Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

Glaukoma berasal dari kata Yunani “ glaukos” yang berarti hijau kebiruan,

yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.

Glaukoma ditandai oleh meningkatnya tekanan intra okuler yang disertai oleh

pencekungan diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang (Surya, 2010).

Glaukoma merupakan kelompok penyakit neurooptik yang biasanya

memiliki satu gambaran berupa kerusakan nervus optikus yang bersifat progresif

yang disebabkan karena peningkatan tekanan intraokular, ditandai dengan

kelainan atau atrofi papil nervus optikus yang khas, adanya ekskavasi

glaukomatosa, serta gangguan lapang pandang dan kebutaan. Glaukoma biasanya

menimbulkan gangguan pada lapang pandang perifer pada tahap awal dan

kemudian akan mengganggu penglihatan sentral. Glaukoma ini dapat tidak

bergejala karena kerusakan terjadi lambat dan tersamar. Glaukoma dapat

dikendalikan jika dapat terdeteksi secara dini (Pertiwi; Friyeko, 2010).

Berdasarkan etiologi, glaukoma dibagi menjadi 4 bagian; glaukoma primer,

glaukoma kongenital, glaukoma sekunder dan glaukoma absolut sedangkan

berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokular glaukoma dibagi

menjadi dua, yaitu glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup

(Vaughan, 2007). Dari semua jenis glaukoma di atas, glaukoma absolut

merupakan hasil atau stadium akhir semua glaukoma yang tidak terkontrol, yaitu

dengan kebutaan total dan bola mata nyeri (Irianto, 2011).

1
World Health Organization menyatakan bahwa glaukoma merupakan

penyebab kebutaan ketiga di dunia setelah katarak dan trakoma. Analisa yang

telah dilakukan organisasi kesehatan dunia ini memperkirakan terdapat 104,5 juta

penduduk dunia dengan glaukoma, diperkirakan prevalensi kebutaannya untuk

semua tipe glaukoma mencapai 5,2 juta penderita per tahun. Jumlah penderita

glaukoma di Indonesia diperkirakan sekitar 0,2% dari populasi dan merupakan

penyebab kebutaan mata nomor dua di Indonesia setelah katarak.

Anda mungkin juga menyukai