata panjang graduasi (n-1) pada
Gambar 4.19a Sistem optis theodolite mikrometer skala Gambar 4.19b Pembacaan mikrometer skala
Gambar 4.20 Sistem optis mikrometer tipe berhimpit. Gambar 4.21 Contoh pembacaan mikrometer tipe
berhimpit
e. Alat penyipat-datar
Alat penyipat-datar (leveling device) pada theodolite digunakan untuk
membuat agar sumbu vertikal theodolite berhimpit dengan garis
vertikal. Tipe alat penyipat-datar terdiri dari alat penyipat-datar speris
(spherical leveling device) dan alat penyipat tipe sekrup (screw type
leveling device). Alat penyipat-datar speris digunakan pada alat-alat
berketelitian rendah (gambar 4.23).
f. Alat penegak.
Alat penegak (flumbing device) umumnya terdiri dari tipe unting-unting
(plump bob) dan tipe penegak optik (optical plumbing device) gambar
4.24 menunjukkan potongan melintang sebuah unting-unting. Gambar
4.25 menunjukkan alat penegak optik yang banyak digunakan
theodolite.
2. Total station.
Gambar 4.26 adalah contoh alat total station yang banyak digunakan
untuk pekerjaan-pekerjaan : sipil, pemetaan, pertanahan, perpipaan dan
lain-lainnya.
Gambar 4.27
Gambar 4.28
Waterpass (sipat datar) sederhana gambar 4.29. alat untuk
menentukan beda tinggi antaran dua titik dan penggunaannya
sangat luas seperti pekerjaan sipil, pemetaan, pertanahan dan lain-
lainnya.
Gambar 4.30
Syarat tambahan pertama ialah : garis arah nivo harus tegak lurus
pada sumbu kesatu. Bila garis bidik yang telah sejajar dengan garis
arah nivo tidak tegak lurus pada sumbu kesatu, maka garis bidik
akan membuat sudut α < 900 dengan sumbu kesatu. Bila garis
bidik diarahkan ke mistar kiri dengan gelembung nivo ditengah-
tengah, maka garis arah nivo dan garis bidik akan mendatar. Tetapi
karena garis arah nivo tidak tegak lurus pada sumbu kesatu, maka
sumbu kesatu akan miring (tidak vertikal) (lihat gambar 4.2.c.4).
Bila sekarang teropong diputar dengan sumbu kesatu sebagai
sumbu putar dan garis bidik diarahkan ke mistar kanan, maka
sudut α antara garis arah nivo dan sumbu kesatu pindah kesebelah
kanan dan ternyata garis arah nivo dan dengan sendirinya garis
bidik tidak mendatar, sehingga garis bidik yang tidak mendatar
tidaklah dapat digunakan untuk melakukan pembacaan pada
mistar. Untuk mendapat pembacaan b dengan garis bidik yang
mendatar, haruslah teropong dipindahkan keatas, sehingga
gelembung ditengah-tengah.
Akan dilihat keadaan bila garis arah nivo telah tegak lurus pada
sumbu kesatu. Dengan gelembung ditengah-tengah garis bidik
yang menjadi datar, diarahkan ke mistar kiri. Dan karena garis arah
arah nivo telah tegak lurus pada sumbu kesatu, sumbu kesatu
akan letak tegak lurus. Sekarang teropong diputar dengan sumbu
kesatu sebagai sumbu putar dan garis bidik diarahkan ke mistar
kanan, maka garis arah nivo akan mendatar pula, karena garis
arah nivo telah tegak lurus pada sumbu kesatu.
Jadi sekarang untuk menghemat waktu tak perlu lagi mendatarkan
garis bidik dengan menempatkan gelembung ditengah-tengah,
sehingga pekerjaan dapat berjalan lebih cepat.
Gambar 4.31
Syarat tambahan yang kedua ialah : benang mendatar diafragma
dalam keadaan tegak lurus pada sumbu kesatu. Pengukuran beda
tinggi dengan cara menyipat datar adalah pembacaan berpotongan
garis bidik yang mendatar dengan mistar-mistar ukur yang
dipasang diatas titik-titik. Garis bidik adalah garis lurus yang
menghubungkan titik potong dua benang diafragma dengan titik
tengah lensa obyektif, teropong. Maka pada pengukuran beda
tinggi akan selalu dibaca pada mistar-mistar ukur tempat titik
Peralatan Pendukung.
Sedangkan peralatan tambahan adalah peralatan-peralatan pendukung
yang menyebabkan peralatan ukur itu dapat difungsikan misalnya :
a. Statip (kaki tiga).
b. Rambu ukur.
c. Prisma atau target.
d. Patok tetap (patok beton) maupun patok sementara (patok kayu).
e. Paku payung.
f. Unting-unting.
g. Spidol atau cat sebagai alat penanda (marking).
h. Bendera sebagai alat pengarah atau penanda.
i. Peralatan komunikasi.
j. Formulir.
k. Sepatu/tataan rambu ukur.
l. Roll meter (meteran, pita ukur)
Seperti diketahui, peralatan pendukung ini sangatlah penting karena
seperti statip, di atas statip yang stabil dan berfungsi dengan baik
peralatan ukur dapat disetel. Selain itu rambu ukur juga diperlukan untuk
mengetahui bacaan bidikan peralatan ukur terutama theodolite dan
waterpass sehingga dapat dibaca jarak optis maupun beda tinggi antar
dua titik yang diukur. Sedangkan prisma atau target berfungsi untuk
mengarahkan bidikan teropong dan memantulkan gelombang
elektromagnetik yang dapat memberikan informasi mengenai arah dan
jarak untuk peralatan Total station.
Gambar 4.38 Contoh rambu ukur Gambar 4.39 Contoh sepatu/tataan rambu ukur
(c) Pita ukur dengan campuran serat gelas dan serat kimia
Gambar 4.42 (a) (b) (c) Contoh pita ukur
Gambar 4.42 (a) (b) (c) contoh-contoh pita ukur untuk mengukur jarak
langsung yang banyak digunakan dalam berbagai kegiatan seperti pada
pembangunan gedung, pemetaan, pekerjaan sipil, pertanahan, perpipaan
dan lain-lainnya.
Perlengkapan pendukung, digunakan untuk mendukung pekerjaan
pengukuran, sebagai contoh : patok tetap maupun sementara digunakan
untuk mendapatkan atau menyimpan koordinat dan ketinggian dari titik-
titik yang digunakan sebagai acuan atau referensi. Biasanya patok tetap
diwujudkan dengan tugu beton yang secara umum dinamakan Bench
Mark (BM), sedangkan patok sementara biasanya dibuat dengan
menggunakan kayu seukuran kaso dipancang pada permukaan tanah dan
diberi paku payung di atasnya. Pada permukaan tanah yang sudah
dilindungi dengan lantai atau perkerasan lainnya titik sementara biasanya
hanya berupa paku payung yang ditanam dan diberi tanda lingkaran serta
diberi penanda lain seperti tulisan kode dan sebagainya dengan
menggunakan cat atau spidol serta pada daerah sekitarnya dipasang
bendera dengan warna yang mencolok.
(a) Contoh patok tetap dari paralon (b) Contoh Bench Mark (c) Contoh patok sementara dari kaso
Ф 12 ~15 cm 5 x 7 cm
Gambar 4.43 Contoh gambar Bench mark (BM)
cermat dan teliti. Apabila hasil pemeriksaan belum baik maka alat ukur
harus dikembalikan/dikalibrasi lagi.
Pengecekan terhadap peralatan ukur yang akan digunakan untuk
melaksanakan pekerjaan pengukuran sangat perlu dilakukan agar
peralatan –peralatan tersebut dapat digunakan secara normal sesuai
dengan standar dan batas toleransi yang dikeluarkan oleh pembuat
peralatan ukur. Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi sebuah alat
ukur dikelompokkan sesuai dengan jenis dan fungsi dari masing-masing
peralatan ukur. Secara garis besar pengelompokkan persyaratan-
persyaratan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut :
a. Theodolite.
Pada waktu theodolite akan digunakan untuk melakukan pengukuran,
bagian-bagian theodolite utama harus berada dalam keadaan yang
baik. Bagian-bagian dan keadaannya adalah :
a. Sumbu kesatu dalam keadaan tegak lurus (vertikal).
b. Sumbu kedua dalam keadaan mendatar dan tegak lurus sumbu
kesatu.
c. Garis bidik dalam keadaan tegak lurus pada sumbu kedua.
d. Kesalahan indeks pada skala lingkaran tegak harus sama dengan
nol.
Maka theodolite harus diatur lebih dahulu, supaya memenui syarat-
syarat tersebut :
a. Untuk membuat tegak lurus/vertikal sumbu kesatu, digunakan
sebuah nivo, karena pada nivo didapat suatu garis lurus, ialah garis
jurusan nivo, yang dapat dibuat mendatar dengan teliti. Bila garis
jurusan nivo mendatar maka sumbu kesatu akan tegak
lurus/vertikal.
Maka lebih dahulu garis jurusan nivo dibuat tegak lurus pada
sumbu kesatu dan selanjutnya sumbu kesatu dibuat tegak lurus
pada garis jurusan nivo dalam dua jurusan, supaya sumbu kesatu
menjadi tegak lurus/vertikal. Untuk ini digunakan nivo yang terletak
di atas pelat nonius mendatar.
Gambar 4.44
Membuat garis jurusan nivo tegak lurus pada sumbu kesatu dilakukan
sebagai berikut :
• Putarlah nivo dengan sumbu kesatu sebagai sumbu putar
sedemikian rupa hingga nivo sejajar dengan dua sekrup penyetel A
dan B. Dengan dua sekrup penyetel ini gelembung ditempatkan
ditengah-tengah , dengan demikian garis jurusan nivo mendatar
(a1b1 ) . Bila misalkan garis jurusan belum tegak lurus pada sumbu
kesatu maka sudut antara sumbu kesatu dan garis jurusan nivo
ada 900 - α.
• Sekarang putarlah nivo 1800 dengan sumbu kesatu sebagai sumbu
putar, maka garis jurusan nivo menjadi b2 a 2 dan sudut 900 – α
= α.
• Karena pindahnya gelembung dari tengah-tengah tadi menyatakan
perubahan sudut 2 α, maka untuk perubahan sudut α saja putarlah
sekrup koreksi nivo sedemikian jauhnya, sehingga gelembung
pindah kembali setengahnya ke tengah-tengah. Maka garis jurusan
nivo b3 a3 akan letak tegak lurus pada sumbu kesatu. Dengan
pada satu garis bidik yang tegak lurus (vertikal) dan dapat diplot di
dinding.
Gambar 4.45
Maka berjalannya garis bidik pada dinding dari titik P di atas melalui
titik T ke titik Q di bawah, titik-titik mana letak di satu garis tegak
pada dinding, merupakan suatu tanda, bahwa sumbu kesatu telah
tegak lurus, sumbu kedua telah mendatar dan garis bidik telah tegak
lurus pada sumbu kesatu (gambar 4.45i)
iii. Kesalahan pada garis bidik yang tidak tegak lurus pada sumbu
kedua.
Pada penggerakan teropong ke atas dan ke bawah, garis bidik yang
tidak letak tegak lurus pada sumbu kedua akan membuat suatu
bidang kerucut, dengan sumbu kedua yang mendatar sebagai poros
kerucut. Bidang kerucut ini dipotong oleh bidang dinding yang sejajar
dengan poros kerucut. Maka garis potong merupakan garis lengkung
yang dinamakan garis hiperbola. Garis hiperbola ini mempunyai titik
puncaknya di titik T dan mempunyai sebagai sumbunya garis
proyeksi sumbu kedua pada dinding, hingga ke atas dan ke bawah
garis hiperbola ini simetris terhadap titik T. Maka pada waktu ke atas
garis bidik akan ke arah titik C dan ke bawah ke arah titik D
sedemikian rupa, hingga PC = QD = y dan titik-titik C dan D letak di
sebelah yang sama terhadap garis lurus P-T-Q.
iv. Kesalahan pada sumbu kedua yang tidak mendatar, dan garis
bidik yang tidak tegak lurus pada sumbu kedua.
Keadaan ini adalah kombinasi dari keadaan ii dan keadaan iii,
sehingga gambar 4.45iv didapat dari superposisi gambar 4.45ii dan
Gambar 4.46iii
(e) (f)
Gambar 4.47 Macam-macam theodolite
Theodolite dengan kompas :
(a) Boussole, (b) Wild T0
b. Total station.
Total station adalah pengembangan dari theodolite, sehingga
persyaratan-persyaratan utama pada theodolite berlaku pula pada total
station. Pengembangan yang dimaksud adalah, total station dilengkapi
dengan alat-alat pengukur sudut, pengukur jarak secara elektronik dan
digital serta dilengkapi dengan komputer. Dengan sistim komputer ini
koordinat dan elevasi bisa dihitung. Persyaratan-persyaratan yang
harus dipenuhi adalah :
1. Ketelitian bacaan sudut horisontal.
2. Ketelitian bacaan sudut vertikal.
3. Ketelitian bacaan jarak.
4. Kemampuan software untuk menghasilkan hitungan beda tinggi.
5. Kemampuan untuk menghasilkan hitungan koordinat.
6. Sumbu pertama dalam keadaan vertikal.
7. Sumbu kedua dalam keadaan mendatar/horisontal.
8. Sumbu kedua tegak lurus sumbu pertama.
Pengecekan persyaratan-persyaratan butir 6, 7 dan 8 sama dengan
prosedur pengecekan theodolite.
Gambar 4.48
Gambar 4.49
Gambar 4.51
D+d
tersebut. Adapun x = {( )e} , di mana
d
e = (b2 − b1 ) − ( a 2 − a1 ) .
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 4.53
Pada gambar 4.d1 ada beberapa contoh skala mistar. Pada gambar
pertama tiap-tiap dm diberi dua bagian @ 5 cm yang berbentuk E, satu
dengan latar merah atau latar hitam, sesuai dengan warna meternya,
dan lainnya dengan latar putih. Pada mistar kelihatan bentuk E yang
Gambar 4.54
Cara kedua.
Alat ukur penyipat-datar ditempatkan antara titik A dan titik B, sedang
di titik –titik A dan B ditempatkan dua mistar. Tempatkan alat ukur
penyipat-datar kira-kira berjarak sama antara mistar A dan mistar B,
sedang alat ukur penyipat-datar tidak perlu terletak pada garis lurus
yang menghubungkan dua titik A dan B. Arahkan garis bidik dengan
gelembung di tengah-tengah ke mistar A (belakang) dan ke mistar B
(muka), dan misalkan pembacaan pada dua mistar berturut-turut ada b
(belakang) dan m (muka). Bila selalu diingat, bahwa angka-angka
pada rambu selalu menyatakan jarak antara angka dan alas mistar,
maka dengan mudah dapat dimengerti, bahwa beda tinggi antara titik-
titik A dan B ada t = b – m.
Gambar 4.55
Cara ketiga.
Tidaklah selalu mungkin untuk menempatkan alat ukur penyipat-datar
diantara dua titik A dan B, misalnya karena antara titik A dan titik B ada
selokan, maka dengan cara ketiga alat ukur penyipat-datar
ditempatkan tidak di antara titik A dan titik B, tidak pula di atas salah
satu titik A atau titik B, tetapi di sebelah kiri titik A atau di sebelah
kanan titik B, jadi di luar garis AB. Pada gambar 4d5 alat ukur
penyipat-datar diletakkan di sebelah kanan titik B. Pembacaan yang
dilakukan pada mistar yang diletakkan di atas titik-titk A dan B
sekarang adalah berturut-turut b dan m lagi, sehingga di gambar
didapat dengan mudah, bahwa beda tinggi t = b – m.
Gambar 4.56
Ingatlah : untuk mendapat beda tinggi antara dua titik selalu diambil
pembacaan mistar belakang dikurangi dengan pembacaan mistar
muka, hingga t = b – m.
Bila (b-m)>0 maka ini berarti, bahwa titik muka lebih tinggi daripada
titik belakang, dan bila (b-m)<0 maka titik muka lebih rendah daripada
titik belakang.
• Waterpass.
Pembacaan hasil waterpass dilakukan dengan metode pengukuran
beda tinggi dua titik dengan dua kali berdiri (double stand), misalkan
titik A dan B yang akan ditentukan beda tingginya.
1. Stand pertama dirikan alat di tengah-tengah antara titik A dan B,
arahkan ke rambu A bacaan menunjukan bta kemudian arahkan
alat ke rambu B bacaan menunjukan btb.
Didapat ΔhabI = bt a1 − bt b1 .
Bacaan ke rambu A = bt a2
Bacaan ke rambu B = bt b2
Didapat ΔhabII = bt a2 − bt b2
Apabila Δhab
1
− Δhab2 ≤ 2 mm menunjukan hasil kalibrasi sudah baik
apabila Δhab
1
− Δhab2 > 2 mm berarti kalibrasi alat waterpass harus
diulangi lagi.
b. Penyetelan Theodolite
Peralatan theodolite biasanya digunakan untuk melakukan pengukuran
sudut (arah), jarak dan beda tinggi secara optis. Cara penyetelan atau
setting peralatan ini pada prinsipnya sama dengan penyetelan total
station adalah sebagai berikut :
a) Pasang kaki tiga penyangga/tripod/statip pada tempat yang
dikehendaki, biasanya pada titik ikat atau pada titik yang sudah
diketahui koordinat dan elevasinya.
b) Pastikan kaki tiga penyangga terpasang secara kuat dan stabil
serta posisi pelat tempat dudukan alat ukur (tribrach) pada posisi
semendatar mungkin.
c) Kencangkan sekrup-sekrup penguat yang ada pada masing-
masing kaki secukupnya.
d) Pasang Theodolite pada dudukan atau tribrach dan kencangkan
sekrupnya.
e) Secara simultan tepatkan penanda ketepatan posisi as vertikal
Total station pada titik yang dikehendaki (centering).
f) Atur sumbu I sumbu Vertikal dan sumbu II Horisontal dengan
menggunakan sekrup penyeimbang nivo kotak, yang biasanya
disebut sekrup A,B, C.
g) Pengaturan dilakukan pertama-tama dengan posisi nivo sejajar
dengan posisi kita berdiri, tepatkan gelembung nivo tepat di dalam
lingkaran yang ada.
h) Putar Theodolite terhadap sumbu I sebesar 900 terhadap posisi
kita, cek apakah posisi nivo masih tetap berada di tengah
200,0085
B = BIASA
LB = LUAR BIASA
x) = Dengan dasar nonius A
Pelaksanaan mengatur :
• Dirikan total station sebaik-baiknya
• Kemudian aturlah sumbu I nya
• Arahkan teropong pada suatu titik P, lazimnya titik dibuat pada kertas ditempel di
tembok.
Bacalah pada piringan horisontal.
Kemudian putarlah teropong menjadi dalam kedudukan luar biasa (Luar Biasa),
arahkan ke P lagi, kemudian baca piringan horisontal. Carilah harga §, berikan
koreksi ini kepada pembacaan terakhir dengan memutar skrup gerak halus (mikro)
arah horisontal, sampai dengan pembacaan terkoreksi sambil mata melihat ke loupe
pembacaan.
Akibatnya benang silang tergeser sedikit ke samping, kembalikan benang silang ini
ke P dengan memutar skrup diafragma, sebagai tindak penelitian, arahkan ke titik P
atau titik lain, dan baca lagi piringan horisontal, seperti diterangkan di atas.
Ulangi pekerjaan itu sedemikian hingga § hilang atau relative sangat kecil.
a. Untuk mengukur arah horisontal menggunakan menu atau simbol
Gambar 4.59a
b. Untuk mengukur sudut vertikal atau zenith digunakan menu atau simbol
Gambar 4.59b
c. Untuk mengukur jarak miring digunakan menu atau simbol
Gambar 4.59c
Gambar 4.59d
e. Untuk mengukur beda tinggi antara teropong dengan target lain digunakan menu
atau simbol
Gambar 4.59e
f. Untuk menentukan koordinat titik lain digunakan menu dan simbol
Gambar 4.59f
b) Theodolite
Untuk peralatan Theodolite, pengoperasian alat lebih rumit dari pengoperasian Total
station, uraian pengoperasian dapat dijelaskan pada uraian berikut ini :
A. Mengukur atau arah horisontal. Langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1) Letakkan theodolite pada kaki tiga penyangga atau statip, lakukan centering,
setel nivo kotak dan nivo tabung sehingga : sumbu pertama vertikal, garis
jurusan nivo mendatar, sumbu kedua mendatar dan garis bidik tegak lurus
sumbu ukur. Posisi ini kita namakan Titik A.
2) Kendorkan klem gerakan horisontal dan vertikal agar theodolite dapat
bergerak bebas secara horisontal dan vertikal mengikuti asnya.
3) Bidik titik acuan sebagai arah bacaan awal dengan menggunakan teropong,
tepatkan benang silang teropong pada titik target. Jika sudah mendekati titik
kunci gerakan horisontal dan vertikal dengan menggunakan klem pengunci
gerakan horisontal dan vertikal.
4) Lakukan penempatan benang silang ke titik target dengan menggerakkan
sekrup penggerak halus horisontal dan vertikal.
5) Baca bacaan horisontal arah pada teropong bacaan AB, catat hasilnya pada
formulir yang sudah disediakan. Posisi ini kita namakan Titik B.
6) Kendorkan klem pengunci gerakan horisontal dan vertikal agar theodolite
dapat bergerak bebas.
Gambar 4.60
C. Mengukur Jarak Miring, Jarak Datar dan Jarak Vertikal (Beda Tinggi)
Langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Letakkan theodolite pada kaki tiga penyangga atau statip, lakukan centering,
setel nivo kotak dan nivo tabung sehingga theodolite siap untuk mengukur
seperti butir A. Posisi ini kita namakan titik A;
2. Kendorkan klem gerakan horisontal dan vertikal agar theodolite dapat
bergerak bebas secara horisontal dan vertikal mengikuti asnya;
3. Bidik titik target dengan mengunakan teropong, tepatkan benang silang
teropong pada titik target. Jika sudah mendekati kunci gerakan horisontal dan
vertikal dengan menggunakaan klem pengunci gerakan horisontal dan
vertikal;
4. Pasang rambu ukur di atas target;
5. Baca dan catat bacaan benang atas (ba), benang tengah (bt), benang bawah
(bb), sudut helling (h), tinggi alatt (Ti);
6. Untuk mendapatkan jarak mirirng digunakan rumus :
Dm = (ba-bb)*100 cos h
7. Untuk mendapatkan jarak datar digunakan rumus :
D = Dm* Cos2 h atau D = Dm * Sin2 z
h = sudut miring, z = sudut zenith
8. Untuk mendapatkan beda tinggi digunakan rumus :
∆H = ½ Dm * sin 2α + Ti - bt
Ilusutrasi pengukuran jarak miring, jarak datar dan beda tinggi dapat dijelaskan
seperti gambar berikut :
c) Waterpass
1. Letakkan waterpass pada kaki tiga penyangga atau statip diantara titik A dan B
kira-kira di tengah-tengah;
2. Lakukan penyetelan nivo kotak. Sehingga garis jurusan nivo mendatar, sumbu
pertama vertikal, sumbu kedua mendatar dan garis bidik tegak lurus sumbu
kedua;
3. Posisi penempatan waterpass berada di antara titik yang diketahui elevasinya
dengan titik yang akan dicari elevasinya;
4. Bidik rambu belakang dan catat bacaan benang tengah (bt), benang atas (ba)
dan benang bawah (bb). Bidikan ini kita anggap bacaan titik A;
5. Bidik rambu muka dan catat bacaan benang tengah (bt), benang atas (ba), dan
benang bawah (bb). Bidikan ini kita anggap bacaan titik B;
6. Kurangkan bacaan tengah rambu muka dengan rambu tengah belakang untuk
mendapatkan beda tinggi A-B;
btm – btb = ∆HAB
b – a = ∆HAB
Ilustrasi pengukuran waterpass dapat dilihat pada gambar berikut :
∆H
Sebab jika hal ini tidak dipenuhi, maka peralatan ukur tersebut dapat
mengalami goncangan dan bahkan terjatuh dari tempat penyimpanan
yang akan menyebabkan berubahnya setelan atau kondisi peralatan
ukur tersebut.
3. Pastikan kelembaban tempat penyimpanan terjaga pada ambang
batas yang diperbolehkan.
Kelembaban yang berlebihan akan menyebabkan cepat munculnya
jamur yang akan menempel pada lensa peralatan ukur.
4. Pastikan suhu ruangan terjaga pada ambang batas yang
diperbolehkan.
Suhu ruangan terjaga akan ikut membantu menjaga kelembaban
udara tempat penyimpanan alat.
d. Uap air, uap air ini biasanya timbul karena peralatan yang terkena
hujan saat dipakai di lapangan tidak segera dikeringkan, hal ini akan
menyebabkan timbulnya embun yang dapat menutupi lensa-lensa
yang ada pada peralatan tersebut.
- Peralatan ukur yang akan disimpan harus dalam kondisi bersih dan
kering.
BAB V
SUMBER-SUMBER YANG DIPERLUKAN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI
5.1.1. Pelatih.
Pelatih/instruktur dipilih karena telah berpengalaman dan berperan untuk :
a. Membantu peserta untuk merencanakan proses belajar.
b. Membimbing peserta melalui tugas-tugas pelatihan yang dijelaskan dalam tahap
belajar.
c. Membantu peserta untuk memahami konsep dan praktek baru dan untuk
menjawab pertanyaan peserta mengenai proses belajar.
d. Membantu peserta untuk menentukan dan mengakses sumber tambahan lain
yang diperlukan untuk belajar.
e. Mengorganisir kegiatan belajar kelompok jika diperlukan.
f. Merencanakan seorang ahli dari tempat kerja untuk membantu jika diperlukan.
5.1.2. Penilai.
Penilai melaksanakan program pelatihan terstruktur untuk penilaian di tempat kerja.
Penilai akan :
a. Melaksanakan penilaian apabila peserta telah siap dan merencanakan proses
belajar dan penilaian selanjutnya dengan peserta.
b. Menjelaskan kepada peserta mengenai bagian yang perlu untuk diperbaiki dan
merundingkan rencana pelatihan selanjutnya dengan peserta.
c. Mencatat pencapaian / perolehan peserta.